Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP HAK IMUNITAS KEPALA

NEGARA DI HADAPAN MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL

(Studi Kasus Upaya Penangkapan Presiden Sundan Omar Al-Bashir oleh ICC)

Oleh:

Siti Nadyah (20180610083)


Chandeni Milenia A (20180610143)
Haney Fuza Primadiane (20180610144)
Lisa Devilia (20180610154)

PENDAHULUAN

Hubungan antar Negara satu dengan lainnya atau hubungan internasional dalam

berbangsa dan bernegara adalah hal lumrah akan terjadi itulah mengapa perlu adanya

hukum untuk mengatur hubungan internasional tersebut agar tidak timbul perselisihan

atau kerengangan dalam menjalankan hubungan internasional sehingga tercapai

perdamaian maupun keamanan internasional. Salah satu bentuk perjanjian internasional

adalah statuta Roma yang mendasari didirikannya Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

Sejak berlaku tahun 2002, hingga sekarang Statuta Roma sudah diratifikasi oleh 123 negara.1

International Criminal Court atau ICC merupakan lembaga peradilan pidana

international yang dibentuk oleh negara-negara yang memliki tujuan yang sama, yaitu

memberikan kemananan bagi seluruh masyarakat internasional atau global civil society.

Terdapat 4 (empat) Yurisdiksi kejahatan yang dianggap serius oleh Mahkamah Pidana

Internasional yaitu: The crime of genocide, Crimes against humanity, War crimes, The crime

of aggression.2

1
Situngkir.D.A. Urgensi Ratifikasi Statuta Roma Bagi Indonesia. UIR Law Review, 2,378
2
Pasal 5 Statuta Roma.
Mahkamah Pidana Internasional merupakan Keberadaan yang dianggap sebagai

pengadilan pidana internasional pertama bersifat permanen dan merupakan cara yang efektif

dalam perlindungan terhadap hak asasi manusia karena Keberadaan Mahkamah untuk

menghilangkan kekebalan (impunity) yang dimiliki pelaku atau orang yang harus menjadi

pelaksana atas apa yang selama ini sulit diadili melalui proses peradilan.

Pada Konvensi Wina 1961 hak imunitas yaitu bentuk kekebalan yurisdiksi pidana

serta perdata serta tidak bisa diganggu sama sekali. Tidak cuma dirasakan oleh pejabat tetapi

juga anggota keluarganya. Untuk kekebalan serta keistimewaan para pejabat negara-negara

bisa diklasifikasikan pada 2 arti, yakni immunity serta inviolability. immunity dimaksudkan

sebagai kekebalan kepada yurisdiksi pengadilan negara penerima baik dalam bidang hukum

pidana maupun bidang hukum keperdataan. Sementara inviolability Cuma ditujukan

kekebalan kepada unsur-unsur pemerintah atau alat kekuasaan negara penerima, serta

kekebalan kepada semua gangguan yang bisa merugikan juga hak guna memperoleh

perlindungan atas aparat pemerintah negara penerima.

Dengan artian, kepala negara serta pejabat pemerintahan tidak terikat terhadap

regulasi negara lain. Hak imunitas tersebut diberikan oleh hukum internasional. berlandaskan

Genewa Convention on Diplomatic Relation 1961 (Konvensi Jenewa 1961). 3 Hak imunitas

secara umum mempunyai makna jika para pimpinan negara, pejabat pemerintahan memiliki

kekebalan atas sejumlah hukum yurisdiksi pada negara lain.

Pejabat negara yang menikmati kekebalan hukum adalah aspek kebebasan guna

berbuat yang diberikan oleh pemerintah negara. Kekebalan ditujukan guna menghindari

kebiasaan pejabat kepada good will pemerintah sebab kebiasaan bisa berdampak untuk

3
Anugrah Andara Putra, Penerapan Hak Imunitas yang dimiliki oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Urgensi Forum Previlegiatum, Diponegoro Law Review, Vol. 5, No. 2, (Januari, 2016),
hlm. 5.
kelancaran realisasi tugas terutama pada penentuan sebuah kebijakan. Kekebalan itu

ditujukan supaya pejabat itu bisa menjalankan pekerjaannya.4

kepentingan pribadi dan kelompok serta golongan tertentu yang mengimplikasikan

Pelanggaran hukum yang dilakukan seorang pejabat negara tersebut, bukan demi kepentingan

negara, Kekebalan hukum itu tidak dapat berfungsi. Salah satu contoh kasus yang terkait

dengan imunitas kepala Negara yaitu Presiden Sudan yang diduga menlanggar kejahatan

Kemanusiaan serta Kejahatan Genosida di Darfur oleh Jaksa ICC Luis Moreno. Perkara yang

menimpa Presiden Sudan Omar Al-Bashir berujung pada dibuatnya surat perintah

penangkapan untuk Omar Al-bashir oleh ICC.

