Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS CAIRAN PLEURA DAN ACITES

 Anatomi

Pleura adalah membran tipis yang melapisi organ paru, terdiri dari : 2 lapisan yaitu pleuraViseralis
dan Parietalis.
Secara histologis lapisan ini terdiri dari : cell mesothelial, jaringan ikat.
Dalam keadaan normal berisi cairan diantara ke 2 lapisan yang sangat sedikit jumlahnya. Membran
serosa yang membungkus parenkim paru disebut Pleura Viseralis, sedangkan membran serosa yang
melapisi dinding thorax, diafragma dan mediastinum disebut Pleura Parietalis.
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thorax, cairan tersebut berfungsi sebagai pelumas
antara ke 2 pleura, ke 2 lapisan ini bersatu pada hilus paru.

 Fisiologis

Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan ke 2 permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis
bergerak selama pernafasan.Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari capiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura kemudian di serap kembali melalui pleura viseralis.
Masing-masing pleura merupakan membran serosa misenseum berpori, dimana sejumlah transudat
cairan intenstitiel dapat terus menerus melaluinya untuk masuk ke dalam ruang pleura.

Dalam keadaan normal pembentukan cairan pleura ini secara simultan diatur oleh beberapa keadaan
seperti :

1. Permeabilitas kapiler dari membran parietalis.


2. Tekanan hydrostatik kapiler tersebut.
3. Tekanan osmotik koloid yang dihasilkan oleh protein
plasma di dalam kapiler.
4. Absorsbsi cairan oleh sistem limpatik.

Jumlah cairan dalam rongga pleura sangat sedikit hanya sekitar 1-5 ml (kepustakaan lain) ada yang
menyebutkan jumlah cairan 12-15 ml.Kelebihan cairan akan dipompa keluar oleh pembuluh limpatik
(yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam mediastinum.Ruang pleura (ruang
antara pleura parietalis dan pleura viseralis) disebut ruang potensial karena ruang ini pada keadaan
normal begitu sempit.Sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas.

 Kandungan cairan pleura

Pada keadaan efusi pleura merupakan cairan dalam ruang pleura, cairan pleuraa dapat diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu :cairan transudat dan exudat.
Transudat merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan osmotik dan tekanan hydrostatik.
Sedangkan exudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainage limfotik yang menurun.
Dalam beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristik cairan ini dapat dibedakan
dengan menggunakan light’s kriteria.
Light’s Kriteria Conc (%)
Sensitifitas Spesifitas
1. Ratio protein cairan pleura
terhadap serum > 0.5 86 84
2. Ratio LDH cairan pleura
terhadap serum > 0.6 90 82
3. LDH cairan pleura > 2/3
nilai batas atas serum LDH 82 89
Kadar kolesterol cairan pleura
> 60 mg/dl (1.55 m mol/l) 75 80
Kadar kolestrol cairan pleura
> 43 mg/dl (1.10 m mol/l) 54 92
Ratio kolesterol cairan pleura
terhadap serum > 0.3 89 81
Kadar albumin serum-cairan
pleura ≤ 1.2 gr/dl 87 92

 Indicasi Pemeriksaan Cairan

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di lab adalah untuk membedakan 2 cairan tersebut,
diharapkan dapat mengetahui penyebab terjadinya cairan tersebut (berasal dari transudat/exudat).

Perbedaan menurut Krieq dan kjelds berg


Ada 6 parameter perbedaan transudat/exudat.

Parameter Transudat Exudat

Makros Serous-jernih Serous, serofibrinous, seropurulen, purulen dan


hemorrhagik
Tidak mudah membeku
Mudah membeku

Berat jenis bakteri 1.010-1.018 > 1.018

Jarang terdapat Sering didapati :

- Streptococcus

- Sthaphycococcus

- pneumococcus

Cell Sedikit, biasanya mono NCl (< >> - > 500 cell
500)
Acut : >> PMN

Chronis : >> mono NCl

Protein < 3 gr % > 3 gr %

Glucosa Sesuai Kadar glucosa dalam darah Sering lebih rendah dibanding glucosa darah
(>> bakteri dan lekosit)
Pemeriksaan Makroskopis, meliputi :
1. Warna
2. Kejernihan
3. Bau
4. Berat jenis
5. Bekuan

Warna
Warna transudat pemeriksaan makroskopis berwarna kekuningan sedang exudat berwarna kuning-
merah sesuai dengan penyebab dan berat ringannya radang.

