Anda di halaman 1dari 140

Panduan Insersi

dalam Mata Kuliah


Pendidikan Kewarganegaraan
PANDUAN INSERSI
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
DALAM MATA
KULIAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN

Tim Penulis Tim Supervisi


Dikdik Baehaqi Arif, S.Pd., M.Pd. Dr. Rina Ratih, M.Hum.
Syifa Siti Aulia, S.Pd., M.Pd. Dr. Suyadi, M.Pd.I.
Drs. Supriyadi, M.Si. Direktorat Pendidikan
Dr. Anom Wahyu Asmorojati, S.H., dan Pelayanan Masyarakat KPK
M.Hum.
PANDUAN INSERSI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM MATA KULIAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Diterbitkan oleh:
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
Gedung Merah Putih KPK
Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan 12920
http://www.kpk.go.id

ISBN: 978-602-52387-6-5

Penerbitan buku ini merupakan hasil kerjasama antara Komisi Pemberantasan


Korupsi dengan Universitas Ahmad Dahlan (UAD)

Pengarah:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Deputi Bidang Pencegahan KPK

Koordinator:
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK

Tim Penulis:
Dikdik Baehaqi Arif, S.Pd., M.Pd.
Syifa Siti Aulia, S.Pd., M.Pd.
Drs. Supriyadi, M.Si.
Dr. Anom Wahyu Asmorojati, S.H., M.Hum.

Tim Supervisi:
Dr. Rina Ratih, M.Hum.
Dr. Suyadi, M.Pd.I.
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK

Cetakan Pertama: Jakarta, 2019


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Buku ini boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya, diperbanyak untuk


pendidikan serta nonkomersial lainnya dan tidak untuk diperjualbelikan.
KATA PENGANTAR

Kata Pengantar

P uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya, sehingga
penyusunan buku Panduan Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terselesaikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas untuk melakukan
upaya pemberantasan korupsi, salah satunya melakukan Pedidikan Antikorupsi
pada setiap jejaring pendididikan. Penyusunan buku panduan ini merupakan
salah satu upaya KPK untuk menyediakan bahan ajar bagi para dosen
pengampu Pendidikan Antikorupsi. Selain dalam bentuk buku panduan, KPK
juga melakukan inovasi dan pengembangan bahan sebagai konsekuensi dari
Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti)
No 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di
Perguruan Tinggi. Media ajar tersebut antara lain komik, buku saku, film dan
juga permainan sehingga dosen dapat mengembangkan metode belajar yang
lebih menarik.
Adapun buku panduan ini bersifat umum dan memberikan gambaran
untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas yang mengondisikan mahasiswa
mendapatkan pengetahuan tentang antikorupsi dan internalisasi nilai-
nilai antikorupsi dalam kehidupan mereka. Mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki irisan yang cukup banyak dengan nilai-nilai
antikorupsi sehingga insersi atau sisipan muatan antikorupsi ke dalam mata
kuliah Pendidikan Pancasila atau Kewarganegaraan dapat memperkaya
pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang turut terlibat dalam penyusunan buku ini, baik kepada Tim Penulis
dari Universitas Ahmad Dahlan, Penelaah dan Tim Supervisi yang telah
mendedikasikan gagasan dan waktunya sehingga buku ini dapat tersajikan.
Memberantas korupsi membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan
kerjasama dari semua elemen bangsa demi mewujudkan indonesia yang maju
dan sejahtera. Panjang umur pemberantasan korupsi. Mahasiswa menentukan
masa depan bangsa.
Salam Antikorupsi!

Jakarta, 9 Desember 2019

Komisi Pemberantasan Korupsi

01
DAFTAR ISI

05 21 41
BAB I BAB II BAB III
Insersi Pendidikan Penguatan Nilai-Nilai Belajar Semangat
Antikorupsi dalam Antikorupsi sebagai Integrasi Nasional
Mata Kuliah Pendidikan Identitias Nasional dari Para Tokoh Bangsa
Kewarganegaraan Indonesia

51 63 71
BAB IV BAB V BAB VI
Implementasi Nilai-Nilai
Semangat Kerja Keras Penguatan Nilai- Antikorupsi dalam Proses
dan Kesederhanaan Nilai Kemandirian, Demokrasi di Bidang
dalam Penyusunan, Keberanian, Keadilan Politik, Pemerintahan, dan
sebagai Argumen Kehidupan Sehari-Hari
Pelaksanaan dan untuk Membangun
Pengawasan Konstitusi Keharmonisan Antara
Kewajiban dan Hak
Negara - Warga Negara
di Bidang Perekonomian
Nasional dan
Kesejahteraan Sosial

02
DAFTAR ISI

g
in
As
ra
ga
Ne
g
Asin
gara
Ne

Negara Asing

Neg
ara A
sing

79 91 109
BAB VII BAB VIII BAB IX
Penegakan Hukum Faktor-Faktor Penyebab Dampak Masif Korupsi
dalam Pemberantasan Korupsi sebagai Terhadap Pertahanan
Korupsi Tantangan dan Keamanan
Pembentukan Wawasan
Nusantara

121
BAB X
Penutup

Daftar Isi
03
BAB I:
INSERSI PENDIDIKAN
ANTIKORUPSI
DALAM MATA
KULIAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
BAB I

A. Konsep dan Landasan Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu usaha untuk mendidik


warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yaitu mampu
menjalankan peran dan fungsinya sebagai warga negara sesuai dengan hak-
hak dan kewajiban konstitusional mereka. Secara implementatif, pelaksanaan
Pendidikan Kewarganegaraan di sejumlah negara dipahami secara
berbeda-beda. Dari kajian Print (1999) terhadap pelaksanaan Pendidikan
Kewarganegaraan di Asia dan Pasifik, ditemukan ada yang menyebut
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai civic education yang mencakup kajian
tentang pemerintahan, konstitusi, rule of law, serta hak dan tanggung jawab
warga negara. Untuk yang lainnya, Pendidikan Kewarganegaraan disebut
dengan citizenship education dengan cakupan dan penekanan kajian meliputi
proses-proses demokrasi, partisipasi aktif warga negara, dan keterlibatan
warga dalam suatu masyarakat warga (civil society).
Kajian civic education memasukkan pembelajaran-pembelajaran
yang berhubungan dengan institusi-institusi dan sistem yang melibatkan
pemerintah, budaya politik (political heritage), proses-proses demokratis,
hak-hak dan tanggung jawab warga negara, administrasi publik dan sistem
peradilan (Print, 1999). Dalam bagian lain, Pendidikan Kewarganegaraan tidak
dapat berdiri sendiri, independen dari norma-norma budaya, prioritas politik,
harapan sosial, aspirasi pembangunan ekonomi nasional, konteks geopolitik
dan sejarah masa lalu (Lee, Grossman, Kennedy, & Fairbrother, 2004).
Peran Pendidikan Kewarganegaraan secara substantif tidak saja mendidik
generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan
kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, tetapi juga membangun kesiapan warga negara untuk menjadi
warga dunia (global society). Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat
membantu warga negara muda pada abad ke-21 agar memiliki kemampuan
untuk memperoleh dan belajar untuk menggunakan keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang akan mempersiapkan mereka untuk menjadi
warga negara yang kompeten dan bertanggung jawab sepanjang hidup
mereka. Dalam konteks Indonesia, warga negara muda Indonesia yang berjiwa
Pancasila harus memiliki wawasan global, karena dalam prinsip kemanusiaan
(humanity) yang ada pada sila kedua Pancasila mengandung dimensi yang
dapat membuat warga negara Indonesia memiliki wawasan global (Murdiono,
Wahab, & Maftuh, 2014).
Tujuan penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan lainnya
dikemukakan Ikeno (2007) untuk mendidik anak menjadi anggota masyarakat
ideal di tingkat lokal, nasional dan global. Di samping kecenderungan global
Pendidikan Kewarganegaraan untuk demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan
juga dipengaruhi oleh perkembangan global lainnya.

07
BAB I

Pendidikan Kewarganegaraan akan memungkinkan lahirnya perbedaan,


pilihan alternatif dalam berbagai aspek kehidupan warga negara, tumbuhnya
rasa kebebasan dan persamaan dalam konteks hukum yang berkeadilan, serta
penghargaan terhadap hak-hak sipil warga negara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah wajib bagi
perguruan tinggi di Indonesia. Dasar hukumnya merujuk pada Pasal 37
ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika
perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia untuk masa depan sangat
ditentukan oleh pandangan Bangsa Indonesia, eksistensi konstitusi negara,
dan tuntutan dinamika perkembangan bangsa.

B. Konsep dan Landasan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan


Tinggi

Upaya pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan mencegah


berkembangnya mental korupsi pada anak Bangsa Indonesia melalui
pendidikan. Hal ini disadari bahwa memberantas korupsi bisa dilakukan dengan
cara preventif, yaitu mencegah timbulnya mental korupsi pada generasi anak
bangsa, dan hal tersebut tidak hanya dapat dilakukan pada satu generasi saja,
tetapi juga pada dua atau tiga generasi selanjutnya.
Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi bagi mahasiswa merupakan
bagian dari kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya
penindakan dan pencegahan tindakan korupsi. Pendidikan Antikorupsi ini
bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk
korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai antikorupsi.
Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya antikorupsi di
kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta
aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pada 30 Juli 2012, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Surat
Edaran Nomor 1016/E/T/2012 tentang Implementasi Pendidikan Antikorupsi
di Perguruan Tinggi kepada seluruh Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan
Tinggi Swasta (Kopertis Wilayah I sampai dengan wilayah XII). Serta Peraturan
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 33 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi.

08
BAB I

Sebagai upaya pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi


sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka
Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Stranas
PPK) dilakukan penyusunan aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
(PPK) setiap tahun. Berdasarkan lampiran bagian V Instruksi Presiden Nomor
2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Tahun 2014, disebutkan salah satu dari 22 rencana aksi strategi
pendidikan dan budaya Antikorupsi melibatkan lembaga pendidikan tinggi
negeri dan swasta dalam implementasiannya.

C. Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Berdasarkan kajian etimologis, kata “korupsi” terdapat dalam Kamus


Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang mempunyai arti penyelewengan
atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain, dan penggunaan waktu dinas (bekerja)
untuk urusan pribadi. Pengertian tersebut dapat dimaknai sebagai pola
kejahatan yang direncanakan dan berdampak luas, tidak hanya orang pribadi
tetapi juga bisa bersifat kelompok. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan
luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan upaya luar biasa (extra
ordinary effort) pula untuk memberantasnya. Oleh karena kejahatan korupsi
ini mempunyai dampak yang sangat luas dan dapat merugikan berbagai
aspek, maka diperlukam upaya pencegahan sejak dini.
Di Indonesia, sebagai suatu langkah maju dalam pemberantasan
korupsi, berdasarkan Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2002 dibentuklah lembaga yang
memiliki kewenangan khusus dalam pemberantasan korupsi, yaitu Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) . Menurut peraturan tersebut, salah satu tugas
KPK adalah melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi,
di antaranya melalui implementasi Pendidikan Antikorupsi (PAK).
PAK merupakan upaya dalam rangka mencegah perbuatan-perbuatan
korupsi melalui pemahaman tentang kejahatan korupsi dan dampaknya bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pencegahan ini sudah selayaknya dimulai
dari para generasi muda yang nantinya akan memimpin negeri ini. Mahasiswa
merupakan bagian dari generasi yang diperhitungkan keberadaannya karena
dianggap sebagai kaum terpelajar dan berintelektual. Mahasiswa diharapkan
dapat berperan aktif dalam proses pencegahan tindak pidana korupsi melalui
kampanye antikorupsi, baik bagi dirinya, keluarga, kampus, dan lingkungan

09
BAB I

sekitar. Untuk dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan ini, maka para
mahasiswa perlu dibina dan diberi tentang antikorupsi melalui PAK.
Pemberian pengetahuan kepada mahasiswa melalui PAK di perguruan
tinggi, ada yang secara khusus pada satu mata kuliah PAK, ada juga yang
diinsersikan ke dalam mata kuliah tertentu melalui kajian nilai-nilainya atau dari
segi konten yang berdekatan, misalnya insersi melalui mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Insersi ini dimaksudkan agar
pengetahuan tentang kejahatan korupsi dapat dipahami dengan jelas oleh
para mahasiswa.
Insersi berasal dari bahasa Inggris yakni insertion yang berarti “penyisipan”.
Penyisipan maksudnya adalah menyisipkan mata kuliah PAK ke dalam mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Penyisipan ini pada prinsipnya tidak
mengubah esensi substansi materi Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi justru
menguatkan Pendidikan Kewarganegaraan dalam hal materi dan metode
pembelajarannya.
Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran di Perguruan Tinggi
memiliki landasan yuridis dalam Surat Edaran Kemendikbud No. 1016/E/T/
2012. Surat edaran ini merupakan tindak implementasi dari Instrukti Presiden
(Inpres) No. 55 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Serta
yang terbaru adalah sebagaimana tertuang dalam Serta Peraturan Menteri
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 33 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi.
Istilah “insersi” PAK dalam Surat Edaran No. 1016/E/T/ 2012 diturunkan
dari istilah “integrasi” Pendidikan Antikorupsi dalam Inpres No. 55 Tahun 2011.
Dengan demikian, insersi merupakan bagian dari integrasi. Dengan kata lain,
“integrasi” Pendidikan Antikorupsi penerapannya lebih luas, mencakup semua
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus bebas dari korupsi,
sedangkan insersi Pendidikan Antikorupsi scope nya terbatas pada wilayah
pendidikan, terutama Pendidikan Tinggi, khususnya Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Meskipun demikian, tidak ada larangan bagi akademisi
pada Pendidikan Tinggi yang mengintegrasikan PAK ke dalam pembelajaran
atau perkuliahan, tidak sebatas menginsersikan. Bahkan, bisa jadi akademisi
mengunakan kedua isilah ini “insersi” atau “integrasi” secara silih berganti
dengan maksud yang sama, meskipun aksentuasinya berbeda-beda.
Secara metodologis, baik insersi maupun integrasi memiliki landasan
paradigmatik dalam pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan atau
transdisipliner. Oleh karena itu, istilah-istilah tersebut perlu dijelaskan secara
terperinci. Akan tetapi, penjelasan ini bukan dimaksudkan sekadar mencari
perbedaan, melainkan agar pembaca yang budiman dapat memahami secara
tepat kapan dan dalam konteks apa istilah-istilah tersebut dapat digunakan.

10
BAB I

Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan yang memadukan informasi,


data, alat, teknik, perspektif, konsep dan teori dari dua atau lebih disiplin
ilmu untuk memecahkan masalah fundamental yang pemecahannya di luar
jangkauan wilayah satu ilmu tertentu (mono-disiplin). Pendidikan Pancasila
dan Pendikan Kewarganegaraan berpotensi untuk dikaji, dipelajari, dan
ditelaah secara interdisipliner. Materi-materi dalam Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan syarat dengan nilai-nilai antikorupsi, sehingga
dapat dikatakan bahwa jiwa Pancasila adalah jiwa antikorupsi itu sendiri.
Dengan kata lain, orang yang berjiwa Pancasila adalah orang yang bersih dari
perilaku koruptif. Koruptor adalah pengkhianat Pancasila yang paling nyata.
Inilah yang dimaksud dengan pembelajaran Pendidikan Pancasila dengan
pendekatan interdisipliner.
Selanjutnya, pendekatan multidisipliner adalah cara pandang dalam
mendiskusikan topik tertentu dari sudut pandang keilmuan yang berbeda-
beda. Berbagai disiplin ilmu dapat berdialog satu sama lain dalam
memecahkan persoalan dengan tetap mempertahankan batas-batas keilmuan
yang dimilikinya. Masing-masing disiplin ilmu tidak mengintervensi terlalu
jauh dalam penyusunan formulasi problem persoalan, tetapi sebatas menjadi
bahan pertimbangan. Persoalan korupsi jelas bukan persoalan “mono-dimensi’,
melainkan multidimensi. Koruptor tidak hanya melanggar hukum (mono-
disiplin), melainkan juga melangar norma agama, mengingkari kebenaran ilmu
ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya (multidisiplin). Oleh karena itu,
pendekatan multidimensi diperlukan untuk pencegahan korupsi yang juga
multidimensi ini.
Adapun pendekatan transdisipliner merupakan perluasan lebih lanjut
dari pendekatan interdisipliner. Pendekatan transdisipliner adalah cara
pandang untuk memadukan berbagai disiplin keilmuan yang mampu
memecah kebekuan dan kejenuhan ilmu yang berdiri sendiri (mono-disiplin)
serta mampu melunakkan batas-batas keilmuan itu sendiri. Pendekatan
transdisipliner juga dapat dikatakan cara pandang dalam mengkombinasikan
berbagai disiplin ilmu, bahkan non-disiplin ilmu atau pemangku kepentingan
yang relevan kemudian menciptakan ilmu baru yang lebih komprehensif dan
sintesis yang menjangkau banyak bidang ilmu, contohnya, wacana hukuman
mati bagi koruptor masih mempertimbangkan Hak Asasi Manusia.
Di satu sisi gagasan tersebut cukup rasional karena korban terdampak
korupsi sangat besar, namun di sisi lain Cina yang sudah menerapkan kebijakan
tersebut sampai sekarang masih tinggi tingkat korupsinya. Contoh lainnya
adalah temuan pada bidang neurosains (ISHA) yang sudah dapat mendeteksi
semacam “basil koruptif” pada otak koruptor (Taufiq Pasiak, 2012). Jika semua
calon pejabat publik diwajibkan mengikuti Uji Isha pada bidang neurosains
ini untuk mengetahui apakah terdapat basil koruptif pada otak yang
bersangkutan, maka korupsi dapat diminimalisir. Dengan demikian, pendekatan

11
BAB I

transdisipliner adalah pendekatan yang mampu mengkombinasikan berbagai


bidang keilmuan untuk menyelesaikan satu problem kebangsaan.
Berdasarkan ulasan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa insersi
merupakan bagian dari integrasi, dan integrasi merupakan manifestasi
pendekatan inter-, multi- dan transdisipliner. Dari kelima istilah tersebut,
terdapat satu persaman, yakni menghindari pendekatan monodisipliner, yakni
pembelajaran ilmu tertentu yang berdiri sendiri tanpa bersentuhan dengan
disiplin ilmu lain, karena pendekatan ini sudah tidak relevan lagi di abad 21
ini. Oleh karena itu, meskipun berbagai istilah tersebut memiliki keluasan dan
kedalaman yang beragam, namun dapat digunakan silih berganti dengan
penekanan pada hal-hal tertentu.
Jika insersi dengan beragam istilah yang terkait (integrasi, interdisiplin,
multidisiplin, dan transdisiplin) PAK ke dalam Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan dilukiskan dalam diagram venn, maka akan
tampak sebagai berikut:
Gambar 1 Insersi PAK ke dalam Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan
Integrasi

Pendidikan
Pancasila
Interdisiplin dan atau Insersi Pendidikan Multidisiplin
Pendidikan Antikorupsi
Kewarganegaraan

Transdisiplin

Gambar diagram venn di atas menjelaskan bahwa insersi merupakan


“irisan” dua disiplin ilmu, yakni Pendidikan Antikorupsi dan pendidikan
Pancasilan serta Pendidikan Kewarganegaraan. Di samping insersi, keduanya
dapat ditelaah atau dipelajari dengan pendekatan lain, seperti integrasi,
inter-multi-, dan transdisiplin. Dengan demikian, insersi merupakan salah
satu bentuk pendekatan integrasi, inter-, multi- dan transdisiplin. Pilihan-
pilihan pendekatan di atas perlu dibuka seluas-luasnya sebagai pilihan
alternatif dalam mimbar akademik. Di samping itu, ragam pendekatan di atas
telah menjadi corak pembelajaran atau perkuliahan pada perguruan tinggi
khususnya universitas generasi ketiga. Universitas generasi pertama masih
menggunakan corak monodisiplin, sedangkan universitas generasi dua masih
terkungkung pendekatan dialogis, dan kini (abad ke-21) tibalah saatnya
mengunakan pendekatan inter-, multi- dan transdisipliner, termasuk di dalam

12
BAB I

nya adalah integrasi dan insersi. Secara lebih teknis, buku ini menawarkan dua
model insersi, yakni paralelisasi dan internalisasi.
1. Paralelisasi
Paralelisasi berasal dari kata paralel yang berarti sama atau sejajar.
Paralelisasi adalah upaya mencari titik temu atau titik singgung persamaan
dua bidang ilmu atau lebih. Metode ini pernah digunakan Sayyed Hosein Nassr
dan Mukti Ali dalam mencari titik temu agama Islam dan Nasrani (Waryani
Fajar Riyanto, 2012). Kedua agama ini tidak dapat dilihat dari masing-masing
kenabian baik (Islam: Muhammad SAW) maupun (Kristen: Isa AS), tetapi harus
dilihat dari Nabi sebelumnya, yakni Ibrahim AS.
Demikian pula dengan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Antikorupsi
dan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Keduanya harus dicari titik temu
untuk dikaitkan satu sama lain. Titik temu inilah yang disebut dengan
paralelisasi. Dengan demikian, paralelisasi Pendidikan Pancasila dan atau
Pendidikan Kewarganegaran dengan Pendidikan Antikorupsi merupakan titik
temu keduanya sehingga saling melengkapi atau saling memperkuat satu
sama lain.
Paralelisasi juga dapat dimaknai sebagai “tempelisasi” atau menempelkan
dua hal yang sama sehingga terkait satu sama lain atau memperkuat satu sama
lain. Dalam konteks ini paralelisasi Pendidikan Pancasila dan atau Pendidikan
Kewarganegaraan dengan Pendidikan Antikorupsi adalah menempelkan sub
materi tertentu dari Pendidikan Antikorupsi pada sub materi lain yang dianggap
sama dengan Pendidikan Pancasila dan atau Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Internalisasi
Internalisasi adalah model lain atau varian dari insersi PAK dalam
pembelajaran Pancasila dan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Internalisasi
merupakan penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga
menjadi keyakinan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku hidup sehari-
hari (Mukhamad Unggul Wibowo, Djoko Suryo, 2017). Dalam konteks insersi
PAK, internalisasi merupakan metode pengembangan sikap antikorupsi
melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila dan atau Kewarganegaraan.
Sikap antikorupsi adalah sembilan nilai antikorupsi, yakni jujur, peduli,
mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Artinya, sembilan nilai antikorupsi inilah yang berusaha untuk diinternalisasi
ke dalam diri mahasiswa melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, baik melalui penerimaan nilai, penghargaan nilai
penghayatan, nilai antikorupsi maupun aktualisasi nilai.
Internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui pembelajaran Pancasila dan atau
Pendidikan Kewarganegaraan dalam diri mahasiswa dapat dilakukan dengan

