Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat-Share
Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat-Share
Dosen:
……………………………………..
Disusun oleh:
Nama: …………………………..
NPM ………………………….
KELAS BPK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
BANDUNG
2018
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Diakses dari https://www.icc-cpi.int/nr/rdonlyres/ea9aeff7-5752-4f84-be94-0a655eb30e16/0/
rome_ statute_english.pdf pada tanggal 1 Agustus 2018.
1
2
berakhirnya perang dunia yang telah merenggut hampir dua juta rakyat negara
Kamboja.2
Selama pemerintahan rezim Khmer Merah terdapat lebih dari satu juta jiwa
atau sekitar 16 % dari jumlah total keseluruhan populasi rakyat Kamboja menjadi
korban kekejaman Rezim Khmer Merah. Peristiwa kemanusiaan tersebut
dilakukan oleh rezim Khmer Merah yang saat itu bernama Demokratik
Kampuchea. Khmer Merah merupakan partai politik Kamboja yang berhasil
menggulingkan kekuasaan penguasa negara sebelumya secara paksa yaitu raja
Norodhoum Shihanouk. Atas dasar penggulingan pemerintahan secara paksa
itulah para pemimpin Khmer merah mengeluarkan kebijakan lanjutan untuk
melakukan pembunuhan kepada para rakyat yang diduga mendukung pemerintah
sebelumnya serta kepada para akademisi, kelompok lain yang disinyalir akan
menggoyahkan kekuasaan pemerintahan Khmer Merah.
Kasus kejahatan internasional yang dilakukan oleh Khmer Merah terjadi
pada tahun 1970-an, namun akibat yang ditimbulkan oleh kekuasaan rezim
tersebut masih menyisakan penderitaan terhadap para korban. Menanggapi hal
tersebut pemerintah Kamboja pada awal tahun 1990-an berusaha
menyelenggarakan proses peradilan domestik terhadap pemimpin Khmer Merah.
Pada kenyataannya lembaga peradilan nasional Kamboja tidak mampu menjerat
para pelaku karena proses eksekusi dan ketidakhadiran pelaku kejahatan tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas terdapat permasalahan
mengenai pelanggaran HAM Berat apa yang dilakukan oleh Khmer Merah
Terhadap rakyat Kamboja dan bagaimana penyelesaiannya. Sehubungan dengan
hal tersebut, makalah ini disusun dengan judul “Penyelesaian Kasus Pelanggaran
HAM Berat oleh Khmer Merah di Kamboja”.
2
International Committee Of The Red Cross, Country Report Cambodia: ICRC Worldwide
Consultation On The Rules Of War, Greenberg Research, 2009. Diakses dari
https://www.icrc.org/ eng/assets/files/other/cambodia.pdf pada tanggal 11 Agustus 2018.
3
3
Malahayati, Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan (Analisis Kasus
Khmer Merah), (Lhokseumawe: Fakultas Hukum, Universitas Malikussaleh, 2012), hlm. 3.
4
Dunoff, Jeffrey. L, dkk. International Law: Norms, Actors, Process: a Problem Oriented
Approach, 2nd Ed. (New York: Aspen Publisher, 2006), hlm. 611 sebagaimana dikutip dari
Malahayati, Tanggung Jawab Individu Terhadap Kejahatan Kemanusiaan (Analisis Kasus
Khmer Merah), (Lhokseumawe: Fakultas Hukum, Universitas Malikussaleh, 2012), hlm. 4.
5
6
2.2. Jenis Pelanggaran HAM Berat yang Dilakukan oleh Khmer Merah
Terhadap Rakyat Kamboja Selama Tahun 1975-1979
2.2.1. Genosida (Genocide)
Raphael Lemkin memperkenalkan terminologi genosida (genocide) untuk
menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh Nazi. Menurut Raphael, genosida
merupakan kejahatan terencana yang ditujukan untuk menghapus elemen dasar
yang sangat penting dari sebuah kelompok tertentu. Genosida adalah sebuah
pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau
kelompok dengan maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut.5
Genosida merupakan satu dari empat pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang
berada dalam yurisdiksi International Criminal Court. Pelanggaran HAM berat
lainnya ialah kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan
Agresi.
PBB pada tanggal 9 Desember 1948 berdasarkan Resolusi Nomor 260 (III)
telah menyetujui Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman terhadap Kejahatan
Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of
Genocide). Ketentuan dalam konvensi tersebut antara lain mengatur tentang
pengertian dan ruang lingkup kejahatan genosida yaitu:6
5
Artikel Apakah Genosida itu?, diakses dari https://www.ushmm.org/wlc/id/
article.php?ModuleId=10007043
6
Diakses dari http://www.preventgenocide.org/id/hukum/konvensi.htm pada tanggal 12
Agustus 2018.
8
Tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum menurut konvensi ini adalah
genosida itu sendiri, konspirasi untuk melakukan genosida, himbauan kepada
publik secara langsung untuk melakukan tindakan genosida; dan terlibat dalam
genosida. Tindakan ini dihukum walaupun dilakukan karena tugas jabatan mereka
maupun sebagai individu.
