Diterbitkan oleh:
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
Gedung Merah Putih KPK
Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan 12920
http://www.kpk.go.id
ISBN: 978-602-52387-6-5
Pengarah:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Deputi Bidang Pencegahan KPK
Koordinator:
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
Tim Penulis:
Dikdik Baehaqi Arif, S.Pd., M.Pd.
Syifa Siti Aulia, S.Pd., M.Pd.
Drs. Supriyadi, M.Si.
Dr. Anom Wahyu Asmorojati, S.H., M.Hum.
Tim Supervisi:
Dr. Rina Ratih, M.Hum.
Dr. Suyadi, M.Pd.I.
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
KATA PENGANTAR
P
uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya, sehingga
penyusunan buku Panduan Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam
Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terselesaikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas untuk melakukan
upaya pemberantasan korupsi, salah satunya melakukan Pedidikan Antikorupsi
pada setiap jejaring pendididikan. Penyusunan buku panduan ini merupakan
salah satu upaya KPK untuk menyediakan bahan ajar bagi para dosen
pengampu Pendidikan Antikorupsi. Selain dalam bentuk buku panduan, KPK
juga melakukan inovasi dan pengembangan bahan sebagai konsekuensi
dari Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Permenristekdikti) No 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi. Media ajar tersebut antara lain
komik, buku saku, film dan juga permainan sehingga dosen dapat
mengembangkan metode belajar yang lebih menarik.
Adapun buku panduan ini bersifat umum dan memberikan gambaran
untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas yang mengondisikan mahasiswa
mendapatkan pengetahuan tentang antikorupsi dan internalisasi nilai-
nilai antikorupsi dalam kehidupan mereka. Mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki irisan yang cukup banyak dengan nilai-nilai
antikorupsi sehingga insersi atau sisipan muatan antikorupsi ke dalam
mata kuliah Pendidikan Pancasila atau Kewarganegaraan dapat
memperkaya pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang turut terlibat dalam penyusunan buku ini, baik kepada Tim Penulis
dari Universitas Ahmad Dahlan, Penelaah dan Tim Supervisi yang telah
mendedikasikan gagasan dan waktunya sehingga buku ini dapat tersajikan.
Memberantas korupsi membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan
kerjasama dari semua elemen bangsa demi mewujudkan indonesia yang maju
dan sejahtera. Panjang umur pemberantasan korupsi. Mahasiswa menentukan
masa depan bangsa.
Salam Antikorupsi!
01
DAFTAR
05 21 41
BAB I BAB II BAB III
Insersi Pendidikan Penguatan Nilai-Nilai Belajar Semangat
Antikorupsi dalam Antikorupsi sebagai Integrasi Nasional
Mata Kuliah Pendidikan Identitias Nasional dari Para Tokoh Bangsa
Kewarganegaraan Indonesia
51 63 71
BAB IV BAB V BAB VI
Implementasi Nilai-Nilai
Semangat Kerja Keras Penguatan Nilai- Antikorupsi dalam Proses
dan Kesederhanaan Nilai Kemandirian, Demokrasi di Bidang
dalam Penyusunan, Keberanian, Keadilan Politik, Pemerintahan, dan
Pelaksanaan dan sebagai Argumen Kehidupan Sehari-Hari
untuk Membangun
Pengawasan Konstitusi Keharmonisan Antara
Kewajiban dan Hak
Negara - Warga Negara
di Bidang Perekonomian
Nasional dan
Kesejahteraan Sosial
02
DAFTAR
79 91 109
BAB VII BAB VIII BAB IX
Penegakan Hukum Faktor-Faktor Penyebab Dampak Masif Korupsi
dalam Pemberantasan Korupsi sebagai Terhadap Pertahanan
Korupsi Tantangan dan Keamanan
Pembentukan Wawasan
Nusantara
121 BAB X
Penutup
Daftar Isi
03
BAB I:
INSERSI PENDIDIKAN
ANTIKORUPSI
DALAM MATA
KULIAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
B
07
B
08
B
sekitar. Untuk dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan ini, maka para
mahasiswa perlu dibina dan diberi tentang antikorupsi melalui PAK.
Pemberian pengetahuan kepada mahasiswa melalui PAK di perguruan
tinggi, ada yang secara khusus pada satu mata kuliah PAK, ada juga yang
diinsersikan ke dalam mata kuliah tertentu melalui kajian nilai-nilainya atau
dari segi konten yang berdekatan, misalnya insersi melalui mata kuliah
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Insersi ini
dimaksudkan agar pengetahuan tentang kejahatan korupsi dapat
dipahami dengan jelas oleh para mahasiswa.
Insersi berasal dari bahasa Inggris yakni insertion yang berarti
“penyisipan”. Penyisipan maksudnya adalah menyisipkan mata kuliah PAK
ke dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Penyisipan ini pada
prinsipnya tidak mengubah esensi substansi materi Pendidikan
Kewarganegaraan, tetapi justru menguatkan Pendidikan Kewarganegaraan
dalam hal materi dan metode pembelajarannya.
Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran di Perguruan
Tinggi memiliki landasan yuridis dalam Surat Edaran Kemendikbud No.
1016/E/T/ 2012. Surat edaran ini merupakan tindak implementasi dari
Instrukti Presiden (Inpres) No. 55 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Serta yang terbaru adalah sebagaimana tertuang dalam
Serta Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 33
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan
Tinggi.
Istilah “insersi” PAK dalam Surat Edaran No. 1016/E/T/ 2012 diturunkan
dari istilah “integrasi” Pendidikan Antikorupsi dalam Inpres No. 55 Tahun
2011. Dengan demikian, insersi merupakan bagian dari integrasi. Dengan kata
lain, “integrasi” Pendidikan Antikorupsi penerapannya lebih luas, mencakup
semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus bebas dari
korupsi, sedangkan insersi Pendidikan Antikorupsi scope nya terbatas pada
wilayah pendidikan, terutama Pendidikan Tinggi, khususnya Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun demikian, tidak ada larangan bagi
akademisi pada Pendidikan Tinggi yang mengintegrasikan PAK ke dalam
pembelajaran atau perkuliahan, tidak sebatas menginsersikan. Bahkan, bisa
jadi akademisi mengunakan kedua isilah ini “insersi” atau “integrasi”
secara silih berganti dengan maksud yang sama, meskipun aksentuasinya
berbeda-beda.
Secara metodologis, baik insersi maupun integrasi memiliki landasan
paradigmatik dalam pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan atau
transdisipliner. Oleh karena itu, istilah-istilah tersebut perlu dijelaskan secara
terperinci. Akan tetapi, penjelasan ini bukan dimaksudkan sekadar
mencari perbedaan, melainkan agar pembaca yang budiman dapat memahami
secara tepat kapan dan dalam konteks apa istilah-istilah tersebut dapat
digunakan.
B
11
B
Pendidikan
Pancasila dan atau Pendidikan
Interdisiplin KewarganegaraanInsersi Pendidikan Multidisiplin
Antikorupsi
Transdisiplin
12
B
nya adalah integrasi dan insersi. Secara lebih teknis, buku ini menawarkan dua
model insersi, yakni paralelisasi dan internalisasi.
1. Paralelisasi
Paralelisasi berasal dari kata paralel yang berarti sama atau sejajar.
Paralelisasi adalah upaya mencari titik temu atau titik singgung
persamaan dua bidang ilmu atau lebih. Metode ini pernah digunakan Sayyed
Hosein Nassr dan Mukti Ali dalam mencari titik temu agama Islam dan
Nasrani (Waryani Fajar Riyanto, 2012). Kedua agama ini tidak dapat dilihat
dari masing-masing kenabian baik (Islam: Muhammad SAW) maupun (Kristen:
Isa AS), tetapi harus dilihat dari Nabi sebelumnya, yakni Ibrahim AS.
Demikian pula dengan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Antikorupsi dan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Keduanya harus dicari
titik temu untuk dikaitkan satu sama lain. Titik temu inilah yang disebut
dengan paralelisasi. Dengan demikian, paralelisasi Pendidikan Pancasila
dan atau Pendidikan Kewarganegaran dengan Pendidikan Antikorupsi
merupakan titik temu keduanya sehingga saling melengkapi atau saling
memperkuat satu sama lain.
Paralelisasi juga dapat dimaknai sebagai “tempelisasi” atau menempelkan
dua hal yang sama sehingga terkait satu sama lain atau memperkuat satu
sama lain. Dalam konteks ini paralelisasi Pendidikan Pancasila dan atau
Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Antikorupsi adalah
menempelkan sub materi tertentu dari Pendidikan Antikorupsi pada sub
materi lain yang dianggap sama dengan Pendidikan Pancasila dan atau
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Internalisasi
Internalisasi adalah model lain atau varian dari insersi PAK dalam
pembelajaran Pancasila dan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Internalisasi
merupakan penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga
menjadi keyakinan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku hidup
sehari- hari (Mukhamad Unggul Wibowo, Djoko Suryo, 2017). Dalam
konteks insersi PAK, internalisasi merupakan metode pengembangan sikap
antikorupsi melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila dan atau
Kewarganegaraan.