13
BAB I

beragam teknik dan metode. Salah satunya adalah dilema moral. Mahasiswa
dihadapkan pada situasi-situasi kritis yang serba dilematis, sehingga setiap
keputusan yang diambil merupakan buah dari perenungan dan penghayatan
mendalam atas tantangan yang dihadapi, yakni menolak perilaku koruptif.
Semakin sering berhadapan dengan situasi dilematis, semakin sering pula ia
melakukan perenungan, kontemplasi dan penghayatan mendalam sehingga
proses internalisasi nilai dapat berjalan secara efektif.
Metode insersi dilakukan dalam proses pembelajaran tujuannya agar
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menyeluruh (holistik) dalam
berbagai kajian keilmuan. Buku ini bertujuan untuk menguatkan proses insersi
berkaitan dengan Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Tujuan insersi mata kuliah Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, adalah sebagai berikut.
1. Menggali potensi mahasiswa dalam Pendidikan Antikorupsi sebagai
bagian dari perwujudan pembentukan warga negara yang baik dalam
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengembangkan kecakapan intelektual dan sosial mahasiswa
mengenai Pendidikan Antikorupsi dalam pembentukan warga negara
yang baik.
3. Membentuk pola kepribadian mahasiswa yang dapat menanamkan
nilai-nilai antikorupsi sebagai salah satu tujuan pelaksanaan
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.
Berdasarkan tujuan tersebut maka disusunlah buku ini dengan cara
penggunaan sebagai berikut.
1. Pelajari kompetensi dasar dan sub-submateri Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Antikorupsi.
2. Pahami tujuan insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Pahami delapan topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
4. Pahami matriks insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
5. Pahami Tujuan dan Capaian Pembelajaran delapan topik insersi
Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaaan
Perguruan Tinggi.
6. Perhatikan alokasi waktu yang digunakan dalam setiap delapan
topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
7. Pahami metode dan aktifitas pembelajaran delapan topik insersi
Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaaan

14
BAB I

Perguruan Tinggi.
8. Pergunakan sumber dan media pembelajaran dalam lampiran
yang telah disediakan boleh diperkuat dengan sumber dan media
pembelajaran yang lain.
Berdasarkan tujuan insersi tersebut, maka disajikan penguatan insersi
dengan menampilkan aspek pengetahuan untuk kompetensi dasar dalam
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Aspek pengetahuan untuk
Kompetensi Dasar Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan diberi nomor
kode 3, dengan sembilan aspek sehingga muncul 3.1 sampai 3.9. Berdasarkan
kajian dari Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Kewarganegaraan
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Tahun 2016 tergambarkan beberapa sub materi Pendidikan Kewarganegaraan.
Berdasarkan Kompetensi dan submateri Pendidikan Kewarganegaraan
tersebut tergambarkan insersi Pendidikan Antikorupsi yang terdiri dari
delapan topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan tergambar pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 Matrik Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Kompetensi Dasar Submateri Pendidikan Kewarganegaraan Insersi PAK


3.1 Menjelaskan tujuan A. Menelusuri konsep dan urgensi Pendidikan
dan fungsi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pencerdasan
Kewarganegaraan kehidupan bangsa
B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan
dalam pengembangan
Pendidikan Kewarganegaraan
kemampuan utuh sarjana C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan
atau profesional. politik tentang Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan Pendidikan Kewarganegaraan
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi Pendidikan
Kewarganegaraan untuk masa depan
F. Rangkuman hakikat dan pentingnya Pendidikan
Kewarganegaraan
G. Praktik kewarganegaraan

3.2 Menganalisis esensi A. Menelusuri konsep dan urgensi identitas BAB II Penguatan
dan urgensi identitas nasional nilai-nilai antikorupsi
nasional sebagai salah B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan sebagai identitas
satu determinan dalam identitas nasional nasional Indonesia
pembangunan bangsa dan C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
karakter yang bersumber dari tentang identitas nasional Indonesia.
nilai-nilai Pancasila 1. Bendera negara Sang Merah Putih
2. Bahasa negara Bahasa Indonesia

15
BAB I

Kompetensi Dasar Submateri Pendidikan Kewarganegaraan Insersi PAK


3. Lambang negara Garuda Pancasila
4. Lagu kebangsaan Indonesia Raya
5. Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika
6. Dasar falsafah negara Pancasila
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan identitas nasional Indonesia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi identitas
nasional Indonesia

3.3 Mengevaluasi urgensi A. Menelusuri konsep dan urgensi integrasi BAB III Belajar
integrasi nasional sebagai nasional semangat integrasi
salah satu parameter 1. Makna integrasi nasional nasional dari para
persatuan dan kesatuan 2. Jenis integrasi tokoh bangsa
bangsa dalam wadah Negara 3. Pentingnya integrasi nasional
Kesatuan Republik Indonesia. 4. Integrasi versus disintegrasi
B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan
integrasi nasional
C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
tentang integrasi nasional
1. Perkembangan sejarah integrasi di
Indonesia
2. Pengembangan integrasi di Indonesia
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan integrasi nasional
1. Dinamika integrasi nasional di Indonesia
2. Tantangan dalam membangun integrasi
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi integrasi
nasional
3.4 Menganalisis nilai dan A. Menelusuri konsep dan urgensi konstitusi BAB IV Semangat
norma yang terkandung dalam kehidupan berbangsa-negara kerja keras dan
dalam konstitusi di Indonesia B. Perlunya konstitusi dalam kehidupan kesederhanaan
dan konstitusionalitas berbangsa-negara Indonesia dalam penyusunan,
ketentuan di bawah C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan pelaksanaan, dan
UUD 1945 dalam konteks politik tentang konstitusi dalam kehidupan pengawasan konstitusi
kehidupan bernegara- berbangsa-negara Indonesia
kebangsaan Indonesia. D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan konstitusi dalam kehidupan
berbangsa-negara Indonesia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi konstitusi
dalam kehidupan berbangsa-negara
3.5 Menerapkan harmoni A. Menelusuri konsep dan urgensi harmoni BAB V Penguatan
kewajiban dan hak negara kewajiban dan hak negara dan warga negara nilai-nilai kemandirian,
dan warga negara dalam B. Menanya alasan mengapa diperlukan harmoni keberanian, keadilan
tatanan kehidupan kewajiban dan hak negara dan warga negara sebagai argumen
demokrasi Indonesia yang Indonesia untuk membangun
bersumbu pada kedaulatan C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik keharmonisan antara
rakyat dan musyawarah tentang harmoni kewajiban dan hak negara dan kewajiban dan hak
untuk mufakat. warga negara Indonesia negara - warga
1. Sumber historis negara di bidang
2. Sumber sosiologis perekonomian nasional
3. Sumber politik dan kesejahteraan
D. Membangun argumen tentang dinamika dan sosial
tantangan harmoni kewajiban dan hak negara
dan warga negara
1. Aturan dasar ihwal pendidikan dan
kebudayaan, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi

16
BAB I

Kompetensi Dasar Submateri Pendidikan Kewarganegaraan Insersi PAK


3. Aturan dasar ihwal perekonomian nasional
dan kesejahteraan sosial
4. Aturan dasar ihwal usaha pertahanan dan
keamanan negara
5. Aturan dasar ihwal hak dan kewajiban asasi
manusia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi harmoni
kewajiban dan hak negara dan warga negara
1. Agama
2. Pendidikan dan kebudayaan
3. Perekonomian nasional dan kesejahteraan
rakyat
4. Pertahanan dan keamanan
3.6 Menganalisis hakikat, A. Menelusuri konsep dan urgensi demokrasi yang BAB VI Implementasi
instrumentasi, dan praksis bersumber dari pancasila nilai-nilai antikorupsi
demokrasi Indonesia yang 1. Apa demokrasi itu? dalam proses
bersumber dari Pancasila 2. Tiga tradisi pemikiran politik demokrasi demokrasi dalam
dan UUD 1945 sebagai 3. Pemikiran tentang demokrasi Indonesia bidang politik,
wahana penyelenggaran 4. Pentingnya demokrasi sebagai sistem politik pemerintahan dan
negara yang sejahtera dan kenegaraan modern kehidupan sehari-hari
berkeadilan. B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan
demokrasi yang bersumber dari Pancasila
C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan
politik tentang demokrasi yang bersumber dari
Pancasila
1. Sumber nilai yang berasal dari demokrasi
desa
2. Sumber nilai yang berasal dari Islam
3. Sumber nilai yang berasal dari Barat
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan demokrasi yang bersumber dari
Pancasila
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
2. Dewan Perwakilan Rakyat
3. Dewan Perwakilan Daerah
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi demokrasi
Pancasila
1. Kehidupan demokratis yang bagaimana
yang kita kembangkan?
2. Mengapa kehidupan yang demokratis itu
penting?
3. Bagaimana penerapan demokrasi dalam
pemilihan pemimpin politik dan pejabat
negara?
3.7 Menganalisis dinamika A. Menelusuri konsep dan urgensi penegakan BAB VII Penegakan
historis konstitusional, sosial- hukum yang berkeadilan hukum dalam
politik, kultural, serta konteks B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan pemberantasan
kontemporer penegakan penegakan hukum yang berkeadilan korupsi
hukum dalam konteks C. Menggali sumber historis, sosiologis, politis
pembangunan negara tentang penegakan hukum yang berkeadilan di
hukum yang berkeadilan. Indonesia
1. Lembaga penegak hukum
2. Lembaga pengadilan
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan penegakan hukum yang berkeadilan
Indonesia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi penegakan
hukum yang berkeadilan Indonesia

17
BAB I

Kompetensi Dasar Submateri Pendidikan Kewarganegaraan Insersi PAK


3.8 Mengevaluasi dinamika A. Menelusuri konsep dan urgensi wawawan BAB VIII
historis, dan urgensi nusantara Faktor-faktor
Wawasan Nusantara sebagai B. Menanya alasan mengapa diperlukan wawawan penyebab korupsi
konsepsi dan pandangan nusantara sebagai tantangan
kolektif kebangsaan C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan politik pembentukan
Indonesia dalam konteks tentang wawasan nusantara wawasan nusantara
pergaulan dunia. 1. Latar belakang historis wawasan nusantara
2. Latar belakang sosiologis wawasan
nusantara
3. Latar belakang politis wawasan nusantara
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan wawasan nusantara
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi wawasan
nusantara
1. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai
satu kesatuan politik
2. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai
satu kesatuan ekonomi
3. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai
satu kesatuan sosial budaya
4. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai
satu kesatuan pertahanan dan keamanan

3.9 Menganalisis urgensi, A. Menelusuri konsep dan urgensi ketahanan BAB IX Dampak masif
dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara. Apakah ketahanan korupsi terhadap
nasional bagi Indonesia nasional itu? Apakah bela negara itu? pertahanan dan
dalam mebangun komitmen 1. Wajah ketahanan nasional Indonesia keamanan
kolektif yang kuat dari 2. Dimensi dan ketahanan nasional berlapis
seluruh komponen bangsa 3. Bela negara sebagai upaya mewujudkan
untuk mengisi kemerdekaan ketahanan nasional
Indonesia. B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan
ketahanan nasional dan bela negara
C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
tentang ketahanan nasional dan bela negara
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan ketahanan nasional dan bela negara
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi ketahanan
nasional dan bela negara
1. Esensi dan urgensi ketahanan nasional
2. Esensi dan urgensi bela negara

18
BAB II:
Penguatan Nilai-Nilai
Antikorupsi Sebagai
Identitas Nasional
Indonesia
BAB II

A. Tujuan Pembelajaran
Menggali nilai-nilai antikorupsi sebagai identitas nasional Indonesia.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengevaluasi nilai-nilai antikorupsi sebagai
identitas nasional Indonesia.
Mahasiswa mampu meneladani semangat antikorupsi dari para tokoh
masyarakat/bangsa.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Kajian biografi tokoh
Diskusi kelompok (group discussion)

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
a. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa
b. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi
c. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi
d. Sumber-sumber lain yang relevan
Media Pembelajaran:
a. Buku Biografi tokoh
b. Kliping berita:
1. Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp 20 Juta yang
Ditemukannya di Jalan https://regional.kompas.com/
read/2018/05/27/15180801/kisah-tukang-sampah-kemba-
likan-rp-20-juta-yang-ditemukannya-di-jalan?page=all.
2. Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif https://arrahmahnews.
com/2018/03/05/eric-tauvani-dan-kisah-kesederhanaan-
buya-syafii-maarif/
c. Video:
1. Korupsi? No Way!
https://www.youtube.com watch?v=fGUw-efQs6w
2. Generasi Antikorupsi
https://www.youtube.com/watch?v=tLBGZGWMqXE

23
BAB II

3. Bung Hatta Melawan Korupsi dengan Suri Teladan


https://www.youtube.com/watch?v=yogBiIAeO-E
4. Keteladanan Mohammad Natsir
https://www.youtube.com/watch?v=0jP7dlprfAo

F. Aktifitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen mengajak mahasiswa untuk menyimak bersama:
1. Tantangan video tentang korupsi: “Korupsi? No Way!”
https://www.youtube.com/watch?v=fGUw-efQs6w
2. Kliping koran: E-KTP, Identitas yang Tertunda
https://nasional.sindonews.com/read/1171194/16/e-ktp-
identitas-yang-tertunda-1484530565
b. Dosen dan mahasiswa melakukan curah pendapat (brainstorming)
dan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman mahasiswa
tentang korupsi, nilai-nilai antikorupsi, dan kasus korupsi dalam
pengadaan E-KTP.
c. Dosen menyampaikan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti (30 menit)
a. Dosen membagi kelas menjadi empat kelompok.
b. Dosen membagi media kliping koran (tautan kliping) tentang
kejujuran dan kesederhanaan, dan/atau video (tautan video)
tokoh-tokoh bangsa untuk masing-masing kelompok.
c. Setiap kelompok diminta untuk mengamati video tentang tokoh-
tokoh bangsa, sebagai berikut:
1. Kelompok 1 Bung Hatta Melawan Korupsi dengan Suri
Teladan https://www.youtube.com/watch?v=yogBiIAeO-E
2. Kelompok 2 Keteladanan Mohammad Natsir
https://www.youtube.com/watch?v=0jP7dlprfAo
3. Kelompok 3 Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp 20 Juta
yang Ditemukannya di Jalan
https://regional.kompas.com/read/2018/05/27/15180801/
kisah-tukang-sampah-kembalikan-rp-20-juta-yang-
ditemukannya-di-jalan?page=all.
4. Kelompok 4 Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif
https://arrahmahnews.com/2018/03/05/eric-tauvani-dan-
kisah-kesederhanaan-buya-syafii-maarif/

24
BAB II

Kegiatan Penutup (10 menit)


a. Dosen dan mahasiswa melakukan review atas materi yang telah
dibahas.
b. Mahasiswa mengerjakan lembar evaluasi.
c. Dosen dan mahasiswa menyusun kesimpulan bersama tentang
keteladanan nilai-nilai antikorupsi dari setiap cerita kliping dan
video.
d. Dosen menugaskan mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut
keteladanan tokoh-tokoh bangsa yang tersaji dalam buku Orange
Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa dan menyusun artikel sederhana untuk menjawab “Jika
saya dihadapkan pada kesempatan untuk melakukan korupsi –
seperti para tokoh bangsa itu – maka saya akan melakukan?”

G. Uraian Materi
Nilai-nilai Antikorupsi sebagai Identitas Bangsa
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan
nilai antikorupsi, yaitu nilai jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung
jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Jika dikelompokkan,
kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi menjadi tiga
kelompok atau tiga aspek dalam nilai-nilai antikorupsi, yaitu: aspek inti,
aspek etos kerja, dan aspek sikap.
a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab.
b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri.
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli.

• Jujur
Inti • Disiplin
• Tanggung Jawab

Nilai-Nilai Etos • Kerja Keras


• Sederhana
Antikorupsi Kerja
• Mandiri

• Adil
Sikap • Berani
• Peduli

25
BAB II

1. Jujur adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan


antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan. Jujur berarti
mengetahui apa yang benar, mengatakan dan melakukan yang
benar. Orang yang jujur adalah orang yang dapat dipercaya, lurus
hati dan tidak berbohong.
2. Disiplin adalah kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap
segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. Disiplin
berarti patuh pada aturan.
3. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan
dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun
agama.
4. Kerja keras adalah sungguh-sungguh berusaha ketika
menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan
lain-lain dengan sebaik-baiknya. Kerja keras berarti pantang
menyerah, terus berjuang dan berusaha.
5. Sederhana adalah bersahaja. Sederhana berarti menggunakan
sesuatu secukupnya, tidak berlebih-lebihan.
6. Mandiri adalah dapat berdiri sendiri. Mandiri berarti tidak
bergantung pada orang lain. Mandiri juga berarti kemampuan
menyelesaikan, mencari dan menemukan solusi dari masalah
yang dihadapi.
7. Peduli adalah sikap dan tindakan memerhatikan dan
menghiraukan orang lain, masyarakat yang membutuhkan, dan
lingkungan sekitar.
8. Adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak pada salah
satu. Adil juga berarti perlakuan yang sama untuk semua tanpa
membeda-bedakan berdasarkan golongan atau kelas tertentu.
9. Berani adalah hati yang mantap, rasa percaya diri yang besar
dalam menghadapi ancaman atau hal yang dianggap sebagai
bahaya dan kesulitan. Berani berarti tidak takut atau gentar.
Semangat Antikorupsi dari Para Tokoh Masyarakat/Bangsa
Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang patut diteladani. Mereka
adalah sosok yang secara tegas menolak praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Mulai dari menolak amplop berisi uang sampai tidak
menerima bingkisan di hari raya. Kisah tokoh Indonesia yang memiliki
prinsip kejujuran dan memegang teguh amanat rakyat sebagai seorang
pejabat publik adalah sebagai berikut.

26
BAB II

a. Mohammad Hatta
Nama Mohammad Hatta
sudah tidak asing lagi bagi Bangsa
Indonesia. Ia adalah salah satu
Pahlawan Proklamasi. Selain berjasa
besar bagi kemerdekaan Indonesia,
Bung Hatta, sapaan akrabnya, juga
memiliki rekam jejak sebagai seorang
sosok yang sangat antikorupsi.
Salah satu kisahnya pada 1970,
ketika Bung Hatta dan rombongan
mengunjungi Tanah Merah, Irian
Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh
kolonial Belanda. Di Irian Jaya, Bung
Hatta disodori amplop berisi uang.
Uang tersebut sebenarnya bagian
dari biaya perjalanan Bung Hatta
yang ditanggung pemerintah. Namun, Bung Hatta menolaknya.
“Uang apa ini? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah
ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja
saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa
ini?” kata Bung Hatta. Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang
pemerintah pun sebenarnya adalah uang rakyat. “Tidak, itu uang
rakyat, saya tidak mau terima. Kembalikan,” tegas Bung Hatta seperti
dikutip dari buku berjudul Mengenang Bung Hatta (2002).
Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tecermin pada hal
yang sederhana. Pada suatu ketika, Hatta menegur sekretarisnya
karena menggunakan tiga lembar kertas kantor Sekretariat Wakil
Presiden untuk mengirim surat pribadi. Menurut Hatta, kertas
itu adalah aset negara yang merupakan uang rakyat. Hatta pun
mengganti kertas tersebut dengan uang pribadinya.

27
BAB II

b. Mohammad Natsir

Mohammad Natsir dilahirkan


pada 17 Juli 1908 di Alahan Panjang,
Lembah Gumanti, Kabupaten Solok,
Sumatera Barat dari pasangan
Mohammad Idris Sutan Saripado dan
Khadijah (Luth, 1999; Ma’mur, 1995).
Pada masa kecilnya, Natsir sekeluarga
hidup di rumah Sutan Rajo Ameh,
seorang saudagar kopi yang terkenal
di sana. Oleh pemiliknya, rumah itu
dijadikan dua bagian: pemilik rumah
beserta keluarga tinggal di bagian kiri
dan Mohammad Idris Sutan Saripado
tinggal di sebelah kanannya (Tim
Buku Tempo, 2011). Ia memiliki 3 orang saudara kandung, masing-
masing bernama Yukinan, Rubiah, dan Yohanusun. Jabatan terakhir
ayahnya adalah sebagai pegawai pemerintahan di Alahan Panjang,
sedangkan kakeknya merupakan seorang ulama. Ia kelak menjadi
pemangku adat untuk kaumnya yang berasal dari Maninjau, Tanjung
Raya, Agam dengan gelar Datuk Sinaro nan Panjang (Adam, 2009).
Natsir mulai mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat
Maninjau selama dua tahun sampai kelas dua, kemudian pindah
ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Adabiyah di Padang (Tim
Buku Tempo, 2011). Setelah beberapa bulan, ia pindah lagi ke
Solok dan dititipkan di rumah saudagar yang bernama Haji Musa.
Selain belajar di HIS di Solok pada siang hari, ia juga belajar ilmu
agama Islam di Madrasah Diniyah pada malam hari (Luth, 1999;
Ma’mur, 1995). Tiga tahun kemudian, ia kembali pindah ke HIS
di Padang bersama kakaknya. Pada tahun 1923, ia melanjutkan
pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) lalu ikut
bergabung dengan perhimpunan-perhimpunan pemuda seperti
Pandu Nationale Islamietische Pavinderij dan Jong Islamieten Bond
(Luth, 1999). Setelah lulus dari MULO, ia pindah ke Bandung untuk
belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) hingga tamat pada
tahun 1930 (Dzulfikriddin, 2010; Luth, 1999). Dari tahun 1928 sampai
1932, ia menjadi ketua Jong Islamieten Bond (JIB) Bandung (Luth,
1999). Ia juga menjadi pengajar setelah memperoleh pelatihan guru
selama dua tahun di perguruan tinggi. Ia yang telah mendapatkan
pendidikan Islam di Sumatera Barat sebelumnya juga memperdalam

28
BAB II

ilmu agamanya di Bandung, termasuk dalam bidang tafsir Al-Qur’an,


hukum Islam, dan dialektika. Kemudian pada tahun 1932, Natsir
berguru pada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi tokoh organisasi
Islam Persatuan Islam (Ma’mur, 1995).
Masa kecil Natsir dihabiskan di berbagai tempat mengikuti
ayahnya yang bekerja sebagai pegawai kolonial Belanda. Setelah dari
Alahan Panjang, Natsir sempat tinggal di Maninjau dan bersekolah
sampai kelas dua. Kemudian pindah ke Padang, untuk bersekolah di
HIS Adabiyah. Tak lama berselang, dia pindah ke Solok. Ketika sang
ayah pindah ke Makassar, Natsir kembali ke Padang tinggal bersama
kakaknya. Di sana dia menamatkan pendidikan dasarnya sebelum
akhirnya melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onder-wijs (MULO)
di Bandung.

