Diterbitkan oleh:
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
Gedung Merah Putih KPK
Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan 12920
http://www.kpk.go.id
ISBN: 978-602-52387-6-5
Pengarah:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Deputi Bidang Pencegahan KPK
Koordinator:
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
Tim Penulis:
Dikdik Baehaqi Arif, S.Pd., M.Pd.
Syifa Siti Aulia, S.Pd., M.Pd.
Drs. Supriyadi, M.Si.
Dr. Anom Wahyu Asmorojati, S.H., M.Hum.
Tim Supervisi:
Dr. Rina Ratih, M.Hum.
Dr. Suyadi, M.Pd.I.
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
Kata Pengantar
P uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya, sehingga
penyusunan buku Panduan Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terselesaikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas untuk melakukan
upaya pemberantasan korupsi, salah satunya melakukan Pedidikan Antikorupsi
pada setiap jejaring pendididikan. Penyusunan buku panduan ini merupakan
salah satu upaya KPK untuk menyediakan bahan ajar bagi para dosen
pengampu Pendidikan Antikorupsi. Selain dalam bentuk buku panduan, KPK
juga melakukan inovasi dan pengembangan bahan sebagai konsekuensi dari
Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti)
No 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di
Perguruan Tinggi. Media ajar tersebut antara lain komik, buku saku, film dan
juga permainan sehingga dosen dapat mengembangkan metode belajar yang
lebih menarik.
Adapun buku panduan ini bersifat umum dan memberikan gambaran
untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas yang mengondisikan mahasiswa
mendapatkan pengetahuan tentang antikorupsi dan internalisasi nilai-
nilai antikorupsi dalam kehidupan mereka. Mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki irisan yang cukup banyak dengan nilai-nilai
antikorupsi sehingga insersi atau sisipan muatan antikorupsi ke dalam mata
kuliah Pendidikan Pancasila atau Kewarganegaraan dapat memperkaya
pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang turut terlibat dalam penyusunan buku ini, baik kepada Tim Penulis
dari Universitas Ahmad Dahlan, Penelaah dan Tim Supervisi yang telah
mendedikasikan gagasan dan waktunya sehingga buku ini dapat tersajikan.
Memberantas korupsi membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan
kerjasama dari semua elemen bangsa demi mewujudkan indonesia yang maju
dan sejahtera. Panjang umur pemberantasan korupsi. Mahasiswa menentukan
masa depan bangsa.
Salam Antikorupsi!
01
DAFTAR ISI
05 21 41
BAB I BAB II BAB III
Insersi Pendidikan Penguatan Nilai-Nilai Belajar Semangat
Antikorupsi dalam Antikorupsi sebagai Integrasi Nasional
Mata Kuliah Pendidikan Identitias Nasional dari Para Tokoh Bangsa
Kewarganegaraan Indonesia
51 63 71
BAB IV BAB V BAB VI
Implementasi Nilai-Nilai
Semangat Kerja Keras Penguatan Nilai- Antikorupsi dalam Proses
dan Kesederhanaan Nilai Kemandirian, Demokrasi di Bidang
dalam Penyusunan, Keberanian, Keadilan Politik, Pemerintahan, dan
sebagai Argumen Kehidupan Sehari-Hari
Pelaksanaan dan untuk Membangun
Pengawasan Konstitusi Keharmonisan Antara
Kewajiban dan Hak
Negara - Warga Negara
di Bidang Perekonomian
Nasional dan
Kesejahteraan Sosial
02
DAFTAR ISI
g
in
As
ra
ga
Ne
g
Asin
gara
Ne
Negara Asing
Neg
ara A
sing
79 91 109
BAB VII BAB VIII BAB IX
Penegakan Hukum Faktor-Faktor Penyebab Dampak Masif Korupsi
dalam Pemberantasan Korupsi sebagai Terhadap Pertahanan
Korupsi Tantangan dan Keamanan
Pembentukan Wawasan
Nusantara
121
BAB X
Penutup
Daftar Isi
03
BAB I:
INSERSI PENDIDIKAN
ANTIKORUPSI
DALAM MATA
KULIAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
BAB I
07
BAB I
08
BAB I
09
BAB I
sekitar. Untuk dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan ini, maka para
mahasiswa perlu dibina dan diberi tentang antikorupsi melalui PAK.
Pemberian pengetahuan kepada mahasiswa melalui PAK di perguruan
tinggi, ada yang secara khusus pada satu mata kuliah PAK, ada juga yang
diinsersikan ke dalam mata kuliah tertentu melalui kajian nilai-nilainya atau dari
segi konten yang berdekatan, misalnya insersi melalui mata kuliah Pendidikan
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Insersi ini dimaksudkan agar
pengetahuan tentang kejahatan korupsi dapat dipahami dengan jelas oleh
para mahasiswa.
Insersi berasal dari bahasa Inggris yakni insertion yang berarti “penyisipan”.
Penyisipan maksudnya adalah menyisipkan mata kuliah PAK ke dalam mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Penyisipan ini pada prinsipnya tidak
mengubah esensi substansi materi Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi justru
menguatkan Pendidikan Kewarganegaraan dalam hal materi dan metode
pembelajarannya.
Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran di Perguruan Tinggi
memiliki landasan yuridis dalam Surat Edaran Kemendikbud No. 1016/E/T/
2012. Surat edaran ini merupakan tindak implementasi dari Instrukti Presiden
(Inpres) No. 55 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Serta
yang terbaru adalah sebagaimana tertuang dalam Serta Peraturan Menteri
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 33 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi.
Istilah “insersi” PAK dalam Surat Edaran No. 1016/E/T/ 2012 diturunkan
dari istilah “integrasi” Pendidikan Antikorupsi dalam Inpres No. 55 Tahun 2011.
Dengan demikian, insersi merupakan bagian dari integrasi. Dengan kata lain,
“integrasi” Pendidikan Antikorupsi penerapannya lebih luas, mencakup semua
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus bebas dari korupsi,
sedangkan insersi Pendidikan Antikorupsi scope nya terbatas pada wilayah
pendidikan, terutama Pendidikan Tinggi, khususnya Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Meskipun demikian, tidak ada larangan bagi akademisi
pada Pendidikan Tinggi yang mengintegrasikan PAK ke dalam pembelajaran
atau perkuliahan, tidak sebatas menginsersikan. Bahkan, bisa jadi akademisi
mengunakan kedua isilah ini “insersi” atau “integrasi” secara silih berganti
dengan maksud yang sama, meskipun aksentuasinya berbeda-beda.
Secara metodologis, baik insersi maupun integrasi memiliki landasan
paradigmatik dalam pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan atau
transdisipliner. Oleh karena itu, istilah-istilah tersebut perlu dijelaskan secara
terperinci. Akan tetapi, penjelasan ini bukan dimaksudkan sekadar mencari
perbedaan, melainkan agar pembaca yang budiman dapat memahami secara
tepat kapan dan dalam konteks apa istilah-istilah tersebut dapat digunakan.
10
BAB I
11
BAB I
Pendidikan
Pancasila
Interdisiplin dan atau Insersi Pendidikan Multidisiplin
Pendidikan Antikorupsi
Kewarganegaraan
Transdisiplin
12
BAB I
nya adalah integrasi dan insersi. Secara lebih teknis, buku ini menawarkan dua
model insersi, yakni paralelisasi dan internalisasi.
1. Paralelisasi
Paralelisasi berasal dari kata paralel yang berarti sama atau sejajar.
Paralelisasi adalah upaya mencari titik temu atau titik singgung persamaan
dua bidang ilmu atau lebih. Metode ini pernah digunakan Sayyed Hosein Nassr
dan Mukti Ali dalam mencari titik temu agama Islam dan Nasrani (Waryani
Fajar Riyanto, 2012). Kedua agama ini tidak dapat dilihat dari masing-masing
kenabian baik (Islam: Muhammad SAW) maupun (Kristen: Isa AS), tetapi harus
dilihat dari Nabi sebelumnya, yakni Ibrahim AS.
Demikian pula dengan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Antikorupsi
dan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Keduanya harus dicari titik temu
untuk dikaitkan satu sama lain. Titik temu inilah yang disebut dengan
paralelisasi. Dengan demikian, paralelisasi Pendidikan Pancasila dan atau
Pendidikan Kewarganegaran dengan Pendidikan Antikorupsi merupakan titik
temu keduanya sehingga saling melengkapi atau saling memperkuat satu
sama lain.
Paralelisasi juga dapat dimaknai sebagai “tempelisasi” atau menempelkan
dua hal yang sama sehingga terkait satu sama lain atau memperkuat satu sama
lain. Dalam konteks ini paralelisasi Pendidikan Pancasila dan atau Pendidikan
Kewarganegaraan dengan Pendidikan Antikorupsi adalah menempelkan sub
materi tertentu dari Pendidikan Antikorupsi pada sub materi lain yang dianggap
sama dengan Pendidikan Pancasila dan atau Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Internalisasi
Internalisasi adalah model lain atau varian dari insersi PAK dalam
pembelajaran Pancasila dan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Internalisasi
merupakan penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga
menjadi keyakinan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku hidup sehari-
hari (Mukhamad Unggul Wibowo, Djoko Suryo, 2017). Dalam konteks insersi
PAK, internalisasi merupakan metode pengembangan sikap antikorupsi
melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila dan atau Kewarganegaraan.