Kejernihan
Dipengaruhi bahan yang terkandung dalam cairan sehingga nampak bervariatif mulai dari jernih-agak
keruh-sangat keruh. Umumnya kekeruhan dipengaruhi oleh lebih besarnya cell yang terkandung
didalamnya.
Lekosit memberikan kekeruhan ruang berat.
Erythrocyt memberikan kekeruhan yang kemerah-merahan.
Transudat murni biasanya jernih sedang exudat agak keruh-berkabut.
Adanya kekeruhan dinyatakan dengan serous.
Serofibrinous, seropurulen, sero sanguineus hemorrhagic.

Bau
Jika tidak terjadi proses pembusukan protein biasanya transudat/exudat tidak menunjukkan bau yang
bermakna. Adanya bau dapat mengarah pada cairan exudat

Berat Jenis
Harus segera dilakukan untuk menjaga terjadinya bekuan. Penetapan berat jenis dapat menggunakan
urinometer bila jumlah cairan cukup banyak, bila jumlah cairan tidak memungkinkan penetapan berat
jenis bisa menggunakan refraktometer.

Bekuan
Bekuan hanya terdapat pada exudat karena adanya fibrin, adanya bekuan dapat dilaporkan dengan
bekuan renggang-berkeping halus-sangat halus dll.

 Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan ini hanya ditujukan pada penghitungan jumlah lekosit saja, penghitungan ini hanya
dikerjakan bila cairan jernih-agak keruh. Apabila cairan keruh (purulent) maka penghitungan tidak
dapat dilakukan.

Membedakan jumlah cell


Hanya membedakan 2 jenis cell saja yaitu cell berinti tunggal (kelompok lymposit) dan cell PMN.

 Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan kimia untuk cairan transudat/exudat umumnya hanya dikerjakan untuk pemeriksaan
protein dan glucosa, pemeriksaan yang sering dikerjakan adalah test Rivalta sedang pemeriksaan
protein total dilakukan dengan metode Esbach.
Kelemahan test Rivalta sangat subyektif sehingga perlu pengulangan berkali-kali.
Kelebihannya : sangat mudah dan praktis dapat digunakan untuk diagnosa sementara untuk glucosa
dilakukan dengan metode calorimetri.
Misal : dengan God perid.

 Pemeriksaan Bakteriologis

Dikerjakan sesuai pemeriksaan bakteriologi pada umumnya metode yang dikerjakan yaitu dengan
pengecatan gram dan Ziehl Nelson (ZN)

ANALISA CAIRAN ASCITES


Ascites adalah peningkatan volume cairan didalam rongga peritoneum.
Penyebab peningkatan ini adalah :
1. Peningkatan permiabilitas kapiler di membran
parictal.
2. Peningkatan tekanan hydrostatik kapiler.
3. Penurunan tekanan oncotic/tekanan osmotic koloid
kapiler.
4. Gangguan absorbsi cairan oleh sistem lympatic.

Pemeriksaan terhadap cairan acites disebut sebagai analisis cairan ascites.Analisis cairan ini bertujuan
untuk membedakan apakah suatu cairan termasuk golongan transudat/exudat.
Cairan transudat merupakan cairan extra vasculer hasil ultrafiltrasi plasma.
Ascites yang termasuk golongan transudat dapat disebabkan oleh penyakit sistemik non inflamasi.
Misal : cirrhosis hepatis, gagal jantung congestif,
syndrom nephrotic.
Jika terjadi perubahan akibat inflamasi maka akan terbentuk cairan yang sifatnya exudat.
Sejumlah penyakit menyebabkan proses ini.
Misal : infecsi, neoplasma dll.

 Pengumpulan cairan Ascites

Dilakukan melalui : parasentesis.


Locasi : kwadran kiri bawah, dua jari (3 cm) diatas dan
dua jari medial terhadap SIAS.
Alasan : dan ini mempunyai dinding yang tipis dan volume cairan yang berkumpul lebih banyak.
RUNYON membedakan cairan Ascites berdasarkan penyebabnya yaitu cirrhosis dan non cirrhosis.
Jika dicurigai cirrhosis maka hanya dilakukan screcning test (pemeriksaan penapisan) yang terdiri
dari jumlah lekosit dan hitung jenis, kadar albumin dan protein total.Jika bukan cirrhosis dilakukan
pemeriksaan lain yaitu glucosa, LDH, amilase, cultur cairan dan pewarnaan gram.
Menurut LIGHT cairan digolongkan exudat bila memenuhi salah satu kriteria yaitu kadar LDH > 2/3
interval nilai rujukan.
Ratio total protein cairan : serum > 0.5
Ratio LDH cairan : serum > 0.6

Pada analisa cairan Ascitesselain sampel dibutuhkan juga serum (P) yang diambil pada waktu yang
sama. Volume cairan karena mencukupi untuk pemeriksaan makros-mikros dan kimia berkisar 10-20
ml.Bila ada permintaan untuk kultur maka volume yang dibutuhkan minimal 50 ml.Cairan ini
ditampung dalam 2 wadah, untuk pemeriksaan makros/mikros dan kimia serta 1 wadah steril untuk
mikrobiologi.A.G heparin, natrium sitrat 20% adalah EDTA di perlukan untuk mencegah
terbentuknya bekuan.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera, paling lambat 2 jam karena sudah
dikerjakan di lab.