H. Evaluasi
Evaluasi proses pembelajaran: Penilaian diskusi
Evaluasi hasil pembelajaran:
a. minutes paper
b. one sentence and one paragraph summary

I. Lampiran-Lampiran
Lampiran 1: Catatan Laporan Kelompok
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mohammad
Jujur
Hatta
Peduli

Mandiri

Disiplin

Tanggung Jawab

Kerja Keras

Sederhana

Berani

29
BAB II

Adil

Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi

Mohammad Jujur
Natsir
Peduli

Mandiri

Disiplin

Tanggung Jawab

Kerja Keras

Sederhana

Berani

Adil

Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi

Ahmad Syafii Jujur


Ma’arif
Peduli

Mandiri

Disiplin

Tanggung Jawab

Kerja Keras

Sederhana

Berani

Adil

30
BAB II

Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi

Jubadi Jujur

Peduli

Mandiri

Disiplin

Tanggung Jawab

Kerja Keras

Sederhana

Berani

Adil

Lampiran 2: Evaluasi Proses Pembelajaran Lembar Penilaian Diskusi

Aspek Penilaian Catatan


No Nama Total
1 2 3 4 5 6 Kualitatif
1
2
3
4
5
dst

Keterangan:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat
2. Kemampuan memberikan argumentasi
3. Kemampuan memberikan kritik
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik
6. Kelancaran berbicara

31
BAB II

Kriteria penilaian:
80-100 Memuaskan 4
70-79 Baik 3
60-69 Cukup 2
45-59 Kurang 1

Lampiran 3: Evaluasi Hasil Pembelajaran Minutes Paper dan One


Sentence One Paragraph Summary
a. Minutes paper

1. Jawablah pertanyaan berikut dalam waktu 5 menit!


Apakah yang paling penting Saudara pelajari dan kuasai
selama perkuliahan tentang penguatan nilai-nilai antikorupsi
sebagai identitas nasional?
2. Setelah selesai, jawablah pertanyaan berikut dalam waktu
lima menit, apa sajakah pertanyaan penting yang masih
belum terjawab dan belum Saudara pahami?
3. Setelah selesai, kumpulkanlah jawaban Saudara!

b. One Sentence and One Paragraph Summary

Setelah Saudara mengikuti kegiatan pembelajaran, jawablah


dalam kalimat singkat, padat dan jelas pertanyaan-pertanyaan
di bawah ini!
1. Siapakah tokoh-tokoh bangsa yang memiliki keteladanan
nilai-nilai antikorupsi?
2. Sebutkan, apa sajakah keteladanan antikorupsi yang dimiliki
tokoh-tokoh bangsa tersebut?
3. Jika dihubungkan dengan nilai-nilai antikorupsi, keteladanan
apakah yang dapat diperoleh dari tokoh berikut:
a. Mohammad Hatta
b. Hoegeng
c. Baharuddin Lopa
d. Mohammad Natsir
4. Mengapa tokoh-tokoh tersebut dianggap memiliki
keteladanan nilai-nilai antikorupsi?

32
BAB II

Lampiran 4: Indonesia Pernah Memiliki Tokoh-Tokoh Berintegritas

Indonesia Pernah Memiliki Tokoh-Tokoh Berintegritas

Judul : Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa
Penulis : Tim Komisi Pemberantasan Korupsi
Penerbit : Komisi Pemberantasan Korupsi
Cetakan : I, 2017
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-9488-11-1
Korupsi merupakan warisan sejarah dan sudah menjadi budaya bangsa.
Pendapat ini seakan terbenarkan banyak tokoh dan pejabat ditangkap
KPK karena korupsi. Namun, jika menengok sejarah, sebetulnya Indonesia
memiliki banyak tokoh yang penuh integritas, jujur, dan antikorupsi. Mereka
menjadi pejabat untuk mengabdi kepada bangsa dan negara, bukan
memperkaya diri dan keluarga. Ketika dihadapkan pada pilihan antara
kepentingan pribadi dan negara, mereka mendahulukan kepentingan
negara, fokus menjalankan amanat rakyat.
KPK menelisik tokoh-tokoh teladan ini, seperti H Agus Salim, Baharuddin
Lopa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Hoegeng Iman Santoso, Ki
Hadjar Dewantara, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Saifuddin
Zuhri, Sjafruddin Prawiranegara, R Soeprapto, Ir Soekarno, dan Widodo
Budidarmo.
Agus Salim pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet Amir
Sjarifuddin (1947) dan Kabinet Hatta (1948–1949). Dia terkenal karena
kesederhanaannya. Suatu ketika, dalam pertemuan para diplomat di
Eropa, Agus Salim menyita perhatian banyak orang. Bukan karena
kemewahannya, melainkan karena jas yang dikenakan sudah usang dan
penuh jahitan di sana-sini.
Agus Salim hingga pensiun belum mempunyai rumah sendiri. Selama
menjadi menteri, dia tinggal di kontrakan. Agus Salim berpandangan,
menjadi pejabat bukan untuk mencari kekayaan, tapi menderita. Leiden is
lijden “memimpin adalah menderita” (hal 13).

33
BAB II

Lain lagi keteladanan Saifuddin Zuhri. Menteri Agama era Presiden


Soekarno (1962–1967) ini pernah menolak adik iparnya yang minta
diberangkatkan haji dengan fasilitas Kementerian Agama. Kendati adiknya
merupakan tokoh yang berjasa pada negara dan secara ekonomi layak
mendapat bantuan.
Setelah pensiun, Saifuddin berjualan beras. Uang pensiun tidak pernah
diambil karena ingin menghidupi keluarga dari jerih payah sendiri, tidak
membebani negara. Uang pensiun yang dikumpulkan dibelikan rumah
untuk dijadikan fasilitas umum sebagai rumah bersalin.
Baharuddin Lopa juga demikian. Jaksa Agung era Presiden Abdurrahman
Wahid ini ketika menjadi Bupati Majene berani berkonfrontasi dengan
petinggi militer yang menyelundupkan. Ketika menjadi Kepala Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Selatan (1982–1986), Lopa berkunjung ke sebuah
kabupaten. Tanpa sepengetahuannya, seorang jaksa mengisikan bensin
pada mobil dinasnya. Lopa marah dan kembali ke kantor sang jaksa. Ia
minta jaksa menyedot kembali bensin. “Saya punya uang jalan untuk beli
bensin. Itu harus saya pakai,” tegas Lopa (hal 18).
Lopa tak pernah menggunakan mobil dinas untuk kepentingan keluarga.
Ia memasang telepon koin di rumah dinasnya agar keluarga tidak
memanfaatkan telepon fasilitas negara. Dalam penegakan hukum, Lopa
tak pandang bulu. Kakanwil Kemenag Sulsel, temannya, tetap diseret ke
meja hijau karena pengadaan fiktif Al Quran.
Selain kisah para tokoh tadi, buku ini juga menceritakan kisah tokoh-tokoh
bangsa lain, termasuk Proklamator Soekarno dan Hatta. Kemudian mantan
Kapolri Hoegeng yang terkenal jujur. Kisah keteladanan ketiga tokoh ini
sudah sering diangkat dalam berbagai tulisan.
Namun, kisah Sri Sultan Hamengku Buwono IX mungkin masih belum
banyak diketahui. Wakil Presiden era Soeharto (1972–1978) ini suatu
ketika mengemudikan mobil sendiri ke Pekalongan. Karena belum tahu
medan, dia masuk ke jalan tempat mobil dilarang masuk. Seorang polisi
menghentikan dan menilangnya.
Begitu tahu yang dihadapi Sri Sultan, polisi itu gugup dan tampak ragu
untuk menilang. Namun, Sri Sultan malah tersenyum dan mempersilakan
polisi tetap menilang. Bahkan, polisi bernama Brigadir Royadin itu
kemudian diminta bertugas di Yogyakarta. Pangkatnya dinaikkan satu
tingkat. Alasannya, Royadin merupakan sosok polisi yang berani dan tegas
(hal 29).
Kisah para tokoh dalam buku ibarat jus jeruk yang menyegarkan di tengah
hausnya masyarakat akan keteladanan. Korupsi bukanlah warisan sejarah,
apalagi budaya bangsa.
Diresensi Irfan Maulana, alumnus Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta
Sumber: http://www.koran-jakarta.com/Indonesia-pernah-memiliki-
tokoh-tokoh-berintegritas/

34
BAB II

Lampiran 5: E-KTP, Identitas yang Tertunda

E-KTP, Identitas yang Tertunda

KASUS blanko kosong e-KTP kembali terjadi di sejumlah daerah.


Permasalahan yang terjadi sejak pertengahan tahun 2016 lalu ini sempat
dibantah oleh pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Melalui Sesditjen Dukcapil Kemendagri, pihaknya menjamin bila sepanjang
tahun 2016 blanko e-KTP tersedia, sehingga tidak boleh ada daerah yang
mengatakan blanko kosong di wilayahnya. Kemendagri meminta setiap
kabupaten yang kekurangan blanko bisa segera mengambil ke Kemendagri.
Meski telah dijamin oleh pemerintah pusat, kenyataan yang terjadi
di daerah justru sebaliknya. Beberapa daerah mengakui tidak bisa
menerbitkan KTP elektronik karena kehabisan blanko.
Bahkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surakarta
sejak awal Oktober 2016 sudah tidak dapat mencetak e-KTP karena telah
kehabisan blanko. Apa yang disampaikan oleh Kemendagri bahwa blanko
dalam stok yang cukup aman ternyata tidak terbukti.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam suatu kesempatan mengakui
bila pihaknya mengalami kekurangan blanko karena keterlambatan proses
lelang. Sebanyak lima perusahaan yang mengikuti tender, gagal memenuhi
syarat sehingga lelang tersebut batal berlangsung.
Padahal, Tjahjo telah menjanjikan akan menyiapkan sebanyak 25,9 juta
blanko yang dapat tercetak pada akhir tahun lalu, dengan menggunakan
anggaran tahun 2017. Namun hingga saat ini semua rencana itu belum
terwujud.
Untuk menggantikan e-KTP Dispendukcapil hanya memberikan selembar
kertas keterangan identitas, untuk mereka yang belum mendapatkan
identitas resmi dari kecamatan. Masyarakat yang meminta kepastian
kapan e-KTP dapat selesai dan bisa segera diambil, tidak mendapat
jawaban pasti. Karena semua harus menunggu ketersediaan blanko dari
pemerintah pusat.
Kenyamanan seseorang yang membawa selembar kertas tanpa kepastian
memiliki identitas yang jelas bentuknya, memang cukup mengecewakan.
Tentunya sebuah identitas yang dibuat tidak hanya untuk mengisi dompet
saja, melainkan untuk mengurus berbagai kebutuhan yang menyangkut
kehidupan.
Seiring dengan program pemerintah yang menggunakan akses identitas
pribadi (e-KTP) sebagai identitas secara global, masyarakat yang akan
berobat secara gratispun harus memiliki e-KTP. Untuk berobat gratis,
e-KTP akan digunakan untuk membuat kartu BPJS.
Bila tidak memiliki e-KTP tentu akan sulit mengurus BPJS. Padahal sakit

35
BAB II

yang diderita tidak bisa direncakanan sesuai dengan diterbitkannya e-KTP


oleh kecamatan.
Keterlambatan pembuatan blanko ini juga tentunya akan berdampak pada
pelaksanaan Pilkada serentak yang berlangsung pada tahun ini, hingga
pemilu dan pilpres yang akan berlangsung tahun 2019. Meski pesta rakyat
itu akan berlangsung dua tahun kedepan, namun akan berpengaruh
secara signifikan karena daftar pemilih tetap tetap harus mengacu pada
pemilik e-KTP.
Berkaca dari kasus itu, identitas diri yang menjadi pondasi seseorang
untuk hadir dalam sebuah negara ternyata hingga saat ini masih sulit
untuk diwujudkan. Pengelolaan pemerintahan menjadi pertanyaan,
bagaimana menciptakan kemakmuran secara merata bila identitas diri saja
sulit didapatkan.
Berbagai alasan keterlambatan dalam proses pembuatan e-KTP yang
mungkin bukan hanya soal blanko, harus menjadi perhatian serius
Kemendagri. Karena identitas diri adalah bukti bagi seseorang untuk bisa
menikmati pelayanan sosial yang digagas oleh pemerintah.
Sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1171194/16/e-ktp-identitas-
yang-tertunda-1484530565

Lampiran 6: Eric Tauvani dan Kisah Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif

Eric Tauvani dan Kisah Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif

ARRAHMAHNEWS.COM, JAKARTA – Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif


(lahir di Sumpurkudus, Sijunjung, Sumatera Barat, 31 Mei 1935; umur 82
tahun) adalah seorang ulama, ilmuwan dan pendidik Indonesia. Ia pernah
menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Presiden World
Conference on Religion for Peace (WCRP) dan pendiri Maarif Institute,
dan juga dikenal sebagai seorang tokoh yang mempunyai komitmen
kebangsaan yang tinggi. Sikapnya yang plural, kritis, dan bersahaja
telah memposisikannya sebagai “Bapak Bangsa”. Ia tidak segan-segan
mengkritik sebuah kekeliruan, meskipun yang dikritik itu adalah temannya
sendiri.
Salah satu akun facebook Erik Tauvani menceritakan tentang
kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif.
Tuan dan puan yang budiman, sosok yang sedang duduk di atas kursi
mungil itu, bersongkok hitam, adalah Guru Bangsa. Namanya Ahmad Syafii
Maarif. Biasa disapa sebagai Buya Syafii, walaupun Buya sendiri tidak
pernah mengharapkan dirinya untuk dipanggil Buya.
Pada akhir Mei nanti batang usianya menyentuh 83 tahun. Sebuah batang
usia di atas rata-rata harapan hidup manusia Indonesia. Namun tetap

36
BAB II

sehat, produktif, kritis, dan rajin ke masjid.


Foto ini saya ambil pada saat azan Magrib dikumandangkan di Masjid
Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta, pada hari Sabtu, 3 Maret 2018.
Saat para jamaah berbondong-bondong ke masjid, sedangkan Buya telah
duduk manis dan khusyuk mendengarkan azan di belakang modin.
Bagi masyarakat kampung Nogotirto, mereka mengenal Buya sebagai
sosok yang tidak hanya rajin salat berjamaah di masjid, namun juga
merawat masjid, baik secara fisik maupun kegiatan. Bahkan, saya sendiri
lebih mudah menemui Buya di masjid dari pada di rumahnya yang berjarak
sekitar 20 meter dari masjid.
Aktifitas kemasjidan ini membuat Buya begitu akrab dengan masyarakat
sekitar. Tidak jarang Buya “mbakmi” bareng dengan bapak-bapak dan
mas-mas takmir masjid saat suara piring dan sendok beradu sebagai tanda
penjual bakmi kaki lima sedang lewat. Kadang-kadang mbakmi bareng di
warung langganan.
Saya pernah senyum-senyum sendiri ketika mendapati Buya Syafii dan
Ibu Lip (istri Buya) jalan berduaan menuju masjid. Sebetulnya biasa saja,
tapi pas itu romantis banget. Dari emperan masjid, sambil bergurau, saya
berkata:
“Waah, Buya, romantis banget.”. “Hayyaaahh… Sampun sepuh,” balas Buya..
Hehehe.. (ARN)
Sumber: https://arrahmahnews.com/2018/03/05/eric-tauvani-dan-kisah-
kesederhanaan-buya-syafii-maarif/

Lampiran 7: Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp20 Juta yang


Ditemukannya di Jalan

Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp20 Juta


yang Ditemukannya di Jalan

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Jadi orang jujur, prinsip hidup itulah yang


selama ini selalu dipegang erat-erat oleh Jubaidi, seorang tukang sampah
di Yogyakarta.
Prinsip itu juga yang membuat pria berusia 65 tahun ini tanpa ragu
menyerahkan karung goni berisi uang Rp20 juta yang ditemukannya
kepada polisi, untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
Kisah ini sendiri berawal pada Rabu (23/5/2018) lalu, saat Jubaidi menarik
gerobak untuk mengambil sampah di rumah-rumah “langganannya” di
sekitar Warungboto, Kota Yogyakarta. Di perjalanan, tepatnya di jalan
Veteran, dia melihat sebuah karung goni tergeletak.
Awalnya Jubaidi mengira karung goni tersebut jatuh dari gerobak sampah

37
BAB II

temannya yang lebih dulu berkeliling.


“Posisinya ada di pinggir jalan. Awalnya saya kira isinya sampah. Daripada
bikin kotor jalan, saya ambil saja,” ujar Jubaidi saat ditemui Kompas.com,
Sabtu (26/05/2018).
Jubaidi merasa penasaran dengan isi tas karung goni tersebut. Ia pun
berhenti sejenak untuk mengecek isi di dalam karung yang ditemukannya.
Saat dilihat, ternyata karung goni itu di dalamnya bukan berisi sampah,
seperti yang ia perkirakan sebelumnya. Tas karung goni tersebut berisi
antara lain kipas angin, kalung untuk terapi, power bank, dan ada 19
amplop yang masing-masing berisi uang Rp10.000,00.
Tak hanya itu, yang membuat Jubaidi terkejut, dalam karung tersebut juga
terdapat sebuah plastik keresek yang setelah dibuka ternyata berisi uang
yang cukup banyak.
“Dibungkus dalam tas kresek, uangnya banyak,” tutur Junaidi.
Mengetahui hal itu, Jubaidi lantas memutuskan mendatangi rumah
Ketua Rukun Tetangga (RT). Sesampainya di rumah Ketua RT, Jubaidi
menceritakan dan menunjukkan apa yang ditemukannya.
Setelah itu, ia lantas melapor ke Polsek Umbulharjo. Tas karung goni
tersebut beserta isinya ia serahkan ke Polsek.
Keputusan itu ia ambil karena barang tersebut bukan miliknya sehingga
bukan haknya untuk memiliki. Jubaidi pun tak kepikiran untuk mengambil
sedikit pun dari barang yang ditemukannya tersebut.
Jubaidi juga merasa kasihan dengan pemilik karung goni berisi uang itu. Ia
berpikir, pemiliknya tentu kebingungan mencari apalagi kehilangan uang
yang cukup banyak.
“Tidak ada pikiran dalam hati untuk mengambil sedikit pun, karena itu
bukan milik saya. Yang ada, saya berpikiran pemiliknya pasti kebingungan
uangnya hilang, jadi harus dikembalikan,” ucap bapak dua orang anak ini.
Polsek Umbulharjo, Kota Yogyakarta lalu melakukan penyelidikan atas
barang yang ditemukan oleh Jubaidi. Polisi menulusuri siapa pemilik
barang tersebut.
Akhirnya, dari penyelidikan diketahui pemiliknya bernama Edy Prastya
(48), warga Gunungketur, Pakualaman. Setelah dipanggil ke Polsek dan
dilakukan pengecekan keterangan Edy Prastya merupakan pemilik dari tas
tersebut.
Karung goni beserta isi dan uang yang ada didalam dikembalikan kepada
Edy Prastya pada Jumat (25/5/2018) kemarin.
“Sudah diserahkan kepada pemiliknya, disaksikan Ketua RT dan Pak
Jubaidi,” ucap Kapolsek Umbulharjo, Kompol Alaal Prasetyo.
“Jujur itu penting”
Jubaidi memang bukan asli Yogyakarta. Pria berusia 65 tahun ini berasal
dari Mojokerto, Jawa Timur. Jubaidi bersama istrinya memutuskan hijrah

38
BAB II

ke Yogyakarta untuk mencari pekerjaan.


“Asli saya Mojokerto. Sekitar 27 tahun lalu saya dan istri berangkat ke
Yogya untuk mencari penghidupan di sini,” ucapnya.
Setibanya di Yogyakarta, Jubaidi langsung bekerja sebagai tukang
sampah. Ia mengambil sampah di rumah-rumah warga yang menjadi
“langganannya”. Uang yang ia dapat merupakan iuran dari warga yang
membayar jasanya itu.
“Penghasilan cukuplah untuk hidup,” kata Jubaidi.
Jubaidi kini hidup seorang diri. Dua anaknya sudah menikah dan tinggal
bersama suaminya. Sedangkan, istrinya sudah meninggal dunia pada
2006 silam.
“Saya nge-kos, ya pindah-pindah. Sekarang di sini ini (RT 020/RW005
Nomor 14, Kebrokan, Pandeyan, Umbulharjo),” ucapnya.
Jubaidi menuturkan, meski menjadi tukang sampah yang hanya mendapat
penghasilan dari iuran warga, yang terpenting bagi dia adalah pekerjaan
itu halal dan tidak merugikan orang lain.
Pekerjaan sebagai tukang sampah ini ia jalani dengan ikhlas dan senang
hati. Sebab, hal apa pun yang dijalani dengan senang dan ikhlas tidak akan
terasa berat.
“Jujur itu penting. Itu memang sudah prinsip, dari dulu berjanji yang bukan
milik saya akan saya kembalikan, ya kalau menemukan apa pun harus
dikembalikan,” kata dia.
Prinsip hidup itu juga yang menjadi latar belakang keputusannya. Dia
tidak mengambil sepeser pun uang yang ada di dalam karung goni hasil
temuannya.
“Saya sering menemukan dompet atau barang-barang yang jatuh. Barang-
barang itu saya kembalikan kepada pemiliknya. Kalau enggak ketemu, saya
serahkan ke berwajib,” tuturnya.
Keputusan mengembalikan barang-barang yang ditemukannya itu pun,
tak jarang justru menjadi bahan cibiran teman-temannya. Jubaidi sering
diejek “sok jujur” atau “sok tidak butuh uang”.
Namun demikian, hal itu tetap tidak mengubah sedikit pun prinsip
hidupnya, yaitu jujur.
“Pernah, sering malah dikatakan ‘sok jujur’, ‘sok enggak butuh duit’,
‘menemukan uang kok dikembalikan’. Tapi ya tetap saja tidak mengubah
prinsip saya,” kata Jubaidi.
Sumber: https://regional.kompas.com/read/2018/05/27/15180801/
kisah-tukang-sampah-kembalikan-rp-20-juta-yang-ditemukannya-di-
jalan?page=all.

39
BAB III:
BELAJAR SEMANGAT
Integrasi NASIONAL
DARI PARA TOKOH
BANGSA
BAB III

A. Tujuan Pembelajaran
Mengidentifikasi semangat memelihara integrasi nasional dari para
tokoh bangsa sebagai salah satu parameter persatuan dan kesatuan
bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengidentifikasi semangat dan keteladanan
integrasi nasional dari tokoh-tokoh bangsa.
Mahasiswa mampu menunjukkan keteladanan diri dalam memelihara
integrasi nasional.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Information Search
Diskusi

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
a. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa;
b. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi;
c. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi;
d. Sumber-sumber lain yang relevan.
Media Pembelajaran:
a. Biografi Soekarno; Mohammad Hatta; Jenderal Soedirman; Sri
Sultan Hamengkubuwono IX, Frans Kaisiepo; K.H. Hasyim Asy’ari;
Jenderal TNI Gatot Soebroto; Laksamana Madya TNI Yos Sudarso;
Ki Bagus Hadikusumo; Mohammad Natsir, Ir. Djuanda
b. Video “Ki Bagus Hadikusuma, Penggagas Utama Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa”
http://www.voa-islam.com/read Indonesiana/2017/06/02/51117/
ki-bagus-hadikusumapenggagas-utama-sila-ketuhanan-yang-
maha-esa/#sthash.10qLZ34W.dpbs
c. Video “Mosi Integral”
https://www.youtube.com/watch?v=_49NnTmQJW8

43
BAB III

F. Aktifitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen dan mahasiswa mengawali kegiatan dengan tanya jawab
tentang pentingnya memelihara persatuan dan kesatuan Bangsa
Indonesia.
b. Dosen mengajak mahasiswa untuk menyimak bersama tayangan
video tentang “Mosi Integral” https://www.youtube.com/
watch?v=_49NnTmQJW8
c. Dosen mengajak mahasiswa untuk mengkaji semangat
memelihara integrasi nasional dari video yang telah ditayangkan
d. Dosen menyampaikan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti (30 menit)
a. Dosen membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil (3-5
orang per kelompok).
b. Setiap kelompok diberi tugas untuk mencari informasi,
mendiskusikan, dan menjawab pertanyaan tentang semangat
memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh bangsa berikut:
1. Kelompok 1 Soekarno;
2. Kelompok 2 Mohammad Hatta;
3. Kelompok 3 Jenderal Soedirman;
4. Kelompok 4 Sri Sultan Hamengkubuwono IX;
5. Kelompok 5 Frans Kaisiepo;
6. Kelompok 6 K.H. Hasyim Asy’ari;
7. Kelompok 7 Jenderal TNI Gatot Soebroto;
8. Kelompok 8 Laksamana Madya TNI Yos Sudarso;
9. Kelompok 9 Ki Bagus Hadikusumo;
10. Kelompok 10 Mohammad Natsir;
11. Kelompok 11 Ir. Djuanda.
c. Dosen mereview jawaban dari setiap kelompok dan
mengembangkan jawaban untuk menambah informasi
mahasiswa, sehingga jawaban yang diperoleh semakin jelas.
Kegiatan Penutup (10 menit)
a. Dosen dan mahasiswa melakukan review atas materi yang telah
dibahas dengan mengajukan pertanyaan topical review.
b. Dosen dan mahasiswa menyusun kesimpulan bersama tentang
semangat memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh
bangsa.
c. Dosen menugaskan mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut
semangat memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh
bangsa lain dari berbagai sumber yang relevan.

