Anda di halaman 1dari 140

Panduan Insersi

dalam Mata Kuliah


Pendidikan Kewarganegaraan
PANDUAN INSERSI
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
DALAM MATA
KULIAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN

Tim Penulis Tim Supervisi


Dikdik Baehaqi Arif, S.Pd., M.Pd. Dr. Rina Ratih, M.Hum.
Syifa Siti Aulia, S.Pd., M.Pd. Dr. Suyadi, M.Pd.I.
Drs. Supriyadi, M.Si. Direktorat Pendidikan
Dr. Anom Wahyu Asmorojati, S.H., dan Pelayanan Masyarakat KPK
M.Hum.
PANDUAN INSERSI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM MATA KULIAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Diterbitkan oleh:
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK
Gedung Merah Putih KPK
Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Jakarta Selatan 12920
http://www.kpk.go.id

ISBN: 978-602-52387-6-5

Penerbitan buku ini merupakan hasil kerjasama antara Komisi Pemberantasan


Korupsi dengan Universitas Ahmad Dahlan (UAD)

Pengarah:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Deputi Bidang Pencegahan KPK

Koordinator:
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK

Tim Penulis:
Dikdik Baehaqi Arif, S.Pd., M.Pd.
Syifa Siti Aulia, S.Pd., M.Pd.
Drs. Supriyadi, M.Si.
Dr. Anom Wahyu Asmorojati, S.H., M.Hum.

Tim Supervisi:
Dr. Rina Ratih, M.Hum.
Dr. Suyadi, M.Pd.I.
Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK

Cetakan Pertama: Jakarta, 2019


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Buku ini boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya, diperbanyak


untuk pendidikan serta nonkomersial lainnya dan tidak untuk
diperjualbelikan.
KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

P
uji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat-Nya, sehingga
penyusunan buku Panduan Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam
Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terselesaikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas untuk melakukan
upaya pemberantasan korupsi, salah satunya melakukan Pedidikan Antikorupsi
pada setiap jejaring pendididikan. Penyusunan buku panduan ini merupakan
salah satu upaya KPK untuk menyediakan bahan ajar bagi para dosen
pengampu Pendidikan Antikorupsi. Selain dalam bentuk buku panduan, KPK
juga melakukan inovasi dan pengembangan bahan sebagai konsekuensi
dari Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Permenristekdikti) No 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi. Media ajar tersebut antara lain
komik, buku saku, film dan juga permainan sehingga dosen dapat
mengembangkan metode belajar yang lebih menarik.
Adapun buku panduan ini bersifat umum dan memberikan gambaran
untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas yang mengondisikan mahasiswa
mendapatkan pengetahuan tentang antikorupsi dan internalisasi nilai-
nilai antikorupsi dalam kehidupan mereka. Mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki irisan yang cukup banyak dengan nilai-nilai
antikorupsi sehingga insersi atau sisipan muatan antikorupsi ke dalam
mata kuliah Pendidikan Pancasila atau Kewarganegaraan dapat
memperkaya pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh
pihak yang turut terlibat dalam penyusunan buku ini, baik kepada Tim Penulis
dari Universitas Ahmad Dahlan, Penelaah dan Tim Supervisi yang telah
mendedikasikan gagasan dan waktunya sehingga buku ini dapat tersajikan.
Memberantas korupsi membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan
kerjasama dari semua elemen bangsa demi mewujudkan indonesia yang maju
dan sejahtera. Panjang umur pemberantasan korupsi. Mahasiswa menentukan
masa depan bangsa.
Salam Antikorupsi!

Jakarta, 9 Desember 2019

Komisi Pemberantasan Korupsi

01
DAFTAR

05 21 41
BAB I BAB II BAB III
Insersi Pendidikan Penguatan Nilai-Nilai Belajar Semangat
Antikorupsi dalam Antikorupsi sebagai Integrasi Nasional
Mata Kuliah Pendidikan Identitias Nasional dari Para Tokoh Bangsa
Kewarganegaraan Indonesia