Sikap antikorupsi adalah sembilan nilai antikorupsi, yakni jujur, peduli,
mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Artinya, sembilan nilai antikorupsi inilah yang berusaha untuk diinternalisasi
ke dalam diri mahasiswa melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, baik melalui penerimaan nilai, penghargaan nilai
penghayatan, nilai antikorupsi maupun aktualisasi nilai.
Internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui pembelajaran Pancasila dan atau
Pendidikan Kewarganegaraan dalam diri mahasiswa dapat dilakukan dengan
13
BAB I
beragam teknik dan metode. Salah satunya adalah dilema moral. Mahasiswa
dihadapkan pada situasi-situasi kritis yang serba dilematis, sehingga setiap
keputusan yang diambil merupakan buah dari perenungan dan penghayatan
mendalam atas tantangan yang dihadapi, yakni menolak perilaku koruptif.
Semakin sering berhadapan dengan situasi dilematis, semakin sering pula ia
melakukan perenungan, kontemplasi dan penghayatan mendalam sehingga
proses internalisasi nilai dapat berjalan secara efektif.
Metode insersi dilakukan dalam proses pembelajaran tujuannya agar
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menyeluruh (holistik) dalam
berbagai kajian keilmuan. Buku ini bertujuan untuk menguatkan proses insersi
berkaitan dengan Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Tujuan insersi mata kuliah Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, adalah sebagai berikut.
1. Menggali potensi mahasiswa dalam Pendidikan Antikorupsi sebagai
bagian dari perwujudan pembentukan warga negara yang baik dalam
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengembangkan kecakapan intelektual dan sosial mahasiswa
mengenai Pendidikan Antikorupsi dalam pembentukan warga negara
yang baik.
3. Membentuk pola kepribadian mahasiswa yang dapat menanamkan
nilai-nilai antikorupsi sebagai salah satu tujuan pelaksanaan
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.
Berdasarkan tujuan tersebut maka disusunlah buku ini dengan cara
penggunaan sebagai berikut.
1. Pelajari kompetensi dasar dan sub-submateri Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Antikorupsi.
2. Pahami tujuan insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Pahami delapan topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
4. Pahami matriks insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
5. Pahami Tujuan dan Capaian Pembelajaran delapan topik insersi
Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaaan
Perguruan Tinggi.
6. Perhatikan alokasi waktu yang digunakan dalam setiap delapan
topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
7. Pahami metode dan aktifitas pembelajaran delapan topik insersi
Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaaan
14
BAB I
Perguruan Tinggi.
8. Pergunakan sumber dan media pembelajaran dalam lampiran
yang telah disediakan boleh diperkuat dengan sumber dan media
pembelajaran yang lain.
Berdasarkan tujuan insersi tersebut, maka disajikan penguatan insersi
dengan menampilkan aspek pengetahuan untuk kompetensi dasar dalam
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Aspek pengetahuan untuk
Kompetensi Dasar Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan diberi nomor
kode 3, dengan sembilan aspek sehingga muncul 3.1 sampai 3.9. Berdasarkan
kajian dari Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Kewarganegaraan
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Tahun 2016 tergambarkan beberapa sub materi Pendidikan Kewarganegaraan.
Berdasarkan Kompetensi dan submateri Pendidikan Kewarganegaraan
tersebut tergambarkan insersi Pendidikan Antikorupsi yang terdiri dari
delapan topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan tergambar pada tabel 1 berikut:
3.2 Menganalisis esensi A. Menelusuri konsep dan urgensi identitas BAB II Penguatan
dan urgensi identitas nasional nilai-nilai antikorupsi
nasional sebagai salah B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan sebagai identitas
satu determinan dalam identitas nasional nasional Indonesia
pembangunan bangsa dan C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
karakter yang bersumber dari tentang identitas nasional Indonesia.
nilai-nilai Pancasila 1. Bendera negara Sang Merah Putih
2. Bahasa negara Bahasa Indonesia
15
BAB I
3.3 Mengevaluasi urgensi A. Menelusuri konsep dan urgensi integrasi BAB III Belajar
integrasi nasional sebagai nasional semangat integrasi
salah satu parameter 1. Makna integrasi nasional nasional dari para
persatuan dan kesatuan 2. Jenis integrasi tokoh bangsa
bangsa dalam wadah Negara 3. Pentingnya integrasi nasional
Kesatuan Republik Indonesia. 4. Integrasi versus disintegrasi
B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan
integrasi nasional
C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
tentang integrasi nasional
1. Perkembangan sejarah integrasi di
Indonesia
2. Pengembangan integrasi di Indonesia
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan integrasi nasional
1. Dinamika integrasi nasional di Indonesia
2. Tantangan dalam membangun integrasi
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi integrasi
nasional
3.4 Menganalisis nilai dan A. Menelusuri konsep dan urgensi konstitusi BAB IV Semangat
norma yang terkandung dalam kehidupan berbangsa-negara kerja keras dan
dalam konstitusi di Indonesia B. Perlunya konstitusi dalam kehidupan kesederhanaan
dan konstitusionalitas berbangsa-negara Indonesia dalam penyusunan,
ketentuan di bawah C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan pelaksanaan, dan
UUD 1945 dalam konteks politik tentang konstitusi dalam kehidupan pengawasan konstitusi
kehidupan bernegara- berbangsa-negara Indonesia
kebangsaan Indonesia. D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan konstitusi dalam kehidupan
berbangsa-negara Indonesia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi konstitusi
dalam kehidupan berbangsa-negara
3.5 Menerapkan harmoni A. Menelusuri konsep dan urgensi harmoni BAB V Penguatan
kewajiban dan hak negara kewajiban dan hak negara dan warga negara nilai-nilai kemandirian,
dan warga negara dalam B. Menanya alasan mengapa diperlukan harmoni keberanian, keadilan
tatanan kehidupan kewajiban dan hak negara dan warga negara sebagai argumen
demokrasi Indonesia yang Indonesia untuk membangun
bersumbu pada kedaulatan C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik keharmonisan antara
rakyat dan musyawarah tentang harmoni kewajiban dan hak negara dan kewajiban dan hak
untuk mufakat. warga negara Indonesia negara - warga
1. Sumber historis negara di bidang
2. Sumber sosiologis perekonomian nasional
3. Sumber politik dan kesejahteraan
D. Membangun argumen tentang dinamika dan sosial
tantangan harmoni kewajiban dan hak negara
dan warga negara
1. Aturan dasar ihwal pendidikan dan
kebudayaan, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi
16
BAB I
17
BAB I
3.9 Menganalisis urgensi, A. Menelusuri konsep dan urgensi ketahanan BAB IX Dampak masif
dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara. Apakah ketahanan korupsi terhadap
nasional bagi Indonesia nasional itu? Apakah bela negara itu? pertahanan dan
dalam mebangun komitmen 1. Wajah ketahanan nasional Indonesia keamanan
kolektif yang kuat dari 2. Dimensi dan ketahanan nasional berlapis
seluruh komponen bangsa 3. Bela negara sebagai upaya mewujudkan
untuk mengisi kemerdekaan ketahanan nasional
Indonesia. B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan
ketahanan nasional dan bela negara
C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
tentang ketahanan nasional dan bela negara
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan ketahanan nasional dan bela negara
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi ketahanan
nasional dan bela negara
1. Esensi dan urgensi ketahanan nasional
2. Esensi dan urgensi bela negara
18
BAB II:
Penguatan Nilai-Nilai
Antikorupsi Sebagai
Identitas Nasional
Indonesia
BAB II
A. Tujuan Pembelajaran
Menggali nilai-nilai antikorupsi sebagai identitas nasional Indonesia.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengevaluasi nilai-nilai antikorupsi sebagai
identitas nasional Indonesia.
Mahasiswa mampu meneladani semangat antikorupsi dari para tokoh
masyarakat/bangsa.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Kajian biografi tokoh
Diskusi kelompok (group discussion)
23
BAB II
F. Aktifitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen mengajak mahasiswa untuk menyimak bersama:
1. Tantangan video tentang korupsi: “Korupsi? No Way!”
https://www.youtube.com/watch?v=fGUw-efQs6w
2. Kliping koran: E-KTP, Identitas yang Tertunda
https://nasional.sindonews.com/read/1171194/16/e-ktp-
identitas-yang-tertunda-1484530565
b. Dosen dan mahasiswa melakukan curah pendapat (brainstorming)
dan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman mahasiswa
tentang korupsi, nilai-nilai antikorupsi, dan kasus korupsi dalam
pengadaan E-KTP.
c. Dosen menyampaikan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti (30 menit)
a. Dosen membagi kelas menjadi empat kelompok.
b. Dosen membagi media kliping koran (tautan kliping) tentang
kejujuran dan kesederhanaan, dan/atau video (tautan video)
tokoh-tokoh bangsa untuk masing-masing kelompok.
c. Setiap kelompok diminta untuk mengamati video tentang tokoh-
tokoh bangsa, sebagai berikut:
1. Kelompok 1 Bung Hatta Melawan Korupsi dengan Suri
Teladan https://www.youtube.com/watch?v=yogBiIAeO-E
2. Kelompok 2 Keteladanan Mohammad Natsir
https://www.youtube.com/watch?v=0jP7dlprfAo
3. Kelompok 3 Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp 20 Juta
yang Ditemukannya di Jalan
https://regional.kompas.com/read/2018/05/27/15180801/
kisah-tukang-sampah-kembalikan-rp-20-juta-yang-
ditemukannya-di-jalan?page=all.
