Anda di halaman 1dari 193

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PEMBELAJARAN IPAMENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI


TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN
DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA

(Pembelajaran IPA Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II


di SMP N 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Derajat Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama Pendidikan Fisika

Oleh:
IKA CANDRA SAYEKTI
NIM. S 831102025

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2012

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI


TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN
DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA

(Pembelajaran IPA Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II


diSMP N 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)

TESIS

Oleh:
IKA CANDRA SAYEKTI
(S831102025)

Komisi
Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I : Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si.


NIP. 19690901 199403 1 002 ....................... ...............

Pembimbing II : Dra. Suparmi,MA., Ph.D. ....................... ................


NIP. 19520915 197603 1 001

Telah dinyatakan memenuhi syarat


pada tanggal .................2012

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana,

Dr. M.commit to userM.Si.


Masykuri,
NIP. 19681124 199403 1 001

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI


TERBIMBING MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN
DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA

(Pembelajaran IPA Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II


diSMP N 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)

TESIS

Oleh:
IKA CANDRA SAYEKTI
(S831102025)

Komisi
Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. M. Masykuri, M.Si. ....................... ...............


NIP.19681124 199403 1 001

Sekretaris Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. ....................... ................


NIP.19520116 198003 1 001
Anggota
Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si. ........................ ...............
Penguji
NIP. 19690901 199403 1 002

Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. ......................... ................


NIP. 19520915 197603 1 001

Telah dipertahankan di dipan penguji


Dinyatakan telah memenuhi syarat
pada tanggal .................2012

Direktur Program Pascasarjana, Ketua Program Studi Pendidikan Sains,

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Dr. M. Masykuri, M.Si.


NIP. 19610717 198601 1 001commit to userNIP. 19681124 199403 1 001

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Yang menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul: “PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN


PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI METODE
EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN
ANALISIS DAN SIKAP ILMIAH SISWA (Studi pada Pembelajaran IPA
Materi Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II SMP N 14 Surakarta
Tahun Pelajaran 2011/2012)” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan
bebas dari plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara
tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdaapt
plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS
sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester
(enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari
sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS
berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi
Pendidikan Sains PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari
ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapakan sanksi akademik yang
berlaku.

Surakarta, 7 Agustus 2012


Yang Membuat Pernyataan,

Ika Candra Sayekti


S831102025
commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

1. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum jika mereka


tidak mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-
Ra’du:11)
2. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu
telah selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhan-Mulah hendaknya kamu
berharap (QS. Al Insyirah : 6-8)
3. Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim
perempuan.(Hadits)
4. Always do your best, what you plant now you will harvest later. ( Penulis )
5. Jangan kau sia-siakan waktu yang terus berjalan karena keberhasilan tidak
datang menghampirimu tetapi kamulah yang harus mencari dan
mendapatkannya. Karena sesungguhnya semua usaha itu membutuhkan
pengorbanan. (Penulis)

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Tesis ini dipersembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu tersayang di rumah, terima kasih

atas doa, semangat, dan kepercayaan yang diberikan

selama ini.

2. Adik-adikku tersayang (Fajar Dwi Pramuditya dan

Aria Widhi Baskara)

3. Fahrizal Eko Setiono, terima kasih atas doa,

semangat dan dukungannya selama ini.

4. Teman-teman Kos Arifah

5. Teman seperjuangan
commit to user
6. Almamater

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas

segala limpahanrahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Tesis ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan berkat

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S.,selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Pendidikan Sains, Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si., selaku Sekretaris Program Pendidikan Sains,

Program PascasarjanaUniversitas Sebelas Maret Surakarta dan sekaligus

selaku pembimbing I, terima kasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan

Tesis ini.

4. Dra.Suparmi, M.A., Ph.D., selaku pembimbing IIterimakasih atas

bimbingannya dalam menyelesaikan Tesis ini.

5. Dra. Rini Budiharti, M.Pd., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas

waktu, kesempatan, dan kerjasamanya.

6. Elvin Yusliana, M.Pd., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas waktu,

kesempatan, dan kerjasamanya.

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Segenap guru dan karyawan SMP N 14 Surakarta, teruntuk Bapak Lis, terima

kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

8. Siswa kelas VIIISMPN 14 Surakarta, terima kasih atas bantuan dan

kerjasamanya.

9. Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a restu dan dorongan sehingga

penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.

10. Adikku tercinta yang senantiasa menjadi motivator.

11. Teman seperjuangan di Pendidikan Sains Minat Utama Fisika UNS.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih banyak

kekurangan. Namun demikian besar harapan penulis semoga Tesis ini dapat

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Amin.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ika Candra Sayekti. 2012. Pembelajaran IPA Menggunakan Pendekatan Inkuiri


Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau dari
Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa (Pembelajaran IPA Materi
Pembelajaran Bunyi Kelas VIII Semester II SMP N 14 Surakarta Tahun
Pelajaran 2011/2012). TESIS. Pembimbing I: Dr. Sarwanto, M.Si., II: Dra.
Suparmi, M.A.,Ph.D. Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

IPA adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses yang


menggunakan metode ilmiah. Namun, dewasa ini pembelajaran IPA belum
dilaksanakan melalui metode yang menggunakan proses dan belum melibatkan
siswa secara aktif untuk melakukan proses IPA dalam perolehan konsep IPA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan interaksi antara
pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode
demonstrasi, kemampuan analisis, dan sikap ilmiah erhadap prestasi belajar IPA
siswa.
Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dan dilaksanakan di
SMP N 14 Surakarta. Populasi semua siswa kelas VIII Tahun Ajaran 2011/2012
terdiri dari 6 kelas. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random
sampling. Sampel sebanyak 2 kelas, kelas VIIIB sebagai kelas eksperimen I
mendapatkan perlakuan pembelajaran melalui metode eksperimen dan kelas
VIIID sebagai kelas eksperimen II melalui metode demonstrasi. Pengambilan data
melalui teknik tes untuk prestasi kognitif dan kemampuan analisis, angket untuk
prestasi afektif dan sikap ilmiah, dan observasi untuk prestasi afektif. Teknik
analisis data melalui anava tiga jalan dengan desain fatorial 2X2X2, dilanjutkan
uji lanjut metode Scheffe.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: (1) tidak ada pengaruh
penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan
demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa; (2) tidak ada pengaruh
kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA; (3)
ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
IPA; (4) tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri
terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan
analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA; (5) tidak ada interaksi antara
penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode
eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar
pada aspek kognitif, namun ada interaksi terhadap prestasi belajar pada aspek
afektif; (6) tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar IPA; (7) tidak ada interaksi antara pendekatan
pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi
dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA.

Kata kunci: inkuiri terbimbing, eksperimen, demonstrasi, kemampuan analisis,


sikap ilmiah commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ika Candra Sayekti. 2012. Science Learning by Using Guided Inquiry Approach
Through Experiment and Demonstration Methods Over Viewed From Students’
Analytical Skill And Scientific Attitudes (Study of Science Learning on Sound
Topic 8th Grade Semester II SMP N 14 Surakarta Academic Year 2011/2012). A
THESIS. Advisor I: Dr. Sarwanto, M.Si., II: Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. Science
Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret University.

ABSTRACT

Science is a body knowledge formed by process through scientific


method.Yet nowadays teachers still use didactic teaching by telling without giving
emphasis on process to acquire knowledge.The learning process asked students to
memorize information not how to find them an understanding that science
wasboth a product, process, and attitude. The aims of the research were to know
the effect among guided inquiry approach through experiment and demonstration
methods, analytical skill, and scientific attitude and their interaction toward
students’ achievement in science.
The research used quasi experimental method and it was conducted at
SMPN 14 Surakarta. The population was all of eighth grade in the academic year
of 2011/2012 consisting of 6 classes. The sample was taken using cluster random
sampling consisted of 2 classes, VIIIB as experiment learnt by experiment method
and VIIID as experiment II learnt by demonstration method. The data was
collected using test for cognitive achievement and analytical skill, questionnaire
for scientific attitude and affective achievement, and observation sheet for
affective achievement. The data was analyzed using Anova with 2X2X2 factor
design and continued using Scheffe’.
The result of the research showed that: (1) there was no effect of guided
inquiry usage through experiment and demonstration method toward students’
achievement; (2) there was no effect of high and low of analytical skill toward
students’ achievement; (3) there was effect of high and low of scientific attitudes
toward students achievement; (4) there was no interaction between guided inquiry
usage through experiment and demonstration method and analytical skill toward
students’ achievement; (5)there was interaction between guided inquiry usage
through experiment and demonstration approach and scientific attitude toward
students’ achievement affective domain but there was no effect in cognitive one;
(6) there was no interaction between analytical skill and scientific attitude toward
students’ achievement; (7) there was no interaction among guided inquiry
approach through experiment and demonstration methods, analytical skill, and
scientific attitude toward students’ achievement.

Keywords: guided inquiry, experiment, demonstration, analytical skill, scientific


attitude

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN...................................................................... iv

MOTTO……………………………………………………………………. v

PERSEMBAHAN…………………………………………………………. vi

KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

ABSTRAK.................................................................................................... ix

ABSTRACT.................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xx

BAB I PENDAHULUAN………………..…………………………….... 1

A. Latar Belakang Masalah…………...………………………..... 1

B. Identifikasi Masalah………….…………...…………………... 12

C. Pembatasan Masalah ……….…………………...…………..... 14

D. Rumusan Masalah……………………………………….......... 14

E. Tujuan Penelitian ……………………………………...……... 15

F. Manfaat Penelitian……………………………………..……... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 18

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Kajian Teori……………………………………………...…. 18

1. Pembelajaran IPA…………...………………………….. 18

2. Hakikat Belajar……......................................................... 24

3. Hakikat Mengajar............................................................. 40

4. Pendekatan Inkuiri Terbimbing.….................................. 42

5. Metode Pembelajaran …………..………..…………….. 50

6. Metode Eksperimen……………………………………. 51

7. Metode Demonstrasi…………………………………… 53

8. Kemampuan Analisis......……………………………..... 55

9. Sikap Ilmiah……...…………………………………….. 58

10. Prestasi Belajar…………………………………………. 60

11. Pokok Bahasan Bunyi...................................................... 68

B. Penelitian yang Relevan ......................................................... 96

C. Kerangka Berpikir………..………………………………..... 102

D. Hipotesis………………………………………...................... 109

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………….... 111

A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………….... 111

1. Tempat Penelitian ……………………………………… 111

2. Waktu Penelitian ……………………………………….. 111

B. Jenis Penelitian ………………………………………….. 112

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ..........………….. 114

1. Populasi.......………………………………...................... 114

2. Teknik Pengambilan Sampel............................................ 114


commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Variabel Penelitian.................................................................. 115

1. Varibel Bebas…...……………………………................ 115

2. Variabel Moderator…………………………………….. 116

3. Variabel Terikat………………………………………… 117

E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 117

1. Teknik Tes………………………………………………. 117

2. Teknik Angket…………………………………………... 118

3. Teknik Observasi………………………………………… 118

F. Instrumen Penelitian ……………………………………...... 119

1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian...................................... 119

2. Instumen Pengambilan Data............................................. 119

G. Teknik Analisis Data ……………………………….............. 127

1. Uji Prasyarat Analisis......................................................... 127

2. Pengujuan Hipotesis ......................................................... 130

3. Uji Lanjut……………………………………………… 133

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….…………….... 134

A. Deskripsi Data………………………………………………. 134

1. Data Kemampuan Analisis Siswa………………………... 134

2. Data Sikap Ilmiah Siswa…………………………………. 135

3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa…………………….. 136

4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa……………………… 140

B. Pengujian Prasyarat Analisis………………………………... 143

1. Uji Normalitas…………………………………………… 143


commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Uji Homogentitas………………………………………… 144

C. Pengujian Hipotesis…………………………………………. 144

1. Uji Anava………………………………………………… 144

2. Uji Lanjut………………………………………………… 150

D. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………... 151

1. Hipotesis Pertama………………………………………... 151

2. Hipotesis Kedua………………………………………….. 154

3. Hipotesis Ketiga………………………………………….. 156

4. Hipotesis Keempat……………………………………… 158

5. Hipotesis Kelima………………………………………… 159

6. Hipotesis Keenam………………………………………... 161

7. Hipotesis Ketujuh………………………………………... 163

E. Keterbatasan Penelitian…………………………………… 164

BAB VSIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN…………………….... 166

A. Simpulan…………………………………………………….. 166

B. Implikasi…………………………………………………….. 168

C. Saran…………………………………………………….…... 169

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 172

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 177

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel No Halaman
Hal

Tabel 2.1. Piaget Functional Model and the Learning Cycle

Approach…………………………………………………... 35

Tabel 2.2. Kebutuhan Kemampuan Dasar untuk Melakukan Inkuiri

Ilmiah dari Beberapa Tingkatan…...………………………. 45

Tabel 2.3. Komponen Penting dalam Inkuiri Kelas…………………... 46

Tabel 2.4. Komponen Pembelajaran Inkuiri………………………… 48

Tabel 2.5. Kemampuan Analisis Siswa……………………………….. 56

Tabel 2.6. Kecepatan Bunyi dalam Berbagai Medium........................... 79

Tabel 2.7. Taraf Intensitas Beberapa Sumber Bunyi………………….. 83

Tabel 2.8. Deretan Nada dan Perbandingan Frekuensinya……………. 85

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian………………………………… 112

Tabel 3.2. Desain Faktorial….………..……………………………….. 113

Tabel 3.3. Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif……………. 123

Tabel 3.4. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis.... 123

Tabel 3.5. Keadaan Angket Kemampuan Afektif Siswa……………… 126

Tabel 3.6. Keadaan Angket Sikap Ilmiah Siswa……………………… 126

Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Analisis Siswa………………. 135

Tabel 4.2. Deskripsi Frekuensi Kemampuan Analisis Siswa…………. 135

Tabel 4.3. Deskripsi Data Sikap Ilmiah Siswa………………………... 136

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa………………….. 136

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif IPA Siswa… 137
commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.6.(a) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan

Metode Pembelajaran………………...……………………. 138

Tabel 4.6.(b) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan

Kemampuan Analisis……………………..………………... 138

Tabel 4.6.(c) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Sikap

Ilmiah………………………………………………………. 138

Tabel 4.6.(d) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan

Metode Pembelajaran………………... 139

Tabel 4.6.(e) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan

Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis…...……... 139

Tabel 4.6.(f) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan

Metode Pembelajaran dan Sikap Ilmiah……….…………... 139

Tabel 4.6.(g) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan

Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Sikap

Ilmiah …………………...…………………...……………. 139

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Afektif Siswa.. 140

Tabel 4.8.(a) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode

Pembelajaran………………...…………………………….. 141

Tabel 4.8.(b) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan

Kemampuan Analisis……………………..………………... 141

Tabel 4.8.(c) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Sikap

Ilmiah………………………………………………………. 141

Tabel 4.8.(d) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode


commit to user

xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pembelajaran dan Kemampuan Analisis…...……... 142

Tabel 4.8.(e) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode

Pembelajaran dan Sikap Ilmiah……….…………... 142

Tabel 4.8.(f) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan

Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah …………………... 142

Tabel 4.8.(g) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode

Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah…... 142

Tabel 4.9. Rangkuman Uji Normalitas………………………………... 143

Tabel 4.10. Rangkuman Uji Homogenitas……………………………... 144

Tabel 4.11. Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian………………………. 144

Tabel 4.12. Rangkuman Uji Lajut Scheffe’ pada Metode Pembelajaran-

Tabel 4.13. Sikap Ilmiah terhadap Prestasi Belajar Afektif…………… 151

commit to user

xvii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar No Halaman
Hal

Gambar 2.1. Terdengarnya Bunyi......................................................... 72

Gambar 2.2. Gaya Pada Elemen Tali……………………………….. 75

Gambar 2.3. Perambatan Gelombang Longitudinal Melalui Tabung

Berisi Gas……………………………………………….. 80

Gambar 2.4. Amplitudo Perpindahan………………………………… 81

Gambar 2.5. Piston yang berosilasi memberikan energi ke udara di

dalam tabung……………………………………………. 82

Gambar 2.6. Resonansi Pada Garputala……………………………... 87

Gambar 2.7. Resonansi Pada Ayunan Bandul……..………………... 87

Gambar 2.8. Resonansi Kolom Udara….…….……………………… 88

Gambar 2.9. Hukum Pemantulan Bunyi………………………..…... 89

Gambar 2.10. a. Pemanfaatan Gelombang Bunyi oleh Nelayan b.

Skema Pemantulan Bunyi untuk Mengukur Kedalaman

Laut…………………………………………………….. 90

Gambar 2.11. Interferensi Gelombang Bunyi pada Speaker………… 92

Gambar 2.12. Efek Doppler dan Panjang Gelombang………………… 93

Gambar 2.13. Pipa Organa Terbuka…………………………………… 95

Gambar 2.14. Pipa Organa Tertutup…………………………………… 96

Gambar 4.1 (a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar

Kognitif IPA Siswa Kelas Eksperimen…………………. 137

commit to user

xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar

Kognitif IPA Siswa Kelas Kontrol…...………………. 138

Gambar 4.2 (a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar

Afektif Siswa Kelas Eksperimen……………………….. 140

(b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar

Afektif Siswa Kelas Eksperimen……………………….. 140

commit to user

xix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran No. Halaman

Lampiran 1. Lembar Validasi Instrumen Penelitian.......................... 177

Lampiran 2. Silabus Satuan Pelajaran............................................... 270

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran............................. 277

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa.................................................... 318

Lampiran 5 Kisi-Kisi penulisan Soal Uji CobaInstrumen Tes

. Kognitif........................................................................ 370

Lampiran 6. Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif.................. 372

Lampiran 7. Lembar Jawab Instrumen Uji Coba Kemampuan

Kognitif......................................................................... 382

Lampiran 8. Kunci Jawaban Instrumen Uji Coba Kemampuan

Kognitif......................................................................... 383

Lampiran 9. Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif... 384

Lampiran10. Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Kognitif................... 389

Lampiran 11. Instrumen Kemampuan Kognitif.................................. 391

Lampiran 12. Lembar Jawab Instrumen Kemampuan Kognitif......... 399

Lampiran 13. Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Kognitif........ 400

Lampiran 14. Kisi-Kisi Angket Uji Coba Kemampuan Afektif......... 401

Lampiran 15. Instrumen Angket Uji Coba Kemampuan Afektif........ 403

Lampiran 16. Pedoman Penskoran Instrumen Angket Uji Coba

Kemampuan Afektif...................................................... 406

Lampiran 17. commit


Analisis Angket to user
Uji Coba Kemampuan Afektif.......... 407

xx
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Lampiran 18. Kisi-Kisi Angket Kemampuan Afektif........................ 409

Lampiran 19. Instrumen Angket Kemampuan Afektif........ ............... 410

Lampiran 20. Penskoran Angket Kemampuan Afektif.. ................... 414

Lampiran 21. Pedoman Observasi Afektif (Aktivitas)Siswa…….... 415

Lampiran 22. Lembar Observasi Penilaian Afektif (Aktivitas) Siswa 416

Lampiran 23. Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis... 417

Lampiran 24 Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis.................. 418

Lampiran 25. Lembar Jawab Uji Coba Kemampuan Analisis............ 427

Lampiran 26. Kunci Jawab Uji Coba Kemampuan Analisis............... 428

Lampiran 27. Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis..... 429

Lampiran 28. Kisi-KisiInstrumen Kemampuan Analisis................... 430

Lampiran 29. Instrumen Kemampuan Analisis.................................. 431

Lampiran 30. Lembar Jawab Instrumen Kemampuan Analisis.......... 439

Lampiran 31. Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Analisis........ 440

Lampiran 32. Kisi-KisiInstrumenAngket Uji CobaSikap Ilmiah..... 441

Lampiran 33. Instrumen Angket Uji Coba Sikap Ilmiah.................... 442

Lampiran 34. Pedoman Penskoran Instrumen Angket Uji Coba

Sikap Ilmiah.................................................................. 446

Lampiran 35. Analisis Instrumen Angket Uji Coba Sikap Ilmiah....... 447

Lampiran 36. Kisi-Kisi Instrumen Angket Sikap Ilmiah.................... 449

Lampiran 37. Instrumen Angket Sikap Ilmiah.................................... 450

Lampiran 38. Pedoman Penskoran Instrumen Angket Sikap Ilmiah.. 454

Lampiran 39. Data Induk Penelitan..................................................... 455


commit to user

xxi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Lampiran 40. Uji Normalitas............................................................... 457

Lampiran 41. Uji Homogenitas........................................................... 458

Lampiran 42. Uji Hipotesis.................................................................. 459

Lampiran 43. Uji Lanjut ..................................................................... 460

Lampiran 44. Lembar Perijinan........................................................... 461

commit to user

xxii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional mempunyai peranan penting dalam menentukan

keberhasilan suatu bangsa. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3, yang berbunyi:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Berdasarkan undang-undang tersebut, pendidikan memiliki fungsi dan peranan

yang sangat besar dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang cakap dan

berkarakter kuat.

Namun, selama ini implementasi tujuan dan fungsi pendidikan

sebagaimana amanah undang-undang tersebut belum sepenuhnya terealisasi. Hal

tersebut disebabkan oleh pembangunan jati diri dan karakter bangsa yang semakin

memudar akibat kurangnya keteladanan, pemberitaan media cetak dan elektronik

yang tidak mendidik, serta pendidikan yang belum banyak memberi kontribusi

optimal dalam pembentukan karakter pesera didik. Kenyataan ini menunjukkan

lemahnya sikap, nilai dan moral siswa sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Sebagai contohnya tawuran antar pelajar yang merusak citra pelajar berprestasi

lain. Untuk itu diperlukan kontribusi dari berbagai pihak khususnya pendidikan

agar terbentuk manusia Indonesia yang berkarakter kuat dan cerdas sesuai harapan
commit to user
yang tertuang dalam tujuan pendidikan nasional.

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Dalam upaya mendukung tujuan tersebut, perlu ditanamkan pendidikan

karakter dalam proses pembelajaran ke dalam diri siswa yang bertujuan antara lain

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,

berpikiran baik, dan berperilaku baik. Adanya pembentukan karakter dan sikap

yang baik dari siswa akan dapat membangun kehidupan bangsa yang lebih

berhasil. Karena keberhasilan suatu bangsa dapat dicerminkan melalui kualitas

sumber daya manusia di dalamya.

Berdasarkan data yang dicatat Badan Pusat Statistik dan Survei Sosial

dan Ekonomi Nasional dalam Uliyati (2005) menunjukkan bahwa data tingkat

pendidikan penduduk Indonesia masih rendah yakni 61% penduduk Indonesia di

atas 15 tahun hanya berpendidikan SD ke bawah. Selain itu angka partisipasi

sekolah penduduk belum sesuai dengan yang diharapkan karena 19% penduduk

usia sekolah tidak mengenyam bangku pendidikan. Angka-angka pada kutipan di

atas mengindikasikan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap

pendidikan yang berakibat pada rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Melihat kenyataan ini, maka pendidikan harus mendapat perhatian dan

penanganan yang lebih baik dari semua pihak sehingga dapat memperoleh hasil

yang diharapkan.

Adapun berdasarkan laporan United Nations Development Programme

(UNDP) pada tahun 2008 yang memuat angka indeks kualitas sumber daya

manusia (Human Development Index-HDI) dari 176 negara di dunia, Indonesia

berada pada peringkat ke-102 (http://en.wikipedia.org/wiki/Education_Index).

Hasil survey lainnya yaitu TIMSS (Trends in International Mathematics and


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Science Study) tahun 2007 Indonesia menduduki peringkat 26 dari 39 negara

dengan nilai 427, padahal skor rata-rata internasional adalah 500. Kedua hasil

survey tersebut menjadi indikator rendahnya kondisi dan kualitas pendidikan di

Indonesia. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari TIMSS kemampuan sampel dari

siswa Indonesia belum memiliki kapabilitas yang cukup baik untuk memecahkan

masalah ranah kognitif tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena faktor

kurikulum, guru, siswa, atau mungkin faktor lain yang terlibat dalam proses

pembelajaran.

Pada umumnya sekolah di Indonesia menerapkan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). “KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun

oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan” (BSNP, 2006: 3).

KTSP merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan

pendidikan khususnya bagi guru dan kepala sekolah. Guru memegang peranan

penting dalam menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, tidak

hanya secara tertulis yang tertuang dalam silabus maupun RPP tetapi juga dalam

hal pelaksanaan pembelajaran siswa di kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan

oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006:

236). Tapi pada kenyataannya masih ada guru di sekolah yang menyelenggarakan

proses pembelajaran tidak terencana, tidak terarah, dan tidak terprogram.

Fisika sebagai cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan

cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan

hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-

konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga meliputi metode ilmiah dan sikap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ilmiah. NSES (2009) dalam Holmes (2011) menyatakan bahwa pembelajaran IPA

adalah yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan kepada siswa.

Pembelajaran IPA memberikan kesempatan siswa untuk

mendeskripsikan objek dan kejadian, mengajukan pertanyaan, memperoleh

pengetahuan, mengkonstruk penjelasan dari fenomena alam, menguji penjelasan

dengan berbagai cara dan mengkomunikasikannya kepada orang lain. Jadi

pengetahuan IPA diperoleh melalui proses dengan menggunakan metode ilmiah

dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman belajar

misalnya melalui membaca, diskusi, melakukan percobaan, membuat rangkuman,

dan mengamati fenomena alam sehingga siswa dapat aktif dalam proses

pembelajaran. Namun, masih ada sekolah yang melaksanakan proses

pembelajaran hanya dengan sekedar transver pengetahuan dari guru ke siswa

tanpa melibatkan siswa secara aktif untuk melakukan proses IPA dalam perolehan

konsep IPA. Jadi, guru belum memperhatikan karakteristik IPA. Untuk dapat

melangsungkan pembelajaran yang memenuhi karekteristik IPA diperlukan suatu

pendekatan dan metode tertentu.

Semua pendekatan dan metode pembelajaran memiliki kelebihan dan

kelemahan. Namun, tidak semua pendekatan dan metode pembelajaran dapat

digunakan untuk membelajarkan IPA. Pendekatan pembelajaran yang dapat

dipilih dalam pembelajaran IPA harus mampu mengungkap karekteristik IPA itu

sendiri. Pendekatan yang dapat digunakan antara lain pendekatan: quantum

learning, keterampilan proses, inkuiri terbimbing, inkuiri termodifikasi, inkuiri

bebas, Contextual Teaching and Learning (CTL). Adapun metode pembelajaran


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA antara lain metode: eksperimen,

demonstrasi, diskusi.

Di SMP 14 Surakarta, pemilihan pendekatan belum menyesuaikan

karakteristik IPA karena siswa lebih sering mendengarkan dan mencatat tanpa

dilibatkan langsung memperoleh konsepnya sendiri. Jika pembelajaran dilakukan

seperti itu, maka siswa pasif karena keterlibatannya kurang dan siswa akan

cenderung belajar secara hafalan tanpa memiliki keterampilan belajar. Hal ini

sejalan dengan pemikiran Sanjaya (2009: xiii) bahwa masih ada proses

pembelajaran di dalam kelas yang diarahkan kepada kemampuan anak untuk

menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai

informasi serta dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk

menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.

Melihat kenyataan tersebut, berarti pembelajaran belum dijalankan sesuai

dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Hal tersebut menyebabkan

siswa tidak menyukai Fisika dan menjadikan Fisika sebagai mata pelajaran yang

susah untuk dipelajari (Naim, 2009). Hal tersebut menyebabkan sebagian besar

siswa memperoleh nilai IPA masih rendah. Sehingga diperlukan upaya untuk

memperbaiki opini umum masyarakat terutama siswa bahwa IPA itu sulit dan

menjadikan IPA terutama Fisika sebagai salah satu pelajaran yang menyenangkan

dan dinantikan. Untuk itu dipilih pendekatan inkuiri terbimbing yang sesuai

dengan pembelajaran IPA. Pendekatan inkuri terbimbing menempatkan siswa

sebagai subjek yang belajar tidak lagi sebagai objek belajar yang hanya menerima

pengetahuan dari guru. Selain itu inkuiri terbimbing mermberikan kesempatan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berpikir bagi siwa dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan metode ilmiah dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa.

Pendekatan inkuiri serta metode eksperimen dan demonstrasi ini sejalan

dengan teori belajar penemuan yang dikemukakan oleh Bruner. Bruner

menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan

secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling

baik (Dahar, 1989: 103). Jadi siswa diharapkan terlibat aktif dalam pembelajaran

melalui proses mentalnya sendiri dengan melakukan kegitan-kegiatan yang

berorientasi ilmiah. Sehingga perolehan pengetahuan yang berupa konsep IPA

diperoleh melalui proses bukan lagi melalui hafalan.

Materi pelajaran IPA (Fisika) kelas VIII SMP semester II meliputi:

Getaran dan Gelombang; Bunyi; dan Cahaya yang belum sepenuhnya diajarkan

sesuai dengan karakteristik materinya. Pemilihan pendekatan maupun metode

pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik materi itu sendiri. Jadi guru

tidak boleh sembarang memilih pendekatan dan metode pembelajaran untuk

menyampaikan materi kepada siswa. Materi yang dipilih dalam penelitian adalah

Bunyi. Karena pada tahun sebelumnya, rata-rata nilai ulangan siswa masih di

bawah KKM, yaitu 62,54. Materi Bunyi dapat diamati secara langsung baik

melalui percobaan maupun pengamatan dalam gejala alam sehari-hari. Berkaitan

dengan karakteristik tersebut maka metode yang dipilih adalah metode

eksperimen dan metode demonstrasi. Melalui metode tersebut siswa diharapkan

berpartisipasi dalam proses penemuan konsep. Penemuan yang baik dilandasi

dengan sikap ilmiah yang baik dan diperlukan juga kemampuan siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menganalisis fenomena Bunyi yang ditampilkan. Dengan demikian, siswa aktif

menemukan konsep-konsep IPA untuk memperoleh pengalaman. Belajar

penemuan ini sejalan dengan teori belajar penemuan oleh Jerome S. Bruner.

Proses pembelajaran melalui metode eksperimen dan demonstrasi ini

dapat dilakukan menggunakan laboratorium riil maupun laboratorium virtual.

Laboratorium riil adalah laboratorium tempat khusus yang dilengkapi dengan alat-

alat dan bahan-bahan riil untuk melakukan percobaan. Jika alat atau bahan yang

dibutuhkan tidak atau belum tersedia maka dapat dipilih laboratorium virtual

dengan memanfaatkan media pembelajaran yang mendukung, seperti animasi

pembelajaran. Sebagian besar sekolah sudah memiliki fasilitas cukup memadai.

Namun, sarana dan media yang sudah ada belum dimanfaatkan secara optimal.

Sehingga diupayakan pemanfaatan untuk menunjang proses belajar agar

memperoleh hasil sesuai yang diharapkan.

Pemilihan materi Bunyi yang dapat diamati dan dieksperimenkan

diharapkan sejalan dengan bentuk pengetahuan menurut teori Piaget. Bunyi

merupakan materi yang dapat diperoleh melalui pengamatan secara fisik yang

dapat dilakukan dengan eksperimen (physical knowledge) yang dilakukan secara

berkelompok yang di dalamnya memerlukan kemampuan kerjasama baik

antarsiswa maupun siswa dengan guru (social knowledge) dan dalam konten

materi di dalamnya terdapat suatu persamaan matematis yang berbentuk

kemampuan matematis (logico-mathematical knowledge).

Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22

Tahun 2006 tentang standar isi, di SD siswa pernah memperoleh materi tentang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Bunyi. Perbedaannya terletak pada standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Kata kerja operasional yang digunakan dalam standar kompetensi dan kompetensi

dasar di SMP lebih tinggi daripada SD serta bahasan di SMP lebih luas. Sehingga

diharapkan siswa dapat mengkaitkan antara konsep yang telah diperoleh dengan

konsep baru yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan teori yang sudah dicetuskan

oleh Ausubel tentang belajar bermakna. Karena belajar bermakna mengkaitkan

konsep baru atau informasi baru terhadap konsep-konsep yang telah ada dalam

struktur kognitif siswa.