Sikap antikorupsi adalah sembilan nilai antikorupsi, yakni jujur, peduli,
mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Artinya, sembilan nilai antikorupsi inilah yang berusaha untuk diinternalisasi
ke dalam diri mahasiswa melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, baik melalui penerimaan nilai, penghargaan nilai
penghayatan, nilai antikorupsi maupun aktualisasi nilai.
Internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui pembelajaran Pancasila dan
atau Pendidikan Kewarganegaraan dalam diri mahasiswa dapat dilakukan
dengan
B
beragam teknik dan metode. Salah satunya adalah dilema moral. Mahasiswa
dihadapkan pada situasi-situasi kritis yang serba dilematis, sehingga
setiap keputusan yang diambil merupakan buah dari perenungan dan
penghayatan mendalam atas tantangan yang dihadapi, yakni menolak
perilaku koruptif. Semakin sering berhadapan dengan situasi dilematis,
semakin sering pula ia melakukan perenungan, kontemplasi dan
penghayatan mendalam sehingga proses internalisasi nilai dapat berjalan
secara efektif.
Metode insersi dilakukan dalam proses pembelajaran tujuannya agar
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menyeluruh (holistik) dalam
berbagai kajian keilmuan. Buku ini bertujuan untuk menguatkan proses insersi
berkaitan dengan Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Tujuan insersi mata kuliah Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, adalah sebagai berikut.
1. Menggali potensi mahasiswa dalam Pendidikan Antikorupsi sebagai
bagian dari perwujudan pembentukan warga negara yang baik dalam
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengembangkan kecakapan intelektual dan sosial mahasiswa
mengenai Pendidikan Antikorupsi dalam pembentukan warga
negara yang baik.
3. Membentuk pola kepribadian mahasiswa yang dapat menanamkan
nilai-nilai antikorupsi sebagai salah satu tujuan pelaksanaan
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.
Berdasarkan tujuan tersebut maka disusunlah buku ini dengan cara
penggunaan sebagai berikut.
1. Pelajari kompetensi dasar dan sub-submateri Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Antikorupsi.
2. Pahami tujuan insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Pahami delapan topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
4. Pahami matriks insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
5. Pahami Tujuan dan Capaian Pembelajaran delapan topik insersi
Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaaan
Perguruan Tinggi.
6. Perhatikan alokasi waktu yang digunakan dalam setiap delapan
topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
7. Pahami metode dan aktifitas pembelajaran delapan topik insersi
Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaaan
14
B
Perguruan Tinggi.
8. Pergunakan sumber dan media pembelajaran dalam lampiran
yang telah disediakan boleh diperkuat dengan sumber dan media
pembelajaran yang lain.
Berdasarkan tujuan insersi tersebut, maka disajikan penguatan insersi
dengan menampilkan aspek pengetahuan untuk kompetensi dasar dalam
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Aspek pengetahuan untuk
Kompetensi Dasar Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan diberi nomor
kode 3, dengan sembilan aspek sehingga muncul 3.1 sampai 3.9. Berdasarkan
kajian dari Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Kewarganegaraan
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Tahun 2016 tergambarkan beberapa sub materi Pendidikan Kewarganegaraan.
Berdasarkan Kompetensi dan submateri Pendidikan Kewarganegaraan
tersebut tergambarkan insersi Pendidikan Antikorupsi yang terdiri dari
delapan topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan tergambar pada tabel 1 berikut:
15
B
3.3 Mengevaluasi urgensi A. Menelusuri konsep dan urgensi BAB III Belajar
integrasi nasional sebagai integrasi nasional semangat integrasi
salah satu parameter 1. Makna integrasi nasional nasional dari para
persatuan dan kesatuan 2. Jenis integrasi tokoh bangsa
bangsa dalam wadah Negara 3. Pentingnya integrasi nasional
Kesatuan Republik Indonesia. 4. Integrasi versus disintegrasi
B. Menanyakan alasan mengapa
diperlukan integrasi nasional
C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
tentang integrasi nasional
1. Perkembangan sejarah integrasi di
Indonesia
2. Pengembangan integrasi di Indonesia
D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan integrasi nasional
1. Dinamika integrasi nasional di Indonesia
2. Tantangan dalam membangun integrasi
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi
integrasi nasional
3.4 Menganalisis nilai dan A. Menelusuri konsep dan urgensi BAB IV Semangat
norma yang terkandung konstitusi dalam kehidupan berbangsa- kerja keras dan
dalam konstitusi di Indonesia negara kesederhanaan
dan konstitusionalitas B. Perlunya konstitusi dalam kehidupan dalam penyusunan,
ketentuan di bawah berbangsa-negara Indonesia pelaksanaan, dan
UUD 1945 dalam konteks C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan pengawasan konstitusi
kehidupan bernegara- politik tentang konstitusi dalam kehidupan
kebangsaan Indonesia. berbangsa-negara Indonesia
D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan konstitusi dalam kehidupan
berbangsa-negara Indonesia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi konstitusi
dalam kehidupan berbangsa-negara
3.5 Menerapkan harmoni A. Menelusuri konsep dan urgensi harmoni BAB V Penguatan
kewajiban dan hak negara kewajiban dan hak negara dan warga negara nilai-nilai kemandirian,
dan warga negara dalam B. Menanya alasan mengapa diperlukan harmoni keberanian, keadilan
tatanan kehidupan kewajiban dan hak negara dan warga negara sebagai argumen
demokrasi Indonesia yang Indonesia untuk membangun
bersumbu pada kedaulatan C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik keharmonisan antara
rakyat dan musyawarah tentang harmoni kewajiban dan hak negara dan kewajiban dan hak
untuk mufakat. warga negara Indonesia negara - warga
1. Sumber historis negara di bidang
2. Sumber sosiologis perekonomian nasional
3. Sumber politik dan kesejahteraan
D. Membangun argumen tentang dinamika dan sosial
tantangan harmoni kewajiban dan hak negara
dan warga negara
1. Aturan dasar ihwal pendidikan dan
kebudayaan, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi
16
B
17
B
3.9 Menganalisis urgensi, A. Menelusuri konsep dan urgensi ketahanan BAB IX Dampak masif
dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara. Apakah ketahanan korupsi terhadap
nasional bagi Indonesia nasional itu? Apakah bela negara itu? pertahanan dan
dalam mebangun komitmen 1. Wajah ketahanan nasional Indonesia keamanan
kolektif yang kuat dari 2. Dimensi dan ketahanan nasional berlapis
seluruh komponen bangsa 3. Bela negara sebagai upaya mewujudkan
untuk mengisi kemerdekaan ketahanan nasional
Indonesia. B. Menanyakan alasan mengapa
diperlukan ketahanan nasional dan bela
negara
C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
tentang ketahanan nasional dan bela negara
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan ketahanan nasional dan bela negara
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi
ketahanan nasional dan bela negara
1. Esensi dan urgensi ketahanan nasional
2. Esensi dan urgensi bela negara
18
BAB II:
Penguatan nilai-nilai
ANTIKORUPSI SEBAGAI
IDENTITAS NASIONAL
INDONESIA
BA
A. Tujuan Pembelajaran
Menggali nilai-nilai antikorupsi sebagai identitas nasional Indonesia.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengevaluasi nilai-nilai antikorupsi sebagai
identitas nasional Indonesia.
Mahasiswa mampu meneladani semangat antikorupsi dari para tokoh
masyarakat/bangsa.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Kajian biografi tokoh
Diskusi kelompok (group discussion)
23
BA
F. Aktifitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen mengajak mahasiswa untuk menyimak bersama:
1. Tantangan video tentang korupsi: “Korupsi? No Way!”
https://www.youtube.com/watch?v=fGUw-efQs6w
2. Kliping koran: E-KTP, Identitas yang Tertunda
https://nasional.sindonews.com/read/1171194/16/e-ktp-
identitas-yang-tertunda-1484530565
b. Dosen dan mahasiswa melakukan curah pendapat (brainstorming)
dan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman mahasiswa
tentang korupsi, nilai-nilai antikorupsi, dan kasus korupsi dalam
pengadaan E-KTP.
c. Dosen menyampaikan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti (30 menit)
a. Dosen membagi kelas menjadi empat kelompok.
b. Dosen membagi media kliping koran (tautan kliping) tentang
kejujuran dan kesederhanaan, dan/atau video (tautan video)
tokoh-tokoh bangsa untuk masing-masing kelompok.
c. Setiap kelompok diminta untuk mengamati video tentang tokoh-
tokoh bangsa, sebagai berikut:
1. Kelompok 1 Bung Hatta Melawan Korupsi dengan Suri
Teladan https://www.youtube.com/watch?v=yogBiIAeO-E
2. Kelompok 2 Keteladanan Mohammad Natsir
https://www.youtube.com/watch?v=0jP7dlprfAo
3. Kelompok 3 Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp 20 Juta
yang Ditemukannya di Jalan
https://regional.kompas.com/read/2018/05/27/15180801/
kisah-tukang-sampah-kembalikan-rp-20-juta-yang-
ditemukannya-di-jalan?page=all.