Kesalahan yg di lakukan Omar Al-bashir melakukan suatu tindak pidana internasional

yang masuk dalam ICC seperti kejahatan terhadap kejahatan perang, pembantaian serta

kemanusiaan kepada suatu bangsa dan suku dengan tujuan memusnahkan bangsa tersebut dan

di lakukan dengan kesengajaan kejahatan itu sangat berat dalam pelanggaran ham.

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Penyelesaian Kasus Presiden Omar Al-Bashir Kepala Negara Sudan oleh

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait Hak Imunitas ?

Pembahasan
4
Sumaryo Suryokusumo, 1995, Hukum Diplomatik Teori dan Kasus, Penerbit Alumni-Bandung, hal 56
Kronologi Kasus

Konflik atas tuduhan Omar Al-Bashir tersebut dimulai atas krisis yang terjadi pada

daerah negara Sudan terkhususnya daerah darfur. Sejumlah hal misalnya perubahan keadaan

secara drastis, kekeringan, politik peluang politik, serta pertumbuhan yang cepat, secara

regional merupakan sejarah konflik dinegara Sudan.

Lalu, letak kawasan yang sisi barat Sudan ini berubah jadi lokasi yang terasingkan

oleh karena minimnya perhatian dan tirani bagi warga nonarab dari pemerintah Sudan. 5 Yang

kemudian keadaan ini menyebabkan berdirinya 2 organisasi pemberontak selaku wujud

perlawanan dari ketidakadilan yang dialami daerah itu, yakni Justice and Equality Movemen

(JEM) dan Sudan Liberation Army (SLA) pada awal tahun 2003. Kedua kelompok

pemberontak ini memulai perlawananya dan berhasil menguasai kota Gulu pada awal

Februari tahun 2003.

Pemerintah Sudan yang belum siap guna melakukan tindakan balasan disebabkan

minimnya aparat militer, melibatkan suku-suku sekitar guna turut menyerang pemberontak.

Suku-suku tersebut yaitu, suku nomaden Arab6 untuk diposisikan milisi. Milisi ini yang

selanjutnya dinamakan "Janjaweed" adalah mayoritas yang personilnya diambil atas Suku

Arab Baggara. Janjaweed ini berperan guna menunjang pemerintah Sudan selanjutnya

menciptakan persoalan baru khususnya pada pelanggaran HAM berat, bukan hanya

pemberontak yang menjadi fokus penyerangan tetapi juga penduduk sipil turut menjadi

korban serangan.7

Permasalahan Penyelesaian

5
Kriminalisasi-Presiden-Sudan matanews.com/ diakses pada, 14 Januari 2021
6
Sudan Memprotes ICC, KOPAS.Com, Jum’at 6 Maret 2009. diakses pada 14 Januari 2021
7
Kejahatan yang Memicu Eksodus,, Kompas.com . Jum’at 6 Maret 2009. diakses, 14 Januari 2021
Prinsip non-impunity yang dianut Statuta Roma sebagaimana yang dituangkan pada

Preamble Statuta Roma pada alinea kelima, “to put an end to impunity for the perpetrators of

threes crimes” Alinea kelima tersebut adalah dampak logis atas ketentuan alinea keempat,

yang menyatakan, “that the most serious crimes of concern to the international community as

a whole must not go unpunished”. Prinsip “non-impunity” mengimplikasikan dampak logis

dari hasil penyelidikan perkara pelanggaran berat HAM yang mengharuskan sampai pada

“senior state officials” di negara yang tersebut alhasil ICC membutuhkan kerjasama atas

negara tersebut guna melakukan penangkapan juga penahanan kepada tersangka.8

Didalam istilah “par in parem non habet imperium” (an equal has no power over an

equal), aspek imunitas di Statuta Roma ini tidak bisa diterima sebab ICC yang mempunyai

kewenangan serta berperan untuk menjalankan yurisdiksi atas perbuatan penangkapan juga

penahanan itu (pada aspek unwilling serta inability negara).9 Implementasinya sudah jelas

bahwa prinsip ini bertolak belakang terhadap hak imunitas bagi yang mempunyai kedudukan

publik seperti pada kasus Presiden Sudan Omar Al-Bashir lalu berujung dengan ditetapkan

sebagai pelaku utama.