Pemilihan pendekatan inkuiri dan metode pembelajaran eksperimen dan

demonstrasi diharapkan membantu siswa mencapai keberhasilan proses

pembelajaran dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Namun, kenyataan

di lapangan masih banyak guru yang menggunakan pola mengajar yang

tradisional yaitu hanya mengajar menggunakan metoda ceramah dan bersifat satu

arah (guru bicara, siswa mendengar) (Susanto, 2006). Kenyataan ini

mengindikasikan bahwa kebanyakan guru mengajar di kelas dengan cara yang

sama dan menggunakan cara yang monoton. Siswa hanya dijelaskan melalui

ceramah dan jarang memfasilitasi siswa dengan percobaan untuk melatih proses

berpikir siswa (Suardana, 2007). Hal ini menegaskan bahwa siswa menerima

pelajaran hanya secara teori. Siwa tidak diberikan kesempatan untuk

mengembangkan potensi dalam aspek lain sehingga pengembangan proses

berpikir, sikap ilmiah dan keterampilan secara psikomotor siswa menjadi terbatas.

Guru sebagai perancang dan pihak yang terlibat langsung dalam

pembelajaran harus mampu mendesain pembelajaran sehingga dapat memberi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kesempatan peserta didik untuk membangun dan menemukan jati diri melalui

proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Guru juga berperan

membantu siswa dalam upaya pencapaian prestasi belajar yang optimal dan dapat

memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui

interaksi antar siswa, siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.

“Guru, siswa, sarana, media yang tersedia serta lingkungan belajar di sekolah

merupakan faktor terkait yang mempengaruhi proses pembelajaran dan

selanjutnya akan menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan” (Sanjaya,

2009). Berdasarkan hal tersebut tidaklah mudah bagi guru untuk menciptakan

suatu proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang

mampu mengakomodasi keperluan seluruh siswa di dalamnya.

Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,

ada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal

dari dalam diri siswa, yaitu keadaan/ kondisi siswa baik secara jasmani maupun

rohani misalnya sikap terhadap belajar, motivasi belajar, rasa percaya diri siswa,

intelegensi, kreativitas, dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah

faktor dari luar siswa, yang meliputi: faktor keluarga/keadaan rumah tangga,

faktor sekolah seperti pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, guru,

sarana, dan faktor masyarakat. Namun, di lapangan masih ada guru yang kurang

memperhatikan faktor internal siswa yang sedang belajar.

Kebanyakan orang memandang keberhasilan siswa dari segi hasil, yang

ditunjukkan dengan nilai akhir siswa setelah mengikuti suatu ulangan, yang hanya

mengindikasikan kemampuan kognitif produk siswa tanpa memperhatikan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

penilaian afektif dan psikomotorik siswa. Guru pun masih mengabaikan penilaian

dalam kedua aspek ini. Padahal ada banyak faktor yang mempengaruhi siswa

dalam belajar untuk mencapai keberhasilan yang justru tidak begitu diperhatikan.

Dampak yang terjadi, lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang kurang

memiliki sikap positif sesuai dengan nilai yang berlaku dan kurang terampil untuk

menjalani kehidupan dalam masyarakat lingkungaannya (Zakaria, 2008: 9).

Slamet dalam Pardjono (2009) menyatakan bahwa “tingkat kecakapan

berpikir seseorang akan berpengaruh terhadap kesuksesan hidupnya.”

Berdasarkan hal tersebut, guru di sekolah perlu menciptakan lingkungan belajar

yang mampu mengembangkan keterampilan berpikir yang dapat digunakan dalam

pemecahan masalah yang ada. Keterampilan kognitif Bloom yang direvisi bersifat

dua dimensi. Salah satu dimensinya yaitu dimensi proses kognitif (cara berpikir)

berisi enam kategori yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,

mengevaluasi, dan menciptakan. Berpikir tingkat tinggi terkait dengan

kemampuan mengambil keputusan dan mengkonstruksi formulasi masalah,

bersifat nonalgoritmik dan berakhir dengan berbagai solusi dan kriteria. Di

sekolah metode ceramah yang biasa digunakan guru dalam pembelajaran tidak

akan mampu membentuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi

dan kreativitas (Pardjono, 2009: 259). Aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi

yang diamati adalah kemampuan analisis siswa.

Faktor lain yang berpengaruh pada keberhasilan proses belajar adalah

sikap ilmiah siswa. Sikap ilmiah siswa berbeda-beda. Hal ini terjadi karena setiap

siswa mempunyai ketertarikan yang berbeda terhadap suatu pelajaran. Sikap


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

ilmiah merupakan sikap-sikap yang melandasi proses IPA, antara lain sikap ingin

tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya. Dewasa ini

sikap ilmiah menjadi hal yang semakin langka. Contohnya disiplin, disiplin diri

merupakan salah satu aspek utama bagi siswa dalam upaya mengembangkan

pemahaman diri sesuai kecakapan, minat, pribadi, dan hasil belajar, mewujudkan

peserta didik berperilaku baik dan berprestasi dan menaati tata tertib sekolah

(Rachmawati, 2011:1).

Meskipun demikian, fakta yang terjadi di lapangan tak seindah harapan.

Tata tertib sekolah tertulis jelas tetapi masih banyak siswa yang melanggarnya.

Pelanggaran tersebut antara lain: terlambat masuk sekolah; tidak mengenakan

atribut sekolah lengkap; membawa rokok dan merokok di lingkungan sekolah;

serta adanya perkelahian dan tawuran. Tak hanya itu, sikap jujur pun kini menjadi

sangat mahal. Mulai dari lingkungan kelas. Masih ada siswa yang mencontek saat

ulangan, hal ini menunjukkan sikap ketidakpercayaan pada diri sendiri terhadap

kemampuan yang dimiliki. Tak hanya siswa, bahkan menurut Listyarti, guru dan

oknum terkait melakukan kecurangan saat pelaksanaan Ujian Nasional (UN).

Berbagai cara dilakukan meskipun tidak jujur. Lagi-lagi hasil menjadi lebih

diutamakan daripada proses, maka segala cara ditempuh untuk dapat meluluskan

siswa. Akibatnya siswa enggan bekerja keras untuk menjadi lebih baik. Sikap-

sikap dapat dihindari dengan penanaman sikap ilmiah. Hal tersebut dapat

ditanamkan sejak dini. Namun, sikap ilmiah tidak begitu diperhatikan oleh orang

tua, bahkan guru di sekolah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

Dengan adanya sikap ilmiah yang baik dan kemampuan analisis yang

baik diharapkan dapat mewujudkan prestasi belajar yang baik pula. Namun, kedua

aspek ini kurang diamati oleh guru di dalam kelas. Bahkan guru hampir tidak

memperhatikan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa sebagai faktor yang

dapat menentukan keberhasilan belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan

masalah sebagai berikut :

1. Implementasi tujuan dan fungsi pendidikan sebagaimana amanah undang-

undang belum sepenuhnya terealisasi.

2. Pembangunan jati diri dan karakter bangsa semakin memudar, yang

disebabkan antara lain: kurangnya keteladanan, pemberitaan media cetak dan

elektronik yang tidak mendidik, pendidikan yang belum banyak memberi

kontribusi optimal dalam pembentukan karakter pesera didik, dan lain-lain

yang mengakibatkan keberhasilan bangsa masih rendah.

3. Kualitas pendidikan Indonesia masih rendah diindikasikan oleh hasil survey

HDI, TIMSS, BPS dan Susenas.

4. Guru belum menggunakan pendekatan dan metode secara variatif untuk

pemebelajaran IPA di sekolah.

5. Pemilihan pendekatan dam metode pembelajaran belum disesuaikan dengan

karakteristik materi dan karakteristik siswa. Masih banyak guru yang

menggunakan pola mengajar yang tradisional yaitu hanya mengajar


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

menggunakan metoda ceramah dan bersifat satu arah (guru bicara, siswa

mendengar).

6. Masih adanya proses pembelajaran di dalam kelas yang diarahkan kepada

kemampuan anak untuk menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk

mengingat dan menimbun berbagai informasi serta dituntut untuk memahami

informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan

sehari-hari

7. Kebanyakan siswa tidak menyukai IPA dan menjadikan IPA sebagai mata

pelajaran yang susah untuk dipelajari. Selain itu adapula yang menganggap

bahwa pelajaran Fisika menjadi pelajaran yang tidak menarik, tidak

menyenangkan, bahkan dibenci yang berakibat rendahnya prestasi belajar

siswa.

8. Belum diperhatikannya faktor eksternal dan internal yang menjadi faktor

terkait yang mempengaruhi proses pembelajaran dan selanjutnya akan

menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan.

9. Guru cenderung hanya menekankan prestasi belajar pada aspek kognitif saja.

Aspek afektif dan psikomotorik yang mempengaruhi siswa dalam belajar

untuk mencapai keberhasilan yang justru belum diperhatikan.

10. Aspek kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa kurang diamati dan

diperhatikan oleh guru di dalam kelas, padahal aspek tersebut dapat mem-

pengaruhi keberhasilan siswa.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

11. Materi pelajaran IPA (Fisika) kelas VIII SMP semester II meliputi: Getaran

dan Gelombang; Bunyi; dan Cahaya yang belum diajarkan sesuai dengan

karakterisitik materi.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat mencapai sasaran, maka

penulis membatasi permasalahan penelitian ini pada :

1. Pembelajaran IPA dilakukan dengan menggunakan pendekatan inkuiri

terbimbing.

2. Metode pembelajaran dilaksanakan melalui metode eksperimen dan metode

demonstrasi.

3. Kemampuan analisis siswa dibatasi pada komponen menginterpretasi

informasi dan ide/gagasan, menganalisis dan mengevaluasi pendapat,

Mengkonstruks pendapat untuk mendukung kesimpulan, memilih metodologi,

mengintegrasi pengetahuan dan pengalaman, serta menyusun dan mendukung

hipotesis.

4. Sikap ilmiah siswa dibatasi pada proses ilmiah yang mencakup sikap ingin

tahu, jujur, disiplin, teliti, dan tanggung jawab.

5. Prestasi belajar siswa, meliputi aspek kognitif dan afektif.

6. Materi pelajaran dibatasi pada pokok bahasan Bunyi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas maka


commit
perumusan masalah dalam penelitian to user
adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

1. Adakah pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa?

2. Adakah pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar IPA siswa?

3. Adakah pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi

belajar IPA siswa?

4. Adakah interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan

analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA?

5. Adakah interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah

siswa terhadap prestasi belajar IPA?

6. Adakah interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap

prestasi belajar IPA?

7. Adakah interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap

ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA?

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui:

1. pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

2. pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi

belajar IPA siswa.

3. pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA

siswa.

4. interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis

siswa terhadap prestasi belajar IPA.

5. Interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa

terhadap prestasi belajar IPA.

6. interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi

belajar IPA.

7. interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah

siswa terhadap prestasi belajar IPA.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian

ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah penelitian mengenai penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

b. Menambah penelitian mengenai kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa

sebagai faktor pendukung pencapaian prestasi belajar IPA.

c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan kepada guru IPA pada umumnya dan peneliti pada

khususnya untuk mengembangkan pembelajaran IPA menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode

demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA untuk memecahkan masalah yang

dihadapi dalam upaya membentuk siswa aktif dan terampil dalam belajar.

b. Memberikan wawasan pada guru perlunya meningkatkan mutu

pembelajaran di sekolah khususnya pada pengajaran IPA.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran IPA

a. Hakikat Pembelajaran

Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction

merupakan istilah yang banyak digunakan untuk menunjukkan kegiatan guru dan

siswa. Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan dari dua

kegiatan yang searah. Gagne dalam Sanjaya (2009: 102) dan Winataputra, dkk.

(2008: 1.19), ”Instruction is a set of event that effect learners in such a way that

learning is facilitated”. Berdasarkan kutipan ini pembelajaran merupakan kejadian

atau perstiwa yang mempengaruhi peserta didik melalui suatu cara sedemikian

sehingga proses pembelajaran terfasilitasi. Jadi menurut Gagne pembelajaran

merujuk pada peristiwa guru merancang jalannya pembelajaran dan memberikan

fasilitas untuk dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh siswa dalam mempelajari

sesuatu.

Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1

dinyatakan bahwa, ”Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Menurut pendapat

ini, dalam lingkungan sekolah pembelajaran diartikan sebagai pengaruh timbal

balik antara siswa sebagai perserta didik guru sebagai pendidik yang saling

mempengaruhi satu sama lain dengan memanfaatkan segala sesuatu sebagai

sumber belajar pada suatu lingkungan tempat siswa belajar”. Sagala (2009)
commit to user

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

menyatakan pembelajaran merupakan setiap kegiatan yang dirancang oleh guru

untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang

baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan,

dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Pengertian pembelajaran

berdasarkan pendapat tersebut berarti keseluruhan proses dari perencanaan sampai

dengan evaluasi yang secara sengaja dibuat, dirancang oleh guru untuk

memfasilitasi siswa dalam upaya membantu siswa untuk mencapai tujuan belajar.

Winatapura, dkk (2008) menyatakan, ”Pembelajaran merupakan kegiatan

yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas

dan kualitas belajar pada peserta didik”. Dalam hal ini pembelajaran merupakan

suatu proses untuk meningkatkan jumlah dan mutu belajar siswa. Adapun Dimyati

dan Mudjiono (2006), menyataan pembelajaran sebagai proses yang

diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana

memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Berdasarkan

pendapat tersebut, pembelajaran dirancang secara sengaja oleh guru untuk siswa

agar dapat melakukan proses belajar dalam mencapai tujuan belajar yang meliputi

pengetahuan (aspek kognitif), keterampilan (aspek psikomotorik), dan sikap

(aspek afektif).

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah segala usaha sadar yang dirancang oleh guru untuk membuat siswa belajar

untuk mencapai tujuan belajar. Tujuan belajar merupakan hasil belajar yang

hendak dicapai oleh siswa setelah proses pembelajaran yaitu untuk mendapatkan

pengetahuan (aspek kognitif), keterampilan (aspek psikomotorik), dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

pembentukan sikap (aspek afektif) melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan

evaluasi pada suatu lingkungan belajar.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses

pembelajaran. Sanjaya (2009), mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi proses pembelajaran. Pertama, faktor guru. Guru memegang

peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Peran guru bagi siswa

tidak dapat digantikan oleh perangkat lain karena siswa adalah organisme yang

sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.

Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau

teladan bagi siswa yang belajar tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran.

Keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas guru.

Kedua, faktor siswa yang terdiri dari aspek latar belakang siswa dan

faktor sifat yang dimiliki siswa. Aspek latar belakang siswa meliputi: jenis

kelamin siswa, tempat kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi

siswa, dan lain-lain. Sedangkan faktor sifat yang dimiliki siswa meliputi:

kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Setiap siswa merupakan individu yang

unik, yang berbeda satu dari lainnya sehingga memiliki karakteristik, sifat,

kemampuan, pengetahuan yang berbeda satu dengan yang lain yang dapat

mempengaruhi proses pembelajaran

Ketiga, faktor sarana dan prasarana. Kelengkapan sarana dan prasarana

dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru dalam proses pembelajaran.

Kelengkapan tersebut juga dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk

belajar. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan siswa menentukan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

pilihan dalam belajar alat dan media yang tersedia. Adanya sarana dan prasarana

yang lengkap akan mempermudah jalannya pembelajaran baik dari pihak guru

maupun siswa. Dengan sarana dan prasarana yang lengkap diharapkan mampu

meningkatkan kemauan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

Fakor berikutnya adalah faktor lingkungan meliputi faktor organisasi

kelas dan faktor iklim sosial psikologis. Faktor organisasi kelas meliputi jumlah

siswa dalam satu kelas. Jumlah siswa dalam satu kelas seperti yang dianjurkan

dalam Permen No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses bahwa jumlah

maksimal peserta didik setiap rombongan belajar adalah 28 peserta didik untuk

SD/MI dan 32 peserta didik untuk sekolah menengah. Adapun faktor iklim sosial

psikologis dibedakan iklim sosial psikologis internal dan iklim sosial psikologis

eksternal yang menyangkut keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat

dalam proses pembelajaran. Kelompok belajar dan lingkungan belajar yang baik

akan memungkinkan iklim belajar menjadi kondusif dan tenang sehingga

berdampak pada semangat belajar siswa. Apabila iklim belajar tidak tenang dan

nyaman maka akan menghambat terjadinya proses pembelajaran di sekolah.

b. Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau yang biasa disebut dengan sains

(science) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang

pendidikan dasar dan menengah, mulai dari SD/ MI hingga SMA/ MA. Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena

alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Lampiran Permendiknas No. 22

Tahun 2006). Dalam pengertian ini, science merupakan kumpulan pengetahuan

yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam dan perkembangannya tidak

hanya ditunjukkan oleh fakta-fakta tapi juga timbulnya metode ilmiah dan sikap

ilmiah.

Definisi Fisika tidak berbeda jauh dari definisi IPA, yang di dalamnya

mencakup gejala-gejala alam. Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari

benda-benda di alam tersebut. Definisi Fisika menurut Jones dan Childers (1999)

merupakan ilmu pengetahuan alam yang menggamarkan alam dasar dari alam

semesta dan bagaimana interaksi terjadi di dalamnya dari penjelasan yang paling

sederhana sampai yang beragam. Jadi, Fisika mempelajari fenomena alam yang

dapat diamati dan dipelajari secara hirarki menurut urutan kompleksitas dari yang

sederhana menuju ke keragaman yang kompleks.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Fisika merupakan

ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-

kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut yang bersifat fisik

dan dapat dipelajari secara pengamatan dan eksperimen serta teori. Hasil-hasil

Fisika diungkapkan dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.

c. Pembelajaran IPA di SMP

Berdasarkan struktur kurikulum (pola dan susunan mata pelajaran yang

harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran) yang tercakup

dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

tanggal 23 Mei 2006, tertulis bahwa “Kurikulum SMP/MTs meliputi substansi

pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan. Substansi mata

pelajaran IPA SMP/MTs merupakan “IPA Terpadu””. Kenyataan yang terjadi di

SMP N 14 Surakarta IPA belum diajarkan secara terintegrasi. Jadi, pelajaran

Fisika berdiri sebagai bagian dari IPA.

1) Tujuan Pembelajaran IPA di SMP

Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23

tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006, mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a) meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa


berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya; b)
mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep
dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari; c) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran
terhadap adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi, dan masyarakat; d) melakukan inkuiri ilmiah untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta
berkomunikasi; e) meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam
memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam;
f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; g) Meningkatkan
pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya

Tujuan pembelajaran IPA berdasarkan peraturan menteri tersebut sangat

baik. Melalui pembelajaran IPA diharapkan akan terbentuk rasa ingin tahu, sikap

yang positif dari siswa; siswa dapat mengkaitkan ilmu yang diperoleh dengan

fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari; memupuk sikap ilmiah;

meningkatkan kesadaran terhadap kelestarian alam; dapat menguasai konsep dan

prinsip IPA untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya.

2) Ruang Lingkup IPAcommit


SMP to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

Bahan kajian IPA untuk SMP/MTs merupakan kelanjutan bahan kajian

IPA SMP/ MTs meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a) makhluk hidup dan

proses kehidupan; b) materi dan sifatnya; c) energi dan perubahannya; d) bumi

dan alam semesta. Berdasarkan ruang lingkup bahan kajian IPA yang dipelajari di

SMP, di dalamnya tercakup bahan kajian Fisika. Proses pembelajaran IPA

Terpadu di sekolah yang digunakan dalam penelitian ini masih diajarkan secara

terpisah, seperti misalnya IPA (Fisika), IPA (Biologi), dan IPA (Kimia).

Sehingga, dalam penelitian hanya ditinjau dalam kajian Fisika. Di SMP N 14

Surakarta materi IPA masih disampaikan dengan ceramah. Untuk itu pada

penelitian kali ini siswa akan diberikan pembelajaran Bunyi melalui eksperimen

dan demonstrasi.

2. Hakikat Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan bagian paling fundamental dalam penyelenggaraan

proses pendidikan untuk mencapai tujuan. Keberhasilan siswa dalam suatu

jenjang pendidikan sangat tergantung pada proses belajar yang dialaminya.

Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya

yang berhubungan dengan belajar. Setiap orang mempunyai pandangan yang

berbeda tentang belajar. Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang

belajar, perlu dirumuskan secara jelas pengertian tentang belajar menurut pakar

psikologi dan pakar pendidikan.

Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai psikologis individu

dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai

dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja

diciptakan. Fajri dan Senja (2007) menyatakan bahwa, “belajar adalah usaha

untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu keterampilan.” Berdasarkan

pendapat tersebut jika seseorang melakukan usaha untuk memperoleh ilmu

ataupun mendapatkan keterampilan baru maka dapat dikatakan proses belajar.

Syah (2006) menyatakan, belajar merupakan tahapan perubahan seluruh

tingkah laku individu sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan

yang melibatkan proses kognitif dari diri siswa. Pengertian tersebut menjelaskan

bahwa belajar merupakan hasil pengalaman merupakan interaksi individu dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang dibentuk oleh

individu itu sendiri dalam susunan kognitif yang dimilikinya. Sagala (2009)

menyatakan, belajar merupakan proses terbentuknya tingkah laku baru yang

disebabkan individu merespon lingkungannya melalui pengalaman pribadi.

Menurut pendapat tersebut, belajar dihasilkan dari pengalaman dan interaksi

individu terhadap lingkungannya yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang

melalui suatu keterampilan baru yang diperoleh. Dengan demikian, untuk

terjadinya proses belajar ada dua pihak yang terlibat, yaitu individu yang belajar

dan lingkungan.

Pengertian belajar yang lain diungkapkan oleh Bell-Gredler dalam

Winataputra, dkk. (2008) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang

dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kompetensi,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

keterampilan dan sikap. Jadi belajar dalam hal ini diharapkan untuk memperoleh

tiga ranah kemampuan yang diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu

proses perubahan tingkah laku yang melibatkan interaksi antara individu yang

belajar dengan lingkungan sehingga diperoleh suatu perubahan yang mencakup

aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap), psikomotorik (keterampilan),

serta aspek-aspek lain sebagai dampak pengiring dari pengalaman belajar yang

dialami oleh individu yang diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan.

b. Tujuan Belajar

Proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, terutama di

sekolah pada jam pelajaran. Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan

pembelajaran di sekolah. Siswa belajar karena didorong oleh keingintahuan dan

kebutuhan yang tercipta karena adanya suatu tujuan dari belajar itu sendiri.

Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting

karena semua komponen dalam sistem pembelajaran ditujukan untuk mencapai

tujuan belajar. Tujuan belajar adalah segala hasil belajar yang menunjukkan

bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar yang umumnya meliputi

pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan tercapai

oleh siswa.

Tujuan belajar penting bagi guru dan siswa. Sardiman (2004)

merangkum tujuan belajar secara umum sebagai berikut: 1) untuk mendapatkan

pengetahuan; 2) penanaman konsep dan keterampilan; dan 3) pembentukan sikap.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

memperoleh hasil belajar yang hendak dicapai oleh siswa setelah proses

pembelajaran yaitu untuk mendapatkan pengetahuan (aspek kognitif),

keterampilan (aspek psikomotorik), dan pembentukan sikap (aspek afektif).

c. Prinsip-Prinsip Belajar

Prinsip belajar merupakan dasar-dasar dalam melakukan proses belajar.

Ada berbagai prinsip yang dikemukakan oleh para ahli di bidang psikologi

pendidikan yang diungkapkan oleh Sagala (2009) dapat dirangkum, antara lain: 1)

Law of Effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respon terjadi dan diikuti

dengan keadaan memuaskan; 2) Spread of Effect, yaitu reaksi emosional yang

mengiringi kepuasan tidak terbatas kepada sumber utama pemberi kepuasan,

tetapi kepuasan mendapat pengetahuan baru; 3) Law of Exercise, yaitu hubungan

antara perangsang dan reaksi diperkuat dengan latihan dan penguasaan dan

sebaliknya; 4) Law of Readiness, yaitu bila satuan-satuan dalam sistem syaraf

telah siap berkonduksi, dan hubungan itu berlangsung, maka terjadinya hubungan

itu akan memuaskan; 5) Law of Primacy, yaitu hasil belajar yang diperoleh

melalui kesan pertama, akan sulit digoyahkan; 6) Law of Intensity, yaitu belajar

memberi makna yang dalam apabila diupayakan melalui kegiatan yang dinamis;

7) Fenomena kejenuhan, yaitu ketika rentang waktu tertentu yang dipakai untuk

belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil; 8) Belongliness, yaitu keterkaitan bahan

yang dipelajari pada situasi belajar, akan mempermudah berubahnya tingkah laku.

Hasil belajar akan diperkuat apabila menumbuhkan rasa senang atau

puas. Hasil belajar juga dapat lebih sempurna apabila sering diulang dan sering

dilatih. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa prinsip-prinsip belajar akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Jadi semesta atau lingkungan yang

mendukung akan membuat siswa terangsang dalam proses belajar sehingga hasil

belajar siswa semakin baik. Belajar dialami oleh siswa yang sedang belajar untuk

mencapai tujuan belajar.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Siswa belajar untuk mencapai tujuan. Setiap siswa yang belajar memiliki

sifat yang unik, artinya berbeda atara satu individu dengan individu yang lain.

Perbedaan individual ini akan berpengaruh pada cara belajar maupun hasil belajar

yang diperoleh. Tidak semua siswa yang belajar selalu mendapatkan hasil yang

diharapkan, terkadang ada hal-hal yang bisa mengganggu siswa sehingga

mengakibatkan kegagalan yang bisa menghambat kemajuan belajar. Kegagalan

dan keberhasilan belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab.

Susanto (2006) dan Slameto (2003) memiliki pendapat yang sama

mengenai faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor yang mempengaruhi

keberhasilan seseorang dalam proses belajar dibagi menjadi faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal antara lain kondisi fisik seperti keterbatasan fisik,

kondisi psikologis seperti kemampuan konsentrasi, faktor kelelahan, sedangkan

faktor eksternal meliputi kondisi keluarga seperti kondisi rumah, faktor sekolah

seperti metode pengajaran dan faktor masyarakat.

Sejalan dengan pendapat di atas, Dimyati dan Mudjiono (2006), faktor-

faktor yang mempengaruhi belajar menjadi dua macam, yakni faktor intern dan

faktor ekstern. Faktor intern merupakan faktor dari dalam diri siswa dan faktor

ekstern merupakan fakor dari luar diri siswa. Dari beberapa pendapat di atas,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar meliputi dua hal,

yaitu faktor internal (faktor dari dalam siswa) dan faktor eksternal (faktor dari luar

siswa). Faktor internal meliputi: sikap terhadap belajar, motivasi belajar,

konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar,

menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi, rasa percaya diri

siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, dan cita-cita siswa. Faktor eksternal

belajar meliputi: guru sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana

pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan

kurikulum di sekolah.

e. Teori Belajar

Pada awal abad ke-20 berkembang pemikiran tentang belajar yang digali

dari berbagai penelitian empiris. Terdapat berbagai macam teori belajar yang ada

secara garis besar dibagi menjadi teori belajar behaviouristik, teori belajar

kognitif, dan teori belajar sosial. Berdasarkan pendekatan dan metode

pembelajaran yang digunakan dalam penelitian, teori belajar yang mendasari

adalah teori belajar kognitif. Teori belajar tersebut meliputi: teori penemuan oleh

Bruner, teori belajar bermakna dari Ausubel, teori belajar perkembangan berpikir

dari Piaget, dan teori peristiwa pembelajaran dari Robert Gagne.

Ahli teori belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata

proses perubahan tingkah laku yang tampak, malainkan sesuatu yang kompleks

yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Teori

kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi. Aspek kognitif

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai dirinya.

Penjelasan untuk masing-masing teori belajar adalah sebagai berikut:

1) Teori Belajar Menurut Jerome S. Bruner

Teori belajar Jerome Bruner dikenal dengan teori belajar penemuan.

Dasar pemikiran pandangan belajar ini memandang bahwa manusia sebagai

pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Oleh karena itu, yang terpenting

dalam belajar adalah bagaimana cara seseorang memilih, mempertahankan, dan

mentransformasikan informasi yang diterimanya secara aktif. Bruner memberi

perhatian pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang

diterima itu untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan berpikir

pada siswa.

Menurut Bruner pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang

terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif, yaitu: a) Proses perolehan

informasi baru, dapat terjadi malalui kegiatan membaca, mendengarkan

penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengar/ melihat

audiovisual, dan lain-lain; b) Proses mentransformasikan informasi yang diterima

merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah

diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis,

diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat

dimanfaatkan; c) Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi

yang telah diterima, agar dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang

dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari (Winataputra, 2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

Pembelajaran dengan menggunakan teori Bruner akan membantu siswa

melakukan proses ilmiah sehingga dapat meningkatkan kemampuan ilmiah.

Pendapat serupa bahwa pandangan Bruner ini dapat meningkatkan kemampuan

ilmiah dan kemampuan berfikir dituliskan dalam sebuah jurnal internasional, ”The

participants were asked using J. Bruner’s induction (open-ended experiment)

method to gain scientific and mental skills” (Ozek & Gonen, 2005). Berdasarkan

jurnal tersebut siswa diberi kebebasan untuk menuangkan pikiran dan

kreativitasnya dalam pembelajaran melalui metode eksperimen untuk memperoleh

kemampuan mental dan kemampuan ilmiah.

Berdasarkan pandangan Bruner, maka ada empat aspek utama dalam

pembelajaran, yaitu struktur mata pelajaran; kesiapan; intuisi; dan motivasi.

Proses belajar akan lebih bermakna, berguna dan mudah diingat bila difokuskan

pada memahami struktur mata pelajaran yang berisi ide, konsep dasar, hubungan

antar konsep, atau contoh yang akan dipelajari. Dalam belajar guru harus

memperhatikan kesiapan siswa untuk mempelajari materi baru atau yang bersifat

lanjutan. Untuk menumbuhkan kesiapan anak seorang guru harus memberikan

pengalaman tertentu yang berhubungan dengan pengetahuan atau keterampilan

yang harus dikuasai. Motivasi merupakan variabel penting yang dapat membantu

mendorong kemauan belajar siswa.

Model penyajian pelajaran yang baik harus dirancang ke arah penguasaan

keterampilan yang lebih kuat. Kurikulum yang dikembangkan diarahkan pada

upaya mendidik siswa untuk memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) dan

menemukan (diskoveri). Bruner meyakini bahwa belajar penemuan adalah proses


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

belajar yang menuntut guru menciptakan situasi belajar yang problematik,

menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendodrong siswa mencari

jawaban sendiri, dan melakukan eksperimen. Jadi siswa harus aktif bukan hanya

sekedar menerima penjelasan dari guru.

Pendekatan belajar Bruner didasarkan dua asumsi, yaitu perolehan

pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya, pengetahuan diperoleh

pebelajar bila dalam pembelajaran ada interaksi secara aktif dengan

lingkungannya. Berikutnya adalah konstruksi pengetahuan diperoleh dengan

menghubungkan informasi yang tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya.

Teori belajar Bruner menjadi salah satu dasar pada penelitian ini.

Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini tidak serta merta memberikan

sebuah konsep IPA yang utuh kepada siswa. Melalui metode eksperimen, siswa

mendapatkan pengetahuan dalam bentuk belajar penemuan konsep atau prinsip

melalui pengamatan sedangkan melalui metode demonstrasi, siswa belajar

penemuan melalui analisis pemecahan masalah untuk menemukan konsep.

Dengan mengunakan metode eksperimen dan demonstrasi, siswa diajak berpikir

secara induktif dan deduktif hingga ditemukan suatu kesimpulan yang tidak lain

merupakan konsep atau pengetahuan baru.

2) Teori Belajar Menurut Ausubel

Ausubel tidak setuju dengan ahli pendidikan lain yang menyatakan

bahwa belajar bermakna hanya diperoleh melalui proses penemuan saja karena

mereka menyamakan belajar penerimaan dengan belajar hafalan. Belajar

penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan menjelaskan hubungan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

antara konsep-konsep dan mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep yang

relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Menurut Ausubel seperti yang diungkapkan Winataputra,dkk. (2008),

menyatakan bahwa belajar terdiri atas dua tingkatan. Pada tingkat pertama dalam

belajar, informasi dapat disampaikan kepada siswa dalam bentuk belajar

penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dengan

bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri sebagian

atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa mengkaitkan

informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga terjadi belajar

bermakna. Namun, jika siswa hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru

tanpa menghubungkan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya maka cara ini

dinamakan dengan belajar hafalan.

Penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi dalam pembelajaran

juga sesuai dengan teori belajar menurut Ausubel. Siswa pernah memperoleh

materi tentang konsep Bunyi di SD. Sehingga diharapkan siswa dapat

mengkaitkan antara konsep yang telah diperoleh dengan konsep baru yang

diperoleh. Hal ini sejalan dengan teori yang sudah dicetuskan oleh Ausubel

tentang belajar bermakna, “…agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau

informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam

struktur kognitif siswa”. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat yang menyatakan,

“In order for learning to take place, active restructuring involving integration of

new knowledge with old knowledge and beliefs on the part of the learner is

required. Berdasarkan pendapat tersebut, belajar dibutuhkan rekonstruksi antara


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

pengetahuan baru dan pengetahuan lama untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah, menggeneralisasikan serta dapat menyimpulkan dan

mengatasi masalah. Sehingga belajar IPA dengan pendekatan inkuiri melalui

metode eksperimen dan demonstrasi dapat bermakna dan dapat tersimpan lama

dalam memori siswa.

3) Teori Belajar Piaget

Piaget melalui teorinya tentang belajar mengemukakan bahwa setiap

individu akan mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual yang terjadi

dari bayi hingga remaja. Piaget meggambarkan fungsi intelektual ke dalam tiga

perspektif, yaitu (a) proses mendasar bagaimana terjadinya perkembangan

kognitif (asimilasi, akomodasi, dan equilibrium), (b) tahap-tahap perkembangan

intelektual, (c) cara bagaimana pembentukan pengetahuan (Udin S. Winataputra,

dkk., 2008)

Asimilasi adalah proses perpaduan antara informasi baru dengan struktur

kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini seseorang menggunakan struktur

atau kemampuan yang sudah dimiliki untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Diharapkan adanya kemampuan yang telah dimiliki, siswa dapat

menyelesaikan masalah yang akan dihadapi. Akomodasi adalah penyesuaian

struktur internal dengan ciri-ciri tertentu dari situasi khusus yang berupa objek

atau kejadian baru. Dalam proses ini, seseorang memerlukan modifikasi struktur

internal yang ada dalam menghadapi reaksi terhadap tantangan lingkungan. Pada

Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang memungkinkan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

seseorang tumbuh, berkembang, dan berubah sementara untuk menjadi lebih

mantap.

Dalam pembelajaran secara spontan terjadi proes asimilasi, akomodasi

dan ekuilibrasi sesuai sintak aktivitas yang dilakukan siswa. Untuk memfasilitasi

asimilasi, sebelumnya siswa sudah memiliki bekal pengetahuan tentang Bunyi

yang diajarkan pada jenjang SD, bahkan di SMP siswa juga memperoleh materi

prasyarat sebagai penunjang materi tersebut. Diharapkan adanya kemampuan

yang telah dimiliki, siswa dapat menyelesaikan masalah yang akan dihadapi

dengan melakukan akomodasi/ penyesuaian dan pengorganisasian terhadap

pengetahuan yang sudah diperoleh sehingga dapat menghasilkan tingkat berpikir

yang lebih tinggi. Untuk mengorganisasikan pengetahuan tersebut, siswa harus

melihat hubungan antara informasi baru dengan informasi yang sudah diperoleh

sebelumnya melalui ekuilibrasi. Hal ini senada dengan Abraham: 45, dalam Tabel

2.1.

Tabel 2.1. Piaget Functional Model and the Learning Cycle Approach
Piaget’s Functional Learning Cycle Teaching
Learning Activities and Materials
Model Model
Asssimilation Exploration Data Collection and Analysis
Accomodation Concept Invention Conclusion and/ or interpretation
Organization Application Application Activities

Hal ini menjadi dasar penelitian yang dilakukan juga terdapat siklus pembelajaran

mengeksplorasi, penemuan konsep dan penerapan.

Menurut Piaget dalam Dahar (1989), perkembangan kognitif anak dibagi

empat tahap. Tahap pertama adalah tahap sensori-motor (0-2 Tahun), pada tahap

ini anak mengenal lingkungannya dengan menggunakan kemampuan panca


commit to user
inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Tahap kedua tingkat pra-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

operasional (pada usia 2-7 tahun), pada tahap ini disebut pra-operasional karena

pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental seperti

menambah atau mengurangi. Pada usia 2-4 tahun, anak mengalami sub-tingkat

pra-logis. Anak pada tingkat ini memiliki penalaran transduktif, anak melihat

hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Pada usia 4 -7 tahun anak

mengalami tingkat berpikir intuitif. Ciri yang lain pada anak pada tingkat pra-

operasional adalah tidak dapat berpikir reversibel dan bersifat egosentris.

Tahap selanjutnya, tingkat operasional konkret (pada usia 7-11 tahun).

Pada tingkat ini anak mulai berpikir rasional. Dalam memecahkan masalah yang

konkret anak dapat mengambil keputusan secara logis. Namun demikian anak

pada tahap ini belum mampu untuk berpikir dengan materi yang abstrak. Tahap

berikutnya, tingkat operasi formal (pada usia 11 tahun ke atas). Pada tahap ini,

anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-

operasi yang lebih kompleks. Anak juga sudah memiliki kemampuan berpikir

abstrak.

Teori belajar Piaget tentang perkembangan intelektual sesuai untuk

penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada siswa tingkat SMP yang

menurut Piaget berada pada tingkat operasional formal. Pada tingkat ini siswa

telah memiliki kemampuan berfikir abstrak. Implementasi teori ini dalam

penelitian adalah dalam pembelajaran siswa dilatih untuk mampu menganalisis

masalah untuk memperoleh konsep tertentu.

Selain hal tersebut, menurut Piaget dalam Dahar (1989), ada tiga bentuk

pengatahuan yang diperoleh. Pertama, pengetahuan fisik dan pengetahuan logiko-


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

matematik. Pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang

ada di luar dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal. Sumber pengetahuan

fisik terutama terdapat dalam benda itu sendiri, yaitu dalam cara benda itu

memberikan subjek kesempatan untuk diamati. Sedangkan pengetahuan logiko-

matematik terdiri atas hubungan yang diciptakan subjek dan diintroduksikan

pada objek-objek. Bentuk yang lain adalah pengetahuan sosial. Pengetahuan

sosial membutuhkan manusia. Tanpa interaksi dengan manusia tak mungkin bagi

seorang anak untuk memperoleh pengetahuan sosial. Pengetahuan sosial dan fisik

dibangun tidak langsung dari keadaan nyata, tetapi dari kerangka logiko-

matematik dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Pemilihan materi Bunyi yang dapat diamati dan dieksperimenkan sejalan

dengan bentuk pengetahuan menurut teori Piaget. Bunyi merupakan materi yang

dapat diperoleh melalui pengamatan secara fisik yang dapat dilakukan dengan

eksperimen (physical knowledge) yang dilakukan secara berkelompok yang di

dalamnya memerlukan kemampuan kerjasama baik antarsiswa maupun siswa

dengan guru (social knowledge) dan dalam konten materi di dalamnya terdapat

suatu persamaan matematis yang berbentuk kemampuan matematis (logico-

mathematical knowledge).

4) Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne

Gagne seorang psikolog pendidikan memperkenalkan salah satu

pandangannya tentang belajar, salah satunya adalah teori pemrosesan informasi.

Gagne dalam Winataputra, dkk. (2008) menyatakan, “belajar adalah seperangkat

proses kognitif yang mengubah stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru”.

Berdasarkan pendapat tersebut untuk memperoleh keterampilan baru memerlukan

tahapan prasyarat yang mendukung.

Menurut Gagne ada delapan tahap proses kognitif yang terjadi dalam

belajar yang disebut sebagai fase-fase belajar. Fase tersebut dilakukan secara

berurutan dan setiap tahap belajar perlu didukung faktor tertentu yang dapat

memaksimalkan aktivitas belajar dalam diri siswa. Fase-fase belajar tersebut

dirangkum dari Dahar (1989). Pertama adalah fase motivasi, pada fase ini siswa

harus diberi motivasi untuk belajar dengan adanya harapan. Motivasi yang

diberikan dalam pembelajaran Bunyi bisa melalui pertanyaan, fenomena atau

kejadian yang bisa menarik perhatian siswa. Kedua adalah fase pengenalan, siswa

memperhatikan aspek-aspek yang penting dalam proses pembelajaran Bunyi.

Dalam hal ini guru dapat membantu memusatkan perhatian siswa tersebut

terhadap informasi yang relevan dengan materi Bunyi.

Ketiga adalah fase perolehan. Pada fase ini informasi relevan tentang

Bunyi yang telah diperhatikan siswa tidak langsung disimpan dalam memori

melainkan dikaitkan dengan informasi yang telah ada dalam memorinya agar

menjadi bermakna. Dengan demikian, siswa dapat membentuk gambaran-

gambaran tentang informasi tersebut. Fase keempat fase retensi, informasi baru

yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka

panjang. Hal ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (reherseal) atau

praktek (practice) dan elaborasi. Pemindahan memori ini dapat dilakukan melalui

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

eksperimen, demonstrasi yang diberikan, latihan soal, juga melalui diskusi untuk

memcahkan masalah.

Fase berikutnya adalah fase pemanggilan. Fase ini menunjukkan bagian

penting dalam belajar yaitu upaya memperoleh hubungan dengan informasi yang

telah dipelajari dengan memanggil (recall) informasi tersebut dari memori jangka

panjang. Materi yang terstruktur dengan baik akan lebih mudah dipanggil dari

pada materi yang disajikan tidak teratur. Keenam, fase generalisasi atau transfer

informasi merupakan upaya menerapkan suatu informasi ke dalam situasi-situasi

baru. Seperti misalnya siswa menjadi tahu mengapa terdapat perbedaan bunyi

yang terdengar pada pagi dan malam hari siswa juga menjadi tahu bagaimana dan

mengapa bunyi bisa didengar. Fase ketujuh yaitu fase penampilan. Para siswa

harus menunjukkan kemampuan yang mereka peroleh setelah belajar melalui

penampilan yang tampak. Misalnya, setelah belajar tentang bunyi siswa mampu

menunjukkan cara menciptakan berbagai Bunyi dengan benar ataupun dapat

dilihat melalui latihan soal pada pokok bahasan Bunyi.

Terakhir, fase umpan balik. Pada fase ini para siswa harus memperoleh

umpan balik tentang penampilannya sehingga mereka mengetahui sudah benar

atau belumkah pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Umpan balik

ini dapat memberikan reinforsemen (penguatan) sehingga siswa mengetahui

sejauh mana kemampuan atau keberhasilan belajar yang sudah diperoleh selama

proses pembelajaran.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

3. Hakikat Mengajar

a. Pengertian Mengajar

Mengajar merupakan pekerjaan yang sangat mulia sekaligus merupakan

pekerjaan yang penuh tantangan. Ketika mengajar, guru berhadapan dengan

individu-individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan

perkembangan. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk

menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan

memungkinkan untuk proses belajar.

Menurut Sardiman (2004) menyatakan bahwa mengajar merupakan suatu

aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan

menghubungkannya dengan siswa, sehingga terjadi proses belajar. Hai senada

diutarakan oleh Sagala (2009) yang mengungkapakan bahwa mengajar merupakan

proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga

menumbuhkan dan mendorong siswa belajar. Mengajar dalam pengertian tersebut

adalah proses menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif untuk

berlangsungnya kegiatan belajar bagi siswa. Sedangkan menurut Smith (1987)

dalam Sanjaya (2009: 96), mengemukakan bahwa, “Teaching is imparting

knowledge or skill”. Berdasarkan pendapat tersebut, belajar adalah menanamkan

pengetahuan atau keterampilan kepada siswa.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar

adalah suatu upaya menciptakan kondisi lingkungan dan suasana yang sesuai

untuk berlangsungnya kegiatan belajar siswa dengan penanaman pengetahuan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

ataupun keterampilan yang dapat membantu siswa agar dapat menjadi pelajar

yang mandiri.

b. Prinsip-Prinsip Mengajar

Ada beberapa prinsip-prinsip mengajar yang dirangkum dari Slameto

(2003). Pertama perhatian, di dalam mengajar guru harus dapat membangkitkan

perhatian anak pada pelajaran yang disampaikan. Kedua aktivitas, dalam mengajar

guru perlu menimbulkan aktivitas anak dalam berfikir maupun berbuat. Bila anak

menjadi partisipan yang aktif, maka akan memiliki ilmu pengetahuan yang baik

dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga apersepsi,

setiap guru dalam mengajar perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan

dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak, ataupun pengalamannya.

Keempat peragaan, ketika guru mengajar di depan kelas, guru harus

dapat berusaha menunjukkan benda-benda yang asli. Bila mengalami kesulitan

boleh menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau dengan menggunakan

media lain seperti radio, TV, dan sebagainnya. Kelima repetisi, penjelasan suatu

unit pelajaran perlu diulang-ulang sehingga pengertian itu makin lama semakin

lebih jelas dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Keenam korelasi,

Hubungan antara setiap mata pelajaran perlu diperhatikan, agar dapat memperluas

dan memperdalam pengetahuan siswa itu sendiri.

Prinsip lain adalah konsentrasi. Hubungan antara mata pelajaran dapat

diperluas yaitu dapat dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga anak

memperoleh pengetahuan secara luas dan mendalam. Prinsip sosialisasi

memberikan kesempatan bekerja di dalam kelompok sehingga dapat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

meningkatkan cara berpikir sehingga dapat memecahkan masalah dengan baik dan

lancar. Prinsip individualisasi, guru diharapkan dapat mendalami perbedaan anak

secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaan

anak. Prinsip berikutnya adalah evaluasi. Evaluasi dapat memberikan motivasi

bagi guru maupun siswa agar lebih giat belajar dan meningkatkan proses berfikir.

Evaluasi dapat menggambarkan kemajuan anak, prestasinya, hasil rata-ratanya,

tetapi dapat juga menjadi bahan umpan balik bagi guru.

4. Pendekatan Inkuiri Terbimbing

Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang harus dilakukan oleh

siswa dengan bimbingan guru agar tujuan pembelajaran tercapai. Maka dari itu,

guru perlu mempertimbangkan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang

tepat untuk diterapkan. Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu komponen

pembelajaran yang menentukan keberhasilan proses belajar.

SSagala (2009) menyatakan bahwa, “Pendekatan pembelajaran

merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan

instruksional tertentu”. Berdasarkan pendapat tersebut pendekatan pembelajaran

merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran yang bertujuan

untuk mempermudah guru dalam memberikan pelayanan belajar dan juga

mempermudah siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan guru untuk

mencapai tujuan belajar. Sementara itu, Sanjaya (2009: 127) mengemukakan

pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap

proses pembelajaran. Pendapat tersebut menyatakan pendekatan merujuk pada

cara pandang seseorang tentang terjadinya proses pembelajaran.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan

adalah cara pandang yang diwujudkan dalam aktivitas menjadi jalan yang akan

ditempuh oleh guru dan siswa dan diharapkan dapat membantu terwujudnya

pembelajaran yang efektif yang tertuju pada pencapaian tujuan pembelajaran

tertentu (konsep, prinsip, keterampilan, sikap serta dampak pengiring) yang ada

dalam program pembelajaran.

Terdapat beberapa pendekatan pembelajaran antara lain pendekatan

keterampilan proses, pendekatan konsep, pendekatan konstruktivisme, pendekatan

deduktif, pendekatan induktif, pendekatan ekspositori, pendekatan inkuiri

terbimbing, pendekatan inkuiri bebas, pendekatan inkuiri bebas yang

termodifikasi, dan pendekatan heuristik. Pendekatan pembelajaran dipilih dengan

menyesuaikan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan

pembelajaran. Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan pendekatan inkuiri

terbimbing. Inkuiri yang dilakukan di dalam kelas dapat terjadi pada setiap

jenjang pendidikan (National Research Council, 2000).

Center of Inspired Teaching (2008) menyatakan bahwa inkuiri adalah

salah satu pendekatan pembelajaran yang sering digunakan dalam bidang Sains

dan Matematika. Novak dalam Haury (1993), “Inquiry is the [set] of behaviors

involved in the struggle of human beings for reasonable explanations of

phenomena about which they are curious." Berdasarkan pendapat tersebut inkuiri

adalah seperangkat perbuatan yang melibatkan usaha manusia untuk memberikan

penjelasan yang logis dari fenomena tentang apa yang ingin diketahui.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

Hal senada diungkapkan oleh McBride et al, “inquiry is a process by

which children actively investigated their world through questioning and seeking

answer to their questions. Berdasarkan pendapat tersebut inkuiri adalah sebuah

proses siswa melakukan investigasi secara aktif melalui bertanya dan menjawab

pertanyaan yang mereka ajukan sendiri. Dalam hal ini siswa berusaha untuk

mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul di pikiran siswa melalui proses

penyelidikan. Jadi inkuiri berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang

fokus pada pencarian pengatahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin

tahu yang dimiliki.

Joyce dan Weil (1978) dalam Opara dan Oguzor (2011) mengemukakan

bahwa, “esensi model inkuiri yaitu melibatkan siswa dalam masalah dengan

melibatkan siswa dalam investigasi, membantu mereka mengidentifikasi konsep,

dan mengajak mereka mendisain cara untuk mengatasi masalah terhadap

penyelidikan yang dilakukan.” Dengan demikian siswa mampu memperoleh

pengetahuan dari pengalamannya.

Adapun Alberta (2004), menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan

inkuiri merupakan proses yang melibatkan siswa untuk menyusun pertanyaan,

menyelidiki secara luas dan kemudian dapat membangun pemahaman, pengertian

dan pengetahuan baru. Berdasarkan kutipan tersebut siswa yang belajar dengan

inkuiri melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada

proses penggabungan aktivitas dan proses berpikir untuk mencari tahu dan

menemukan sendiri pengetahuan atau jawaban dari suatu permasalahan untuk

memperoleh pengetahuan baru. Inkuiri menekankan pada apa yang diketahui,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

mengapa tahu, dan bagaimana menjadi tahu (NSES, 2000). Jadi pendekatan ini

mengembangkan aspek produk dan proses.

National Research Council (2000), menyatakan bahwa inkuiri adalah

aktivitas beragam yang melibatkan siswa dalam hal melakukan observasi;

mengajukan pertanyaan; menguji buku dan sumber dari informasi lain untuk

melihat apa yang sudah diketahui; merencanakan penyelidikan; melihat kembali

apa yang sudah diketahui berdasarkan bukti percobaaan; menggunakan alat atau

sarana untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi data;

mengajukan jawaban, menjelaskan dan meramalkan; dan mengkomunikasikan

hasilnya. Berdasarkan hal tersebut pendekatan inkuiri merupakan pendekatan

yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga

dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan

kreativitas dalam memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan maksud inkuiri

dalam standar pendidikan nasional (National Research Council).

Adapun inkuiri dalam standar isi meliputi kemampuan dan pemahaman

dalam inkuiri. Kemampuan dan pemahaman dalam inkuiri berkembang dalam

tingktan kompleksitas yang berbeda dari TK sampai kelas XII. Berikut adalah

standar isi untuk ilmu pengetahuan sebagai inkuiri:

Tabel 2.2. Kebutuhan Kemampuan Dasar untuk Melakukan Inkuiri Ilmiah dari Beberapa
Tingkatan
TK (K-4)
a. Mengajukan pertanyaan tentang objek, organisme, dan kejadian
b. Merencanakan dan melakukan investigasi sederhana
c. Menggunakan peralatan sederhana untuk mengumpulkan data dan memperluas pikiran sehat
d. Menggunakan data untuk mengkonstruk penjelasan yang beralasan
e. Mengkomunikasikan investigasi dan penjelasan
Kelas V s.d VIII
a. Mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab melalui investigasi ilmiah (engage)
b. Mendesain dan melakukan investigasi ilmiah (explore)
commit to user
c. Menggunakan peralatan dan tehnik yang sesuai untuk mengumpulkan, menganalisis dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

Tabel 2.2. (lanjutan) Kebutuhan Kemampuan Dasar untuk Melakukan Inkuiri Ilmiah dari
Beberapa Tingkatan
d. menginterpretasi data (explain)
e. Mengembangkan diskripsi, penjelasan, prediksi, dan model menggunakan bukti (extend)
f. Berfikir kritis dan logis untuk membuat hubungan antara bukti dan penjelasan
g. Mengenali dan menganalisis penjelasan dan prediksi alternatif (evaluate)
h. Mengkomunikasikan prosedur dan penjelasan ilmiah (communicate)
i. Menggunakan matematik dalam semua aspek inkuiri ilmiah
Kelas IX s.d XII
a. Mengidentifikasi pertanyaan dan konsep yang membimbing investigasi ilmiah
b. Mendesain dan melakukan investigasi ilmiah
c. Menggunakan tekonlogi dan matematik untuk memperbaiki investigasi dan komunikasi
d. Merumuskan dan merevisi penjelasan dan model ilmiah menggunakan logika dan bukti
e. Mengenali dan menganalisis penjelasan dan model alternatif
f. Mengkomunikasikan dan mempertahankan pendapat ilmiah
Sumber: National Research Council, (2000)

Bagaimanapun banyaknya komponen dalam tiap tingkat kelas di atas,

pada tiap tingkatan berisi komponen penting dalam inkuiri kelas yang dapat

disajikan dalam Tabel 2.3. berikut:

Tabel 2.3. Komponen Penting dalam Inkuiri Kelas


a. Learner are engaged by scientifically oriented questions.
b. Learners give priority to evidence, which allows them to develop and evaluate explanations
that address scientifically oriented questions
c. Learners formulate explanations from evidence to address scientifically oriented questions
d. Learners evaluate their explanations in light of alternative explanations, particularl those
reflecting scientific understanding.
e. Learners communicate and justify their proposed explanation.
Sumber: National Research Council, (2000)

Terdapat tiga jenis pembelajaran inkuiri. Pertama, inkuiri terbimbing.

Guru menyusun pembelajaran pada jenis inkuiri ini. Guru mengajukan masalah

dan memecahnya menjadi pertanyaan yang lebih sederhana dan bahkan

menasehati tentang langkah yang siswa sebaiknya ambil untuk menjawab

pertanyaan. Kedua, inkuiri bebas. Sebuah bentuk inkuiri yang mengajak siswa

merumuskan masalah untuk diatasi, menasehati metode dan teknik, untuk

mengatasi masalah seperti menjalankan investigasi untuk sebuah kesimpulan.

Ketiga, inkuiri termodifikasi. Jenis inkuiri yang berada diantara inkuiri terbimbing
commit to user
dan inkuiri bebas. Guru menyediakan masalah dan meminta siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

melaksanakan investigasi yang boleh dalam kelompok. Guru berperan sebagai

sumber yang memberikan bimbingan untuk menghindari kekurangan dari

kemajuan siswa (Brown et al dalam Opara dan Oguzor, 2011). Berdasarkan

pendapat tersebut inkuiri terbimbing guru masih memberikan bantuaan berupa

petunjuk untuk memecahkan masalah, sedangkan inkuiri bebas guru hanya

sebagai fasilitator, yang hanya membantu jika diminta siswa.

Dalam penelitian ini dipilih pendekatan inkuiri terbimbing. “A guided

inquiry-based approach allows for scaffolding of new scientific concepts with the

learner’s existing mental model” (Trundle, 2009). Berdasarkan pendapat di atas,

pendekatan inkuiri terbimbing membolehkan pembentukan konsep ilmiah baru

dengan model mental yang sudah dimiliki siswa. Dalam pendekatan inkuiri

terbimbing instruktur menyediakan masalah dan membiarkan siswa bekerja

berdasarkan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah (Trowbridge dan

Bybee, 1986). Jadi siswa dapat menggunakan keterampilan berpikirnya untuk

menyelesaikan masalah yang diberikan.

Menurut Eggen dan Kauchak (2012), temuan terbimbing efektif untuk

mendorong keterlibatan dan motivasi siswa seraya membantu siswa mendapatkan

pemahaman mendalam tentang topik-topik yang jelas. Pendekatan ini menuntut

guru untuk ahli dalam mengajukan pertanyaan dan membimbing pikiran siswa

karena siswa membangun pemahamannya sendiri tentang apa yang dipelajari.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan

inkuiri terbimbing merupakan pendekatan yang berupaya menanamkan dasar-

dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

melakukan penggabungan aktivitas dan proses berpikir seperti merumuskan

masalah, merencanakan percobaan, melakukan percobaan, mengumpulkan dan

menganalisis data serta menarik kesimpulan untuk mencari dan menemukan

sendiri pengetahuan atau jawaban dari suatu permasalahan di bawah bimbingan

guru.

Beberapa komponen yang digunakan dalam pembelajaran inkuiri seperti

disajikan pada Tabel 2.4. berikut:

Tabel 2.4 Komponen Pembelajaran Inkuiri


Phase 1 Students engage with a scientific question, even, or phenomenon. This connects with
what the already know, creates dissonance with their own ideas, and/or motivates them
to learn more
Phase 2 Students explore ideas though hands-on experiences, formulate and test hypotheses,
solve problem, and create explanation for what they observe
Phase 3 Students analyze and interpret data, synthesize their ideas, build models, and clarify
concepts and explanations with teachers and other sources of scientific knowledge
Phase 4 Student extend their new understanding and abilities and apply what they have learned
to new situation
Phase 5 Students, with their teachers, review and asses what they have learned and how they
have learned
Sumber: National Research Council, (2000)

Dalam penelitian ini digunakan inkuiri terbimbing dengan memberikan

modifikasi pada sintak yang dilakukan, yaitu sebagai berikut: a) fase pertama,

engagement; b) fase kedua, exploration; c) fase ketiga, explanation and

communication; d) fase keempat, extension; e) fase kelima, evaluation.

Melalui inkuiri siswa dapat mengembangkan proses mental yang lebih

tinggi tingkatannya. Seperti merumuskan masalah, merencanakan eksperimen,

melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data serta menarik

kesimpulan. Inkuiri dapat menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu,

terbuka dan sebagainya. Bila siswa melakukan semua kegiatan di atas berarti

siswa sedang melakukan inkuiri. Pendekatan inkuiri melibatkan seluruh


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis

dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan

keterampilan sebagai wujud perubahan perilaku.

Inkuiri memiliki banyak keunggulan, beberapa di antaranya dapat

dikemukakan sebagai berikut: a) mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja

keras atas inisiatifnya sendiri, bersikap objekif, jujur dan terbuka; b) mendorong

siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri. c) memberikan

kepuasan yang bersifat intrinsik; d) situasi proses belajar menjadi lebih

merangsang; e) dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu; f) memberi

kebebasan siswa untuk belajar sendiri; g) dapat memberikan waktu pada siswa

secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.

Adapun kelemahan pendekatan inkuiri, yaitu: a) siswa harus memiliki

kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan untuk

mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik; b) pada umumnya jumlah siswa

banyak; c) guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan PBM lama; d)

Pembelajaran dengan inkuiri membutuhkan lebih banyak waktu daripada dengan

metode tradisional (McBride, et al, 2004).

Meskipun banyak keunggulan dari inkuiri dibandingkan dengan

kelemahannya namun Weich et al dalam McBride, et al (2004), mengungkap

alasan mengapa guru tidak menggunakan pendekatan inkuiri dalam

pembelajarannya, antara lain karena: a) kekurangan pelatihan; b) kekurangan

waktu; c) kekurangan bahan; d) kekurangan pendukung; e) pendekanan inkuiri

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

terlalu sulit dan sangat menghabiskan waktu. Sehingga guru banyak menganggap

pendekatan ini kurang efektif digunakan dalam pembelajaran

Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa guru gagal dalam

menjalankan inkuiri. Hal ini disebabkan antara lain karena: a) guru tidak memiliki

pemahaman yang menyeluruh terhadap usaha ilmiah karena guru mengajar masih

menggunakan pendekatan didaktik yaitu mengajar dengan memberitahu; b)

banyak pengenalan pembelajaran mengandalkan penggunaan persamaan untuk

membimbing pemahaman konsep; c) kebanyakan siswa menganggap fisika pada

tingkatan pengenalan digolongkan sebagai “pencarian persamaan yang benar”

(Wenning, 2011). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya

memahami inkuiri itu sendiri padahal dalam inkuiri lebih banyak menekankan

keterampilan proses siswa.

5. Metode Pembelajaran

Metode secara harafiah berarti suatu cara yang teratur atau yang telah

dipikirkan secara mendalam untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu faktor

yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar adalah penggunaan

metode yang tepat dalam proses belajar mengajar. Sanyaja (2009)

mengungkapkan bahwa, “metode adalah cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar

tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”. Berdasarkan hal tersebut

metode merupakan suatu cara yang direncanakan yang kemudian diterapkan

dalam pembelajaran di kelas agar supaya tujuan pembelajaran yang telah

ditentukan dapat terwujud.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

Hal yang sejalan juga diungkapkan oleh Uno (2008), yang menyatakan

metode pembelajaran sebagai cara yang digunakan guru, dalam menjalankan

fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun menurut

Situmorang, dkk. (2005), menyatakan metode pembelajaran sebagai cara yang

telah direncanakan oleh guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dari

beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa metode merupakan cara atau

upaya-upaya yang sistematis yang digunakan oleh guru untuk mengorganisasi

kelas dan dalam menyajikan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

optimal. Sehingga metode memegang peranan penting dalam rangkaian proses

pembelajaran.

Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar

mengajar ada banyak jenisnya di antaranya: metode ceramah, metode

demonstrasi, metode eksperimen, metode diskusi kelompok dan metode

pemberian tugas. Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang digunakan

adalah metode eksperimen dan metode demonstrasi.

6. Metode Eksperimen

Menurut Suparno (2007), “Metode eksperimen adalah metode mengajar

yang mengajak siswa utnuk melakukan percobaan sebagai pembuktian,

pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar.” Jadi metode

ini lebih bertujuan untuk meyakinkan siswa bahwa apa yang dilakukan sesuai

dengan teori yang ada. Adapun Trowbridge dan Bybee (2009) menyatakan

metode eksperimen memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktivitas

melalui praktikum yang memerlukan keterampilan yang melibatkan prosedur dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

membutuhkan alat dan bahan. Metode ini melakukan belajar dengan pengalaman

langsung dari siswa. Berdasarkan kedua pendapat di atas metode eksperimen

memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan percobaan sendiri sehingga

siswa mengalami sendiri proses penemuan suatu konsep dengan pantauan guru.

Penggunaan metode eksperimen mempunyai tujuan agar siswa mampu

mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang

dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Siswa juga dapat terlatih

dalam cara berpikir yang ilmiah (science thinking). Urutan proses pembelajaran

menggunakan metode eksperimen yang dirangkum dari Forster (2009), meliputi:

a) identifikasi masalah; b) pengajuan hipotesis; c) melakukan eksperimen untuk

menguji hipotesis; d) pengumpulan data; e) interpretasi data; f) menarik

kesimpulan, dapat berupa menolak atau menerima hipotesis.

Metode eksperimen juga tidak lepas dari kelebihan dan kelemahannya.

Berkaitan dengan kelebihan metode ekperimen, dapat dirangkum dari Forster

(2009), sebagai berikut: a) siswa mempelajari sendiri; b) membantu siswa menjadi

ilmuwan sejati; c) melatih siswa dalam pemrosesan informasi; d) mengembangkan

kebiasaan berpikir logis bagi siswa; e) melatih siswa bersikap jujur; f) membantu

siswa menemukan hubungan antara bagian dan variabel.

Disamping memiliki kelebihan, metode eksperimen juga memiliki

kelemahan-kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Forster (2009), sebagai

berikut: a) pelaksanaan metode ini memerlukan banyak waktu dan biaya; b) setiap

eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

faktor-faktor tertentu yang berada di luar jangkauan kemampuan atau

pengendalian; c) metode ini cocok hanya untuk siswa yang cerdas dan kreatif.