4. Kelompok 4 Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif
https://arrahmahnews.com/2018/03/05/eric-tauvani-dan-
kisah-kesederhanaan-buya-syafii-maarif/
24
BA
G. Uraian Materi
Nilai-nilai Antikorupsi sebagai Identitas Bangsa
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan
nilai antikorupsi, yaitu nilai jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung
jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Jika dikelompokkan,
kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi menjadi tiga
kelompok atau tiga aspek dalam nilai-nilai antikorupsi, yaitu: aspek
inti, aspek etos kerja, dan aspek sikap.
a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab.
b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri.
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli.
• Jujur
Inti • Disiplin
• Tanggung Jawab
• Kerja Keras
Nilai-Nilai Etos • Sederhana
Antikorupsi Kerja • Mandiri
• Adil
Sikap • Berani
• Peduli
25
BA
26
BA
a. Mohammad Hatta
Nama Mohammad Hatta
sudah tidak asing lagi bagi Bangsa
Indonesia. Ia adalah salah satu
Pahlawan Proklamasi. Selain berjasa
besar bagi kemerdekaan Indonesia,
Bung Hatta, sapaan akrabnya, juga
memiliki rekam jejak sebagai seorang
sosok yang sangat antikorupsi.
Salah satu kisahnya pada 1970,
ketika Bung Hatta dan rombongan
mengunjungi Tanah Merah, Irian
Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh
kolonial Belanda. Di Irian Jaya,
Bung Hatta disodori amplop berisi
uang. Uang tersebut sebenarnya
bagian dari biaya perjalanan
Bung Hatta
yang ditanggung pemerintah. Namun, Bung Hatta menolaknya.
“Uang apa ini? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah
ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja
saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa
ini?” kata Bung Hatta. Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang
pemerintah pun sebenarnya adalah uang rakyat. “Tidak, itu uang
rakyat, saya tidak mau terima. Kembalikan,” tegas Bung Hatta
seperti dikutip dari buku berjudul Mengenang Bung Hatta (2002).
Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tecermin pada hal
yang sederhana. Pada suatu ketika, Hatta menegur sekretarisnya
karena menggunakan tiga lembar kertas kantor Sekretariat Wakil
Presiden untuk mengirim surat pribadi. Menurut Hatta, kertas
itu adalah aset negara yang merupakan uang rakyat. Hatta pun
mengganti kertas tersebut dengan uang pribadinya.
27
BA
b. Mohammad Natsir
H. Evaluasi
Evaluasi proses pembelajaran: Penilaian diskusi
Evaluasi hasil pembelajaran:
a. minutes paper
b. one sentence and one paragraph summary
I. Lampiran-Lampiran
Lampiran 1: Catatan Laporan Kelompok
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mohammad
Jujur
Hatta
Peduli
Mandiri
Disiplin
Tanggung Jawab
Kerja Keras
Sederhana
Berani
29
BA
Adil
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mohammad Jujur
Natsir
Peduli
Mandiri
Disiplin
Tanggung Jawab
Kerja Keras
Sederhana
Berani
Adil
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mandiri
Disiplin
Tanggung Jawab
Kerja Keras
Sederhana
Berani
Adil
30
BA
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Jubadi Jujur
Peduli
Mandiri
Disiplin
Tanggung Jawab
Kerja Keras
Sederhana
Berani
Adil
Keterangan:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat
2. Kemampuan memberikan argumentasi
3. Kemampuan memberikan kritik
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik
6. Kelancaran berbicara
31
BA
Kriteria penilaian:
80-100 Memuaskan 4
70-79 Baik 3
60-69 Cukup 2
45-59 Kurang 1
32
BA
Judul : Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa
Penulis : Tim Komisi Pemberantasan Korupsi
Penerbit : Komisi Pemberantasan Korupsi
Cetakan : I, 2017
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-9488-11-1
Korupsi merupakan warisan sejarah dan sudah menjadi budaya bangsa.
Pendapat ini seakan terbenarkan banyak tokoh dan pejabat ditangkap
KPK karena korupsi. Namun, jika menengok sejarah, sebetulnya Indonesia
memiliki banyak tokoh yang penuh integritas, jujur, dan antikorupsi.
Mereka menjadi pejabat untuk mengabdi kepada bangsa dan negara,
bukan memperkaya diri dan keluarga. Ketika dihadapkan pada pilihan
antara kepentingan pribadi dan negara, mereka mendahulukan
kepentingan negara, fokus menjalankan amanat rakyat.
KPK menelisik tokoh-tokoh teladan ini, seperti H Agus Salim, Baharuddin
Lopa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Hoegeng Iman Santoso, Ki
Hadjar Dewantara, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Saifuddin
Zuhri, Sjafruddin Prawiranegara, R Soeprapto, Ir Soekarno, dan
Widodo Budidarmo.
Agus Salim pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet Amir
Sjarifuddin (1947) dan Kabinet Hatta (1948–1949). Dia terkenal karena
kesederhanaannya. Suatu ketika, dalam pertemuan para diplomat di
Eropa, Agus Salim menyita perhatian banyak orang. Bukan karena
kemewahannya, melainkan karena jas yang dikenakan sudah usang
dan penuh jahitan di sana-sini.
Agus Salim hingga pensiun belum mempunyai rumah sendiri. Selama
menjadi menteri, dia tinggal di kontrakan. Agus Salim berpandangan,
menjadi pejabat bukan untuk mencari kekayaan, tapi menderita. Leiden is
lijden “memimpin adalah menderita” (hal 13).
33
BA
34
BA
35
BA
38
BA
39
BAB III:
BELAJAR SEMANGAT INTEGRASI NA
BA
A. Tujuan Pembelajaran
Mengidentifikasi semangat memelihara integrasi nasional dari para
tokoh bangsa sebagai salah satu parameter persatuan dan kesatuan
bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengidentifikasi semangat dan keteladanan
integrasi nasional dari tokoh-tokoh bangsa.
Mahasiswa mampu menunjukkan keteladanan diri dalam memelihara
integrasi nasional.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Information Search
Diskusi
43
BA
F. Aktifitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen dan mahasiswa mengawali kegiatan dengan tanya
jawab tentang pentingnya memelihara persatuan dan kesatuan
Bangsa Indonesia.
b. Dosen mengajak mahasiswa untuk menyimak bersama tayangan
video tentang “Mosi Integral” https://www.youtube.com/
watch?v=_49NnTmQJW8
c. Dosen mengajak mahasiswa untuk mengkaji semangat
memelihara integrasi nasional dari video yang telah ditayangkan
d. Dosen menyampaikan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti (30 menit)
a. Dosen membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil (3-5
orang per kelompok).
b. Setiap kelompok diberi tugas untuk mencari informasi,
mendiskusikan, dan menjawab pertanyaan tentang semangat
memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh bangsa berikut:
1. Kelompok 1 Soekarno;
2. Kelompok 2 Mohammad Hatta;
3. Kelompok 3 Jenderal Soedirman;
4. Kelompok 4 Sri Sultan Hamengkubuwono IX;
5. Kelompok 5 Frans Kaisiepo;
6. Kelompok 6 K.H. Hasyim Asy’ari;
7. Kelompok 7 Jenderal TNI Gatot Soebroto;
8. Kelompok 8 Laksamana Madya TNI Yos Sudarso;
9. Kelompok 9 Ki Bagus Hadikusumo;
10.Kelompok 10 Mohammad Natsir;
11.Kelompok 11 Ir. Djuanda.
c. Dosen mereview jawaban dari setiap kelompok dan
mengembangkan jawaban untuk menambah informasi
mahasiswa, sehingga jawaban yang diperoleh semakin jelas.
Kegiatan Penutup (10 menit)
a. Dosen dan mahasiswa melakukan review atas materi yang telah
dibahas dengan mengajukan pertanyaan topical review.
b. Dosen dan mahasiswa menyusun kesimpulan bersama tentang
semangat memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh
bangsa.
c. Dosen menugaskan mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut
semangat memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh
bangsa lain dari berbagai sumber yang relevan.