44
BAB III

G. Uraian Materi
Gagasan dan Keteladanan Tokoh-tokoh Bangsa dalam Memelihara
Integrasi Nasional
Tokoh bangsa yang memiliki keteladanan dalam memelihara
integrasi nasional antara lain adalah Ki Bagus Hadikusumo dan
Mohammad Natsir. Pertama, Ki Bagus Hadikusumo adalah anggota dari
Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang
bertugas merumuskan UUD 1945. Ia mewakili golongan Islam bersama
dr. Sukiman Wirjosanjoyo, Haji Abdul Kahar Muzakkir, Wahid Hasyim,
Abikoesno Tjokrosoejoso, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Haji Agus Salim.
Pada saat menjadi anggota BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo tercatat
sebagai Pengurus Besar Muhammadiyah.
Di antara kalangan muslim dalam BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo
ialah orang paling bersemangat dan teguh pendiriannya dalam
menginginkan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945. Karena pendiriannya tersebut, Soekarno sampai menunjuk
Mr. Teuku Mohammad Hasan dan Kasman Singodimedjo untuk bicara
dengan Ki Bagus sehari setelah Proklamasi dan sebelum berlangsung
sidang PPKI.
Dalam pembicaraan itu, Hasan memberikan tekanan pada
pentingnya kesatuan nasional. Adalah sangat mutlak untuk tidak
memaksa minoritas-minoritas Kristen penting (Batak, Manado, Ambon)
masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha kembali
datang menjajah Indonesia, (Anderson, 1988). Demikian juga, Kasman
Singodimedjo ditugasi untuk membujuk Ki Bagus agar menyetujui
usulan agar para tokoh Islam menyetujui untuk menghapus tujuh kata
dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 dan menggantinya dengan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kasman Singodimedjo yang menggunakan Bahasa Jawa halus
mengatakan kepada Ki Bagus bahwa “Belanda sedang thingil-thingil
dan thongol-thongol (sedang bersiap dari kejauhan) menyerbu dan
merebut kembali Indonesia yang baru merdeka” (Tanthowi, 2015)
akhirnya dapat meluluhkan hati Ki Bagus Hadikusumo, yang pada
mulanya berkeberatan untuk menerima usulan para koleganya di PPKI
(Nasar, 2015). Logika yang diajukan oleh Kasman untuk meyakinkan
Ki Bagus adalah alasan keamanan nasional, di mana kemerdekaan
bangsa yang masih sangat muda sedang terancam. Selain itu, Kasman
juga meyakinkan Ki Bagus bahwa UUD tersebut bersifat sementara,
sebagaimana dikatakan Sukarno pada awal penyampaian pengantar

45
BAB III

setelah membuka rapat PPKI pada 18 Agustus siang harinya (Tanthowi,


2015). Kesediaan Ki Bagus Hadikusumo menghapus tujuh kata
menyangkut syariat Islam menjadi “kunci” pengesahan Pembukaan
UUD 1945 dan prinsip-prinsip dasar negara Pancasila (Nasar, 2015).
Menurut A.M. Fatwa (Sardini, 2016), penerimaan Ki Bagus atas
usulan para koleganya telah “memperlihatkan kebesaran hati demi
kesatuan dan persatuan bangsa.” Sementara itu, sebuah penelitian
Effendy (Tanthowi, 2015) mengajukan analisis yang hampir serupa
mengenai kesediaan tokoh-tokoh Islam menerima penghapusan tujuh
kata dalam Piagam Jakarta. Pertama, dimasukkannya kata-kata “Yang
Maha Esa” dapat dilihat sebagai langkah simbolik untuk menunjukkan
kehadiran unsur monoteistik Islam dalam ideologi negara. Bagi tokoh-
tokoh Islam tersebut, sifat monoteistik tersebut merupakan cermin
dari (atau sedikitnya sejalan dengan) prinsip tauhid dalam Islam.
Kedua, situasi yang berlangsung menyusul Proklamasi Kemerdekaan
mengharuskan para pendiri republik untuk bersatu menghadapi
masalah-masalah lain. Yang paling penting di antaranya adalah
upaya Belanda untuk kembali menduduki wilayah Nusantara. Selain
itu, kesediaan para tokoh Islam tersebut tampaknya juga didorong
oleh rasa optimisme karena jumlah konstituen yang besar, sehingga
mereka percaya bahwa melalui Pemilu yang akan diselenggarakan
dalam waktu dekat, mereka masih memiliki kesempatan untuk secara
konstitusional menjadikan Islam sebagai dasar negara.
Demikianlah, Indonesia baru telah lahir, bukan sebagai negara
Islam sebagaimana digagas oleh tokoh-tokoh Islam, dan juga bukan
negara sekuler yang memandang agama hanya masalah pribadi.
Ketegangan akibat pertentangan ideologis ini telah berakhir dengan
suatu jalan tengah, yaitu gagasan mengenai suatu negara yang ingin
mengakui suatu asas religiusitas dan ingin bersifat positif terhadap
semua agama.
Tokoh kedua adalah Mohammad Natsir. Prestasinya dalam Sejarah
Republik Indonesia tercatat dalam sejarah panjang Indonesia. Yang
paling besar, salah satunya adalah “Mosi Intergral” yang menyatukan
kembali Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mosi
Integral disampaikan Mohammad Natsir pada Sidang Parlemen RIS, 3
April 1950.
Mosi Integral lahir dari keprihatinan Mohammad Natsir atas hasil
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, tahun 1949
yang membagi-bagi Indonesia menjadi sekitar 16 negara bagian,
dan bentuk pemerintah Indonesia merupakan Republik Indonesia
Serikat (RIS). Bagi Mohammad Natsir, hal tersebut tidak memberikan

46
BAB III

keuntungan bagi Indonesia, sebab itu seperti langkah Belanda untuk


kembali menjajah Indonesia. Selain itu kudeta yang dilakukan oleh
Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948 atau yang dikenal sebagai
Peristiwa Madiun, juga turut memancing keprihatinan Natsir bahwa
ketidakadilan telah menyelimuti negeri ini (Ryandi, 2018).
Sebelum menyampaikan pidatonya pada Sidang Parlemen RIS,
Mohammad Natsir terlebih dahulu melakukan lobi-lobi politik yang
cukup alot dengan perwakilan negara bagian dan parlemen di DPRS.
Di parlemen, Natsir tidak hanya melakukan lobi politik dengan tokoh
Islam saja seperti Sirajuddin Abbas dari Persatuan Tarbiyah Indonesia
dan Amelz dari Partai Syarikat Islam Indonesia, tetapi Natsir juga
melobi I. J Kasimo dari Partai Katolik, A. M Tambunan dari Partai Kristen
Indonesia, dan Sukirman dari PKI (Pamungkas, 2018). Mohammad
Natsir mengusulkan agar negara bagian RIS berbaur menjadi negara
kesatuan Indonesia. Mosi Integral tersebut diterima sangat baik oleh
para pemimpin Indonesia saat itu.
Pidato Natsir mendapat riuh tepuk tangan anggota parlemen
disusul disetujui sepenuhnya oleh seluruh anggota DPRS-RIS.
Pada 17 Agustus 1950 empat bulan pasca Mosi Integral dibacakan,
Soekarno membubarkan RIS dan memproklamasikan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai kelanjutan dari Republik Indonesia yang
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Mosi Integral telah mengembalikan Indonesia ke dalam bentuk
negara kesatuan dan terhindar dari ancaman perpecahan, dengan
cara yang demokratis, konstitusional, dan terhormat. Usaha ini adalah
buah upaya sosok ulama dan negarawan Mohammad Natsir.

H. Evaluasi
Penilaian proses: Penilaian unjuk kerja (diskusi)
Penilaian hasil: Topical Review

I. Lampiran-Lampiran

47
BAB III

Penelusuran sumber dan diskusi kelompok


Format Isian Hasil Penelusuran Sumber dan Diskusi Kelompok

Semangat Integrasi
No Nama Tokoh Bangsa Keterangan
Nasional

1 Soekarno

2 Mohammad Hatta

3 Jenderal Soedirman
Sri Sultan
4 Hamengkubuwono
IX
5 Frans Kaisiepo 

6 K.H. Hasyim Asy’ari 

Jenderal TNI Gatot


7
Soebroto
Laksamana Madya
8
TNI Yos Sudarso
Ki Bagus
9
Hadikusumo

10 Mohammad Natsir

11 Ir. Djuanda

Pertanyaan untuk Topical Review

1. Topik ini membahas tentang apa?


2. Mengapa topik itu penting kita bahas?
3. Siapakah yang dapat mengemukakan contoh semangat
integrasi dari para tokoh?
4. Aktivitas apakah yang dapat kita lakukan untuk meneladani
semangat memelihara integrasi nasional dari para tokoh itu?

48
BAB IV:
SEMANGAT KERJA KERAS
DAN KESEDERHANAAN
DALAM PENYUSUNAN,
PELAKSANAAN, DAN
PENGAWASAN
KONSTITUSI
BAB IV

A. Tujuan Pembelajaran
Mengidentifikasi semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat mengidentifikasi semangat kerja keras dan
kesederhanaan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan
konstitusi.
Mahasiswa dapat mengemukakan argumentasi pentingnya semangat
kerja keras dan kesederhanaan dalam membangun integritas pribadi
yang mengedepankan kepentingan negara dan bangsa.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Diskusi

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
a. Buku Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi: Nilai-nilai
Antikorupsi.
b. UUD 1945.
c. Orange Juice for Integrity): Belajar Integritas Semangat Kerja
Keras dan Kesederhanaan.
Media Pembelajaran:
a. Video Hoegeng Imam Santoso (Kepolisian/Tokoh Penegak
Hukum) https://www.youtube.com/watch?v=sZVWdBW4kaw
b. Video Baharuddin Lopa (Tokoh Penegak Konstitusi/Peradilan)
https://www.youtube.com/watch?v=cPNS6JogH3I

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen memberikan pengantar dan penjelasan tentang rencana
kegiatan pembelajaran dengan metode diskusi mengenai
semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam penyusunan,
pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi.
b. Mahasiswa mengamati tayangan video tentang perilaku tokoh.

53
BAB IV

Kegiatan Inti (30 menit)


a. Dosen memfasilitasi pembagian kelas. Kelas dibagi menjadi tiga
kelompok dengan tugas masing-masing:
1. Kelompok I mendiskusikan pentingnya semangat kerja keras
dan kesederhanaan dalam penyusun konstitusi;
2. Kelompok II mendiskusikan semangat kerja keras dalam
pelaksanaan konstitusi;
3. Kelompok III mendiskusikan pengawasan terhadap
konstitusi.
b. Dosen meminta kelompok mempelajari dan mendiskusikan tugas
masing-masing:
1. Kelompok I menelusuri semangat kerja keras dan
kesederhanaan para penyusun konstitusi (sejarah
penyusunan dasar negara oleh BPUPKI dan Panitia Sembilan
yang melahirkan Piagam Jakarta; Penyusunan Rancangan
Dasar Negara; dan Pengesahan UUD 1945 oleh PPKI) dan
keterkaitannya dengan mekanisme kerja lembaga-lembaga
legislatif dewasa ini;
2. Kelompok II mendiskusikan semangat kerja keras dan
kesederhanaan para pelaksana konstitusi (para pejabat
eksekutif) dalam menjalankan konstitusi;
3. Kelompok III menelusuri pola perilaku semangat kerja keras
dan kesederhanaan dalam penegakan konstitusi.
c. Dosen meminta mahasiswa untuk melaporkan (presentasi)
hasil diskusi tentang perilaku keteladanan dalam penyusunan,
pelaksana, dan pengawasan konstitusi dengan semangat kerja
keras dan kesederhanaan.
Kegiatan Penutup (10 menit)
a. Secara bersama-sama mengambil simpulan, yakni memaknai
pentingnya semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan penegakan, serta pengawasan
konstitusi.
b. Mahasiswa membuat satu tugas mengamati, dan menemukan
pola-pola perilaku tokoh dari warga masyarakat yang memiliki
semangat kerja keras dan kesederhanaan untuk melawan korupsi.
c. Refleksi tentang proses pembelajaran yang telah berlangsung.
Semangat memelihara integritas nasional dari tokoh-tokoh
bangsa lain dari berbagai sumber yang relevan.

54
BAB IV

G. Uraian Materi
Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Sebagai Nilai
Antikorupsi
Merujuk pada ensiklopedia online Wikipedia, semangat kerja dapat
dimaknai sebagai dorongan kepada seseorang untuk giat bekerja.
Dorongan tersebut berasal dari dirinya sendiri atau dari luar. Kerja
Keras bisa diartikan memiliki semangat kerja, akan bekerja keras, tidak
mudah menyerah, selalu berusaha sebaik-baiknya. Kerja keras memiliki
ciri: (1) kesulitan tidak membuat berhenti bekerja; (2) mencari cara
kerja baru; (3) tidak malu bertanya; dan (4) disiplin. Disiplin menunjuk (1)
menghargai waktu; (2) tidak mengingkari janji; dan (3) jujur. Sedangkan
jujur ditandai dengan: (1) bersedia mengakui kekurangan; (2) tidak
takut ejekan; dan (3) taat aturan.
Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika
segalanya dapat dipertimbangkan untuk dimiliki. Kesederhanaan
berhubungan dengan beban yang pada diri seseorang yang mencoba
untuk menjelaskan atau memahaminya. Sesuatu yang mudah dipahami
atau dijelaskan adalah sederhana, berlawanan dari sesuatu yang rumit
(Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).

Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Para Penyusun


(Legislatif), Pelaksana (Eksekutif), dan Pengawas Konstitusi
(Yudikatif). Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Para
Penyusun Konstitusi
Sejarah tokoh bangsa, menunjukkan betapa para anggota
panitia penyusun konstitusi bekerja keras menyiapkan dasar negara,
Mukadimah dan rancangan pasal-pasal dalam UUD 1945. Dari proses
penemuan ide dasar negara, pembentukan panitia kecil (Panitia
Sembilan yang melahirkan Piagam Jakarta, dll.) hingga penyusunan
Rancangan UUD 1945 pada 10 hingga 16 Juli 1945, kemudian disahkan
menjadi UUD 1945 oleh PPKI hanya dalam tempo yang tidak terlalu lama
menghasilkan suatu konstitusi bisa diterima dan telah mempersatukan
bangsa dan terbentuknya negara Indonesia. Sejarah menunjukkan
adanya sejumlah tokoh dengan cerdas dan kerja keras memecahkan
permasalahan untuk kepentingan bangsa dan negara ini. Sejarah
membuktikan pula, bahwa dalam kondisi fasilitas, sarana dan prasarana
yang serba terbatas ketika itu, mereka berjuang dan berprestasi dalam
suasana hidup yang penuh kesederhanaan. Kesederhanaan menjadi
karakter atau ciri para tokoh bangsa, yang dapat menjadi teladan bagi
para anggota legislatif di zaman modern ini.
Semangat kerja keras dan kesederhanaan pelaksanaan konstitusi

55
BAB IV

dapat dijelaskan sebagai kerja keras menjalankan tugas-tugas


pemerintahan (eksekutif) sesuai dengan ketentuan konstitusi dan
peraturan perundang-undangan.
Demikian halnya dalam pengawasan konstitusi. Semangat kerja
keras dan kesederhanaan memiliki pola-pola perilaku kerja keras
dan kesederhanaan dalam menjalankan fungsi-fungsi mengawasi/
menegakan konstitusi (yudikatif). Berikut Lembaga-lembaga negara
(legislatif, eksekutif dan yudikatif) yang ada di Indonesia dewasa ini
berdasar UUD 1945.
a. Legislatif
Badan Legislatif di Indonesia meliputi: MPR, DPR, DPD.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Lembaga MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD
yang dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan
selama lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota
MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Sebelum
UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara. Tetapi setelah UUD 1945 diamandemen
istilah lembaga tertinggi negara tidak ada lagi, yang ada hanya
lembaga negara.
2. DPR
Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga
legislatif mempunyai fungsi:
• Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga
pembuat undang-undang.
• Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga
yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
• Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang
melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang
menjalankan undang-undang.
3. Dewan Perwakilan Daerah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga
perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari provinsi yang dipilih
melalui pemilihan umum. Jumlah anggota DPD dari setiap
provinsi tidak sama, tetapi ditetapkan sebanyak-banyaknya
empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3
jumlah anggota DPR. Masa jabatan anggota DPD adalah lima
tahun.

56
BAB IV

b. Eksekutif
Lembaga eksekutif di Indonesia meliputi Presiden dan wakil
Presiden beserta menteri-menteri yang membantunya. Presiden
adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia,
Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan
sekaligus sebagai kepala negara.
c. Yudikatif
1. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang
memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945,
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

H. Evaluasi

1. Tes Esai:
Kemukakanlah tokoh-tokoh bangsa yang telah memberikan
teladan semangat kerja keras dan kesederhanaan, serta
sebutkan sejarah prestasinya, sebagai berikut:
a. Anggota penyusun konstitusi
b. Pejabat pemerintah (eksekutif), dan
c. Pengawas berjalannya konstitusi/penegak hukum/peradilan.
2. Apakah semangat kerja keras dan kesederhanaan dapat
dijadikan dasar untuk mencegah korupsi, kemukakanlah
argumen Saudara!
3. Rencana Tindak Lanjut (RTL):
Mahasiswa diberi tugas menemukan seseorang yang dapat
dijadikan model yang memberikan teladan semangat kerja keras
dan kesederhanaan, yakni seorang tokoh/warga masyarakat
pada zaman kini, yang prestasi/keteladanannya diakui oleh
masyarakat. Buatlah biografinya!

57
BAB IV

I. Lampiran-Lampiran
Keteladanan Tokoh: Semangat kerja keras dan kesederhanaan para
penyusun, pelaksana, dan pengawas konstitusi

Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H Hoegeng Imam Santoso Baharudin Lopa
Tokoh Perumus Konstitusi Tokoh Penegak Hukum Tokoh di bidang Peradilan

a. Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H


Tokoh Perumus Konstitusi

Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H. adalah salah satu tokoh penting yang
berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Bahkan Mr. Soepomo dijuluki sebagai Arsitek UUD 1945. Ada banyak
hal yang dapat diteladani dari Mr. Soepomo, antara lain sebagai
berikut.
1. Mr. Soepomo dikenal sebagai pelajar tangguh, ia bahkan
melanjutkan sekolah sampai ke negeri Belanda. Semangatnya
dalam mengejar pendidikan perlu diteladani siapapun.
2. Meskipun dekat dengan Belanda dan bahkan bekerja di kantor
Belanda, namun Mr. Soepomo tetap berani mengkritik belanda
di dalam disertasinya. Sikapnya yang selalu memihak pada
kebenaran perlu untuk diteladani.
3. Meski Mr. Soepomo memberi kritik, namun ia dikenal dengan
etika bahasanya yang sangat sopan sehingga kritikan yang
sampaikan tidak ditanggapi secara keras namun membekas. Ini
membuktikan bahwa Mr. Soepomo selain cerdas juga berkepala
dingin, sikap ini tentu perlu juga kita teladani.
4. Saat merumuskan dasar negara, Mr. Soepomo dan pendiri
bangsa lainnya berdiskusi saling memberi pendapat untuk
kepentingan bersama dengan mengenyampingkan ego untuk
mencapai musyawarah mufakat. Ini nilai teladan yang perlu kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

58
BAB IV

b. Hoegeng Imam Santoso


Tokoh Penegak Hukum

“Itu Bukan Rumah Kami”


Hoegeng Iman Santoso dan keluarganya mendapat sebuah
kejutan besar ketika diangkat sebagai Kepala Direktorat Reserse dan
Kriminal Polda Sumatera Utara pada 1956. Sempat berdiam di Hotel
De Boer selama beberapa waktu karena rumah dinas masih dihuni
pejabat lama, Hoegeng terkejut bukan kepalang saat tiba giliran
menempati rumah itu. Rumah dinas itu dipenuhi barang-barang
mewah. Hoegeng tak bisa menerima hal itu. Ia dan keluarganya
berkeras tetap tinggal di hotel jika barang-barang mewah itu masih
ada di sana. Mereka baru akan pindah bila rumah tersebut hanya
diisi barang-barang inventaris kantor. Pada akhirnya, Hoegeng
dan keluarganya mengeluarkan semua barang mewah itu ke tepi
jalan. Bagi Hoegeng, keberadaan barang-barang mewah itu sangat
mencurigakan. Pasalnya, mereka belum mengenal siapa pun di
tempat baru tersebut. Belakangan diketahui, barang-barang itu
berasal dari bandar judi yang hendak menyuapnya.

