Disusun oleh :
Nama : Salsalina Karina Br Tarigan
NIM : 11000119120097
Dosen Pengampu :
Dr. Nuswantoro Dwiwarno,S.H.,M.H.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..ii
BAB A PENDAHULUAN……………………………………………………………………….3
BAB B PERMASALAHAN……………………………………………………………………..7
Internasional……………………………….8
………….8
Pidana
Internasional………………………………………………………………………….13
Internasional…………………………………..14
21
28
BAB D PENUTUP
D.1. Kesimpulan…………………………………………………………………32
D.2. Saran/Rekomendasi…………………………………………………………….33
2
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................………….34
BAB A
PENDAHULUAN
itu sendiri. Keberadaan kejahatan internasional berawal dari kebiasaan yang terjadi
dalam praktek hukum internasional. Kejahatan perang, adalah salah satu bentuk
kejahatan internasional tertua di dunia yang lahir dari hukum kebiasaan internasional.
Breisach, Jerman pada tahun 1474. Hagenbach diadili di Austria oleh 18 hakim dari
persekutuan negara kerajaan suci Roma dan dinyatakan bersalah atas pembunuhan,
pemerkosaan, sumpah palsu, dan kejahatan lain yang melawan hukum Tuhan dan
Genosida baru muncul pada dekade 40an, upaya penuntutan terhadap kejahatan
genosida sudah dimulai sejak tahun 1918, saat itu dalam pertemuan Imperial War
Cabinet, 20 November 1918, Lord Curzon dari Inggris menekankan upaya penuntutan
1
Hiariej, Eddy O.S. 2009, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Jakarta: Penerbit
Erlangga.hlm 11.
3
terhadap para pemimpin Jerman dan para Turki Muda yang melakukan pembersihan
di Roma, Italia, sejak 15 Juni sampai dengan 17 Juli 1998, dengan hasil perhitungan
suara di mana terdapat 120 suara yang mendukung, 7 suara yang menentang, dan 21
suara yang abstain, para peserta menyetujui statuta yang akan membentuk suatu
perang.3
Kejahatan perang diatur dalam Statuta Roma 1998 Pasal 8. Garis besarnya
tersirat bahwa ICC mempunyai jurisdiksi berkenaan dengan kejahatan perang pada
khususnya apabila dilakukan sebagai bagian dari suatu rencana atau kebijakan atau
sebagai bagian dari suatu pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan tersebut,
yaitu masing-masing dari perbuatan berikut ini terhadap orang-orang atau hakmilik
3). Secara sadar menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan
atau kesehatan;
4). Perusakan meluas dan perampasan hakmilik, yang tidak dibenarkan oleh
kebutuhan militer dan dilakukan secara tidak sah dan tanpa alasan;
2
Ibid.hlm 12.
3
Ibid.hlm 16.
4
5). Memaksa seorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi untuk berdinas
6). Secara sadar merampas hak-hak seorang tawanan perang atau orang lain yang
7). Deportasi tidak sah atau pemindahan atau penahanan tidak sah;
Presiden memiliki hak kekebalan atau Immunity Right merupakan bagian dari
kebebasan yang diberikan oleh pemerintah negara untuk bertindak dalam mengambil
cermin bahwa sang pejabat tidak selalu bergantung pada pemerintah di negara
tugas khususnya saat pengambilan keputusan. Kekebalan hukum itu tidak dapat
berfungsi jika dalam pelanggaran hukum yang diperbuat seorang pejabat negara
tersebut hanya demi kepentingan pribadi dan kelompok serta golongan tertentu, bukan
kasus yang menimpa Presiden Sudan Omar Al Bashir. Tuduhan atas Omar Al- Bashir
ini bermula dari konflik dan krisis yang melanda kawasan Darfur di Sudan. Gabungan
yang cepat, kesempatan politik, dan politik secara regional merupakan bagian dari
sejarah konflik tersebut. Selain itu, kawasan yang terletak di sebelah barat Sudan ini
perhatian serta tirani terhadap warga nonarab dari pemerintah Sudan. Kondisi ini
4
International Comitte of Red Cross.1996. Hukum Humaniter International, Jakarta:ICRC.hlm 1.