44
BA
G. Uraian Materi
Gagasan dan Keteladanan Tokoh-tokoh Bangsa dalam
Memelihara Integrasi Nasional
Tokoh bangsa yang memiliki keteladanan dalam memelihara
integrasi nasional antara lain adalah Ki Bagus Hadikusumo dan
Mohammad Natsir. Pertama, Ki Bagus Hadikusumo adalah anggota
dari Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yang bertugas merumuskan UUD 1945. Ia mewakili golongan Islam
bersama dr. Sukiman Wirjosanjoyo, Haji Abdul Kahar Muzakkir, Wahid
Hasyim, Abikoesno Tjokrosoejoso, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Haji
Agus Salim. Pada saat menjadi anggota BPUPKI, Ki Bagus
Hadikusumo tercatat sebagai Pengurus Besar Muhammadiyah.
Di antara kalangan muslim dalam BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo
ialah orang paling bersemangat dan teguh pendiriannya dalam
menginginkan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945. Karena pendiriannya tersebut, Soekarno sampai menunjuk
Mr. Teuku Mohammad Hasan dan Kasman Singodimedjo untuk
bicara dengan Ki Bagus sehari setelah Proklamasi dan sebelum
berlangsung sidang PPKI.
Dalam pembicaraan itu, Hasan memberikan tekanan pada
pentingnya kesatuan nasional. Adalah sangat mutlak untuk tidak
memaksa minoritas-minoritas Kristen penting (Batak, Manado, Ambon)
masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha kembali
datang menjajah Indonesia, (Anderson, 1988). Demikian juga, Kasman
Singodimedjo ditugasi untuk membujuk Ki Bagus agar menyetujui
usulan agar para tokoh Islam menyetujui untuk menghapus tujuh kata
dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 dan menggantinya dengan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kasman Singodimedjo yang menggunakan Bahasa Jawa halus
mengatakan kepada Ki Bagus bahwa “Belanda sedang thingil-
thingil dan thongol-thongol (sedang bersiap dari kejauhan)
menyerbu dan merebut kembali Indonesia yang baru merdeka”
(Tanthowi, 2015) akhirnya dapat meluluhkan hati Ki Bagus
Hadikusumo, yang pada mulanya berkeberatan untuk menerima
usulan para koleganya di PPKI (Nasar, 2015). Logika yang diajukan
oleh Kasman untuk meyakinkan Ki Bagus adalah alasan keamanan
nasional, di mana kemerdekaan bangsa yang masih sangat muda
sedang terancam. Selain itu, Kasman juga meyakinkan Ki Bagus
bahwa UUD tersebut bersifat sementara, sebagaimana dikatakan
Sukarno pada awal penyampaian pengantar
45
BA
H. Evaluasi
Penilaian proses: Penilaian unjuk kerja (diskusi)
Penilaian hasil: Topical Review
I. Lampiran-Lampiran
47
BA
Semangat Integrasi
No Nama Tokoh Bangsa Keterangan
Nasional
1 Soekarno
2 Mohammad Hatta
3 Jenderal Soedirman
Sri Sultan
4 Hamengkubuwono
IX
5 Frans Kaisiepo
10 Mohammad Natsir
11 Ir. Djuanda
48
BAB IV:
SEMANGAT KERJA KERAS
DAN KESEDERHANAAN
DALAM PENYUSUNAN,
PELAKSANAAN, DAN
PENGAWASAN
KONSTITUSI
BA
A. Tujuan Pembelajaran
Mengidentifikasi semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat mengidentifikasi semangat kerja keras dan
kesederhanaan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan
konstitusi.
Mahasiswa dapat mengemukakan argumentasi pentingnya
semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam membangun
integritas pribadi yang mengedepankan kepentingan negara dan
bangsa.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Diskusi
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen memberikan pengantar dan penjelasan tentang rencana
kegiatan pembelajaran dengan metode diskusi mengenai
semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam penyusunan,
pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi.
b. Mahasiswa mengamati tayangan video tentang perilaku tokoh.
53
BA
54
BA
G. Uraian Materi
Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Sebagai Nilai
Antikorupsi
Merujuk pada ensiklopedia online Wikipedia, semangat kerja dapat
dimaknai sebagai dorongan kepada seseorang untuk giat bekerja.
Dorongan tersebut berasal dari dirinya sendiri atau dari luar. Kerja
Keras bisa diartikan memiliki semangat kerja, akan bekerja keras,
tidak mudah menyerah, selalu berusaha sebaik-baiknya. Kerja keras
memiliki ciri: (1) kesulitan tidak membuat berhenti bekerja; (2)
mencari cara kerja baru; (3) tidak malu bertanya; dan (4) disiplin. Disiplin
menunjuk (1) menghargai waktu; (2) tidak mengingkari janji; dan (3)
jujur. Sedangkan jujur ditandai dengan: (1) bersedia mengakui
kekurangan; (2) tidak takut ejekan; dan (3) taat aturan.
Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika
segalanya dapat dipertimbangkan untuk dimiliki. Kesederhanaan
berhubungan dengan beban yang pada diri seseorang yang
mencoba untuk menjelaskan atau memahaminya. Sesuatu yang mudah
dipahami atau dijelaskan adalah sederhana, berlawanan dari sesuatu
yang rumit (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
55
BA
56
BA
b. Eksekutif
Lembaga eksekutif di Indonesia meliputi Presiden dan wakil
Presiden beserta menteri-menteri yang membantunya. Presiden
adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia,
Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan
sekaligus sebagai kepala negara.
c. Yudikatif
1. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang
memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945,
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
H. Evaluasi
Tes Esai:
Kemukakanlah tokoh-tokoh bangsa yang telah memberikan teladan semanga
Anggota penyusun konstitusi
Pejabat pemerintah (eksekutif), dan
Pengawas berjalannya konstitusi/penegak hukum/peradilan.
Apakah semangat kerja keras dan kesederhanaan dapat dijadikan dasar untu
Rencana Tindak Lanjut (RTL):
Mahasiswa diberi tugas menemukan seseorang yang dapat dijadikan model y
57
BA
I. Lampiran-Lampiran
Keteladanan Tokoh: Semangat kerja keras dan kesederhanaan para
penyusun, pelaksana, dan pengawas konstitusi
Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H Hoegeng Imam Santoso Baharudin Lopa
Tokoh Perumus Konstitusi Tokoh Penegak Hukum Tokoh di bidang Peradilan
Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H. adalah salah satu tokoh penting
yang berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik
Indonesia. Bahkan Mr. Soepomo dijuluki sebagai Arsitek UUD 1945.
Ada banyak hal yang dapat diteladani dari Mr. Soepomo, antara
lain sebagai berikut.
1. Mr. Soepomo dikenal sebagai pelajar tangguh, ia bahkan
melanjutkan sekolah sampai ke negeri Belanda. Semangatnya
dalam mengejar pendidikan perlu diteladani siapapun.
2. Meskipun dekat dengan Belanda dan bahkan bekerja di
kantor Belanda, namun Mr. Soepomo tetap berani mengkritik
belanda di dalam disertasinya. Sikapnya yang selalu memihak
pada kebenaran perlu untuk diteladani.
3. Meski Mr. Soepomo memberi kritik, namun ia dikenal dengan
etika bahasanya yang sangat sopan sehingga kritikan yang
sampaikan tidak ditanggapi secara keras namun membekas. Ini
membuktikan bahwa Mr. Soepomo selain cerdas juga
berkepala dingin, sikap ini tentu perlu juga kita teladani.
4. Saat merumuskan dasar negara, Mr. Soepomo dan
pendiri bangsa lainnya berdiskusi saling memberi pendapat
untuk kepentingan bersama dengan mengenyampingkan ego
untuk mencapai musyawarah mufakat. Ini nilai teladan yang
perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
58
BA
c. Baharudin Lopa
Tokoh di Bidang Peradilan
“Cerita Baharudin Lopa”
Sangat berhati-hati dan cermat sudah menjadi kebiasaan Baharuddin Lopa. Ba
Mendengar itu, Lopa menyuruh ajudannya memutar mobil, kembali ke kantor s
59
BA
bakar mendekati “F”. Padahal, seingat dia, saat tiba di tujuan, jarum
penunjuk justru mendekati “E”. Dari situlah, ia mengetahui ada
orang yang telah mengisikan bensin ke mobilnya.
“Fasilitas Bukan Milik Pribadi”
Segala sesuatu harus sesuai peruntukannya. Mobil dinas
hanya untuk keperluan dinas, tak boleh untuk kepentingan
pribadi. Bagi Baharuddin Lopa, itu prinsip yang sangat mendasar.