Pemeriksaan yang dilakukan


A. Makroskopis : meliputi warna/kejernihan.
Transudat : kuning-pucat dan jernih
Exudat : bervariasi : kuning hijau, merah muda-merah.

Exudat sering mengandung fibrinogen sehingga dapat membentuk bekuan.


Cairan Ascites yang tampak seperti susu (milky appearance) biasanya menunjukkan adanya kilous
(emulsi dari limfe dan kilomikron).
Adanya darah pada transudat/exudat dapat disebabkan oleh trauma prosedur parasentesis.
Jika jumlah darah terlihat berkurang selama pengumpulan sampel ke dalam wadahnya, maka
kemungkinan penyebabnya adalah trauma, jika darah secara homogen terdistribusi dalam masing-
masing wadah penampung, maka disimpulkan terdapat effusi hemorrhagic.
Kekeruhan pada cairan Ascites merupakan indicasi peningkatan jumlah lekosit adalah cell lain, lipid,
kilous, atau combinasi factor ini.

B. Mikroskopis
Pemeriksaan ini meliputi hitung jumlah cell terdiri dari
lekosit dan hitung jenis cell dan pemeriksaan sitologi.
Jumlah cell lekosit pada cairan transudat biasanya
< 250 cell/µl.
Cairan exudat jumlah cell lebih dari nilai rujukan.
Jumlah erythrocyt dapat untuk mengidentifikasi
perdarahan.
Jumlah erythrocyt > 10.000 cell/µl sering berkisar
dengan neoplasma/keganasan.

Pada hitung jenis cell dibedakan cell PMN dan mono NCl terhadap 100-300 cell.
Cell PMN adalah netrophyl segmen, cosinophyl, basophyl, sedang mono NCL misal lymphosit,
monosit.

Sekitar 90% effusi yang didominasi oleh Netrophyl segmen menunjukkan adanya inflamasi acut.
Dominasi lymposit pada penyakit tubercolosis dan neoplasma.
Pemeriksaan sitologi untuk pemeriksaan P.A.

Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan kimia yang paling sederhana adalah uji rivalta.
Tujuannya adalah untuk melihat seromucin pada cairan exudat.
Pengukuran kadar protein total dan kadar LDH pada cairan Ascites dan serum sangat penting dalam
penentuan Transudat/Exudat menurut Light Kriteria.

Pemeriksaan kadar glucosa cairan dan serum mempunyai keterbatasan untuk penilaian.
Jika kadar glucosa cairan < 60 mg/dl atau terdapat perbedaan kadar > 30 mg/dl antara serum
dibanding cairan maka dapat dicurigai adanya proses exudatif penurunan kadar glucosa dalam cairan
menunjukkan adanya infecsi bakterial atau tuberculosa. Penentuan
kadar amilase serum dan cairan secara klinis bermanfaat.
Peningkatan kadar amilase cairan melebihi batas atas kadar normalnya atau sekitar 1.5-2x kadar
dalam serum, dianggap abnormal.
Kadar amilase serum yang tinggi sering didapatkan pada effusi akibat pancreatitis, ruptus oesophagus
dll.

Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pewarnaan dan cultur sediaan yang dibuat diwarnai dengan
pewarnaan gram tahan asam tergantung kasusnya.
Pewarnaan gram menjadi kurang sensitif jika jumlah kuman di dalam cairan < 10 bakteri/µl.
ANALISIS CAIRAN SINOVIAL

Cairan sinovial adalah cairan yang terdapat pada jaringan sekitar tulang dimana gesekan mekanik
banyak terjadi, seperti sendi, bursa dan selubung tendon. Cairan ini disebut “Sinovial” karena
konsistensi dan warnanya menyerupai putih telur pada keadaan normal.
Cairan sinovial yang sering diperiksa adalah cairan sendi.
Analisa cairan sinovial termasuk pemeriksaan yang masih dipandang “sebelah mata” namun dengan
indikasi yang tepat, pemeriksaan ini dapat membantu
diagnosa penyakit sendi.
Pemeriksaan cairan sinovial banyak membantu dalam menegakkan diagnosa penyakit sendi, seperti
Reumatoid artritis, artritis septik, gout dll.

