Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PELANGGARAN HAM BERAT TRAGEDI TRISAKTI


(Untuk memenuhi UAS Mata Kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia Kelas G)

Disusun oleh :
Nama : Salsalina Karina Br Tarigan
NIM : 11000119120097

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Rahayu, SH, M.Hum
(Hukum dan Ham Asasi Manusia Kelas G)

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS HUKUM 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………2
ABSTRAK………………………………………………………………………………………...4
BAB I……………………………………………………………………………………………...5
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………...5
BAB II…………………………………………………………………………………………….7
KASUS POSISI…………………………………………………………………………………...7
a). Para pihak………………………………………………………………………………
7
b). Uraian Fakta……………………………………………………………………………
8
c). Permasalahan Hukum…………………………………………………………………
11
BAB III…………………………………………………………………………………………..13
PENELUSURAN BAHAN HUKUM…………….……………………………………………..13
A. Pembahasan…………………………………………………………………………..13
A.1. Konsep HAM dan Pelanggaran HAM……………………………………..……
13
A.2. Teori- Teori………………………………………………………………..……16
A.2.1 Teori Hukum Kodrati…………………………………………………...…16
A.2.2. Teori Keadilan…………………………………………………………….16
A.2.3. Teori HAM………………………………………………………………..13
A.2.4. Teori Tanggung Jawab Negara……………………………………………
16
A.3. Prinsip-Prinsip
HAM…………………………………………………………….17
A.3.1. Prinsip Universal (Universality)
………………………………………….17
A.3.2. Prinsip Kesetaraan……..………………………………………………….17

2
A.3.3. Prinsip Non-Diskriminasi…………………………...
…………………….17
B. Pengaturan (instrument Hukum dan Nasional Hukum Internasional) terkait HAM
dalam kasus yang dibahas……………………………………………………………17
B.1. Pengaturan Instrumen Hukum Nasional terkait HAM dalam kasus yang
dibahas…………………………………………………………………………..17
B.2. Pengaturan Instrumen Hukum Internasional terkait HAM dalam kasus yang
dibahas…..……………………………………………………………………….18
BAB IV…………………………………………………………………………………………..20
ANALISA HUKUM……………………………………………………………………………..20
A. Fakta Hukum…………………………………………………………………………20
B. Ketetapan atas Fakta Hukum…………………………………………………………
21
BAB V…………………………………………………………………………………………...24
PENDAPAT HUKUM…………………………………………………………………………..24
A. Rekomendasi (aplikasi yuridis)………………………………………………………24
B. Solusi hukum (litigasi)……………………………………………………………….24
C. Prediksi
hukum……………………………………………………………………….25
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………………………26

3
ABSTRAK

Negara pada dasarnya memiliki kewajiban dan tanggungjawab guna dapat menyelesaikan
kasus pelanggaran HAM berat. Pemerintah Indonesia terus berusaha agar kasus-kasus
pelanggaran HAM yang terjadi baik dimasa kini dan dimasa lampau dapat segera diselesaikan
agar tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk menganalisis bagaimanakah mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM
Trisakti yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 melalui Pengadilan HAM ad hoc sebagai bentuk
tanggung jawab negara. Melalui penelusuran pustaka dan media massa akan diuraikan
bagaimana kronologi terjadinya Tragedi Trisakti hingga penyelesaian Tragedi Trisakti. Peristiwa
tersebut memberikan kepada kita pelajaran agar kita selaku manusia dapat lebih peduli dan
paham akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi. Masyarakat sangat berharap agar
keresahannya dapat segera hilang dengan diselesaikannya kasus Trisakti yang terjadi pada 12
Mei 1998 lalu.

4
BAB I
PENDAHULUAN

Peristiwa Tragedi Trisakti yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 berawal dari
demonstrasi-demonstrasi yang diaksikan oleh mahasiswa yang menyerukan suaranya dengan
tuntutan agar Seoharto diturunkan dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada saat
itu. Mahasiswa juga meminta agar diciptakannya pemerintahan yang demokratis dimana
berpihak kepada masyarakat dengan cara reformasi total.1
Pada awal tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang diakibatkan oleh krisis
moneter yang terjadi di Asia sepanjang tahun 1997 sampai dengan tahun 1999. Para Mahasiswa
dari berbagai universits menggelar aksi demonstarsi besar-besaran menuju gedung DPR/MPR,
dimana salah satunya adalah para mahasiswa universitas Trisakti. Para mahasiswa ini menggelar
aksi damainya dari universitas Trisakti menuju Gedung Nusantara pada waktu 12.30 WIB.
Kemudian para mahasiswa tersebut dihambat oleh adanya blockade dari POLRI dan Militer.
Tepatnya pada 17.15 WIB mahasiswa-mahasiswa itu bergerak mundur dan para aparat bergerak
maju. Para aparat tersebut mulai melepaskan peluru kearah mahasiswa. Tindakan dari aparat
tersebut menyebabkan kepanikan mahasiswa yang kemudian menyebabkan mereka bercerai
berai, sebagian dari mereka melarikan diri dan memilih berlindung di Universitas Trisakti. Tetapi
sangat disayangkan para aparat malahan terus melakukan penembakan kepada mahasiswa.