Itu sebabnya, dia melarang istri dan ketujuh anaknya
menggunakan mobil dinas untuk keperluan sehari-hari. Suatu
ketika, hal itu membuat seorang kerabatnya kecele. Ceritanya,
pada 1983, Lopa diundang menjadi saksi pernikahan. Tuan rumah
yang juga kerabatnya, Riri Amin Daud, dan pagar ayu telah
menunggu kedatangannya.
Mereka menanti mobil dinas berpelat DD-3 berhenti di depan
pintu. Namun, lama ditunggu, mobil itu tak jua tiba. Ketika sedang
resah menanti, tiba-tiba saja suara Lopa terdengar dari dalam
rumah. Rupanya, ia bersama sang istri datang ke sana dengan
menumpang pete-pete, angkutan kota khas Makassar. “Ini
hari Minggu. Ini juga bukan acara dinas. Jadi, saya tak boleh
datang dengan mobil kantor,” terang Lopa. Bukan hanya urusan
mobil, soal telepon pun Lopa sangat ketat. Di rumahnya, telepon
dinas selalu dikunci. Bahkan, semasa menjabat Kepala Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Selatan, dia sampai memasang telepon koin di
rumah dinasnya agar pemakaiannya terpantau.
Sumber: https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/06/Or-
ange-Juice-Integritas-kpk.pdf
60
BAB V:
Penguatan nilai-nilai
KEMANDIRIAN, KEBERANIAN,
KEADILAN SEBAGAI ARGUMEN
UNTUK MEMBANGUN
KEHARMONISAN ANTARA
KEWAJIBAN DAN
HaK negaRa - WaRga negaRa
DI BIDANG EKONOMI DAN
KESEJAHTERAAN NASIONAL
BA
A. Tujuan Pembelajaran
Penguatan nilai-nilai kemandirian, keberanian dan keadilan
sebagai argumen membangun keseimbangan antara kewajiban dan
hak negara-warga negara di bidang ekonomi dan kesejahteraan
nasional.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian konsep sistem perekonomi-
an nasional dan kesejahteraan sosial menurut UUD 1945.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi faktor-faktor hambatan
pengem- bangan keharmonian kewajiban-hak negara dan warga
negara dalam implikasi/praktik sistem ekonomi di Indonesia.
Mahasiswa dapat mengungkap nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan
keadilan untuk melawan korupsi dalam pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan sosial.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Diskusi
65
BA
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
Dosen memberikan penjelasan tentang pentingnya mempelajari
nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan keadilan untuk
mengembangkan keharmonian kewajiban-hak negara dan warga
negara dalam mengimplementasi atau mempraktikkan sistem
ekonomi dan mengupayakan kesejahteraan sosial.
66
BA
G. Uraian Materi
Teori/Konsep Sistem Perekonomian Kapitalisme dan Ekonomi
Kerakyatan (Sosialisme)
Sistem Ekonomi Kapitasisme dikembangkan dari paham liberal
(kebebasan individu/individualisme). Sistem ini melahirkan sistem
pasar bebas. Ciri-ciri sistem ekonomi kapitalisme adalah sebagai
berikut:
a. Pemilikan kekayaan pribadi
b. Tidak ada pembatasan untuk mengumpulkan kekayaan
c. Pemerintah tidak campur tangan dalam perekonomian, sehingga
terjadi pasar bebas
Sistem kapitalisme klasik mengalami pergeseran, semenjak tahun
1930-an sistem kapitalis dimodifikasi menjadi sedikit lebih longgar
tetapi tetap menekankan pasar bebas:
a. Sebagian besar harta kekayaan dimiliki secara pribadi
b. Sedikit batasan nyata terhadap pengumpulan harta kekayaan
c. Pengaturan ekonomi oleh pemerintah – pasar bebas dimodifikasi
d. Terdapat program bantuan kepada golongan lemah oleh
pemerintah
Sosialisme adalah sistem ekonomi yang ada unsur pengendalian
dari pemerintah, tetapi terdapat kebebasan warga negara, ciri-cirinya:
a. Sebagian kekayaan (termasuk industri, jasa umum dan
transportasi) dimiliki publik melalui pemerintah yang demokrasi
b. Pembatasan pemilikan kekayaan pribadi
c. Peraturan pemerintah terhadap ekonomi
d. Program bantuan terhadap yang lemah dari pemerintah
UUD 1945 untuk Mengkaji Konsep Pengembangan Sistem
Ekonomi Berdasar UUD 1945 (Pasal 33) dan Implementasinya
Fenomena Praktik Sistem Ekonomi Kapitalisme (Pasar Modern)
dan Sistem Ekonomi Kerakyatan (Pasar Tradisional) di Indonesia:
Pengalaman praktik pasar modern (supermarket, minimarket,
dsb.) dan pasar tradisional, yang dapat dilihat antara lain dari
siapa pemilik modal dan laba, lokasi keberadaannya, peruntukan
dan asas penyelenggaraannya, akses kepada kaum miskin, dsb.
67
BA
H. Evaluasi
Tes Esai:
Bagaimanakah praktek sistem ekonomi kapitalis dan ekonomi kerakyatan (sosi
Pertumbuhan sistem ekonomi kerakyatan tersendat, bahkan mengalami keme
Menurut pendapat Saudara, seharusnya bagaimanakah komitmen/sikap keman
68
BAB VI:
IMPlEMEntASI nIlAI-nIlAI
ANTIKORUPSI DALAM
PROSES DEMOKRASI
DI BIDANG POLITIK,
PEMERINTAHAN DAN
KEHIDUPAn SEHARI-HARI
BA
A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengimplementasikan nilai-nilai antikorupsi dalam
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengamalkan nilai-nilai antikorupsi dalam sebuah
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Simulasi debat
Pembelajaran kooperatif
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (5 menit)
a. Kegiatan pembelajaran diawali dengan penyampaian nilai-
nilai antikorupsi kepada mahasiswa, kemudian memberikan
gambaran tentang pokok bahasan yang akan didiskusikan.
b. Selanjutnya memaparkan kaitan antara nilai-nilai antikorupsi
dengan proses pengambilan keputusan sebagai bagian dari
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.
c. Tampilkan pertanyaan pembuka seperti apa yang dimaksud
dengan nilai-nilai antikorupsi dan pengetahuan serta pemahaman
tentang Demokrasi.
73
BA
G. Uraian Materi
Implementasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam Proses Demokrasi
di Bidang Politik dan Pemerintahan
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan
nilai antikorupsi, yaitu nilai Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin,
Tanggung jawab, Kerja keras, Sederhana, Berani, dan adil. Jika
dikelompokan, kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi
menjadi tiga kelompok atau tiga aspek dalam nilai-nilai antikorupsi,
yaitu: aspek inti, aspek etos kerja, dan aspek sikap.
a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab
b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli
74
BA
75
BA
76
BA
H. Evaluasi
Evaluasi Proses
Dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap proses simulasi
debat yang dilakukan oleh setiap kelompok, baik pro maupun kontra,
kedalaman materi yang disampaikan, dan tentu cara mempertahankan
pendapat yang logis dan santun. Kriteria penilaian tersedia pada
lembar indikator penilaian debat. Ungkapkan pula kemungkinan yang
dapat terjadi beserta konsekuensinya pada sebuah kasus baik dari sisi
pro maupun kontra.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi dilakukan dengan memberikan kategori bahasan dalam setiap
kelompok pro dan kontra. Tampilkan juga kemungkinan timbulnya
persoalan jika Pilkada serentak dilaksanakan dan persoalan yang
mungkin juga muncul apabila Pilkada serentak tidak dilaksanakan.
I. Lampiran-Lampiran
77
BAB VII:
PENEGAKAN HUKUM DALAM PEMBERA
BAB
A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menganalisis proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menganalisis peraturan perundang-undangan
dalam pemberantasan tidank pidana korupsi.
Mahasiswa mampu menjelaskan proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit.
D. Metode Pembelajaran
1. Curah Gagasan (Brain Storming)
Curah gagasan tentang mekanisme dan problematika
penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia. Dimulai sejak
penyusunan aturan-aturan hukum, proses penegakan hukum,
aparat penegak hukum, sampai dengan eksekusi yang dilakukan
terhadap sebuah putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap. Dari curah gagasan ini diharapkan
mampu menyerap pendapat mahasiswa terkait proses
penegakan hukum di Indonesia beserta tantangan yang
dihadapi. Mahasiswa diminta menyampaikan pendapat dan
gagasannya tentang kasus pembatalan Peraturan KPU oleh
Mahkamah Konstitusi terkait mantan narapidana kasus korupsi
yang diperbolehkan berkontestasi dalam Pilkada.