Upaya Penyelesaian

Penyelesaian krisis yang terjadi di Darfur langsung dilakukan oleh PBB. Dewan

Keamanan PBB serta Perdamaian Uni Afrika selanjutnya mendirikan African Union Mission

in Sudan berperan dalam campur tangan atau pengambilan andil secara langsung dalam krisis

Darfur. Kemudian pada tanggal 8 April 2004 dibarengi dengan kesepakatan Humanitarian

Ceasefire Agreement diantara pemerintah Sudan serta 2 organisasi pemberontak, yakni SLA

juga JEM.

8
Gunawan, Yordan, 2021, Hukum Internasional: Sebuah Pendekatan Modern, Yogyakarta, LP3M Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, hlm. 14
9
Pasal 17 Statuta Roma
AMIS menganggap kesepakatan tersebut jadi landasan guna beroperasi dengan

agenda pokoknya pengawasan implementasi perjanjian tersebut serta menjadikan Ceasefire

Monitoring Commission sebagai bentuk pelaporan pelanggaran. Tetapi, perjanjian kemudian

menjadi pecah usai para pemberontak mengadakan pelanggaran-pelanggaran seperti,

provokasi pada pemerintah sampai tentara UA (Uni Afrika) terbunuh oleh karena perjanjian

itu dianggap tidak memuaskan apalagi usai mempelajari perjanjian yang dilaksanakan oleh

kedua belah pihak yaitu, pemerintah Sudan terhadap The Sudan People’s Liberation Army.

Pemberontak di Sudan terkhususnya kawasan selatan, bisa mengakomodirkan harapan dari

SPLA pada kawasan selatan dan berujung pada berakhirnya Omar Al- Bashir yang

menyandang posisi pimpinan SPLA selaku pejabat senior pada pemerintahan di Sudan. Guna

mengakhiri krisis Darfur tersebut telah melalui berbagai upaya tetapi malah bertambah rumit

apalagi dengan sikap pemerintah Sudan yang tidak memperbolehkan pengintervensian atas

pihak luar dari segala kepentingan yang terjdai pada negerinya sebagai contoh adalah

penolakan pada tahun 2007 terhadap kedatangan tentara perdamaian PBB serta UA di

Darfur.10

Krisis kemanusiaan di Darfur ini yang selanjutnya mengakibatkan pada tanggal 14

Juli 2008, Jaksa ICC menyatakan 10 (sepuluh) ddugaan kejahatan perang kepada Presiden

Sudan Omar Al- Bashir. Kesepuluh dugaan itu terbentuk atas 2 (dua) dugaan terhadap

kejahatan perang, 3 (tiga) dugaan terhadap genosida dan5 (lima) dugaan terhadap kejahatan

kemanusiaan.

Pernyataan Jaksa ICC jika Omar Al-Bashir adalah pelaku utama sekaligus yang

mengetuai misi peruntuhan 3 kelompok suku di Darfur yang dikategorikan berdasarkan

mayoritas kesukuan mereka adalah non arab.11 7 (tujuh) Sebelum itu, Jaksa ICC juga
10
“AMIS”, African Union Mission in The Sudan, dalam www.amis -sudan.org, diakses pada tanggal 14 Januari
2021
11
Peter Walker, "Darfur genocide charges for Sudanese president Omar Al-Bashir",
http://www.guardian.co.uk/world/2008/jul/14/sudan.warcrimes1?gusrc=rss&feed=worldnews,
mengeluarkan suratperintah penangkapan pada Ahmed Haroun sebagai mantan Mendagri

Sudan, yang saat ini berposisi selaku Menteri Humaniter Sudan, serta Kepala Milisi

Janjaweed Ali Kushavb saat bulan April 2007 terhadap dugaan kejahatan kemanusiaan serta

kejahatan peperangan.12 namun pemerintah Sudan menyangkal dalam penyerahan kedua

warga negaranya itu ke Den Haag menggunakan dalil ICC yang tidak mempunyai

kewenangan atas Sudan.

ICC yang memiliki yuridiksi untuk pelaksanaan pengadilan bagi para pelaku

kejahatan dengan catatan kejahatan tersebut dilakukan pada wilayah negara yang merupakan

anggota ICC atau pada wilayah negara non anggota yang telah menyatakan persetujuan untuk

menerima yuridiksi pengadilan atas kejahatan tersebut. Namun dengan adanya kejahatan

serius dalam suatu negara yang berimplikasi mengancam perdamaian dan keamanan

internasional akan melakukan pertimbangan bagi DK PBB dalam mengajukan atau

menggambarkan situasi tersebu pada ICC sesuai piagam PBB bab VII dengan memberikan

yuridiksi.13

Karena ICC berperan sebagai suatu pengadilan yang permanen dan dibentuk memiliki

maksud guna pemwujudan perdamaian juga keamanan internasional.14 Tujuan ini yang

kemudian sejalan terhadap pengakuan dalam Statuta Roma dengan menekankan jika

pelanggaran kepada kejahatan serius bisa menggoyahkan sistem penatanan masyarakat

internasional serta perbaikan kondisi sebab terdapatnya penegakan terhadap keadilan

dipandang sebagai suatu keperluan.