1
Goenawan, Mohammad. 2015. DetikDetik Paling Menengangkan. Rangkaian Peristiwa Mencekam HARMONY VOL. 1 NO.
1 . 13 Menjelang kejatuhan Soekarno dan Soeharto. Yogyakarta: Palapa, hlm.186

5
Korban akhirnya berjatuhan akibat penembakan tersebut dan kemudian segera dilarikan ke
Rumah Sakit Sumber Waras.
Pada waktu itu diketahui Satuan Pengamanan yang lokasinya betempatan di lokasi yaitu
Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian RI, Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 202, Pasukan
Anti Huru hara Kodam serta Pasukan Bermotor, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon
Infanteri 203, Batalyon Kavaleri 9. Para Satuan Pengamanan tersebut dilengkapi oleh tameng,
gas air mata, steyr dan SS-1.
Pada pukul 20.00 WIB empat mahasiswa dinyatakan telah meninggal dunia akibat
tertembak dan satu orang mahasiswa dinyatakan dalam keadaan kritis. Pihak aparat keamanan
menyatakan bahwa mereka tidak menggunakan peluru tajam, namun dari hasil otopsi terhadap
jasad mahasiwa-mahasiswa tersebut menunjukkan bahwa kematian mereka diakibatkan oleh
peluru tajam. Akan tetapi hasil sementara dianggap bahwa peluru tersebut hasil pantulan peluru
tajam dari tanah, dimana dinyatakan tembakan tersebut untuk tembakan peringatan.
Peristiwa yang mengenaskan terjadi pada 12 Mei 1998. Dilihat dengan jelas telah terjadi
pelanggaran HAM Berat dalam peristiwa menyedihkan tersebut. Aksi yang digelar awalnya
damai berubah pada kejadian yang rusuh dan akhirnya berujung pada aksi penembakan yang
“membabi buta” oleh aparat keamanan.
Kasus pelanggaran HAM Berat yang terjadi pada peristiwa Trisakti telah ditanganu
melalui jalur hukum, yaitu dengan menghukum para pelaku penembakan di lapangan. Namun
tindakan tersebut belum mencapai pada “dalang pelaku” yang seharusnya dituntut untuk
bertanggungjawab atas tragedi tersebut.
Hingga saat ini kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia banyak yang belum
terselesaikan melalui jalur pengadilan. Hal tersebut diakibatkan karena banyaknya faktor-faktor,
salah satu diantaranya adalah belum adanya pengadilan khusus yang berwewenang memeriksa
dan memutus perkara atas Pelanggarab HAM Berat. Keadaan tersebut menimbulkan kegelisahan
dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pemerintah di Indonesia.2

2
Walidain, M. Ahsanul. 2015. Eksistensi Pengadilan Hak Asasi Manusia Terhadap Penyelesaian Kasus - kasus Pelanggaran Hak
Asasi manusia Berat di Indonesia. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Fakultas Hukum Volume II Nomor 1 Februari 2015, hlm 3.

6
BAB II
KASUS POSISI

a). Para pihak.


Adapun para pihak yang terlibat dalam Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, yaitu :
* Para Mahasiswa yang melakukan demonstrasi
* Satuan Pengamanan RI :
1). Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian RI,
2). Batalyon Kavaleri 9,
3). Batalyon Infanteri 202,
4). Pasukan Anti Huru hara Kodam
5). Pasukan Bermotor,
6). Artileri Pertahanan Udara Kostrad,
7). Batalyon Infanteri 203, dan
8). Batalyon Kavaleri 9.
* Lembaga yang terlibat :
1). Komnas HAM
2). Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Trisakti yang dibentuk oleh Komnas HAM
3). Pengadilan Militer
4). DPR RI

7
5). Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus pelangaaran HAM, termasuk
kasus penembakan 12 Mei 1998, yang terdiri dari :3
a). Kemetrian Koordinator Politik,
b). Hukum dan Keamanan,
c). Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara RI,
d). Tentara Nasional Indonesia,
e). Badan Intelejen Negara serta
f). Komnas HAM
*Korban :
Dalam tragedi mengenaskan ini menyisahkan pilu yang sangat mendalam, terlebih lagi
ada empat mahasiswa dari Universitas Trisakti yang tewas, yaitu :4
1). Elang Mulia Lesmana (mahasiswa Teknik Arsitektur)
2). Hafidin Royan (mahasiswa Ekonomi)
3). Heri Hartanto (mahasiswa Ekonomi) dan
4). Hendriawan Sie (mahasiswa Ekonomi).
Keempat mahasiswa diatas meninggal dengan luka tembak dibagian dada, tenggorokan dan
kepala.
*Terdakwa :
1). Lettu Polisi Agustri Haryanto dan
2). Letda Polisi Pariyo

b). Uraian Fakta


Rentetan fakta yang terdapat dalam kasus Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, yaitu sebagai
berikut :
 Para Mahasiswa beserta demonstran lainnya ingin Soeharto mengakhiri pemerintahannya
sebagai Presiden RI, yang mana beliau telah menjabat sebanyak 7 kali sebagai Presiden RI
dan kekuasaanya berlangsung selama 31 tahun yang menyebabkan mahasiswa, aktifis, dan
masyarakat menjadi geram, oleh sebab itu dilakukanlah demonstrasi besar-besaran guna
menuntut diakhirinya pemerintahan Soeharto.

3
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43940189, diakses pada 14 Desember 2021 Pukul 20.46 WIB.
4
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/13/03300081/tragedi-trisakti-berdarah-1998-siapa-yang-harus-bertanggung-jawab-?
page=all, Diakses pada 14 Desember 2021, pukul 20.55 WIB