Berdasarkan uraian mengenai pengertian, kelebihan dan kekurangan

metode eksperimen di atas, metode eksperimen memiliki cukup banyak kelebihan

dan masih ada beberapa kekurangan. Untuk itu dalam desain penelitian yang akan

dilakukan guru memberikan batasan-batasan tertentu, misalkan: siswa disiapkan

LKS (Lembar Kerja Siswa) yang akan membantu siswa dalam pembelajaran

sehingga untuk alokasi waktu bisa dibatasi sesuai jam pelajaran yang disediakan

di sekolah. Guru juga perlu berupaya untuk mengantisipasi beberapa kelemahan

lain dari metode eksperimen ini demi tercapainya tujuan pembelajaran yang baik.

7. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA terutama

Fisika. Sanjaya (2009) menyatakan bahwa metode demonstrasi adalah metode

pembelajaran dengan menyajikan pelajaran melalui memperagakan dan

mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu,

baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. Hal senada diungkapkan oleh Suparno

(2007) yang menyatakan, “Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan

pendekatan visual agar siswa dapat mengamati proses, informasi, peristiwa, alat

dalam pelajaran Fisika”. Hal ini berarti bahwa dalam demonstrasi siswa dapat

mengamati fenomena nyata dan dapat mengetahui prosedur kegiatan yang sesuai

dengan pelajaran.

Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan

secara lisan oleh guru. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

bahwa metode demonstrasi adalah penyajian bahan pelajaran oleh guru baik yang

berwujud benda maupun berupa prosedur tertentu yang dilakukan secara langsung

atau menggunakan media pembelajaran yang dapat melibatkan peran serta siswa

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Banyak hal yang harus dilakukan seorang guru dalam melaksanakan

metode demonstrasi, diantaranya seperti yang diungkapkan Wenning, 2005)

berikut :

An interactive demonstration generally consists of a teacher manipulating


(demonstrating) a scientific apparatus and then asking probing questions
about what will happen (prediction) or how something might have happened
(explanation). The teacher is in charge of conducting the demonstration,
developing and asking probing questions, eliciting responses, soliciting
further explanations, and helping students reach conclusions on the basis of
evidence.

Berdasarkan pendapat di atas, demonstrasi yang interaktif dapat terjadi ketika

guru melakukan demonstrasi dan kemudian memberikan pertanyaan kepada siswa

tentang apa yang akan terjadi (keterampilan memprediksi) atau menjelaskan

bagaimana sesuatu dapat terjadi (keterampilan mengkomunikasikan). Dalam hal

ini guru berperan untuk mengendalikan demonstrasi, mengembangkan dan

bertanya melalui pertanyaan yang bertujuan untuk menguji pemahaman siswa,

menimbulkan respon, melakukan penjelasan lebih jauh, dan membantu siswa

dalam menyimpulkan berdasarkan bukti. Walaupun dalam proses demonstrasi

peran siswa hanya sekadar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat

menyajikan bahan pelajaran lebih konkret.

Sebagai suatu metode pembelajaran, demonstrasi juga tidak lepas dari

kelebihan dan kelemahannya. Berkaitan dengan kelebihan metode demonstrasi,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

Suparno (2007) mengemukakannya sebagai berikut: a) murah karena peralatan

yang digunakan sedikit; b) tidak menghabiskan waktu pelajaran (waktu yang

diperlukan tidak lama); c) tidak membahayakan siswa bila menggunakan alat

yang mudah pecah atau berbahaya; d) guru dapat memberikan pertanyaan

rangsangan agar siswa berpikir kritis. Dengan demikian siswa akan lebih

meyakini kebenaran materi pembelajaran.

Kelemahan metode demonstrasi seperti dirangkum dari Forstare (2009),

antara lain: a) belum merupakan student centre jadi ini tidak memberikan fasilitas

kepada perbedaan individu. Siswa baik cerdas sampai yang kurang mendapatkan

perlakuan yang sama; b) tidak mampu melatih sikap ilmiah; c) siswa belum bisa

mengamati percobaan yang detail yang ditunjukkan alat karena siswa mengamati

dari jauh.

Berdasarkan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan dari metode

demonstrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi memiliki

cukup banyak kelebihan sehingga dapat diterapkan dalam proses pembelajaran.

Meskipun demikian, guru juga perlu berupaya untuk mengantisipasi beberapa

kelemahan metode tersebut demi tercapainya tujuan pembelajaran dengan baik.

8. Kemampuan Analisis

Analisis merupakan bagian dari kemampuan kognitif yang penting dalam

berpikir kreatif. Analisis digunakan untuk mengidentifikasi maksud dan

kesimpulan aktual diantara hubungan kalimat, pertanyaan, struktur, konsep,

diskripsi, pendapat, alasan, informasi, dan alasan (Facione, 2011). Contohnya

adalah mengidentifikasi persamaan dan perbedaan antara dua pendekatan untuk


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

solusi sebuah masalah yang diberikan, mengidentifikasi asumsi, membangun

kesimpulan utama dari suatu masalah dan mengkritisinya, mensketsa hubungan

antar kalimat atau paragraf dalam setiap kalimat dengan kalimat utama, dan lain-

lain.

Kemampuan analisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah

struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian

struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami

sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut

ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis,

menghendaki agar pembaca mengidentifikasi langkah-langkah logis yang

digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan.

Kemampuan analisis berdasarkan Sorfenfrei dan Buxton (2006), menyangkut

kapasitas untuk: a) mengamati, mendengar, dan mengambil informasi yang

relevan; b) menganalisis data dan merefleksikan implikasi untuk praktek; c)

melihat isu dari banyak sudut pandang dan mengenali cara yang berbeda dalam

berpikir; dan lain-lain.

University of Wisconsin Colleges (2007) mengeluarkan standar assessmen

untuk kemampuan analisis (analytical skill) yang mencakup tujuh komponen

yang disajikan pada Tabel 2.5 sebagai berikut.

Tabel 2.5. Kemampuan Analisis Siswa


Components Competence Indicators
Interpret
· Interprets information and ideas (evidence, statement, graphics and
information and
equations) adequately
ideas
· Interprets the information and ideas accurately
· Draw conclusions
Analyze and
· Accurately recognizes/ identifies fallacies and inconsistencies
Detect bias, commit to user
Evaluate arguments
· if presents
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57
Tabel 2.5. (lanjutan) Kemampuan Analisis Siswa
· The conclusion of the argument is reasonably clear although there
may be some ambiguity about the precise nature of the conclusion
· Most of the argument supports the conclusion but there is some
Construct an
extraneous material
argument in
· Argument is supported with some evidence appropriate to the
support of a
conclusion
conclusion
· Argument acknowledged some complexities connected with an isuue
· Argument acknowledges some potential counterarguments then
offers at least some indication of potensial responses.
Selection of Methodologies
The student indicates an understanding of the concept of multiple
Selection of methodologies for solving problems
Methodologies Application of the methodologies
The selected method is correctly applied and documented (if applicable)
with at most insignificant error
Solution:
· The proposed solution addresses the key aspects of the problem
Integrate
knowledge and · Some thought has been given to implementation strategy
Knowledge:
experiences at
arrive at creative The student is able to identify and use basic knowledge (through using
solutions research, lecture, experimentation, class discussion and experience) to
arrive at a solution.
Construc and · Hypothesis shows adequate understanding of concept
support hypothesis · Hypothesis is testable
Gather and assess
information from
printed sources, · Can articulate the reliability of all or most sources
electronic sources
and observation
University of Wisconsin Colleges

Tahapan kemampuan analisis merupakan bagian dari kemampuan

kognitif dari taksonomi Bloom yaitu menganalisis. Analyze (menganalisis), yaitu

memecah materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan hubungan

antara satu bagian dengan bagian lain dan dengan struktur atau maksud

keseluruhan. Proses kognitif yang terkait antara lain: differentiating

(mendiferensiasikan), organizing (mengorganisasikan), attributing

(mengatribusikan).

Kemampuan analisis memiliki peran penting terhadap tercapainya tujuan

belajar. Selama ini, kemampuan analisis siswa belum diperhatikan sebagai salah

commitsiswa.
satu faktor penentu keberhasilan belajar to userSiswa dalam belajar materi Bunyi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

membutuhkan kemampuan analisis karena materi ini mencakup informasi, data

dan fakta yang harus dianalisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Dari uraian

di atas yang dimaksud kemampuan analisis adalah keterampilan menguraikan

sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui

pengorganisasian struktur tersebut. Komponen kemampuan analisis yang

dimaksud adalah mengintepretasi data, menjelaskan hubungan sebab akibat,

mendiagnosis ada dan tidaknya keterkaitan antara pernyataan sebab dan akibat,

menyimpulkan informasi yang berupa data, tabel, dan gambar, serta

mengklasifikasikan serangkaian informasi kedalam bagian-bagian yang terpisah.

9. Sikap Ilmiah

Berdasarkan Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006, science

merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala

alam dan perkembangannya tidak hanya ditunjukkan oleh fakta-fakta tapi juga

timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Jumadi (2003) menyatakan bahwa,

“Science (IPA) sebagai sikap dapat dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi

proses IPA, antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin,

teliti dan sebagainya.” Sikap-sikap ini sering juga disebut sikap ilmiah atau sikap

IPA (scientific attitudes).

Beberapa pakar berpendapat bahwa sikap terdiri dari tiga komponen

(Zakaria, 2010) yakni komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen

konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap

sesuatu objek. Kemampuan kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

menjadi pegangan seseorang. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan

untuk bertingkah laku atau berbuat dengan cara tertentu terhadap suatu objek.

Sikap ilmiah secara umum dipelihara dan diperoleh siswa ketika

berperilaku sebagai seorang ilmuwan. Jadi dengan siswa melakukan praktek

sendiri seperti layaknya ilmuwan maka siswa akan mengadopsi dan

menginternalisasi sikap-sikap ilmiah tersebut. Barnes and Dobly dalam Singh

menyatakan, “Scientific attitudes can be regarded as a complex of values and

norms which is held to be binding on the man of science. The norms are expressed

in the forms of prescriptions, proscriptions, preferences and permissions. They

are legitimatized in terms of institutional values.” Berdasarkan hal tersebut sikap

ilmiah dapat dianggap sebagai nilai dan norma yang dipegang untuk mengikat

manusia dalam ilmu pengetahuan alam. Norma ini dapat berbentuk aturan,

larangan, pilihan, dan kebolehan. Norma dan nilai ini harus diinternalisasi oleh

ilmuwan dan setelah itu kemudian mereka membiasakan diri dengan kebiasaan

yang ilmiah.

Singh menyatakan, “The current set of scientific attitudes of objectivity,

open-mindedness, unbiassedness, curiosity, suspended judgement, critical

mindedness, and rationality has evolved from a systematic identification of

scientific norms and values.” Berdasarkan pendapat ini, seperangkat sikap ilmiah

meliputi sikap objektif, berpikir terbuka, berprasangka positif, memiliki

rasa ingin tahu, berpikir kritis dan sistematis.

Contoh sejalan diungkapkan Ong dan Ruthven (2009), yaitu: terbuka,

objektif, jujur, dan memiliki keragu-raguan serta (Demirbas, 2009) yaitu: hati-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

hati, rajin, pekerja keras, kreatif, peduli, terbuka, tanggung jawab, beriman, damai.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah adalah

suatu kencendrungan untuk bertindak sikap dapat dipandang sebagai sikap-sikap

yang melandasi proses IPA, antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif, kritis,

terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya.

Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimen dan demonstrasi

yang melibatkan keterampilan proses sains siswa. Untuk menemukan suatu

konsep, siswa tidak sekedar memperoleh konsep tersebut tetapi melalui suatu

proses. Dalam proses sains diperlukan adanya landasan sikap, yaitu sikap ilmiah

dari siswa. Namun, tidak banyak guru mengamati sikap ilmiah ini ketika

melakukan pembelajaran yang melibatkan keterampilan proses sains.

10. Prestasi Belajar

Hasil pengalaman belajar siswa dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu

kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu

sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga

ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut

kemampuan praktik lebih menitikberatkan pada ranah psikomotor sedangkan mata

pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah

kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif.

Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk menilai pencapaian

kompetensi peserta didik, bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan

memperbaiki proses pembelajaran (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tantang Standar Nasional Pendidikan, pasal 64 ayat 1 dan 2). Penilaian hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan

berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.

Teknik penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktik,

penugasan perseorangan atau kelompok (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 22 ayat 1 dan 2). Fungsi

penilaian dalam pembelajaran, yaitu:

a) untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan peserta


didik setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka
waktu tertentu; b) untuk mengetahui tingkat keberhasilan program
pembelajaran. Pembelajaran sebagai suatu sistem terdiri atas beberapa
komponen yang saling berkaitan satu sama lain; c) untuk keperluan dalam
melayani kebutuhan-kebutuhan peserta didik dalam rangka bimbingan dan
konseling; dan d) untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum
sekolah (Lely Halimah, dkk dalam Direktorat Pembinaan SMA, 2010).

Berdasarkan pendapat tersebut penilaian menjadi penting dilakukan untuk

mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kegiatan pembelajaran terhadap kemajuan

diri siswa. Dari hasil yang diperoleh siswa guru bisa melakukan beberapa

tindakan, misalnya melakukan perbaikan pembelajaran untuk pembelajaran

berikutnya bila hasil yang dicapai siswa kurang. Dalam penelitian akan diambil

tes prestasi belajar dalam ranah kognitif dan afektif siswa.

a. Kemampuan Ranah Kognitif

Bloom dalam Seifert (2008), mengklasifikasikan hasil pembelajaran

kognitif tersebut ke dalam beberapa kategori, yaitu: 1) Pengetahuan; 2)

Pemahaman; 3) Aplikasi; 4) Analisis; 5) Sintesis; 6) Evaluasi. Hal senada

diungkapkan Bloom dalam Sagala (2009), bahwa domain kognitif yang mencakup

kemampuan intelektual mengenal lingkungan terdiri atas enam macam


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

kemampuan yang disusun secara hierarki dari yang paling sederhana sampai yang

paling kompleks yaitu pengetahuan (kemampuan mengingat kembali hal-hal yang

telah dipelajari), pemahaman (kemampuan mengungkap makna atau arti sesuatu

hal), penerapan (kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk

menghadapai situasi-situasi baru dan nyata), analisis (kemampuan menjabarkan

sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga menjadi struktur organisasi yang dapat

dipahami), sintesis (kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi satu

keseluruhan yang berarti), dan penilaian (kemampuan memberikan harga sesuatu

hal berdasarkan kreteria intern, kelompok, ekstern, atau yang telah ditetapkan

lebih dahulu).

Taksonomi tersebut dikembangkan oleh Bloom dan rekan-rekannya pada

1950-an. Taksonomi tersebut telah direvisi oleh sekelompok siswa Bloom dan

diberi nama baru yaitu taxonomy for learning, teaching, and assessing (taksonomi

untuk belajar, mengajar, dan mengases). Perbaikan taksonomi Bloom ini

diterangkan oleh Arends (2008), Taksonomi Bloom yang direvisi bersifat dua

dimensi. Salah satu dimensinya yaitu dimensi proses kognitif (cara berpikir) berisi

enam kategori. Pertama, remember (mengingat), yaitu mengambil pengetahuan

yang relevan dari ingatan jangka panjang. Proses kognitif yang terkait antara lain:

mengenali, mengingat kembali. Kedua, understand (memahami), yaitu

mengonstruksikan makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk komunikasi

lisan, tulisan, dan grafis. Proses kognitif yang terkait antara lain:

menginterpretasikan, memberi contoh, mengklasifikasikan, merangkum,

menyimpulkan, membandingkan, menjelaskan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

Ketiga, apply (menerapkan), yaitu melaksanakan atau menggunakan

prosedur dalam situasi tertentu. Proses kognitif yang terkait antara lain:

melaksanakan, mengimplementasikan. Keempat, analyze (menganalisis), yaitu

memecah materi menjadi bagian-bagian konstituen dan menentukan hubungan

antara satu bagian dengan bagian lain dan dengan struktur atau maksud

keseluruhan. Proses kognitif yang terkait antara lain: mendiferensiasikan,

mengorganisasikan, mengatribusikan. Kelima, evaluate (mengevaluasi), yaitu

membuat judgment berdasarkan kriteria tertentu. Proses kognitif yang terkait

antara lain: mengecek, mengkritik. Terakhir, create (menciptakan) dalam Jacobin

et al. (2009: 96), menciptakan melibatkan pemaduan elemen-elemen ke dalam

suatu sintesis yang unik. Aktivitas menciptakan mmelibatkan proses meletakkan

sesuatu secara bersama-sama untuk menghasilkan suatu hal yang baru dan unik.

Dimensi ini diasumsikan terletak di sepanjang kontinum kompleksitas

kognitif. Kategori–kategori tersebut disusun secara hirarkis, sehingga menjadi

taraf–taraf yang menjadi semakin bersifat kompleks, mulai dari yang pertama

sampai dengan yang terakhir.

b. Kemampuan Ranah Afektif

Kemampuan afektif merupakan salah satu ranah hasil belajar yang

dikembangkan Anderson. Anderson dalam Panduan Pengembangan Penilaian

Afektif – Dit. Pembinaan SMA berpendapat bahwa, “karakteristuk manusia

meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal perasaan

berkaitan dengan ranah afektif”. Menurut Popham (1995) dalam Mardapi (2008),

ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

Menurut Krathwohl (1961) dalam anonim bila ditelusuri hampir semua

tujuan kognitif mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains,

misalnya, di dalamnya terdapat komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah

komponen afektif. Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada

lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization, dan

characterization. Berikut penjelasannya:

1) Tingkat Receiving

Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan

memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan,

musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta

didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik

mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan

sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan,

yaitu kebiasaan yang positif.

2) Tingkat Responding

Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai

bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan

fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini

menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau

kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah

minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada

aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang

membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

3) Tingkat Valuing

Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang

menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari

menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan,

sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi

dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan

dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam

tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.

4) Tingkat Organization

Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik

antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang

konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau

organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.

5) Tingkat Characterization

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat

ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada

waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini

berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.

Sedangkan Herliani (2009), menyatakan ada lima aspek afektif hasil

klasifikasi Tuckman, Anderson, dan Gable, yaitu: sikap, minat, konsep diri, nilai,

dan moral. Berikut ini merupakan penjelasan yang dirangkum dari Mardapi

(2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

66

1) Sikap

Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu

yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal.

Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin

dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah

penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata

pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Komponen sikap

dibentuk dari tiga komponen yang saling menunjang dalam pembentukan sikap

individu, yaitu: (a) komponen kognitif yang berisi kepercayaan seseorang

mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap; (b) komponen

afektif yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu

objek sikap (menyangkut perasaan yang dimiliki terhada sesuatu); (c) komponen

konatif yang menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam

diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Herliani,

2009).

2) Minat

Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir

melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,

aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.

Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

3) Konsep Diri

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu

terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Arah konsep diri bisa positif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

67

atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum,

yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan

jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri

sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik serta untuk

memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.

4) Nilai

Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang

perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.

Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah

keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada

keyakinan.

5) Moral

Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan

orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya

menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik

maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang,

yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan

dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar siswa yang berupa ranah afektif berkaitan erat dengan sikap-sikap yang

dimiliki siswa. Oleh karena itu diperlukan juga pengamatan dan penilaian

terhadap ranah afektif untuk mengetahui prestasi belajar siswa.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

68

c. Kemampuan Ranah Psikomotor

Bloom (1979) dalam anonim berpendapat bahwa ranah psikomotor

berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan

manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Keterampilan itu sendiri

menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas

tertentu. Leighbody (1968) dalam anonim berpendapat bahwa penilaian hasil

belajar psikomotor mencakup: 1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja;

2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan

pengerjaan; 3) kecepatan mengerjakan tugas; 4) kemampuan membaca gambar

dan atau symbol; 5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran

yang telah ditentukan.

Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor

dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat

belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata

pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal.

Pada penelitian ini prestasi belajar IPA siswa hanya dibatasi pada kemapuan ranah

kognitif dan ranah afektif.

11. Pokok Bahasan Bunyi

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 SMP,

pokok bahasan Bunyi adalah salah satu pokok bahasan bidang studi IPA pada

kelas VIII semester 2. Adapun kompetensi dasar yang ingin dicapai adalah

mendeskripsikan konsep bunyi dalam kehidupan sehari-hari. Materi Bunyi dapat

diamati secara langsung baik melalui percobaan maupun pengamatan yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

69

melibatkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan tersebut diantaranya

adalah: keterampilan mengamati; menginterpretasi; mengklasifikasi;

memprediksi; berkomunikasi; berhipotesis; merencanakan percobaan atau

penyelidikan; mengajukan pertanyaan; dan menyimpulkan. Sehingga dalam

proses pembelajaran tersebut diperlukan adanya sikap yang melandasi proses

sains, yaitu sikap ilmiah.

Untuk dapat menyimpulkan dari beberapa bagian konsep untuk menjadi

bagian yang utuh, siswa perlu suatu kemampuan untuk menganalisis. Materi

Bunyi membutuhkan kemampuan analisis karena materi ini mencakup informasi,

data dan fakta yang harus dianalisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan. Dalam

pembelajaran. Berkaitan dengan karakteristik tersebut maka dalam pembelajaran

Bunyi harus dilandasi dengan sikap ilmiah yang baik dan memerlukan

kemampuan siswa menganalisis fenomena Bunyi yang ditampilkan.

Siswa harus belajar Bunyi karena manfaat Bunyi sebagai bahan kajian

IPA yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Berdasarkan tujuan

pembelajaran IPA di SMP siswa harus memiliki keyakinan terhadap kebesaran

Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dapat diwujudkan salah satunya dengan rasa

syukur akan ciptaan Tuhan atas indera pendengaran serta indera pengucap yang

telah diciptakan-Nya. Materi Bunyi pun bermafaat bagi kehidupan. Untuk

mengetahui manfaat bunyi, maka diperlukan adanya diskusi untuk mengkaji

Bunyi secara mendalam. Banyaknya manfaat yang dimiliki, diharapkan dapat

mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap pentingnya

Bunyi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

70

a. Getaran dan Gelombang

Untuk memahami Bunyi terlebih dahulu akan dibahas tentang getaran.

Getaran adalah gerak bolak-balik di sekitar titik tetap (titik kesetimbangan).

Getaran timbul karena adanya gaya pemulih yang arahnya selalu melawan arah

simpangannya. Contoh getaran antara lain ayunan sederhana dan getaran pada

senar gitar/biola.

Gelombang seperti dirangkum dari (Wilson, 1997), “gelombang adalah

usikan (gangguan) dari keadaan setimbang yang merambat dalam ruang.” Ketika

medium diganggu, energi diberikan kepada medium. Dengan menganggap energi

ditambahkan kepada material secara mekanik, seperti misalnya dengan meniup

(pada kasus gas) atau dengan tekanan. Hal ini akan membuat parikel bergetar.

Karena partikel saling berhubungan oleh gaya antarmolekul, getaran setiap

partikel mempengaruhi partikel di sebelahnya. Energi yang ditambahkan tersebut

membuat partikel berinteraksi dengan medium. Pada kasus ini, tidak ada gaya

pemulih pada rambatan energi. Jadi dalam perambatan energi, partikel tidak

bergetar seperti yang dilakukan dalam medium bahan.

Besaran-besaran pada gelombang antara lain: 1) amplitudo, yaitu

simpangan maksimum dari posisi setimbang; 2) panjang gelombang, yaitu jarak

antara dua partikel sefase yang berurutan; 3) frekuensi, yaitu jumlah gelombang

tiap sekon; 4) periode, yaitu waktu yang diperlukan untuk menempuh satu

panjang gelombang.

Berdasarkan arah rambat dan arah getarnya gelombang dapat dibagi

menjadi dua tipe, yaitu gelombang transversal dan longitudinal. Gelombang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

71

transversal adalah gelombang yang arah gerak dan arah rambat parikelnya saling

tegak lurus. Gelombang transversal kadang disebut shear wave karena

gangguannya memberikan gaya yang cenderung untuk memotong medium. Shear

waves dapat merambat hanya dalam zat padat, karena zat cair atau gas tidak

memiliki gaya pemulih antar partikel yang cukup untuk merambatkan sebuah

gelombang transversal. Sedangkan gelombang longitudinal, partikel bergetar

sejajar dengan arah kecepatan gelombang. Gelombang bunyi merupakan salah

satu contoh gelombang longitudinal. Gelombang longitudinal terdiri atas rapatan

dan renggangan. Sebuah gangguan periodik menghasilkan rapatan di udara.

Renggangan disebabkan karena massa jenis udara pada wilayah tersebut

berkurang. Gelombang longitudinal dapat merambat pada zat padat, zat cair dan

zat gas.

b. Pengertian Bunyi

Dalam perambatannya, bunyi memerlukan medium. Unuk menimbulkan

bunyi, maka harus ada gangguan atau getaran pada medium. Gangguan dapat

dilihat seperti ketika memetik gitar, memukul meja, serta ketika seseorang

berbicara, maka akan dirasakan adanya getaran. Adanya getaran tersebut,

membuat gitar, meja, dan seseorang berbunyi. Akan tetapi, jika benda-benda

tersebut sudah tidak bergetar (diam) maka tidak lagi terdengar bunyi. Sehingga,

dapat dikatakan sumber bunyi adalah benda yang bergetar. Gelombang bunyi

dalam gas dan zat cair merupakan gelombang longitudinal. Sedangkan dalam zat

padat dapat mempunyai komponen longitudinal dan juga transversal. Interaksi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

72

antarmolekul dalam zat padat lebih kuat daripada dalam fluida, dan

memungkinkan gelombang transversal merambat.

Karakteristik gelombang bunyi dapat divisualisasi dengan menggunakan

garputala. Garputala bergetar pada frekuensi tertentu, sehingga sebuah nada

tunggal dapat didengar. Getaran mengganggu udara, menciptakan daerah dengan

masa jenis lebih tinggi atau disebut sebagai rapatan dan daerah yang massa

jenisnya lebih rendah yang disebut sebagai renggangan. Ketika garputala bergetar,

gangguannya merambat ke arah luar dan rentetannya dapat digambarkan oleh

gelombang sinusoidal.

Ketika gangguanya merambat melalui udara dan mencapai telinga,

gendang telinga diatur bergetar oleh variasi tekanan. Tulang pendengaran

kemudian membawa getaran ke telinga bagian dalam, tempat getaran diambil oleh

syaraf audiori. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Terdengarnya Bunyi

Berikut merupakan penjelasan tentang bunyi manusia. Energi bunyi yang

berhubungan dengan bunyi manusia yang berasal dari kerja otot diafragma yang

mengangkat udara dari paru-paru. Untuk menghasilkan getaran, aliran konstan

udara harus diganggu secara periodik atau dimodulasi. Organ yang memodulasi

adalah laring (kotak bunyi), yang melebarkan membran (pita suara). Pita suara
commit to user
yang membuka dan menutup memodulasi aliran udara dan menghasilkan bunyi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

73

Gelombang bunyi dari laring dimodulasi lebih jauh pada berbagai rongga

resonansi di tenggorokan, mulut, dan hidung, di mana gelombang berdiri

terbentuk. Beberapa rongga dapat diatur oleh kontrol dari lidah dan mulut,

sehingga dapat membuat beragam variasi bunyi (Wilson, 1997).

c. Syarat Terdengarnya Bunyi

Syarat terjadi dan terdengarnya bunyi yaitu: (1) ada sumber bunyi; (2)

ada medium atau zat antara, yaitu zat padat, cair, dan gas; (3) ada pendengar

(penerima bunyi) yang berada di dekat atau dalam jangkauan jangkauan sumber

bunyi.

Sumber bunyi berasal dari benda yang bergetar. Zat padat merupakan

penghantar bunyi yang paling baik, kemudian diikuti oleh zat cair dan selanjutnya

udara. Karena bunyi merupakan peristiwa getaran yang merambat, maka bunyi

memiliki frekuensi dan amplitudo. Frekuensi menentukan tinggi rendahnya bunyi

dan amplitudo mempengaruhi kuat lemahnya bunyi. Jika jarak antara penerima

dan sumber bunyi semakin jauh maka penerima (pendengar) akan mendengar

bunyi semakin lemah. Bila jarak semakin dekat penerima mendengar bunyi

semakin kuat. Setiap sumber bunyi menghasilkan bunyi dengan frekuensi tertentu

yang tidak sama besarnya antara satu dengan yang lainnya.

d. Kelajuan Gelombang Bunyi

Untuk merambat dari suatu tempat ke tempat lain, bunyi memerlukan

waktu. Makin jauh jarak yang ditempuh makin lama waktu yang dibutuhkannya.

Cepat rambat gelombang bunyi dalam medium tergantung pada tekanan dan

massa jenis medium. Medium tersebut dapat berupa zat padat, cair, dan gas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

74

Untuk menentukan laju gelombang bunyi di berberapa medium, ditinjau

kelajuan gelombang bunyi pada tali. Berikut akan ditinjau penentuan kelajuan

pulsa transversal yang merambat pada tali yang tegang. Jika tali berada dalam

keadaan tegang ditarik ke samping kemudian dilepaskan, tegangan tersebut akan

menyebabkan percepatan elemen tertentu dari tali tersebut hingga mencapai posisi

keseimbangannya. Menurut Hukum II Newton, percepatan elemen bertambah

seiring bertambahnya tegangan. Jika elemen bertambah kembali ke dalam

keadaan kesetimbangannya lebih cepat akibat bertambahnya percepatan, dapat

disimpulkan bahwa kelajuan gelombangnya lebih besar. Dengan demikian

kelajuan gelombang bertambah seiring bertambahnya tegangan.

Begitu juga, kelajuan gelombang akan berkurang ketika massa per satuan

panjang tali bertambah. Hal ini terjadi karena sulit untuk mempercepat sebuah

elemen yang berat daripada elemen yang ringan. Jika tegangan tali adalah T dan

massa per satuan panjangnya adalah m maka kelajuan gelombangnya adalah:

T
v= (2.1)
m

Pertama dianalisis melalui analisis dimensi. Dimensi T adalah ML/T2 dan

T
dimensi m adalah ML-1. Jadi, dimensi adalah L2 T-2; oleh karena itu dimensi
m

T
adalah LT-1 yang merupakan dimensi kelajuan.
m

Analisis secara mekanis untuk memperoleh persamaaan (2.2). Anggap

semua elemen pada tali bergerak ke kiri, sebuah elemen pada tali pada awalnya

commit
berada di kanan pulsa akan bergerak ketokiri,
usernaik dan mengikuti bentuk pulsa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

75

kemudian terus bergerak ke kiri. Gambar (2.2) menunjukkan elemen seperti hal

itu saat pulsa terletak pada puncaknya.

T cos q Dx T cos q
q q

T 2T sin q T
Dx
R
q
R
O
O
Gambar 2.2 Gaya pada Elemen Tali

Elemen kecil tali dengan panjang Dx seperti ditunjukkan pada Gambar (2.2) dan

diperbesar dalam Gambar (2.2), membentuk sebuah busur lingkaran berjari-jari R.

dalam kerangka acuan yang bergerak (yang bergerak ke kanan pada kelajuan v

bersama dengan pulsa), elemen yang diarsirnya bergerak ke kiri dengan kelajuan

v. Elemen tersebut memiliki percepatan sentripetal yang diakibatkan oleh

komponen gaya T. Gaya T bekerja pada kedua sisi elemmen dan bersinggungan

dengan busur, seperti diperlihatkan Gambar (2.2). Komponen horizontal T saling

meniadakan dan masing-masing komponen verikal bekerja secara radial menuju

pusat busur. Karena elemen tersebut kecil, maka q juga kecil dan dapat

digunakan pendekatan sudut kecil sin q » q . Maka berdasarkan Hukum II

Newton:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

76

åF Y = ma
v2
2T sin q = m ; m = D xm
R
v2
2Tq = Dxm ; Dx = R ( 2q )
R
2TqR
v=
R (2q ) m
T
v= (2.2)
m

Pada kasus tersebut, kelajuan gelombang bergantung pada sifat elasitistas

medium atau tegangan tali (T) dan pada sifat inersia ( m ). Pada kenyataannya,

kelajuan gelombang mekanik sesuai dengan pernyataan dalam bentuk umum

berikut:

sifat elastistas
v= (2.3)
sifat inersia medium

Jadi kelajuan gelombang bunyi di dalam medium perantara bergantung pada

kompresibilitas dan kerapatan medium.