www.guardian.co.uk, diakses pada tanggal 14 Januari 2021


12
International Criminal Court Names First War Crimes Suspectsin Dafur,
http://www.wwan.cn/apps/news/story.asp?NewsID=21692&Cr=darfur&Cr1=, www.wwan.cn, diakses pada
tanggal 14 Januari 2021
13
Fadel, A. e. 2010. Opinion : I Blame Bashir. Jurnal Online
14
Preamble Statuta Roma
Dalam konferensi di Roma terdapat 3 golongan pemikiran negara-negara yang

mengikuti proses konferensi Roma. Golongan pertama diwakilkan negara maju seperti

Kanada dan Norwegia yang setuju dalam pembentukan ICC yang memiliki kewenangan atau

yuridksi melewati batas negara, golongan kedua adalah golongan negara-negara anggota dari

Security Council kecuali Inggris yang menginginkan kewenangan ICC juga harus

berdasarkan pemikiran anggota DK PBB, dan golongan terakhir diwakili negara-negara

berkembang seperti India dan Meksiko yang setuju atas sifat independen yang dilakukan oleh

ICC.15

Kemudian ICC ditetapkan sebagai sebuah lembaga pengadilan internasional

independen yang bermarkas di Den Haag, Belanda dimana hal tersebut mempertegas bahwa

ICC tidak akan menerima adanya kepentingan dari para negara-negara anggota. Disisi lain

ICC bukan sebuah pengadilan utama dalam penanganan sebuah kasus di suatu negara,

melainkan pengadilan terakhir yang bergerak atas permintaan negara yang terkait atau negara

yang terkait itu tidak dapat atau tidak mau melakukan pengadilan bagi aktor individu yang

melakukan tindak kejahatan serius dalam level internasional.16

ICC memiliki tiga cara yang telah dilakukan untuk mengupayakan terjadinya

pengadilan terhadap aktor-aktor yang bertanggung jawab, khususnya Omar Al-Bashir. Ketiga

cara atau upaya tersebut adalah :17

1) Pintu utama untuk mendapatkan yuridiksi di Sudan adalah pereferensian yang

diberikan oleh DK PBB terhadap ICC melalui resolusi 1593, sehingga nantinya ICC

15
Kirsch, P., & Holmes, J. T. (1999). The Rome conference on an international criminal court: the negotiating
process. The American Journal of International Law, 93(1), 2-12.
16
Totten, C. D., & Tyler, N. (2008). Arguing for an integrated approach to resolving the crisis in Darfur: the
challenges of complementarity, enforcement, and related issues in the International Criminal Court. The Journal
of Criminal Law and Criminology, 1069-1118.
17
Anggreni, I. A. K. N., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Analisis Yuridis Pertanggungjawaban
Pemimpin Negara Terkait Dengan Kejahatan Perang Dan Upaya Mengadili Oleh Mahkamah Pidana
Internasional (Studi Kasus Omar Al-Bashir Presiden Sudan). Jurnal Komunitas Yustisia, 2(3), 227-236.
akan menggunakan resolusi tersebut untuk melakukan proses investigasi. Hal tersebut

dikarenakan Sudan bukan negara anggota ICC.

2) Setelah ICC mendapatkan yuridiksi di Sudan dan melakukan investigasi dengan

mendapatkan bukti-bukti, maka ICC dapat menjalankan proses pra peradilan yang

sebagai mana telah dilakukan oleh ICC terhadap Al Bashir yaitu Pre Trial Chamber

ICC No. 02/05-01/09 tanggal 4 Maret 2009.