8
 Pada Pukul 10.30-10.45 WIB
Aksi damai digelar oleh civitas akademik Universitas Trisakti yang lokasinya terletak di
pelataran parkir yang lokasinya didepan gedung Syarid Thayeb, yang mana aksi tersebut
diawali dengan dikumpulkannya seluruh civitas Trisakti yang terdiri atas :
a). Mahasiswa,
b). Dosen,
c). Pejabat fakultas dan Universitas serta karyawan,
Dimana seluruh civitas diatas berjumlah kurang lebih 6000 orang ada di depan mimbar.
 Pukul 10.45-11.00 WIB
Dimulainya aksi mimbar bebas yang diawali dengan dilakukannya penurunan bendera
setengah tiang diikuti iringan lagu Indonesia Raya, yang kemudian dilaksanakan hening cipta
sebagai pertanda bahwa rakyat sedang prihatin terhadap kondisi bangsa dan rakyat Indonesia.
 Pukul 11.00-12.25 WIB
Pembicara baik dari dosen, karyawan, serta mahasiswa melakukan aksi orasi serta mimbar
bebas. Aksi tersebut berlangsung dengan baik.
 Pukul 12.25-12.30 WIB
Karena dipicu oleh kehadiran sebagian dari anggota aparat keamanan diatas lokasi mimbar
bebas (jalan laying) dan menyuruh untuk turun (long march) ke jalan dengan tujuan mereka
agar para demonstran menyampaikan suaranya ke anggota MPR/DPR menyebabkan massa
mulai memanas. Selanjutnya para massa berjalan menuju pintu gerbang arah jalan Jendral S.
Parman.
 Pukul 12.40-13.50 WIB
Massa mulai berjalan keluar secara teratur dan perlahan menuju gedung MPR/DPR ketika
gerbang dibuka.
 Pukul 13.00-13.20 WIB
Barisan Satuan Tugas (Satgas) menahan para demonstran, sementara itu wakil mahasiswa
melakukan negosiasi dengan pimpinan komando aparat, yang terdiri dari :
1). Dandim Jakarta Barat
2). Letkol Inf. A. Amril
3). Wakapolres Jakarta Barat
 Pukul 13.20-13.30 WIB

9
Tim negosiasi kembali menyatakan bahwasanya longmarch tidak diijinkan dengan alasan
dapat memungkinkan terjadinya kemacatan lalu lintas dan juga dapat menyebabkan
kericuhan.
 Pukul 14.00-16.45 WIB
Negosiasi pun terus dilangsungkan dengan komandan Dandim dan juga Kapolres dengan
tujuan untuk mencari jalan agar dapat menghubungi MPR/DPR.
 Pukul 16.45-16.55 WIB
Kemudian wakil dari demonstran mahasiswa tersebut menyampaikan dan mengumumkan
hasil negosiasinya dimana terdapat hasil kesepakatan adalah baik aparat keamanan dan
mahasiswa untuk sama-sama mundur.
 Pukul 16.55-17.00 WIB
Para mahasiswa bergerak mundur secara pelan-pelan diikuti juga dengan mundurnya aparat
keamanan. Namun tidak disangka, tiba-tiba seorang oknum yang mengakui bahwa dirinya
adalah alumni (tidak lulus) bernama Mashud berteriak dengan mengucapkan kata-kata yang
kotor dan kasar kearah kumpulan massa. Hal tersebut kemudian memancing massa untuk
bergerak menuju oknum tersebut dan disangka adalah salah seorang dari anggota aparat
keamanan yang sedang menyamar.
 Pukul 17.00-17.05 WIB
Oknum tersebut berlari menuju para aparat keamanan kemudian dikejar oleh massa, hal
tersebut kemudian menimbulkan keadaan yang sangat menegangkan antara massa dan aparat.
 Pukul 17.05-18.30 WIB
Massa bergerak mundur ke Universitas, diantara barisan aparat keamanan terdengar ada yang
meledek serta menertawakan dan juga mengucapkan kalimat yang kotor kepada mahasiswa
yang menyebabkan sebagian mahasiswa kembali berbalik arah.
Pada saat itu juga barisan aparat keamanan langsung melakukan aksi penyerangan terhadap
massa mahasiswa dengan melepaskan tembakan dan melempar gas air mata sehingga
menyebabkan para mahasiswa tersebut menjadi panik dan berlarian menuju Universitas
Trisakti.
Pada saat momen yang menegangkan tersebut aparat keamanan melepaskan tembakan yang
membabi buta, melempar gas air mata hamper disetiap sisi sisi jalan, melakukan pemukulan

10
dengan menggunakan pentungan dan popor senjata, menendang dan menginjak serta
melakukan pelecahan kepada para mahasiswi saat itu.
Ketua Senat Mahasiswa Trisakti (SMUT) yang berada diantara aparat keamanan pada saat itu
dan massa mahasiswa terkena dua tembakan peluru karet dibagian pinggang sebelah
kanannya.
Beberapa aparat keamanan kemudian menyerbu pintu gerbang universitas dan membentuk
formasi penembakan. Penembakan yang terarah tersebut menyebabkan korban luka-luka dan
juga korban meninggal dunia. Terdapat sebanyak empat mahasiswa meninggal dunia pada
saat itu juga seketika didalam kampus dan satu orang diantaranya meninggal di rumah sakit.
Terdapat beberapa mahasiswa dalam kondisi yang memperhatinkan karena krisis, sedangkan
ada 15 mahasiswa yang mengalami luka-luka akibat terkena tembakan. Kemudian korban
luka-luka tersebut dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Aparat tidak berhenti melepaskan tembakan dari luar kampus, ada puluhan gas airmata
dilemparkan tepat kedalam universitas.
 Pukul 19.00-19.30 WIB
Para mahasiswa sangat panic dan ketakutan karena mereka melihat ada beberapa aparat
keamanan yang mengenakan pakaian gelap di sekitar hutan (parkir utama) dan penembak jitu
yang mereka lihat diatas gedung yang masih dibangun. Para mahasiswa berlarian masuk
kedalam ruang kuliah dan mushola untuk berlindung.
 Pukul 19.30-20.00 WIB
Setelah keadaan dirasakan cukup aman, para mahasiswa mulai berani untuk keluar dari
ruangan tempatnya berlindung. Setelah Dekan Fakultas Ekonomi dan juga Kol.Pol Arthur
damanik melakukan negosiasi, dengan mensyaratkan mahasiswa bisa pulang dengan keluar
sedikit demi sedikit atau per 5 orang. Dan mahasiswa-mahasiswa tersebut akan dijamin dapat
pulang dengan aman.
 Pukul 20.00-23.25 WIB
Pimpinan universitas melaksanakan Jumpa Pers oleh. Dimana Anggota HAM meninjau
dengan dating ke lokasi.
 Pukul 01.30 WIB

11
Jumpa Pers yang digelar oleh Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin lokasinya
dilakukan di Mapolda Metro Jaya. Adapun yang menghadiri Jumpa Pers tersebut, yaitu :5
1). Pangdam Jaya Mayjend TNI Sjafrie Sjamsoeddin,
2). Kapolda MayJend. (Pol) Hamami Nata,
3). Rektor Trisakti Prof. Dr. R. Moedanto Moertedjo
4). Dua anggota Komnas HAM, yaitu Baramuli dan Bambang W. Soeharto

c). Permasalahan Hukum.