Sumber: https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/06/Or-
ange-Juice-Integritas-kpk.pdf

c. Baharudin Lopa
Tokoh di Bidang Peradilan

“Cerita Baharudin Lopa”


Sangat berhati-hati dan cermat sudah menjadi kebiasaan
Baharuddin Lopa. Bagi dia, tak ada urusan sepele. Tak terkecuali
soal bensin di mobil yang dipakainya. Suatu ketika, sebagai Kepala
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Lopa mengadakan kunjungan ke
sebuah kabupaten di wilayah kerjanya. Dalam perjalanan pulang,
Lopa tiba-tiba menyuruh ajudannya menghentikan mobil. Lopa
bertanya kepada sang ajudan, “Siapa yang mengisi bensin?” Si
ajudan pun dengan jujur menjawab, “Pak Jaksa, Pak!”
Mendengar itu, Lopa menyuruh ajudannya memutar mobil,
kembali ke kantor sang jaksa yang mengisikan bensin ke mobil
itu. Tiba di sana, Lopa meminta sang jaksa menyedot kembali
bensin sesuai dengan jumlah yang diisikannya. “Saya punya uang
jalan untuk beli bensin, dan itu harus saya pakai,” seloroh Lopa.
Kecurigaan Lopa berawal saat jarum penunjuk di meteran bahan

59
BAB IV

bakar mendekati “F”. Padahal, seingat dia, saat tiba di tujuan, jarum
penunjuk justru mendekati “E”. Dari situlah, ia mengetahui ada orang
yang telah mengisikan bensin ke mobilnya.
“Fasilitas Bukan Milik Pribadi”
Segala sesuatu harus sesuai peruntukannya. Mobil dinas hanya
untuk keperluan dinas, tak boleh untuk kepentingan pribadi. Bagi
Baharuddin Lopa, itu prinsip yang sangat mendasar. Itu sebabnya,
dia melarang istri dan ketujuh anaknya menggunakan mobil dinas
untuk keperluan sehari-hari. Suatu ketika, hal itu membuat seorang
kerabatnya kecele. Ceritanya, pada 1983, Lopa diundang menjadi
saksi pernikahan. Tuan rumah yang juga kerabatnya, Riri Amin Daud,
dan pagar ayu telah menunggu kedatangannya.
Mereka menanti mobil dinas berpelat DD-3 berhenti di depan
pintu. Namun, lama ditunggu, mobil itu tak jua tiba. Ketika sedang
resah menanti, tiba-tiba saja suara Lopa terdengar dari dalam
rumah. Rupanya, ia bersama sang istri datang ke sana dengan
menumpang pete-pete, angkutan kota khas Makassar. “Ini hari
Minggu. Ini juga bukan acara dinas. Jadi, saya tak boleh datang
dengan mobil kantor,” terang Lopa. Bukan hanya urusan mobil, soal
telepon pun Lopa sangat ketat. Di rumahnya, telepon dinas selalu
dikunci. Bahkan, semasa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Selatan, dia sampai memasang telepon koin di rumah dinasnya agar
pemakaiannya terpantau.
Sumber: https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/06/Or-
ange-Juice-Integritas-kpk.pdf

60
BAB V:
PENGUATAN NILAI-NILAI
KEMANDIRIAN, KEBERANIAN,
KEADILAN SEBAGAI ARGUMEN
UNTUK MEMBANGUN
KEHARMONISAN ANTARA
KEWAJIBAN DAN
HAK NEGARA - WARGA NEGARA
DI BIDANG EKONOMI DAN
KESEJAHTERAAN NASIONAL
BAB V

A. Tujuan Pembelajaran
Penguatan nilai-nilai kemandirian, keberanian dan keadilan sebagai
argumen membangun keseimbangan antara kewajiban dan hak
negara-warga negara di bidang ekonomi dan kesejahteraan nasional.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian konsep sistem perekonomi-
an nasional dan kesejahteraan sosial menurut UUD 1945.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi faktor-faktor hambatan pengem-
bangan keharmonian kewajiban-hak negara dan warga negara dalam
implikasi/praktik sistem ekonomi di Indonesia.
Mahasiswa dapat mengungkap nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan
keadilan untuk melawan korupsi dalam pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan sosial.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Diskusi

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber pembelajaran:
a. Buku Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi: untuk
mempelajari nilai-nilai kemandirian, keberanian dan keadilan
untuk menangkal perbuatan korupsi.
b. UUD 1945 Pasal 33 tentang sistem perekonomian Indonesia.
c. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas Para Tokoh/
Pakar Ilmu Ekonomi Kerakyatan (Moh. Hatta, dan Ahli Ekonomi
Kerakyatan lainnya).
d. Pengalaman-pengalaman peserta diskusi.
Media Pembelajaran:
Media gambar/video tentang contoh-contoh praktik
pembangunan sistem ekonomi bernuansa kapitalisme dan
ekonomi kerakyatan (realitas pasar tradisional).

65
BAB V

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
Dosen memberikan penjelasan tentang pentingnya mempelajari
nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan keadilan untuk
mengembangkan keharmonian kewajiban-hak negara dan warga
negara dalam mengimplementasi atau mempraktikkan sistem
ekonomi dan mengupayakan kesejahteraan sosial.

Kegiatan Inti (30 menit)


a. Dosen memberikan beberapa contoh fakta/fenomena praktik
ekonomi mikro di Indonesia, yakni bahwa di satu sisi berkembang
pasar modern di sisi lain keberadaan pasar tradisional sebagai
basis ekonomi kerakyatan semakin terperosok.
b. Dosen membagi kelas menjadi dua kelompok dan tugasnya
masing-masing, sebagai berikut: Kelompok satu membahas
konsep dan implementasi/praktik sistem ekonomi kapitaslisme
(segi-segi positif dan negatif, pandangan dan sikap mahasiswa
terhadap tanggung jawab, kemandirian, keberanian, dan
keadilan melawan korupsi yang dilakukan pemerintah lokal
dalam membangun keseimbangan antara kewajiban-hak
negara dan warga negara bidang ekonomi dan kesejahteraan
sosial); dan kelompok dua membahas konsep sistem ekonomi
kerakyatan berdasar Pasal 33 UUD 1945 dan implementasi/
praktiknya (pendapatnya terhadap fenomena pasar tradisional
sebagai bagian dari pengembangan sistem ekonomi kerakyatan,
kesenjangan/dilema antara konsep ekonomi kerakyatan dengan
fenomena/praktiknya, sikap kemandirian, keberanian, dan keadilan
melawan korupsi pemerintah (lokal) menghadapi intervensi pasar
modern, memberikan penilaian terhadap dampak praktik sistem
kapitalisme, akses warga masyarakat miskin sebagai bagian
upaya membangun keseimbangan antara kewajiban, hak negara
dan warga negara bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial.
c. Dosen meminta laporan (presentasi) hasil diskusi.

Kegiatan Penutup (10 menit)


a. Secara bersama-sama antara mahasiswa dan dosen menemukan
simpulan bahwa nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan
keadilan, diperlukan untuk melawan korupsi dalam membangun
keseimbangan antara kewajiban-hak negara dan warga negara,
warga negara dengan negara (pemerintah) bidang ekonomi
sesuai dasar konstitusi (Pasal 33 UUD 1945).

66
BAB V

b. Refleksi mengenai proses pembelajaran.


c. Rencana Tindak Lanjut (RTL): Mahasiswa memiliki keberpihakan/
kepedulian dalam upaya pengentasan kemiskinan.

G. Uraian Materi
Teori/Konsep Sistem Perekonomian Kapitalisme dan Ekonomi
Kerakyatan (Sosialisme)
Sistem Ekonomi Kapitasisme dikembangkan dari paham liberal
(kebebasan individu/individualisme). Sistem ini melahirkan sistem
pasar bebas. Ciri-ciri sistem ekonomi kapitalisme adalah sebagai
berikut:
a. Pemilikan kekayaan pribadi
b. Tidak ada pembatasan untuk mengumpulkan kekayaan
c. Pemerintah tidak campur tangan dalam perekonomian, sehingga
terjadi pasar bebas
Sistem kapitalisme klasik mengalami pergeseran, semenjak tahun
1930-an sistem kapitalis dimodifikasi menjadi sedikit lebih longgar
tetapi tetap menekankan pasar bebas:
a. Sebagian besar harta kekayaan dimiliki secara pribadi
b. Sedikit batasan nyata terhadap pengumpulan harta kekayaan
c. Pengaturan ekonomi oleh pemerintah – pasar bebas dimodifikasi
d. Terdapat program bantuan kepada golongan lemah oleh
pemerintah
Sosialisme adalah sistem ekonomi yang ada unsur pengendalian dari
pemerintah, tetapi terdapat kebebasan warga negara, ciri-cirinya:
a. Sebagian kekayaan (termasuk industri, jasa umum dan
transportasi) dimiliki publik melalui pemerintah yang demokrasi
b. Pembatasan pemilikan kekayaan pribadi
c. Peraturan pemerintah terhadap ekonomi
d. Program bantuan terhadap yang lemah dari pemerintah
UUD 1945 untuk Mengkaji Konsep Pengembangan Sistem Ekonomi
Berdasar UUD 1945 (Pasal 33) dan Implementasinya
Fenomena Praktik Sistem Ekonomi Kapitalisme (Pasar Modern)
dan Sistem Ekonomi Kerakyatan (Pasar Tradisional) di Indonesia:
Pengalaman praktik pasar modern (supermarket, minimarket,
dsb.) dan pasar tradisional, yang dapat dilihat antara lain dari siapa
pemilik modal dan laba, lokasi keberadaannya, peruntukan dan asas
penyelenggaraannya, akses kepada kaum miskin, dsb.

67
BAB V

H. Evaluasi

Tes Esai:

1. Bagaimanakah praktek sistem ekonomi kapitalis dan ekonomi


kerakyatan (sosialis) di Indonesia selama ini?
2. Pertumbuhan sistem ekonomi kerakyatan tersendat, bahkan
mengalami kemerosotan, apakah yang menjadi penyebabnya?
3. Menurut pendapat Saudara, seharusnya bagaimanakah
komitmen/sikap kemandirian, keberanian, dan keadilan untuk
melawan korupsi yang ditunjukkan para pejabat pemerintah
setempat dalam pengembangan pasar modern dan pasar
tradisional?

68
BAB VI:
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI
ANTIKORUPSI DALAM
PROSES DEMOKRASI
DI BIDANG POLITIK,
PEMERINTAHAN DAN
KEHIDUPAN SEHARI-HARI
BAB VI

A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengimplementasikan nilai-nilai antikorupsi dalam
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengamalkan nilai-nilai antikorupsi dalam sebuah
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Simulasi debat
Pembelajaran kooperatif

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber pembelajaran:
a. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa;
b. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi.
Media Pembelajaran:
a. Video anggota DPR RI tertidur saat sidang
https: //youtu.be/PkS-LCzV-Lo

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (5 menit)
a. Kegiatan pembelajaran diawali dengan penyampaian nilai-nilai
antikorupsi kepada mahasiswa, kemudian memberikan gambaran
tentang pokok bahasan yang akan didiskusikan.
b. Selanjutnya memaparkan kaitan antara nilai-nilai antikorupsi
dengan proses pengambilan keputusan sebagai bagian dari
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.
c. Tampilkan pertanyaan pembuka seperti apa yang dimaksud
dengan nilai-nilai antikorupsi dan pengetahuan serta pemahaman
tentang Demokrasi.

73
BAB VI

Kegiatan Inti (40 menit)


a. Membagi mahasiswa dalam kelompok pro dan kontra, kemudian
memberikan tema kepada masing-masing kelompok.
b. Selanjutnya mahasiswa berdiskusi untuk membentuk argumen
sesuai tema masing-masing. Tema diskusi adalah tentang
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dalam
mendukung proses demokrasi di Indonesia.
c. Tim Pro menyusun argumen yang mendukung pelaksanaan
Pilkada serentak, sementara tim kontra menyusun argumen yang
tidak mendukung (menolak) implementasi Pilkada serentak di
Indonesia.
Kegiatan Penutup (5 menit)
Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan telaah hasil debat oleh dosen,
telaah disampaikan dari perspektif pro maupun kontra beserta alasan-
alasan yang menjadi dasar. Selanjutnya masing-masing kelompok
menyampaikan simpulan debat dan kaitannya dengan nilai-nilai
antikorupsi. Kemudian dosen memberikan masukan atas simpulan
tersebut. Minta mahasiswa mencari contoh lain yang mencerminkan
proses demokrasi Indonesia. Misalnya menampilkan contoh video
sengketa Pilkada, tersangka kasus korupsi KPK yang ikuti Pilkada
Serentak 2018 https://youtu.be/kGUkSRTzMbE. Dari contoh kasus
tersebut mahasiswa diharapkan dapat memiliki pendapat dan
argumen, tentang diperbolehkannya seorang tersangka kasus korupsi
atau mantan narapidana kasus korupsi berkompetisi dalam kontestasi
Pilkada serentak, dampaknya bagi pendidikan politik masyarakat, dan
bagaimana mengantisipasi hal tersebut.

G. Uraian Materi
Implementasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam Proses Demokrasi di
Bidang Politik dan Pemerintahan
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan
nilai antikorupsi, yaitu nilai Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin, Tanggung
jawab, Kerja keras, Sederhana, Berani, dan adil. Jika dikelompokan,
kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi menjadi tiga
kelompok atau tiga aspek dalam nilai-nilai antikorupsi, yaitu: aspek inti,
aspek etos kerja, dan aspek sikap.
a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab
b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli

74
BAB VI

Dalam proses demokrasi di bidang politik dan pemerintahan, nilai-


nilai antikorupsi seyogyanya dijadikan sebagai landasan dalam setiap
proses pengambilan keputusan. Landasan pokok atau gagasan dasar
suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia,
yaitu pada dasarnya manusia itu mempunyai kedudukan yang sama
dalam hubungannya satu dengan yang lain.
Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik dua asas pokok yaitu:
a. Pengakuan partisipasi dalam pemerintahan, misalnya pemilihan
wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara bebas
dan rahasia.
b. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya tindakan
pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi
kepentingan bersama.
Sebagai suatu sistem sosial kenegaraan, Unites States Information
Agency (1999, p.5) mengintisarikan demokrasi sebagai sistem yang
memiliki 11 pilar, yaitu:
a. Kedaulatan rakyat
b. Pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
c. Kekuasaan mayoritas
d. Hak-hak minoritas
e. Jaminan Hak Asasi Manusia
f. Pemilihan yang bebas dan jujur
g. Persamaan di depan hukum
h. Proses hukum yang wajar
i. Pembatasan pemerintahan secara konstitusional
j. Pluralisme sosial, ekonomi dan politik
k. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat

Implementasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam Kehidupan


Sehari-hari
Dalam implementasi nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-
hari, terkadang kita tidak menyadari jika perilaku yang ditampilkan
misalnya oleh pejabat negara adalah perilaku koruptif. Salah satu
contoh perilaku koruptif yang dilakukan dalam pejabat pemerintahan
adalah adanya pungutan liar (Pungli) yang dilakukan misalnya oleh
aparat dinas perhubungan di jalan raya. Contoh lain yang acapkali
kita temui adalah maraknya oknum pejabat pemerintahan daerah yang
meminta sejumlah uang kepada pemilik toko di perkotaan dengan dalih
untuk retribusi usaha. Padahal jelas dalam konstitusi kita setiap warga
negara memiliki hak yang sama untuk usaha di tempat umum. Ironisnya
hal tersebut telah berlangsung sejak lama dan tidak ada tindakan tegas

75
BAB VI

dari pemerintah untuk menindak oknum aparat tersebut, juga tidak ada
aturan secara formal yang mengatur mengenai perbuatan tersebut,
padahal perbuatan tersebut masuk dalam kategori penyalahgunaan
wewenang. Untuk itu sangat penting kiranya mahasiswa diberikan
materi dan pemahaman dalam hal mengidentifikasi perilaku koruptif
dalam pelaksanaan demokrasi, khususnya dalam penyelenggaraan
pemerintahan misal penggunaan media sosial untuk kampanye negatif.
Untuk dapat mengidentifikasi perilaku koruptif, maka mahasiswa harus
memahami nilai-nilai antikorupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, tanggung
jawab, sederhana, benar dan adil. Mahasiswa juga perlu memahami
tentang bahaya dari perilaku koruptif yang dilakukan dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan, selain tentu hal tersebut melanggar
aturan, perilaku tersebut tentu akan mengakibatkan kerugian pada
masyarakat, yang dapat berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Demokrasi memberikan alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat
bagi warga negara, karena demokrasi sangat menjamin kebebasan
berkelompok dan berpendapat dalam masyarakat. Di antara kebebasan
tersebut meliputi:
a. Kebebasan partisipasi, misalnya pemberian suara pada saat
pemilihan umum, kontak dengan pejabat pemerintah, melakukan
protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah, dan
mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik melalui
pemilihan sesuai dengan sistem pemilihan yang berlaku.
b. Kesetaraan antarwarga, merupakan salah satu nilai fundamental
yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi Indonesia.
c. Kesetaraan gender, adalah sebuah keniscayaan demokrasi di
mana kedudukan laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan
yang sama di hadapan hukum.
d. Kedaulatan rakyat, dalam sebuah negara demokrasi, rakyatlah
pemegang kedaulatan tertinggi, oleh karena itu pemerintahan
berasal dari rakyat dan harus bertanggung jawab pula pada
rakyat.
e. Rasa percaya antar kelompok masyarakat merupakan nilai
dasar yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk.
Sebah pemerintahan yang demokratis akan sulit terbentuk
dan berkembang bila rasa saling percaya satu sama lain tidak
tumbuh.
Dalam implementasi nilai-nilai antikorupsi dalam proses demokrasi,
dilema akan berpotensi muncul saat keputusan yang akan diambil
berkaitan dengan bidang politik dan pemerintahan, mengingat konflik
kepentingan dalam bidang politik sangat tinggi, yang kemudian
berpengaruh dalam bidang pemerintahan. Setelah masuk dalam

76
BAB VI

bidang pemerintahan, selanjutnya akan diwujudkan dalam kebijakan


atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat dan hal tersebut akan
mengimplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

H. Evaluasi
Evaluasi Proses
Dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap proses simulasi
debat yang dilakukan oleh setiap kelompok, baik pro maupun kontra,
kedalaman materi yang disampaikan, dan tentu cara mempertahankan
pendapat yang logis dan santun. Kriteria penilaian tersedia pada
lembar indikator penilaian debat. Ungkapkan pula kemungkinan yang
dapat terjadi beserta konsekuensinya pada sebuah kasus baik dari sisi
pro maupun kontra.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi dilakukan dengan memberikan kategori bahasan dalam setiap
kelompok pro dan kontra. Tampilkan juga kemungkinan timbulnya
persoalan jika Pilkada serentak dilaksanakan dan persoalan yang
mungkin juga muncul apabila Pilkada serentak tidak dilaksanakan.

I. Lampiran-Lampiran

Tata Cara Debat


1. Masing-masing tim pro dan kontra diberikan waktu 10 menit
untuk menyampaikan argumen tentang tema yang dibahas.
2. Tim yang lain dipersilakan untuk mengajukan sanggahan atau
pertanyaan yang disampaikan oleh tim yang lain.
3. Selanjutnya tim pro atau kontra dipersilahkan menyampaikan
bidasan atas sanggahan atau pertanyaan yang disampaikan
tim lain.
4. Bagi tim yang melebihi alokasi waktu maka wajib dihentikan
dalam menyampaikan argumen.

Indikator Penilaian Debat


Ketepatan argumen 25%
Ketepatan alokasi waktu 25%
Kualitas pertanyaan atau sanggahan yang diajukan 25%
Ketepatan penyimpulan 25%

77
BAB VII:
PENEGAKAN HUKUM
DALAM PEMBERANTASAN
KORUPSI
BAB VII

A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menganalisis proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menganalisis peraturan perundang-undangan
dalam pemberantasan tidank pidana korupsi.
Mahasiswa mampu menjelaskan proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit.

D. Metode Pembelajaran
1. Curah Gagasan (Brain Storming)
Curah gagasan tentang mekanisme dan problematika penegakan
hukum yang berkeadilan di Indonesia. Dimulai sejak penyusunan
aturan-aturan hukum, proses penegakan hukum, aparat penegak
hukum, sampai dengan eksekusi yang dilakukan terhadap sebuah
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Dari curah gagasan ini diharapkan mampu menyerap pendapat
mahasiswa terkait proses penegakan hukum di Indonesia beserta
tantangan yang dihadapi. Mahasiswa diminta menyampaikan
pendapat dan gagasannya tentang kasus pembatalan Peraturan
KPU oleh Mahkamah Konstitusi terkait mantan narapidana kasus
korupsi yang diperbolehkan berkontestasi dalam Pilkada.
2. Diskusi Kelompok
Setelah diperoleh gagasan-gagasan awal dari mahasiswa tentang
problematika penegakan hukum di Indonesia, khususnya terkait
putusan MK tersebut, kemudian mahasiswa dibagi dalam beberapa
kelompok untuk mendiskusikan hasil curah gagasan. Dari diskusi
masing-masing kelompok tersebut diharapkan akan muncul solusi
dalam setiap permasalahan yang dihadapi dari setiap problematika
yang berhasil diidentifikasi dari hasil curah gagasan tersebut. Dari
solusi yang diperoleh kemudian dipresentasikan kepada kelompok
yang lain guna membaca kemungkinan implementasi solusi yang
diperoleh dari diskusi tersebut berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi.

81
BAB VII

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
a. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa.
b. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi.
c. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
d. Jurnal Integritas KPK.
e. Sumber lain yang relevan.
f. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Media Pembelajaran:
a. Media cetak (koran) dan tabloid misalnya Kompas dan Tempo;
b. Video berita tentang tidak jelasnya proses penyelesaian sebuah
kasus hukum yang terjadi. Misalnya video maraknya kepala
daerah dan anggota DPR dan DPRD yang terlibat dalam kasus
korupsi, sebagai contoh berita tentang KPK; 95 Kepala Daerah
Terjerat Kasus Korupsi https://youtu.be/mKxqda7NXT0. Contoh
lain adalah video proses penyelesaikan kasus korupsi simulator
SIM yang melibatkan mantan pejabat Polri Joko Susilo https://
youtu.be/k0LZdD5xZul.

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Pendahuluan dan membangun suasana kelas
Kegiatan pembelajaran diawali dengan menyampaikan kepada
mahasiswa bahwa tujuan dari curah gagasan (brain storming)
hanyalah untuk mengetahui pendapat-pendapat mereka tentang
pentingnya memperkuat perangkat hukum dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi dan pentingnya pengaturan tindak pidana
korupsi dalam peraturan perundang-undangan.
b. Memulai curah gagasan
Tampilkan pernyataan pembuka tentang konsep penegakan
hukum yang berkeadilan, sesuai dengan tujuan dibentuknya
negara Indonesia. Mahasiswa diminta menjawab pertanyaan
tersebut, kemudian memberikan contoh kasus nyata yang
terjadi dalam kehidupan bernegara saat ini. Mahasiswa diminta
menyampaikan pendapatnya tentang putusan MA yang
membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor
20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana kasus korupsi
untuk menjadi calon legislatif.

82
BAB VII

Kegiatan Inti (35 menit)


a. Mendiskusikan dan mengeksplorasi beberapa contoh kasus nyata
Menjelaskan definisi penegakan hukum berdasarkan konsep
negara hukum dan proses penegakan hukum yang berkeadilan,
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Mendiskusikan dan mengeksplorasi beberapa contoh kasus nyata
Mahasiswa diminta mendiskusikan tentang berbagai kasus
hukum yang mereka dapatkan dalam curah gagasan, kemudian
identifikasi berbagai proses penegakan hukum yang dilakukan
oleh pemerintah, apakah sesuai atau tidak dengan peraturan
perundang-undangan. Contoh adalah kasus Korupsi e-KTP
https:youtu.be/YCn1130Ntac. Mahasiswa diminta menjelaskan
aspek-aspek korupsi yang terdapat dalam peristiwa e-KTP yang
melibatkan Setya Novanto. Masing-masing kelompok berdiskusi
mengenai kasus tersebut, kemudian membuat simpulan hasil
diskusi dari kasus korupsi tersebut.
Kegiatan Penutup (5 menit)
Kegiatan penutup diawali dengan meminta mahasiswa membuat
rangkuman kasus-kasus baik yang sesuai maupun tidak
sesuai dengan proses penegakan hukum yang berkeadilan,
serta memberikan simpulan faktor-faktor penyebab lemahnya
perangkat hukum dan penegakan hukum di Indonesia. Kemudian
di akhir pembelajaran mahasiswa memberikan solusi terhadap
permasalahan penegakan hukum yang dihadapi.