3) Karena ICC merupakan lembaga peradilan pidana internasional yang dibuat oleh

negara-negara, maka ICC memiliki anggota berupa negara-negara yang dapat

melakukan kerjasama, seperti contohnya apabila target utama ICC yaitu Al Bashir

melakukan perjalanan politik ke negara-negara yang merupakan negara anggota ICC

maka, negara tersebut wajib

Sebagaimana pasal 25 Piagam PBB menyebutkan jika semua bangsa anggota PBB

menyepakati penerimaan serta penjalanan ketetapan sesuai dengan dibuat oleh DK-PBB. Hal

tersebut tergolong pada Resolusi DK-PBB No. 1593 dengan keputusan yang dibuat oleh DK-

PBB. Resolusi adalah konsekuensi yang timbul pada muatan Pasal 13 (b) Statuta Roma 1998

yang memberi kewenangan terhadap DK-PBB dalam pengajuan suatu “Situasi” pada ICC

yang berjalan mengacu pada Bab VII Piagam PBB. Pada Bab VII Piagam PBB menentukan

tentang wewenang DK-PBB dalam pengambilan perbuatan jika berhubungan terhadap

ancaman pada perdamaian, tindakan agresi, dan pelanggaran perdamaian.

Setelah mendapatkan yuridiksi dari DK PBB, Jaksa penuntut ICC, Moreno Ocampo,

melakukan investigasi di Sudan dengan menemukan bukti-bukti kejahatan serius yang

dilakukan Al Bashir berupa data yang berisikan ide-ide dan strategi yang dibuat oleh Al

Bashir untuk melancarkan serangan secara sistematis kepada etnis Fur, Masalit dan

Zaghawa.18
18
artikel situs online resmi Mahkamah Pidana Internasional yang berjudul “ICC Prosecutor presents case against
Sudanese President, Hassan Ahmad Al Bashir, for genocide, crimes against Humanity dan War Crimes”
Sesuai aturan ICC dan Pasal 53 Statuta Roma 1998, memutuskan berlandaskan “surat

permintaan penuntutan berdasarkan pasal 58” yang menyatakan Omar Al Bashir sebagai

pelaku utama yang bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan Pasal 25 (3)(a) serta di

tanggal 4 maret 2009 menerbitkan surat penahanan. Resolusi DK-PBB N0. 1593 menyatakan

secara tegas jika Pemerintah Sudan mengharuskan bekerja sama penuh terhadap ICC pada

pelaksanaan proses penyidikan serta penuntutan sesuai dengan resolusi itu. Pengharusan

pernyataan lagi tentang Sudan bukanlah negara Pihak dari Statuta Roma, berdasarkan

pernyataan tersebut berarti Sudan sudah tidak mempunyai keharusan sedikitpun guna patuh

terhadap ketentuan pada Statuta Roma.

Penangkapan serta penahanan tersebut dilaksanakan untuk memperlancar proses

peradilan, serta pemerhatian tentang ketentuan Pasal 458 Statuta Roma tentang pemberian

perintah penahanan atau panggilan pengadilan pada sidang praperadilan. Karena itu, sudah

sesuai dengan hukum internasional, surat perintah penangkapan Omar Al-Bashir (Omar

AlBashir) oleh ICC berjalan efektif sebagai Presiden Sudan.

Omar Al-Bashir selaku Presiden memiliki keahlian dan pengetahuan dalam

pencegahan kejahatan tersebut atau melakukan upaya-upaya, Pengadilan Kriminal

Internasional berpendapat Omar Al-Bashir telah berkontribusi dalam kejahatan yang

diperbuat olehnya di Sudan. Menurut Pasal 25, paragraf 33 (b) dalam Statuta Roma, Omar

Al-Bashir didakwa sebagai pelaku utama (pelaku tidak langsung dan pelaku tidak langsung)

dan merupakan kejahatan.19

Meratifikasi Statuta Roma adalah suatu cara bagi negara dapat memenuhi ketentuan

sebagai anggota Mahkamah Pidana Internasional. Hal ini dikarenakan Mahkamah Pidana

Internasional merupakan lembaga yang lahir melalui perjanjian internasional, oleh karena itu

19
Bahar, A. (2015). Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Hak Imunitas Kepala Negara Di Hadapan
Pengadilan International Criminal Court (ICC) (Doctoral dissertation).
jika suatu negara ingin tunduk pada yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional, negara yang

bersangkutan wajib meratifikasi Statuta Roma terlebih dahulu. karenanya, ketentuan Statuta

Roma yang berlaku di bangsa-bangsa yang telah meratifikasi Statuta Roma dan atau bangsa-

bangsa yang telah mengakui kewenangan Mahkamah Pidana Internasional berdasarkan

muatan Pasal 12 (3) Statuta Roma. 20

Sudan sebagai suatu negara, bukan merupakan bagian dari pihak dalam Statuta Roma,

akibatnya ketentuan Statuta Roma tidak berlaku untuk Sudan serta tidak mempunyai

keharusan guna bekerjasama terhadap Mahkamah Pidana Internasional. Perjanjian

internasional tidak mencantumkan kewajiban atau hak kepada negara ketiga tanpa ratifikasi

internasional sesuai terhadap Pasal 234 Konvensi Wina 1969, Oleh karena itu, dapat

disimpulkan regulasi Statuta Roma tidak berlaku untuk Sudan dengan kondisi apapun.

