Anda di halaman 1dari 2

3.2.

1 Pengadilan Omar Al-Bashir oleh ICC

Pada Pasal 1 Statuta Roma 1998 diketahui bahwa ICC merupakan suatu
lembaga permanen dan mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan yurisdiksinya
atas orang-orang untuk kejahatan yang paling serius yang menjadi perhatian
internasional, sebagaimana dicantumkan dalam statute ini, dan merupakan
pelengkap terhadap yurisdiksi kejahatan nasional. Diketahui juga dalam Pasal 5
dikualifikasikan bahwa mahkamah mempunyai yurisdiksi sesuai dengan statuta
berkenaan dengan kejahatan-kejahatan berikut: Kejahatan Genosida, Kejahatan
terhadap Kemanusiaan, Kejahatan Perang, Kejahatan Agresi.

Pada Maret 2009, Hakim Pengadilan Kriminal Internasional (ICC)


mengeluarkan surat perintah kepada Presiden Sudan Omar Al - Bashir atas dasar
perbuatan kejahatan perang (War Crimes) terkait dengan mendalangi kampanye
pembantaian, pemerkosaan, dan penjarahan sepanjang enam tahun konflik pada
Darfur tahun 2003.1 Menurut Pasal 5 Statuta Roma 1998, perbuatan yang telah
dilakukan oleh Omar Al – Bashir merupakan kualifikasi sebagai bentuk kejahatan
kemanusiaan. Dalam hal ini kejahatan kemanusiaan menentukan bahwa terjadi
pelanggaran HAM berat yang dimana pelanggaran tersebut termasuk dalam
yurisdiksi Mahkamah dikarenakan kejahatan tersebut merupakan kejahatan paling
serius yang mengakibatkan masyarakat internasional secara luas. Pada tanggal 31
Maret 2005, DK PBB merespon situasi ini dengan mengeluarkan DK PBB No.
1953. Hal ini untuk memenuhi ketentuan Pasal 13 huruf b Statuta Roma 1998. 2

Penuntut umum ICC pun kemudian menanggapi resolusi DK PBB kepala


ICC tersebut dengan melakukan investigasi. Investigasi ini berdasarkan Pasal 53
Statuta Roma 1998 dan aturan ICC, kemudian memutuskan berdasarkan “surat
permintaan penuntutan berdasarkan pasal 58” bahwa Omar Al Bashir dianggap

1
Rendy Septiano, Skripsi: “Keberlakuan Statuta Roma 1998 pada Negara yang belum meratifikasi
(Studi Kasus Presiden Sudan Omar Hassan Al Bashir)” (Surabaya : UNAIR, 2010), Hal. 11.

2
Anggreni, I, Mangku, D., & Yuliartini, N. 2019. Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Pemimpin
Negara Terkait Dengan Kejahatan Perang Dan Upaya Mengadili Oleh Mahkamah Pidana
Internasional (Studi Kasus Omar Al-Bashir Presiden Sudan). e-Journal Komunitas Yustisia
Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Hukum (Volume 2 No. 3 Tahun 2019).
bertanggungjawab berdasarkan Pasal 25 ayat 3 huruf (a) dan mengeluarkan surat
penahanan pada tanggal 4 Maret 2009 (Rulandika, 2014:12). Dalam isi resolusi
DK-PBB No. 1593 tersebut menyatakan bahwa Pemerintah Sudan harus bekerja
sama dengan ICC. Jadi, walaupun Negara Sudan tidak meratifikasi adanya Statuta
Roma 1998, Negara Sudan tetap harus bertanggung jawab dan menjadi negara
yang tunduk dan berpihak Statuta Roma 1998 dikarenakan Sudah telah menjadi
anggota PBB sejak tanggal 12 November 1956. Hal ini didasarkan dalam Pasal 25
Piagam PBB bahwasanya seluruh negara anggota PBB menyetujui untuk
menerima dan menjalankan ketentuan yang dikeluarkan oleh DK-PBB.
Setelahnya, dalam Pasal 58 Statuta Roma dilakukan penangkapan dan penahanan
terhadap Omar Al – Bashir dengan surat perintah penahanan atau surat panggilan
menghadap oleh sidang Pra-Peradilan. Dalam hal ini status surat penangkapan
Omar Al – Bashir menjadi sah menurut hukum internasional.

Anda mungkin juga menyukai