5
ketidakadilan yang menimpa kawasan tersebut, yaitu Sudan Liberation Army (SLA)
dan Justice and Equality Movemen (JEM) pada awal tahun 2003. Kedua kelompok
pemberontak memulai aksinya dengan berhasil menguasai kota Gulu pada awal
Februari tahun 2003. Pemerintah Sudan yang tidak siap untuk mengadakan serangan
untuk ikut memerangi pemberontak. Suku-suku ini, yang merupakan suku nomaden
Arab untuk dijadikan milisi. Milisi ini yang kemudian dikenal dengan nama “Janjaweed”
ini sebagian besar anggotanya direkrut dari Suku Arab Baggara. Sepak terjang dari
pemberontak yang menjadi fokus penyerangan tetapi juga penduduk sipil turut menjadi
korban serangan.5
5
Septianto,Rendi. 2010. Keberlakukan Statuta Roma 1998 Pada Negara Yang Belum
Meratifikasi (Studi Kasus Presiden Omar Hassan Al Bashir) Skripis Universitas Airlangga,
Surabaya.hlm. 1.
6
BAB B
PERMASALAHAN
Berdasarkan kepada latar belakang yang dikemukakan diatas maka saya tertarik
Mengadili Oleh Mahkamah Pidana Internasional (Studi Kasus Omar Al-Bashir Presiden
Sudan)”.
sebagai berikut :
terkait dengan kejahatan perang dalam yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasioal atau
ICC?
7
BAB C
Ada beberapa asas yang dikenal dalam hukum pidana internasional anatara lain:6
a. Asas Legalitas
Sebelum kita memasuki analisa kasus dan pembahasan ada baiknya kita
tindak pidana Perang di Amerika dalam kasus Hostages yang menyatakan sebagai
berikut:
which is considered a grave matter of international concern and for some valid reason
cannot be left within the exclusive jurisdiction of the state, that would have control over
6
Anis Widyawati, Hukum Pidana Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2014,hlm. 27-29.
8
Dari uraian definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak pidana
internasional adalah suatu tindakan yang secara universal diakui sebagai suatu tindak
pidana. Pengakuan secara internasional ini disebabkan karena tindak pidana tersebut
internasional. Dengan demikian, terhadap tindak pidana ini tidak hanya tunduk pada
yurisdiksi negara tertentu saja, tetapi dapat tunduk pada yurisdiksi semua negara atau
1. Memiliki unsur internasional Hal ini dimaksud dengan memilki unsur internasional
adalah kejahatan tersebut dapat mengancam, baik langsung maupun tidak langsung,
perdamaian dan keamanan umat manusia secara keseluruhan. Selain itu pula
kejahatan tersebut diakui sebagai perbuatan yang menggoncangkan hati nurani umat
2. Memilki unsur transnasional Unsur ini menunjukkan bahwa tindak pidana tersebut
mempengaruhi keselamatan umum dan kepentingan ekonomi lebih dari suatu negara.
melibatkan dan mengakibatkan kepada warganegara lebih dari suatu negara dan
menggunakan sarana dan prasarana atau cara-cara yang bersifat lintas negara.
dilicto jus gentium yang menjadi perhatian lebih dari suatu negara, bahkan diseluruh
masyarakat dunia. Oleh karena itu, terhadap kejahatan tersebut semua negara berhak
7
Oetoeng Wahjoe, Hukum Pidana Internasional Perkembangan Tindak Pidana Internasional
dan Proses Penegakannya, Erlangga, Jakartan, 2011, hal. 27
8
Ibid, hal.30-31
9
dimanapun tindak pidana internasional itu dilakukan.
7. Memiliki kewajiban atau hak untuk bekerjasama dalam hal penuntutan dan
Dilihat dari perkembangan dan asal-usul tindak pidana internasional ini, maka
1. Tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan yang berkembang di dalam
9
Ibid,hal.30
10
Untuk memahami lebih lanjut mengenai jenis-jenis tindak pidana internasional baca Romli
Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Refika Aditama, Bandung , 2006, hal.40-
43
10
mengenai hak asasi manusia.