Sudah hampir duapuluhtiga tahun lalu, Tragedi Trisakti yang terjadi pada 23 Mei 1998
tetap menyimpan luka dan pilu yang mendalam bagi seluruh mahasiswa dan juga masyarakat
Indonesia. Dalam tragedi yang mengenaskan tersebut terlihat dengan sangat jelas bahwa telah
terjadi pelanggaran HAM Berat yang dilakukan oleh aparat keamanan RI yang senantiasanya
dipercaya oleh masyarakat untuk melindungi namun malah mencelakai masyarakatnya sendiri
dengan tidak memperdulikan rasa kemanusiaan demi menjalankan tugas dari komandannya.
Menurut logika dan akal pikiran sehat penembakan yang dilakukan terhadap mahasiswa
tersebut tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba oleh para aparat keamanan. Hati nurani dan akal
sehat menjelaskan bahwasanya penembakan yang dilakukan seperti itu tidak mungkun dilakukan
tanpa adanya perintah dari atasannya yang mengeluarkan perintah. 6
Kasus pelanggaran HAM Berat dalam kasus ini telah ditindaklanjuti dengan melalui jalur
hukum dengan melakukan penghukuman terhadap pelaku di lapangan, akan tetapi belum
ditindaklanjuti secara tuntas dikarenakan “dalang atau otak oelaku” dari tragedi ini yang
memiliki tanggung jawab yang besar belum ditangani dan ditangkap.
Hal diatas disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor, salah satu diantaranya adalah belum
adanya pengadilan khusus yang berwewenang memeriksa dan memutus perkara atas Pelanggarab
HAM Berat. Keadaan tersebut menimbulkan kegelisahan dan hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap hukum dan pemerintah di Indonesia.
Namun memang telah dilakukan beberapa upaya nyata dalam penyelesaian kasus Tragedi
Trisakti ini dalam pandangan hukum maupun HAM, akan tetapi masih tampak belum adanya
kesungguhan dan komitmen yang kuat dalam menuntaskan perkara ini, karena yang diharapkan
5
https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/15/150000579/kronologi-kerusuhan-mei-1998?page=all, Diakses pada 14
Desember 2021, Pukul 22.47 WIB
6
Gintings, Sutradara. 2006, Jalan Terjal Menuju Demokrasi, Jakarta: Institute for Policy and Community Development Studies
(IPCOS)

12
penuntasannya tidak hanya dipermukaan saja akan tetapi sampai ke akar-akarnya. Diharapkan
juga agar siapapun pelanggar HAM disini seharusnya mendapatkan hukuman sesuai dengan
hukum yang ada di Indonesia tanpa terkecuali.

BAB III
PENELUSURAN BAHAN HUKUM

A. Pembahasan
A.1. Konsep HAM dan Pelanggaran HAM
Istilah terkait Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa Prancis adalah droit de’home,
dalam bahasa Inggris adalah human right, dalam bahasa Belanda adalah memen irechten. HAM
juga sering diistilahkan sebagai Natural Right atau hak-hak alam/hak kodrat, fundamental right
atau hak-hak dasar. Dari istilah-istilah tersebut memberikan makna perbedaan terhadap konsep
dan juga titik berat diakuinya HAM itu.7
Berkaitan dengan hal diatas, Djoko Prakoso dan Djamin Andho Nirwanto,
menyampaikan bahwa dalam kehidupan lingkuman masyarakat dan kehidupan bernegara, dalam
kehidupan sehari-hari kita pasti sering mendengar istilah “Hak-Hak Asasi” atau biasa
diistilahkan dengan bahasa asing, yaitu human rights, natural rights, dan fundamental rights.
Prof. A. Mansyur Effendy, memberikan pandangannya terkait HAM, yang mana HAM
juga sering disebut sebagai hak kodarat, hak dasar manusia, hak mutlak, atau dalam bahasa
Inggris disebut sebagai human rights, natural rights,dan fundamental rights. Di dalam basa
Belanda HAM ini disebut dengan istilah mense reshten, ground rechten, dan rechtan van mens.8
7
Cholisin. 2013. Ilmu Kewarganegaraan (civis). Yogyakarta. Penerbit Ombak.
8
Qomar, Nurul. 2014. Hak asasi manusia dalam Negara hukum demokrasi. Jakarta. Sinar Grafika.