4. Kelompok 4 Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif
https://arrahmahnews.com/2018/03/05/eric-tauvani-dan-
kisah-kesederhanaan-buya-syafii-maarif/
24
BAB II
G. Uraian Materi
Nilai-nilai Antikorupsi sebagai Identitas Bangsa
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan
nilai antikorupsi, yaitu nilai jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung
jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Jika dikelompokkan,
kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi menjadi tiga
kelompok atau tiga aspek dalam nilai-nilai antikorupsi, yaitu: aspek inti,
aspek etos kerja, dan aspek sikap.
a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab.
b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri.
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli.
• Jujur
Inti • Disiplin
• Tanggung Jawab
• Adil
Sikap • Berani
• Peduli
25
BAB II
26
BAB II
a. Mohammad Hatta
Nama Mohammad Hatta
sudah tidak asing lagi bagi Bangsa
Indonesia. Ia adalah salah satu
Pahlawan Proklamasi. Selain berjasa
besar bagi kemerdekaan Indonesia,
Bung Hatta, sapaan akrabnya, juga
memiliki rekam jejak sebagai seorang
sosok yang sangat antikorupsi.
Salah satu kisahnya pada 1970,
ketika Bung Hatta dan rombongan
mengunjungi Tanah Merah, Irian
Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh
kolonial Belanda. Di Irian Jaya, Bung
Hatta disodori amplop berisi uang.
Uang tersebut sebenarnya bagian
dari biaya perjalanan Bung Hatta
yang ditanggung pemerintah. Namun, Bung Hatta menolaknya.
“Uang apa ini? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah
ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja
saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa
ini?” kata Bung Hatta. Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang
pemerintah pun sebenarnya adalah uang rakyat. “Tidak, itu uang
rakyat, saya tidak mau terima. Kembalikan,” tegas Bung Hatta seperti
dikutip dari buku berjudul Mengenang Bung Hatta (2002).
Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tecermin pada hal
yang sederhana. Pada suatu ketika, Hatta menegur sekretarisnya
karena menggunakan tiga lembar kertas kantor Sekretariat Wakil
Presiden untuk mengirim surat pribadi. Menurut Hatta, kertas
itu adalah aset negara yang merupakan uang rakyat. Hatta pun
mengganti kertas tersebut dengan uang pribadinya.
27
BAB II
b. Mohammad Natsir
28
BAB II
H. Evaluasi
Evaluasi proses pembelajaran: Penilaian diskusi
Evaluasi hasil pembelajaran:
a. minutes paper
b. one sentence and one paragraph summary
I. Lampiran-Lampiran
Lampiran 1: Catatan Laporan Kelompok
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mohammad
Jujur
Hatta
Peduli
Mandiri
Disiplin
Tanggung Jawab
Kerja Keras
Sederhana
Berani
29
BAB II
Adil
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mohammad Jujur
Natsir
Peduli
Mandiri
Disiplin
Tanggung Jawab
Kerja Keras
Sederhana
Berani
Adil
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mandiri
Disiplin
Tanggung Jawab
Kerja Keras
Sederhana
Berani
Adil
30
BAB II
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Jubadi Jujur
Peduli
Mandiri
Disiplin
Tanggung Jawab
Kerja Keras
Sederhana
Berani
Adil
Keterangan:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat
2. Kemampuan memberikan argumentasi
3. Kemampuan memberikan kritik
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik
6. Kelancaran berbicara
31
BAB II
Kriteria penilaian:
80-100 Memuaskan 4
70-79 Baik 3
60-69 Cukup 2
45-59 Kurang 1
32
BAB II
Judul : Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa
Penulis : Tim Komisi Pemberantasan Korupsi
Penerbit : Komisi Pemberantasan Korupsi
Cetakan : I, 2017
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-9488-11-1
Korupsi merupakan warisan sejarah dan sudah menjadi budaya bangsa.
Pendapat ini seakan terbenarkan banyak tokoh dan pejabat ditangkap
KPK karena korupsi. Namun, jika menengok sejarah, sebetulnya Indonesia
memiliki banyak tokoh yang penuh integritas, jujur, dan antikorupsi. Mereka
menjadi pejabat untuk mengabdi kepada bangsa dan negara, bukan
memperkaya diri dan keluarga. Ketika dihadapkan pada pilihan antara
kepentingan pribadi dan negara, mereka mendahulukan kepentingan
negara, fokus menjalankan amanat rakyat.
KPK menelisik tokoh-tokoh teladan ini, seperti H Agus Salim, Baharuddin
Lopa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Hoegeng Iman Santoso, Ki
Hadjar Dewantara, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Saifuddin
Zuhri, Sjafruddin Prawiranegara, R Soeprapto, Ir Soekarno, dan Widodo
Budidarmo.
Agus Salim pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet Amir
Sjarifuddin (1947) dan Kabinet Hatta (1948–1949). Dia terkenal karena
kesederhanaannya. Suatu ketika, dalam pertemuan para diplomat di
Eropa, Agus Salim menyita perhatian banyak orang. Bukan karena
kemewahannya, melainkan karena jas yang dikenakan sudah usang dan
penuh jahitan di sana-sini.
Agus Salim hingga pensiun belum mempunyai rumah sendiri. Selama
menjadi menteri, dia tinggal di kontrakan. Agus Salim berpandangan,
menjadi pejabat bukan untuk mencari kekayaan, tapi menderita. Leiden is
lijden “memimpin adalah menderita” (hal 13).
33
BAB II
34
BAB II
35
BAB II
36
BAB II
37
BAB II
38
BAB II
39
BAB III:
BELAJAR SEMANGAT
Integrasi NASIONAL
DARI PARA TOKOH
BANGSA
BAB III
A. Tujuan Pembelajaran
Mengidentifikasi semangat memelihara integrasi nasional dari para
tokoh bangsa sebagai salah satu parameter persatuan dan kesatuan
bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengidentifikasi semangat dan keteladanan
integrasi nasional dari tokoh-tokoh bangsa.
Mahasiswa mampu menunjukkan keteladanan diri dalam memelihara
integrasi nasional.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Information Search
Diskusi
43
BAB III
F. Aktifitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen dan mahasiswa mengawali kegiatan dengan tanya jawab
tentang pentingnya memelihara persatuan dan kesatuan Bangsa
Indonesia.
b. Dosen mengajak mahasiswa untuk menyimak bersama tayangan
video tentang “Mosi Integral” https://www.youtube.com/
watch?v=_49NnTmQJW8
c. Dosen mengajak mahasiswa untuk mengkaji semangat
memelihara integrasi nasional dari video yang telah ditayangkan
d. Dosen menyampaikan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti (30 menit)
a. Dosen membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil (3-5
orang per kelompok).
b. Setiap kelompok diberi tugas untuk mencari informasi,
mendiskusikan, dan menjawab pertanyaan tentang semangat
memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh bangsa berikut:
1. Kelompok 1 Soekarno;
2. Kelompok 2 Mohammad Hatta;
3. Kelompok 3 Jenderal Soedirman;
4. Kelompok 4 Sri Sultan Hamengkubuwono IX;
5. Kelompok 5 Frans Kaisiepo;
6. Kelompok 6 K.H. Hasyim Asy’ari;
7. Kelompok 7 Jenderal TNI Gatot Soebroto;
8. Kelompok 8 Laksamana Madya TNI Yos Sudarso;
9. Kelompok 9 Ki Bagus Hadikusumo;
10. Kelompok 10 Mohammad Natsir;
11. Kelompok 11 Ir. Djuanda.
c. Dosen mereview jawaban dari setiap kelompok dan
mengembangkan jawaban untuk menambah informasi
mahasiswa, sehingga jawaban yang diperoleh semakin jelas.
Kegiatan Penutup (10 menit)
a. Dosen dan mahasiswa melakukan review atas materi yang telah
dibahas dengan mengajukan pertanyaan topical review.
b. Dosen dan mahasiswa menyusun kesimpulan bersama tentang
semangat memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh
bangsa.
c. Dosen menugaskan mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut
semangat memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh
bangsa lain dari berbagai sumber yang relevan.
44
BAB III
G. Uraian Materi
Gagasan dan Keteladanan Tokoh-tokoh Bangsa dalam Memelihara
Integrasi Nasional
Tokoh bangsa yang memiliki keteladanan dalam memelihara
integrasi nasional antara lain adalah Ki Bagus Hadikusumo dan
Mohammad Natsir. Pertama, Ki Bagus Hadikusumo adalah anggota dari
Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang
bertugas merumuskan UUD 1945. Ia mewakili golongan Islam bersama
dr. Sukiman Wirjosanjoyo, Haji Abdul Kahar Muzakkir, Wahid Hasyim,
Abikoesno Tjokrosoejoso, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Haji Agus Salim.