adalah tindak pidana pembajakan atau piracy, kejahatana perang atau war crimes dan
tindak pidana perbudakan Slavery. Tindak pidana yang berasal dari konvensi-konvensi
internasional ini secara historis dibedakan antara tindak pidana internasional yang
dan tindak pidana internasional yang ditetapkan oleh banyak konvensi (subject of
akibat Perang Dunia II yang meliputi bukan hanya korbankorban perang mereka yang
termasuk combatant, melainkan juga korban penduduk sipil (non combatant) yang
seharusnya dilindungi dalam suatu peperangan. Salah satu dari tindak pidana ini
adalah crime of genocide sesuai dengan Deklarasi PBB tanggal 11 Desember 1946
The International Criminal Code tahun 1954, telah ditetapkan 13 kejahatan yang dapat
perdamaian dan keamanan seluruh umat manusia, ketiga belas tindak pidana ini
7. Genocide
11
8. Pelanggaran atas kebiasaan dan hukum perang
10. Piracy
11. Slavery
12. Apartheid
1. Agression
2. War Crimes
5. Genocide
S Torture
8. Mercenarism
10. Piracy
12
17. Environmental Protection
C.3. Peranan International Criminal Court (Icc) Dalam Penegakan Hukum Pidana
Internasional
Bangsa-Bangsa untuk menuntut dan mengadili para pelaku tindak pidana atau
Roma tahun 1998 (Statute of Rome 1998) yang merupakan hasil konferensi diplomatik
yang berlangsung di Roma pada tanggal 15 – 17 Juli 1998. Dalam konferensi tersebut
non pemerintah. Setelah diatur didalam Statuta Roma tahun 1998 dan mulai
berdiri sebagai suatu badan peradilan internasional yang bersifat permanen (tetap)
peradilan internasional yang permanen. Mahkamah ini juga memiliki karakter hukum
11
Anis Widyawati, Hukum Pidana Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 150
13
internasional (International legal personality), artinya Mahkamah Pidana Internasional
karakter hukum nasional (National Legal Personality), yang juga berarti sebagai subjek
hukum nasional bagi negara-negara peserta ataupun bukan negara peserta (Pasal 4
dari prakarsa PBB melalui majelis umum dengan peranan oleh Komisi Hukum
Internasional. Mahkamah ini tidak berada di bawah atau sebagai bagian (bagian
utama, bagian subsider ataupun bagian khusus) dari PBB, sehingga dapat dikatakan
bahwa mahkamah berada di luar sistem PBB dengan kedudukannya sejajar atau
setara dengan PBB. Hal ini berdasarkan perjanjian antara mahkamah dan PBB yang
peradilan yang lain, misalnya : Mahkamah Nuremberg 1945, Mahkamah Tokyo 1946,
a. Yurisdiksi Personal
12
Ibid, hal.151-153
14
Adalah kewenangan yang dimiliki oleh mahkamah untuk mengadili para pelaku
kejahatan atau tindak pidana yang berupa orang-orang atau individu-individu yang
harus bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan sebagaimana telah ditentukan
didalam Statuta Roma tahun 1998 (Pasal 25 ayat (1), sehingga dalam hal ini, negara
internasional lainnya kecuali individu. Hal yang khusus dalam yurisdiksi personal
mahkamah, yaitu mengenai pelaku kejahatan internasional yang usianya kurang dari
b. Yurisdiksi Territorial
badan peradilan internasional berdasarkan lokasi atau wilayah hukum atas perbuatan
kejahatan internasional itu terjadi. Pada dasarnya yurisdiksi ini berlaku di wilayah
negara-negara peserta dalam Statuta Roma tahun 1998 yang apabila terjadi kejahatan
lintas batas territorial negara. Akan tetapi dalam hubungannya terhadap negaranegara
yang menolak atau tidak menjadi anggota dalam Statute Roma tahun 1998 (tidak ikut
meratifikasi isi dari dari Statute Roma tahun 1998), mahkamah tidak dapat
Maka dengan demikian para pelaku kejahatan berda di luar jangkauan yurisdiksi
c. Yurisdiksi Temporal
Adalah kewenangan mahkamah sebagaimana diatur didalam Pasal 11 ayat (1) dan
(2) Statuta Roma tahun 1998 yang berbunyi: mahkamah hanya memiliki yurisdiksi atas
15
kejahatan yang dilakukan setelah mulai berlakunya statuta ini. Mahkamah tidak
memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang terjadi sebelumnya, hal ini sesuai dengan salah
satu asas hukum pidana internasional, yaitu asas non retroaktif nonretroactive), hal
tersebut berdasarkan pada Pasal 24 ayat (1) Statuta Roma tahun 1998. Mengenai
yurisdiksi temporal yang ada pada mahkamah, bahwa tidak memberlakukan asas