2. Diskusi Kelompok
Setelah diperoleh gagasan-gagasan awal dari mahasiswa
tentang problematika penegakan hukum di Indonesia,
khususnya terkait putusan MK tersebut, kemudian mahasiswa
dibagi dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan hasil
curah gagasan. Dari diskusi masing-masing kelompok tersebut
diharapkan akan muncul solusi dalam setiap permasalahan yang
dihadapi dari setiap problematika yang berhasil diidentifikasi dari
hasil curah gagasan tersebut. Dari solusi yang diperoleh kemudian
dipresentasikan kepada kelompok yang lain guna membaca
kemungkinan implementasi solusi yang diperoleh dari diskusi
tersebut berdasarkan peraturan perundang- undangan yang terkait
dengan pemberantasan korupsi.
BAB
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Pendahuluan dan membangun suasana kelas
Kegiatan pembelajaran diawali dengan menyampaikan kepada
mahasiswa bahwa tujuan dari curah gagasan (brain storming)
hanyalah untuk mengetahui pendapat-pendapat mereka tentang
pentingnya memperkuat perangkat hukum dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi dan pentingnya pengaturan tindak pidana
korupsi dalam peraturan perundang-undangan.
b. Memulai curah gagasan
Tampilkan pernyataan pembuka tentang konsep penegakan
hukum yang berkeadilan, sesuai dengan tujuan dibentuknya
negara Indonesia. Mahasiswa diminta menjawab pertanyaan
tersebut, kemudian memberikan contoh kasus nyata yang
terjadi dalam kehidupan bernegara saat ini. Mahasiswa
diminta menyampaikan pendapatnya tentang putusan MA
yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana kasus
korupsi untuk menjadi calon legislatif.
82
BAB
G. Uraian Materi
Penegakan Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi
Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana telah
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Negara hukum memiliki
beberapa ciri, yaitu:
a. Adanya pengakuan dan perlindungan HAM
b. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
c. Adanya pembagian Kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
d. Adanya peradilan administrasi
Indonesia merupakan negara hukum dengan tujuan utama adalah
kesejahteraan rakyat. Dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945
tercantum salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Jadi seluruh aspek kehidupan
bernegara di Indonesia, termasuk aspek penegakan hukum dan
peraturan perundang-undangan harus berorientasi pada
kesejahteraan rakyat.
BAB
b. Suap
Pasal 5 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21 tanun 2001,
suap/sogokan/ pelicin adalah:
1. pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus untuk sementara waktu;
2. dengan sengaja;
3. menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu
dalam melakukan perbuatan itu;
4. uang atau surat berharga;
5. yang disimpan karena jabatannya.
Contoh:
Seorang pedagang mobil impor karena ada persyaratan yang
tidak bisa terpenuhi, ribuan mobil yang baru saja dikirim oleh
supplier dari luar negeri terpaksa ditahan di pelabuhan. Kemudian
pedagang tersebut menemui petugas bea cukai dan berjanji akan
memberikan satu mobil asal dokumen dirinya dianggap lengkap
dan tidak membuat susah dirinya.
Hukumannya: penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 250
juta
c. Penyalahgunaan Jabatan
Pasal 8 UU No.31 tahun 1999 jo UU No 21 tahun 2001, unsur-unsur
korupsi jenis ini adalah:
1. pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus untuk sementara waktu;
2. dengan sengaja;
3. menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu
dalam melakukan perbuatan itu;
4. uang atau surat berharga;
5. yang disimpan karena jabatannya.
Contoh:
Seorang staf di sebuah instansi pemerintah setiap bulan diberi
2 juta untuk biaya perawatan mobil dinas. Sebenarnya uang
tersebut lebih dari cukup, dan aturan mengatakan sisa uang
tersebut harus dikembalikan ke kantor. Jika sampai sisa uang
tersebut tidak dikembalikan, maka staf tersebut sudah melakukan
korupsi.
Hukumannya: penjara maksimal 15 tahun denda maksimal 750 juta.
85
BAB
d. Pemerasan
Pasal 12 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21 tahun 2001
menyebutkan unsur-unsur pemerasan adalah:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
3. secara melawan hukum;
4. memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya;
5. menyalahgunakan kekuasaan.
Hukumannya: Penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.
e. Perbuatan Curang
Dalam Pasal 7 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001
disebutkan unsur perbuatan curang meliputi:
1. pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;
2. melakukan perbuatan curang;
3. pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan
bangunan;
4. yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
Contoh:
Pemborong yang memanipulasi harga sehingga kualitas buruk.
Hukumannya: Penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal 350
juta.
f. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Dalam Pasal 12 huruf i UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun
2001, unsur-unsurnya:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. dengan sengaja;
3. langsung atau tidak langsung turut serta dalam
pemborongan pengadaan atau persewaan;
4. pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Contoh:
Kecurangan dalam pengadaan mobil dinas.
Hukumannya: 20 tahun atau denda maksimal 1 miliar.
86
BAB
g. Gratifikasi
Unsur-unsur gratifikasi:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. menerima gratifikasi;
3. yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya;
4. penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada
KPK dalam waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Hukumannya: penjara maskimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.
H. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menyampaikan masukan terhadap hasil
diskusi tentang penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi,
proses penegakan hukum dan solusi dalam penegakan hukum agar
tercapai keadilan. Kegiatan evaluasi meliputi:
1. Evaluasi proses pembelajaran: Lembar penilaian diskusi;
2. Evaluasi hasil pembelajaran: Membuat sebuah simpulan
tentang arti penting penegakan hukum dalam pemberantasan
korupsi yang berperspektif keadilan (tidak pandang bulu),
kemungkinan-kemungkinan penyimpangan yang dapat terjadi
dalam proses penegakan hukum, beserta dampaknya
apabila perbuatan korupsi tidak ditindak secara tegas sesuai
peraturan perundang-undangan.
I. Lampiran-Lampiran
Lampiran 1: Lembar penilaian diskusi
Format Lembar Penilaian Diskusi
87
BAB
Keterangan:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat
2. Kemampuan memberikan argumentasi
3. Kemampuan memberikan kritik
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik
6. Kelancaran berbicara
Kriteria penilaian:
80-100 Memuaskan 4
70-79 Baik 3
60-69 Cukup 2
45-59 Kurang 1
88
BAB VIII:
FAKtOR-FAKtOR
PENYEBAB KORUPSI
SEBAGAI TANTANGAN
PEMBENTUKAN WAWASAN
NUSANTARA
BAB
A. Tujuan Pembelajaran
Menggali faktor-faktor penyebab korupsi sebagai bagian dari
tantangan pembentukan wawasan nusantara.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
Mahasiswa mampu menganalisis faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
Mahasiswa mampu menyajikan faktor-faktor penyebab korupsi sebagai
bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit.
D. Metode Pembelajaran
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement
Division).
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (5 menit)
a. Sebelum mengawali perkuliahan, mahasiswa membacakan doa
terlebih dahulu.
b. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menguraikan materi
sebelumnya dan dosen berupaya menghubungkan materi yang
akan diidentifikasi tentang faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai tantangan wawasan nusantara dengan menggali
pengetahuan mahasiswa sebelumnya.
93
BAB
94
BAB
G. Uraian Materi
Faktor Internal Penyebab Korupsi
a. Aspek perilaku individu (sifat tamak/rakus manusia, moral yang
kurang kuat, gaya hidup konsumtif)
Perilaku adalah sikap yang ditampilkan oleh individu.
Korupsi merupakan perilaku dari beberapa sifat dalam rakus
manusia. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang
mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan
untuk mencapai hal yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku dalam lingkungannya. Lemahnya moral turut andil
menyebabkan perilaku individu untuk korupsi. Gaya hidup
berhubungan dengan cara kita melakukan, memiliki,
menggunakan dan menampilkan perilaku (Røpke, 2009), terkait
erat dengan konsumsi dan mendorong tingkat
BAB
96
BAB
H. Evaluasi
Evaluasi Tertulis (Lampiran 2)
Analisislah 6 contoh bentuk perilaku mahasiswa sebagai faktor yang dapat m
Analisislah alasan-alasan mengapa mahasiswa dekat dengan perilaku korupsi
Apakah selain perilaku individu, pengaruh lingkungan dapat mempengaruhi k
Analisislah alasan-alasan mengapa perilaku mahasiswa dalam video tersebut
JUJUR: Tuliskan 3 bentuk perilaku yang pernah anda lakukan!
Evaluasi non Tes
Observasi Proses Diskusi (Lampiran 3)
Evaluasi Refleksi Perkuliahan (Lampiran 8)
Evaluasi Rencana Tindak Lanjut (Lampiran 9)
Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa (Lampiran 10)
I. Lampiran-lampiran
97
BAB
Meluruskan Tujuan
99
BAB
7
8
9
10
dst
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat.
2. Kemampuan memberikan argumentasi.
3. Kemampuan memberikan kritik.
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan.
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik.