Pada saat menjadi anggota BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo tercatat
sebagai Pengurus Besar Muhammadiyah.
Di antara kalangan muslim dalam BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo
ialah orang paling bersemangat dan teguh pendiriannya dalam
menginginkan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945. Karena pendiriannya tersebut, Soekarno sampai menunjuk
Mr. Teuku Mohammad Hasan dan Kasman Singodimedjo untuk bicara
dengan Ki Bagus sehari setelah Proklamasi dan sebelum berlangsung
sidang PPKI.
Dalam pembicaraan itu, Hasan memberikan tekanan pada
pentingnya kesatuan nasional. Adalah sangat mutlak untuk tidak
memaksa minoritas-minoritas Kristen penting (Batak, Manado, Ambon)
masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha kembali
datang menjajah Indonesia, (Anderson, 1988). Demikian juga, Kasman
Singodimedjo ditugasi untuk membujuk Ki Bagus agar menyetujui
usulan agar para tokoh Islam menyetujui untuk menghapus tujuh kata
dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 dan menggantinya dengan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kasman Singodimedjo yang menggunakan Bahasa Jawa halus
mengatakan kepada Ki Bagus bahwa “Belanda sedang thingil-thingil
dan thongol-thongol (sedang bersiap dari kejauhan) menyerbu dan
merebut kembali Indonesia yang baru merdeka” (Tanthowi, 2015)
akhirnya dapat meluluhkan hati Ki Bagus Hadikusumo, yang pada
mulanya berkeberatan untuk menerima usulan para koleganya di PPKI
(Nasar, 2015). Logika yang diajukan oleh Kasman untuk meyakinkan
Ki Bagus adalah alasan keamanan nasional, di mana kemerdekaan
bangsa yang masih sangat muda sedang terancam. Selain itu, Kasman
juga meyakinkan Ki Bagus bahwa UUD tersebut bersifat sementara,
sebagaimana dikatakan Sukarno pada awal penyampaian pengantar
45
BAB III
46
BAB III
H. Evaluasi
Penilaian proses: Penilaian unjuk kerja (diskusi)
Penilaian hasil: Topical Review
I. Lampiran-Lampiran
47
BAB III
Semangat Integrasi
No Nama Tokoh Bangsa Keterangan
Nasional
1 Soekarno
2 Mohammad Hatta
3 Jenderal Soedirman
Sri Sultan
4 Hamengkubuwono
IX
5 Frans Kaisiepo
10 Mohammad Natsir
11 Ir. Djuanda
48
BAB IV:
SEMANGAT KERJA KERAS
DAN KESEDERHANAAN
DALAM PENYUSUNAN,
PELAKSANAAN, DAN
PENGAWASAN
KONSTITUSI
BAB IV
A. Tujuan Pembelajaran
Mengidentifikasi semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat mengidentifikasi semangat kerja keras dan
kesederhanaan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan
konstitusi.
Mahasiswa dapat mengemukakan argumentasi pentingnya semangat
kerja keras dan kesederhanaan dalam membangun integritas pribadi
yang mengedepankan kepentingan negara dan bangsa.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Diskusi
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen memberikan pengantar dan penjelasan tentang rencana
kegiatan pembelajaran dengan metode diskusi mengenai
semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam penyusunan,
pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi.
b. Mahasiswa mengamati tayangan video tentang perilaku tokoh.
53
BAB IV
54
BAB IV
G. Uraian Materi
Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Sebagai Nilai
Antikorupsi
Merujuk pada ensiklopedia online Wikipedia, semangat kerja dapat
dimaknai sebagai dorongan kepada seseorang untuk giat bekerja.
Dorongan tersebut berasal dari dirinya sendiri atau dari luar. Kerja
Keras bisa diartikan memiliki semangat kerja, akan bekerja keras, tidak
mudah menyerah, selalu berusaha sebaik-baiknya. Kerja keras memiliki
ciri: (1) kesulitan tidak membuat berhenti bekerja; (2) mencari cara
kerja baru; (3) tidak malu bertanya; dan (4) disiplin. Disiplin menunjuk (1)
menghargai waktu; (2) tidak mengingkari janji; dan (3) jujur. Sedangkan
jujur ditandai dengan: (1) bersedia mengakui kekurangan; (2) tidak
takut ejekan; dan (3) taat aturan.
Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika
segalanya dapat dipertimbangkan untuk dimiliki. Kesederhanaan
berhubungan dengan beban yang pada diri seseorang yang mencoba
untuk menjelaskan atau memahaminya. Sesuatu yang mudah dipahami
atau dijelaskan adalah sederhana, berlawanan dari sesuatu yang rumit
(Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
55
BAB IV
56
BAB IV
b. Eksekutif
Lembaga eksekutif di Indonesia meliputi Presiden dan wakil
Presiden beserta menteri-menteri yang membantunya. Presiden
adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia,
Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan
sekaligus sebagai kepala negara.
c. Yudikatif
1. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang
memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945,
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
H. Evaluasi
1. Tes Esai:
Kemukakanlah tokoh-tokoh bangsa yang telah memberikan
teladan semangat kerja keras dan kesederhanaan, serta
sebutkan sejarah prestasinya, sebagai berikut:
a. Anggota penyusun konstitusi
b. Pejabat pemerintah (eksekutif), dan
c. Pengawas berjalannya konstitusi/penegak hukum/peradilan.
2. Apakah semangat kerja keras dan kesederhanaan dapat
dijadikan dasar untuk mencegah korupsi, kemukakanlah
argumen Saudara!
3. Rencana Tindak Lanjut (RTL):
Mahasiswa diberi tugas menemukan seseorang yang dapat
dijadikan model yang memberikan teladan semangat kerja keras
dan kesederhanaan, yakni seorang tokoh/warga masyarakat
pada zaman kini, yang prestasi/keteladanannya diakui oleh
masyarakat. Buatlah biografinya!
57
BAB IV
I. Lampiran-Lampiran
Keteladanan Tokoh: Semangat kerja keras dan kesederhanaan para
penyusun, pelaksana, dan pengawas konstitusi
Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H Hoegeng Imam Santoso Baharudin Lopa
Tokoh Perumus Konstitusi Tokoh Penegak Hukum Tokoh di bidang Peradilan
Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H. adalah salah satu tokoh penting yang
berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Bahkan Mr. Soepomo dijuluki sebagai Arsitek UUD 1945. Ada banyak
hal yang dapat diteladani dari Mr. Soepomo, antara lain sebagai
berikut.
1. Mr. Soepomo dikenal sebagai pelajar tangguh, ia bahkan
melanjutkan sekolah sampai ke negeri Belanda. Semangatnya
dalam mengejar pendidikan perlu diteladani siapapun.
2. Meskipun dekat dengan Belanda dan bahkan bekerja di kantor
Belanda, namun Mr. Soepomo tetap berani mengkritik belanda
di dalam disertasinya. Sikapnya yang selalu memihak pada
kebenaran perlu untuk diteladani.
3. Meski Mr. Soepomo memberi kritik, namun ia dikenal dengan
etika bahasanya yang sangat sopan sehingga kritikan yang
sampaikan tidak ditanggapi secara keras namun membekas. Ini
membuktikan bahwa Mr. Soepomo selain cerdas juga berkepala
dingin, sikap ini tentu perlu juga kita teladani.
4. Saat merumuskan dasar negara, Mr. Soepomo dan pendiri
bangsa lainnya berdiskusi saling memberi pendapat untuk
kepentingan bersama dengan mengenyampingkan ego untuk
mencapai musyawarah mufakat. Ini nilai teladan yang perlu kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
58
BAB IV
Sumber: https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/06/Or-
ange-Juice-Integritas-kpk.pdf
c. Baharudin Lopa
Tokoh di Bidang Peradilan
59
BAB IV
bakar mendekati “F”. Padahal, seingat dia, saat tiba di tujuan, jarum
penunjuk justru mendekati “E”. Dari situlah, ia mengetahui ada orang
yang telah mengisikan bensin ke mobilnya.
“Fasilitas Bukan Milik Pribadi”
Segala sesuatu harus sesuai peruntukannya. Mobil dinas hanya
untuk keperluan dinas, tak boleh untuk kepentingan pribadi. Bagi
Baharuddin Lopa, itu prinsip yang sangat mendasar. Itu sebabnya,
dia melarang istri dan ketujuh anaknya menggunakan mobil dinas
untuk keperluan sehari-hari. Suatu ketika, hal itu membuat seorang
kerabatnya kecele. Ceritanya, pada 1983, Lopa diundang menjadi
saksi pernikahan. Tuan rumah yang juga kerabatnya, Riri Amin Daud,
dan pagar ayu telah menunggu kedatangannya.