daluarsa (lapse of time) atas keempat jenis kejahatan yang tunduk pada yurisdiksi
sebagaimana tercantum didalam Statuta Roma tahun 1998, yaitu kejahatan genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, kejahatan agresi. Hal ini sesuai
dengan Pasal 29 Statuta Roma tahun 1998 yang menyatakan bahwa tidak ada satu
atau lebih kejahatan dalam yurisdiksi mahkamah yang tunduk pada pembatasan waktu
d. Yurisdiksi Kriminal
Adalah yurisdiksi yang dimiliki oleh mahkamah dalam menjalankan tugasnya untuk
Roma tahun 1998. Dalam yurisdiksi kriminal mahkamah telah diatur dalam Pasal 5
Statuta Roma tahun 1998 yang menyatakan kejahatan dalam yurisdiksi mahkamah,
didalam Statuta juga menjelaskan secara rinci mengenai definisi ataupun arti
mengenai kejahatan yang dimaksud, seperti dalam Pasal 9 Statuta Roma tahun 1998,
16
atau menerapkan ketentuan terkait pasal yang menunjukkan jenis kejahatan yang
Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global memberikan beberapa
prinsip dasar yang terdapat dalam Mahkamah Pidana Internasional, antara lain
sebagai berikut:
a. Prinsip Komplementer
Prinsip ini dijelaskan di dalam Mukadimah Statuta Roma tahun 1998, bahwa
maksud dari prinsip ini adalah Mahkamah Pidana Internasional merupakan pelengkap
dari yurisdiksi pidana nasional. Pasal 1 Statuta Roma tahun 1998 memberikan
pengaturan hukum untuk mengadili dan menghukum tindak pidana yang menjadi
b. Prinsip Penerimaan
Merupakan prinsip yang dimiliki oleh mahkamah dalam mengadili suatu perkara di
13
Ibid, hal.153-157
17
dalam Pasal 17 Statuta Roma tahun 1998. Hal tersebut merujuk pada hubungan
antara sistem hukum nasional dan Mahkamah Pidana Internasional dalam menentukan
1) Perkaranya sedang diperiksa dan diadili oleh negara setempat kecuali negara
tersebut tidak mau (unwilling) atau tidak mampu (unable) secara sungguh-sungguh
2) Perkaranya telah diselidiki oleh negara setempat dan negara tersebut memutuskan
untuk tidak melakukan penuntutan terhadap orang yang bersangkutan, kecuali jika
3) Orang yang bersangkutan telah diadili untuk perbuatan yang sama dengan
perbuatan yang menjadi dasar tuntutan mahkamah pidana internasional seperti yang
4) Kasusnya tidak cukup berat untuk memerlukan tindakan lebih lanjut dari Mahkamah
Pidana Internasional.
Menurut prinsip ini pelaksanaan yurisdiksi mahkamah atas dasar tindakan tindakan
pidana yang tercantum dalam Statuta Roma tahun 1998 dengan tidak memerlukan
menjadi yurisdiksi dari mahkamah, yang demikian itu terdapat dalam paragraph 12
ayat (1) Statuta Roma tahun 1998. Sedangkan dalam Pasal 12 ayat (2) Statuta Roma
kejahatan terjadi di wilayah negara pihak-pihak dan orang yang melakukan kejahatan
tersebut adalah warga negara dari engara anggota Statuta tersebut. Kemudian bagi
negara bukan menjadi anggota dari Statuta ini maka negara tersebut melalui suatu
18
pernyataan dapat menerima pelaksaaan yurisdiksi mahkamah atas tindak pidana
seperti yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) Statuta Roma tahun 1998.
Maksud dari prinsip ini terkait waktu berlakunya Statuta Roma tahun 1998 tidak
berlaku bagi kejahatan yang terjadi sebelum adanya Statuta ini. Bagi negaranegara
yang menjadi anggota Statuta Roma tahun 1998 dinyatakan telah berlaku, mahkamah
meratifikasi Statuta Roma tahun 1998 pada tanggal 1 November 2000, sedangkan
statuta tersebut mulai berlaku semenjak tanggal 1 Juli 2000. Oleh karena itu,
antara tanggal 1 Juli sampai dengan 1 November 2000. Hal ini ditegaskan dalam Pasal
24 Statuta Roma tahun 1998, bahwa seseorang tidak bertanggung jawab secara
pidana untuk suatu tindakan sebelum berlakunya Statuta Roma tahun 1998 bagi
negara yang bersangkutan. Inilah yang dinamakan prinsip non retroactive ratio
personal.
Maksud dari prinsip ini terdapat didalam Pasal 22 Statuta Roma tahun 1998
dibawah asas-asas umum dalam hukum pidana. Dijelaskan bahwa tidak seorangpun
waktu dilakukan merupakan suatu tindak pidana yang berada dalam yurisdiksi dan
kewenangan mahkamah. Selanjutnya prinsip nullum crimen sine lege diperjelas oleh
Pasal 23 Statuta Roma tahun 1998 bahwa seseorang yang telah didakwa mahkamah
hanya dapat dijatuhi pidana sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Statuta Roma
tahun 1998.