Berdasarkan Pasal 5 Statuta Roma diatur mengenai Genosida, yang
menyatakan: Untuk keperluan Statuta ini, “genosida” berarti setiap perbuatan
berikut ini yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau
untuk sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, seperti
misalnya:7
(a) Membunuh anggota kelompok tersebut;
(b) Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota
kelompok
tersebut;
(c) Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang
diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan
atau
untuk sebagian;
(d) Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran
dalam
kelompok tersebut;
(e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok
lain.
Khmer Merah yang menggulingkan pemerintah Kamboja pada tahun 1975
ingin mengubah wajah negara Kamboja menjadi Komunis dan berusaha
mewujudkan cita-cita paham kelompok tersebut. Khmer Merah berupaya
mentransformasi Kamboja menjadi sebuah negara Maois dengan konsep
7
Statuta Roma, diakses dari http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/Statuta-
Roma.pdf pada tanggal 9 Agustus 2018.
9
8
http://karnadilim.com/pembunuhan-massal-di-kamboja/
9
Artikel Jadi Pelanggaran HAM Terberat, Inilah 4 Peristiwa Genosida Terburuk yang
Pernah Terjadi di Dunia, tribunnews 18 Oktober 2017, diakses dari http://travel.tribunnews.com/
2017/10/18/jadi-pelanggaran-ham-terberat-inilah-4-peristiwa-genosida-terburuk-yang-pernah-
terjadi-di-dunia?page=all diakses tanggal 11 Agustus 2018.
10
Dari ketentuan di atas dapat dianalisis bahwa dalam Kasus Khmer Merah,
dapat diduga telah terjadi genosida karena tindakan pembunuhan dan kekejaman
yang mereka lakukan ditujukan terhadap kelompok tertentu berdasarkan kriteria
sosial dan politik, dalam hal ini kelompok minoritas Cham, Etnis Vietnam, Cina,
Thailand, dan kaum Budhist. Namun sebagian sarjana berpendapat bahwa
kekejaman yang dilakukan bukan semata-mata ditujukan terhadap kelompok
sosial politik, namun juga karena kriteria ekonomis mereka, yang tidak termasuk
dalam ketentuan Konvensi.10
Hal ini harus dapat dibuktikan bahwa tujuan kelompok Khmer Merah
memang semata-mata untuk menghapus etnis atau kelompok tertentu karena
alasan sosial politik atau karena alasan ekonomis. Apabila terbukti karena alasan
sosial politik, maka Kamboja dalam hal ini memiliki kewajiban untuk mengadili
pelaku kejahatan tersebut, dan negara, dalam hal ini pemerintahan yang baru,
harus bertanggung jawab terhadap pelanggaran tersebut.
dengan kejahatan dalam konflik bersenjata. Jika unsur ini menjadi bagian dari
hukum kebiasaan internasional selama masa kekejaman Khmer Merah, maka
penerapan asas nullum crimen sine lege akan memerlukan hubungan antara
kekejaman mereka dengan konflik bersenjata.
Dalam Pasal 7 Statuta Roma tentang ICC dijelaskan pengertian mengenai
kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu:11
Article 7 Crimes Against Humanity
1. For the purpose of this Statute, “crime against humanity” means any of
the following acts when committed as part of widespread os sytematic
attack directed against any civilian population, with knowledge of the
attack:
(a) Murder;
(b) Extermination;
(c) Enslavement;
(d) Deportation or forcible transfer of population;
(e) Imprisonment or other severe deprivation of physical liberty in
violation of fundamental rules of international law;
(f) Torture;
(g) Rape, sexual slavery, enforced prostitution, forced pregnancy,
enforced sterilization, or any other form of sexual violence of
comparable gravity;
(h) Persecution against any identifiable group or collectivity on
political, racial, national, ethnic, cultural, religious, gender as
defined in paragraph 3, or other grounds that are universally
recognized as impermissible under international law, in connection
with any act referred to in this paragraph or any crime within the
jurisdiction of the Court;
(i) Enforced disappearance of persons;
(j) The crime of apartheid;
(k) Other in humane act so fasimilar character intentionally causing
great suffering, or serious injury to body or mental or physical
health.
11
Rome Statute of the International Criminal Court, diakses dari https://www.icc-
cpi.int/nr/rdonlyres/ea9aeff7-5752-4f84-be94-0a655eb30e16/0/rome_statute_english.pdf, pada
tanggal 11 Agustus 2018.
12
13
Ollenk Syamsuddin Radjab, Pengadilan HAM Berat (Studi Kasus Kamboja), diakses dari
https://www.kompasiana.com/syamsuddinradjab/59a8fe6aa049fa629463c423/pengadilan-ham-
stusi-kasus-kamboja pada tanggal 15 Agustus 2018.
14
14
Ollenk Syamsuddin Radjab, Pengadilan HAM Berat (Studi Kasus Kamboja), diakses dari
https://www.kompasiana.com/syamsuddinradjab/59a8fe6aa049fa629463c423/pengadilan-ham-
stusi-kasus-kamboja pada tanggal 15 Agustus 2018.