51 63 71
BAB IV BAB V BAB VI
Implementasi Nilai-Nilai
Semangat Kerja Keras Penguatan Nilai- Antikorupsi dalam Proses
dan Kesederhanaan Nilai Kemandirian, Demokrasi di Bidang
dalam Penyusunan, Keberanian, Keadilan Politik, Pemerintahan, dan
Pelaksanaan dan sebagai Argumen Kehidupan Sehari-Hari
untuk Membangun
Pengawasan Konstitusi Keharmonisan Antara
Kewajiban dan Hak
Negara - Warga Negara
di Bidang Perekonomian
Nasional dan
Kesejahteraan Sosial

02
DAFTAR

79 91 109
BAB VII BAB VIII BAB IX
Penegakan Hukum Faktor-Faktor Penyebab Dampak Masif Korupsi
dalam Pemberantasan Korupsi sebagai Terhadap Pertahanan
Korupsi Tantangan dan Keamanan
Pembentukan Wawasan
Nusantara

121 BAB X
Penutup

Daftar Isi
03
BAB I:
INSERSI PENDIDIKAN
ANTIKORUPSI
DALAM MATA
KULIAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
B

A. Konsep dan Landasan Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu usaha untuk mendidik


warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yaitu mampu
menjalankan peran dan fungsinya sebagai warga negara sesuai dengan
hak- hak dan kewajiban konstitusional mereka. Secara implementatif,
pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di sejumlah negara dipahami
secara berbeda-beda. Dari kajian Print (1999) terhadap pelaksanaan
Pendidikan Kewarganegaraan di Asia dan Pasifik, ditemukan ada yang
menyebut Pendidikan Kewarganegaraan sebagai civic education yang
mencakup kajian tentang pemerintahan, konstitusi, rule of law, serta hak dan
tanggung jawab warga negara. Untuk yang lainnya, Pendidikan
Kewarganegaraan disebut dengan citizenship education dengan cakupan dan
penekanan kajian meliputi proses-proses demokrasi, partisipasi aktif warga
negara, dan keterlibatan warga dalam suatu masyarakat warga (civil
society).
Kajian civic education memasukkan pembelajaran-pembelajaran
yang berhubungan dengan institusi-institusi dan sistem yang melibatkan
pemerintah, budaya politik (political heritage), proses-proses demokratis,
hak-hak dan tanggung jawab warga negara, administrasi publik dan sistem
peradilan (Print, 1999). Dalam bagian lain, Pendidikan Kewarganegaraan tidak
dapat berdiri sendiri, independen dari norma-norma budaya, prioritas politik,
harapan sosial, aspirasi pembangunan ekonomi nasional, konteks
geopolitik dan sejarah masa lalu (Lee, Grossman, Kennedy, & Fairbrother,
2004).
Peran Pendidikan Kewarganegaraan secara substantif tidak saja mendidik
generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan
kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, tetapi juga membangun kesiapan warga negara untuk menjadi
warga dunia (global society). Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat
membantu warga negara muda pada abad ke-21 agar memiliki
kemampuan untuk memperoleh dan belajar untuk menggunakan
keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang akan mempersiapkan mereka
untuk menjadi warga negara yang kompeten dan bertanggung jawab
sepanjang hidup mereka. Dalam konteks Indonesia, warga negara muda
Indonesia yang berjiwa Pancasila harus memiliki wawasan global, karena
dalam prinsip kemanusiaan (humanity) yang ada pada sila kedua Pancasila
mengandung dimensi yang dapat membuat warga negara Indonesia memiliki
wawasan global (Murdiono, Wahab, & Maftuh, 2014).
Tujuan penyelenggaraan Pendidikan Kewarganegaraan lainnya
dikemukakan Ikeno (2007) untuk mendidik anak menjadi anggota masyarakat
ideal di tingkat lokal, nasional dan global. Di samping kecenderungan global
Pendidikan Kewarganegaraan untuk demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan
juga dipengaruhi oleh perkembangan global lainnya.

07
B

Pendidikan Kewarganegaraan akan memungkinkan lahirnya perbedaan,


pilihan alternatif dalam berbagai aspek kehidupan warga negara, tumbuhnya
rasa kebebasan dan persamaan dalam konteks hukum yang berkeadilan, serta
penghargaan terhadap hak-hak sipil warga negara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah wajib bagi
perguruan tinggi di Indonesia. Dasar hukumnya merujuk pada Pasal 37
ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai
dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika
perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia untuk masa depan sangat
ditentukan oleh pandangan Bangsa Indonesia, eksistensi konstitusi negara,
dan tuntutan dinamika perkembangan bangsa.