19
f. Prinsip Nebis in Idem
Prinsip ini terdapat dalam Pasal 20 Statuta Roma tahun 1998 bahwa seseorang
tidak dapat dituntut lagi oleh mahkamah atas tindak pidana yang sama yang telah
diputuskan atau dibebaskan oleh mahkamah. Oleh karena itu, seseorang tidak dapat
diadili lagi oleh mahkamah atau pengadilan lain untuk suatu tindak pidana yang sama
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 Statuta Roma tahun 1998, dimana tindak
pidana itu telah diputuskan dengan putusan pidana atau dibebaskan oleh mahkamah.
memandang kewarganegaraan dari pelaku. Prinsip umum ini diatur didalam Pasal 12
ayat (2) butir (a) Statuta Roma tahun 1998. Mahkamah mempunyai yurisdiksi atas
atas individu sebagai “natural person”. Seseorang yang melakukan tindak pidana di
wilayah yurisdiksi mahkamah bertanggung jawab secara pribadi dan dapat dihukum
sesuai isi dalam Statuta Roma tahun 1998. Ketentuan ini merupakan pencerminan
untuk mengadili dan menghukum individu dan bukan negara. Kejahatan terhadap
hukum internasional dilakukan oleh individu dan bukan entitas yang abstrak. Hanya
ditegakkan seperti kasus yang terjadi dan diadili oleh Pengadilan Nuremberg tahun
1946.
20
i. Prinsip Praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)
Maksud dari prinsip ini adalah bahwa setiap orang harus dianggap tidak bersalah
sampai dengan terdapatnya putusan dari pengadilan bawah mereka terbukti dan
dinyatakan bersalah. Diatur dalam Pasal 66 Statuta Roma tahun 1998 yang
menyatakan setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah dihadapan
mahkamah sesuai dengan hukum yang berlaku. Beban pembuktian dan tanggung
jawab terdapat kepada Jaksa Penuntutan yang akan membuktikan terdakwa bersalah.
Merupakan hak yang dimiliki oleh Dewan Keamanan (Security Council) PBB untuk
16 Piagam PBB. Menurut pasal tersebut bahwa tidak ada penyidikan atau penuntutan
yang dapat dimulai atau dilaksanakan sesuai statuta untuk jangka waktu 12 bulan
setelah Dewan Keamanan PBB dalam resolusinya yang dibuat menurut Bab VII
Permintaan tersebut dapat diperbaharui oleh Dewan dalam keadaan yang sama. Inilah
Namun, meskipun permintaan defferal oleh Dewan Keamanan PBB dapat diperbaharui
tetap yang mempunyai hak veto. Sehingga hal tersebut tidak memungkinkan
21
C.6. Pertanggungjawaban Pemimpin Negara Terkait Dengan Kejahatan Perang
Pasal 25 ayat (1), (2), dan (3) Statuta Roma 1998 ditegaskan kembali bahwa
dari pengadilan pidana internasioan adalah individu atau person. Berikut ini kutipan
Perorangan):
(1) The court shall have jurisdiction over natural person pursuant to this Statue.
(2) A person who commits a crime within the jurisdiction of the Court shall be
individually responsible and liable for punishment in accordance with this Statue
(3) In accordance with this Statue, a person shall be criminally responsible and liable
for punishment for a crime within the jurisdiction of the Court if that person:
jawab secara individual dan dapat dikenai pidana sebagaimana diatur dalam statuta
ini.
22
seseorang:
(a) …” Omar Al Bashir merupakan seorang Individu yang menjadi kepala negara
Imunitas kepala negara dan pejabat negara merupakan hak yang diberikan
oleh negara terhadap abdi negara terutama dalam fungsinya sebagai pejabat publik.
granted to a public official;”. Hak imunitas yang diberikan kepada pejabat negara
tertentu untuk memengang jabatan publik. Penghargaan dan keistimewaan ini akan
memberikan keyakinan pada pejabat negara tersebut bahwa tindakan dan kebijakan
yang akan diambilnya demi kepentingan umum didukung sepenuhnya oleh pemerintah
kekuasaan demikian harus dihormati oleh setiap negara lainya yang juga memiliki
kekuasaan tersebut.15
tugas khususnya dalam pengambilan suatu keputusan. Namun, kekebalan ini tidak
berfungsi apabila terjadi pelanggaran hukum demi kepentingan pribadi bukan untuk
14
Putra, Regi Ade. Upaya ICC mengadili Al-Bashir (Presiden Sudan), hlm. 12.
http://www.academia.edu/ 5918265/UPAYA_ICC_MENGAD ILI_AL BASHIR, diakses pada 19
Desember, pukul. 08.05 WIB.
15
Bahar, Aswin. 2015. Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Hak Imunitas Kepala Negara Di
Hadapan Pengadilan International Criminal Court (ICC) (Studi Kasus Omar Al-Bashier). Hlm 38.
Skripsi Universitas Hasanuddin Makasar.
23
kepentingan negara.16
Hak kekebalan dan keistimewaan bagi perwakilan asing di suatu negara pada
tugas dan fungsi dari perwakilan itu sediri di negara penerima. Hukum negara
penerima tidak dapat diberlakukan kepada perwakilan diplomatik, yang berarti tidak
diplomatic agent shall enjoy the same inviolability and protection”. “Kediaman pribadi
dari utusan diplomatik harus memiliki kebebasan dan perlindungan sebagaimana juga
orang yg berkecimpung dibidang diplomasi (menteri luar negeri, duta besar, dsb).
Dampakdampak positif dari pemberian kekebalan hukum itu sendiri bukan berarti tidak
dampak negatif dalam hal kekebalan hukum itu digunakan untuk mendatangkan
terhadap aturan-aturan yang ada tetapi tidak untuk kepentingan negara atau
masyarakat banyak.
penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat negara tersebut hanya digunakan sebagai
tameng pelindung pembenaran atas sikapsikap kebijakannya yang hanya berpihak dan
Beberapa hal yang dapat dilakukan dengan dibentuknya ICC adalah ICC dapat
menjadi lembaga yang dapat menghindari terjadinya impunity yang selama ini
16
Ibid.hlm 5.
24
kejahatan terhadap hak-hak asasi manusia secara internasional.
Permasalahan impunitas ini merupakan salah satu fokus ICC untuk mengadili
aktor individu yang dianggap memiliki peranan penting di suatu negara, hal tersebut
1. Tidak ada satupun aktor individu yang dapat terbebas dari hukum nasional atau
sebuah negara, atau bahkan aktor yang dinyatakan bersalah tersebut merupakan
pengadilan nasional mampu dan mau untuk mengadili, namun apabila pengadilan
nasional atau domestik tidak dapat berfungsi maka pengadilan internasional dapat
2. Jabatan penting yang dimiliki oleh seorang aktor individu, tidak dapat berfungsi
apabila terbukti melakukan pelanggaran dalam level internasional. Fungsi dari ICC
adalah untuk mengadili pelaku individu yang telah melakukan kejahatan serius
dalam level internasional dan melawan atau mencegah terjadinya imunitas bagi
aktor individu yang melakukan kejahatan serius, meskipun aktor individu tersebut
memiliki jabatan khusus atau mempunyai power disuatu negara, seperti contohnya
17
presiden tanggung jawab Omar Al-Bashir, pemimpin negara sebagai individu
tidak terlepas dari monodualistik antara kesalahan dan asas legalitas tesebut.
17
Putra, Regi Ade. Upaya ICC mengadili Al-Bashir (Presiden Sudan), hlm.13.
http://www.academia.edu/ 5918265/UPAYA_ICC_MENGAD ILI_AL BASHIR, diakses 19
Desember 2021, pukul 08.20 WIB.
25
masuk dalam yurisdiksi ICC antara lain, kejahatan perang, kejahatan terhadap
kemanusiaan, dan genosida terdapat dalam Pasal 6 Statuta Roma 1998 tentang
penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau kesehatan, melancarkan
serangan terhadap sekelompok penduduk sipil atau terhadap setiap orang sipil
yang tidak ikut serta secara langsung dalam pertikaian itu, melakukan perkosaan,
kendali efektif terhadap anak buah. Bila kewenangan untuk mengambil tindakan
18
Juwana, Hikmahanto. Tanggung Jawab Pimpinan Dalam Hukum Pidana Internasional :
Kajian Penerapan di Indonesia. Jurnal Hukum Internasional. Hlm. 375.Vol. I Nomor 4 Juli 2004
19
Ibid.hlm 747.