13
Dalam ketentuan Pasal 1 Butir 1 dan 6 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM,
menjelaskan mengenai HAM dan Pelanggaran terhadap HAM :
Butir 1 :
“Hak Asasi Manusia adalah seprearangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Mha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Butir 6 :
“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undangundang ini, dan tidak mendapatkan,
atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.”
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjelaskan
bahwasanya HAM itu merupakan hak mendasar yang secara kodratnya melekat dalam diri setiap
manusia, yang bersifat universal dan langgeng oleh sebab itu HAM harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan, dan tidak boleh dirampas. Degan melekatnya HAM dalam diri setiap manusia itu
maka setiap manusia itu wajib untuk dihindarkan dari setiap pelanggaran HAM yang berakibat
pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak
asasi manusia dan kebebasan dalam kehidupan, baik perorangan maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.9
Dengan adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan yang
mana hal tersebut diakui secara normative dan dilaksanakan secara empiric. Dalam prinsip
persamaan ini maka segala tindakan yang bersifat diskriminatif sangatlah dilarang.
Sedangkan dalam konsep HAM yang berlaku secara universal diatur dalam Deklarasi
Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights), yang mana

9
Sarah Sarmila Begem , Nurul Qamar , Hamza Baharuddin. “ Sistem Hukum Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi
Manusia (Ham) Berat Melalui Mahkamah Pidana Internasional”. Jurnal Hukum Vol. 1, No. 1 (September 2019) 01 – 17 e-ISSN:
2685 – 8606. Hlm. 2

14
deklarasi tersebut diumumkan pada tanggal 10 Desember tahun 1948 oleh majelis umum PBB,
yang mana memuat pokok-pokok penting mengenai :
a). kebebasan,
b). persamaan,
c). pemilikan harta,
d). hak-hak dalam perkawinan, hak kerja, dan
e). kebebasan beragama.
Deklarasi Universal yang diproklamirkan tahun 1948 tentang Hak-hak Asasi Manusia
(DUHAM) ini telah melimpahi umat manusia mengenai HAM, yang kemudian telah menjadi
bahan rujukan yang tidak mungkin dikesampingkan. Akan tetapi walaupun DUHAM bukan
termasuk kedalam deklarasi tentang HAM, namun DUHAM adalah puncaknya dari
konseptualisasi seluruh umat manusia yang menyatakan dukungan dan pengakuan yang tegas
tentang HAM.
Sebagaimana telah dijabarkan beberapa penjelasan mengenai istilah HAM diatas maka
dapat disimpulkan bahwasanya HAM merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia
sejak manusia itu dilahirkan dan HAM tersebut dirumuskan sebagai hak yang melekat pada
manusia dan HAM tersebut haruslah dihargai oleh masing-masing orang.
Pelanggaran terhadap HAM dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu pelanggaran
HAM Berat dan Pelanggaran HAM ringan. Dalam makalah ini terkait kasus yang dibahas maka
lebih menekankan kepada penjelasan terhadap pelanggaran HAM Berat.
Dalam instrument internasional yang terdapat pada Statuta Roma (1998) defenisi
mengenai pelanggaran HAM Berat meliputi genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan,
kejahatan perang, dan agresi dimana pelanggaran-pelanggaran HAM Berat tersebut merupakan
yuridiksi Pengadilan Pidana Internasional.
Dalam instrument nasional pelanggaran HAM di Indonesia diatur dalam UU No. 26
tahun 2000 mengenai Pengadilan HAM, dimana meliputi genosida dan pelanggaran terhadap
kemanusiaan. 10
Untuk dapat melindungi HAM masyarakatnya, maka Negara senantiasa harus dibangun
di atas prinsip Negara hukum agar kemudian ada instrument hukum yang dapat mengawasi dan
mengadili apabila terjadi pelanggaran HAM. Adapun system politik yang senantiasanya dibentuk

10
Triyanto. 2013. Negara Hukum dan HAM. Yohyakarta. Penerbit Ombak. Hlm 101.

15
adalah system politik yang demokratis seperti hak untuk memilih, hak untuk dipilih, dan hak
memberikan pendapat.11
berkenaan dengan pengadilan yang berwenang yaitu meliputi empat lingkungan
pengadilan sesuai dengan UU No.14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan
kehakiman diubah UU No. 35 Tahun 1999. Lembaga di Indonesia yang dapat mengadili perkara
pelanggaran HAM di Indonesia terdapat ada empat lingkungan peradilan sesuai dengan Undang-
Undang yaitu : 1) Pengadilan Umum. 2) Pengadilan Militer. 3) Pengadilan Agama. 4) Pengadilan
Niaga.12
A.2. Teori- Teori
A.2.1 Teori Hukum Kodrati
Dalam hal ini John Locke menyatakan pemikirannya bahwa semua individu itu
dikaruniai oleh alam hak yang melekat atas hidup manusia, kebebasan dan juga kepemilikan,
oleh sebab itu hak tersebut tidak dapat dicabut atau diotak-atik oleh Negara. Melalui adannya
suatu kontrak
social, perlindungan atas hak yang kemudian tidak boleh dicabut ini dilimpahkan kepada Negara.
Dan ketika nantinya penguasa Negara mengabaikan keberadaan dari kontrak social ini dengan
cara melanggar hak-hak kodrati yang dimiliki oleh individu, maka masyarakat dalam Negara
yang bersangkutan tersebut boleh dengan bebas menuntut agar menurunkan sang pemimpin atau
penguasa Negara itu dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak masyarakat
tersebut.13
A.2.2. Teori Keadilan
Dalam pandangan Rawles, setiap individu memiliki hak yang didasarkan atas konsep
keadilan yang tidak dapat ditawar-tawar dan tiap orang memiliki hak dan kebebasan yang
setara.14
A.2.3. Teori HAM

11
Yumna Sabila, Kamaruzaman Bustamam, Badri Badri. 2018. Landasan Teori Hak Asasi Manusia Dan Pelanggaran Hak Asasi
Manusia. Jurnal Hukum. Diakses dari : https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/Justisia/article/view/5929, diakses pada 15
Desember 2021, pukul 00.08 WIB
12
Bambang Heri Supriyanto. “Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Hukum Positif di Indonesia”.
Jurnal Hukum Vol . 2, No. 3 (Maret 2014).
13
Rhona K.M Smith, et. al., Hukum Hak Asasi Manusia, ctk. Pertama (Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas
Islam Indonesia, 2008), hlm 12
14
John Rawls, Teori Keadilan, ctk. Pertama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 72-77