15
15
Ollenk Syamsuddin Radjab, Pengadilan HAM Berat (Studi Kasus Kamboja), diakses dari
https://www.kompasiana.com/syamsuddinradjab/59a8fe6aa049fa629463c423/pengadilan-ham-
stusi-kasus-kamboja pada tanggal 15 Agustus 2018.
16
konvensi jenewa 1949 serta pembunuhan berencana yang diatur dalam Penal
Code1956 hukum domestik pidana Kamboja. Pengadilan Kamboja (ECCC)
merupakan pengadilan hibryd/mixed campuran antara nasional dan internasional
dengan standar pengadilan dan hakim PBB.16
Sejatinya, pengadilan atas kejahatan genosida terhadap Pol Pot dan Ieng
Sary sudah pernah dilaksanakan pada Agustus 1979 melalui the People's
Revolutionary Tribunal tetapi dunia internasional tidak mengakuinya. Baru tahun
2003 setelah disepakati "agreement" baru dapat dibentuk kembali extraordinary
chambers atas asistensi PBB dan baru efektif terlaksana pada tahun 2006-2007
setelah mengalami revisi hukum ECCC.
2.3.1. Dua Petinggi Khmer Merah Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup
Karena Terbukti Bersalah Melakukan Kejahatan Kemanusiaan oleh
Pengadilan Kamboja Yang Didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa17
Kedua figur tersebut ialah Nuon Chea, 87, yang menjabat sebagai deputi
pemimpin tertinggi Pol Pot serta Khieu Samphan, 92, yang merupakan pemimpin
rezim Maois. Keduanya ialah petinggi Khmer Merah pertama yang dihukum atas
tindak kejahatan.
Hampir dua juta orang diyakini tewas semasa Khmer Merah berkuasa.
Penyebabnya antara lain karena kelaparan, kerja paksa, atau dieksekusi mati
sebagai musuh negara.
Rezim Khmer Merah yang berkuasa dari 1975-1979 berusaha untuk
menciptakan masyarakat agraris. Untuk mencapainya, pada masa itu kota
dikosongkan dan penduduk dipaksa bekerja di pedesaan. Banyak yang bekerja
sampai mati, sementara yang lain kelaparan.
Selama empat tahun memerintah, rezim Khmer Merah juga membunuh
semua orang yang dianggap sebagai musuh. Orang-orang yang dianggap musuh
terdiri dari kaum intelektual, kaum minoritas, dan mantan pejabat.
16
Ollenk Syamsuddin Radjab, Pengadilan HAM Berat (Studi Kasus Kamboja), diakses dari
https://www.kompasiana.com/syamsuddinradjab/59a8fe6aa049fa629463c423/pengadilan-ham-
stusi-kasus-kamboja pada tanggal 15 Agustus 2018.
17
Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/08/140806_khmer_merah tanggal
11 Agustus 2018.
17
Khmer Merah dianggap bertanggung jawab atas meninggalnya hampir dua juta orang.
Sumber: GETTY
Warga Kamboja Diliputi Rasa Takut Selama Periode Kekuasaan Khmer Merah.
4.1. Kesimpulan
1. Pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Khmer Merah terhadap rakyat
Kamboja selama periode 1975-1979 berdasarkan Konvensi PBB tentang
Pencegahan dan Hukuman Terhadap Kejahatan Genosida (Convention on
the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide) dan Statuta Roma
tentang Mahkamah Pidana Internasional (Rome Statute of the International
Criminal Court) dapat dikualifikasi sebagai kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan.
2. Sebagai bentuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Kamboja
oleh Khmer Merah, Pemerintah Kamboja bersama dengan PBB pada akhir
tahun 1990-an membentuk the Extraordinary Chambers in The Courts of
Cambodia (ECCC) yang secara khusus didirikan untuk mengadili para
pemimpin Khmer Merah atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang
dilakukan antara tahun 1975-1979. ECCC dibentuk berdasarkan resolusi
57/228 Majelis Umum PBB pada 18 Desember 2002. Resolusi itu
menjelaskan bahwa telah terjadi pelanggaran serius hukum humaniter
internasional selama periode Pemerintahan Demokratik Kampuchea atau
rezim khmer merah pimpinan Pol Pot sejak 1975 sampai 1979 sehingga
menjadi perhatian masyarakat internasional. Dalam persidangan ECCC
telah diajukan sebagai terdakwa tokoh-tokoh senior Khmer Merah sebanyak
9 orang dalam 4 dakwaan berkas
4.2. Saran
1. Keberanian Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, yang bersedia mengajukan
teman seperjuangannya ke Pengadilan HAM (ECCC) untuk mengakhiri
impunitas dan menghapus masa kelam Kamboja dalam pelanggaran HAM
berat sepatutnya dapat menjadi contoh bagi pemimpin negara lain yang
pernah terjadi pelanggaran HAM berat namun belum diajukan ke
Pengadilan HAM untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.
18
19
DAFTAR PUSTAKA