26
menggantikan yurisdiksi pengadilan nasional jika pengadilan nasional telah
a. Ketidakinginan ( unwillingnes)
melindungi orang dari tanggung jawab pidana harus dinilai dengan melihat pada
marjinal" atau "pelaku kecil" daripada orang-orang yang paling bertanggung jawab
saksi dan anggota kehakiman, inkonsistensi antara bukti diajukan dan temuan,
serta tidak efiesiennya sumber daya yang dialokasikan untuk pelaksanaan proses
sungguh dari pengadilan nasional tempat terjadinya suatu kejahatan yang diatur
27
dipertanggungjawabkan sehingga bertentangan dengan maksud dan tujuan
b. Ketidakmampuan (inability)
Keputusan ICC untuk mengeluarkan surat penahanan atas diri Omar Al- Bashir,
merupakan sejarah tersendiri atas adanya upaya pengesampingan hak imunitas yang
melekat pada kepala negara yang masih berkuasa. Hal ini bermula dari keputusan DK
PBB untuk menyikapi situasi yang terjadi di Darfur, Sudan. Konflik berkepanjangan di
perdamaian dunia, sehingga berdasarkan Bab VII Piagam PBB, DK PBB merasa perlu
untuk merespon situasi tersebut dengan mengeluarkan resolusi DK PBB No. 1953
Resolusi tersebut dikeluarkan untuk memenuhi keentuan Pasal 13(b) Statuta Roma
“ A situation in wich one more of such crimes appears to have been commited is
referred to Prosecutor by the Security Council acting under Chapter VII of the Charter
of the United Nation (sebuah situasi terhadap satu atau lebih pejabat yang tundukpada
Penuntut umum ICC pun kemudian menyikapi resolusi DK PBB kepala ICC
28
tersebut dengan melakukan investigasi berdasarkan Pasal 53 Statuta Roma 1998 dan
berdasarkan Pasal 25 (3)(a) dan mengeluarkan surat penahanan pada tanggal 4 maret
200920.
Resolusi DK-PBB N0. 1593 dengan tegas menyatakan bahwa Pemerintah Sudan
harus bekerja sama secara penuh dengan ICC dalam proses penyidikan dan
bukanlah negara Pihak dari Statuta Roma, engan demikian Sudan tidak memiliki
kewajiban apapun untuk tunduk pada ketentuan yang ada dalam Statuta Roma.
Meskipun demikian, Sudan telah menjadi anggota PBB sejak tanggal 12 Nopember
1956. Sehingga meskipun Sudan bukan merupakan Negara Pihak Statuta Roma,
namun Sudan harus mengikuti ketentuan yang ada di dalam Resolusi DK PBB No
kasus pertama DK-PBB memicu ICC untuk menyelidiki sebuah kasus berdasarkan
Pasal 13 (b) Statuta Roma 1998 yaitu “Suatu situasi (kasus) di mana satu atau lebih
kejahatan yang tampak telah dilakukan tersebut diteruskan kepada Penuntut Umum
oleh Dewan Keamanan yang bertindak berdasarkan Bab VII Piagam Perserikatan
BangsaBangsa”.
tunduk pada ketentuan tersebut dan menuruti DK-PBB untuk bekerjasama dengan
ICC.21
20
Fajar Rulandika, Putra. Penerapan Immunity Rights Kepala Negara Di Hadapan International
Criminal Court (ICC) Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional (Studi Kasus Upaya Penangkapan
Presiden Sudan Omar Al-Bashir Oleh ICC), hlm. 12. hukum.studentjournal.ub.ac.id/ind
ex.php/hukum/article/view/812, diakses pada 19 Desember 2021 pukul 09.48 WIB
21
Ibid.hlm 17.
29
Pasal 25 Piagam PBB menyatakan bahwa seluruh Negara anggota PBB
menyetujui untuk menerima dan menjalankan ketentuan yang dikeluarkan oleh DK-
PBB. Tentu saja hal ini termasuk dengan Resolusi DK-PBB No. 1593 yang merupakan
keputusan yang dikeluarkan oleh DK-PBB. Resolusi ini merupakan konsekwensi yang
lahir dari ketentuan Pasal 13 (b) dari Statuta Roma 1998 yang memberikan wewenang
Bab VII Piagam PBB sendiri mengatur mengenai wewenang DK-PBB untuk
penahanan terhadap Omar Al-Bashir oleh ICC sudah memenuhi ketentuan yang diatur
Pengajuan kasus oleh DK PBB melalui Resousi DK No. 1593 tahun 2005
berlandaskan pada pasal 13(b) Statuta Roma 1998 memungkinkan ICC menerapkan
yuriskdiksinya, dalam hal ini di Sudan, meskipun Negara Sudan bukan menjadi negara
Pihak Statuta Roma 1998. Penangkapan dan Penahanan itu sendiri dilakukan demi
oleh sidang Pra-Peradilan. Dengan demikian status surat penangkapan ICC terhadap
Omar AlBashir selaku Kepala Negara Sudan adalah sah menurut hukum internasional.