16
Soetandyo Wignjosoebroto memberikan penjelasan mengenai defenisi HAM atau Human
Rights yang adalah hak-hak moral yang melekat secara kodrat dalam setiap diri makhluk hidup
yang merupakan manusia demi terjaganya harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan.15
A.2.4. Teori Tanggung Jawab Negara
Persoalan mengenai tanggungjawabn Negara atas terjadinya pelanggaran HAM Berat
adalah suatu yang sangat fundamentas dalam hukum internasional yang mana bersumber pada
sifat dasar system hukum internasional dan juga doktrin kedaulatan dan persamaan Negara.16
Menurut pandangan F. Sugeng Istanto yang berkaitan dengan ajaran impubilitas menyatakan
bahwasanya “guna dapat menentukan adanya pertanggungjawaban oleh Negara terhadap
kejahatan internasional maka dikenal dengan adanya ajaran pembebanan kesalahan kepada
Negara”. Yang mana dalam ajaran tersebut menjelaskan bahwasanya kejahatan yang dilakukan
oleh petugas Negara atau orang yang melakukan tindakan atas nama Negara dapat dilimpahkan
atau dibebankan kepada Negara17

A.3. Prinsip-Prinsip HAM


A.3.1. Prinsip Universal (Universality)
Dalam prinsip universal memandang bahwasanya semua individu di dunia ini tanpa
pengecualian dan tanpa diskriminasi memiliki hak yang sama. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal
5 Deklarasi Wina mengenai Program Aksi yang berbunyi :
“Semua hak asasi manusia adalah universal, tak terbagi, saling bergantung, saling terkait (all
human rights are universal, indivisibile, interdependent and interrelated)”.18
A.3.2. Prinsip Kesetaraan
Dalam prinsip ini ditegaskan bahwa harus diadankannya perlakuan yang sama di depan
hukum, kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fair kesetaraan akses dalam pendidikan,
kesetaraan kesempatan, dan lain-lain merupakan hal penting dalam hak asasi manusia. Hal
tersebut merupakan wujud persyaratan mutlak Negara demokrasi.
A.3.3. Prinsip Non-Diskriminasi

15
Natsif, Fadli Andi. Kejahatan Ham: Perspektif Hukum Pidana Nasional Dan Hukum Pidana Internasional. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2016, hlm. 17.
16
Ridwan,Diskresi Dan Tanggung Jawab Pemerintah, Cetakan Pertama, (Jogjakarta : UII Press, 2014) Hlm 39
17
Andrey Sujatmoko, Hukum Ham Dan Hukum Humaniter, Cetakan Pertama (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2015) Hlm 213
18
Hari Kurniawan, et., al., Aksesibilitas Peradilan bagi Penyandang Disabilitas, ctk. Pertama (Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi
Manusia Universitas Islam Indonesia, 2015), hlm. 21

17
Prinsip ini merupakan prinsip yang paling penting dalam HAM. Dalam perlindungan dan
pengakuan dan juga pemenuhan HAM sangat dilarang adanya diskriminasi. Diskriminasi terjadi
apabila tiap-tiap individu diperlakukan tidak adil dengan melihat latar belakang juga perbedaan-
perbedaan tiap-tiap individu.

B. Pengaturan (instrument Hukum dan Nasional Hukum Internasional) terkait HAM


dalam kasus yang dibahas
B.1. Pengaturan Instrumen Hukum Nasional terkait HAM dalam kasus yang dibahas
 UUD 1945 Pasal 28 A, yang menyatakan : “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidupnya”.
 UUD 1945 Pasal 28 G Ayat (1) tentang hak atas rasa aman.
 Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 9 Ayat (1) , yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan meningkatkan taraf hidupnya.”
 Pasal 1 Butir 6 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, menjelaskan mengenai HAM dan
Pelanggaran terhadap HAM :
“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undangundang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan
benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.”
 Pasal 30 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM mengenai ha katas rasa aman.
 Pasal 71 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM mengenai hak perlindungan yang merupakan
kewajiban dan tanggungjawab pemerintan
 Kasus yang dibahas merupakan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Pasal 7 huruf b jo Pasal 9
UU No.26 tahun 2000)
 UU No. 36 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
 Ketetapan MPR RI Nomor. XVII/MPR 1998 tentang HAM
B.2. Pengaturan Instrumen Hukum Internasional terkait HAM dalam kasus yang dibahas

18
 Deklarasi Universal HAM yang diumumkan oleh resolusi majelis umum 217 A (111) pada
tanggal 10 Desember 1948 dalam Pasal 3 mengenai hak untuk hidup.19
 Deklarasi Universal HAM mengenai kebebasan mengeluarkan pendapat sebagaimana diatur
dalam Pasal 19.
 Deklarasi Universal HAM mengenai hak untuk tidak disiksa atau dianiyaya yang diumumkan
oleh resolusi majelis umum 217 A (111) pada tanggal 10 Desember 1948 dalam Pasal 5.
 Statuta Roma mengenai Mahkamah Pidana Internasional yang mana dalam Pasal 5 Statuta
mengatur tentang kewenangan untuk mengadili kejahatan paling serius yang mendapatkan
perhatian internasional.
Adapun Kejahatan yang dimaksud terdiri dari empat jenis, yaitu : kejahatan genosida (the
crime of genocide), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), kejahatan
perang (war crimes), dan kejahatan agresi (the crime of aggression).
 Statuta Roma Pasal 1yang mana menjelaskan bahwasanya ICC “merupakan pelengkap bagi
yurisdiksi pidana nasional” hal tersebut mengandung makna bahwa Mahkamah Internasional
harus mendahulukan terlebih dahulu sistem nasional, kecuali apabila sistem nasional yang
ada benar-benar tidak mampu (unable) dan tidak bersedia (unwilling) untuk melaksanakan
penyelidikan ataupun melakukan penuntutan atas tindak kejahatan yang sedang terjadi, maka
dari itu, akan diambil alih oleh yurisdiksi Mahkamah (Pasal 17).