Dari persamaan (2.2) dapat dikembangkan untuk memperoleh kelajuan

benda pada zat padat. Pada zat padat sifat elastisitas bahan dipengaruhi oleh

modulus Young (Y) Seperti sudah diketahui besarnya modulus Young:

t F L
Y = = . (2.4)
e A DL
DLYA
F= (2.5)
L
dari persamaan (2.2) dan (2.5) diperoleh:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

77

T
v=
m
FL
v=
m
DLYAL
v=
Lm
DLYA
v=
m
DLYA
v=
rV
YADL
v=
rADL
Y (2.6)
v=
r

Aplikasi kelajuan pada udara

Pada zat gas sifat elastik benda dipengaruhi oleh modulus Bulk. Besarnya

modulus Bulk (B), yaitu:

t F V
B= = . (2.7)
e A DV

DVBA
F= (2.8)
V
dari persamaan (2.2) dan (2.8) diperoleh:

T
v=
m
Fx
v=
m
DVBAx V
v= ;x =
Vm A
DVBAV
v=
VmA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

78

DVBAV
v=
VmA
DVB
v=
m
DVB
v=
rDV
B (2.9)
v=
r

Kelajuan bunyi juga bergantung pada suhu medium. Untuk bunyi yang

merambat di udara, hubungan antara kelajuan bunyi dengan suhunya adalah:

TC
v = 331 m/s 1 + (2.10)
273o C

331 m/s merupakan kelajuan bunyi di udara pada 0oC dan TC merupakan suhu

udara dalam derajat Celcius. Melalui persamaan ini dapat diketahui bahwa pada

20oC kelajuan bunyi di udara adalah sekitar 343 m/s.

Informasi tersebut memberikan kemudahan untuk mengukur jarak

terjadinya petir yaitu dengan mencatat selang waktu yang dibutuhkan antara

percikan kilat dan suara gemuruhnya dan membagi waktu tersebut dengan 3 akan

memberikan perkiraan jarak dari pengamat ke kilat dalam satuan kilometer

(karena 343 m/s adalah sekitar 1/3 km/s).

Untuk pembahasan materi SMP, cepat rambat bunyi didefinisikan

sebagai perbandingan antara jarak yang ditempuh bunyi dengan selang waktunya.

Untuk mencari besarnya cepat rambat bunyi digunakan persamaan:

曀 (2.11)

Jika gelombang menempuh jarak satu panjang gelombang (λ), maka waktu
commit to user
tempuhnya adalah periode gelombang itu (T), sehingga persamaan (2.11) ditulis:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

79

l
v= , (2.12)
T

1
f = , (2.13)
T

sehingga: v = l f (2.14)

Berikut ini adalah contoh bahwa bunyi memerlukan waktu dalam

perambatannya:1) pada saat hujan, sering kita amati adanya kilat dan guntur.

Sebetulnya kilat dan guntur terjadi pada saat yang bersamaan, tetapi kita lebih

dahulu melihat kilat (cahaya) baru beberapa saat kemudian mendengar guntur

(suara); 2) ketika melihat orang yang menebang pohon dengan kampak, kita

mendengar bunyi beberapa saat setelah kampak mengenai pohon.

Tabel 2.6. Kecepatan Bunyi dalam Berbagai Medium


Medium v (m/s) Medium v (m/s) Medium v (m/s)
Gas Cair pada 25 oC Padat
Hidrogen (0oC) 1,286 Gliserol 1,904 Gelas pyrex 5640
Helium (0oC) 972 Air laut 1,533 Besi 5950
Udara (0oC) 331 Air 1,493 Alumunium 6420
Udara (20oC) 343 Merkuri 1,450 Kuningan 4700
Oksigen (0oC) 317 Kerosin 1,324 Tembaga 5010
Alcohol metal 1,143 Emas 5240
Karnon tetraklorid 929 Karet 1600
(Sumber: Serway, 2004)

e. Gelombang Bunyi Periodik

Gelombang bunyi periodik satu dimensi dapat dihasilkan dalam tabung

pipa sempit dan panjang yang berisi gas, dengan menggunakan piston yang

berosilasi pada salah satu ujungnya seperti diperlihatkan Gambar 2.3

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

80

l
Gambar 2.3 Perambatan Gelombang Longitudinal Melalui Tabung Berisi Gas

Daerah yang berwarna lebih gelap merepresentasikan gas yang

dimampatkan sehingga kerapatan dan tekanannya berada di atas nilai

kesetimbangan. Daerah yang dimampatkan terbentuk ketika piston ditekan ke

dalam tabung pipa. Daerah yang dimampatkan disebut rapatan yang berpindah

sebagai pulsa, begitu juga dengan daerah yang dimampatkan yang berada di

depannya. Ketika piston ditarik kembali gas yang di depannya mengembang

sehingga tekanan dan kerapatan pada daerah ini berada di bawah nilai

kesetimbangan (diwakili oleh daerah yang berwarna lebih terang pada Gambar

2.3). Daerah bertekanan rendah disebut regangan, yang juga menjalar sepanjang

tabung pipa mengikuti rapatan. Kedua daerah ini berpindah dengan kelajuan yang

sama dengan kelajuan bunyi dalam medium.

Ketika piston berosilasi secara sinusoidal, daerah rapatan dan renggangan

terbentuk secara berkelanjutan. Jarak antara dua rapatan atau jarak antara dua

renggangan merupakan satu panjang gelombang (λ). Saat kedua daerah ini

merambat, elemen-elemen kecil pada medium bergerak dengan gerakan garmonik


commit
sederhana yang sejajar dengan arah to usergelombang. Jika s(x,t) merupakan
perambatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

81

fungsi posisi dari suatu elemen kecil relatif terhadap posisi kesetimbangan, maka

fungsi posisi harmonik dapat dituliskan:

s ( x, t ) = s maks cos(kx - wt) (2.15)

Gambar 2.4 Amplitudo Perpindahan

smax merupakan posisi masksimum dari elemen relatif terhadap kesetimbangan

yang biasa disebut sebagai amplitudo perpindahan gelombang. Perpindahan

elemen adalah sepanjang x dalam arah rambatan gelombang bunyi, hal itu berarti

menggambarkan bentuk gelombang longitudinal.

f. Intensitas Gelombang Bunyi Periodik

Gelombang yang merambat pada tali yang tegang memerlukan energi,

begitupun gelombang bunyi. Tinjau Gambar 2.5 sebuah elemen udara dengan

massa Dm dan ketebalan Dx di depan piston yang berisolasi dengan frekuensi w .

Piston menghantarkan energi ke elemen udara di dalam tabung dan


commit to user
energi merambat keluar dari piston dalam bentuk gelombang bunyi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

82
Luas Penampang (A)

v
Dm

Dx
Gambar 2.5 Piston yang berosilasi memberikan energi ke
udara di dalam tabung

jadi intensitas bunyi:

energi/wak tu P
I= = (2.16)
luas bidang A

Sekarang tinjau suatu sumber titik yang memancarkan gelombang bunyi yang

sama ke semua arah. Intensitas bunyi berkurang saat pendengar menjauhi sumber.

Misal sumber dianggap sebagai titik dengan jari-jari r, maka sumber dapat

dianggap sebagai bola. Daya rata-rata yang dipancarkan sumber pasti terdistribusi

merata pada permukaan bola dengan luas permukaan 4pr 2 . Maka, intensitas

gelombang pada jarak r dari sumber adalah:

P P
I= = (2.17)
A 4pr 2

g. Taraf Intensitas Bunyi

Taraf intensitas bunyi didefinisikan sebagai logaritma perbandingan

antara intensitas bunyi dengan intensitas ambang pendengaran. Secara matematis:

I
b = 10 log (2.18)
I0

Anggap b1 adalah taraf intensitas bunyi terhadap intensitas bunyi pertama I1 dan

b 2 = taraf intensitas bunyi terhadap


commit to user
intensitas bunyi pertama I2. Maka selisih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

83

intensitas bunyi pertama terhadap intensitas bunyi kedua:

Db = b 2 - b 1
I2 I
= 10 log - 10 log 1
I0 I0
I2
= 10 log (2.19)
I1

Tabel 2.7 Taraf Intensitas Beberapa Sumber Bunyi


Sumber Bunyi dB
Pesawat jet 150
Mesin tembak 130
Konser musik rock 120
Kereta api bawah tanah 100
Lalu lintas ramai 80
Percakapan normal 60
Orang yang berbisik 20
Ambang pendengaran 10
(Sumber: Serway, 2004)

h. Jenis-Jenis Bunyi Berdasarkan Frekuensinya

Bunyi dapat kita dengar berdasarkan frekuensinya. Berikut pembagian

bunyi berdasarkan frekuensinya yang dirangkum dari (Serway, 2004): (1)

infrasonik: bunyi yang frekuensinya kurang dari 20 Hz (tidak dapat terdengar

manusia, tapi jangkrik, gajah, dan anjing bisa mendengarnya); (2) audiosonik:

bunyi yang frekuensinya antara 20 Hz hingga 20.000 Hz (dapat didengar

manusia); (3) ultrasonik: bunyi yang frekuensinya lebih dari 20.000 Hz (tidak

dapat terdengar manusia, tapi kelelawar, kucing dan lumba – lumba bisa

mendengarnya).

Ada banyak aplikasi ultrasonik. Karena gelombang ultrasonik dapat

melewati dalam jarak jangkauan kilometer dalam air, ultrasonik dimanfaatkan

sebagai sonar. Sonar berhubungan dengan radar, yang digunakan gelombang radio
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

84

untuk jangkauan dan deteksi. Pulsa bunyi dikumpulkan oleh bagian alat dalam

sonar dan dipantulkan oleh objek di bawah air dan menghasilkan gema yang

ditangkap oleh detektor. Waktu yang dibutuhkan oleh pulsa bunyi untuk membuat

lintasan berurutan bersama-sama dengan kecepatan gelombang air, memberikan

jarak pantul terhadap objek. Dengan cara yang sama, ultrasonik digunakan dalam

autofocus kamera. Pengukuran jarak memungkinkan penyesuaian fokus dibuat.

Tidak hanya untuk jangkauan, sonar juga digunakan untuk membuat gambar dasar

laut dan objek yang diam di dalamnya seperi kapal tenggelam.

Dalam kedokteran, ultrasonik digunakan untuk memeriksa jaringan dan

organ dalam yang hampir tidak terlihat oleh sinar X. Generator ultrasonik

(tranduser) terbuat dari kristal kuarsa menghasilkan gelombang dengan frekuensi

tinggi yang digunakan untuk melakukan scanning bentuk tubuh dari beberapa

sudut. Pantulan dari daerah yang di-scan dimonitor, dan komputer membentuk

gambar dari sinyal yang dipantulkan. Gambar direkam dalam beberapa waktu tiap

sekon. Susunan gambar organ dalam kemudian ditampilkan, seperti misalnya

jantung atau janin.

Dalam industri dan aplikasi rumah tangga, ultrasonik dimanfaatkan untuk

membersihkan bagian mesin logam dan perhiasan. Getaran ultrasonik frekuensi

tinggi (panjang gelombang pendek) melepaskan partikel pada tempat-tempat yang

tidak terjangkau.

i. Karakteristik Bunyi

Ada tiga istilah yang dapat digunakan dalam menggambarkan bunyi,

yaitu: nada, kuat lemah bunyi, dan warna bunyi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

85

1) Nada

Nada adalah bunyi yang mempunyai frekuensi teratur, yang termasuk

nada misalnya bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat musik. Desah adalah bunyi

yang mempunyai frekuensi tidak teratur, misalnya suara daun yang ditiup angin,

suara air hujan, suara meja yang dipukul-pukul sembarang dan sebagainya. Bunyi

desah yang sangat keras disebut dentum. Contoh dentum adalah bunyi meriam

dan bunyi bom.Tinggi rendahnya nada dipengaruhi oleh frekuensi bunyi. Semakin

besar frekuensi, maka semakin tinggi bunyi. Sebaliknya, semakin kecil frekuensi,

semakin rendah bunyi (Darianto, 2008).

Tabel 2.8. Deretan Nada dan Perbandingan Frekuensinya


c d e f g a b c’
24 27 30 32 36 40 45 48
prime seconde terst Kwart kwint Sektet septime oktaf
(Sumber: Darianto, 2008)

Secara internasional frekuensi nada A (440 Hz) disepakati sebagai kunci untuk

mencari frekuensi nada lain.

2) Kuat Bunyi

Kekuatan bunyi adalah sensasi yang dirasakan oleh pendengar. Kuat

lemahnya bunyi ditentukan oleh intensitas bunyi yang diterima oleh pendengar.

Intensitas bunyi ditentukan oleh: (a) daya radiasi sumber bunyi (I ∞ P); (b) jarak

pendengar ke sumber bunyi (I ∞ 1/r2). Karena intensitas sebanding dengan

kuadrat amplitudo maka kuat lemahnya bunyi bergantung pada amplitudo. Makin

kuat atau makin keras bunyi, makin besar amplitudo. Sebaliknya, makin lemah

bunyi, makin kecil amplitudo.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

86

3) Warna Bunyi

Gabungan nada bunyi antara nada dasar dan nada atas yang menyertainya

disebut warna bunyi (timbre). Warna bunyi merupakan gabungan dari dua bunyi

yang memiliki frekuensi yang sama tetapi terdengar berbeda. Warna bunyi yang

dihasilkan setiap sumber bunyi yang berbeda akan berbeda. Perbedaan warna

bunyi yang dihasilkan sumber bunyi yang berbeda terjadi karena perbedaan

bentuk sumber bunyi (Darianto, 2008).

j. Pelayangan Bunyi

Pelayangan bunyi dihasilkan ketika dua sumber gelombang bunyi yang

memiliki frekuensi hampir sama terdengar secara bersama. Pendengar merasakan

adanya pelayangan bunyi sebagai fluktuasi intensitas bunyi. Seorang pendengar

akan mendengar jumlah tertentu pelayangan per sekon yang disebut sebagai

frekuensi pelayangan. Jika ada dua gelombang bunyi yang memiliki frekuensi

masing-masing f1 dan f2 di mana f1 hampir sama dengan f2, maka pendengar

tersebut akan mendenganr pelayangan sebagai fluktuasi frekuensi f yang diberikan

sebagai:

f = f1 - f2 (2.20)

k. Hukum Marsenne

Seorang ahli fisika Marsenne telah menyelidiki frekuensi yang dihasilkan

oleh senar-senar yang bergetar dengan menggunakan alat yang disebut sonometer.

Sonometer merupakan alat yang digunakan untuk menyelidiki hubungan antara

frekuensi, panjang senar, tegangan senar, tebal senar dan bahan senar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

87

Penyelidikan tersebut menghasilkan Hukum Marsenne. Bunyi hukum

Marsenne yaitu tinggi rendahnya nada : (1) berbanding terbalik dengan panjang

senar (l); (2) berbanding terbalik dengan akar luas penampang senar (A); (3)

sebanding dengan akar tegangan senar (F); (4) berbanding terbalik dengan akar

massa jenis bahan senar (ρ). Hukum Marsenne dituliskan sebagai berikut :

曠 (2.21)
⏸ℓ

l. Resonansi

Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda karena getaran

benda lain. Resonansi terjadi bila frekuensi benda yang bergetar sama dengan atau

kelipatannya frekuensi benda yang turut bergetar.

1) Resonansi pada Garputala

Gambar 2.6. Resonansi Pada Garputala

Getaran dari garputala A menyebabkan garputala B yang memiliki

frekuensi yang sama ikut bergetar, meskipun lemah. Peristiwa ini disebut

resonansi.

2) Resonansi pada Ayunan Bandul

E
A C D

B F
Gambar 2.7. Resonansi Pada Ayunan Bandul

Bandul A memiliki panjang tali yang sama dengan bandul E, tetapi

commit
memiliki panjang tali yang berbeda to lainnya.
dengan user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

88

Apabila bandul A diayunkan, maka bandul E akan ikut berayun,

sedangkan bandul B, C, D, dan F tetap diam. Hal ini disebabkan bandul A dan E

memiliki panjang tali dan waktu ayun yang sama sehingga frekuensinya sama,

sedangkan bandul lain memiliki frekuensi yang berbeda. Karena frekuensi

bandulA dan E sama, maka bandul E dikatakan beresonansi dengan bandul A.

3) Resonansi Kolom Udara

Gambar 2.8. Resonansi Kolom Udara

Resonansi udara akan terjadi pada setiap tinggi kolom udara yang

merupakan kelipatan bilangan ganjil dari seperempat panjang gelombang sumber

getar. Garputala digetarkan di atas tabung kaca. Pada kedudukan l1 akan terjadi

resonansi pertama. Pada kedudukan l2 akan terjadi resonansi kedua. Terjadinya

resonansi bila dipenuhi syarat bila panjang kolom udara di atas permukaan air

dalam pipa:

⏸鸈
ℓ鸈 (2.22)

n : resonansi ke-n, dengan n = 1, 2, 3,…

Contoh-contoh peristiwa resonansi dalam kehidupan sehari-hari yaitu:

(1) Gitar atau biola. Bunyi yang ditimbulkan oleh senar gitar dan biola menjadi

lebih kuat, disebabkan oleh resonansi udara di dalam kotak gitar dan biola; (2)

Gamelan dapat mengeluarkan suara nyaring, karena dalam gamelan itu terdapat

commit
resonansi udara; (3) Seruling apabila to user
ditiup akan mengeluarkan suara yang cukup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

89

keras. Hal ini disebabkan adanya resonansi udara di dalam seruling; (4) Resonansi

terjadi pada kolom udara yang dibuat di tengah kentongan, sehingga bunyinya

nyaring.

m. Fenomena Gelombang

1) Pemantulan Bunyi

a) Hukum Pemantulan Bunyi

Gambar 2.9. Hukum Pemantulan Bunyi

Apabila bunyi mengenai permukaan yang keras, maka akan dipantulkan

mengikuti suatu aturan yang disebut hukum pemantulan bunyi.

Hukum pemantulan bunyi (perhatikan Gambar 2.9 di atas): (1) bunyi

datang (AB), garis normal (BN) dan bunyi pantul (BC) terletak pada satu bidang

datar; (2) Sudut datang sama dengan sudut pantul

b) Manfaat Pemantulan Bunyi dalam Kehidupan Sehari-hari

(1) Untuk Menentukan Dalamnya Laut

Pemantulan bunyi dapat dimanfaatkan untuk mengukur kedalaman laut.

Kedalaman laut dapat dihitung dengan mencatat selang waktu antara pemancaran

bunyi dan penerimaan bunyi yang diantulkan oleh dasar laut. Untuk maksud ini,

digunakan kapal yang dilengkapi transmitter sebagai sumber getar dan hidrofon

sebagai alat penangkap bunyi pantulan. Gelombang yang dipancarkan oleh

transmitter dipantulkan oleh dasar laut. Cepat rambat bunyi dalam gelombang laut
commit to user
diketahui, yaitu 1500 m/s.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

90

Persamaan yang digunakan untuk mengukur kedalaman laut (s) adalah:

㣠 (2.23)

Gambar 2.10 a. Pemanfaatan Gelombang Bunyi oleh Nelayan b. Skema


Pemantulan Bunyi untuk Mengukur Kedalaman Laut

(2) Untuk Menentukan Panjang Lorong Gua

Prinsip penentuan panjang lorong gua hampir sama dengan prinsip

menentukan dalamnya laut.Dalamnya laut atau panjang lorong gua dapat dihitung

dengan persamaan (2.23).

c) Macam-Macam Bunyi Pantul

(1) Bunyi Pantul Memperkuat Bunyi Asli

Hal ini terjadi karena bunyi pantul hampir bersamaan dengan bunyi asli

(Darianto, 2008: 99). Bunyi pantul dapat memperkuat bunyi asli jika jarak sumber

bunyi dan dinding pemantul berdekatan, sehingga selang waktu antara bunyi asli

(bunyi datang) dan bunyi pantul sangat kecil.

(2) Gaung atau Kerdam

Gaung atau kerdam adalah bunyi pantul yang hanya sebagian terdengar

bersama-sama dengan bunyi asli, sehingga bunyi asli terdengar tidak jelas. Gaung

terjadi karena jarak antar sumber bunyi dengan dinding pemantul cukup jauh
commit to user
sehingga sebagian saja bunyi pantul yang terdengar bersamaan dengan bunyi asli,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

91

bunyi pantul seperti ini mengganggu bunyi asli. Gaung dapat terjadi pada ruang

yang agak besar, misalnya gedung pertemuan, dan gedung aula.

Misal:

Bunyi asli : bi – ca - ra

Bunyi pantul :…bi…ca….ra

Terdengar : bi-...-….-.…-ra

Untuk menghindari gaung biasanya gedung pertemuan atau gedung

bioskop dipasang peredam bunyi pada dindingnya. Peredam bunyi adalah zat-zat

yang dapat menyerap bunyi yang diterimanya. Bahan peredam bunyi yang dapat

digunakan yaitu: (1) bahan berpori-pori, karakter akustik bahan berpori seperti

papan serat (fiber board), plesteran lembut (soft plasters), mineral wools dan

selimut isolasi adalah jaringan selular dengan pori-pori yang saling berhubungan;

(2) penyerap panel atau penyerap selaput, penyerap panel pada konstruksi

auditorium yang berperan pada penyerapan frekuensi rendah (panel kayu dan

hardboard gypsum boards, langit-langit plesteran yang digantung, plesteran

berbulu, plastic board tegar, jendela, kaca, pintu, lantai kayu, serta pelat-pelat

logam (Hananto, 2010)

(3) Gema

Gema adalah bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi asli selesai

diucapkan sehingga pendengar dapat mendengar bunyi pantul lengkap seperti

bunyi aslinya. Gema akan terdengar apabila jarak antara dinding pemantul dengan

sumber bunyi jauh. Misalnya seorang berteriak di dekat lereng gunung atau jurang

akan terdengar gema (Etsa Indra Irawan, 2008: 251-252).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

92

2) Pembiasan Bunyi

Pembiasan bunyi lebih jarang terjadi, tetapi dapat diamati ketika sore hari

yang tenang. Terkadang manusia mendengar bunyi yang jauh atau kadang bunyi

lain yang biasanya tidak terdengar. Efek ini karena bunyi dibiaskan atau

dibengkokkan. Hal ini karena gelombang bunyi melewati daerah dengan

kerapatan udara yang berbeda.

3) Interferensi Bunyi

Interferensi bunyi terjadi jika dua buah gelombang atau lebih bertemu.

Contohnya, dua speaker yang terpisang oleh jarak mengeluarkan bunyi dengan

frekuensi sama. Maka akan terbentuk interferensi konstruktif (bulatan merah) dan

distruktif (bulatan biru). Seperti pada Gambar 2.11

speaker 1 speaker 2

Gambar 2.11 Interferensi Gelombang Bunyi pada Speaker

Interferensi konstruktif terjadi jika kedua gelombang saling menguatkan

dan interferensi distruktif terjadi jika kedua gelombang saling memperlemah.

Syarat agar interferensi terlihat jelas adalah kedua sumber getar harus koheren,

artinya mamiliki fase, amplitudo dan frekuensi yang sama. Beda fase ( Dq )

berhubungan dengan perbedaan lintasan (DL) dengan hubungan:

2p
Dq = (DL ) (2.24)
l commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

93

Untuk kondisi interferensi konstruktif memenuhi persamaan:

DL = nl (n = 0,1,2,3,...) (2.25)

Sedangkan untuk kondisi interferensi distruktif memenuhi persamaan:

m
DL = l (m = 1,3,5,...) (2.26)
2

Interferensi bunyi secara distruktif dimanfaatkan untuk mengurangi kebisingan

kabin pesawat.

4) Efek Doppler

Apabila berdiri di pinggir jalan raya mengamati kendaraan yang lalu-

lalang, frekuensi bunyi klaskon sebuah mobil yang dihidupkan terus akan

terdengar lebih tinggi saat mendekat dan terdengar lebih rendah saat menjauh.

Peristiwa ini disebut efek Doppler.


d = vT = l

l'

d s = v sT
1 ( Dl ) 2 1

Gambar 2.12. Efek Dopler dan Panjang Gelombang

Perhatikan Gambar 2.12., jika kelajuan gelombang bunyi dalam udara v

dan kelajuan sumber yang bergerak adalah vs, frekuensi gelombang bunyi yang

dihasilkan sumber adalah fs dan periodenya adalah 1/fs. Sebuah gelombang

bergerak dengan jarak d = v T = l (gelombang bunyi akan menempuh jarak ini

di udara pada setiap kasus, tak peduli sumber bergerak atau tidak). Tetapi dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

94

satu periode, sumber menempuh jarah ds = vs T sebelum mengeluarkan puncak

gelombang lain. Jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan yaitu:

1
l ' = d - d s = vT - v sT = (v - v s )T = (v - vs ) (2.27)
fs

Frekuensi yang didengar oleh pendengan (fo):

v æ v ö
fo = =ç ÷÷ f s atau
l' çè v - v s ø

æ ö
ç ÷
1
fo = ç ÷ fs (2.28)
ç vs ÷
ç1 - ÷
è v ø

vs
dengan 1 - adalah kurang dari 1, dan fo lebih besar dari fs . Dalam kasus ini
v

sumber mendekati pendengar yang diam. Jika sumber menjauhi pendengar yang

diam, maka l ' = d + d s ,sehingga:

æ ö
ç ÷
v æ v ö 1
f o = = çç ÷÷ f s = ç ÷ fs (2.29)
l ' è v + vs ø ç vs ÷
ç1 + ÷
è v ø

dengan fo lebih kecil dari fs.

Efek Doppler juga dapat terjadi jika pengamat bergerak sedangkan sumber diam.

Ketika pengamat bergerak mendekati sumber, jarak antara dan puncak berturut-

æ vö
turut adalah l = çç ÷÷ , tetapi kelajuan gelombang yang terukur berbeda. Relatif
è fs ø

terhadap pengamat yang mendekat, bunyi dari sumber yang diam mempunyai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

95

kelajuan gelombang v’ = v + vo , vo merupakan kelajuan pengamat dan v adalah

kelajuan gelombang di udara. Sehingga frekuensi pengamat yaitu:

untuk pengamat bergerak mendekati sumber yang diam

v' æ v + vo ö æ v ö
fo = =ç ÷ f s = ç1 + o ÷ f s (2.30)
l è v ø è v ø

untuk pengamat bergerak menjauhi sumber yang diam

v' æ v - v o ö æ v ö
fo = =ç ÷ f s = ç1 - o ÷ f s (2.31)
l è v ø è v ø

n. Alat Musik

Sumber bunyi adalah sesuatu yang bergetar. Beberapa alat yang

menggunakan senar, bunyi dapat dihasilkan dari tekanan jari tangan. Nada pada

senar dapat diubah dengan menekan senar pada posisi tertentu. gelombang berdiri

dapat dibuat pada pipa organa terbuka maupun tertutup.

Nada harmonik pertama:


v
l1 = 2l Þ f 1 =
2l

Nada harmonik kedua:


v
l2 = l Þ f 2 = = 2 f1
l

Nada harmonik ketiga:


2 3v
l3 = l Þ f 3 = = 3 f1
3 2l
Gambar 2.13 Pipa Organa Terbuka

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

96

Nada harmonik pertama:


v
l1 = 4l Þ f 1 =
4l

Nada harmonik ketiga:


4 3v
l3 = l Þ f 3 = = 3 f1
3 4l

Nada harmonik kelima:


4 5v
l5 = l Þ f 5 = = 5 f1
5 4l

Gambar 2.14 Pipa Organa Tertutup

Secara umum frekuensi untuk kedua pipa organa dapat dituliskan:

Frekuensi alamiah untuk pipa organa terbuka:

v
fn = = nf1 n = 1,2,3,... (2.32)
ln

Frekuensi alamiah untuk pipa organa tertutup:

v
fn = = mf 1 n = 1,3,5... (2.33)
lm

Frekuensi alamiah tergantung pada panjang pipa. Prinsip secara fisika

diaplikasikan utnuk meniup instrumen kuningan. Nafas manusia terbiasa

menciptakan gelombang bediri pada salah satu tabung. Instrumen demikian

memungkinkan pemain untuk memvariasikan panjang efektif tabung dan dengan

demikian alunan dapat diciptakan.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian yang relevan dengan pendekatan dan metode pembelajaran ini adalah:

1. Wagijartini (2010) melakukan penelitian tentang pembelajaran Fisika yang

commit to user
yang disampaikan melalui pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

97

eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan awal dan aktivitas

belajar siswa. Perbedaan dengan peneliti adalah terletak pada variabel

moderator, penelitian yang akan dilakukan memilih kemampuan analisis dan

sikap ilmiah siswa sebagai variabel moderator. Kelebihan dari penelitian yang

dilakukan Wagijartini adalah bahwa pendetakan dan metode belajar yang

dipilih mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Namun, penelitian ini

masih memiliki kelemahan yaitu dalam hal prestasi belajar. Prestasi belajar

siswa hanya diukur ranah kognitif siswa saja sedangkan komponen lain yang

diduga mempengaruhi hasil belajar siswa belum teramati dan terukur. Sejalan

dengan penelitian yang telah dilakukan maka dilakukan penelitian lanjutan

yang tidak hanya melihat ranah kognitif sebagai tinjauan prestasi belajar

tetapi akan ditinjau dari aspek lain yaitu komponen kognitif dan afektif.

2. Brown (2007) yang telah melakukan penelitian menggunakan pendekatan

inkuiri telah berhasil menggunakan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran.

Brown mengemukakan bahwa pendekatan inkuiri perlu dikembangkan di

kelas-kelas karena dengan membandingkan satu kelas yang diberikan

perlakuan menggunakan pendekatan inkuiri dan satu kelas dengan pendekatan

konvensional ternyata kelas dengan pendekatan inkuiri mampu

meningkatakan kemampuan siswa dalam mengembangkan kemampuan

matematika. Untuk itu akan dicoba penelitian dalam peningakatan

kemampuan dalam kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa dalam IPA.

3. Nurdeli (2010) telah melakukan penelitian tentang pembelajaran Fisika dengan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

98

ditinjau dari variabel moderator motivasi berprestasi dan kreativitas siswa.

Perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang akan

dilakukan terletak pada variabel moderator. Penelitian yang akan dilakukan

menggunakan kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa. Keterbatasan

penelitian tersebut adalah keterbatasan waktu penelitian terhadap alokasi

waktu yang ada. Untuk meminimalisasi keterbatasan itu maka dalam

penelitian ini alokasi waktu akan lebih diperhatikan dan sebelum memberikan

perlakuan sampel akan dibiasakan menggunakan perlakuan yang hampir sama

pada materi sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang telah disusun oleh

Nurdeli, prestasi belajar siswa hanya diukur komponen kognitif siswa saja

sehingga komponen lain yang diduga mempengaruhi hasil belajar siswa

belum teramati dan terukur. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan

maka dilakukan penelitian lanjutan yang tidak hanya mengembangkan aspek

kognitif sebagai tinjauan prestasi belajar tetapi akan ditinjau dari tiga aspek

lain yaitu komponen kognitif dan afektif.

4. Astuti (2009) telah melakukan penelitian tentang pendekatan CTL melalui

metode proyek dan eksperimen ditinjau dari sikap ilmiah dan kemampuan

berkomunikasi siswa. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu

pada variabel bebas pendekatan dan metode proyek serta kemampuan

berkomunikasi siswa. Peneliti menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing

dan kemampuan analisis variable moderator. Keterbatasan penelitian yang

telah dilakukan terletak pada tinjauan sikap ilmiah siswa yang hanya

menggunakan angket. Adapun kelebihannya adalah pemilihan metode yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

99

tepat sesuai karakteristik materi dapat meningkatkan prestasi belajar. Sejalan

dengan penelitian itu dalam penelitian yang akan dilakukan akan

dikembangkan instrumen selain angket untuk mengetahui sikap ilmiah

sehingga diharapkan hasil pengukuran sikap ilmiah siswa dapat lebih valid.