ICC memiliki tiga cara yang telah dilakukan untuk mengupayakan terjadinya
diberikan oleh DK PBB terhadap ICC melalui resolusi 1593, sehingga nantinya ICC
30
2. Setelah ICC mendapatkan yuridiksi di Sudan dan melakukan investigasi dengan
mendapatkan bukti-bukti, maka ICC dapat menjalankan proses pra peradilan yang
sebagai mana telah dilakukan oleh ICC terhadap Al Bashir yaitu Pre Trial Chamber
3. Karena ICC merupakan lembaga peradilan pidana internasional yang dibuat oleh
melakukan kerjasama, seperti contohnya apabila target utama ICC yaitu Al Bashir
ICC maka, negara tersebut wajib untuk menangkap Al Bashir dan menyerahkan
individu tersebut kepada ICC. Upaya-upaya atau jalan tersebut akan dilakukan oleh
22
Putra, Regi Ade. Upaya ICC mengadili Al-Bashir (Presiden Sudan),http://www.academia.edu/
5918265/UPAYA_ICC_MENGAD ILI_AL BASHIR,hlm.18. Diakses pada 19 Desember 2021.
Pukul 10.15 WIB
31
BAB D
PENUTUP
D.1. KESIMPULAN
1. Pemimpin negara adalah individu yang merupakan subjek hukum internasional dan
menyatakan bahwa tidak seorang individu yang dapat terbebas dari hukum
peranan penting dan imunitas di sebuah negara. Omar Al-Bashir dapat dimintakan
pimpinan.
buahnya.
2. ICC dapat mengadili Omar Al Bashir walaupun Sudan tidak meratifikasi Statuta
Roma 1998 karena dalam situasi disebut Jaksa ICC langsung oleh Dewan
Keamanan PBB, Sudan yang meratifikasi Piagam PBB harus tunduk oleh perintah
Dewan Keamanan PBB. Sudan telah menjadi anggota PBB sejak tanggal 12
Statuta Roma, namun Pasal 25 Statuta Roma dapat menjerat Omar Al-Bashir
32
sebagai seorang Individu dan Sudan harus mengikuti ketentuan yang ada di dalam
surat perintah penahanan atau surat panggilan menghadap oleh sidang Pra-
Peradilan.
Dengan demikian status surat penangkapan ICC terhadap Omar Al- Bashir
selaku Kepala Negara Sudan adalah sah menurut hukum internasional. Hambatan
D.2. SARAN/REKOMENDASI
Hambatan ICC menyelesaikan kasus Omar Al Bashir karena Sudan bukan negara
yang meratifikasi Statuta Roma, maka hendaknya Statuta Roma 1998 disepakati untuk
meratifikasi Statuta Roma 1998 dan menganggap dirinya tidak berhak untuk diadili
berdasarkan kejahatan internasional Intervensi dari negara lebih baik dibatasi atas
perintah Dewan Keamanan PBB dan Mahkamah Pidana Internasional agar waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan kasus kejahatan lebih singkat, dan keadilan lebih
ditegakkan lagi.
33
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Hiariej, Eddy O.S. 2009, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Jakarta:ICRC
B. JURNAL
International Criminal Court (ICC) Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional (Studi
Kasus Upaya Penangkapan Presiden Sudan Omar Al-Bashir Oleh ICC), hlm.
12.
2004.
Putra, Regi Ade. Upaya ICC mengadili Al-Bashir (Presiden Sudan), hlm. 12.
34
http://www.academia.edu/ 5918265/UPAYA_ICC_MENGAD ILI_AL BASHIR,
Bahar, Aswin. 2015. Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Hak Imunitas Kepala
Septianto,Rendi. 2010. Keberlakukan Statuta Roma 1998 Pada Negara Yang Belum
Airlangga, Surabaya.
D. KAMUS
Black, Henry Campbell.1968. Black’s Law Dictionary Definition of the Terms and
West
E. UNDANG-UNDANG
Statuta Roma 1998 (Rome Statue Of The International Criminal Court 1998)
35