19
Davies, Peter. 1994. Hak-hak asasi manusia. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

19
BAB IV
ANALISA HUKUM

A. Fakta Hukum
Dalam peristiwa Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 berdasarkan apa yang telah dijabarkan diatas
maka terdapat fakta-fakta hukum, yaitu sebagai berikut :
 Telah terjadi pembunuhan yang bersifat sistematis yang ditujukan kepada mahasiswa
demonstran.
 Telah terjadi tindakan penganiayaan yang mana ditujukan guna dapat membubarkan para
demonstrasi yang merupakan mahasiswa dan juga masyarakat yang dilakukan oleh aparat
keamanan TNI dan Polri (yang dahulu disebut dengan ABRI)
 Telah terjadi penghilangan nyawa secara paksa terhadap 4 mahasiswa Trisakti oleh aparat
keamanan yang diakibatkan oleh penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan.
 Terjadi pelecehan seksual terhadap mahasiswi oleh aparat keamanan.

20
Dari uraia diatas maka dapat disimpulkan bahwasanya telah terpenuhi unsur-unsur kejahatan
terhadap kemanusiaan, dimana hal tersebut adalah pelanggaran HAM berat sebagaimana dalam
Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM.
Analisa yang dilakukan oleh KKP HAM menemukan berbagai kekerasan yang mana
melanggar HAM seperti pembunuhan, penghilangan paksa, penganiayaan, perkosaan, kebebasan
fisik, perampasan kemerdekaan, dan juga KKP HAM menyatakan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh aparat keamanan TNI dan Polri bukan merupakan serangan dalam artian perang,
namun merupakan serangan dalam artian “suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap
penduduk sipil sebagai kelanjutan kebijakan yang dimiliki oleh penguasa atau kebijakan yang
berhubungan dengan organisasi” yang mana hal tersebut diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan HAM.
Dalam rentetan peristiwa Tragedi Trisakti ada banyak pelanggaran HAM berat yang telah
terjadi dan tentu saja melanggar instrumen hukum di Indonesia :
 UUD 1945 Pasal 28 A, yang menyatakan : “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidupnya”.
 UUD 1945 Pasal 28 G Ayat (1) tentang hak atas rasa aman.
 UUD 1945 Pasal 28 I Ayat (4) tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi.
 Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Pasal 9 Ayat (1) , yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan meningkatkan taraf hidupnya.”
 Pasal 30 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM mengenai hak atas rasa aman.
 Pasal 71 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM mengenai hak perlindungan yang merupakan
kewajiban dan tanggungjawab pemerintan
Ditemukan juga adanya tindakan pelanggaran terhadap HAM yang secara efektif
menggunakan institusi-institusi territorial melalui Kodam dan juga Polda, yang mana disisi lain
ditemukannya fakta adanya pengerahan pasukan Kotama Fungsional seperti Kostrad yang mana
hanya dapat dikeluarkan dan digunakan atas perintah petinggi TNI (yang mana ketika pada saat
itu adalah ABRI).
Selain itu terkait hak setiap orang untuk hidup dan mempertahankan hidupnya
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 A UUD’45 juga dilanggar. Hal tersebut terlihat jelas
ketika para aparat keamanan TNI yang terlibat dalam Tragedi Trisakti ketika merenggut dengan

21
paksa nyawa keempat mahasiswa Trisakti dengan cara menganiaya dan juga menembak
mahasiswa tersebut secara brutal.
Disi lainnya, para terdakwa pelaku penembakan tersebut yang telah menerima perintah
dapat ditindak pidana kumulatif pembunuhan yang mana tindakannya dilakukan bersama-sama,
hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP serta
penganiayaan bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP Ayat 1 ke 1 jo Pasal 55
Ayat 1 ke 1 KUHP. Pasal-pasal tersebut dapat dituntut terhadap terdakwa pelaku penembakan
tersebut.

B. Ketetapan atas Fakta Hukum


 Pada tanggal 6 Juni 1998
Pengadilan Militer untuk mengusut dan menangani kasus peristiwa Tragedi Trisakti diawali
di Mahkamah Militer 11-08 Jakarta dengan Lettu Polisi Agustri Haryanto dan Letda Polisi
Pariyo sebagai terdakwa.
 Pada tanggal 31 Maret 1999
6 Terdakwa kasus Trisakti dijatuhi hukuman selama 2-10 bulan.
 Pada Januari 2002
9 terdakwa kasus penembakan terhadap mahasiswa Trisakti di Pengadilan Militer dijatuhi
hukuman 3-6 tahun penjara.
 Pada tanggal 21 Maret 2002
KPP HAM Trisakti telah memberikan kesimpulan bahwasanya dihitung ada sebanyak 50
perwira TNI atau Polri diduga terlibat dalam pelanggaran HAM Berat dalam tragedy
Trisakti.
 Pada tanggal 11 Maret 2003
Kejaksaan Agung menolah untuk dilakukannya penyelidikan terhadap kasus Trisakti
dikarenakan tidak dimungkinkannya mengadili kasus sebanyak dua kali sebagaimana prinsip
ne bis in idem. Kejaksaan Agung menjelaskan bahwasanya kasus penembakan terhadap
mahasiswa Trisakti telah diadili di Pengadilan Militer pada tahun 1999 dan hal tersebut
menyebabkan Kejaksaan Agung tidak bias mengajukan kasus yang serupa kepada
pengadilan.
 Pada April 2015

22
Jaksa Agung H.M. Prasetyo mengememukakan bahwa pemerintah akan membentuk Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM termasuk
menyelesaikan Kasus Tragedi Trisakti 12 Mei 1998.