Hasil analisis cairan sinovial harus dikorelasikan dengan anamnese, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.

Kegunaan secara klinis


Analisis cairan sinovial dapat digunakan untuk :
1. Membedakan sinovitis traumatik dengan perdarahan traumatik.
2. Membedakan sinovitis traumatik pada orang dewasa, misal : infeksi, gout.
3. Memastikan diagnosa pada infeksi sendi dengan kultur cairan sinovial seperti pada artritis septik
dan artritis periprostetik.
4. Membantu diagnosis sinovial kronik, contohnya pada suspek infeksi mycobacterium.

Fisiologi Cairan Sinovial


Cairan sinovial dapat ditemukan di sendi, bursa dan selubung tendon.
Cairan ini berfungsi sebagai pelumas antara permukaan tulang/otot yang bergesekan supaya ke 2
permukaan tersebut dapat bergerak secara bebas. Selain itu sinovial juga memberikan nutrisi pada
cartilago artikuler yang relatif avaskuler dan memiliki sifat untuk membantu stabilitas sendi.
Perubahan pada jumlah konsistensi dan komposisi sinovia akibat proses patologis akan menyebabkan
gangguan fungsi sendi.
Secara anatomis ruang sinovial/sendi dikelilingi oleh jaringan ikat padat yang mengelilingi sendi
kearah dalam (tulang) ruang sinovial dibatasi oleh kartilago artikuler , sedangkan kearah luar dibatasi
oleh membran sinovial (dalam) dan capsula fibrosa (luar).
Cairan sinovial dibentuk dari proses ultra filtrasi plasma darah oleh membran sinovial.
Proses ultra filtrasi plasma darah melalui 3 proses,yaitu:
1. Filtrasi membran endotel kapiler.
2. Transportasi filtrat melewati matriks sinoviosit.
3. Secresi oleh sinoviosit.

Ultra filtrat ini kemudian akan tercampur dengan hialuronat yang juga diproduksi oleh sinoviosit
untuk membentuk cairan sinovial.
Hialuronat merupakan polimer disakarida dengan BM tinggi bersifat sebagai pelumas sendi. Jumlah
sinovial pada sendi lutut umumnya tidak melebihi (≤ 3.5 ml).
Kadar glucosa dan asam urat dalam cairan sinovial ekuivalen dengan plasma darah. Sementara kadar
protein hanya separo hingga seperempat dari kadar protein plasma.
Pengambilan dan penyimpanan spesimen cairan sinovial :
Pengambilan spesimen cairan ini dilakukan dengan cara artrosentesis.
Artrosentesis adalah prosedur medis aspirasi percutan pada ruang sendi. Selain untuk memperoleh
cairan sinovial, artrosentesis juga dapat mengurangi nyeri sendi akibat efusi dengan mengurangi
jumlah cairan dan tekanan intra artikuler.

Lokasi Artrosentesis :
1. Sendi lutut.
2. Sendi siku.
3. Sendi bahu.
4. Sendi panggul.

Volume normal cairan sinovial bervariasi antara sendi, antara 0,1-3,5 ml tergantung ukuran sendi
jumlahnya akan bertambah tentunya, jika disertai effusi.
Penyimpanan spesimen cairan sinovial ini mendapatkan hasil yang akurat dan optimal. Cairan
sinovial harus diperiksa secepatnya setelah artrosentesis.
Cairan sinovial dapat disimpan selama 3 hari pada lemari pendingin dengan suhu 4°C tanpa
mengubah hasil pemeriksaan. Spesimen cairan sinovial dimasukkan dalam tabung penyimpan steril
umumnya 3-10 ml cairan sinovial digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi 2-5 ml. Diheparinisasi
untuk pemeriksaan mikroskopik dan sisanya dimasukkan ke dalam tabung biasa (tanpa anti coagulan)
untuk pemeriksaan makroskopis, kimiawi dan immunologi.
Anti coagulan terbaik untuk analisis sinovial adalah sodium heparin. Concentrasi yang digunakan
adalah 25 unit/ml cairan sinovial.
Dengan adanya sodium heparin, cairan sinovial tidak akan mengkristal dan mencegah pembekuan
cairan oleh fibrinogen.

Pemeriksaan Cairan Sinovial


Makroskopis :
Volume
Volume cairan sinovial pada keadaan normal umumnya hanya sedikit artrosentesis pada sendi lutut
normal tidak memiliki 4 ml. Peningkatan jumlah cairan yang banyak (effusi) umumnya membuat lutut
bengkak secara jelas dan dapat dikeluhkan oleh pasien.