6. Kelancaran berbicara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat ( 85 - 100 )
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
Pengawasan internal
Penguatan aparat pengawas internal secara struktural dinilai semakin
mendesak. Bukan hanya agar aparatur pengawas memahami
bagaimana celah dan bentuk penyimpangan yang terjadi, tetapi juga
revitalisasi posisi pengawas internal yang selama ini tersandera di
bawah kepala daerah. Pemerintah diminta segera membuat regulasi
baru mengenai struktur pengawas internal agar tidak dikendalikan oleh
kepala daerah.
Salah satunya, rancangan undang-undang sistem pengawasan internal
daerah.
“Sulit membayangkan inspektorat yang diangkat dan diberhentikan kepala
daerah kemudian dapat melakukan pengawasan terhadap atasannya
tersebut, apalagi hingga penjatuhan sanksi,” kata Febri.
Inspektorat yang lebih independen diharapkan dapat memetakan siapa
saja pemegang proyek yang berulang kali menjadi pemenang tender di
daerah.
Kemudian melakukan kajian sejak awal proses penganggaran, pengadaan
hingga memfasilitasi keluhan dari masyarakat tentang adanya
penyimpangan di sektor tertentu. Butuh perhatian lebih dari Presiden dan
DPR untuk menyusun aturan setingkat UU ini.
Biaya politik
Dalam beberapa kasus yang ditangani KPK, dapat diketahui bahwa biaya
politik yang tinggi sebagai salah satu faktor pendorong korupsi kepala
daerah.
Misalnya, beberapa pelaku mengakui mengumpulkan uang untuk
tujuan pencalonan kembali, dan pengumpulan mantan tim sukses
untuk mengelola proyek di daerah tersebut.
Menurut Febri, akuntabilitas sumbangan dana kampanye menjadi salah
satu faktor krusial yang perlu diperhatikan.
Hubungan pelaku ekonomi dan politik yang tertutup rentan memicu
persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang saat kepala daerah
menjabat.
“Utang dana kampanye tersebut berisiko dibayar oleh kepala daerah
melalui alokasi proyek-proyek di daerah. Jika ini tidak diselesaikan, akan
semakin sulit mengurai benang kusut korupsi politik di daerah,” kata
Febri.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2018/10/07/10381291-lemah
nya-inspektorat-dan-biaya-politik-mahal-dinilai-penyebab-korupsi-34.
Penulis: Abba Gabrillin
Editor: Sandro Gatra
101
BAB
102
BAB
103
BAB
Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/
corruption-perception-index-cpi
104
BAB
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menanggapi bentuk-bentuk faktor internal penyebab
korupsi dalam menjawab tantangan wawasan nusantara.
2. Kemampuan mengkritik bentuk-bentuk faktor internal
penyebab korupsi dalam menjawab tantangan wawasan nusantara.
3. Kemampuan memberikan argumentasi mengenai bentuk-bentuk
faktor internal penyebab korupsi dalam menjawab tantangan
wawasan nusantara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat ( 85 - 100 )
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
105
BAB
8
9
10
dst
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menghayati peran sebagai salah satu penyidik tindak
pidana korupsi dengan memberikan penjelasan “andai aku menjadi
Arman?”
2. Kemampuan mengamalkan perilaku yang menjauhi faktor
penyebab tindak pidana korupsi sebagai tantangan pembentukan
wawasan nusantara.
3. Kemampuan merespon perilaku-perilaku yang mendekati
penyebab korupsi sebagai tantangan pembentukan wawasan
nusantara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat ( 85 - 100 )
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
106
BAB
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan mengidentifikasi faktor-faktor eksternal penyebab
korupsi sebagai tantangan pembentukan wawasan nusantara.
2. Kemampuan mengamalkan dengan memberikan contoh aksi
perilaku untuk mencegah faktor-faktor penyebab eksternal
perilaku korupsi.
3. Kemampuan merespon bentuk contoh aksi dalam mencegah
faktor-faktor penyebab eksternal perilaku korupsi.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100
)
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
107
BAB IX:
DAMPAK MASIF KORUPSI TERHADAP P
BA
A. Tujuan Pembelajaran
Mengungkap dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan
keamanan
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk dampak masif korupsi
terhadap pertahanan dan keamanan.
Mahasiswa mampu menganalisis dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
Mahasiswa mampu menyajikan dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit
D. Metode Pembelajaran
Cooperative Learning
Picture and Picture melalui The Power of Two
F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan awal (5 menit)
a. Sebelum mengawali perkuliahan, mahasiswa membacakan doa
terlebih dahulu.
111
BA
112
BA
G. Uraian Materi
Dampak Masif Korupsi Terhadap Pertahanan dan Keamanan
Dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan keamanan meliputi:
Kerawanan Hankamnas karena Lemahnya Alutsista dan SDM
Pada saat ini banyak sekali media yang mengungkapkan bahwa
negara lain begitu mudah menerobos batas wilayah Indonesia, baik
dari darat, laut, maupun udara. Hal ini memberikan gambaran bahwa
Indonesia masih lemah dalam alutsista dan SDM.
Penguatan alutsista dan SDM pastinya membutuhkan anggaran
negara yang sangat banyak. Dewasa ini, anggaran-anggaran yang
seharusnya digunakan untuk penguatan alutsista dan SDM ternyata
dikorupsi oleh beberapa koruptor. Hal ini menyebabkan lemahnya
alutsista dan SDM Indonesia yang berdampak pada timbulnya
kerawanan terhadap pertahanan dan keamanan Indonesia.
Lemahnya Garis Batas Negara
Negara Indonesia merupakan negara yang dalam berbagai wilayah
baik daratan maupun perairan posisinya berbatasan dengan banyak
negara, seperti; Malaysia, Singapura, Cina, Philipina, Papua Nugini,
Timor Leste dan Australia. Kawasan perbatasan negara merupakan
manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang mempunyai
peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan,
pemanfaatan sumber daya alam, serta keamanan dan keutuhan
wilayah (Bangun, 2017). Masalah perbatasan memiliki dimensi yang
kompleks meliputi faktor krusial yang terkait di dalamnya seperti
yurisdiksi dan kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan
pertahanan keamanan (Bangun, 2017).
Berbagai macam kasus muncul berkaitan dengan wilayah-wilayah
perbatasan, salah satunya warga Indonesia yang cenderung lebih
dekat dengan negara tetangga seperti Malaysia karena mereka
berpikiran Malaysia lebih memberikan kemudahan untuk mereka dalam
113
BA
H. Evaluasi
Evaluasi Tertulis
Bagaimana pendapat Saudara mengenai lemahnya alutsista dan SDM sebagai d
Bagaimana pendapat Saudara mengenai lemahnya garis batas negara Indonesi
Bagaimana pendapat Saudara mengenai menguatnya sisi kekerasan dalam ma
Evaluasi Refleksi Perkuliahan (Lampiran 5)
Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa (Lampiran 6)
114
BA
I. Lampiran-lampiran
Lampiran 1: Infografis Dampak Korupsi Bagi Pertahanan Keamanan
Negara
Sumber: https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/
infografis
115
BA
Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/10
-potensi-Indonesia-bisa-makmur
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2017/01/18/08270921/lemah-
nya.pengawasan.
Penulis : Fachri Fachrudin
117
BA
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menghayati bahwa Indonesia dapat menjadi
negara yang makmur, namun potensi makmurnya dalam
pertahanan dan keamanan terhalangi oleh korupsi.
2. Kemampuan menghayati bahwa pertahanan dan keamanan dapat
terpengaruh juga oleh korupsi.
3. Kemampuan menghayati kerugian yang diakibatkan ulah koruptor
dalam pertahanan dan keamanan.
118
BA
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan mengidentifikasi dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
2. Kemampuan mengamalkan dengan memberikan contoh aksi
perilaku untuk mencegah dampak masif terhadap pertahanan dan
keamanan.
3. Kemampuan merespon bentuk contoh aksi dalam mencegah
dampak masif terhadap pertahanan dan keamanan.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat (85-100)
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5
119
BAB X:
PENUTUP
BA
PENUTUP
123
BA
124
DAFTAR
Backhaus, J., Breukers, S., Paukovic, M., Mourik, R., & Mont, O. (2011). Sustainable
Lifestyles: Today’s Facts & Tomorrow’s Trends. Wuppertal. Germany.
Lee, W. O., Grossman, D. L., Kennedy, K. J., & Fairbrother, G. P. (Ed.). (2004). Citizenship
Education in Asia and the Pacific. Concepts and Issues (CERC Studi). Hong
Kong, China: Springer.
Ma’mur, I. (1995). Abul Aclâ Mawdudi’S and Mohammad Natsir’s Views on Statehood:
A Comparative Study. McGill University.
Murdiono, M., Wahab, A. A., & Maftuh, B. (2014). Building a Global Perspective of
Young Citizens Having. Jurnal Pendidikan Karakter, 4(2), 148–159.