Namun, Sudan merupakan anggota PBB dari tanggal 12 Nopember 1956. Alhasil

Sudan wajib tunduk regulasi yang terdapat pada Resolusi DK PBB No 1593 sebab Sudan

adalah Negara anggota PBB walaupun Sudan bukan Negara Pihak Statuta Roma.

Pelaksanaan Resolusi DK-PBB No. 1593 tentang situasi di Darfur adalah perkara perdana

DK-PBB yang membuat ICC menyelidiki perkara berlandaskan Pasal 13 (b) Statuta Roma

1998 yaitu “Suatu situasi (kasus) di mana satu atau lebih kejahatan yang tampak telah

dilakukan tersebut diteruskan kepada Penuntut Umum oleh Dewan Keamanan yang bertindak

berdasarkan Bab VII Piagam Perserikatan BangsaBangsa”. Meskipun Sudan bukan anggota

Statuta Roma 1998 dan menolak atas resolusi itu, tetapi selaku negara anggota PBB Sudan

harus tunduk terhadap ketetapan itu serta mengikuti DK-PBB dalam bekerjasama terhadap

ICC. 21

20
Rulandika, P. (2014). Hak Kekebalan (Immunity Right) Kepala Negara Di Hadapan Yurisdiksi International
Criminal Court (ICC) Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional (Studi Kasus Upaya Penangkapan Presiden
Sudan Omar Al-Bashi (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).
21
Ibid
Pada ICC sekarang tidak mengakui istilah imunitas dari kejahatan internasional yang

tergolong kewenangannya. Juga pada kasus Omar Al-Bashir, berdasarkan pasal 27 Statuta

Roma dimana tidak diterimanya hubungan posisi kepala negara selaku kelebihan pembedaan

pelaksanaan statute. Kemudian kasus dapat terus berjalan tanpa hambatan pada realisasi

prosesnya atau dihalangi oleh adanya imunitas yang over atas pemerintah Sudan.

Namun, proses terhadap penahanan ini masih menuai pro dan kontra di dunia

internasional. Bukan sebuaah kejutan, jika penahanan Omar Al-Bashir ini bisa

berkepanjangan karena sebelumnya di Sudan pernah dibuat surat penahanan untuk Ahmad

Harun (Mendagri Sudan) serta Ali Kushayb (pemimpin militer Janjaweed).22

Permasalahan utama pada proses yang berkepanjangan tersebut yaitu dimana

terulangnya praktek impunitas yang waktu timbul dalam sebuah kasus yang menyasar pejabat

negara atau kepala negara yang kemungkinanya cukup besar menilik peran Omar Al-bashir

yang dipandang penting pada proses perdamaian di Sudan, layaknya sebab yang sudah

dikatakan oleh The Sudan Workers Trade Unions Federation and the Sudan International

Defence Group.

Penyelesaian Kasus Kepala Negara Sundan Omar Al- Bashir Dalam Pandangan

Hukum Internasional

ICC adalah pelengakap missing link pada keberadaan sistem hukum internasional,

hingga sebelum berdirinya ICC yang mayoritas oleh ICJ dengan negara selaku pihak yang

berperkara serta ICC tersebut menggunakan Individual responsibility.23 ICC berupaya

menyempurnakan kelemahan serta kekurangan akan pengadilan internasional terdahulu yang

sifatnya ad hoc serta nenggunakan keadilan selektif kepada suatu locus delicti serta tempus

delicti.
22
Surat Perintah Penangkapan ICC-02/05-01/07
23
Sefriani, S. (2007). Yurisdiksi ICC terhadap Negara non Anggota Statuta Roma 1998. Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum, 14(2).
Kofie Anan menyatakan jika ICC selaku, “ a gift of hope to future generations, and a

giant step forward in the march forward universal human right and the rule of law.” Maka

dari itu jika perintah penahanan \ kepada Al-Bashir itu tidak bisa dijalankan dengan syarat

serta realita yang terungkap memenuhi kerangka yuridis berdasarkan Statuta Roma.

Bermodalkan kepercayaan awal kepada proses penahanan ini, ICC bisa mulai menampakkan

eksistensinya selaku aparat hukum internasional.