Warna dan Kejernihan


Warna cairan sinovial fisiologis adalah kuning keputihan/kuning pucat dan jernih . Pada keadaan
patologis, warna cairan dapat berubah dan menjadi keruh. Cairan kuning pucat dengan kekeruhan
minimal mengindikasikan effusi non inflamatorik. Cairan kuning disertai kekeruhan biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi sendi. Cairan sinovial yang berwarna putih susu mungkin
mengandung kristal dan cairan sinovial berwarna merah kecoklatan, xantokrom menandakan
hemartrosis.
Perdarahan akibat hemartrosis atau iatrogenik bisa dibedakan dengan melihat hasil cairan aspirasi,
jika cairan berwarna merah pada awal aspirasi dan semakin berkurang jika aspirasi dilanjutkan,
menandakan bahwa warna merah disebabakan oleh tindakan aspirasi (artrosentesis).

Banyak hal yang mempengaruhi kekeruhan/kejernihan cairan sinovial, cell darah, sinoviosit, kristal,
fibrin, debris lemak berperan dalam hal ini.
Untuk menilai warna dan kekeruhan secara baik, cairan yang telah diisi ke dalam tabung dinilai
dengan latar belakang kertas hitam.
Badan inklusi juga dapat ditemukan pada cairan sinovial.
Gumpalan-gumpalan jaringan artikulair yang mengalami fibrinasi biasanya ditemukan pada (P)
Rhematoid Artritis , dinamakan juga Rice Bodies.
String test : pemeriksaan dilakukan dengan cara mendorong setetes cairan sinovial dari semprint.
Sementara aspirasi sendi pada sendi dengan prothesis dapat menghasilkan butiran debris besi dan
plastik yang disebut juga achromatik shards.

Viscositas
Cairan sinovial memiliki viscositas yang sangat tinggi karena mengandung konsentrasi muko protein
hialuronat yang tinggi, pada keadaan inflamasi hialuronat akan terurai oleh enzym hialuronidase yang
diproduksi oleh neutrophyl sehingga pada keadaan inflamasi, vicositas cairan sinovial akan
berkurang, jika dilakukan stering test, cairan tersebut membentuk “benang” yang lebih pendek dari 3
cm atau langsung menetes dan mengalir ke dalam tabung.

Pembekuan
Cairan sinovial fisiologis tidak akan membeku karena tidak mengandung fibrinogen namun pada
keadaan dimana terdapat kerusakan membran sinovial atau trauma saat artrosentesis akan
menyebabkan fibrinogen masuk kedalam ruang sendi dan fibrinogen ini menyebabkan cairan sinovial
membeku.
Adanya bekuan pada cairan ini dapat mengganggu pemeriksaan citologi. Oleh sebab itu setiap
spesimen cairan sinovial harus selalu diberikan anti coagulen.

Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis cairan sinovial harus dilakukan sesegera mungkin setelah pengambilan
spesimen. Khusus untuk hitung cell sebaiknya dilakukan dalam waktu 1 jam setelah aspirasi.

Hitung Cell
Pada keadaan normal, jumlah eritrosit pada cairan sinovial adalah < 2000 l. Eritrosit berasal dari
proses aspirasi. Eritrosit yang berasal dari effusi hemorrhagik umumnya terlihat jelas langsung dari
penampakan makroskopis.
Lekosit terdapat dalam cairan sinovial pada keadaan normal jumlah lekosit normal yaitu 200 l.
Hitung lekosit kurang bernilai diagnotik, karena dapat meningkat tidak saja pada keadaan infeksi
tetapi juga pada gout, Rhematoid Artritis.

Hitung Jenis
Untuk mendapatkan hasil hitung jenis yang akurat maka cairan sinovial di centrifuge terlebih dulu,
lalu diambil sedikit cairan bagian bawah untuk diperiksa dibawah mikroskop.
Hitung jenis normal adalah sebagai berikut :
60% lekosit adalah makrofag dan monosit.
30% adalah limfosit dan 10% adalah netrophyl.
Sementara sumber lain mengatakan :
- neutrofil 7%, limfosit 24%, monosit 48%, makrofag 10% dan
sinoviosit 4%.

Cell lain dapat ditemukan juga dalam pemeriksaan mikroskopis seperti : eosinofil, cell RA, cell lupus,
cell reitar, inklusi hemosiderin, khusus pasien Artritis periprostetik dilaporkan bahwa nilai lekosit
cairan sinovial > 3600 cell/l disertai hitung jenis > 89% memiliki nilai diagnostik yang tinggi.