5. Zawadzki (2010) melakukan penelitian tentang pembelajaran inkuiri

terbimbing pada pendidikan yang lebih tinggi di Thailand. Persamaan dengan

penelitian ini adalah digunakannnya pembelajaran inkuiri terbimbing dan

beberapa fase siklus yang digunakan, antara lain terdapat tahap motivasi

(engange); eksplorasi; pembentukan konsep; penerapan; menarik kesimpulan

melalui analisa data, peragaan, dan contoh; refleksi tentang apa yang sudah

dipelajari; serta interaksi dengan instruktur (guru) sebagai fasilitator.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu Zawadzki memberikan

penguatan dengan memberi masalah di luar kelas. Kelebihan dari penelitian

Rainer tentang inkuiri termbimbing jika dibandingkan dengan pendekatan

tradisional yang hanya transver pengetahuan adalah siswa mampu menguasai

konten materi lebih baik; siswa lebih menyukai pendekatan yang digunakan;

siswa memiliki sikap positif yang lebih baik terhadap pendidikan dan guru;

keterampilan belajar siswa muncul lebih baik. Sedangkan kelemahannya,

yaitu kemampuan siswa lebih rendah jika dibandingkan dengan pendekatan

tradisional. Dari penelitian tersebut, diharapkan penelitian yang dilakukan

dapat membentuk pola pikir siswa bahwa belajar IPA tidak hanya sekedar

memperoleh konsep saja, melainkan melalui proses dengan melibatkan

keterampilan yang dimiliki.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

100

6. Wenning (2011) meneliti tentang level model inkuiri dalam pembelajaran

sains. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masih ada guru yang gagal

dalam mengimplementasikan model inkuiri tersebut dalam pembelajaran,

penyebabnya antara lain: masalah waktu, energi, terlalu pelan, menuntut

resiko yang besar, terlalu mahal, serta tidak nyaman. Untuk itu, Wenning

menyarankan agar guru memperhatikan waktu yang dibutuhkan untuk

menyiakan pembelajaran dengan urutan yang digunakan dalam model inkuiri.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah sequence atau urutan yang digunakan,

meskipun pada dasarnya keterampilan yang dikembangkan pada setiap urutan

pembelajaran hampir sama.

7. Hussain (2011), melakukan penelitian tentang perbandingan metode mengajar

menggunakan inkuiri ilmiah dan pembelajaran tradisional. Persamaan dengan

penelitian yang dilakukan adalah sama-sama menggunakan inkuiri.

Perbedaannya yaitu jika Hussain menggunakan inkuiri sebagai metode dan

diterapkan di kelas X, sedangkan dalam penelitian ini inkuiri digunakan

sebagai pendekatan dan diterapkan untuk anak kelas VIII. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan, inkuiri merupakan metode yang lebih baik

dibandingkan dengan pendekatan tradisional dalam pembelajaran Fisika. Pada

penelitian ini digunakan tiga jenis inkuiri yaitu inkuiri terbimbing, inkuiri

bebas, dan inkuiri bebas termodifikasi. Dari ketiga metode inkuiri yang

digunakan inkuiri terbimbing memperoleh hasil yang lebih baik untuk

diterapkan dalam pembelajaran Fisika. Kelebihan dari metode ini, yaitu siswa

dapat menerapkan konsep Fisika ke dalam kehidupan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

101

8. Holmes (2011), melakukan penelitian yang mengkaji pelajaran melalui inkuiri.

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah menggunakan

pembelajaran inkuiri. Kelebihannya, tulisan ini mengaspirasi guru untuk

melakukan bagaimana menulis dan mengimpelementasikan inkuiri yang

sebenarnya dalam pembelajaran IPA karena Holmes menyediakan contoh dan

bimbingan pembelajaran inkuiri berbasis teknologi untuk menciptakan

pembelajaran inkuiri. Selain itu, dengan pembelajaran inkuiri dapat melatih

kemampuan berpikir kritis; meningkatkan prestasi dan sikap terhadap mata

pelajaran; dan dapat mempertahankan informasi lebih baik. Sehingga

diharapakan dengan menerapakan pembelajaran inkuiri akan dapat

menghasilkan outcome yang lebih baik baik pada produk, proses dan sikap

ilmiah siswa.

9. Shaw, et al. (2009), melakukan penelitian tentang inkuiri terbimbing.

Persamaan dengan penelitian ini adalah penggunakan inkuiri terbimbing.

Sedangkan perbedaannya, jika Shaw, et al. melakukan pada bidang kajian

kimia, dalam penelitian ini mengkaji masalah IPA (Fisika). Kelebihan dari

penelitian yang dilakukan berhasil membimbing siswa untuk membangun

konsep baru. Sehingga diharapkan dengan mengimplementasikan

pembelajaran inkuiri akan dapat membangun konsep siswa tentang pokok

bahasan tertentu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

102

C. Kerangka Berpikir

Dalam proses belajar mengajar terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi keberhasilan siswa baik faktor intern maupun ekstern. Faktor

ekstern menjadi faktor bahan pembahasan yang perlu diperhatikan. Diantaranya

adalah pemilihan pendekatan dan metode yang tepat dan efektif. Oleh karena itu,

pemilihan pendekatan dan metode dalam proses pembelajaran harus disesuaikan

dengan bahan dan tujuan yang akan dicapai. Dalam penelitian ini pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan inkuiri terbimbing. Metode pembelajaran yang

digunakan adalah metode eksperimen dan metode demonstrasi. Faktor lain yang

dimati dalam penelitian ini adalah kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa.

Berikut adalah kerangka berpikir yang diajukan.

1. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Melalui Metode

Eksperimen dan Demonstrasi Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa

Pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Bunyi.

Karakterisitik materi Bunyi dapat dipelajari dengan pengamatan secara langsung.

Salah satu pembelajaran yang membuat siswa melakukan pengamatan adalah

dengan pendekatan inkuiri terbimbing yang bisa dilakukan melalui metode

eksperimen dan metode demonstrasi. Pembelajaran Bunyi dengan pendekatan

inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen memberikan kesempatan siswa

menemukan bukti kebenaran dari teori yang sedang dipelajari. Siswa juga diberi

kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri, mengikuti proses,

mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan

sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses. Keunggulan metode eksperimen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

103

bila dibandingkan dengan metode demonstrasi adalah mampu memberikan

kesempatan penuh kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang

dimiliki untuk menemukan konsep atapun teori yang sedang dipelajari.

Hal tersebut didukung oleh teori belajar penemuan oleh Bruner. Karena

siswa belajar dengan pengalamannya langsung maka belajar akan menjadi

bermakna dan ilmu yang diperoleh akan membekas lebih lama dibandingkan jika

siswa tidak terlibat langsung dalam pembelajaran. Kebermaknaan belajar ini

didukung oleh teori belajar bermakan dari Ausubel. Pembelajaran melalui

pengamatan (physical knowledge) sesuai teori belajar Piaget yang meliputi bentuk

physical knowledge, social knowledge dan logico-mathematical knowledge.

Sedangkan metode demonstrasi adalah penyajian bahan pelajaran oleh

guru baik yang berwujud benda maupun berupa prosedur tertentu yang dilakukan

secara langsung atau menggunakan media pengajaran yang dapat melibatkan

peran serta siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Melalui metode

demonstrasi siswa memiliki batasan-batasan tertentu sehingga siswa tidak dapat

meng-explore seluruh kemampuan yang dimiliki. Siswa hanya bisa

memperhatikan apa yang diperagakan oleh guru. Keterlibatan siswa dalam

pembelajaran memiliki intensitas yang lebih kecil bila dibandingkan dengan

metode eksperimen yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri

lebih besar. Namun keunggulan yang dapat pembelajaran melalui metode

demonstrasi adalah manajemen waktu lebih terkontrol karena dikendalikan oleh

guru.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

104

Karena masing-masing metode pembelajaran tersebut memiliki

keunggulan dan keterbatasan, maka diduga ada pengaruh penggunaan pendekatan

inkuiri melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi

belajar IPA siswa.

2. Pengaruh Kemampuan Analisis Kategori Tinggi dan Rendah Terhadap

Prestasi Belajar IPA Siswa

Kemampuan analisis adalah keterampilan menguraikan sebuah struktur

ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur

tersebut. Kemampuan analisis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Setiap siswa memiliki kemampuan analisis yang berbeda satu dengan yang lain.

Siswa dengan kemampuan analisis tinggi berarti siswa tersebut lebih terampil

menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen yang lebih terinci

dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas.

Siswa dengan kemampuan analisis tinggi cenderung akan aktif dan kritis

dan kreatif dalam memecahkan masalah, memiliki perhatian yang tinggi untuk

menemukan sesuatu, memiliki keingintahuan yang besar terhadap fenomena yang

dipelajari, memperoleh nilai yang baik, dan tentu memiliki kemampuan berpikir

yang tinggi. Dengan kemampuan analisis yang tinggi, tentu akan berdampak

terhadap prestasi belajar siswa. Dengan demikian, kemampuan analisis siswa juga

turut mempengaruhi prestasi belajar IPA. Siswa yang mampu menganalisis

dengan baik tentu akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa

yang memiliki kemampuan analisis rendah. Oleh karena itu, diduga terdapat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

105

pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar

IPA siswa.

3. Pengaruh Sikap Ilmiah Kategori Tinggi dan Rendah Terhadap Prestasi

Belajar IPA Siswa

Sikap ilmiah merupakan kencenderungan untuk bertindak sikap dapat

dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA. Sikap ilmiah dapat

dianggap sebagai nilai dan norma yang dipegang untuk mengikat manusia dalam

ilmu pengetahuan alam. Norma ini diungkapkan dalam bentuk aturan, larangan,

pilihan, dan kebolehan. Norma dan nilai ini harus diinternalisasi oleh siswa dan

setelah itu siswa akan membiasakan diri dengan kebiasaan yang ilmiah.

Sikap ilmiah dipandang sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA,

antara lain sikap ingin tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti dan

sebagainya. Sebagai contohnya siswa yang memiliki sikap ingin tahu tinggi akan

cenderung haus akan pengetahuan baru yang belum diketahui dan berusaha untuk

mencari jawaban tentang apa yang tidak atau belum diketahui. Siswa yang teliti

akan mengerjakan suatu pekerjaan dengan cermat, hati-hati dan tidak terburu-buru

mampu meminimalisasi kesalahan yang mungkin akan muncul dalam

penyelesaian suatu masalah. Tinjauan lain dapat dilihat dari sisi kedisiplinan.

Siswa yang memiliki rasa disiplin tinggi akan cenderung menjalankan

aktivitasnya secara benar, tepat waktu dan berusaha melakukan sesuai dengan

prosedur yang benar.

Dari beberapa tinjauan di atas dapat dilihat bahwa perbedaan sikap

ilmiah yang dimiliki siswa akan mempengaruhi prestasi belajar siswa yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

106

bersangkutan. Dengan demikian diduga terdapat pengaruh sikap ilmiah siswa

kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa.

4. Interaksi Antara Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Inkuiri

Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Dengan

Kemampuan Analisis Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA

Telah disebutkan sebelumnya bahwa penggunaan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi diduga memberikan

perbedaan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar IPA siswa. Demikian

pula dengan pengelompokan kategori kemampuan analisis siswa kategori tinggi

dan rendah. Melalui metode demonstrasi siswa memperoleh konsep atau teori

baru dari apa yang diperagakan oleh guru yang disertai dengan keterlibatan siswa

yang terbatas. Siswa hanya dapat melihat, menduga dan menganalisis fenomena

apa yang sedang ditampilkan. Dalam hal ini dibutuhkan suatu kemampuan untuk

menginterpretasi peragaan guru menjadi sekumpulan data, menjelaskan hubungan

sebab akibat, mendiagnosis ada dan tidaknya keterkaitan antara pernyataan sebab

dan akibat, menyimpulkan informasi yang berupa data, serta mengklasifikasikan

serangkaian informasi ke dalam bagian-bagian yang terpisah.

Siswa berkemampuan analisis tinggi yang menerima pembelajaran

dengan metode eksperimen diduga akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik

daripada siswa berkemampuan analisi rendah. Siswa yang diberikan perlakuan

dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen melakukan

pemrosesan informasi melalui percobaan yang dilakukan oleh dirinya sendiri.

Dalam hal ini kemampuan analisis menjadi faktor dominan yang akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

107

menentukan hasil belajar siswa karena dalam eksperimen lebih banyak dibutuhkan

pada aspek keterampilan serta sikap ilmiah siswa. Siswa berkemampuan analisis

rendah yang menerima pembelajaran melalui metode demonstrasi diduga

memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa berkemampuan analisis

tinggi. Dari pernyataan di atas, maka diduga ada interaksi antara penggunaan

pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kemampuan analisis siswa

terhadap prestasi belajar.

5. Interaksi Antara Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Inkuiri

Terbimbing Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi Dengan Sikap

Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA

Dalam pembelajaran melalui pendekatan inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen siswa mengerahkan sikap ilmiah yang dimiliki untuk

menemukan suatu kesimpulan layaknya seorang ilmuwan yang ingin melakukan

sebuah penemuan. Sikap ilmiah diperlukan siswa sebagai salah satu modalitas

mengikuti pembelajaran melalui metode eksperimen. Siswa dengan sikap ilmiah

tinggi yang diberi perlakuan melalui metode eksperimen cenderung memiliki hasil

belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah.

Melalui metode demonstrasi, sikap ilmiah siswa kurang begitu berperan.

Karena siswa tidak melakukan percobaan sendiri melainkan guru yang

melakukannya dan siswa hanya melihat, kalaupun terlibat intensitasnya sangat

kecil. Sehingga bisa jadi siswa dengan sikap ilmiah rendah memungkinkan

memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan sikap ilmiah

tinggi jika menggunakan metode demonstrasi. Berdasarkan uraian diatas, dapat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

108

diduga bahwa akan ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran

inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa saat

mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

6. Interaksi Antara Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah Siswa

Terhadap Prestasi Belajar IPA

Dalam menyelesaikan masalah siswa harus bisa menganalisis atau

menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui

pengorganisasian struktur tersebut. Dalam proses belajar satu siswa dengan siswa

yang lain memiliki kemampuan analisis yang berbeda-beda. Untuk dapat

menguraikan suatu komponen menjadi bagian yang lebih kecil diperlukan proses

berpikir. Siswa yang memiliki sikap teliti, ulet, kritis, objektif serta terbuka akan

mendukung kemampuan dirinya untuk menganalisis suatu masalah yang

disajikan. Siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah tetapi siswa tersebut

memiliki kemauan untuk teliti, pantang menyerah jika mengalami kegagalan, ulet

dalam menyelesaikan masalah, kritis terhadap fenomena yang ada dan terbuka

atau mau menerima masukan yang membangun, maka siswa tersebut akan

memiliki hasil belajar yang baik. Bagi siswa yang memiliki kemampuan analisis

tinggi namun sikap ilmiahnya rendah, hasil belajarnya akan lebih baik jika dalam

pembelajaran kemampuan analisinya terus dikembangkan.

Siswa dengan sikap ilmiah tinggi dengan kemampuan analisis yang

rendah akan memberikan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa.

Demikian pula siswa dengan sikap ilmiah rendah prestasi belajarnya akan

meningkat karena siswa dilatih mendayagunakan kemampuan analisisnya dalam


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

109

pembelajaran. Jadi diduga ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap

ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA

pokok bahasan Bunyi

7. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Melalui

Metode Eksperimen dan Metode Dengan Kemampuan Analisis dan

Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Belajar IPA

Bertolak dari uraian sebelumnya yaitu kemungkinan siswa yang

cenderung menggunakan sikap ilmiah tinggi dan mempunyai kemampuan analisis

rendah dikenai metode eksperimen memiliki prestasi belajar IPA yang lebih baik

dibandingkan siswa yang cenderung menggunakan sikap ilmiah tinggi dan

mempunyai kemampuan analisis rendah yang dikenai metode demonstrasi.

Dengan kata lain, siswa yang cenderung menggunakan sikap ilmiah untuk

memperoleh pengetahuan lebih cocok dikenai metode eksperimen. Demikian pula

sebaliknya siswa yang cenderung menggunakan sikap ilmiah rendah untuk

memperoleh pengetahuan dan memiliki kemampuan analisis tinggi lebih baik

prestasinya jika dikenai metode demonstrasi daripada eksperimen.

Sehingga dapat diduga bahwa ada interaksi antara pendekatan

pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah

siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok

bahasan Bunyi.

C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotetis
commit to user
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

110

1. Ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa

2. Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar IPA siswa

3. Ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi

belajar IPA siswa

4. Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis

siswa terhadap prestasi belajar IPA

5. Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa

terhadap prestasi belajar IPA

6. Ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap

prestasi belajar IPA

7. Ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap

ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1111

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 14 Surakarta yang beralamat

di Jalan Prof. W.Z. Yohanes 54 Surakarta. Sedangkan tempat melakukan uji coba

instrumen tes kognitif IPA dan instrumen angket sikap ilmiah dan kemampuan

afektif siswa dilakukan di SMP Negeri 16 Surakarta yang beralamat di Jalan

Kolonel Sutarto No. 188 Surakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2011/2012, yang secara

garis besar dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :

a. Tahap persiapan, meliputi: pengajuan judul tesis, permohonan pembimbing,

pembuatan proposal, survei ke sekolah yang digunakan untuk penelitian,

permohonan ijin penelitian, penyusunan instrumen penelitian, dan validasi

instrumen.

b. Tahap pelaksanaan, meliputi: semua kegiatan yang berlangsung di lapangan,

uji coba instrumen, dan pelaksanaan pengambilan data.

c. Tahap penyelesaian, meliputi: analisis data dan penyusunan laporan penelitian

serta penggandaan.

Tahap penelitian disajikan dalam Tabel 3.1.

commit to user
111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

112

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian


Bulan

September

November

Desember
No Kegiatan

Pebruari
Agustus

Oktober

Januari

Maret

April

Juni
Mei

Juli
1 Tahap Persiapan
a. Pengajuan Judul V
b. Penyusunan Proposal V v v
c. Seminar Proposal v
d. Pengurusan Ijin v
e. Pembuatan Instrumen v v v
f. Validasi Instrumen v v v
2 Pelaksanaan
a. Uji Coba Instrumen v
b. Pelaksanaan Penelitian v v
3 Tahap Analisis Data v v
4 Pembuatan Laporan
a. Finalis Laporan v
b. Konsultasi dan Revisi v v v
c. Ujian Komprehensif v
d. Ujian Tesis v

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi

eksperimen yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen I dan

kelompok eksperimen II. Kelompok eksperimen I yaitu kelas VIII B diberi

perlakuan dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen,

sedangkan kelompok eksperimen II yaitu kelas VIII D diberi perlakuan dengan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi. Sebelum proses

belajar mengajar dimulai diberikan tes kemampuan analisis angket sikap ilmiah.

Dari data hasil tes kemampuan analisis dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi

dan rendah. Begitu juga dengan hasil angket sikap ilmiah dibagi menjadi dua

kategori, yaitu tinggi dan rendah. Pada saat siswa proses pembelajaran dilakukan

penilaian afektif melalui lembar commit to user


observasi sedangkan penilaian prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

113

untuk ranah kognitif dan afektif dengan angket diberikan setelah siswa

mendapatkan perlakuan. Dalam penelitian digunakan desain faktorial 2 x 2 x 2.

Adapun desain faktorial dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Desain Faktorial


Pendekatan Inkuiri Terbimbing
Metode Eksperimen Metode Demonstrasi
(A1) (A 2)
Kognitif Afektif Kognitif Afektif
Sikap Ilmiah
Tinggi A1B1C1 A1B1C1 A2B1C1 A2B1C1
Kemampuan
(C1)
Analisis Tinggi
Sikap Ilmiah
(B1)
Rendah A1B1C 2 A1B1C 2 A2B1C 2 A2B1C 2
(C 2)
Sikap Ilmiah
Tinggi A1B2C1 A1B2C1 A2B2C 1 A2B2C 1
Kemampuan
(C1)
Analisis Rendah
Sikap Ilmiah
(B2)
Rendah A1B2 C 2 A1B2 C 2 A2B2C 2 A2B2C 2
(C 2)

Keterangan:

A1B1C1 : Kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan sikap

ilmiah tinggi diberi perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen terhadap prestasi belajar.

A1B1C 2 : Kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan sikap

ilmiah rendah beri perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen terhadap prestasi belajar.

A1B2C1 : Kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah dan sikap

ilmiah tinggi diberi perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen terhadap prestasi belajar.

A1B2C 2 : Kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah dan sikap

ilmiah rendah yang


commitdiberi
to userperlakuan pendekatan inkuiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

114

terbimbing melalui metode eksperimen terhadap prestasi belajar.

A2B1C1 : Kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan sikap

ilmiah tinggi yang diberi perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing

melalui metode demonstrasi terhadap prestasi belajar.

A2B1C 2 : Kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan sikap

ilmiah rendah yang diberi perlakuan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode demonstrasi terhadap prestasi belajar.

A2B2C 1 : Kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah dan sikap

ilmiah tinggi yang diberi perlakuan pendekatan inkuiri terbimbing

melalui metode demonstrasi terhadap prestasi belajar.

A2B2C 2 : Kelompok siswa dengan kemampuan analisis rendah dan sikap

ilmiah rendah yang diberi perlakuan pendekatan inkuiri

terbimbing melalui metode demonstrasi terhadap prestasi belajar.

C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel, dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri

14 Surakarta tahun ajaran 2011/2012 yang terdiri dari enam kelas.

2. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik cluster

random sampling, satu kelas sebagai kelompok eksperimen I yang diberi

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

115

dan satu kelas yang lain sebagai kelompok eksperimen II yang diberi

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi.

3. Sampel

Sampel yang terpilih adalah kelas VIII B yang diberikan perlakuan yang

diberi pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan kelas VIII D sebagai kelompok eksperimen II yang diberi

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode demonstrasi.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian terdapat dua variabel yaitu variabel bebas berupa

pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan metode pembelajaran

berbeda, variabel moderator berupa kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa,

serta variabel terikat yaitu berupa prestasi belajar siswa.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Definisi operasional dari pendekatan inkuiri terbimbing merupakan pendekatan

yang berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga

dalam proses pembelajaran siswa melakukan penggabungan aktivitas dan proses

berpikir seperti merumuskan masalah, merencanakan percobaan, melakukan

percobaan, mengumpulkan, dan menganalisis data serta menarik kesimpulan

untuk mencari dan menemukan sendiri pengetahuan atau jawaban dari suatu

permasalahan di bawah bimbingan guru. Skala pengukuran adalah nominal


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

116

dengan dua katergori, yaitu: pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan pendekatan inkuiri terbimbing dengan melalui metode

demonstrasi

2. Variabel Moderator

a. Kemampuan Analisis Siswa

Variabel moderator yang digunakan yaitu kemampuan analisis siswa

yang dikelompokkan menjadi kemampuan analisis tinggi dan rendah. Definisi

operasional keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-

komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Komponen

tersebut yaitu: menginterpretasi informasi dan ide/gagasan; menganalisis dan

mengevaluasi pendapat, mengkonstruks pendapat untuk mendukung kesimpulan;

memilih metodologi, mengintegrasi pengetahuan dan pengalaman untuk dapat

menyelesaikan masalah, dan menyusun dan mendukung hipotesis. Skala

pengukuran adalah ordinal dengan dua kategori, yaitu kemampuan analisis tinggi

dan kemampuan analisis rendah

b. Sikap Ilmiah

Variabel moderator lain yang digunakan yaitu sikap ilmiah siswa yang

dikelompokan menjadi sikap ilmiah tinggi dan rendah. Definisi operasional sikap

ilmiah adalah suatu kencendrungan untuk bertindak dan bersikap yang dipandang

sebagai sikap-sikap yang melandasi proses IPA. Skala pengukuran ordinal dengan

dua katergori yaitu sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

117

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar IPA siswa.

Definisi operasional prestasi belajar siswa adalah nilai yang diperoleh siswa

dalam pelajaran IPA sebagai hasil yang telah dicapai siswa setelah mengikuti

kegiatan pembelajaran IPA. Skala pengukuran untuk komponen kognitif dan

afektif masing-masing adalah interval. Indikator komponen kognitif adalah hasil

tes mata pelajaran IPA pada pokok bahasan Bunyi dan komponen afektif adalah

hasil angket dan observasi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian disusun relevan dengan variabel penelitian dan metode

pengumpulan data. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data prestasi

belajar dan kemampuan analisis berupa tes. Sedangkan untuk mengukur prestasi

afektif siswa menggunakan angket dan observasi.

1. Teknik Tes

Tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban yang benar

atau salah (Mardapi , 2008). Tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan

peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui respon peserta didik terhadap

sejumlah pertanyaan. Bentuk tes yang diberikan adalah tes objektif dalam bentuk

pilihan ganda. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif IPA siswa

pada materi pokok bahasan Bunyi setelah diberikan perlakuan dan juga

kemampuan analisis siswa yang diberikan sebelum diberikan perlakuan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

118

2. Teknik Angket

Menurut Riduwan (2009) menyatakan bahwa, ”Angket adalah daftar

pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon

(responden) sesuai dengan permintaan pengguna”. Angket yang digunakan dalam

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap ilmiah siswa dan kemampuan

afektif. Jawaban-jawaban pada angket menunjukkan tingkat sikap siswa. Penilaian

angket yang digunakan didasarkan pada skala Likert. Untuk menskor skala

kategori Likert, jawaban diberi bobot dengan nilai kuantitatif empat tingkatan.

Nilai maksimum 4 dan minimal 1 (Sukardi, 2008).

3. Teknik Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek

penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2009).

Teknik ini dipilih apabila objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia,

fenomena alam (kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar), proses kerja dan

penggunaan responden kecil. Instrumen observasi sering digunakan sebagai alat

pelengkap instrumen lain, termasuk kuesioner dan wawancara. Instrumen

informasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa kondisi

atau tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami (Sukardi, 2008).

Untuk memaksimalkan hasil observasi, biasanya peneliti akan

menggunakan alat bantu yang sesuai dengan kondisi lapangan, anara lain

menggunakan buku catatan, cek list, kamera, dan lain-lain. Dalam penelitian ini

digunakan observasi tertutup, yaitu peneliti mengambil data dari responden, di

mana responden tidak mengetahui jika responden diambil datanya. Hal ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

119

dilakukan untuk mengantisipasi agar reaksi responden dapat berlangsung secara

wajar dan tidak dibuat-buat, sehingga peneliti dapat memperoleh data yang

diinginkan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian terbagi menjadi dua yaitu :

1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian

Instrumen pelaksanaan penelitian dalam penelitian ini berupa Silabus

Silabus (Lampiran 2), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lampiran 3), Lembar

Kerja Siswa (Lampiran 4), dan Lembar Observasi Afektif (Lampiran 22).

Instrumen pelaksanaan penelitian tersebut disusun oleh peneliti dan divalidasi

dengan cara dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh

validator ahli yang kompeten dalam bidang yang bersangkutan.

2. Instrumen Pengambilan Data

Instrumen pengambilan data pada penelitian ini berupa instrumen tes

kemampuan kognitif IPA (Lampiran 11), instrumen kemampuan analisis

(Lampiran 29) dan instrumen angket yang terdiri dari angket sikap ilmiah

(Lampiran 37) dan angket kemampuan afektif (Lampiran 19). Sebelum

digunakan, instrumen tes kognitif IPA, angket sikap ilmiah, dan angket

kemampuan afektif dan instrumen kemampuan analisis IPA dikonsultasikan

dengan pembimbing dan validator ahli dan selanjutnya diujicobakan terlebih

dahulu. Uji coba instrumen kognitif IPA bertujuan untuk mengetahui apakah

instrumen yang disusun telah memenuhi kriteria yang meliputi: tingkat kesukaran,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

120

daya pembeda, validitas maupun reliabilitas atau tidak. Untuk instrumen angket

meliputi: uji validitas dan reliabilitas.

a. Uji Instrumen Tes Kemampuan Kognitif

Uji instrumen tes terdiri atas uji taraf kesukaran, daya pembeda, validitas

dan reliabilitas tes.

1) Taraf Kesukaran

Soal yang baik untuk alat ukur prestasi adalah soal yang mempunyai taraf

kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit dan tidak terlalu

mudah. Jika P merupakan indeks kesukaran, B menyatakan bnyaknya siswa yang

menjawab soal betul dan JS menyatakan jumlah seluruh siswa perserta tes, maka

dapat ditentukan persamaan untuk mencari taraf kesukaran dari tiap-tiap item soal,

yaitu:

B
P= (3.1)
JS

Menurut ketentuan, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut: a)

soal sukar jika: 0,00 < P £ 0,30; b) soal sedang jika: 0,30 < P £ 0,70; soal mudah

jika: 0,70 < P £ 1,00 (Arikunto, 2008).

2) Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang pandai

(berkemampuan rendah). Apabila J menyatakan jumlah peserta tes, JA

menyatakan banyaknya peserta kelompok atas, JB menyatakan banyaknya peserta

kelompok bawah, BA merupakan banyaknya peserta kelompok atas yang


commit to user
menjawab soal dengan benar benar, BB adalah banyaknya peserta kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

121

bawah yang menjawab soal dengan benar, PA merupakan proporsi peserta

kelompok atas yang menjawab benar, PB merupakan proporsi peserta kelompok

bawah yang menjawab benar, maka untuk menghitung daya pembeda setiap soal,

dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

BA BB
D= - = PA - PB (3.2)
JA JB

Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagi berikut: a) soal jelek, jika 0,00 <

D £ 0,20; b) soal cukup, jika 0,20 < D £ 0,40; c) soal baik, jika 0,40 < D £ 0,70;

d) soal baik sekali, jika 0,70 < D £ 1,00 (Arikunto).

Dalam penelitian ini, kriteria soal dengan daya pembeda cukup, baik, dan

baik sekali akan digunakan dalam penelitian, sedangkan soal dengan daya

pembeda jelek didrop.

3) Validitas

Sebuah tes valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.

Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas item tes obyektif pilihan

ganda dengan skor dikotomi, yaitu nol dan satu adalah dengan menggunakan

teknik korelasi point Biserial. Jika g pbi adalah koefisien korelasi biserial, Mp

adalah rerata skor dari subyek yang menjawab benar, Mt adalah rerata skor total,

St adalah standar deviasi dari skor total, p adalah proporsi siswa yang menjawab

benar, q adalah proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p), maka persamaan

point Biserial dapat dituliskan dalam persamaan:

Mp - Mt p
r pbis = (3.3)
St q
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

122

Soal dikatakan valid, jika g pbi ³ g tabel , sedangkan dikatakan tidak valid jika

g pbi < g tabel (Arikunto, 2008). Dalam penelitaian ini, kriteria soal kriteria soal

valid digunakan dalam penelitian, sedangkan soal yang tidak valid didrop

4) Reliabilitas

Reliabilitas sering diartikan dengan keajegan suatu tes apabila diteskan

kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek yang

tidak sama pada waktu yang sama.

Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh

Kuder dan Richardson yang dihitung dengan menggunakan rumus K-R 20. Jika r1

adalah reliabilitas tes secara keseluruhan, p adalah proporsi subyek yang

menjawab item dengan benar, q adalah proporsi subyek yang menjawab item

dengan salah (q = 1 – p), Σpq adalah jumlah hasil perkalian antara p dan q, N

adalah banyaknya item, dan S adalah standar deviasi dari tes, maka persamaan K-

R 20 dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

é n ù é S - Spq ù
2
r11 = ê úê ú (3.4)
ë n - 1û ë S
2
û

Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan

dengan tabel r product moment. Apabila harga rhitung > rtabel, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa instrumen reliabel. Kriteria nilai reliabilitas, yaitu: a) 0,8

< r11 £ 1: sangat tinggi; b) 0,6 < r11 £ 0,8: tinggi; c) 0,4 < r11 £ 0,6: cukup; d) 0,2

< r11 £ 0,4: rendah; b) 0,0 < r11 £ 0,2 : sangat rendah (Arikunto, 2008). Hasil

analisis instrumen uji coba tes kemampuan kognitif IPA selengkapnya disajikan

pada Tabel 3.3 berikut: commit to user


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

123

Tabel 3.3. Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif


Variabel Jumlah No item
Jumlah uji coba 50 1 s.d 50
Valid 37 2,3,4,5,6,7,8,10,11,13,14,15,16,18,20,22,23,24
,25,27,29,30,31,33,34,35,36,
37,38,39,40,42,45,46,47,49,50
Invalid 13 1,9,12,17,19,21,26,28,32,41,43,44,48
Tabel 3.3. (lanjutan) Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif
Reliabilitas 0,86 Sangat tinggi
Daya Pembeda Baik Sekali - -
Daya pembeda baik 11 5,6,14,18,24,25,27,33,34,36,49
Daya pembeda cukup 28 2,3,4,7,8,10,11,13,15,16,20,21,22,23,
29,30,31,32,35,37,38,39,40,42,45,
46,47,50
Daya pembeda jelek 11 1,9,12,17,19,26,28,41,43,44,48
Soal layak diambil 37 2,3,4,5,6,7,8,10,11,13,14,15,16,18,20,22,23,24
,25,27,29,30,31,33,34,35,36,
37,38,39,40,42,45,46,47,49,50
Soal didrop 13 1,9,12,17,19,21,26,28,32,41,43,44,48

Analisis perhitungan uji coba instrumen kemampuan kognitif IPA selengkapnya

dapat dilihat dalam Lampiran 9.