ICC sebagai mahkamah permanen yang bertujuan sebagai instansi yang berdiri untuk

jangka panjang. Yang dampaknya pada persoalan status hukum akan ICC jadi hal yang

dipandang penting. Sisi lain berkaitan kinerja ICC pada hubungan internasional, pun tentang

seberapa jauh realisasi fungsi dan perwujudan tujuan ICC itu sendiri. Secara umum hal

tersebut dapat dihubungkan terhadap dua aspek yang saling berhubungan, yakni legal

capacity (kapasitas hukum) serta legal personality (personalitas hukum). Personalitas hukum

berkaitan dengan mutu organisasi sebagai subyek hukum internasional sementara

kemampuan hukum yang relevan terhadap kapasitas organisasi internasional dalam

menjalankan perbuatan hukum.

ICC sebagai institusi internasional dan Hukum internasional memiliki International

Legal Personality yang menempatkannya selaku status atau suatu entitas yang dinilai selaku

subyek hukum intenasional khusus dan bisa mempunyai hak juga dibebankan kewajiban

berlandaskan norma hukum internasional. ICC merupakan orgnisasi internasional sehingga

harus bekerja sama dengan Negara maupun organisasi internasional lainnya.

Pembentukan ICC dapat dikategorikan jadi dua, yakni general spirit dan specific

spirit. General spirit dalam pendirian ICC yaitu semangat universal guna mengamankan

penghormatan untuk HAM serta kebebasan dasar, sementara specific spirit dalam Statuta

Roma, menggunakan frasa yang bersifat ”mandatory obligation (kewajiban untuk


melaksanakan)”, tidak memperkenankan negara mengambil alih tanggung jawab individual

atas pihak-pihak yang disinyalir atau sudah terbukti dalam menjalankan pelanggaran HAM

berat yang jadi kewenangan ICC.

Dalam Pasal 27 Statuta Roma 1998 menyatakan bahwa tidak mengakui hak-hak

istimewa yang dipunyai serta menyertai terhadap kedudukan publik seperti kepala negara

atau menteri atau pejabat publik yang ditugaskan atas nama negara pada negara asing.

Regulasi tersebut jelas guna penyelarasan kehendak akan Statuta Roma layaknya pada

Preamble Statuta Roma mengingat jika kekejaman kepada kejahatan-kejahatan di dunia lebih

banyak dijalankan oleh pejabat yang memiliki kewenangan, juga kepala negara.

Regulasi mengenai hak imunitas mempunyai kepentingan yang mendesak pada

praktek kenegaraan.24 Artinya hal itu tidak mutlak dapat diambil oleh seorang pimpinan

negara. Meskipun hukum internasional menerima terdapatnya kekebalan hukum namun

hukum internasional bagi tiap seseorang memiliki kedudukan yang sserupa di hadapan

hukum termasuk pejabat negara yang melanggar hukum internasional tetaplah wajib diproses

berdasarkan ketentuan hukum internasional. Ketentuan ini selanjtnya berkembang pada

praktek pengadilan internasional kontemporer serta Preamble Statuta Roma bissa digunakan

sebagai pedoman dalam perkembangan itu yang memang selanjutnya jadi suatu latar

belakang pendirian ICC.

Berdasarkan azas universal (universal jurisdiction) hukum internasional mengakui

adanya yurisdiksi. Tanpa terkecuali semua negara bisa mengklaim serta menerapkan

yurisdiksinya berlandaskan asas universal. Beberapa perbuatan pidana yang dikarenakan sifat

atau karakteristiknya dimungkinkan dan memperkenankan seluruh bangsa tanpa terkecuali

guna dapat mengklaim yurisdiksinya atas sebuah perbuatan pidana yang bersebrangan

terhadap nilai-nilai kemanusiaan serta keadilan tanpa mengecualikan pelaku (masyarakatnya


24
Preamble Statuta Roma 157.
sendiri atau orang asing), korban (masyarakatnya sendiri atau orang asing), tempat dan waktu

timbulnya.

Kejahatan perang kejahatan kepada perdamaian dunia kejahatan kemanusiaan,

perompakan laut pembajakan udara kejahatan terorisme serta sejumlah kejahatan

kemanusiaan lainnya yang dipandang bisa membahayakan nilai-nilai kemanusiaan serta

keadilan termasuk pada tindak-tindak pidana yang telah dimaksudkan.

Surat perintah penangkapan serta penahanan kepada Omar Al-Bashir oleh ICC telah

sesuai dengan regulasi Statuta Roma 1998. Pengusulan perkara oleh DK PBB lewat Resolusi

DK No. 1593 tahun 2005 yang berdasarkan dengan pasal 13 (b) Statuta Roma 1998

memungkinkan ICC melaksanakan kewenangannya, termasuk Negara Sudan yang bukan jadi

negara Pihak Statuta Roma 1998.

Demi kelancaran proses peradilan penangkapan dan penahanan dilakukan dengan

memperhatikan Pasal 58 Statuta Roma, mengenai pengeluaran Surat perintah penahanan atau

Surat panggilan menghadap oleh sidang Pra-Peradilan. Oleh karena itu status Surat

penangkapan Omar Al-Bashir adalah sah menurut hukum internasional.

PENUTUP

Kesimpulan

Surat perintah penangkapan serta penahanan Omar Al-Bashir oleh ICC sesuai dengan

muatan Statuta Roma 1998. Berlandaskan ketetapan Pasal 13 ( b ) Statuta Roma 1998 Sudan ,
v v 2 v 3 v v v v v

bahkan jika Kesultanan bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma 1998, Pengadilan
v

Kriminal Internasional dapat menerapkan yurisdiksi kasus ini di Sudan. Roma. Oleh karena

itu, menurut hukum internasional, surat perintah penangkapan ICC Omar Al-Bashir sebagai
v v v v v v v
vPresiden Sudan berlaku. Oleh karena itu status Surat penangkapan Omar Al-Bashir adalah

sah menurut hukum internasional. Hambatan ketika penyelesaian kasus Omar Al Bashir

diakibatkan dari kerumitan yang ditimbulkan oleh para pihak yang memiliki kepentingan di

Sudan dan lemahnya motivasi para pihak yang berseteru misalnya pemerintah Sudan,

pemberontak, militer Sudan, serta milisi Janjaweed.

Saran

Hambatan ICC menyelesaikan kasus Omar Al Bashir karena Sudan bukan negara

yang meratifikasi Statuta Roma, maka sebaiknya Statuta Roma 1998 disetujui terhaddap

semua kejahatan yang berkaitan terhadap kejahatan internasional, supaya perberlakuannya

tidak disingkirkan oleh bangsa-bangsa lain dengan dalih tidak meratifikasi Statuta Roma

1998 dan memandang dirinya tidak berhak guna diadili berdasarkan kejahatan internasional

Intervensi dari negara lebih baik dibatasi atas perintah Dewan Keamanan PBB dan

Mahkamah Pidana Internasional agar waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kasus

kejahatan lebih singkat, dan keadilan lebih ditegakkan lagi.

Daftar Pustaka

Buku

Gunawan, Yordan, 2021, Hukum Internasional: Sebuah Pendekatan Modern, Yogyakarta,


LP3M Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Suryokusumo, S, 1995. Hukum Diplomatik Teori dan Kasus. Bandung: Penerbit Alumni.

Jurnal

Anugrah Andara Putra, Penerapan Hak Imunitas yang dimiliki oleh Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Urgensi Forum Previlegiatum, Diponegoro Law

Review, Vol. 5, No. 2, (Januari, 2016), hlm. 5.

Umboh, E. C. (Feb/2019). Hak Imunitas Kepala Negara Yang Melakukan Kejahatan . Lex Et

Societatis Vol. VII/No. 2 .


Kirsch, Philippe & Holmes, T John. 1999. The Rome Conference on an International

Criminal Court: The Negotiating Process. Vol 93

Totten D, Christopher & Tyler, Nicholas.Arguing for an integrated approach to resolving the

crisis in Darfur:The challenges of complementarity, enforcement & related issues in the

International Criminal Court. Volume 98

Artikel online

Artikel situs online resmi International Criminal Court yang berjudul “ICC Prosecutor

presents case against Sudanese President, Hassan Ahmad Al Bashir, for genocide, crimes

against Humanity dan War Crimes”

Bahar, A. (n.d.). Skripsi tinjauan Hukum Internasional Terhadap Hak Imunitas Kepala

Negara Di Hadapan Pengadilan International Criminal Court (Icc) (Studi Kasus Omar Al-

Bashier).

(n.d.). Konvensi Wina 1961, Tengtang Kekebalan Diplomatik .

Kriminalisasi-Presiden-Sudan matanews.com/. (n.d.). Retrieved 12 30, 2020

Lembar Penilaian Sejawat

No Mahasiswa Nama UK 1 UK Presentase Keterangan

Final Bekerja

(0-100)

20180610083 Siti Nadyah Ya Ya 90 Mengerjakan

lengkap

20180610143 Chandeni Milenia Tidak Ya 60 Mengumpulkan

Al-Fatihah materi

20180610144 Haney Fuza Tidak Ya 80 Mengumpulkan


Primadiane materi

20180610154 Lisa Devilia Ya Ya 90 Mengerjakan

lengkap

Anda mungkin juga menyukai