Identifikasi Kristal
Jenis kristal yang dapat ditemukan pada analisis cairan sinovial
Jenis kristal Morfologi Indicasi Klinis

Monosodium urat Tipis spt jarum, Gout Artritis


monohidrat ujung tajam

Calcium pirofosfat Rhombik spt batang Pseudo gout


dihidrat

Cortico steroid Bervariasi Post inj steroid

Cholesterol Pipih spt piring dg Rhematoid Artritis


sudut menonjol

Kimiawi
Pemeriksaan kimiawi umumnya dilakukan pada cairan sinovial yaitu kadar glucosa, protein, asam
urat, asam laktat.

Glucosa
Untuk pengambilan spesimen cairan, pasien harus puasa 6-8 jam diikuti dengan pemeriksaan glucosa
darah puasa saat yang sama.Selisih kadar glucosa plasma sinovial akan > 10 mg/dl.Jika pengambilan
sample tidak dalam keadaan puasa, sehingga akan mengaburkan makna klinis pemeriksaan.
Selisih kadar glucosa plasma sinovial > 25 mg/dl mengindikasikan keadaan inflamasi, jika > 40 mg/dl
menandakan sepsis. Spesimen cairan untuk pengukuran kadar glucosa harus ditunda, maka sebaiknya
diberikan NaF sebagai pengawet (menghambat aktifitas glicolitik lekosit yang terdapat dalam
spesimen).

Protein
Cairan sinovial mengandung semua jenis protein yang sama dengan plasma darah, kecuali beberapa
protein tertentu yang memiliki BJ tinggi, seperti fibrinogen, B-2 makroglobulin, L-2 makroglobulin.
Kadar N protein cairan sinovial 1-3 gr/dl.
Peningkatan protein disebabkan oleh peningkatan permiabilitas membran sinovial sendi karena proses
patologis.Kadar protein yang meningkat ditemukan pada : ankylosing spondilitis, arthritis, gout,
psoriasis, colitis ulserativa.

Asam Urat
Concentrasi asam urat equivalen terhadap plasma darah, maka dari itu adanya kadar asam urat
sinovial yang meningkat, bersamaan dengan gejala klinis dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis gout artritis.

Laktat
Kadar laktat jarang diperiksa, namun cukup membantu diagnosis artritis septik.
Kadar laktat sinovial N : < 25 mg/dl, pada keadaan artritis septik, laktat dapat meningkat hingga 1000
mg/dl.

Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi sering dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi sendi, infeksi sendi ini
dapat disebabkan oleh bakteri, jamur atau pun virus  bakteri sebagai agen penyebab yang
terbanyak.
Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram tergantung pada organisme penyebab infeksi, sekitar 75% pasien dengan infeksi
staphylococcus, 50% pasien dengan infeksi gram (-) dan 40% dengan infecsi gonokokus.
Bakteri lain yang berperan pada infeksi sendi adalah streptokoccus pyogenes haemophyllus influenza.

Kultur
Hampir semua kasus Artritius Septik memiliki hasil kultur yang positif.
Untuk tujuan kultur  perlu spesimen yang steril.
GETAH LAMBUNG

Cairan yang terdapat di dalam lambung, yaitu :


1. Air.
2. Asam lambung.
3. Enzym-enzym pencernaan : pepsin, renin, lipase.
4. Garam mineral : sodium chlorida, potasium chlorida,
phosphate.
5. Mucin.

Macam-macam Getah Lambung :


1. Asam chlorida (HCl)  bersifat baktericid ringan yg dihasilkan oleh cell parietal.Asam chlorida
juga berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.
2. Pepsin  enzym proteolitik dalam getah lambung.
Fungsi : untuk memecah protein menjadi protease. Didalam pankreas (sbg proteolitik)  pepsin
tripsin chemotripsin asam amino.

Pepsin ini dihasilkan oleh cell goblet yang disebut chief cell.
3. Lipase
Fungsi : memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
4. Mucin
Fungsi : - untuk melindungi lambung.
- untuk melindikan makanan.
Dihasilkan oleh neck cell yang terdapat dalam fundus
FIE (Factor Intrinsik Eritropoetic).

Fungsi Lambung :
1. Sebagai baktercid ringan.
2. Sebagai pencernaan makanan.
3. Sebagai daya reabsorbsi dari makanan.
4. Mengexcresikan mucin gastrin dan FIE.

Lambung dalam keadaan tenang hanya sedikit asam lambung yang dihasilkan, secresi bertambah
karena ada rangsangan neural dan hormonal.

Kegunaan pemeriksaan getah lambung :


1. Menyelidiki motilitas lambung  kesanggupan lambung untuk meneruskan isinya kearah
doudenum.
2. Menyelidiki secresi lambung  enzym-enzym dan HCl.
3. Melihat adanya unsur-unsur abnormal : darah pus, bakteri.
4. Untuk medical forensik, misal pada kasus keracunan.
5. Untuk pemeriksaan sitologi  px untuk mengetahui adanya cell tumor.