Mereka menanti mobil dinas berpelat DD-3 berhenti di depan
pintu. Namun, lama ditunggu, mobil itu tak jua tiba. Ketika sedang
resah menanti, tiba-tiba saja suara Lopa terdengar dari dalam
rumah. Rupanya, ia bersama sang istri datang ke sana dengan
menumpang pete-pete, angkutan kota khas Makassar. “Ini hari
Minggu. Ini juga bukan acara dinas. Jadi, saya tak boleh datang
dengan mobil kantor,” terang Lopa. Bukan hanya urusan mobil, soal
telepon pun Lopa sangat ketat. Di rumahnya, telepon dinas selalu
dikunci. Bahkan, semasa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi
Selatan, dia sampai memasang telepon koin di rumah dinasnya agar
pemakaiannya terpantau.
Sumber: https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/06/Or-
ange-Juice-Integritas-kpk.pdf
60
BAB V:
PENGUATAN NILAI-NILAI
KEMANDIRIAN, KEBERANIAN,
KEADILAN SEBAGAI ARGUMEN
UNTUK MEMBANGUN
KEHARMONISAN ANTARA
KEWAJIBAN DAN
HAK NEGARA - WARGA NEGARA
DI BIDANG EKONOMI DAN
KESEJAHTERAAN NASIONAL
BAB V
A. Tujuan Pembelajaran
Penguatan nilai-nilai kemandirian, keberanian dan keadilan sebagai
argumen membangun keseimbangan antara kewajiban dan hak
negara-warga negara di bidang ekonomi dan kesejahteraan nasional.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian konsep sistem perekonomi-
an nasional dan kesejahteraan sosial menurut UUD 1945.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi faktor-faktor hambatan pengem-
bangan keharmonian kewajiban-hak negara dan warga negara dalam
implikasi/praktik sistem ekonomi di Indonesia.
Mahasiswa dapat mengungkap nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan
keadilan untuk melawan korupsi dalam pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan sosial.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Diskusi
65
BAB V
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
Dosen memberikan penjelasan tentang pentingnya mempelajari
nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan keadilan untuk
mengembangkan keharmonian kewajiban-hak negara dan warga
negara dalam mengimplementasi atau mempraktikkan sistem
ekonomi dan mengupayakan kesejahteraan sosial.
66
BAB V
G. Uraian Materi
Teori/Konsep Sistem Perekonomian Kapitalisme dan Ekonomi
Kerakyatan (Sosialisme)
Sistem Ekonomi Kapitasisme dikembangkan dari paham liberal
(kebebasan individu/individualisme). Sistem ini melahirkan sistem
pasar bebas. Ciri-ciri sistem ekonomi kapitalisme adalah sebagai
berikut:
a. Pemilikan kekayaan pribadi
b. Tidak ada pembatasan untuk mengumpulkan kekayaan
c. Pemerintah tidak campur tangan dalam perekonomian, sehingga
terjadi pasar bebas
Sistem kapitalisme klasik mengalami pergeseran, semenjak tahun
1930-an sistem kapitalis dimodifikasi menjadi sedikit lebih longgar
tetapi tetap menekankan pasar bebas:
a. Sebagian besar harta kekayaan dimiliki secara pribadi
b. Sedikit batasan nyata terhadap pengumpulan harta kekayaan
c. Pengaturan ekonomi oleh pemerintah – pasar bebas dimodifikasi
d. Terdapat program bantuan kepada golongan lemah oleh
pemerintah
Sosialisme adalah sistem ekonomi yang ada unsur pengendalian dari
pemerintah, tetapi terdapat kebebasan warga negara, ciri-cirinya:
a. Sebagian kekayaan (termasuk industri, jasa umum dan
transportasi) dimiliki publik melalui pemerintah yang demokrasi
b. Pembatasan pemilikan kekayaan pribadi
c. Peraturan pemerintah terhadap ekonomi
d. Program bantuan terhadap yang lemah dari pemerintah
UUD 1945 untuk Mengkaji Konsep Pengembangan Sistem Ekonomi
Berdasar UUD 1945 (Pasal 33) dan Implementasinya
Fenomena Praktik Sistem Ekonomi Kapitalisme (Pasar Modern)
dan Sistem Ekonomi Kerakyatan (Pasar Tradisional) di Indonesia:
Pengalaman praktik pasar modern (supermarket, minimarket,
dsb.) dan pasar tradisional, yang dapat dilihat antara lain dari siapa
pemilik modal dan laba, lokasi keberadaannya, peruntukan dan asas
penyelenggaraannya, akses kepada kaum miskin, dsb.
67
BAB V
H. Evaluasi
Tes Esai:
68
BAB VI:
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI
ANTIKORUPSI DALAM
PROSES DEMOKRASI
DI BIDANG POLITIK,
PEMERINTAHAN DAN
KEHIDUPAN SEHARI-HARI
BAB VI
A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengimplementasikan nilai-nilai antikorupsi dalam
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengamalkan nilai-nilai antikorupsi dalam sebuah
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Simulasi debat
Pembelajaran kooperatif
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (5 menit)
a. Kegiatan pembelajaran diawali dengan penyampaian nilai-nilai
antikorupsi kepada mahasiswa, kemudian memberikan gambaran
tentang pokok bahasan yang akan didiskusikan.
b. Selanjutnya memaparkan kaitan antara nilai-nilai antikorupsi
dengan proses pengambilan keputusan sebagai bagian dari
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.
c. Tampilkan pertanyaan pembuka seperti apa yang dimaksud
dengan nilai-nilai antikorupsi dan pengetahuan serta pemahaman
tentang Demokrasi.
73
BAB VI
G. Uraian Materi
Implementasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam Proses Demokrasi di
Bidang Politik dan Pemerintahan
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan
nilai antikorupsi, yaitu nilai Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin, Tanggung
jawab, Kerja keras, Sederhana, Berani, dan adil. Jika dikelompokan,
kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi menjadi tiga
kelompok atau tiga aspek dalam nilai-nilai antikorupsi, yaitu: aspek inti,
aspek etos kerja, dan aspek sikap.
a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab
b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli
74
BAB VI
75
BAB VI
dari pemerintah untuk menindak oknum aparat tersebut, juga tidak ada
aturan secara formal yang mengatur mengenai perbuatan tersebut,
padahal perbuatan tersebut masuk dalam kategori penyalahgunaan
wewenang. Untuk itu sangat penting kiranya mahasiswa diberikan
materi dan pemahaman dalam hal mengidentifikasi perilaku koruptif
dalam pelaksanaan demokrasi, khususnya dalam penyelenggaraan
pemerintahan misal penggunaan media sosial untuk kampanye negatif.
Untuk dapat mengidentifikasi perilaku koruptif, maka mahasiswa harus
memahami nilai-nilai antikorupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, tanggung
jawab, sederhana, benar dan adil. Mahasiswa juga perlu memahami
tentang bahaya dari perilaku koruptif yang dilakukan dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan, selain tentu hal tersebut melanggar
aturan, perilaku tersebut tentu akan mengakibatkan kerugian pada
masyarakat, yang dapat berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Demokrasi memberikan alternatif yang lebih banyak dan lebih sehat
bagi warga negara, karena demokrasi sangat menjamin kebebasan
berkelompok dan berpendapat dalam masyarakat. Di antara kebebasan
tersebut meliputi:
a. Kebebasan partisipasi, misalnya pemberian suara pada saat
pemilihan umum, kontak dengan pejabat pemerintah, melakukan
protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah, dan
mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik melalui
pemilihan sesuai dengan sistem pemilihan yang berlaku.
b. Kesetaraan antarwarga, merupakan salah satu nilai fundamental
yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi Indonesia.
c. Kesetaraan gender, adalah sebuah keniscayaan demokrasi di
mana kedudukan laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan
yang sama di hadapan hukum.
d. Kedaulatan rakyat, dalam sebuah negara demokrasi, rakyatlah
pemegang kedaulatan tertinggi, oleh karena itu pemerintahan
berasal dari rakyat dan harus bertanggung jawab pula pada
rakyat.
e. Rasa percaya antar kelompok masyarakat merupakan nilai
dasar yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk.
Sebah pemerintahan yang demokratis akan sulit terbentuk
dan berkembang bila rasa saling percaya satu sama lain tidak
tumbuh.
Dalam implementasi nilai-nilai antikorupsi dalam proses demokrasi,
dilema akan berpotensi muncul saat keputusan yang akan diambil
berkaitan dengan bidang politik dan pemerintahan, mengingat konflik
kepentingan dalam bidang politik sangat tinggi, yang kemudian
berpengaruh dalam bidang pemerintahan. Setelah masuk dalam
76
BAB VI
H. Evaluasi
Evaluasi Proses
Dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap proses simulasi
debat yang dilakukan oleh setiap kelompok, baik pro maupun kontra,
kedalaman materi yang disampaikan, dan tentu cara mempertahankan
pendapat yang logis dan santun. Kriteria penilaian tersedia pada
lembar indikator penilaian debat. Ungkapkan pula kemungkinan yang
dapat terjadi beserta konsekuensinya pada sebuah kasus baik dari sisi
pro maupun kontra.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi dilakukan dengan memberikan kategori bahasan dalam setiap
kelompok pro dan kontra. Tampilkan juga kemungkinan timbulnya
persoalan jika Pilkada serentak dilaksanakan dan persoalan yang
mungkin juga muncul apabila Pilkada serentak tidak dilaksanakan.