G. Uraian Materi
Penegakan Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi
Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana telah
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Negara hukum memiliki
beberapa ciri, yaitu:
a. Adanya pengakuan dan perlindungan HAM
b. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
c. Adanya pembagian Kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
d. Adanya peradilan administrasi
Indonesia merupakan negara hukum dengan tujuan utama adalah
kesejahteraan rakyat. Dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 tercantum
salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum. Jadi seluruh aspek kehidupan bernegara
di Indonesia, termasuk aspek penegakan hukum dan peraturan
perundang-undangan harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

83
BAB VII

Kesejahteraan rakyat tidak akan dapat terwujud apabila terdapat


korupsi dalam sistem pemerintahan. Oleh karena itu perangkat hukum
dalam pemberantasan korupsi harus kuat dan tidak boleh dilemahkan.
Dari perspektif hukum ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
penegakan hukum, di antaranya adalah faktor materi hukum, faktor
aparat penegak hukum, faktor budaya hukum, dan faktor masyarakat.
Dalam persoalan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi
faktor di atas dapat menjadi lebih banyak lagi, karena korupsi seringkali
melibatkan kekuasaan dan penguasa di dalamnya. Fakta tersebut tentu
menimbulkan dilema tersendiri bagi implementasi penegakan hukum.
Dilema inilah yang kemudian menjadi sebuah polemik pemberantasan
korupsi. Apakah sebuah aturan dapat diterapkan bagi seluruh pelaku
tindak pidana korupsi tanpa kecuali? Ataukah aturan tersebut masih
terbatas diterapkan kepada pihak-pihak tertentu dan tidak bisa
diterapkan bagi beberapa pihak yang lain.

Pengaturan Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-


Undangan
Menurut UU No 21 Tahun 2001, ada 30 jenis tindakan yang bisa
dikategorikan sebagai tindak korupsi. Akan tetapi secara ringkas
tindakan-tindakan tersebut dapat dikelompokkan menjadi: 1) kerugian
keuntungan negara; 2) suap menyuap; 3) penggelapan dalam jabatan;
4) pemerasan; 5) perbuatan curang; 6) benturan kepentingan dalam
pengadaan; 7) gratifikasi (pemberian hadiah).
a. Kerugian Keuangan Negara
Korupsi dirumuskan dalam Pasal 2 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21
tahun 2001 jika memenuhi unsur:
1. setiap orang;
2. memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
3. dengan cara melawan hukum
4. dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Contoh:
Seorang ibu pegawai Dinas PU dalam proyek pembangunan
sebuah jembatan yang dibiayai negara, diam-diam mengurangi
jumlah semen yang digunakan. Di atas kertas tertulis 1000 sak,
ternyata yang dipakai hanya 500 sak, terus uang sisa pembelian
semen dikantongi sendiri.
Hukumannya: penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.

84
BAB VII

b. Suap
Pasal 5 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21 tanun 2001, suap/sogokan/
pelicin adalah:
1. pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus untuk sementara waktu;
2. dengan sengaja;
3. menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam
melakukan perbuatan itu;
4. uang atau surat berharga;
5. yang disimpan karena jabatannya.
Contoh:
Seorang pedagang mobil impor karena ada persyaratan yang
tidak bisa terpenuhi, ribuan mobil yang baru saja dikirim oleh
supplier dari luar negeri terpaksa ditahan di pelabuhan. Kemudian
pedagang tersebut menemui petugas bea cukai dan berjanji akan
memberikan satu mobil asal dokumen dirinya dianggap lengkap
dan tidak membuat susah dirinya.
Hukumannya: penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 250
juta
c. Penyalahgunaan Jabatan
Pasal 8 UU No.31 tahun 1999 jo UU No 21 tahun 2001, unsur-unsur
korupsi jenis ini adalah:
1. pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus untuk sementara waktu;
2. dengan sengaja;
3. menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam
melakukan perbuatan itu;
4. uang atau surat berharga;
5. yang disimpan karena jabatannya.
Contoh:
Seorang staf di sebuah instansi pemerintah setiap bulan diberi 2
juta untuk biaya perawatan mobil dinas. Sebenarnya uang tersebut
lebih dari cukup, dan aturan mengatakan sisa uang tersebut harus
dikembalikan ke kantor. Jika sampai sisa uang tersebut tidak
dikembalikan, maka staf tersebut sudah melakukan korupsi.
Hukumannya: penjara maksimal 15 tahun denda maksimal 750 juta.

85
BAB VII

d. Pemerasan
Pasal 12 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21 tahun 2001 menyebutkan
unsur-unsur pemerasan adalah:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
3. secara melawan hukum;
4. memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya;
5. menyalahgunakan kekuasaan.
Hukumannya: Penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.
e. Perbuatan Curang
Dalam Pasal 7 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001
disebutkan unsur perbuatan curang meliputi:
1. pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;
2. melakukan perbuatan curang;
3. pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan
bangunan;
4. yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
Contoh:
Pemborong yang memanipulasi harga sehingga kualitas buruk.
Hukumannya: Penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal 350
juta.
f. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Dalam Pasal 12 huruf i UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun
2001, unsur-unsurnya:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. dengan sengaja;
3. langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan
pengadaan atau persewaan;
4. pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Contoh:
Kecurangan dalam pengadaan mobil dinas.
Hukumannya: 20 tahun atau denda maksimal 1 miliar.

86
BAB VII

g. Gratifikasi
Unsur-unsur gratifikasi:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. menerima gratifikasi;
3. yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya;
4. penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK
dalam waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Hukumannya: penjara maskimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.

H. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menyampaikan masukan terhadap hasil
diskusi tentang penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi,
proses penegakan hukum dan solusi dalam penegakan hukum agar
tercapai keadilan. Kegiatan evaluasi meliputi:
1. Evaluasi proses pembelajaran: Lembar penilaian diskusi;
2. Evaluasi hasil pembelajaran: Membuat sebuah simpulan
tentang arti penting penegakan hukum dalam pemberantasan
korupsi yang berperspektif keadilan (tidak pandang bulu),
kemungkinan-kemungkinan penyimpangan yang dapat terjadi
dalam proses penegakan hukum, beserta dampaknya apabila
perbuatan korupsi tidak ditindak secara tegas sesuai peraturan
perundang-undangan.

I. Lampiran-Lampiran
Lampiran 1: Lembar penilaian diskusi
Format Lembar Penilaian Diskusi

Aspek Penilaian Catatan


No Nama Total
1 2 3 4 5 6 Kualitatif
1
2
3
4
5
dst

87
BAB VII

Keterangan:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat
2. Kemampuan memberikan argumentasi
3. Kemampuan memberikan kritik
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik
6. Kelancaran berbicara

Kriteria penilaian:
80-100 Memuaskan 4
70-79 Baik 3
60-69 Cukup 2
45-59 Kurang 1

88
BAB VIII:
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB KORUPSI
SEBAGAI TANTANGAN
PEMBENTUKAN WAWASAN
NUSANTARA
BAB VIII

A. Tujuan Pembelajaran
Menggali faktor-faktor penyebab korupsi sebagai bagian dari
tantangan pembentukan wawasan nusantara.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
Mahasiswa mampu menganalisis faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
Mahasiswa mampu menyajikan faktor-faktor penyebab korupsi sebagai
bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit.

D. Metode Pembelajaran
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement
Division).

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi. (2018). Pendidikan
Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Media Pembelajaran:
“Korupsi 24 jam“
https://www.youtube.com watch?v=zMGdj3Lt3Ug

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (5 menit)
a. Sebelum mengawali perkuliahan, mahasiswa membacakan doa
terlebih dahulu.
b. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menguraikan materi
sebelumnya dan dosen berupaya menghubungkan materi yang
akan diidentifikasi tentang faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai tantangan wawasan nusantara dengan menggali
pengetahuan mahasiswa sebelumnya.

93
BAB VIII

c. Mahasiswa diberi pengantar oleh dosen untuk menguatkan


Semangat Melawan Korupsi dengan melihat https://aclc.kpk.
go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/corruption-
perception-index-cpi (Lampiran 7) yang memperlihatkan
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, tentang tingkat korupsi
Indonesia makin tinggi.
Kegiatan Inti (40 menit)
a. Mahasiswa melihat Video berjudul yang disajikan oleh dosen
“Korupsi 24 Jam”
https://www.youtube.com/watch?v=zMGdj3Lt3Ug.
b. Mahasiswa menyimak uraian video kemudian dosen memberi
pengantar tentang faktor-faktor penyebab munculnya tindakan
korupsi.
c. Mahasiswa berkelompok masing-masing berjumlah 3-5 orang
kemudian menjawab pertanyaan evaluasi tertulis yang diberikan
oleh dosen.
d. Tiap kelompok memastikan setiap anggota kelompok mengerjakan
pertanyaan evaluasi secara maksimal dan memahami setiap
jawaban yang diberikan.
e. Sementara mahasiswa bekerja dalam kelompok, dosen berkeliling
dalam kelas. Dosen sebaiknya memuji kelompok yang semua
anggotanya bekerja dengan baik.
f. Pertanyaan evaluasi dikumpulkan untuk diberikan pertanyaan
langsung oleh dosen dengan mengambil beberapa sampel
mahasiswa.
Kegiatan Penutup (5 menit)
a. Refleksi Perkuliahan yang dilakukan mahasiswa dengan cara
menuliskan apa bentuk tindakan individu yang pernah dilakukan
sebagai bentuk faktor internal penyebab korupsi.
b. Rencana Tindak Lanjut:
1. Mahasiswa membaca salah satu karya dilema moral dalam
buku Saujana: Di Antara Pilihan (Tim KPK, 2014). (Lampiran 1
dilema moral).
2. Mahasiswa mengungkapkan baik secara lisan maupun tertulis
a. Apa yang Saudara lakukan apabila Saudara berada pada
posisi sebagai Arman (penyidik tindak pidana korupsi)?
b. Apakah akan terus merasa iba dengan perilaku istri
koruptor yang masih bermewah-mewahan?
c. Apakah tidak menghiraukan?

94
BAB VIII

c. Rencana Aksi Mahasiswa:


Mahasiswa diberikan tugas untuk membuat aktivitas kegiatan
rencana aksi untuk menindaklanjuti faktor eksternal penyebab
korupsi dengan menganalisis faktor eksternal penyebab korupsi
yang dapat dikaji dalam dalam bidang politik dengan membaca
terlebih dahulu artikel dalam sumber di bawah ini:
1. Politik (Lampiran 4)
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/07/10381291/
lemahnya-inspektorat-dan-biaya-politik-mahal-dinilai-
penyebab-korupsi-34
Apakah yang Saudara lakukan untuk menyikapi faktor
eksternal penyebab korupsi dalam bidang politik?
2. Organisasi (Lampiran 5)
https://www.gatra.com/rubrik/nasional/pemerintahan-
daerah/358005-Birokrasi-di-Bekasi-Beri-Peluang-
Terjadinya-Korupsi-Gratifikasi-dan-Suap
Apakah yang Saudara lakukan untuk menghindari faktor
eksternal penyebab korupsi dalam bidang organisasi?
3. Politik, Ekonomi (Gaya Hidup), dan Sikap Masyarakat
(Lampiran 6)
h t t p s : // w w w. c n n I n d o n e s i a . c o m / n a s i o n -
al/20180212161920-12-275656/tiga-faktor-kepala-daer-
ah-kerap-korupsi-versi-icw
Apa yang Saudara lakukan untuk menyikapi faktor eksternal
penyebab korupsi dalam bidang politik, ekonomi (gaya hidup),
dan sikap masyarakat?

G. Uraian Materi
Faktor Internal Penyebab Korupsi
a. Aspek perilaku individu (sifat tamak/rakus manusia, moral yang
kurang kuat, gaya hidup konsumtif)
Perilaku adalah sikap yang ditampilkan oleh individu. Korupsi
merupakan perilaku dari beberapa sifat dalam rakus manusia.
Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan
pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai
hal yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
lingkungannya. Lemahnya moral turut andil menyebabkan perilaku
individu untuk korupsi. Gaya hidup berhubungan dengan cara
kita melakukan, memiliki, menggunakan dan menampilkan perilaku
(Røpke, 2009), terkait erat dengan konsumsi dan mendorong tingkat

95
BAB VIII

dan pola konsumsi (Backhaus, Breukers, Paukovic, Mourik, & Mont,


2011). Pada tataran normal, gaya hidup berubah perlahan, namun
globalisasi memengaruhi perubahan itu secara cepat terutama
pada kelas menengah akibat dari media dan informasi yang terbuka
(Zhang, Deng, Majumdar, & Zheng, 2009). Dengan demikian, gaya
hidup konsumtif menjadi faktor yang turut mendorong terjadinya
korupsi.
b. Aspek sosial (lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan
dorongan bagi orang untuk korupsi)
Perilaku itu tidak muncul dengan tiba-tiba dan terbentuk
dalam proses yang panjang. Para koruptor juga melewati proses
yang panjang dan pengasuhan yang kacau tidak berlandaskan
agama sehingga tidak memiliki rasa bersalah ketika mengambil
hak orang lain. Anak belajar ketika dia menangis dan orang tua
memberikan apa yang diinginkannya di situlah perilaku yang akan
dipertahankan oleh si anak untuk meminta apa yang diinginkannya
pada orang tua. Contoh lain seperti, kebiasaan memanjakan anak.
Ketika apapun yang dia mau tidak ada, alhasil ia akan menghalalkan
segala cara dalam memperoleh apa yang diinginkannya tersebut.
Peran keluarga yang signifikan dalam membentuk perilaku
anaknya akan berdampak luas terhadap kehidupan berbangsa.
Manakala sebuah keluarga membiarkan rumah tangganya
tanpa arah, begitulah kemungkinan miniatur yang dimiliki oleh
bangsanya.

Faktor Eksternal Penyebab Korupsi


1. Aspek sikap masyarakat (masyarakat lebih menghormati
seseorang secara material/ kekayaan tanpa memandang kekayaan
tersebut diperoleh darimana)
Sikap masyarakat yang lebih menghormati orang dengan status
ekonomi yang lebih tinggi membuat orang berlomba-lomba meraih
kekuasaan. Seringkali masyarakat tidak peduli terhadap asal usul
perolehan kekayaan.
2. Ekonomi (pendapatan tidak mencukupi kebutuhan)
Faktor ekonomi seringkali menjadi penyebab orang korupsi. Alasan
gaji yang kecil selalu menjadi penyebabnya. Namun demikian, faktor
rendahnya gaji hanya dapat menjelaskan korupsi pada tingkat
‘street level bureaucrats’, tidak untuk korupsi yang “canggih” atau
kolusi tingkat tinggi.

96
BAB VIII

3. Politik (kepentingan politis, meraih dan mempertahankan


kekuasaan)
Politik dan kekuasaan bertalian menjadi penyebab korupsi. Ongkos
politik yang besar dengan sistem pemilihan langsung menyebabkan
adanya celah untuk korupsi.
4. Organisasi (keteladanan pemimpin yang kurang, tidak adanya
kultur organisasi yang benar, kurang memadainya sistem
akuntabilitas, kelemahan sistem pengendalian manajemen, dan
lemahnya pengawasan). Semakin efektif sistem pengawasan, akan
semakin kecil kemungkinan peluang terjadinya korupsi dan kolusi.
Sebaliknya bila korupsi dan kolusi dipraktikkan secara luas berarti
ada yang salah dalam sistem pengawasan.

H. Evaluasi

1. Evaluasi Tertulis (Lampiran 2)


a. Analisislah 6 contoh bentuk perilaku mahasiswa sebagai
faktor yang dapat mempengaruhi penyebab korupsi skala
besar!
b. Analisislah alasan-alasan mengapa mahasiswa dekat
dengan perilaku korupsi tersebut!
c. Apakah selain perilaku individu, pengaruh lingkungan
dapat mempengaruhi korupsi!
d. Analisislah alasan-alasan mengapa perilaku mahasiswa
dalam video tersebut dapat mempengaruhi wawasan
Nusantara!
e. JUJUR: Tuliskan 3 bentuk perilaku yang pernah anda
lakukan!
2. Evaluasi non Tes
Observasi Proses Diskusi (Lampiran 3)
3. Evaluasi Refleksi Perkuliahan (Lampiran 8)
4. Evaluasi Rencana Tindak Lanjut (Lampiran 9)
5. Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa (Lampiran 10)

I. Lampiran-lampiran

97
BAB VIII

Lampiran 1: Dilema Moral

Meluruskan Tujuan

Arman memasukkan semua berkas berita acara yang berhubungan dengan


kasus Sutarto ke dalam mapnya. Semuanya disusun agar menjadi sebuah
berkas laporan perkara yang lengkap. Di meja kerjanya, Arman menyusun
resume untuk berkas perkara tersebut. Dituliskannya segala hal yang
menyangkut Sutarto mulai dari penangkapan, penahanan, pengeledahan,
penyitaan, barang bukti, sampai keterangan saksi dan tersangka.
Semuanya sudah lengkap. Berkas tersebut telah siap disampaikan kepada
penuntut umum. Dari segala bahan yang dikumpulkan, diketahui Sutarto
terjerat pidana pencucian uang dan gratifikasi. Dengan dua kasus tersebut,
hukuman yang akan dituntutkan kepada Sutarto sudah tentu berat. Arman
teringat kembali pada ucapan istri Sutarto. Masih ada rasa iba dan tidak
tega dalam dirinya. Namun akhirnya Arman meluruskan tujuan penyidikan.
Ia tidak ingin penyidikan yang sudah sekian lama ditempuhnya menjadi
sia-sia. “Biarlah istri dan anak Sutarto menjadi beban bagi Sutarto, bukan
beban diriku,” batinnya saat menyerahkan berkas perkara pada kejaksaan.
***
Sidang perkara Sutarto digelar. Jaksa penuntut umum membacakan
tuntutannya.
“Saudara Sutarto, Anda terancam terjerat Pasal 3, 5 UU 8/2010 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 12
huruf (a) (b) UU 31/1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan UU
20/2001 junto Pasal 55 dan 56 KUHP. Dengan demikian, Anda dituntut
hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal 1 miliar.” Tubuh
Sutarto terlihat lunglai. Jaksa meneruskan pembacaan tuntutan sampai
tuntas. Istri Sutarto berteriak-teriak di jajaran tempat penonton sidang.
Ia tidak terima dengan tuntutan jaksa. Arman yang mengamati jalannya
persidangan dari kejauhan hanya diam tidak bereaksi apapun. Ada ada
sedikit rasa sakit dalam batin Arman. Namun ia berusaha menepiskannya.
***
Minggu itu Arman menghadiri resepsi pernikahan salah satu orang
penting ibukota. Kalau bukan karena diajak rekannya, Arman tidak akan
hadir di sana. Undangan yang hadir dalam pesta tersebut adalah kalangan
orang kaya dan terpandang. Resepsi diadakan di sebuah hotel kelas
internasional. Saat tengah menikmati jamuan makan, Arman melihat sosok
yang beberapa waktu ini sangat dikenalnya tengah berdiri di antara orang
yang hadir. Dandannya sangat wah. Sosok itu seperti istri Sutarto. Mungkin
jika tidak membawa anak yang dulu digendongnya di mall itu, ia percaya
itu bukan istri Sutarto. Bedanya, anak itu tidak digendongnya sendiri, tetapi
digendong oleh seorang baby sitter. Seusai mengahabiskan makanannya,
Arman berusaha menghampirinya. Namun, istri Sutarto berjalan pulang
dan bergegas masuk ke dalam mobil BMW Z4 yang dikendarainya sendiri.
Arman pun tertengun.
(Tim KPK, 2014).

98
BAB VIII

Lampiran 2: Lembar Penilaian Tes


No Kriteria Jawaban Skor Nilai
Mampu menganalisis 6 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 60
penyebab korupsi skala besar
Mampu menyebutkan 5 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 45
penyebab korupsi skala besar
Mampu menganalisis 4 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 30
penyebab korupsi skala besar Maks
1
Mampu menganalisis 3 contoh bentuk perilaku 60
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 15
penyebab korupsi skala besar
Mampu menganalisis 2 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 10
penyebab korupsi skala besar
Mampu menganalisis 1 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 5
penyebab korupsi skala besar

Mampu menganalisis alasan-alasan mahasiswa dekat


2 10 10
dengan perilaku korupsi secara jelas dan lengkap

Mampu menyebutkan pengaruh lingkungan terhadap


3 10 10
korupsi secara jelas dan lengkap
Mampu menganalisis perilaku yang dapat
4 10 10
mempengaruhi wawasan Nusantara
Mampu menyebutkan 3 perilaku jujur 30
Maks
5 Mampu menyebutkan 2 perilaku jujur 20
30
Mampu menyebutkan 1 perilaku jujur 10
Jumlah

Lampiran 3: Lembar Observasi Diskusi Kelompok


Lembar Observasi untuk Kerja Diskusi Kelompok
Aspek yang Di Nilai Skor/
No Nama Peserta Didik
1 2 3 4 5 6 Jumlah
1
2
3
4
5
6

99
BAB VIII

7
8
9
10
dst
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat.
2. Kemampuan memberikan argumentasi.
3. Kemampuan memberikan kritik.
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan.
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik.
6. Kelancaran berbicara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100 )
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

Lampiran 4: Faktor Penyebab Korupsi (Politik)

Lemahnya Inspektorat dan Biaya Politik Mahal Dinilai Penyebab


Korupsi 34 Kepala Daerah

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak 2012, Komisi Pemberantasan Korupsi


(KPK) telah menangkap 34 kepala daerah. Faktor utama yang dinilai
menyebabkan korupsi kepala daerah adalah lemahnya pengawasan dan
biaya politik yang terlalu mahal.
“Ini tentu merusak tujuan proses demokrasi lokal termasuk Pilkada serentak
yang diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang lebih berorientasi
pada kepentingan rakyat, bukan hanya mengumpulkan kekayaan pribadi
dan pembiayaan politik,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui
keterangan tertulis, Minggu (7/10/2018).
Penerimaan uang sebagai fee proyek merupakan modus yang menonjol
pada hampir semua kasus yang melibatkan kepala daerah.
Ada juga beberapa kasus yang menerima uang terkait perizinan, pengisian
jabatan di daerah dan pengurusan anggaran otonomi khusus.
Masyarakat dirugikan berkali-kali ketika praktik suap kepala daerah terus
terjadi. Korupsi dalam proses pengadaan berisiko mengurangi kualitas
bangunan, jembatan, sekolah, peralatan kantor, rumah sakit dan lain-lain
yang dibeli.