Cara memperoleh getah lambung :


1. Sondage lambung.
2. Endoskopi.

Agar memperoleh getah lambung, maka perlu diadakan


sondage lambung, yang dipakai adalah : sonde kecil menurut wangensteen atau levine.

Tehnik memperoleh getah lambung


Sonde wangensteen serupa dengan sonde levine, yaitu pipa karet yang lentur mudah dibengkokkan,
sempit, mempunyai beberapa lubang dekat ujungnya.Pada sonde ini terdapat 4 garis yang masing-
masing letaknya ada di : 45, 55, 65, 75 cm dari ujung, sedang sonde menurut levine mempunyai garis-
garis 50, 60, 70 dan 80 cm.Sebaiknya memilih sonde yang ujungnya diberi logam yang bersifat radio
opaq  yang dapat dihubungkan langsung dengan fluorus kopi.

Kontra Indikasi
Relatif : - wanita hamil.
- orang yang sakit berat.
Absolut : - Ca lambung.
- gagal jantung.
- aneurysma portal.
- varices oesophagus.
- orang yang menghisap zat asam atau basa kuat.

Pemeriksaan getah lambung meliputi :


A. Pemeriksaan motilitas lambung.
Pemeriksaan ini menggunakan sonde. Biasanya pemeriksaan terhadap motilitas ini tidak dilakukan
tersendiri, melainkan menjadi sebagian dari deretan pemeriksaan getah lambung.Pada pemeriksaan
motilitas ini pasien harus dalam keadaan nuchter, makan dan minuman terakhir kira-kira 10 jam
sblmnya.Setelah sonde dimasukkan, isi lambung dikeluarkan semua dan diukur volumnya. Rata-rata
didapat 25 ml cairan, tapi mungkin berbeda-beda antara beberapa ml, sampai 75 ml tanpa ada sisa
makanan.

Fungsi pemeriksaan motilitas adalah untuk mengetahui kamampuan getah lambung meneruskan
isinya ke doudenum.

Motilitas menurun jika :


- volume getah lambung meningkat  pada gastritis.
- sisa makanan (+)

B. Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan porsi pertama  sebelum diadakan rangsangan.

1. Volume : normal = 25 – 75 ml.


Dalam keadaan normal berbeda-beda dari beberapa ml, 75 ml, rata-rata 25 ml.Kalau jumlah itu
mendekati atau melebihi 100 ml.maka hal itu adalah abnormal, mungkin karena :
- hypersecresi.
- motilitas yang menurun.
- obstruksi pylorus.
2. Warna
Warna normal getah lambung : abu-abu, mutiara dan agak keruh (opalesent)
Kelainan warna yang mungkin didapat :
a. Kehijau-hijauan (biliverdin) atau kuning (bilirubin) oleh terjadinya Regurgitasi isi duodenum
ke lambung.

b. Merah muda : darah segar, bisa disebabkan trauma waktu memasukkan sonde, mungkin
juga karena perdarahan lambung atau oesophagus (carcinoma, ulcus)
Coklat : darah tua  hemoglobin.
3. Bau
Bau getah lambung normal agak asam-asam :
a. Bau asam keras disebabkan oleh statis dalam lambung yang disertai peragian.
b. Bau busuk disebabkan oleh adanya necrosis dalam lambung.
c. Bau tinja mungkin disebabkan oleh obstruksi usus atau oleh adanya fistel antara usus dan
lambung.

4. Lendir
Dalam keadaan normal tidak dijumpai adanya lendir dalam getah lambung.Jumlah kecil
tidaklah abnormal. Untuk melihat adanya lendir itu tuanglah getah lambung perlahan-lahan dari satu
gelas ke gelas lain.Dalam keadaan abnormal jumlah lendir bisa bertambah, mungkin asalnya dari
mulut atau dari jalan nafas,dalam hal itu kelihatan bahwa lendir tidak homogen, nampak garis-garis
halus dan gelembung-gelembung udara, lendir terapung diatas cairan.Kalau dilihat secara mikroskopis
terlihat >> cell epithel dan >> bakteri.

5. Sisa makanan
Dalam keadaan normal, tidak ada sisa makanan , jika ada mungkin karena motilitas lambung
berkurang.Ini bisa diuji dengan memberikan kepada penderita semalam sebelum akan diadakan
sondage lambung sejenis makanan yang mudah dapat dikenal kembali seperti kismis.Selain
kekurangan motilitas retensi, isi lambung mungkin bisa karena adanya obstruksi pylorus.