Print, M. (1999). Introduction civic education and civil society in the Asia-Pacific. In M.
Print, J. Ellickson-Brown, & A. R. Baginda (Ed.), Civic Education for Civil Society
(hal. 9–18). London: ASEAN Academic Press.
Ryandi, D. (2018, April 3). Mengenang Mosi Integral Natsir, Pencetus Proklamasi
Kedua NKRI. Jawa Pos.
Sardini, N. H. (Ed.). (2016). 60 Tahun Jimly Asshiddiqie: Sosok, Kiprah, dan Pemikiran
Jakarta: Yayasan Obor.
Taufiq Pasiak. (2012). Antara ‘Tuhan Empirik’ dan Kesehatan Spiritual. In Taufiq Pasiak
(Ed.), book section. Yogyakarta: Centre for Neuroscience, Health and
Spirituality [C-NET].
Tim Buku Tempo. (2011). Natsir: Politik Santun di Antara Dua Rezim. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia bekerja sama dengan Majalah TEMPO.
Tim KPK. (2014). Saujana: Di antara Pilihan. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Koupsi.
Zhang, Y., Deng, J., Majumdar, S., & Zheng, B. (2009). Globalization of Lifestyle: Golfing
in China. In H. Lange & L. Meier (Ed.), The new middle classes: Globalizing
lifestyles, consumerism and environmental concern (hal. 143–158). London and
New York: Springer. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-9938-0
Daftar
Pustaka
GLOSARI
GLOSARIUM
Bangsa Indonesia : Suatu kesatuan sosial yang terdiri dari berbagai suku
bangsa yang mendiami wilayah negara kesatuan
republik Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia.
Hak Warga Negara : Sesuatu yang dapat dimiliki oleh warga negara dari
negaranya, disebut juga hak konstitusional warga
negara (citizen’s constitutional right).
GLOSARIUM
Kewajiban Warga Negara : Sesuatu yang harus dilakukan oleh warga negara.
Kewajiban warga negara ditetapkan oleh konstitusi atau
perundang-undangan.
GLOSARIUM
Wawasan Nusantara
:
IND
INDEKS
A
E
Abdul Kahar Muzakkir, 46
Abikoesno Tjokrosoejoso, 46 Etos kerja, 26, 76
Adil, 8, 26, 75, 76 Extra ordinary crime, 10
Administrasi Publik, 8 Extra ordinary effort, 10
Agus Salim, 34, 46
Ahmad Soebardjo, 46 F
Ahmad Syafii Ma’arif, 31
Frans Kaisiepo, 44, 45, 49
B
G
Baharuddin Lopa, 33, 34, 54, 61
Bahasa negara, 16 Gatot Soebroto, 44, 45, 49
Bela negara, 19 Geopolitik, 8
Bendera negara, 16 Global society, 8
Berani, 14, 26, 27, 66, 75
Bhinneka Tunggal Ika, 17 H
Budaya antikorupsi, 1, 9, 126
Hak Asasi Manusia, 12, 76
Budaya politik, 8
Hak negara, 17, 66, 67, 127
Bung Hatta, 25, 28
Hak-hak sipil, 9
Buya Syafii Ma’arif, 24, 25, 37
Hoegeng Imam Santoso, 54, 59, 60
Hoegeng Iman Santoso, 34
C Humanity, 8
Cinta tanah air, 2
Citizenship education, 8 I
Civic education, 8
Identitas nasional, 16, 17, 24, 33, 127
Civil society, 8
Ikeno, 8
Indonesia, 1, 2, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 24,
D 27, 28, 34, 44, 45, 46, 47, 57, 58, 59,
Demokrasi, 8, 9, 17, 18, 68, 74, 75, 76, 77, 66, 74, 75, 84, 86, 97, 106, 114, 115, 116,
126 121, 122, 126, 127,
Dewan Perwakilan Daerah, 18, Insersi, 1, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 126
57 Dewan Perwakilan Rakyat, 18 Integrasi nasional, 17, 44, 45, 49, 126, 127
Disiplin, 26, 56, 76, Internalisasi, 14, 15
Djuanda, 44, 45, 49 Isa AS, 14
DPD, 57, 58
DPR, 57, 58, 85 J
Jujur, 26, 34, 35, 37, 38, 56, 61, 75, 76
IND
INDEKS
K
Muhammad SAW, 14
K.H. Hasyim Asy’ari, 44, 45, 49 Muhammadiyah, 37 , 46
Kasman Singodimedjo, 46 Mukti Ali, 14
Keadilan, 66, 67, 68, 90, 127 Multidisiplin, 13, 14
Keberanian, 17, 66, 67, 68, 127 Murdiono, 8
Kedaulatan rakyat, 17, 76, 77
Kejahatan luar biasa, 10
N
Kemandirian, 66, 67, 68, 127
Kemanusiaan, 8 Nilai antikorupsi, 1, 9, 14, 15, 24, 25, 26, 33,
Kepulauan nusantara, 19 54, 56, 74, 76, 77, 126
Kerja keras, 14, 26, 27, 54, 56, 58, 75, Norma, 8, 12, 98, 99, 105
127
Ketahanan nasional, 19 P
Kewajiban konstitusional, 8
Ki Bagus Hadikusumo, 44, 45, 46, 47, 49 Pancasila, 1, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 18, 45
Ki Hadjar Dewantara, 34 Paralelisasi, 14
Konstitusi, 8, 9, 17, 54, 55, 56, 57, 68, 127 Partisipasi, 8, 14, 76, 77
Korupsi, 1, 9, 10, 11, 12, 24, 28, 34, 56, 59, Peduli, 14, 26, 27, 75, 98, 99
66, 67, 75, 84, 85, 87, 88, 90, 96, 97, Pemerintahan, 8, 9, 29, 36, 57, 58, 66, 68,
98, 99, 100, 102, 103, 104, 108, 114, 75, 76, 78, 88, 105, 127
115, Pendidikan Antikorupsi, 1, 9, 10, 13, 14, 15,
116, 117, 121, 122, 126, 127 16, 44, 54, 74, 96, 126
Pendidikan kewarganegaraan, 1, 2, 8, 9,
10, 12, 13, 14, 15, 16, 24, 44, 85, 126, 127
L Penegakan hukum, 18, 84, 85, 86, 87, 88,
Lagu kebangsaan, 17 90, 127
Lambang negara, 17 Pertahanan dan keamanan, 17, 19, 114, 115,
116, 117, 121, 122, 127
M Political heritage, 8
Proklamasi, 28, 46, 47
Maftuh, 8
Mahkamah Agung, 57, 58
Mahkamah Konstitusi, 58, 84
R
Majelis Permusyawaratan Rakyat, 18, 57 R Soeprapto, 34
Mandiri, 14, 26, 27, 75, 76, 77 Rasa kebangsaan, 1, 9
Masyarakat, 8, 24, 27, 35, 36, 37, 38, 55, Rule of law, 8
59, 67, 68, 76, 77, 86, 87, 103, 114,
116, S
117, 121, 126, 127
Matriks insersi, 15 Saifuddin Zuhri, 34
Mental korupsi, 9 Sayyed Hosein Nassr, 14
Metode, 9, 14, 15 Sederhana, 14, 26, 27, 75, 76, 77
Mohammad Hatta, 28, 33, 34, 44, 45, 49 Sejarah, 8, 17, 34, 35, 46, 55, 56, 58
Mohammad Natsir, 24, 25, 29, 33, 34, Semboyan negara, 17
44, Sistem Pendidikan Nasional, 1, 8
45, 46, 47, 48, 49
Mosi integral, 44, 47
MPR, 11 , 46, 57
IND
INDEKS
Sjafruddin Prawiranegara, 34
Soedirman, 44, 45, 49
Soekarno, 34, 35, 44, 45, 46, 47, 49
T
Tanggung jawab, 14, 26, 27, 75, 76, 77
Tanggung jawab warga negara, 8
Teuku Mohammad Hasan, 46
Tindak pidana korupsi, 10, 11, 84, 85, 87,
97, 105
Tindakan pencegahan, 10
Tokoh bangsa, 24, 25, 33, 34, 44, 45, 46,
57, 58, 74, 84, 127
Transdisiplin, 10, 13
U
UUD 1945, 9, 46, 54, 57, 58, 59, 66, 67, 68
W
Wahab, 8
Wahid Hasyim, 46
Warga dunia, 8
Warga negara, 1, 8, 9, 15, 17, 66, 67, 77, 117,
119, 127
Wawasan global, 8
Wawawan nusantara, 19
Widodo Budidarmo, 34
Y
Yos Sudarso, 44, 45, 49
PEN
BIOGRAFI PENULIS
9 786025238765