100
BAB VIII

Pengawasan internal
Penguatan aparat pengawas internal secara struktural dinilai semakin
mendesak. Bukan hanya agar aparatur pengawas memahami bagaimana
celah dan bentuk penyimpangan yang terjadi, tetapi juga revitalisasi posisi
pengawas internal yang selama ini tersandera di bawah kepala daerah.
Pemerintah diminta segera membuat regulasi baru mengenai struktur
pengawas internal agar tidak dikendalikan oleh kepala daerah.
Salah satunya, rancangan undang-undang sistem pengawasan internal
daerah.
“Sulit membayangkan inspektorat yang diangkat dan diberhentikan kepala
daerah kemudian dapat melakukan pengawasan terhadap atasannya
tersebut, apalagi hingga penjatuhan sanksi,” kata Febri.
Inspektorat yang lebih independen diharapkan dapat memetakan siapa
saja pemegang proyek yang berulang kali menjadi pemenang tender di
daerah.
Kemudian melakukan kajian sejak awal proses penganggaran, pengadaan
hingga memfasilitasi keluhan dari masyarakat tentang adanya
penyimpangan di sektor tertentu. Butuh perhatian lebih dari Presiden dan
DPR untuk menyusun aturan setingkat UU ini.
Biaya politik
Dalam beberapa kasus yang ditangani KPK, dapat diketahui bahwa biaya
politik yang tinggi sebagai salah satu faktor pendorong korupsi kepala
daerah.
Misalnya, beberapa pelaku mengakui mengumpulkan uang untuk
tujuan pencalonan kembali, dan pengumpulan mantan tim sukses untuk
mengelola proyek di daerah tersebut.
Menurut Febri, akuntabilitas sumbangan dana kampanye menjadi salah
satu faktor krusial yang perlu diperhatikan.
Hubungan pelaku ekonomi dan politik yang tertutup rentan memicu
persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang saat kepala daerah
menjabat.
“Utang dana kampanye tersebut berisiko dibayar oleh kepala daerah
melalui alokasi proyek-proyek di daerah. Jika ini tidak diselesaikan, akan
semakin sulit mengurai benang kusut korupsi politik di daerah,” kata Febri.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2018/10/07/10381291-lemah
nya-inspektorat-dan-biaya-politik-mahal-dinilai-penyebab-korupsi-34.
Penulis: Abba Gabrillin
Editor: Sandro Gatra

101
BAB VIII

Lampiran 5: Faktor Penyebab Korupsi (Organisasi)

Birokrasi di Bekasi Beri Peluang Terjadinya, Korupsi,


Gratifikasi, dan Suap

Bekasi, Gatra.com - Direktur Jendral Otonomi Daerah Kementerian Dalam


Negeri Soni Sumarsono menilai birokrasi di Pemerintah Kabupaten Bekasi,
Jawa Barat menjadi penyebab adanya potensi tindak pidana korupsi
gratifikasi atau suap.
“Banyak celah di birokrasi Pemkab Bekasi yang berpotensi menyebabkan
terjadinya tindak pidana korupsi, salah satunya adalah di perizinan,”
katanya pada saat melakukan peninjauan di Pemkab Bekasi, sebagaimana
diberitakan Antara (23/10).
Soni menjelaskan tindak pidana korupsi sebenarnya dapat dicegah melalui
transparansi anggaran serta reformasi di bidang pelayanan dengan
berbasis Informasi Teknologi (IT).
“Dengan transparansi semua orang bisa melakukan kontrol. Posisi izin saat
ini sampai di mana, masalahnya dimana, jadi semua bisa akses. Jadi kata
kuncinya transparansi dan mereformasi,” katanya.
Pelayanan berbasis IT khususnya di perizinan menurut Soni juga diyakini
dapat memudahkan dan memangkas waktu.
“Yang tadinya sebulan bisa jadi seminggu. Dan yang seminggu bisa
menjadi tiga hari. Jadi makin pendek (proses perizinan) makin baik dan
makin transparan. Tapi kalau tertutup enggak bisa kontrol,” katanya.
Soni menambahkan pembenahan sistem, perbaikan organisasi, serta
perilaku individual kepemimpinan juga turut dapat mencegah terjadinya
kasus serupa di Kabupaten Bekasi.
“Pembenahan sistem tersebut meliputi e-budgeting, e-planning dan
lainnya. Perbaikan organisasi dibuat makin ramping. Kalau individual
kepemimpinan kita selalu memberikan pembinaan antikorupsi,” katanya.
Yang terpenting baginya saat ini adalah memastikan fungsi pemerintahan
berjalan dengan normal seperti sebelumnya.
“Saya ingin ada semangat baru pasca OTT di Kabupaten Bekasi,” katanya.
Sebab biasanya fenomena yang muncul pasca OTT di suatu daerah adalah
kelesuan kerja aparatur pemerintah setempat. Untuk itu pendampingan
pihaknya ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat baru dan
membuat tata kelola pemerintahan menjadi lebih baik.
“Apalagi seperti yang terjadi di Kota Malang. Makanya di Kabupaten Bekasi
perlu diubah agar semangat kembali,” katanya.
Sumber:
https://www.gatra.com/rubrik/nasional/pemerintahan-daerah/358005-
Birokrasi-di-Bekasi-Beri-Peluang-Terjadinya-Korupsi-Gratifikasi-dan-
Suap

102
BAB VIII

Lampiran 6: Faktor Penyebab Korupsi (Politik, ekonomi, gaya


hidup, dan sikap masyarakat)

Tiga Faktor Kepala Daerah Kerap Korupsi Versi ICW

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali


menciduk kepala daerah menjelang perhelatan Pilkada serentak 2018.
Kali ini, Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae terjaring
operasi tangkap tangan (OTT).
Marianus ditangkap karena diduga menerima suap terkait proyek-proyek
di Kabupaten Ngada. Total, dia menerima Rp4,1 miliar. Duit diduga suap itu
diperkirakan untuk keperluan kampanye dia sebagai calon dalam Pilgub
NTT 2018.
Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia
Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, maraknya kepala daerah
mengeruk duit korupsi dilatari sejumlah faktor.
“Korupsi kepala daerah disebabkan tiga hal,” ujar Donal kepada
CNNIndonesia.com, Senin (12/2).
Faktor pertama, perilaku buruk partai politik yang belum berubah
mengakibatkan biaya politik menjadi sangat mahal. Perilaku buruk itu salah
satunya persyaratan mahar bagi siapa pun yang ingin maju mencalonkan
diri.
Alhasil, karena biaya politik atau mahar ini, calon yang memenangkan
pemilu akan ‘dipaksa’ mengembalikan modal politiknya, misalnya dengan
berperilaku korup. Ini yang menyebabkan korupsi tidak kunjung tuntas.
“Kedua, perilaku kepala daerah yang koruptif, bergaya hidup mewah,” ujar
Donal.
Faktor ketiga yang juga turut berperan membuat kepala daerah korup,
yakni perilaku masyarakat yang apatis. “Misalnya meminta uang kepada
calon kepala daerah agar dipilih,” kata Donal.
“Akumulasi tiga hal tersebut yang membuat korupsi kepala daerah terjadi
terus menerus,” ucap Donal menambahkan.
Sebelum Marianus, KPK sebelumnya sudah menangkap tangan dua kepala
daerah yang disinyalir menggunakan duit suap untuk kepentingan maju
dalam Pilkada.
Pada 3 Februari 2018, KPK menciduk Bupati Jombang (Jawa Timur) Nyono
Suharli. Nyono diduga menerima suap Rp275 juta terkait pengamanan
jabatan kepala dinas kesehatan definitif Pemkab Jombang.
KPK menduga sebanyak Rp50 juta dari total suap itu digunakan Nyono
untuk iklan di media lokal terkait Pilkada Kabupaten Jombang 2018.
Jauh sebelumnya, yakni pada 29 Agustus 2018, KPK juga menangkap
Bupati Tegal (Jawa Tengah), Siti Mashita Soeparno. Siti diduga menerima
suap Rp5,1 miliar terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD

103
BAB VIII

Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemkot Tegal tahun


2017.
KPK menduga Siti mengumpulkan duit dari suap untuk keperluan
mencalonkan diri di Pilkada Kota Tegal 2018 bersama rekannya, Amir Mirza
Hutagalung. (pmg)
Sumber:
https://www.cnnIndonesia.com/nasional/20180212161920-12-275656/
tiga-faktor-kepala-daerah-kerap-korupsi-versi-icw

Lampiran 7: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/
corruption-perception-index-cpi

104
BAB VIII

Lampiran 8: Evaluasi Refleksi Perkuliahan


Aspek yang di Nilai Skor/
No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menanggapi bentuk-bentuk faktor internal penyebab
korupsi dalam menjawab tantangan wawasan nusantara.
2. Kemampuan mengkritik bentuk-bentuk faktor internal penyebab
korupsi dalam menjawab tantangan wawasan nusantara.
3. Kemampuan memberikan argumentasi mengenai bentuk-bentuk
faktor internal penyebab korupsi dalam menjawab tantangan
wawasan nusantara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100 )
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

Lampiran 9: Evaluasi Rencana Tindak Lanjut Mahasiswa

Aspek yang di Nilai Skor/


No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7

105
BAB VIII

8
9
10
dst

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menghayati peran sebagai salah satu penyidik tindak
pidana korupsi dengan memberikan penjelasan “andai aku menjadi
Arman?”
2. Kemampuan mengamalkan perilaku yang menjauhi faktor
penyebab tindak pidana korupsi sebagai tantangan pembentukan
wawasan nusantara.
3. Kemampuan merespon perilaku-perilaku yang mendekati
penyebab korupsi sebagai tantangan pembentukan wawasan
nusantara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100 )
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

Lampiran 10: Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa

Aspek yang di Nilai Skor/


No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

106
BAB VIII

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan mengidentifikasi faktor-faktor eksternal penyebab
korupsi sebagai tantangan pembentukan wawasan nusantara.
2. Kemampuan mengamalkan dengan memberikan contoh aksi
perilaku untuk mencegah faktor-faktor penyebab eksternal
perilaku korupsi.
3. Kemampuan merespon bentuk contoh aksi dalam mencegah
faktor-faktor penyebab eksternal perilaku korupsi.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100 )
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

107
g
Asin
ra
ega
N

ng
ra Asi
ga
Ne

Negara Asing

Neg
ara A
sing

BAB IX:
DAMPAK MASIF KORUPSI
TERHADAP PERTAHANAN
DAN KEAMANAN
BAB IX

A. Tujuan Pembelajaran
Mengungkap dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan
keamanan

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk dampak masif korupsi
terhadap pertahanan dan keamanan.
Mahasiswa mampu menganalisis dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
Mahasiswa mampu menyajikan dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Cooperative Learning
Picture and Picture melalui The Power of Two

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber pembelajaran:
a. Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi. (2018). Pendidikan
Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
b. Tim Spora Communication. (2014). Semua Bisa Ber-Aksi (Panduan
Memberantas Korupsi dengan Mudah dan Menyenangka).
Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Koupsi.
Media Pembelajaran:
Infografis tentang Bahaya dan Dampak Korupsi
https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/
infografis (Lampiran 1)

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan awal (5 menit)
a. Sebelum mengawali perkuliahan, mahasiswa membacakan doa
terlebih dahulu.

111
BAB IX

b. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menguraikan materi


sebelumnya. Dosen berupaya menggali pengetahuan awal
siswa mengenai pertahanan dan keamanan Indonesia dengan
memberikan pertanyaan “Seberapa kuat pertahanan dan
keamanan Indonesia?” “Siapa atau lembaga apa sajakah
yang dapat mendukung kuatnya pertahanan dan keamanan
Indonesia?”
c. Mahasiswa diajak untuk memiliki Semangat Melawan Korupsi
melalui menggali 10 potensi yang dimiliki oleh Indonesia agar
tidak korupsi dengan mengkaji gambar dalam https://aclc.kpk.
go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/10-potensi-
Indonesia-bisa-makmur. (Lampiran 2)
Kegiatan inti (30 menit)
a. Mahasiswa melihat video berjudul yang disajikan oleh dosen
“Korupsi 24 Jam” https://www.youtube.com/watch?v=zMGdj3L-
t3Ug.
b. Mahasiswa menuliskan pendapatnya masing-masing mengenai
gambar yang disajikan oleh dosen.
c. Mahasiswa mencari pasangan dan bertukar jawaban satu sama
lain untuk membahas berkaitan dengan gambar yang telah
disajikan oleh dosen.
d. Setelah mahasiswa bertemu dan berdiskusi dengan pasangannya,
mahasiswa membuat analisis baru tentang gambar tersebut.
e. Setelah selesai menulis analisis tersebut, beberapa mahasiswa
mempresentasikan hasil analisis terhadap gambar tersebut.
Kegiatan penutup (15 menit)
a. Mahasiswa bersama dosen melakukan refleksi perkuliahan
terhadap bahaya korupsi dan dampaknya terhadap pertahanan
dan keamanan. Dengan menganalisis hal-hal di bawah ini:
1. Bagaimanakah pendapat Saudara bahwa Indonesia dapat
menjadi negara yang makmur, namun potensi makmurnya
dalam pertahanan dan keamanan terhalangi oleh korupsi
dengan fakta-fakta yang ada dalam buku “Semua Bisa
Beraksi”?
2. Bagaimanakah pendapat Saudara bahwa pertahanan dan
keamanan dapat terpengaruh juga oleh korupsi berdasarkan
fakta di dalam buku “Semua Bisa Beraksi”?
3. Ekspresikanlah sikap dan perasaan Saudara terhadap
kerugian yang diakibatkan ulah koruptor dalam pertahanan
dan keamanan melalui puisi/gambar/tulisan!
b. Mahasiswa diminta membuat tulisan sebagai Rencana Aksi

112
BAB IX

Mahasiswa setelah mempelajari Lampiran 3 artikel “lemahnya


wilayah perbatasan jadi perhatian pemerintah”. Kemudian
menuliskan hal di bawah ini:
“Apa yang akan saya lakukan untuk menjaga pertahanan dan
keamanan negara Indonesia dari dampak korupsi?”
c. Mahasiswa menjawab pertanyaan tes tertulis sebagai penguat
pengetahuan mahasiswa mengenai dampak masif korupsi
terhadap pertahanan dan keamanan.

G. Uraian Materi
Dampak Masif Korupsi Terhadap Pertahanan dan Keamanan
Dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan keamanan meliputi:
Kerawanan Hankamnas karena Lemahnya Alutsista dan SDM
Pada saat ini banyak sekali media yang mengungkapkan bahwa
negara lain begitu mudah menerobos batas wilayah Indonesia, baik
dari darat, laut, maupun udara. Hal ini memberikan gambaran bahwa
Indonesia masih lemah dalam alutsista dan SDM.
Penguatan alutsista dan SDM pastinya membutuhkan anggaran
negara yang sangat banyak. Dewasa ini, anggaran-anggaran yang
seharusnya digunakan untuk penguatan alutsista dan SDM ternyata
dikorupsi oleh beberapa koruptor. Hal ini menyebabkan lemahnya
alutsista dan SDM Indonesia yang berdampak pada timbulnya
kerawanan terhadap pertahanan dan keamanan Indonesia.
Lemahnya Garis Batas Negara
Negara Indonesia merupakan negara yang dalam berbagai wilayah
baik daratan maupun perairan posisinya berbatasan dengan banyak
negara, seperti; Malaysia, Singapura, Cina, Philipina, Papua Nugini,
Timor Leste dan Australia. Kawasan perbatasan negara merupakan
manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang mempunyai
peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan,
pemanfaatan sumber daya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah
(Bangun, 2017). Masalah perbatasan memiliki dimensi yang kompleks
meliputi faktor krusial yang terkait di dalamnya seperti yurisdiksi dan
kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan
(Bangun, 2017).
Berbagai macam kasus muncul berkaitan dengan wilayah-wilayah
perbatasan, salah satunya warga Indonesia yang cenderung lebih
dekat dengan negara tetangga seperti Malaysia karena mereka
berpikiran Malaysia lebih memberikan kemudahan untuk mereka dalam

113
BAB IX

menjalankan aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu


wilayah tapal batas ini sangat rawan terhadap berbagai penyelundupan
barang-barang ilegal dari dalam dan luar negeri, seperti; bahan bakar,
bahan makanan, elektronik, sampai penyelundupan barang-barang
terlarang seperti; narkotika dan senjata dan amunisi gelap. Selain itu
juga sangat rawan terjadinya human trafficking, masuk dan keluarnya
orang-orang yang tidak mempunyai izin masuk ke wilayah Indonesia
atau sebaliknya dengan berbagai alasan. Apabila kekayaan Indonesia
tidak dikorupsi oleh koruptor maka dapat kiranya kita membangun
daerah perbatasan sehingga menjadi negara makmur.
Menguatnya Sisi Kekerasan dalam Masyarakat
Kemiskinan yang merajalela pada kehidupan masyarakat
mengakibatkan menguatnya rasa sensitif di masyarakat. Korupsi
yang mengakibatkan kemiskinan menjadi semakin kuat di Indonesia
karena berbagai macam dana negara yang seharusnya dinikmati
oleh masyarakat digunakan oleh para koruptor untuk kepentingan
pribadinya. Akibatnya munculah berbagai macam tindakan kekerasan
di masyarakat.

H. Evaluasi

1. Evaluasi Tertulis
b. Bagaimana pendapat Saudara mengenai lemahnya alutsista
dan SDM sebagai dampak korupsi terhadap pertahanan
dan keamanan negara Indonesia?
c. Bagaimana pendapat Saudara mengenai lemahnya garis
batas negara Indonesia sebagai dampak korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan negara Indonesia?
d. Bagaimana pendapat Saudara mengenai menguatnya
sisi kekerasan dalam masyarakat sebagai dampak korupsi
terhadap pertahanan dan keamanan negara Indonesia?
2. Evaluasi Refleksi Perkuliahan (Lampiran 5)
3. Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa (Lampiran 6)

114
BAB IX

I. Lampiran-lampiran
Lampiran 1: Infografis Dampak Korupsi Bagi Pertahanan Keamanan
Negara

Sumber: https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/
infografis

115
BAB IX

Lampiran 2: 10 Potensi Indonesia Bisa Makmur Tanpa Korupsi

Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/10
-potensi-Indonesia-bisa-makmur

Lampiran 3: Artikel “Lemahnya Wilayah Perbatasan Jadi Perhatian


Pemerintah”

“Lemahnya Pengawasan Wilayah Perbatasan Jadi Perhatian


Pemerintah”

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai negara yang di dalamnya terdapat


sekitar 17.504 pulau, Indonesia dinilai belum memiliki sistem pengawasan
yang baik, khususnya di wilayah perbatasan.
Dalam rapat koordinasi pengendalian pengelolaan perbatasan negara
yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2017) kemarin,
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menekankan pentingnya penguatan

116
BAB IX

pengawasan di wilayah perbatasan.


Menurut Tjahjo, peredaran narkoba, senjata, dan masuknya tenaga kerja
asing ilegal kerap memanfaatkan lemahnya penjagaan.
“Kuncinya kan pertahanan negara di perbatasan. Jangan sampai narkoba
lolos, Warga Negara Asing (WNA) masuk tanpa kontrol. Banyak jalan tikus
di perbatasan untuk peredaran narkoba dan senjata,” ujar Tjahjo.
Oleh karena itu, rencana pemerintah yang ingin membangun wilayah
perbatasan guna meningkatkan taraf ekonomi warga di sana bisa jadi sia-
sia jika tanpa diiringi kesiapan sistem pengawasan yang baik.
Minim penjagaan
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan Wiranto mengatakan, perlunya pelibatan TNI dalam
pengelolaan wilayah perbatasan.
Menurut Wiranto, Indonesia memiliki daerah perbatasan terpanjang kedua
setelah Kanada, yakni 99.000 kilometer. Namun, kawasan perbatasan di
Indonesia minim penjagaan.
“Maka tugas baru TNI membangun sistem pertahanan. Caranya dengan
memindahkan tentara yang berpusat di Pulau Jawa,” ujar Wiranto.
Selain itu, pengiriman personel TNI ke daerah guna mengubah pola
penyebaran tentara yang selama ini cenderung terpusat di Pulau Jawa.
Sementara itu, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan
HAM Ronny F Sompie mengatakan, dari sisi infrastruktur dan peralatan,
pihaknya sudah siap untuk melakukan penguatan pengawasan di daerah
perbatasan.
“Masalah peralatan sudah siap, tinggal dicocokkan dengan jalur listrik dan
TI-nya. Jika sudah terpasang akan dioperasikan,” ujar Ronny.
Namun yang jadi persoalan, kata Ronny, hingga saat ini jumlah sumber
daya manusia untuk meng-cover seluruh wilayah perbatasan belum
terpenuhi.
Menurut dia, perlu sekitar 8.000 pegawai yang siap ditempatkan di Pos
Lintas Batas Negara (PLBN).
“SDM dari Ditjen Imigrasi belum sampai 8.000 se-Indonesia. Padahal kami
harus melayani segala kebutuhan PLBN. Kalau menggunakan outsourcing
bisa bermasalah terkait moratorium,” kata dia.
Oleh karena itu, Ronny mengusulkan agar prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI) yang akan pensiun diperbantukan sebagai pegawai PLBN.
“Solusinya bisa alih status prajurit TNI terkait usia pensiun. Saat ini kan
hanya Letkol ke atas saja yang bisa alih status. Prajurit pangkat apapun
yang akan pensiun di umur 53 tahun bisa ditawarkan alih status menjadi
PNS,” ujar Ronny.

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2017/01/18/08270921/lemah-
nya.pengawasan.
Penulis : Fachri Fachrudin

117
BAB IX

Lampiran 4: Instrumen Penilaian


No Kriteria Jawaban Skor
Mampu menjelaskan lemahnya alutsista dan SDM sebagai
Maksimal
1 dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan
30
negara Indonesia
Mampu menjelaskan lemahnya garis batas Negara
Maksimal
2 Indonesia sebagai dampak korupsi terhadap pertahanan
30
dan keamanan negara Indonesia
Mampu menjelaskan menguatnya sisi kekerasan dalam
Maksimal
3 masyarakat sebagai dampak korupsi terhadap pertahanan
40
dan keamanan negara Indonesia
Jumlah 100

Lampiran 5: Evaluasi Refleksi Perkuliahan


Aspek yang di Nilai Skor/
No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menghayati bahwa Indonesia dapat menjadi negara
yang makmur, namun potensi makmurnya dalam pertahanan dan
keamanan terhalangi oleh korupsi.
2. Kemampuan menghayati bahwa pertahanan dan keamanan dapat
terpengaruh juga oleh korupsi.
3. Kemampuan menghayati kerugian yang diakibatkan ulah koruptor
dalam pertahanan dan keamanan.