Adapun hasil analisis instrument uji coba kemampuan analisis

selengkapnya disajikan pada Tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4 Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis


Variabel Jumlah No item
Jumlah uji coba 30 1 s.d 30
Valid 27
1,3,4,5,6,7,8,9,10,
11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,22,
24,25,26,27,28,29,30

Invalid 4 2, 21,23,27
Reliabilitas 0,683
Soal yang dipakai 26 1,3,4,5,6,7,8,9,10,
11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,22,
24,25,26,28,29,30
Soal yang didrop 4 2, 21,23, 27

Analisis perhitungan ujicoba instrumen tes kemampuan analisis selengkapnya

dapat dilihat dalam Lampiran 27.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

124

b. Uji Instrumen Angket Sikap Ilmiah dan Kemampuan Afektif Siswa

Angket siswa berbentuk daftar cek. Daftar cek berisi seperangkat butir

soal yang mencermikan tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta

didik, yang merupakan indikator dari keterampilan yang akan diukur (Mardapi ,

2008). Jadi responden akan memberikan tenda/ simbol yang ditentukan bila

pernyataan yang disediakan sesuai dengan yang dialami responden.

Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran

yang digunakan. (Mardapi , 2008). Untuk skala Likert, skor tertinggi tiap butir

adalah 4 dan yang terendah adalah 1. Prosedur pemberian skor instrumen angket

sikap ilmiah siswa dan kemampuan afektif yaitu:

1) Untuk item positif pemberian skor pada tiap item atau butir angket, yaitu:

SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1

2) Untuk item negatif pemberian skor pada tiap item atau butir angket, yaitu:

SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4

Uji instrumen angket terdiri atas uji validitas dan reliabilitas.

1) Uji Validitas Angket

Uji validitas angket menggunakan rumus korelasi product moment

dengan angka kasar. Jika rxy adalah koefisien korelasi antara x dan y, x adalah

skor dari item yang diuji, y adalah skor total, dan N adalah jumlah seluruh subyek,

maka persamaan korelasi product moment bisa dituliskan dalam persamaan:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

125

N å xy - (å x )(å y )
rx ,y =
(N å x )( )
(3.5)
- (å x ) N å y 2 - (å y )
2 2 2

(Arikunto, 2008: 72)

Harga rxy menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang

dikorelasikan. Setiap korelasi mengandung tiga makna, yaitu: a) ada tidaknya

korelasi, ditunjukkan oleh besarnya angka yang terdapat di belakang koma. Jika

angka tersebut terlalu kecil sampai empat angka di belakang koma, maka dapat

dianggap bahwa tidak ada korelasi antara variabel X dan Y. Karena kalau ada,

angkanya terlalu kecil, maka diabaikan; b) arah korelasi, yaitu jika menunjukkan

kesejajaran antara nilai variabel X dan nilai variabel Y. Jika tanda di depan indeks

(+), maka arah korelasinya positif, sedangkan kalau (-), maka arah korelasinya

negatif; c) besarnya korelasi, yaitu besarnya angka yang menunjukkan kuat dan

tidaknya, atau mantap tidaknya kesejajaran antara dua variabel yang diukur

korelasinya (Arikunto, 2006). Dalam instrumen angket yang digunakaan

instrumen yang arah korelasinya negatif akan didrop dari instrumen yang akan

digunakan dalam pengambilan data.

2) Uji Reliabilitas Angket

Uji reliabilitas angket menggunakan persamaan Alpha. Jika r11 adalah

reliabilitas yang dicari, n adalah banyaknya item/ butir soal, Ss i2 adalah jumlah

varians skor tiap-tiap item, dan s t2 adalah varians total, maka persamaa Alpha

dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

æ n ö æç Ss i ö÷
2
r11 = ç ÷ ç1 - 2 ÷
è n - 1 ø è commit
s t ø to user
(3.6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

126

Keputusan ujinya adalah r11 ³ rtabel maka item soal dikatakan reliabel dan

r11 < rtabel maka item soal dikatakan tidak reliabel (Arikunto, 2008). Hasil ujicoba

instrumen angket kemampuan afektif siswa selengkapnya disajikan pada Tabel

3.5. berikut:

Tabel 3.5. Keadaan Angket Kemampuan Afektif Siswa


Variabel Jumlah No item
Jumlah item uji coba 75 1 s.d 75
Valid 1,4,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,
19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,
31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,
66
43,44,45,46,47,48,49,50,51,53,55,56,
57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,
68,69, 71,72,73,
Invalid 9 2, 3 ,5 ,6 , 52, 54, 70, 74, 75
Reliabilitas 0,86 Sangat tinggi
Item yang dipakai 1,4,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,
19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,
31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,
66
43,44,45,46,47,48,49,50,51,53,55,56,
57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,
68,69, 71,72,73,
Item yang didrop 9 2, 3 ,5 ,6 , 52, 54, 70, 74, 75

Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa reliabilitas item adala 0,860 yang

berarti memiliki daya reliabilitas sangat tinggi. Adapun dari 75 item yang

digunakan untuk uji coba terdapat 9 item yang didrop yaitu item nomor 2, 3 ,5 ,6 ,

52, 54, 70, 74, dan 75. Uji validitas dan reliabilitas uji voba instrumen angket

kemampuan afektif siswa selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 17.

Adapun untuk hasil ujicoba instrumen angket sikap ilmiah selengkapnya

disajikan pada Tabel 3.6. berikut:

Tabel 3.6. Keadaan Angket Sikap Ilmiah Siswa


Variabel Jumlah No item
Jumlah item uji coba 75 1 s.d 75
Valid 74 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,
17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,
29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,
41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51,52,
commit to user
53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,
65,66,67,68,69,70,71,72,73,75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

127
Tabel 3.6. (lanjutan) Keadaan Angket Sikap
Ilmiah
InvalidSiswa 1 74
Reliabilitas 0,924 Sangat tinggi
Item yang dipakai 74 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,
17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,
29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,
41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51,52,
53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,
65,66,67,68,69,70,71,72,73,75
Item yang didrop 1 74

Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa reliabilitas item adala 0,924 yang

berarti memiliki daya reliabilitas sangat tinggi. Adapun dari 75 item yang

digunakan untuk uji coba terdapat 1 item yang didrop yaitu item nomor 74.

Perhitungan uji validitas dan reliabilitas instrumen angket sikap ilmiah siswa

selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 43. Setelah diujicobakan maka akan

diperoleh instrumen tes kemampuan kognitif IPA siswa (Lampiran 11),

kemampuan analisis siswa (Lampiran 29) serta instrumen angket sikap ilmiah

(Lampiran 37) dan kemampuan afektif siswa (Lampiran 19) yang digunakan

dalam pengambilan data.

G. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat Analisis

Dalam penelitian ini digunakan program SPSS versi 18 untuk uji

prasyarat analisis. Uji prasyarat ini terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berdistribusi

normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov dengan Lilliefors. Adapun prosedur ujinya seperti

commit
diungkapkan Uyanto (2009: 54) adalah to userberikut:
sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

128

Bila diketahui nilai dari data x1, x2, …, xn, lalu diurutkan nilai data tersebut

dari yang terkecil hingga yang terbesar untuk membentuk tatanan statistik x(1),

xk - x
x(2), …, x (n). kemudian dihitung Z(k) = ; s simpangan baku sampel. Maka
s

rumus uji normalitas Lilliefors (Kolmogorov-Smirnov) adalah nilai mutlak

maksimum antar Fn(z) dan F (z ) sebagai berikut:

{ }
D * = sup F n ( z ) - F ( z ) , -¥ £ z £ ¥ (3.7)

di mana Fn(z) adalah fungsi distribusi empiris, yaitu

[ ]
Fn (z) = jumlah dari z ( k ) £ z / n , untuk setiap z sedangkan F (z ) adalah fungsi

distribusi kumulatif normal baku.

Adapun prosedur uji dengan menggunakan program SPSS versi 18 adalah

sebagai berikut:

1) Menetapkan Hipotesis

Ho : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal

H1 : data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal

2) Menetapkan taraf signifikansi (α)

Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang

terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam

penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%.

3). Keputusan uji

Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05

Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

129

b.Uji Homogenitas

Uji homogenitas dengan menggunakan Uji Levene untuk kesamaan ragam

(Levene’s test) digunakan untuk mengujji apakah sampel sebanyak k memiliki

variansi yang sama. Prosedur pengujiannya sebagai berikut :

1) Menetapkan Hipotesis

Hipotesis :

H0 : s 12 = s 22 = .... = s k2 (sampel homogen)

H1 : s 12 Ï s 22 Ï s 32 Ï s 42 (paling sedikit terdapat dua nilai variansi yang

berbeda atau sampel tidak homogen)

Bila diketahui suatu variabel Y dengan besar sampel N yang dibagi menjadi

subgroup k, dengan Ni merupakan besar sampel dari subgroup ke-i, maka uji

Levene didefinisikan sebagai:

(N - k )å N I (Z I · - Z ·· )
k 2

i =1
W= (3.8)
(k - 1)å å N I (Z Ij - Z i· )
k Ni 2

i =1 j =1

Zij dapat memiliki salah satu dari tiga definisi berikut:

a) Z ij = Yij - Yi· di mana Yi · = mean dari subgroup ke-i

b) Z ij = Yij - Yˆi · di mana Yˆi · = median dari subgroup ke-i

c) Z ij = Yij - Yi · ' di mana Yi · ' = 10% trimmed mean dari subgroup ke-i

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

130

dari Levene dalam Uyanto (2009:162) digunakan dalam bentuk:

Z ij = Yij - Yi · di mana Z i · adalah mean group ke-i dan Z ·s adalah mean

keseluruhan data. H0 = s 12 = s 22 = .... = s k2 ditolak bila W > Fa , k -1, N - k


.

2). Menetapkan taraf signifikansi (α)

Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang

terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam

penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%.

3) Keputusan Uji

Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05

Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05

2. Pengujian Hipotesis

a. Uji Anava

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang

telah diajukan diterima atau ditolak menggunakan analisis variansi (anava) tiga

jalan dengan taraf signifikansi 5%. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari variabel

bebas berupa pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi, dan variabel moderator berupa kemampuan analisis

dan sikap ilmiah siswa.

Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi efek variabel bebas

terhadap satu bariabel terikat dan interaksi variabel moderator, variabel bebas

terhadap variabel terikat. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka

statistik uji yang digunakan adalah General Linier Model (GLM). Namun, jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

131

data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen maka statistik nonparametrik

yang terdapat dalam program SPSS versi 18, yaitu Kruskal Wallis. Adapun

perumusannya berdasarkan Uyanto (2009:337) adalah:

æ 12 k R2 ö
ç n(n + 1) å
H =ç ÷ - 3(n - 1)
j
(3.9)
j =1 n j
÷
è ø

derajat kebebasan = (k-1) ; n = n1+n2+…+nk ; nj besar sampel ke-j; Rj jumlah

peringkat sampel ke-j. uji Kruskal-Wallis berguna untuk membandingkan k-

sampel yang independen yang berasal dari populasi yang berbeda dengan skala

ordinal atau skala interval tetapi tidak terdistribusi normal.

Bentuk hipotesis uji Kuskal Wallis adalah sebagai berikut:

H0 : h1 = h 2 = h 3 = .... = h k

H1: tidak semua median h i , i = 1..., k sama besar.

Ketentuan pengambilan keputusan yaitu: H0 ditolak ketika P-value (Sig.) < 0,05

dan H1 akan diterima dengan tingkat signifikansi (α) yang digunakan 0,05.

Uji terhadap hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1) H0 : Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar

IPA siswa.

H1 : Ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa

2) H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah

terhadap prestasi belajar IPA siswa


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

132

H1 : Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar IPA siswa

3) H0 : Tidak ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah

terhadap prestasi belajar IPA siswa.

H1 : Ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar IPA siswa.

4) H0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan

kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat

mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi

H1 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan

kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat

mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

5) H0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap

ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA saat mengikuti pelajaran IPA

pokok bahasan Bunyi

H1 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap

ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA saat mengikuti pelajaran IPA

pokok bahasan Bunyi

6) H0 : Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

133

terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok

bahasan Bunyi

H1 : Ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa

terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok

bahasan Bunyi

7) H0 : Tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan

analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat

mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

H1 : Interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan

sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti

pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

b. Uji Lanjut

Jika dari diperoleh keputusan H0 ditolak berarti ada perbedaan pengaruh

faktor-faktor dari variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Oleh

karena itu, perlu diadakan uji lanjut anava untuk mengetahui manakah diantara

perbedaan pengaruh tersebut yang signifikan. Penelitian ini menggunakan uji

lanjut uji komparasi ganda metode Scheffe’.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

134

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Pelaksanakan penelitian dilakukan di SMP N 14 Surakarta dengan jumlah

sampel dua kelas yaitu kelas VIII B sebagai kelas eksperimen I, dan kelas VIII D

sebagai kelas eksperimen II. Kelas VIII B terdiri dari 40 siswa sedangkan VIII D

berjumlah 39 siswa. Sehingga jumlah keseluruhan adalah 79 siswa.

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan terikat.

Sebagai variabel bebas adalah penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan metode demonstrasi serta kemampuana analisis dan sikap

ilmiah siswa. Sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif IPA pada

pokok bahasan Bunyi dan kemampuan afektif siswa.

Dari penelitian diperoleh data kemampuan analisis; data kemampuan

afektif dan sikap ilmiah siswa; dan data kemampuan kognitif melalui nilai

ulangan siswa pada pokok bahasan Bunyi yang digunakan untuk mengetahui

pencapaian hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan. Berikut data dari kedua

kelompok sampel penelitian:

1. Data Kemampuan Analisis Siswa

Kemampuan analisis siswa diperoleh dari pemberian soal dengan

tingkatan analisis. Kemampuan analisis siswa dibedakan menjadi dua kategori

yaitu kategori tinggi dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan

analisis tinggi apabila skor kemampuan analisis lebih dari atau sama dengan skor
commit to user

134
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

135

rata-rata gabungan antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, sedangkan

dikatakan memiliki kemampuan analisis rendah apabila skornya kurang dari skor

rata-rata gabungan. Dari ketetapan tersebut diperoleh bahwa, pada kelompok

eksperimen I terdapat 15 siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan 25

siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah. Sedangkan pada kelompok

eksperimen II terdapat 19 siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi dan 20

siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah. Deskripsi data kemampuan

analisis IPA siswa ditunjukkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Deskripsi Data Kemampuan Analisis Siswa


Jumlah Skor Skor Rata- Rata- rata
SD
Skor tertinggi Terendah rata gabungan
Eksperimen I 2138 73 38 53,46 54,94 7,43
Eksperimen II 2200 77 38 56,41 54,94 9,96

Distribusi frekuensi kemampuan analisis siswa pada kelas eksperimen I

dan kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Analisis Siswa


Kelompok Eksperimen I Kelompok Eksperimen II
No Kategori Frekuensi Frekuensi
Mutlak Relatif (%) Mutlak Relatif (%)
1 Tinggi 15 37,5 19 48,72
2 Rendah 25 62,5 20 51,28
Jumlah 40 100 39 100

2. Data Sikap Ilmiah Siswa

Sikap ilmiah siswa diperoleh dari pemberian angket sikap ilmiah IPA

siswa. Sikap ilmiah siswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi

dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki sikap ilmiah tinggi apabila skor

commit
sikap ilmiah lebih dari atau sama to user
dengan skor rata-rata gabungan antara kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

136

eksperimen I dan kelas eksperimen II, sedangkan dikatakan memiliki sikap ilmiah

rendah apabila skornya kurang dari skor rata-rata gabungan. Dari ketetapan

tersebut diperoleh bahwa, pada kelompok eksperimen I terdapat 23 siswa yang

memiliki sikap ilmiah tinggi dan 17 siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah.

Sedangkan pada kelompok eksperimen II terdapat 16 siswa yang memiliki sikap

ilmiah tinggi dan 23 siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah. Deskripsi data

sikap ilmiah siswa ditunjukkan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Deskripsi Data Sikap Ilmiah Siswa


Jumlah Skor Skor Rata- Rata- rata
Kelas SD
skor tertinggi terendah rata gabungan
Eksperimen I 9388 263 180 234,70 233,17 19,23
Eksperimen II 9034 260 190 231,64 233,17 13,71

Distribusi frekuensi sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen I dan kelas

eksperimen II disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Sikap Ilmiah Siswa


Kelompok Eksperimen I Kelompok Eksperimen II
No Kategori Frekuensi Frekuensi
Mutlak Relatif (%) Mutlak Relatif (%)
1 Tinggi 23 57,5 16 41,03
2 Rendah 17 42,5 23 58,97
Jumlah 40 100 39 100

3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa

Data prestasi belajar kognitif IPA diperoleh setelah siswa mendapat

perlakuan, untuk kelas eksperimen I diberi pembelajaran IPA dengan pendekatan

inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen, sedangkan kelas eksperimen II

diberi pembelajaran IPA dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

137

demonstrasi. Nilai prestasi belajar kognitif siswa diambil dari nilai tes prestasi

belajar kognitif IPA pokok bahasan Bunyi. Distribusi frekuensi dan gambaran

yang jelas mengenai prestasi belajar kognitif siswa kelas eksperimen I dan

eksperimen II dapat dilihat pada Tabel 4.5. dan Gambar 4.1(a) dan Gambar 4.1(b).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif IPA Siswa


Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II
Frekuensi Nilai Frekuensi
No Kelas Nilai Kelas
Tengah
Interval Tengah Mutlak Relatif Interval Mutlak
Relatif
(%) (%)
1 51-57 54 5 12.5 54-60 57 6 15.38
2 58-64 61 4 10 61-67 64 8 20.51
3 65-71 68 11 27.5 68-74 71 15 38.46
4 72-78 75 12 30 75-81 88 7 17.95
5 79-85 82 4 10 82-88 85 2 5.13
6 86-92 89 4 10 89-95 92 1 2.56
Jumlah 40 100 39 100

14
12
Frekuensi (Fi)

10
8
6
4
2
0
0 54 61 68 75 82 89
Nilai Tengah

Gambar 4.1.(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif


IPA Siswa Kelas Eksperimen I

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

138

16
14
12
Frekuensi (Fi)

10
8
6
4
2
0
0 57 64 71 78 85 92
Nilai Tengah

Gambar 4.1.(b). Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar


Kognitif IPA Siswa Kelas Eksperimen II

Data prestasi belajar kognitif untuk masing-variabel bebas secara berturut-turut

dapat disajikan dalam Tabel 4.6 (a), Tabel 4.6 (b) Tabel 4.6 (c) Tabel 4.6 (d)

Tabel 4.6 (e) Tabel 4.6 (f) sebagai berikut:

Tabel 4.6. (a) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan


Metode Pembelajaran
Prestasi Belajar Kognitif
Metode Pembelajaran
Mean SD N
Metode Eksperimen 70.62 10.345 40
Metode Demonstrasi 69.44 8.127 39
Total 70.04 9.276 79

Tabel 4.6. (b) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan


Kemampuan Analisis
Prestasi Belajar Kognitif
Kemampuan Analisis Mean SD N
Kemampuan Analisis Tinggi 69.59 10.529 34
Kemampuan Analisis Rendah 70.38 8.313 45
Total 70.04 9.276 79

Tabel 4.6. (c) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan


Sikap Ilmiah
Prestasi Belajar Kognitif
Sikap Ilmiah Mean SD N
Sikap Ilmiah Tinggi 72.38 7.755 39
commit to67.75
Sikap Ilmiah Rendah user 10.129 40
Total 70.04 9.276 79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

139

Tabel 4.6. (d) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan


MetodePembelajaran dan Kemampuan Analisis
Prestasi Belajar Kognitif
Metode Metode
Eksperimen Demonstrasi
N = 15 N = 19
Kemampuan
Mean = 71,47 Mean = 68,11
Analisis Tinggi
SD = 11,58 SD = 9,68
N = 25 N = 20
Kemampuan
Mean = 70,12 Mean = 70,70
Analisis Rendah
SD = 9,74 SD = 6,32

Tabel 4.6. (e) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan


Metode Pembelajaran dan Sikap Ilmiah
Prestasi Belajar Kognitif
Metode Metode
Eksperimen Demonstrasi
N = 23 N = 16
Sikap Ilmiah
Mean = 72,70 Mean = 71,94
Tinggi
SD = 8,55 SD = 6,70
N = 17 N = 23
Sikap Ilmiah
Mean = 67,82 Mean = 67,70
Rendah
SD = 12,08 SD = 8,70

Tabel 4.6. (f) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan


Kemampuan Analasis dan Sikap Ilmiah
Prestasi Belajar Kognitif
Sikap Ilmiah Sikap Ilmiah
Tinggi Rendah
N = 15 N = 19
Kemampuan
Mean =71,20 Mean = 68,32
Analisis Tinggi
SD = 8,76 SD = 11,82
N = 24 N = 21
Kemampuan
Mean = 73,13 Mean = 67,24
Analisis Rendah
SD = 7,15 SD = 8,59

Tabel 4.6. (g) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode Pembelajaran,
Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah
Prestasi Belajar Kognitif
Metode Eksperimen Metode Demonstrasi
Sikap Ilmiah N 7 8
Kemampuan Tinggi Mean 71,71 70,75
Analisis SD 9,105 9,051
Tinggi Sikap Ilmiah N 8 11
Rendah Mean 71,25 66,18
SD 14,038 10,078
Sikap Ilmiah N 16 8
Kemampuan Tinggi Mean 73,13 73,13
Analisis SD 8,563 3,314
Rendah Sikap Ilmiah N 9 12
Rendah Mean 64,78 69,08
commit to user
SD 9,859 7,403
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

140

4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa

Selain penilaian kognitif, dilakukan juga penilaian dalam ranah afektif

untuk memberikan informasi tentang sikap siswa. Penilaian afektif diperoleh dari

angket yang diisi oleh siswa dalam pembelajaran dalam pokok bahasan Bunyi.

Angket afektif diberikan untuk mengukur sikap siswa terhadap mata pelajaran

IPA. Instrumen yang digunakan terdiri dari 66 item. Instrumen yang telah diisi

dicari skor keseluruhannya, sehinga tiap siswa memiliki skor tertentu. Secara

umum deskripsi data prestasi belajar afektif dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Afektif Siswa


Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II
Frekuensi Nilai Frekuensi
No Kelas Nilai Kelas
Tengah
Interval Tengah Mutlak Relatif Interval Relatif
(%) Mutlak Mutlak (%)
1 90-98 95 2 5 101-108 104.5 5 12.82
2 99-107 104 5 12.5 109-116 112.5 10 25.64
3 108-116 113 7 17.5 117-124 120.5 12 30.77
4 117-125 122 9 22.5 125-132 128.5 7 17.95
5 126-134 131 6 15 133-140 136.5 3 7.69
6 135-143 140 11 27.5 141-148 144.5 2 5.13
Jumlah 40 100 39 100

12
10
Frekuensi (Fi)

8
6
4
2
0
0 95 104 113 122 131 140
Nilai Tengah (xi)

Gambar 4.2. (a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif


commit to user
Siswa Kelas Eksperimen I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

141

14
12
Frekuensi (Fi)

10
8
6
4
2
0
0 104.5 112.5 120.5 128.5 136.5 144.5
Nilai Tengah (xi)

Gambar 4.2. (b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif


IPA Siswa Kelas Eksperimen II

Data prestasi belajar afektif untuk masing-variabel bebas secara berturut-turut

dapat disajikan dalam Tabel 4.8 (a), 4.8 (b), 4.8 (c), 4.8 (d), 4.8 (e), 4.8 (f), 4.8

(g), sebagai berikut:

Tabel 4.8.(a) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan


Metode Pembelajaran
Prestasi Belajar Afekif
Metode Pembelajaran
Mean SD N
Metode Eksperimen 121.28 13.591 40
Metode Demonstrasi 120.23 10.592 39
Total 120.76 12.136 79

Tabel 4.8.(b) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan


Kemampuan Analisis
Prestasi Belajar Afekif
Kemampuan Analisis Mean SD N
Kemampuan Analisis Tinggi 120.09 13.536 34
Kemampuan Analisis Rendah 121.27 11.093 45
Total 120.76 12.136 79

Tabel 4.8.(c) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan


Sikap Ilmiah
Prestasi Belajar Afekif
Sikap Ilmiah Mean SD N
Sikap Ilmiah Tinggi 125.33 10.476 39
Sikap Ilmiah Rendah 116.30 12.096 40
Total 120.76 12.136 79
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

142

Tabel 4.8.(d) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan


Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis
Prestasi Belajar Afekif
Metode Eksperimen Metode Demonstrasi
N = 15 N = 19
Kemampuan
Mean = 117,53 Mean = 122,11
Analisis Tinggi
SD = 15,55 SD = 11,76
N = 25 N = 20
Kemampuan
Mean = 123,52 Mean = 118,45
Analisis Rendah
SD = 12,05 SD = 10,59

Tabel 4.8.(e) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan


Metode Pembelajaran dan Sikap Ilmiah
Prestasi Belajar Afekif
Metode Eksperimen Metode Demonstrasi
N = 23 N = 16
Sikap Ilmiah
Mean = 128,48 Mean = 120,81
Tinggi
SD = 9,62 SD = 10,26
N = 17 N = 23
Sikap Ilmiah
Mean = 111,53 Mean = 119,83
Rendah
SD = 12,14 SD = 11,03

Tabel 4.8.(f) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan


Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah
Prestasi Belajar Afekif
Sikap Ilmiah Tinggi Sikap Ilmiah Rendah
N = 15 N = 19
Kemampuan
Mean =125,33 Mean = 115,95
Analisis Tinggi
SD =12,65 SD = 13,05
N = 24 N = 21
Kemampuan
Mean = 125,33 Mean = 116,62
Analisis Rendah
SD = 9,16 SD = 11,48

Tabel 4.8.(g) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran,
Kemampuan Analisis dan Sikap Ilmiah
Pendekatan Inkuiri Terbimbing
Metode Eksperimen Metode Demonstrasi
Sikap Ilmiah N 7 8
Kemampuan Tinggi Mean 127,57 123,38
Analisis SD 11,731 13,887
Tinggi Sikap Ilmiah N 8 11
Rendah Mean 108,75 121,18
SD 13,285 10,562
Sikap Ilmiah N 16 8
Tinggi Mean 128,88 118,25
Kemampuan
Analisis SD 8,958 4,200
Rendah Sikap Ilmiah N 9 12
Rendah Mean 114,00 118,58
SD 11,214 11,759

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

143

B. Pengujian Prasyarat Analisis

1. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan salah satu uji prasarat sebelum uji anava 3 jalan

dilakukan. Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Kolmogorov-Sminov melalui program SPSS versi 18. Data yang akan diuji adalah

data prestasi belajar siswa sebagai dependent list kemudian metode pembelajaran,

kemampuan analisis, dan sikap ilmiah dijadiakan sebagai factor list. Uji

normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah samper berasal dari populasi yang

terdistribusi normal atau tidak. Jika nilai probabilitas atau p value (sig.) > 0,05

maka data tersebut ditolak, artinya data tersebut berasal dari populasi yang

terdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai probabilitas atau p value (sig.) < 0,05

maka data tersebut diterima, artinya data tersebut berasal dari populasi yang tidak

terdistribusi normal, hasil analisis uji normalitas data disajikan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Rangkuman Uji Normalitas

Variabel Sig. Keputusan Uji Keputusan


Prestasi Metode Eksperimen 0.200* H0 diterima Normal
belajar Metode Demonstrasi 0.055 H0 diterima Normal
Kognitif Kemampuan Analisis Tinggi 0.200* H0 diterima Normal
Kemampuan Analisis Rendah 0.200* H0 diterima Normal
Sikap Ilmiah Tinggi 0.077 H0 diterima Normal
Sikap Ilmiah Rendah 0.200* H0 diterima Normal
Prestasi Metode Eksperimen 0.163 H0 diterima Normal
Belajar Metode Demonstrasi 0.200* H0 diterima Normal
Afektif Kemampuan Analisis Tinggi 0.200* H0 diterima Normal
Kemampuan Analisis Rendah 0.200* H0 diterima Normal
Sikap Ilmiah Tinggi 0.200* H0 diterima Normal
Sikap Ilmiah Rendah 0.200* H0 diterima Normal

Berdasarkan hasil analisis uji normalitas data (selengkapnya terdapat

pada Lampiran 40) menggunakan uji Kolmogorov-Sminov melalui program SPSS


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

144

versi 18 pada Tabel 4.9 diketahui bahwa nilai signifikansi > 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dalam peneltian ini dilakukan untuk mengetahui homogen

tidaknya data dalam penelitian. Uji homogenitas data yang digunakana adalah

Levene Statistic yang melalui program SPSS versi 18. Hasil analisis uji

homogenitas disajiakan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Rangkuman Uji Homogenitas


Keputusan Keputus
Variabel Sig.
Uji an
Prestasi Metode 0.092 H0 diterima Homogen
Belajar Kemampuan Analisis 0.100 H0 diterima Homogen
Kognitif Sikap Ilmiah 0.079 H0 diterima Homogen
Prestasi Metode 0.089 H0 diterima Homogen
Belajar Kemampuan 0.408 H0 diterima Homogen
Afektif Sikap Ilmiah 0.547 H0 diterima Homogen

Berdasarkan hasil analisis uji homogenitas data (selengkapnya terdapat pada

Lampiran 41) diketahui bahwa nilai signifikansi > 0,05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa data mempunyai variansi yang homogen.

C. Pengujian Hipotesis

1. Uji Anava

Dalam menyelesaikan analisis digunakan uji univariate melalui program SPSS

versi 18, yang hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 42 sedangkan rangkuman

analisisnya disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian


Prestasi Belajar Kognitif Prestasi Belajar Afektif
No Variabel
Sig. Keuptusan Uji Sig. Keputusan Uji
1. Metode H0 diterima 0.829 H0 diterima
commit to user
0.841
2. Kemampuan Analsis 0.980 H0 diterima 0.908 H0 diterima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

145
Tabel 4.11. (lanjutan) Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian
3. Sikap Ilmiah 0.046 H0 ditolak 0.001 H0 ditolak
Interaksi Metode * Kemampuan
4. 0.232 H0 diterima 0.162 H0 diterima
Analisis
5. Interaksi Metode * Sikap Ilmiah 0.981 H0 diterima 0.002 H0 ditolak
Interaksi Kemampuan Analisis *
6. 0.394 H0 diterima 0.524 H0 diterima
Sikap Ilmiah
Interaksi Metode * Kemampuan
7. 0.330 H0 diterima 0.889 H0 diterima
Analisis * Sikap Ilmiah

Hipotesis dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu hipotesis nol (H0) dan

hipotesis alternatif (H1). Hipotesis nol menyatakan tidak ada pengaruh ataupun

interaksi antara suatu variabel dengan variabel yang lain. kemudian hipotesis

alternatif menyatakan sebaliknya, ada pengaruh ataupun interaksi antara suatu

variabel terhadap variabel yang lain. Ketentuan pengambilan keputusan yaitu: H0

ditolak dan H1 diterima jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 serta H1 akan ditolak

dan H0 diterima jika signifikansi (Sig.) > 0,05.

Berdasarkan tabel 4.11. dan kriteria pengujian hipotesis pada uraian di

atas, maka pengujian hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa

H0 : Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar

IPA siswa.

H1 : Ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar

IPA siswa

Berdasarkan Tabel 4.13., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =
commit to user
0,841 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

146

pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen

dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa. Untuk prestasi

belajar afektif sig = 0,829 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini

berarti tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa.

2. Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar IPA siswa

H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah

terhadap prestasi belajar IPA siswa

H1 : Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar IPA siswa

Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =

0,980 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada

pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar

IPA siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,908 (sig > 0,05), maka H0

diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh kemampuan analisis

kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA siswa

3. Ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi

belajar IPA siswa

H0 : Tidak ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah

terhadap prestasi belajar IPA siswa.