6. Pus
Tidak ada pus dalam keadaan normal.Adanya pus jarang sekali dilihat, pada pemeriksaan
mikroskopis nampak sebagai lekosit.Lekosit itu mungkin berasal dari saluran pernafasan, yaitu
sputum yang ditelan.

7. Potongan Jaringan
Adanya potongan jaringan menunjukkan kepada trauma atau tumor dan mengharuskan
pemeriksaan lebih lanjut.

C. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis hendaknya dilakukan dengan porsi nuchter. Bila tidak puasa maka sisa
makanan akan mempengaruhi hasil pemeriksaan supaya sampel betul-betul murni dari lambung dan
tidak dipengaruhi sisa makanan.
Cara :
1. Natif
Satu tetes getah lambung  diperiksa di mikroskop tanpa di beri apa-apa. Perhatikan adanya :
eritrocit, leukosit cell epithel, sisa makanan, potongan jaringan.
2. Pengecatan
- Satu tetes getah lambung campur larutan sudan III  untuk mencari butir-butir lemak.
- Satu tetes getah lambung campur dengan lugol  untuk mencari butir-butir amyllum.
- Gram : untuk mencari bakteri yang bermakna.
Misal : Sarcina gr (+) : bentuk coccus susunan seperti kubus.
Kalau jumlahnya >> ada nya statis tanpa
Achlorhidria. Bacillus Boas Oppler  gr (+)
biasanya berkelompok atau ujung-ujungnya
menyusun rantai berkelok-kelok, didapat :
pada achlorhidria dengan statis.

Untuk pemeriksaan terhadap M. Tuberculosa, maka perlu dilakukan dengan pengecatan Zn,
sedangkan papani colou  untuk mencari adanya cell-cell abnormal.

D. Pemeriksaan Kimia
I. Keasamam getah lambung
a. Pemeriksaan HCl bebas.
Tujuan : 1. untuk mengetahui, apakah lambung
mensecresi HCl/tidak.
2. untuk mengetahui, apakah HCl yang
disecresi lambung dalam batas nor –
mal/tidak.
Syarat : tidak boleh ada lendir.

Bahan pemeriksaan :
- dari sondage lambung.
- muntahan penderita.

Cara :
- Indicator Toepfer (tidak spesifik)  untuk mengetahui ada/tidaknya HCl dalam getah lambung.
- 1 ml getah lambung + 1 tetes indicator  campur 
jika (+) : terjadi warna merah.
Jika (-) : terjadi warna kuning.
- Indicator Gunzburg  (spesifik)
cara : 5-10 tetes indicator dalam cawan  panaskan
sampai kering sehingga timbul bercak  bercak
di tambah beberapa tetes getah lambung maka
(+) berwarna merah jambu.

b. Pemeriksaan getah lambung bertingkat


Tujuan : untuk mengetahui jumlah HCl yang disecresikan oleh lambung dalam jumlah normal/tdk.
Jika dengan sondage biasa HCl tidak dapat dinyatakan maka perlulah memakai perangsangan
lambung.
Zat-zat perangsang yang digunakan :
1. Alchohol 7%  melalui mulut/p. oral.
Kelemahan : (efektif) merupakan zat perangsang yang lemah.
2. Histamin
Dengan suntikan secara sub cutan 0.04 mg/kg BB.
Kelemahan : menyebabkan Rx allergi.
3. Betazole hidrochlorida = histalog  disuntikkan sub
cutan 0.5 mg/kg BB.
4, Penta gastrin  disuntikkan secara IM dosisnya 0.5 mg/kg BB. Merupakan zat perangsang yang
paling baik.

II. Pemeriksaan Pepsin

Indikasi : adanya achlorhidria

III. Pemeriksaan Asam Laktat

Indikasi : adanya hipochlorhidria (asam bebas < 20 ml)

Keadaan yang menimbulkan asam laktat :

• Fase sekresi lambung menurun

• Adanya kuman Bacillus Boas Oppler

• Fase motorik lambung menurun

IV. Tes terhadap Darah Samar

Normal : tidak didapatkan adanya darah samar

(+) : bila terjadi warna merah jambu

3 Istilah :

• Achlorhidria : suatu keadaan dimana pH ≥ 3,5 dan TIDAK akan turun ≥ 1 satuan setelah
dilakukan perangsangan secara maksimal.

• Chlorhidria : suatu keadaan dimana pH ≥ 3,5 dan akan turun > 1 satuan setelah dilakukan
perangsangan secara maksimal.

• Acydity : suatu keadaan dimana pH ≥ 6 dan akan turun ≥ 1 satuan setelah perangsangan
secara maksimal.

Anda mungkin juga menyukai