118
BAB IX

Skor: Jumlah Skor:


• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik (85-100)
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

Lampiran 6: Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa

Aspek yang di Nilai Skor/


No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan mengidentifikasi dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
2. Kemampuan mengamalkan dengan memberikan contoh aksi
perilaku untuk mencegah dampak masif terhadap pertahanan dan
keamanan.
3. Kemampuan merespon bentuk contoh aksi dalam mencegah
dampak masif terhadap pertahanan dan keamanan.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik (85-100)
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

119
BAB X:
Penutup
BAB X

Penutup

Insersi Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah sebuah keniscayaan. Secara
imperatif, penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di perguruan tinggi
memiliki landasan hukum yang kuat, sebagai salah satu kewenangan KPK,
yaitu upaya penindakan dan pencegahan budaya korupsi, di samping
kewenangan-kewenangan lain yang menjadi tugas pokoknya.
Merujuk pada Instruksi Presiden RI Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, pemerintah melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi pada tanggal 30 Juli 2012 telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor
1016/E/T/2012 kepada seluruh Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi
Swasta (Kopertis Wilayah I sampai dengan wilayah XII), dengan perihal Surat
Edaran tentang Implementasi Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi yang
ditegaskan dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di
Perguruan Tinggi. yang wajib dilaksanakan.
Pendidikan Antikorupsi di perguruan tinggi bertujuan untuk memberikan
pengetahuan yang cukup kepada mahasiswa tentang seluk-beluk korupsi dan
pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Tujuan jangka
panjangnya adalah menumbuhkan budaya antikorupsi di kalangan mahasiswa
dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi bukanlah
pada upaya penindakan (yang merupakan kewenangan institusi penegak
hukum), melainkan lebih pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut
membangun budaya antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan
dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan
antikorupsi di masyarakat. Karena itu, pendekatan yang dapat digunakan
untuk Pendidikan Antikorupsi di perguruan tinggi adalah pendekatan budaya
pendekatan budaya (cultural approach).
Pendekatan budaya dalam Pendidikan Antikorupsi dilakukan dengan
membangun dan memperkuat sikap antikorupsi individu melalui pendidikan
dalam berbagai cara dan bentuk. Pendekatan ini cenderung membutuhkan
waktu yang lama untuk melihat keberhasilannya, biaya tidak besar (low-
cost), tetapi hasilnya akan berdampak jangka panjang (long lasting). Melalui
pendekatan budaya ini, mahasiswa akan dibekali dengan dengan pengetahuan
yang cukup tentang seluk-beluk korupsi dan pemberantasannya. Tidak kalah
penting, adalah mahasiswa dibekali untuk dapat berperan aktif, mahasiswa

123
BAB X

harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi dalam


kehidupan sehari-hari.
Pendekatan budaya dalam menanamkan sikap antikorupsi dapat dilakukan
pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan melalui penyisipan materi.
Materi-materi Pendidikan Antikorupsi dapat disisipkan (insersi) ke dalam
materi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Materi-materi antikorupsi
dapat dipilih, disesuaikan, dan disisipkan ke dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
Buku ini menguraikan secara garis besar alternatif materi-materi pilihan
yang dapat disisipkan pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Secara rinci, Bab 1 telah memberikan bekal konseptual tentang urgensi insersi
Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan,
termasuk matriks materi Pendidikan Antikorupsi yang dapat disisipkan
pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Bab 2 telah menguraikan
penguatan nilai-nilai antikorupsi sebagai identitas nasional Indonesia. Bab
3 telah menguraikan belajar semangat integrasi nasional dari para tokoh
bangsa. Bab 4 telah menguraikan semangat kerja keras dan kesederhanaan
dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi. Bab 5 telah
menguraikan penguatan nilai-nilai kemandirian, keberanian, keadilan sebagai
argumen untuk membangun keharmonisan antara kewajiban dan hak negara
- warga negara di bidang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
Bab 6 telah menguraikan Implementasi nilai-nilai antikorupsi dalam proses
demokrasi dalam bidang politik, pemerintahan dan kehidupan sehari-hari.
Bab 7 telah menguraikan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.
Bab 8 telah menguraikan faktor-faktor penyebab korupsi sebagai tantangan
pembentukan wawasan nusantara. Bab 9 telah menguraikan dampak masif
korupsi terhadap pertahanan dan keamanan.
Buku Panduan Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Pendidikan
Kewarganegaraan ini diharapkan dapat menjadi alternatif penguatan
Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi. Harapannya adalah bahwa
mahasiswa tidak hanya dibekali dengan pengetahuan antikorupsi tetapi juga
dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai antikorupsi. Mahasiswa
tidak hanya belajar di ruang kelas, tetapi juga terbiasa untuk bertindak
antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat. Dengan
demikian, buku ini dapat menjadi alternatif bagi para praktisi dan penggiat
antikorupsi terutama bagi dosen/tutor pengampu mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.

124
DAFTAR PUSTAKA

Adam, A. W. (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Perilaku dan


Peristiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Anderson, B. (1988). Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa


1944-1946. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Backhaus, J., Breukers, S., Paukovic, M., Mourik, R., & Mont, O. (2011). Sustainable
Lifestyles: Today’s Facts & Tomorrow’s Trends. Wuppertal. Germany.

Bangun, B. H. (2017). Konsepsi dan pengelolaan wilayah perbatasan negara : Perspektif


hukum internasional. Tanjungpura Law Journal, 1(1), 52–63.

Dzulfikriddin, M. (2010). Konsepsi dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara:


Perspektif Hukum Internasional. Bandung: Mizan. Diambil dari https://books.
google.co.id/books?id=T1VoE-YgYD0C&redir_esc=y

Ikeno, N. (2007). On Clarification of the Role and Function of Citizenship Education in


Democratic Societies. In 3rd CitiZED International Confrence on Citizenship and
Democratic Education (hal. 12). Sidney: 3rd CitiZED International Confrence on
Citizenship and Democratic Education.

Lee, W. O., Grossman, D. L., Kennedy, K. J., & Fairbrother, G. P. (Ed.). (2004). Citizenship
Education in Asia and the Pacific. Concepts and Issues (CERC Studi). Hong
Kong, China: Springer.

Luth, T. (1999). M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani.

Ma’mur, I. (1995). Abul Aclâ Mawdudi’S and Mohammad Natsir’s Views on Statehood: A
Comparative Study. McGill University.

Mukhamad Unggul Wibowo, Djoko Suryo, D. S. (2017). Internalisasi Nilai-nilai Kejuangan


Jenderal Soedirman dalam Pendidikan Karakter di SMA Taruna Nusantara.
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Foundasi dan Aplikasi, 5(2), 132–139.

Murdiono, M., Wahab, A. A., & Maftuh, B. (2014). Building a Global Perspective of Young
Citizens Having. Jurnal Pendidikan Karakter, 4(2), 148–159.

Nasar, F. (2015). Ki Bagus Hadikusumo, Penggagas Landasan Ketuhanan. Diambil


11 November 2018, dari https://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/ki-
bagus-hadikusumo-penggagas-landasan-ketuhanan

Pamungkas, A. J. (2018). Mengenang Mosi Integral Mohammad Natsir. Diambil


11 November 2018, dari https://www.hidayatullah.com/artikel/mimbar
read/2018/04/04/139648/mengenang-mosi-integral-mohammad-natsir.html

Print, M. (1999). Introduction civic education and civil society in the Asia-Pacific. In M.
Print, J. Ellickson-Brown, & A. R. Baginda (Ed.), Civic Education for Civil Society
(hal. 9–18). London: ASEAN Academic Press.

Røpke, I. (2009). The Role of Consumption in Global Warming: An Ecological Economic


Perspective. Anthology on Global Warming. . Routledge.
DAFTAR PUSTAKA

Ryandi, D. (2018, April 3). Mengenang Mosi Integral Natsir, Pencetus Proklamasi Kedua
NKRI. Jawa Pos.

Sardini, N. H. (Ed.). (2016). 60 Tahun Jimly Asshiddiqie: Sosok, Kiprah, dan Pemikiran
Jakarta: Yayasan Obor.

Tanthowi, P. U. (2015). Ki Bagus Hadikusumo dan Dasar Negara Pancasila. Diambil 11


November 2018, dari https://news.detik.com/kolom/3066703/ki-bagus-
hadikusumo-dan-dasar-negara-pancasila

Taufiq Pasiak. (2012). Antara ‘Tuhan Empirik’ dan Kesehatan Spiritual. In Taufiq Pasiak
(Ed.), book section. Yogyakarta: Centre for Neuroscience, Health and Spirituality
[C-NET].

Tim Buku Tempo. (2011). Natsir: Politik Santun di Antara Dua Rezim. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia bekerja sama dengan Majalah TEMPO.

Tim KPK. (2014). Saujana: Di antara Pilihan. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Koupsi.

Waryani Fajar Riyanto. (2012). Implementasi Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam


Penelitian Tiga (3) Disertasi Dosen UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta: Lembaga
Penelitian UIN Sunan Kalijaga.

Zhang, Y., Deng, J., Majumdar, S., & Zheng, B. (2009). Globalization of Lifestyle: Golfing
in China. In H. Lange & L. Meier (Ed.), The new middle classes: Globalizing
lifestyles, consumerism and environmental concern (hal. 143–158). London and
New York: Springer. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-9938-0

Daftar
Pustaka
GLOSARIUM

GLOSARIUM

Budaya Politik : merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam


(Political Heritage) kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi
negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan
yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap
harinya.

Bangsa : Suatu masyarakat solidaritas dalam skala besar yang


disebabkan oleh pengorbanan yang telah diberikan
pada masa lalu dan bersedia berkorban untuk masa
depan.

Bangsa Indonesia : Suatu kesatuan sosial yang terdiri dari berbagai suku
bangsa yang mendiami wilayah negara kesatuan
republik Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia.

Civil Society : Suatu masyarakat yang beradab dalam membangun,


menjalani, dan memaknai kehidupannya. Kata madani
sendiri berasal dari bahasa arab yang artinya civil atau
civilized (beradab).

Demokrasi : Kekuasaan atau pemerintahan ada di tangan rakyat.


Kekuasaan atau pemerintahan tertinggi berada di
tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka
atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan bebas.

extra ordinary crime : Kejahatan luar biasa.

Hak Warga Negara : Sesuatu yang dapat dimiliki oleh warga negara dari
negaranya, disebut juga hak konstitusional warga
negara (citizen’s constitutional right).

Identitas nasional : Manisfestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan


berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa
dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas
tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam
kehidupannya.

Integrasi nasional : Usaha dan proses mempersatukan perbedaan


perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga
terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.
GLOSARIUM

GLOSARIUM

Keamanan Nasional : Menunjuk ke kebijakan publik untuk memastikan


keselamatan dan keamanan negara melalui penggunaan
kuasa ekonomi dan militer dan penjalanan diplomasi,
baik dalam damai dan perang.

Kesejahteraan Sosial : Kesejahteraan sebuah masyarakat. dalam ekonomi,


pendayagunaan orang yang dianggap dalam sebuah
kesatuan.

Kewajiban Warga Negara : Sesuatu yang harus dilakukan oleh warga negara.
Kewajiban warga negara ditetapkan oleh konstitusi atau
perundang-undangan.

Kewarganegaraan : Segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga


negara.

Konstitusi : Peraturan tertulis, kebiasaan, dan konvensi-konvensi


kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan
susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur
hubungan antara organ-organ negara itu, dan mengatur
hubungan organ-organ negara ter¬sebut dengan warga
negara.

Negara : Suatu organisasi kekuasan dari sekelompok atau


beberapa kelompok manusia yang bersama-sama
mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui adanya
satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta
keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok
manusia tersebut.
Sesuatu yang dapat dimiliki oleh warga negara dari
negaranya, disebut juga hak konstitusional warga
negara (citizen’s constitutional right).

Pemerintahan : Organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan


menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah
tertentu.

Pendidikan : Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk


Kewarganegaraan mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan
kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi
adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling
menjamin hak-hak warga masyarakat.
GLOSARIUM

GLOSARIUM

Penegakan Hukum : Proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya


norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Perekonomian Nasional : Sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk


mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik
kepada masyarakat.

Pertahanan Nasional : Segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan


negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan
keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Politik : Usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan


kebaikan bersama.

Rule of Law : Prinsip hukum yang menyatakan bahwa hukum harus


memerintah sebuah negara dan bukan keputusan
pejabat-pejabat secara individual.

Tokoh Bangsa : Pelaku-Pelaku dalam kehidupan bernegara yang


memiliki watak atau karakter kebangsaan.

Wawasan Global : Suatu proses yang dirancang untuk mempersiapkan


kemampuan dasar intelektual guna memasuki kehidupan
yang bersifat kompetitif sehingga mampu dipergunakan
dengan baik.

Wawasan Nusantara : Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia untuk


mengenali diri dan lingkungannya yang serba beragam
dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan
dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta
menghormati kebhinnekaan dalam setiap aspek
kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
INDEKS

INDEKS

A E
Abdul Kahar Muzakkir, 46 Etos kerja, 26, 76
Abikoesno Tjokrosoejoso, 46 Extra ordinary crime, 10
Adil, 8, 26, 75, 76 Extra ordinary effort, 10
Administrasi Publik, 8
Agus Salim, 34, 46 F
Ahmad Soebardjo, 46
Ahmad Syafii Ma’arif, 31 Frans Kaisiepo, 44, 45, 49

B G
Baharuddin Lopa, 33, 34, 54, 61 Gatot Soebroto, 44, 45, 49
Bahasa negara, 16 Geopolitik, 8
Bela negara, 19 Global society, 8
Bendera negara, 16
Berani, 14, 26, 27, 66, 75 H
Bhinneka Tunggal Ika, 17
Budaya antikorupsi, 1, 9, 126 Hak Asasi Manusia, 12, 76
Budaya politik, 8 Hak negara, 17, 66, 67, 127
Bung Hatta, 25, 28 Hak-hak sipil, 9
Buya Syafii Ma’arif, 24, 25, 37 Hoegeng Imam Santoso, 54, 59, 60
Hoegeng Iman Santoso, 34
Humanity, 8
C
Cinta tanah air, 2 I
Citizenship education, 8
Civic education, 8 Identitas nasional, 16, 17, 24, 33, 127
Civil society, 8 Ikeno, 8
Indonesia, 1, 2, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 24,
27, 28, 34, 44, 45, 46, 47, 57, 58, 59,
D 66, 74, 75, 84, 86, 97, 106, 114, 115, 116,
Demokrasi, 8, 9, 17, 18, 68, 74, 75, 76, 77, 121, 122, 126, 127,
126 Insersi, 1, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 126
Dewan Perwakilan Daerah, 18, 57 Integrasi nasional, 17, 44, 45, 49, 126, 127
Dewan Perwakilan Rakyat, 18 Internalisasi, 14, 15
Disiplin, 26, 56, 76, Isa AS, 14
Djuanda, 44, 45, 49
DPD, 57, 58 J
DPR, 57, 58, 85
Jujur, 26, 34, 35, 37, 38, 56, 61, 75, 76
INDEKS

INDEKS

K Muhammad SAW, 14
Muhammadiyah, 37 , 46
K.H. Hasyim Asy’ari, 44, 45, 49 Mukti Ali, 14
Kasman Singodimedjo, 46 Multidisiplin, 13, 14
Keadilan, 66, 67, 68, 90, 127 Murdiono, 8
Keberanian, 17, 66, 67, 68, 127
Kedaulatan rakyat, 17, 76, 77
Kejahatan luar biasa, 10 N
Kemandirian, 66, 67, 68, 127 Nilai antikorupsi, 1, 9, 14, 15, 24, 25, 26, 33,
Kemanusiaan, 8 54, 56, 74, 76, 77, 126
Kepulauan nusantara, 19 Norma, 8, 12, 98, 99, 105
Kerja keras, 14, 26, 27, 54, 56, 58, 75, 127
Ketahanan nasional, 19
Kewajiban konstitusional, 8
P
Ki Bagus Hadikusumo, 44, 45, 46, 47, 49 Pancasila, 1, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 18, 45
Ki Hadjar Dewantara, 34 Paralelisasi, 14
Konstitusi, 8, 9, 17, 54, 55, 56, 57, 68, 127 Partisipasi, 8, 14, 76, 77
Korupsi, 1, 9, 10, 11, 12, 24, 28, 34, 56, 59, Peduli, 14, 26, 27, 75, 98, 99
66, 67, 75, 84, 85, 87, 88, 90, 96, 97, Pemerintahan, 8, 9, 29, 36, 57, 58, 66, 68,
98, 99, 100, 102, 103, 104, 108, 114, 115, 75, 76, 78, 88, 105, 127
116, 117, 121, 122, 126, 127 Pendidikan Antikorupsi, 1, 9, 10, 13, 14, 15,
16, 44, 54, 74, 96, 126
L Pendidikan kewarganegaraan, 1, 2, 8, 9,
10, 12, 13, 14, 15, 16, 24, 44, 85, 126, 127
Lagu kebangsaan, 17 Penegakan hukum, 18, 84, 85, 86, 87, 88,
Lambang negara, 17 90, 127
Pertahanan dan keamanan, 17, 19, 114, 115,
M 116, 117, 121, 122, 127
Political heritage, 8
Maftuh, 8 Proklamasi, 28, 46, 47
Mahkamah Agung, 57, 58
Mahkamah Konstitusi, 58, 84
Majelis Permusyawaratan Rakyat, 18, 57 R
Mandiri, 14, 26, 27, 75, 76, 77 R Soeprapto, 34
Masyarakat, 8, 24, 27, 35, 36, 37, 38, 55, Rasa kebangsaan, 1, 9
59, 67, 68, 76, 77, 86, 87, 103, 114, 116, Rule of law, 8
117, 121, 126, 127
Matriks insersi, 15
Mental korupsi, 9
S
Metode, 9, 14, 15 Saifuddin Zuhri, 34
Mohammad Hatta, 28, 33, 34, 44, 45, 49 Sayyed Hosein Nassr, 14
Mohammad Natsir, 24, 25, 29, 33, 34, 44, Sederhana, 14, 26, 27, 75, 76, 77
45, 46, 47, 48, 49 Sejarah, 8, 17, 34, 35, 46, 55, 56, 58
Mosi integral, 44, 47 Semboyan negara, 17
MPR, 11 , 46, 57 Sistem Pendidikan Nasional, 1, 8
INDEKS

INDEKS

Sjafruddin Prawiranegara, 34
Soedirman, 44, 45, 49
Soekarno, 34, 35, 44, 45, 46, 47, 49

T
Tanggung jawab, 14, 26, 27, 75, 76, 77
Tanggung jawab warga negara, 8
Teuku Mohammad Hasan, 46
Tindak pidana korupsi, 10, 11, 84, 85, 87,
97, 105
Tindakan pencegahan, 10
Tokoh bangsa, 24, 25, 33, 34, 44, 45, 46,
57, 58, 74, 84, 127
Transdisiplin, 10, 13

U
UUD 1945, 9, 46, 54, 57, 58, 59, 66, 67, 68

W
Wahab, 8
Wahid Hasyim, 46
Warga dunia, 8
Warga negara, 1, 8, 9, 15, 17, 66, 67, 77, 117,
119, 127
Wawasan global, 8
Wawawan nusantara, 19
Widodo Budidarmo, 34

Y
Yos Sudarso, 44, 45, 49
PENULIS

BIOGRAFI Penulis

Dikdik Baehaqi Arif, S.Pd., M.Pd.


Adalah dosen pada Program Studi PPKn FKIP
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan Asesor
Kompetensi bidang Penyuluhan Antikorupsi pada
Lembaga Sertifikasi Profesi 1 Ahmad Dahlan. Lahir di
Garut, 17 Januari 1982. Menyelesaikan pendidikan
tingkat Sarjana (2006) dan Magister (2008) pada
Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan di
Universitas Pendidikan Indonesia. Membina mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Landasan
dan Teori PPKn, Analisis Kurikulum dan Buku Teks
PPKn, Perencanaan Pembelajaran PPKn, Media
Pembelajaran PPKn, Keterampilan Mengajar, dan
Metode Penelitian PPKn.
E-mail: dikdikbaehaqi@ppkn.uad.ac.id.

Syifa Siti Aulia, S.Pd., M.Pd.


Adalah dosen tetap Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas
Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta Sejak tahun 2015.
Lahir di Kota Garut pada tanggal 26 Agustus 1989
anak dari pasangan Bapak Drs. H. Mahyar Suara,
S.H.,M.Hum dan Ibu Hj. Telly Noviasih, S.Pd, dan
Memiliki suami bernama Iqbal Arpannudin, M.Pd.
Bertempat tinggal di Dusun Tobratan RT 003 Desa
Wirokerten Kecamatan Banguntapan Kabupaten
Bantul. Masa pendidikan penulis diawali pada
tahun 1993-1994 di TK Darussalam Wanaraja
dilanjutkan pada tahun 1994–1995 di TK Pertiwi
Wanaraja, pada tahun 1995-1997 di SDN 1 Wanaraja pada tahun 1997–2001 berpindah
sekolah dasar di SDN Gentra Masekdas Tarogong Garut, tahun 2001–2004 di SMPN
1 Garut, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas tahun 2004–2007 di SMAN 1
Garut/ SMAN 11 Garut, dan pada tahun Tahun 2007-2011 terdaftar sebagai mahasiswa
FPIPS-UPI Bandung, Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kemudian
melanjutkan studi di tahun 2012-2015 di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan
Indonesia Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.
E-mail: syifasitiaulia@ppkn.uad.ac.id
PENULIS

Drs. Supriyadi, M.Si.


Adalah dosen tetap negeri dipekerjakan (DPK)
pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) FKIP Universitas Ahmad
Dahlan (UAD). Lahir pada 11 Oktober 1957 anak dari
pasangan Oerip Hadipurwanto dan Suyati di desa
Gebang, Kec. Gebang, Kab. Purworejo. Jenjang
pendidikan yang ditempuh, lulus SD Negeri
Tlogosono pada tahun 1970, melanjutkan ke SMP
Gebang lulus 1973 dan SMA Negeri Purworejo
lulus tahun 1976. Gelar Sarjana kependidikan nya
diperoleh pada jurusan Civics Hukum Fakultas
Pendidikan Ilmu Sosial (FPIPS) IKIP Yogyakarta
pada tahun 1986. Menyelesaikan program magister (S2) pada program studi Ilmu-ilmu
Sosial dengan Bidang Kajian Utama Sosiologi dan Antropologi pada PPS Universitas
Padjadajaran (UNPAD) lulus pada tahun 1999. Kini sedang menyelesaikan pendidikan
S3 pada program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pasca Sarjana
Universitas Negeri Semarang (UNNES).
E-mail: supriyadi902@yahoo.co.id

Anom Wahyu Asmorojati


Adalah dosen negeri dipekerjakan di Universitas
Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Lahir di
Yogyakarta, 17 November 1979 beralamatkan di
Plakaran Kidul, RT 01 Baturetno Banguntapan,
Bantul, Yogyakarta.
Penulis menempuh pendidikan Pendidikan
Strata 1 (S1) pada Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada tahun
2001, pendidikan S2 pada Program Pascasarjana
ilmu hukum Universitas Jayabaya, Pendidikan
S3 pada Program Doktor Ilmu Hukum bidang
Hukum Tata Negara Universitas Islam Bandung. Menjadi Dosen PNS pada Fakultas
Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Banten sejak tahun 2004,
kemudian menjadi dosen DPK pada Program Studi PPKN FKIP UAD sejak tahun 2013.
Penulis mengampu beberapa mata kuliah yang berkaitan dengan pengembangan
kelimuannya yakni Ilmu Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Ketenagakerjaan,
dan Hukum Tata Negara.
E-mail: anomwahyuasmorojati@gmail.com
ISBN: 978-602-52387-6-5

9 786025 238765

Anda mungkin juga menyukai