I. Lampiran-Lampiran
77
BAB VII:
PENEGAKAN HUKUM
DALAM PEMBERANTASAN
KORUPSI
BAB VII
A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menganalisis proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menganalisis peraturan perundang-undangan
dalam pemberantasan tidank pidana korupsi.
Mahasiswa mampu menjelaskan proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit.
D. Metode Pembelajaran
1. Curah Gagasan (Brain Storming)
Curah gagasan tentang mekanisme dan problematika penegakan
hukum yang berkeadilan di Indonesia. Dimulai sejak penyusunan
aturan-aturan hukum, proses penegakan hukum, aparat penegak
hukum, sampai dengan eksekusi yang dilakukan terhadap sebuah
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Dari curah gagasan ini diharapkan mampu menyerap pendapat
mahasiswa terkait proses penegakan hukum di Indonesia beserta
tantangan yang dihadapi. Mahasiswa diminta menyampaikan
pendapat dan gagasannya tentang kasus pembatalan Peraturan
KPU oleh Mahkamah Konstitusi terkait mantan narapidana kasus
korupsi yang diperbolehkan berkontestasi dalam Pilkada.
2. Diskusi Kelompok
Setelah diperoleh gagasan-gagasan awal dari mahasiswa tentang
problematika penegakan hukum di Indonesia, khususnya terkait
putusan MK tersebut, kemudian mahasiswa dibagi dalam beberapa
kelompok untuk mendiskusikan hasil curah gagasan. Dari diskusi
masing-masing kelompok tersebut diharapkan akan muncul solusi
dalam setiap permasalahan yang dihadapi dari setiap problematika
yang berhasil diidentifikasi dari hasil curah gagasan tersebut. Dari
solusi yang diperoleh kemudian dipresentasikan kepada kelompok
yang lain guna membaca kemungkinan implementasi solusi yang
diperoleh dari diskusi tersebut berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
81
BAB VII
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Pendahuluan dan membangun suasana kelas
Kegiatan pembelajaran diawali dengan menyampaikan kepada
mahasiswa bahwa tujuan dari curah gagasan (brain storming)
hanyalah untuk mengetahui pendapat-pendapat mereka tentang
pentingnya memperkuat perangkat hukum dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi dan pentingnya pengaturan tindak pidana
korupsi dalam peraturan perundang-undangan.
b. Memulai curah gagasan
Tampilkan pernyataan pembuka tentang konsep penegakan
hukum yang berkeadilan, sesuai dengan tujuan dibentuknya
negara Indonesia. Mahasiswa diminta menjawab pertanyaan
tersebut, kemudian memberikan contoh kasus nyata yang
terjadi dalam kehidupan bernegara saat ini. Mahasiswa diminta
menyampaikan pendapatnya tentang putusan MA yang
membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor
20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana kasus korupsi
untuk menjadi calon legislatif.
82
BAB VII
G. Uraian Materi
Penegakan Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi
Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana telah
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Negara hukum memiliki
beberapa ciri, yaitu:
a. Adanya pengakuan dan perlindungan HAM
b. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
c. Adanya pembagian Kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
d. Adanya peradilan administrasi
Indonesia merupakan negara hukum dengan tujuan utama adalah
kesejahteraan rakyat. Dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 tercantum
salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum. Jadi seluruh aspek kehidupan bernegara
di Indonesia, termasuk aspek penegakan hukum dan peraturan
perundang-undangan harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
83
BAB VII
84
BAB VII
b. Suap
Pasal 5 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21 tanun 2001, suap/sogokan/
pelicin adalah:
1. pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus untuk sementara waktu;
2. dengan sengaja;
3. menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam
melakukan perbuatan itu;
4. uang atau surat berharga;
5. yang disimpan karena jabatannya.
Contoh:
Seorang pedagang mobil impor karena ada persyaratan yang
tidak bisa terpenuhi, ribuan mobil yang baru saja dikirim oleh
supplier dari luar negeri terpaksa ditahan di pelabuhan. Kemudian
pedagang tersebut menemui petugas bea cukai dan berjanji akan
memberikan satu mobil asal dokumen dirinya dianggap lengkap
dan tidak membuat susah dirinya.
Hukumannya: penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 250
juta
c. Penyalahgunaan Jabatan
Pasal 8 UU No.31 tahun 1999 jo UU No 21 tahun 2001, unsur-unsur
korupsi jenis ini adalah:
1. pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus untuk sementara waktu;
2. dengan sengaja;
3. menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam
melakukan perbuatan itu;
4. uang atau surat berharga;
5. yang disimpan karena jabatannya.
Contoh:
Seorang staf di sebuah instansi pemerintah setiap bulan diberi 2
juta untuk biaya perawatan mobil dinas. Sebenarnya uang tersebut
lebih dari cukup, dan aturan mengatakan sisa uang tersebut harus
dikembalikan ke kantor. Jika sampai sisa uang tersebut tidak
dikembalikan, maka staf tersebut sudah melakukan korupsi.
Hukumannya: penjara maksimal 15 tahun denda maksimal 750 juta.
85
BAB VII
d. Pemerasan
Pasal 12 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21 tahun 2001 menyebutkan
unsur-unsur pemerasan adalah:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
3. secara melawan hukum;
4. memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya;
5. menyalahgunakan kekuasaan.
Hukumannya: Penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.
e. Perbuatan Curang
Dalam Pasal 7 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001
disebutkan unsur perbuatan curang meliputi:
1. pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;
2. melakukan perbuatan curang;
3. pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan
bangunan;
4. yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
Contoh:
Pemborong yang memanipulasi harga sehingga kualitas buruk.
Hukumannya: Penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal 350
juta.
f. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Dalam Pasal 12 huruf i UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun
2001, unsur-unsurnya:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. dengan sengaja;
3. langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan
pengadaan atau persewaan;
4. pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Contoh:
Kecurangan dalam pengadaan mobil dinas.
Hukumannya: 20 tahun atau denda maksimal 1 miliar.
86
BAB VII
g. Gratifikasi
Unsur-unsur gratifikasi:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. menerima gratifikasi;
3. yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya;
4. penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK
dalam waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Hukumannya: penjara maskimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.
H. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menyampaikan masukan terhadap hasil
diskusi tentang penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi,
proses penegakan hukum dan solusi dalam penegakan hukum agar
tercapai keadilan. Kegiatan evaluasi meliputi:
1. Evaluasi proses pembelajaran: Lembar penilaian diskusi;
2. Evaluasi hasil pembelajaran: Membuat sebuah simpulan
tentang arti penting penegakan hukum dalam pemberantasan
korupsi yang berperspektif keadilan (tidak pandang bulu),
kemungkinan-kemungkinan penyimpangan yang dapat terjadi
dalam proses penegakan hukum, beserta dampaknya apabila
perbuatan korupsi tidak ditindak secara tegas sesuai peraturan
perundang-undangan.
I. Lampiran-Lampiran
Lampiran 1: Lembar penilaian diskusi
Format Lembar Penilaian Diskusi
87
BAB VII
Keterangan:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat
2. Kemampuan memberikan argumentasi
3. Kemampuan memberikan kritik
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik
6. Kelancaran berbicara
Kriteria penilaian:
80-100 Memuaskan 4
70-79 Baik 3
60-69 Cukup 2
45-59 Kurang 1
88
BAB VIII:
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB KORUPSI
SEBAGAI TANTANGAN
PEMBENTUKAN WAWASAN
NUSANTARA
BAB VIII
A. Tujuan Pembelajaran
Menggali faktor-faktor penyebab korupsi sebagai bagian dari
tantangan pembentukan wawasan nusantara.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
Mahasiswa mampu menganalisis faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
Mahasiswa mampu menyajikan faktor-faktor penyebab korupsi sebagai
bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit.
D. Metode Pembelajaran
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement
Division).
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (5 menit)
a. Sebelum mengawali perkuliahan, mahasiswa membacakan doa
terlebih dahulu.
b. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menguraikan materi
sebelumnya dan dosen berupaya menghubungkan materi yang
akan diidentifikasi tentang faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai tantangan wawasan nusantara dengan menggali
pengetahuan mahasiswa sebelumnya.
93
BAB VIII
94
BAB VIII
G. Uraian Materi
Faktor Internal Penyebab Korupsi
a. Aspek perilaku individu (sifat tamak/rakus manusia, moral yang
kurang kuat, gaya hidup konsumtif)
Perilaku adalah sikap yang ditampilkan oleh individu. Korupsi
merupakan perilaku dari beberapa sifat dalam rakus manusia.
Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan
pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai
hal yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
lingkungannya. Lemahnya moral turut andil menyebabkan perilaku
individu untuk korupsi. Gaya hidup berhubungan dengan cara
kita melakukan, memiliki, menggunakan dan menampilkan perilaku
(Røpke, 2009), terkait erat dengan konsumsi dan mendorong tingkat
95
BAB VIII
96
BAB VIII
H. Evaluasi
I. Lampiran-lampiran
97
BAB VIII
Meluruskan Tujuan
98
BAB VIII
99
BAB VIII
7
8
9
10
dst
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat.