H1 : Ada pengaruh tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar IPA siswa.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

147

Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =

0,046 (sig < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh

tingkat sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar IPA

siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,001 (sig < 0,05), maka H0 ditolak dan

H1 diterima. Hal ini berarti ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah

terhadap prestasi belajar IPA siswa.

4. Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan

analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA

H0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan

kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti

pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi

H1 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan

kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti

pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =

0,232 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada

interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap

prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,162 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

148

ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan

pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi

dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat

mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

5. Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan sikap ilmiah

siswa terhadap prestasi belajar IPA

H0 : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan

sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA saat mengikuti

pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi

H1 : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan

sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA saat mengikuti

pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi

Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =

0,981 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada

interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap

prestasi belajar pada aspek kognitif saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan

Bunyi. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,002 (sig < 0,05), maka H0 ditolak dan

H1 diterima. Hal ini berarti ada interaksi antara penggunaan pendekatan

pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

149

demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi pada aspek afektif

belajar IPA saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

6. Ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap

prestasi belajar IPA

H0 : Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa

terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok

bahasan Bunyi

H1 : Ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa

terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok

bahasan Bunyi

Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =

0,394 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada

interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi

belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi. Untuk prestasi

belajar afektif sig = 0,524 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini

berarti tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa

terhadap prestasi belajar siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan

Bunyi.

7. Ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis dan

sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA

H0 : Tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

150

kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar

IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

H1 : Interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan

analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat

mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =

0,889 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada

interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan metode demonstrasi dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah

siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok

bahasan Bunyi. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,330 (sig > 0,05), maka H0

diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara pendekatan

pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kemampuan analisis dan sikap ilmiah

siswa terhadap prestasi belajar IPA siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok

bahasan Bunyi.

2. Uji Lanjut

Uji lanjut dilakukan ketika ada hipotesis H0 ditolak. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui perlakuan-perlakuan yang secara signifikan berbeda dengan

yang lain. Hipotesis nol (H0) yang ditolak pada penelitian ini yaitu: uji lanjut

Scheffe’. Rangkuman uji lanjut Scheffe’ dapat disajikan pada Tabel 4.12 berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

151

Tabel 4. 14 Rangkuman Uji Lanjut Scheffe pada Metode Pembelajaran-Sikap Ilmiah


terhadap Prestasi Belajar Afektif
(I) Interaksi Metode
(J) Interaksi Metode
Pembelajaran-Sikap Sig. Keterangan
Pembelajaran-Sikap Ilmiah
Ilmiah
Metode Eksperimen- Metode Eksperimen-Sikap 0.000 Ada perbedaan
Sikap IlmiahTinggi Ilmiah Rendah
Metode Demonstrasi-Sikap 0.205 Tidak ada perbedaan
Ilmiah Tinggi
Metode Demonstrasi-Sikap 0.072 Tidak ada perbedaan
Ilmiah Rendah
Metode Eksperimen- Metode Eksperimen-Sikap 0.000 Ada perbedaan
Sikap Ilmiah Rendah IlmiahTinggi
Metode Demonstrasi-Sikap 0.121 Tidak ada perbedaan
Ilmiah Tinggi
Metode Demonstrasi-Sikap 0.137 Tidak ada perbedaan
Ilmiah Rendah
Metode Metode Eksperimen-Sikap 0.205 Tidak ada perbedaan
Demonstrasi-Sikap IlmiahTinggi
Ilmiah Tinggi Metode Eksperimen-Sikap 0.121 Tidak ada perbedaan
Ilmiah Rendah
Metode Demonstrasi-Sikap 0.994 Tidak ada perbedaan
Ilmiah Rendah
Metode Metode Eksperimen-Sikap 0.072 Tidak ada perbedaan
Demonstrasi-Sikap IlmiahTinggi
Ilmiah Rendah Metode Eksperimen-Sikap 0.137 Tidak ada perbedaan
Ilmiah Rendah
Metode Demonstrasi-Sikap 0.994 Tidak ada perbedaan
Ilmiah Tinggi

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Hipotesis Pertama

Pada penelitian ini pokok bahasan yang dipilih adalah Bunyi.

Karakteristik materi Bunyi dapat dipelajari dengan pengamatan secara langsung.

Salah satu pembelajaran yang membuat siswa melakukan pengamatan adalah

dengan pendekatan inkuiri terbimbing yang bisa dilakukan melalui metode

eksperimen dan metode demonstrasi. Pembelajaran Bunyi dengan pendekatan

inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen memberikan kesempatan siswa

menemukan bukti kebenaran dari teori yang sedang dipelajari. Siswa juga diberi

kesempatan untuk mengalami commit to user


atau melakukan sendiri, mengikuti proses,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

152

mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan

sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses. Keunggulan metode eksperimen

bila dibandingkan dengan metode demonstrasi adalah mampu memberikan

kesempatan penuh kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang

dimiliki untuk menemukan konsep atapun teori yang sedang dipelajari.

Sedangkan metode demonstrasi adalah penyajian bahan pelajaran oleh

guru baik yang berwujud benda maupun berupa prosedur tertentu yang dilakukan

secara langsung atau menggunakan media pengajaran yang dapat melibatkan

peran serta siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Melalui metode

demonstrasi siswa memiliki batasan-batasan tertentu sehingga siswa tidak dapat

meng-explore seluruh kemampuan yang dimiliki. Siswa hanya bisa

memperhatikan apa yang diperagakan oleh guru. Keterlibatan siswa dalam

pembelajaran memiliki intensitas yang lebih kecil bila dibandingkan dengan

metode eksperimen yang memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri

lebih besar. Namun keunggulan yang dapat pembelajaran melalui metode

demonstrasi adalah manajemen waktu lebih terkontrol karena dikendalikan oleh

guru.

Pada penelitian ini, secara statistik dinyatakan bahwa tidak ada pengaruh

pembelajaran IPA dengan pendekatn inkuiri terbimbing melalui metode

eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa baik ditinjau dari

aspek kognitif maupun afektif siswa. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai

faktor. Faktor utama yang mempengaruhi adalah alokasi waktu. Alokasi waktu

antara yang tertuang di RPP tidak bisa berjalan sesuai rencana. Penelitian terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

153

kedua kelas eksperimen dilakukan pada hari yang berbeda. Kelas VIII B yang

mendapat perlakuan menggunakan metode eksperimen dilaksanakan pada hari

Jumat yang ternyata alokasi waktu 2X30 menit, padahal jika sesuai standar proses

adalah 40 menit untuk satu jam pelajarannya. Sedangkan kelas VIII D yang

mendapat perlakuan menggunakan metode demonstrasi dilaksanakan pada hari

Rabu dengan alokasi waktu 2X40 menit. Perbedaan alokasi waktu ini berdampak

pada kelompok eksperimen I yang terkadang tidak dapat menyelesaikan seluruh

sintak pembelajaran.

Harlen (2004) mengungkapkan adanya keterbatasan pengalaman siswa

dalam pembelajaran akan mempengaruhi hasil pembelajaran. Selain itu, menurut

Harlen bahwa untuk memberikan perubahan pembelajaran dari pembelajaran

tradisional ke pembelajaran melalui inkuiri memerlukan proses atau bertahap

sedikit demi sedikit. Sehingga hasilnya tidak bisa langsung dapat diamati dalam

jangka waktu yang relatif singkat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan

sehingga dapat dilihat perbedaan pengaruh penggunaan kedua metode melalui

pendekatan inkuiri terhadap prestasi belajar siswa.

Kedua metode pembelajaran yang digunakan ditempuh melalui

pendekatan inkuiri terbimbing. Salah satu kelemahan inkuiri terbimbing dalam

J.W. McBride et al, (2004) menyatakan bahwa jumlah siswa yang banyak menjadi

kendala dalam penyelenggaraan pembelajaran inkuiri. Hal ini sejalan dengan

kondisi lapangan pada saat penelitian dengan jumlah siswa di kelas berkisar 40

siswa. Ini merupakan jumlah rombongan belajar yang besar. Padahal berdasarkan

standar proses bahwa jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

154

adalah 32 peserta didik untuk sekolah menengah. Kelompok belajar yang baik

akan memungkinkan iklim belajar menjadi kondusif dan tenang sehingga

berdampak pada semangat belajar siswa. Apabila iklim belajar tidak tenang dan

nyaman maka akan menghambat terjadinya proses pembelajaran di sekolah.

Terhambatnya proses pembelajaran akan berdampak pencapaian prestasi belajar

siswa. Sehingga kedua metode yang digunakan dalam pembelajaran ini tidak

berpengaruh pada prestasi belajar siswa.

Dilihat dari sebaran prestasi belajar yang diberikan pada kedua metode

yang diberikan, terlihat bahwa kedua metode dapat memberikan hasil prestasi

belajar yang sama baik dibandingkan dengan KKM yang sudah ditetapkan di

sekolah. Hal ini sejalan dengan teori belajar bermakna Ausubel bahwa siswa

belajar dengan pengalamannya langsung maka belajar akan menjadi bermakna

dan ilmu yang diperoleh akan membekas lebih lama dibandingkan jika siswa tidak

terlibat langsung dalam pembelajaran. Selain itu, melalui pendekatan dan metode

yang diberikan siswa merasa senang dan dapat terlibat dalam pembelajaran.

sehingga melalui pendekatan dan metode yang digunakan dapat menghilangkan

rasa jenuh dan bosan siswa.

2. Hipotesis Kedua

Kemampuan analisis adalah keterampilan menguraikan sebuah struktur

ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur

tersebut. Kemampuan analisis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Setiap siswa memiliki kemampuan analisis yang berbeda satu dengan yang lain.

Kemampuan analisis diperkirakan turut mempengaruhi prestasi belajar IPA siswa.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

155

Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara

kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa baik pada aspek kognitif dan

afektif.

Hal ini mungkin disebabkan karena kemampuan analisis merupakan

bagian dari kemampuan kognitif, sedangkan pada instrumen soal kognitif yang

diberikan, presentase soal ranah kemampuan untuk menganalisis tidak terlalu

banyak sehingga tidak bisa membedakan siswa yang memiliki kemampuan

analisis tinggi dan kemampuan analisis rendah. Berdasarkan proses pembelajaran

di lapangan, meskipun pada setiap pembelajaran siswa mengidentifikasi langkah-

langkah percobaan hingga akhirnya siswa menarik sebuah kesimpulan, namun

nyatanya hal ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi

belajar yang diperoleh.

Menurut Bruner dalam Winataputra (2008), pada dasarnya belajar

merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses

kognitif yang salah satunya adalah proses mentransformasikan infromasi yang

diterima merupakan suatu proses bagaimana memperlakukan pengetahuan yang

sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis,

diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat

dimanfaatkan. Namun, dalam penelitian yang dilakukan siswa yang memiliki

kemampuan analisis tinggi dan rendah tidak memiliki perbedaan dalam

menganalisis dan memproses informasi dari proses pembelajaran yang

berlangsung untuk menjadi sebuah konsep yang suatu saat bermanfaat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

156

Proses belajar bermakna, berguna dan mudah diingat tidak hanya sekedar

dipengaruhi oleh kemampuan memahami struktur mata pelajaran yang berisi ide,

konsep dasar, hubungan antar konsep, atau contoh yang akan dipelajari atau

dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan analisis siswa. Namun, prestasi

belajar dapat juga dipengaruhi oleh kemampuan berpikir kritis, kemampuan

berpikir kreatif siswa. Jadi kemampuan analisis bukan satu-satunya kemampuan

yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa.

Selain itu jika dilihat dari rerata skor kemampuana analisis siswa ternyata

rendah. Padahal, patokan penentuan tinggi dan rendah menggunakan skor rerata.

Jika skor rerata total rendah, maka akan sulut dibedakan antara kategori tinggi dan

rendah. Kesulitan pengkategorian ini menjadi tinggi dan rendah dari rerata yang

rendah tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Sehingga akan lebih

baik jika penentuan pengkategorian melihat skor rerata terlebih dahulu.

3. Hipotesis Ketiga

Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara

sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar baik kognitif maupun afektif. Hal ini

berarti bahwa antara siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah

rendah berbeda prestasi belajarnya. Hal ini sejalan dengan beberapa studi yang

menemukan bahwa sikap ilmiah memiliki korelasi positif terhadap prestasi IPA

siswa dan memiliki peran dalam pembelajaran IPA (Simpson & Oliver, 1990; Lee

& Burkam,1996; Papanastasiou & Zembylas, 2004 dalam Kirikkaya, 2011).

Prestasi belajar dapat diraih tidak lepas dari proses pembelajaran yang dilakukan.

Berdasarkan Sanjaya (2009), salah satu faktor yang mempengaruhi proses


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

157

pembelajaran adalah faktor sifat yang dimiliki siswa. Faktor sifat yang dimiliki

siswa meliputi: kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Salah satu sikap

tersebut adalah sikap ilmiah.

Sikap ilmiah merupakan sikap dapat dipandang sebagai sikap-sikap yang

melandasi proses IPA. Sikap ilmiah dapat dianggap sebagai nilai dan norma yang

dipegang untuk mengikat manusia dalam ilmu pengetahuan alam. Norma ini

diungkapkan dalam bentuk aturan, larangan, pilihan, dan kebolehan. Norma dan

nilai ini harus diinternalisasi oleh siswa dan setelah itu siswa akan membiasakan

diri dengan kebiasaan yang ilmiah. Sikap ilmiah tersebut antara lain sikap ingin

tahu, jujur, obyektif, kritis, terbuka, disiplin, teliti dan sebagainya.

Sebagai contohnya siswa yang memiliki sikap ingin tahu tinggi

cenderung haus pada pengetahuan baru yang belum diketahui dan berusaha untuk

mencari jawaban tentang yang tidak atau belum diketahui. Adanya usaha, siswa

yang teliti akan mengerjakan suatu pekerjaan dengan cermat, hati-hati dan tidak

terburu-buru akan mampu meminimalisasi kesalahan yang mungkin akan muncul

dalam penyelesaian suatu masalah. Jadi sikap ilmiah melekat dalam diri siswa

dalam upaya mencapai prestasi belajar. Siswa yang berprestasi tidak lepas dari

berkerja keras dan tekun. Kedua aspek prestasi belajar baik ranah kognitif dan

afektif dan sikap ilmiah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Sehingga

siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah akan memberikan pengaruh

yang terhadap prestasi belajar yang akan diperoleh. Dari beberapa tinjauan di atas

dapat dilihat bahwa ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah

terhadap prestasi belajar siswa. Berdasarkan data yang diperoleh siswa dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

158

sikap ilmiah tinggi memperoleh hasil yang lebih baik daripada siswa yang

memiliki sikap ilmiah rendah.

4. Hipotesis Keempat

Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan

antara kemampuan analisis dengan metode belajar terhadap prestasi belajar

kognitif dan afektif. Pengaruh yang diberikan metode eksperimen dan demonstrasi

terhadap prestasi belajar merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak

berhubungan dengan kemampuan analisis. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang

diberikan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif

merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan metode

eksperimen dan metode demonstrasi.

Artinya, kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi, jika

diberikan perlakuan melalui metode eksperimen dan demonstrasi akan

memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa

dengan kemampuan analisis rendah, perlakuan dengan metode eksperimen dan

demonstrasi juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar.

Demikian juga pada metode eksperimen, antara kelompok siswa dengan

kemampuan analisis tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang

signifikan dan hal yang sama pada metode demonstrasi. Dua variabel bebas

tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga

disimpulkan tidak ada interaksi antara pembelajaran inkuiri melalui metode

eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi

belajar siswa baik pada ranah kognitif maupun afektif.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

159

Hal ini disebabkan karena sintak pembelajaran kedua metode yang

digunakan hampir sama, sehingga antara siswa yang memiliki kategori

kemampuan analisis sama, jika diberi perlakuan dengan metode yang berbeda

tidak memberikan pengaruh yang cukup besar. Selain itu beberapa keterbatasan

dalam penelitian karena ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar siswa.

Jika dilihat dari metode pembelajaran yang digunakan adalah eksperimen

dan demonstrasi yang di dalamnya mengandung metode ilmiah yang erat

kaitannya dengan sikap ilmiah siswa sedangkan tinjauan kemampuan analisis

siswa, komponen yang digunakan sebagai instrument untuk mengukur

kemampuan analisis siswa bukan ke arah kemampuan analisis dalam proses

ilmiah tetapi lebih mengacu pada ranah kognitif dari siswa. Sehingga antara dua

variabel kemampuan analisis dan metode pembelajaran eksperimen dan

demonstrasi mungkin tidak memiliki interaksi dan hubungan satu dengan yang

lain. Oleh karena itu, tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan

pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode

demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa

saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

5. Hipotesis Kelima

Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan

antara sikap ilmiah dengan metode belajar terhadap prestasi belajar kognitif.

Pengaruh yang diberikan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi

belajar kognitif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

160

dengan sikap ilmiah. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang diberikan sikap

ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif merupakan pengaruh yang berdiri sendiri

dan tidak berhubungan dengan metode eksperimen dan metode demonstrasi.

Artinya, kelompok siswa dengan sikap ilmiah tinggi, jika diberikan

perlakuan melalui metode eksperimen dan demonstrasi akan memberikan

pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa dengan sikap

ilmiah rendah, perlakuan dengan metode eksperimen dan demonstrasi juga

memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar. Demikian juga pada

metode eksperimen, antara kelompok siswa dengan sikap ilmiah tinggi dan rendah

tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada

metode demonstrasi. Dua variabel tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek

yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara pembelajaran

inkuiri melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah siswa

terhadap prestasi belajar siswa pada ranah kognitif.

Siswa dengan sikap ilmiah kategori yang berbeda jika diberikan

perlakuan menggunakan metode yang sama ternyata tidak memberikan pengaruh

yang berbeda terhadap prestasi belajarnya. Proses pembelajaran yang diberikan

melalui metode eksperimen dan demonstrasi yang keduanya menanamkan metode

ilmiah. Sikap ilmiah pun mengukur sikap siswa yang melandari proses IPA.

Adapun prestasi belajar dibagi menjadi prestasi belajar kognitif berkaitan dengan

pengatahuan siswa dan afektif berkaitan dengan siswa. Antara metode dan sikap

ilmiah memiliki interseksi yang kuat karena keduanya berkaitan dengan sikap

siswa, namun prestasi belajar ranah kognitif yang melihat aspek pengetahuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

161

(perolehan konsep) saja. Maka wajar jika antara metode pembelajaran, sikap

ilmiah dan prestasi belajar kognitif tidak ada interaksi. Hal ini berbeda ketika

metode pembelajaran dikaitkan dengan sikap ilmiah dan prestasi belajar afektif,

maka ketiganya memiliki hubungaan yang kuat karena ketiganya mengandung

aspek metode ilmiah. Maka sikap ilmiah mendukung pembelajaran yang

menggunakan metode ilmiah dan jika diukur melalui prestasi belajar afektif maka

akan terdapat hubungan yang kuat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa ada interaksi antara

penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah

siswa terhadap prestasi belajar afektif siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok

bahasan Bunyi. Namun, tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan

pembelajaran inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi

belajar afektif siswa saat mengikuti pelajaran IPA pokok bahasan Bunyi.

6. Hipotesis Keenam

Dalam menyelesaikan masalah siswa harus bisa menganalisis atau

menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui

pengorganisasian struktur tersebut. Dalam proses belajar satu siswa dengan siswa

yang lain memiliki kemampuan analisis yang berbeda-beda. Untuk dapat

menguraikan suatu komponen menjadi bagian yang lebih kecil diperlukan proses

berpikir. Siswa yang memiliki sikap teliti, ulet, kritis, objektif serta terbuka akan

mendukung kemampuan dirinya untuk menganalisis suatu masalah yang

disajikan. Siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah tetapi siswa tersebut

memiliki kemauan untuk teliti, pantang menyerah jika mengalami kegagalan, ulet
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

162

dalam menyelesaikan masalah, kritis terhadap fenomena yang ada dan terbuka

atau mau menerima masukan yang membangun, memberikan hasil belajar yang

baik. Bagi siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi namun sikap

ilmiahnya rendah, hasil belajarnya ternyata tidak lebih baik. Siswa dengan sikap

ilmiah tinggi dengan kemampuan analisis yang rendah tidak memberikan

pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Demikian pula siswa dengan

sikap ilmiah rendah prestasi belajarnya rendah meskipun memiliki kemampuan

analisis yang tinggi.

Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan

antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif dan

afektif. Pengaruh yang diberikan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar

kognitif maupun afektif merupakan pengaruh yang independen dan tidak

berhubungan dengan sikap ilmiah. Dua variabel yang diteliti ini tidak

menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada

interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar

siswa baik pada aspek kognitif maupun afektif.

Artinya, kelompok siswa dengan sikap ilmiah tinggi dengan kemampuan

analisis yang berbeda memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar

serta kelompok siswa dengan sikap ilmiah rendah dengan kemampuan analisis

yang berbeda juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar.

Demikian juga pada kelompok kemampuan analisis tinggi dengan kelompok

siswa sikap ilmiah tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang

signifikan dan hal yang sama pada siswa dengan kelompok kemampuan analisis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

163

rendah. Dua variabel tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan,

sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara kemampuan analisis siswa dengan

sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa baik pada ranah kognitif

maupun afektif.

Hal ini disebabkan karena komponen analisis mengukur komponen

pengetahuan (kognitif) siswa sedangkan komponen sikap ilmiah mengukur sikap

siswa. Jadi kedua variabel moderator tersebut berdiri sendiri. Sehingga tidak akan

ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi

belajar IPA.

7. Hipotesis Ketujuh

Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan

antara metode, kemampuan analisis, dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar

kognitif dan afektif. Tidak terdapatnya interaksi antara metode eksperimen dan

metode demonstrasi, kemampuan analisis dan sikap ilmiah terhadap prestasi

belajar kognitif maupun afektif dapat dijelaskan karena pada metode eksperimen

siswa memiliki rata-rata yang lebih baik daripada melalui metode demonstrasi,

siswa dengan kemampuan analisis tinggi memiliki rata-rata lebih baik daripada

siswa dengan kemampuan analisis rendah, siswa dengan sikap ilmiah tinggi

memiliki rata-rata lebih baik daripada siswa dengan sikap ilmiah rendah.

Meskipun tidak ada interaksi yang signifikan antara tiga variabel bebas

terhadap variabel terikatnya, namun berdasarkan Holmes (2011) yang melakukan

penelitian dengan mengkaji pelajaran melalui inkuiri menyatakan bahwa

pembelajaran inkuiri dapat melatih kemampuan berpikir kritis; meningkatkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

164

prestasi dan sikap terhadap mata pelajaran; dan dapat mempertahankan informasi

lebih baik. Di dalam berpikir kritis menurut Facione (2011) memerlukan suatu

kemampuan analisis.

Sikap terhadap pelajaran tidak lain adalah kemampuan ranah afektif.

Dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh siswa bahwa ketiga variabel tersebut

memiliki dampak yang baik terhadap prestasi belajar siswa karena secara garis

besar mampu mendapatkan nilai di atas KKM sekolah.

E. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan telah diusahakan semaksimal mungkin dengan

berusaha mengendalikan variabel-variabel yang diperkirakan dapat

mempengaruhi hasil penelitian. Namun demikian dalam penelitian ini hasil yang

diperoleh tidak semuanya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena

beberapa keterbatasan selama pelaksanaan penelitian, antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan di sekolah membatasi alokasi waktu penelitian,

silabus, dan RPP yang digunakan. Waktu pelaksanaan penelitian hanya empat

kali pertemuan untuk proses pembelajaran dan jam pelajaran yang ada

menyesuaikan dengan kondisi sekolah. Penambahan jam pelajaran tidak dapat

dilakukan karena terkait dengan kebijaksanaan sekolah tempat melakukan

penelitian.

2. Data prestasi belajar kognitif yang diperoleh disusun menggunakan bentuk

pilihan ganda yang mempunyai kelemahan yaitu memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menebak jawaban bila mengalami kesulitan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

165

3. Adanya faktor eksternal dan internal siswa yang mempengaruhi hasil belajar

yang mungkin mempengaruhi siswa pada saat proses pembelajaran yang tidak

dapat diamati dan dikontrol oleh guru.

4. Pada pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan metode eksperimen ada

beberapa siswa yang terlalu asyik bermain-main dengan alat dan bahan yang

disediakan sehingga siswa kurang fokus terhadap rancangan penelitian yang

seharusnya diselesaikan.

5. Pada uji tingkat kesukaran tes prestasi kognitif kriteria soal belum terdistribusi

dengan baik karena masih ada beberapa soal mudah dan sukar yang digunakan

serta jumlah soal yang mudah dan soal sukar yang digunakan tidak seimbang.

6. Terdapatnya satu komponen yang sama antara instrumen afektif dan sikap

ilmiah.

7. Kemampuan analisis yang dimiliki siswa secara umum rendah, sedangkan

pengkategorian yang digunakan menggunakan rerata sehingga tidak dapat

memperlihatkan secara jelas siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi

dan rendah. Oleh karena itu, tidak bisa melihat pengaruh kemampuan analisis

siswa terhadap prestasi belajar.

8. Alokasi waktu untuk kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II tidak sama

(alokasi waktu kelas eksperimen I lebih sedikit dari kelas eksperimen II),

karena kebijakan sekolah mengurangi jam pelajaran pada hari Jumat. Sehingga

ada beberapa tahapan di kelas eksperimen I yang tidak sesuai dengan rencana

yang tertuang dalam RPP akibat terbatasnya waktu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

166

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan kajian teori, hasil analisis, sera mengacu pada perumusan

masalah yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing melalui

metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA siswa.

Meskipun demikian, implementasi pendekatan dan metode yang diberikan

kepada siswa membuat siswa merasa senang terhadap pelajaran IPA oleh

karena itu nilai yang diperoleh siswa dapat melampaui KKM. Siswa dengan

perlakuan melalui metode eksperimen memperoleh prestasi belajar rata-rata

70,62 pada aspek kognitif dan 121,28 pada aspek afektif sedangkan siswa

dengan perlakuan melalui metode demonstrasi memperoleh prestasi belajar

rata-rata 69,44 pada aspek kognitif dan 120,23 pada aspek afektif.

2. Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap

prestasi belajar IPA siswa. Hal ini karena rerata kemampuan analisis siswa

secara keseluruhan yaitu 53,46 untuk siswa yang mendapatkan metode

eksperimen dan 56,41 untuk siswa yang mendapatkan metode demonstrasi.

Sehingga sulit dibedakan antara kemampuan analisis kategori tinggi dan

rendah. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dengan kemampuan analisis

tinggi pada ranah kognitif 69,59 dan 120,23 pada ranah afektif, sedangkan

commit to user

166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

167

siswa dengan kemampuan analisis rendah memperoleh rerata 70,38 pada

ranah kognitif dan 121,27 pada ranah afektif.

3. Ada pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar

IPA siswa. Hal ini karena kedua aspek prestasi belajar baik ranah kognitif dan

afektif dan sikap ilmiah tersebut saling berhubungan satu sama lain. Sehingga

siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan rendah akan memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar yang akan diperoleh. Prestasi

belajar yang diperoleh siswa dengan sikap ilmiah tinggi pada ranah kognitif

72,38 dan 125,33 pada ranah afektif, sedangkan siswa dengan sikap ilmiah

rendah memperoleh rerata 67,75 pada ranah kognitif dan 116,30 pada ranah

afektif.

4. Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kenmampuan

analisis siswa terhadap prestasi belajar IPA. Hal ini karena komponen

instrument analisis lebih mengukur ke analisis kognitif, sedangkan metode

pembelajaran erat kaitannya dengan metode ilmiah.

5. Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri

terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah

siswa terhadap prestasi belajar pada aspek kognitif saat mengikuti pelajaran

IPA. Namun, ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran

inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap

ilmiah siswa terhadap prestasi pada aspek afektif. Hal tersebut disebabkan

karena metode dan sikap ilmiah dan prestasi belajar ranah afektif memiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

168

interseksi yang kuat karena keduanya berkaitan dengan sikap siswa, namun

prestasi belajar ranah kognitif yang melihat aspek pengetahuan (perolehan

konsep) saja.

6. Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa

terhadap prestasi belajar IPA. Hal ini disebabkan karena komponen analisis

mengukur komponen pengetahuan (kognitif) siswa sedangkan komponen

sikap ilmiah mengukur sikap siswa. Jadi kedua variabel moderator tersebut

berdiri sendiri.

7. Tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis dan

sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar IPA. Meskipun ketiga variabel

tida berinteraksi, namun memiliki dampak yang baik terhadap prestasi belajar

siswa karena secara garis besar mampu mendapatkan nilai di atas KKM

sekolah.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

a. Menambah penelitian mengenai penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing

melalui metode eksperimen dan demonstrasi.

b. Menambah penelitian mengenai kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa

sebagai faktor pendukung pencapaian hasil belajar IIPA.

c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis.

2. Implikasi Praktis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

169

a. Memberikan masukan kepada guru IPA pada umumnya dan peneliti pada

khususnya untuk mengembangkan pembelajaran IPA menggunakan

pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan metode

demonstrasi terhadap prestasi belajar IPA untuk memecahkan masalah yang

dihadapi dalam upaya membentuk siswa kreatif dan mandiri dalam belajar.

b. Memberikan wawasan pada guru perlunya meningkatkan mutu

pembelajaran di sekolah khususnya pada pengajaran IPA, melalui alternatif

dalam penyampaian pelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar IPA

siswa.

c. Memberikan masukan bagi guru dan calon guru agar memperhatikan

kemampuan analisis dan sikap ilmiah siswa dalam belajar untuk

meningkatkan prestasi belajar IPA siswa.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dalam penelitian ini, maka penulis

mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada Pendidik

a. Dalam pembelajaran inkuiri melalui metode eksperimen dan demonstrasi

perlu diperhatikan sikap ilmiah siswa saat mengikuti pembelajaran

karena ada beberapa siswa yang tidak melibatkan dirinya dalam

pembelajaran. Hal ini perlu dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran

dapat melibatkan semua siswa dengan melibatkan sikap ilmiah yang

dimiliki siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

170

b. Kemampuan analisis perlu diperhatikan, misalkan dengan memberikan

pertanyaan yang bersifat terbuka yang menuntut kemampuan analisis

siswa.

c. Penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen

dan demonstrasi perlu persiapan matang agar pembelajaran dapat

terlaksana sesuai dengan RPP yang sudah disusun. Untuk pembelajaran

melalui metode eksperimen, meskipun di bawah bimbingan guru, guru

perlu manajemen waktu yang baik, karena siswa melalukan eksplorasi

secara bebas. Namun, tidak semua siswa memanfaatkan waktu yang

diberikan sehingga ada tahapan yang dilewati.

d. Prestasi belajar siswa sebaiknya tidak hanya diperhatikan dalam aspek

kognitif dan afektif saja, melainkan juga diperhatikan pada aspek

psikomotorik.

2. Kepada Peneliti

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk peneitian

sejenis dengan materi ajar yang lain.

b. Peneliti dapat mengembangkan penelitian serupa dengan mengukur

prestasi belajar aspek psikomotorik, sehingga mengetahui perbedaan

psikomotorik siswa yang diberikan pembelajaran melalui metode

eksperimen dan metode demonstrasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

171

c. Perlu dilakukan penelitian tentang faktor internal lain misalkan tentang

kecerdasan siswa dari siswa yang dimungkinkan mempengaruhi prestasi

belajar siswa.

d. Perlu dilakukan penelitian dengan memperhatikan karakteristik siswa dan

materi ajar.

e. Jika mengkaji sikap ilmiah dan prestasi belajar afektif, sebaiknya

komponen yang dijadikan pedoman penilaian kedua aspek dibedakan.

f. Sebaiknya dalam menentukan pengkategorian variabel moderator dilihat

terlebih dahulu skor yang diperoleh siswa, sehingga diharapkan dapat

menampilkan perbedaan yang signifikan.

g. Sebaiknya dalam menyusun instrument kemampuan analisis, indikator

tidak hanya dari aspek kognitif saja, tetapi juga aspek proses ilmiah.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai