Anda di halaman 1dari 1

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengartikan ‘malu’ sebagai ‘merasa ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

k yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami

sangat tidak enak, hina, dan rendah karena berbuat sesuatu yang kurang baik kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya” (Qs At-Tin: 4-5).

atau kurang benar’.Sementara itu, definisi ‘malu’ menurut Imam An-Nawawi Manusia turun dejarat menjadi binatang, bahkan lebih rendah. Kata Allah,

adalah ‘akhlak mulia yang akan mendorong seseorang untuk meninggalkan “Mereka mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat

keburukan dan mencegahnya dari melalaikan hak para pemiliknya’. Allah, mempunyai mata tetapi tidak digunakan untuk melihat tanda-tanda

Rasa malu sangat ditekankan dalam Islam. Sebuah hadis shahih yang menarik kekuasaan Allah, mempunyai telinga tetapi tidak digunakan untuk mendengar

direnungkan, “Jika kamu tidak memiliki rasa malu, berbuatlah sesukamu” (HR ayat-ayat Allah. Mereka itu bagai binatang,bahkan lebih rendah lagi”(QsAl-

Bukhari). Ada juga hadis lain, “Malu adalah sebagian dari iman” (HR Bukhari dan A’raf:179).

Muslim). Maka dalam kondisi demikian, rasa malu harus senantiasa disuburkan dalam diri

Dengan demikian, tidaklah sempurna iman seseorang jika tidak ada rasa malu kaum beriman. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh rasa malu tidak akan

dalam dirinya. Iman dan malu bagai dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan” (HR Bukhari dan Muslim). Tentu malu

Sebagaimana sabda Rasulullah, “Iman dan malu merupakan pasangan dalam di sini harus bermakna positif. Malu bermakna positif adalah perasaan yang

segala situasi dan kondisi. Apabila rasa malu sudah tidak ada, maka iman pun mendorong seseorang untuk berbuat kebaikan dan kemaslahatan.

sirna” (HR Al-Hakim). Malu untuk berucap dan berbuat sesuatu yang melanggar ‘khittah’ Allah, karena

Tetapi, apa hubungannya malu dengan kehidupan? Jika diteliti dalam kamus- selalu merasa ada CCTV (closed circuit television) yang memantaunya. Itulah

kamus bahasa Arab, kata haya’ (malu) dan hayah (kehidupan) ternyata berasal para malaikat yang memang khusus dikirim Allah untuk mengamati dan mencatat

dari akar yang sama. Dan dalam bahasa Arab, setiap kata yang seakar selalu setiap ucapan dan perbuatan manusia. “Bagi manusia, ada malaikat-malaikat

memiliki hubungan makna. yang selalu mengikutinya secara bergiliran, di depan dan di belakangnya.

Simaklah ayat Alquran ketika berbicara tentang Fir’aun, “…yudzabbihuuna Mereka menjaganya atas perintah Allah” (Qs Ar-Ra’du: 11).

abnaa’ahum wa yastahyuuna nisaa’ahum”. Kalimat ‘yastahyuuna’ di situ Ibaratnya, setiap fasilitas sebuah jabatan, pasti akan diaudit. Dan hasil audit KPK

diterjemahkan dengan ‘menghidupkan’ tetapi ada yang menerjemahkan sebagai kerap mampu mengungkap beragam penyelewengan yang dilakukan koruptor

‘memalukan’. negeri ini. Bagaimana dengan audit malaikat?

Jelaslah, ada keterkaitan makna antara malu dan kehidupan. Barangkali Pantaslah kita malu, karena malaikat tidak bisa ditipu, apalagi disuap. Pelaporan

keterkaitan makna ini sekaligus menjadi penegasan betapa pentingnya rasa dan pengawasan mereka atas setiap ucapan dan perbuatan kita sangat ketat.

malu dalam kehidupan. Boleh dibilang, tegaknya tatanan kehidupan ini sangat “Dan segala sesuatu yang mereka perbuat tercatat dalam buku-buku

ditentukan oleh adanya rasa malu dalam diri manusia. Rasa malu juga menjadi catatan”(QsAl-Qamar:52). Tidak ada kebusukan kita yang luput dari perhitungan

kata kunci untuk mengukur kualitas kemanusiaan manusia. Tanpa rasa malu, Allah. Fasilitas begitu lengkap yang sudah disediakan untuk kita di dunia,

manusia akan kehilangan kemanusiaannya. Walhasil, kehidupan hancur sepantasnya kita pergunakan sesuai ‘selera’ Allah. Malu rasanya menggunakan

berantakan. Bukti kehancuran tatanan kehidupan akibat menguapnya rasa malu fasilitas-fasilitas kehidupan ini justru untuk berbuat makar kepada Allah. Jika

itu sudah tampak secara kasat mata. Lihatlah anak yang berani melawan tidak memiliki rasa malu di dunia, alangkah malu ketika setiap penyelewengan

orangtuanya, bapak tega memerkosa anak kandungnya, gadis belia hamil tanpa kita kelak terbongkar. Dengan rasa malu, terjagalah martabat kemanusiaan kita

menikah, pembantu rumah tangga membunuh anak majikannya, murid tanpa secara pribadi dan selamatlah tatanan kehidupan secara keseluruhan. Inilah

risih mencontek dalam ujiannya, guru merasa absah menelantarkan muridnya, makna hadis, “Malulah kamu sekalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya

istri tanpa beban mengkhianati suaminya, suami tanpa canggung menzinahi istri malu” (HR At-Tirmidzi). 

tetangga rumahnya.

Tatanan kehidupan publik tidak kalah mengerikan. Orang mengaku wakil rakyat

justru menipu rakyat, mengaku pemimpin negara justru merampok uang negara,

mengaku penegak hukum justru melanggar hukum, mengaku ulama justru

menyesatkan umat, mengaku pejuang HAM justru menginjak-injak HAM,

mengaku pelindung masyarakat justru bertindak bagai preman.

Sungguh memilukan tatanan kehidupan jika tanpa rasa malu hadir di dalamnya.

Kemaksiatan dan kebejatan moral dianggap absah dan lumrah belaka.

Masyarakat manusia tetapi tidak ubahnya kumpulan binatang. Manusia yang

seharusnya berkualitas ‘ahsana taqwim’ malah terjun bebas ke tingkat ‘asfala

safilin’. Inilah yang sudah disinyalir Allah dalam Alquran, “Sungguh telah Kami

Anda mungkin juga menyukai