2. Kemampuan memberikan argumentasi.
3. Kemampuan memberikan kritik.
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan.
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik.
6. Kelancaran berbicara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100 )
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
100
BAB VIII
Pengawasan internal
Penguatan aparat pengawas internal secara struktural dinilai semakin
mendesak. Bukan hanya agar aparatur pengawas memahami bagaimana
celah dan bentuk penyimpangan yang terjadi, tetapi juga revitalisasi posisi
pengawas internal yang selama ini tersandera di bawah kepala daerah.
Pemerintah diminta segera membuat regulasi baru mengenai struktur
pengawas internal agar tidak dikendalikan oleh kepala daerah.
Salah satunya, rancangan undang-undang sistem pengawasan internal
daerah.
“Sulit membayangkan inspektorat yang diangkat dan diberhentikan kepala
daerah kemudian dapat melakukan pengawasan terhadap atasannya
tersebut, apalagi hingga penjatuhan sanksi,” kata Febri.
Inspektorat yang lebih independen diharapkan dapat memetakan siapa
saja pemegang proyek yang berulang kali menjadi pemenang tender di
daerah.
Kemudian melakukan kajian sejak awal proses penganggaran, pengadaan
hingga memfasilitasi keluhan dari masyarakat tentang adanya
penyimpangan di sektor tertentu. Butuh perhatian lebih dari Presiden dan
DPR untuk menyusun aturan setingkat UU ini.
Biaya politik
Dalam beberapa kasus yang ditangani KPK, dapat diketahui bahwa biaya
politik yang tinggi sebagai salah satu faktor pendorong korupsi kepala
daerah.
Misalnya, beberapa pelaku mengakui mengumpulkan uang untuk
tujuan pencalonan kembali, dan pengumpulan mantan tim sukses untuk
mengelola proyek di daerah tersebut.
Menurut Febri, akuntabilitas sumbangan dana kampanye menjadi salah
satu faktor krusial yang perlu diperhatikan.
Hubungan pelaku ekonomi dan politik yang tertutup rentan memicu
persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang saat kepala daerah
menjabat.
“Utang dana kampanye tersebut berisiko dibayar oleh kepala daerah
melalui alokasi proyek-proyek di daerah. Jika ini tidak diselesaikan, akan
semakin sulit mengurai benang kusut korupsi politik di daerah,” kata Febri.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2018/10/07/10381291-lemah
nya-inspektorat-dan-biaya-politik-mahal-dinilai-penyebab-korupsi-34.
Penulis: Abba Gabrillin
Editor: Sandro Gatra
101
BAB VIII
102
BAB VIII
103
BAB VIII
Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/
corruption-perception-index-cpi
104
BAB VIII
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menanggapi bentuk-bentuk faktor internal penyebab
korupsi dalam menjawab tantangan wawasan nusantara.
2. Kemampuan mengkritik bentuk-bentuk faktor internal penyebab
korupsi dalam menjawab tantangan wawasan nusantara.
3. Kemampuan memberikan argumentasi mengenai bentuk-bentuk
faktor internal penyebab korupsi dalam menjawab tantangan
wawasan nusantara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100 )
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
105
BAB VIII
8
9
10
dst
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menghayati peran sebagai salah satu penyidik tindak
pidana korupsi dengan memberikan penjelasan “andai aku menjadi
Arman?”
2. Kemampuan mengamalkan perilaku yang menjauhi faktor
penyebab tindak pidana korupsi sebagai tantangan pembentukan
wawasan nusantara.
3. Kemampuan merespon perilaku-perilaku yang mendekati
penyebab korupsi sebagai tantangan pembentukan wawasan
nusantara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100 )
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
106
BAB VIII
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan mengidentifikasi faktor-faktor eksternal penyebab
korupsi sebagai tantangan pembentukan wawasan nusantara.
2. Kemampuan mengamalkan dengan memberikan contoh aksi
perilaku untuk mencegah faktor-faktor penyebab eksternal
perilaku korupsi.
3. Kemampuan merespon bentuk contoh aksi dalam mencegah
faktor-faktor penyebab eksternal perilaku korupsi.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100 )
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
107
g
Asin
ra
ega
N
ng
ra Asi
ga
Ne
Negara Asing
Neg
ara A
sing
BAB IX:
DAMPAK MASIF KORUPSI
TERHADAP PERTAHANAN
DAN KEAMANAN
BAB IX
A. Tujuan Pembelajaran
Mengungkap dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan
keamanan
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk dampak masif korupsi
terhadap pertahanan dan keamanan.
Mahasiswa mampu menganalisis dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
Mahasiswa mampu menyajikan dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Cooperative Learning
Picture and Picture melalui The Power of Two
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan awal (5 menit)
a. Sebelum mengawali perkuliahan, mahasiswa membacakan doa
terlebih dahulu.
111
BAB IX
112
BAB IX
G. Uraian Materi
Dampak Masif Korupsi Terhadap Pertahanan dan Keamanan
Dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan keamanan meliputi:
Kerawanan Hankamnas karena Lemahnya Alutsista dan SDM
Pada saat ini banyak sekali media yang mengungkapkan bahwa
negara lain begitu mudah menerobos batas wilayah Indonesia, baik
dari darat, laut, maupun udara. Hal ini memberikan gambaran bahwa
Indonesia masih lemah dalam alutsista dan SDM.
Penguatan alutsista dan SDM pastinya membutuhkan anggaran
negara yang sangat banyak. Dewasa ini, anggaran-anggaran yang
seharusnya digunakan untuk penguatan alutsista dan SDM ternyata
dikorupsi oleh beberapa koruptor. Hal ini menyebabkan lemahnya
alutsista dan SDM Indonesia yang berdampak pada timbulnya
kerawanan terhadap pertahanan dan keamanan Indonesia.
Lemahnya Garis Batas Negara
Negara Indonesia merupakan negara yang dalam berbagai wilayah
baik daratan maupun perairan posisinya berbatasan dengan banyak
negara, seperti; Malaysia, Singapura, Cina, Philipina, Papua Nugini,
Timor Leste dan Australia. Kawasan perbatasan negara merupakan
manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang mempunyai
peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan,
pemanfaatan sumber daya alam, serta keamanan dan keutuhan wilayah
(Bangun, 2017). Masalah perbatasan memiliki dimensi yang kompleks
meliputi faktor krusial yang terkait di dalamnya seperti yurisdiksi dan
kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan
(Bangun, 2017).
Berbagai macam kasus muncul berkaitan dengan wilayah-wilayah
perbatasan, salah satunya warga Indonesia yang cenderung lebih
dekat dengan negara tetangga seperti Malaysia karena mereka
berpikiran Malaysia lebih memberikan kemudahan untuk mereka dalam
113
BAB IX
H. Evaluasi
1. Evaluasi Tertulis
b. Bagaimana pendapat Saudara mengenai lemahnya alutsista
dan SDM sebagai dampak korupsi terhadap pertahanan
dan keamanan negara Indonesia?
c. Bagaimana pendapat Saudara mengenai lemahnya garis
batas negara Indonesia sebagai dampak korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan negara Indonesia?
d. Bagaimana pendapat Saudara mengenai menguatnya
sisi kekerasan dalam masyarakat sebagai dampak korupsi
terhadap pertahanan dan keamanan negara Indonesia?
2. Evaluasi Refleksi Perkuliahan (Lampiran 5)
3. Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa (Lampiran 6)
114
BAB IX
I. Lampiran-lampiran
Lampiran 1: Infografis Dampak Korupsi Bagi Pertahanan Keamanan
Negara
Sumber: https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/
infografis
115
BAB IX
Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/10
-potensi-Indonesia-bisa-makmur
116
BAB IX
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2017/01/18/08270921/lemah-
nya.pengawasan.
Penulis : Fachri Fachrudin
117
BAB IX
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menghayati bahwa Indonesia dapat menjadi negara
yang makmur, namun potensi makmurnya dalam pertahanan dan
keamanan terhalangi oleh korupsi.
2. Kemampuan menghayati bahwa pertahanan dan keamanan dapat
terpengaruh juga oleh korupsi.
3. Kemampuan menghayati kerugian yang diakibatkan ulah koruptor
dalam pertahanan dan keamanan.
118
BAB IX
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan mengidentifikasi dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
2. Kemampuan mengamalkan dengan memberikan contoh aksi
perilaku untuk mencegah dampak masif terhadap pertahanan dan
keamanan.
3. Kemampuan merespon bentuk contoh aksi dalam mencegah
dampak masif terhadap pertahanan dan keamanan.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik (85-100)
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
119
BAB X:
Penutup
BAB X
Penutup
123
BAB X
124
DAFTAR PUSTAKA
Backhaus, J., Breukers, S., Paukovic, M., Mourik, R., & Mont, O. (2011). Sustainable
Lifestyles: Today’s Facts & Tomorrow’s Trends. Wuppertal. Germany.
Lee, W. O., Grossman, D. L., Kennedy, K. J., & Fairbrother, G. P. (Ed.). (2004). Citizenship
Education in Asia and the Pacific. Concepts and Issues (CERC Studi). Hong
Kong, China: Springer.
Ma’mur, I. (1995). Abul Aclâ Mawdudi’S and Mohammad Natsir’s Views on Statehood: A
Comparative Study. McGill University.
Murdiono, M., Wahab, A. A., & Maftuh, B. (2014). Building a Global Perspective of Young
Citizens Having. Jurnal Pendidikan Karakter, 4(2), 148–159.
Print, M. (1999). Introduction civic education and civil society in the Asia-Pacific. In M.
Print, J. Ellickson-Brown, & A. R. Baginda (Ed.), Civic Education for Civil Society
(hal. 9–18). London: ASEAN Academic Press.
Ryandi, D. (2018, April 3). Mengenang Mosi Integral Natsir, Pencetus Proklamasi Kedua
NKRI. Jawa Pos.
Sardini, N. H. (Ed.). (2016). 60 Tahun Jimly Asshiddiqie: Sosok, Kiprah, dan Pemikiran
Jakarta: Yayasan Obor.
Taufiq Pasiak. (2012). Antara ‘Tuhan Empirik’ dan Kesehatan Spiritual. In Taufiq Pasiak
(Ed.), book section. Yogyakarta: Centre for Neuroscience, Health and Spirituality
[C-NET].
Tim Buku Tempo. (2011). Natsir: Politik Santun di Antara Dua Rezim. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia bekerja sama dengan Majalah TEMPO.
Tim KPK. (2014). Saujana: Di antara Pilihan. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Koupsi.
Zhang, Y., Deng, J., Majumdar, S., & Zheng, B. (2009). Globalization of Lifestyle: Golfing
in China. In H. Lange & L. Meier (Ed.), The new middle classes: Globalizing
lifestyles, consumerism and environmental concern (hal. 143–158). London and
New York: Springer. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-9938-0
Daftar
Pustaka
GLOSARIUM
GLOSARIUM
Bangsa Indonesia : Suatu kesatuan sosial yang terdiri dari berbagai suku
bangsa yang mendiami wilayah negara kesatuan
republik Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia.
Hak Warga Negara : Sesuatu yang dapat dimiliki oleh warga negara dari
negaranya, disebut juga hak konstitusional warga
negara (citizen’s constitutional right).
GLOSARIUM
Kewajiban Warga Negara : Sesuatu yang harus dilakukan oleh warga negara.
Kewajiban warga negara ditetapkan oleh konstitusi atau
perundang-undangan.
GLOSARIUM
INDEKS
A E
Abdul Kahar Muzakkir, 46 Etos kerja, 26, 76
Abikoesno Tjokrosoejoso, 46 Extra ordinary crime, 10
Adil, 8, 26, 75, 76 Extra ordinary effort, 10
Administrasi Publik, 8
Agus Salim, 34, 46 F
Ahmad Soebardjo, 46
Ahmad Syafii Ma’arif, 31 Frans Kaisiepo, 44, 45, 49
B G
Baharuddin Lopa, 33, 34, 54, 61 Gatot Soebroto, 44, 45, 49
Bahasa negara, 16 Geopolitik, 8
Bela negara, 19 Global society, 8
Bendera negara, 16
Berani, 14, 26, 27, 66, 75 H
Bhinneka Tunggal Ika, 17
Budaya antikorupsi, 1, 9, 126 Hak Asasi Manusia, 12, 76
Budaya politik, 8 Hak negara, 17, 66, 67, 127
Bung Hatta, 25, 28 Hak-hak sipil, 9
Buya Syafii Ma’arif, 24, 25, 37 Hoegeng Imam Santoso, 54, 59, 60
Hoegeng Iman Santoso, 34
Humanity, 8
C
Cinta tanah air, 2 I
Citizenship education, 8
Civic education, 8 Identitas nasional, 16, 17, 24, 33, 127
Civil society, 8 Ikeno, 8
Indonesia, 1, 2, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 24,
27, 28, 34, 44, 45, 46, 47, 57, 58, 59,
D 66, 74, 75, 84, 86, 97, 106, 114, 115, 116,
Demokrasi, 8, 9, 17, 18, 68, 74, 75, 76, 77, 121, 122, 126, 127,
126 Insersi, 1, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 126
Dewan Perwakilan Daerah, 18, 57 Integrasi nasional, 17, 44, 45, 49, 126, 127
Dewan Perwakilan Rakyat, 18 Internalisasi, 14, 15
Disiplin, 26, 56, 76, Isa AS, 14
Djuanda, 44, 45, 49
DPD, 57, 58 J
DPR, 57, 58, 85
Jujur, 26, 34, 35, 37, 38, 56, 61, 75, 76
INDEKS
INDEKS
K Muhammad SAW, 14
Muhammadiyah, 37 , 46
K.H. Hasyim Asy’ari, 44, 45, 49 Mukti Ali, 14
Kasman Singodimedjo, 46 Multidisiplin, 13, 14
Keadilan, 66, 67, 68, 90, 127 Murdiono, 8
Keberanian, 17, 66, 67, 68, 127
Kedaulatan rakyat, 17, 76, 77
Kejahatan luar biasa, 10 N
Kemandirian, 66, 67, 68, 127 Nilai antikorupsi, 1, 9, 14, 15, 24, 25, 26, 33,
Kemanusiaan, 8 54, 56, 74, 76, 77, 126
Kepulauan nusantara, 19 Norma, 8, 12, 98, 99, 105
Kerja keras, 14, 26, 27, 54, 56, 58, 75, 127
Ketahanan nasional, 19
Kewajiban konstitusional, 8
P
Ki Bagus Hadikusumo, 44, 45, 46, 47, 49 Pancasila, 1, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 18, 45
Ki Hadjar Dewantara, 34 Paralelisasi, 14
Konstitusi, 8, 9, 17, 54, 55, 56, 57, 68, 127 Partisipasi, 8, 14, 76, 77
Korupsi, 1, 9, 10, 11, 12, 24, 28, 34, 56, 59, Peduli, 14, 26, 27, 75, 98, 99
66, 67, 75, 84, 85, 87, 88, 90, 96, 97, Pemerintahan, 8, 9, 29, 36, 57, 58, 66, 68,
98, 99, 100, 102, 103, 104, 108, 114, 115, 75, 76, 78, 88, 105, 127
116, 117, 121, 122, 126, 127 Pendidikan Antikorupsi, 1, 9, 10, 13, 14, 15,
16, 44, 54, 74, 96, 126
L Pendidikan kewarganegaraan, 1, 2, 8, 9,
10, 12, 13, 14, 15, 16, 24, 44, 85, 126, 127
Lagu kebangsaan, 17 Penegakan hukum, 18, 84, 85, 86, 87, 88,
Lambang negara, 17 90, 127
Pertahanan dan keamanan, 17, 19, 114, 115,
M 116, 117, 121, 122, 127
Political heritage, 8
Maftuh, 8 Proklamasi, 28, 46, 47
Mahkamah Agung, 57, 58
Mahkamah Konstitusi, 58, 84
Majelis Permusyawaratan Rakyat, 18, 57 R
Mandiri, 14, 26, 27, 75, 76, 77 R Soeprapto, 34
Masyarakat, 8, 24, 27, 35, 36, 37, 38, 55, Rasa kebangsaan, 1, 9
59, 67, 68, 76, 77, 86, 87, 103, 114, 116, Rule of law, 8
117, 121, 126, 127
Matriks insersi, 15
Mental korupsi, 9
S
Metode, 9, 14, 15 Saifuddin Zuhri, 34
Mohammad Hatta, 28, 33, 34, 44, 45, 49 Sayyed Hosein Nassr, 14
Mohammad Natsir, 24, 25, 29, 33, 34, 44, Sederhana, 14, 26, 27, 75, 76, 77
45, 46, 47, 48, 49 Sejarah, 8, 17, 34, 35, 46, 55, 56, 58
Mosi integral, 44, 47 Semboyan negara, 17
MPR, 11 , 46, 57 Sistem Pendidikan Nasional, 1, 8
INDEKS
INDEKS
Sjafruddin Prawiranegara, 34
Soedirman, 44, 45, 49
Soekarno, 34, 35, 44, 45, 46, 47, 49
T
Tanggung jawab, 14, 26, 27, 75, 76, 77
Tanggung jawab warga negara, 8
Teuku Mohammad Hasan, 46
Tindak pidana korupsi, 10, 11, 84, 85, 87,
97, 105
Tindakan pencegahan, 10
Tokoh bangsa, 24, 25, 33, 34, 44, 45, 46,
57, 58, 74, 84, 127
Transdisiplin, 10, 13
U
UUD 1945, 9, 46, 54, 57, 58, 59, 66, 67, 68
W
Wahab, 8
Wahid Hasyim, 46
Warga dunia, 8
Warga negara, 1, 8, 9, 15, 17, 66, 67, 77, 117,
119, 127
Wawasan global, 8
Wawawan nusantara, 19
Widodo Budidarmo, 34
Y
Yos Sudarso, 44, 45, 49
PENULIS
BIOGRAFI Penulis
9 786025 238765