BAB V
PENDAPAT HUKUM

A. Rekomendasi (aplikasi yuridis)


1. Pemerintah melalui Lembaga Komnas HAM harus menyelidiki dengan sangat teliti dan
mendalam mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu dan siapa-siapa sajakah pelaku
penembakan terhadap mahasiswa Trisakti dan apa alasan mereka melakukan penembakan
tersebut. Kemudian Komnas HAM harus dengan segera menindaklanjuti dan
menuntaskannya agar tidak terjadi kegelisahan dan keresahan serta hilangnya kepercayaam
masyarakat terhadap pemerintah.
2. Tidak hanya Komnas HAM namun pemerintah juga harus berpartisipasi dan mendukung
diselesaikannya kasus ini, dengan cara mendukung Komnas HAM dalam melakukan
investigasi. Para pejabat tinggi militer juga wajib melakukan pendisiplinan kepada mereka
yang saat itu sedang melaksanakan tugasnya “menjaga ketertiban massa”, dikarenakan

23
mereka telah membunuh keempat mahasiswa Trisakti dengan melepaskan tembakan yang
membabi buta. Dan juga alasan mereka menertibkan para demonstran dengan menembakkan
peluru karet sungguh bukan hal yang wajar dan biasa.
3. Disaat penyelidikan atau investigasi telah selesai dilaksanakan maka lembaga yudikatif
diharapkan untuk mengadili dengan adil mereka-mereka yang seharusnya bertanggungjawab
atas aksi kekerasan dan aksi penembakan. Dan diharuskan keputusan yang disampaikan
setimpal dengan perbuatan mereka berdasarkan hukum yang berlaku.
4. Mendesak DPR dan Pemerintah agar dengan segera meratifikasi instrument-instrumen
hukum internasional HAM yang sangat dibutuhkan untuk pemajuan dan juga terhadap
perlindungan HAM.

B. Solusi hukum (litigasi)


Apabila pada kenyataannya Komnas HAM dan Pemerintah tidak dapat menangani kasus ini,
maka kita selaku masyarakat harus meminta bantuan yang lebih tinggi lagi yaitu PBB guna dapat
mengambil alih kasus ini sebelum kasus ini menjadi kadaluaraa dan ditutup sehingga tidak
tercapai keadilan dan penyelesaian kasus yang seharusnya sebagaimana diharapkan oleh seluruh
masyarat Indonesia.

C. Prediksi hukum
Apabila Komnas Ham bersama Pemerintah dapat menyelesaikan kasus Trisakti 12 Mei 1998
dengan tuntas dan adil maka dapat diprediksikan bahwa kehidupan dan perkembangan hukum di
Indonesia dapat ditingkatkan sehingga menjadi lebih baik, dan kasus-kasus pelanggaran HAM
berat lainnya yang belum dapat diselesaikan dapat dituntaskan dengan secepatnya. Maka hal
tersebut akan dapat mengembalikan dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Andrey Sujatmoko, Hukum Ham Dan Hukum Humaniter, Cetakan Pertama (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2015).
Asplund, K. D., Marzuki, S., & Riyadi, E. (2008). Hukum hak asasi manusia. Yogyakarta:
Pusham
UII.
Begem, S. S., Qamar, N., & Baharuddin, H. (2019). Sistem Hukum Penyelesaian Pelanggaran
Hak
Asasi Manusia (HAM) Berat Melalui Mahkamah Pidana Internasional. SIGn Journal of
Law (SIGn Jurnal Hukum), 1(1), 1-17.
Cholisin. 2013. Ilmu Kewarganegaraan (civis). Yogyakarta. Penerbit Ombak.
Davies, P. (1994). Hak-hak Asasi Manusia: Sebuah Bunga Rampai. Terj. A. Rahman Zainuddin.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

25
Gintings, S. (2006). Jalan terjal menuju demokrasi. Institute for Policy and Community
Development Studies.
John Rawls, Teori Keadilan, ctk. Pertama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).
Kurniawan, H. (2015). Aksesibilitas peradilan bagi penyandang disabilitas. Pusat Studi Hak
Asasi
Manusia, Universitas Islam Indonesia.
Mohamad, G. (2015). Detik-detik Paling Menengangkan: Rangkaian Peristiwa Mencekam
Menjelang Kejatuhan Soekarno dan Soeharto. Yogyakarta: Penerbit Palapa.
Natsif, F. A. (2016). Kejahatan HAM: perspektif hukum pidana nasional dan hukum pidana
internasional. Rajawali Pers.
Qamar, N. Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, 2014. Jakarta, Sinar Grafika.
Ridwan,Diskresi Dan Tanggung Jawab Pemerintah, Cetakan Pertama, (Jogjakarta : UII Press,
2014).
Triyanto. 2013. Negara Hukum dan HAM. Yohyakarta. Penerbit Ombak.
Walidain, M. Ahsanul, Erdianto Effendi, and Junaidi Junaidi. "Eksistensi Pengadilan Hak Asasi
Manusia terhadap Penyelesaian Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat di
Indonesia." PhD diss., Riau University, 2015.
Sabila, Y., Bustamam, K., & Badri, B. (2019). Landasan Teori Hak Asasi Manusia dan
Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Jurnal Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-
undangan dan Pranata Sosial, 3(2), 205-224.
Supriyanto, B. H. (2016). Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut
Hukum Positif di Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, 2(3), 151-
168.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43940189, diakses pada 14 Desember 2021 Pukul
20.46 WIB.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/13/03300081/tragedi-trisakti-berdarah-1998-siapa-
yang-harus-bertanggung-jawab-?page=all, Diakses pada 14 Desember 2021, pukul 20.55
WIB.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/15/150000579/kronologi-kerusuhan-mei-
1998?page=all, Diakses pada 14 Desember 2021, Pukul 22.47 WIB.

26
27

Anda mungkin juga menyukai