B. Konsep dan Landasan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan


Tinggi

Upaya pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan mencegah


berkembangnya mental korupsi pada anak Bangsa Indonesia melalui
pendidikan. Hal ini disadari bahwa memberantas korupsi bisa dilakukan
dengan cara preventif, yaitu mencegah timbulnya mental korupsi pada
generasi anak bangsa, dan hal tersebut tidak hanya dapat dilakukan pada satu
generasi saja, tetapi juga pada dua atau tiga generasi selanjutnya.
Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi bagi mahasiswa merupakan
bagian dari kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
upaya penindakan dan pencegahan tindakan korupsi. Pendidikan
Antikorupsi ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup
tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta menanamkan
nilai-nilai antikorupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan
budaya antikorupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk
dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pada 30 Juli 2012, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Surat
Edaran Nomor 1016/E/T/2012 tentang Implementasi Pendidikan Antikorupsi
di Perguruan Tinggi kepada seluruh Perguruan Tinggi Negeri dan
Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis Wilayah I sampai dengan wilayah XII). Serta
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 33 Tahun
2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi.

08
B

Sebagai upaya pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi


sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun
2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014
(Stranas PPK) dilakukan penyusunan aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi (PPK) setiap tahun. Berdasarkan lampiran bagian V Instruksi
Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2014, disebutkan salah satu
dari 22 rencana aksi strategi pendidikan dan budaya Antikorupsi
melibatkan lembaga pendidikan tinggi negeri dan swasta dalam
implementasiannya.

C. Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah


Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan kajian etimologis, kata “korupsi” terdapat dalam Kamus


Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang mempunyai arti penyelewengan
atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain, dan penggunaan waktu dinas
(bekerja) untuk urusan pribadi. Pengertian tersebut dapat dimaknai
sebagai pola kejahatan yang direncanakan dan berdampak luas, tidak hanya
orang pribadi tetapi juga bisa bersifat kelompok. Korupsi harus dipandang
sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan
upaya luar biasa (extra ordinary effort) pula untuk memberantasnya. Oleh
karena kejahatan korupsi ini mempunyai dampak yang sangat luas dan
dapat merugikan berbagai aspek, maka diperlukam upaya pencegahan sejak
dini.
Di Indonesia, sebagai suatu langkah maju dalam pemberantasan
korupsi, berdasarkan Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2002 dibentuklah lembaga yang
memiliki kewenangan khusus dalam pemberantasan korupsi, yaitu Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) . Menurut peraturan tersebut, salah satu tugas
KPK adalah melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi,
di antaranya melalui implementasi Pendidikan Antikorupsi (PAK).
PAK merupakan upaya dalam rangka mencegah perbuatan-perbuatan
korupsi melalui pemahaman tentang kejahatan korupsi dan dampaknya bagi
kehidupanberbangsadanbernegara. Pencegahaninisudahselayaknyadimulai
dari para generasi muda yang nantinya akan memimpin negeri ini. Mahasiswa
merupakan bagian dari generasi yang diperhitungkan keberadaannya karena
dianggap sebagai kaum terpelajar dan berintelektual. Mahasiswa diharapkan
dapat berperan aktif dalam proses pencegahan tindak pidana korupsi melalui
kampanye antikorupsi, baik bagi dirinya, keluarga, kampus, dan
lingkungan
B

sekitar. Untuk dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan ini, maka para
mahasiswa perlu dibina dan diberi tentang antikorupsi melalui PAK.
Pemberian pengetahuan kepada mahasiswa melalui PAK di perguruan
tinggi, ada yang secara khusus pada satu mata kuliah PAK, ada juga yang
diinsersikan ke dalam mata kuliah tertentu melalui kajian nilai-nilainya atau
dari segi konten yang berdekatan, misalnya insersi melalui mata kuliah
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Insersi ini
dimaksudkan agar pengetahuan tentang kejahatan korupsi dapat
dipahami dengan jelas oleh para mahasiswa.
Insersi berasal dari bahasa Inggris yakni insertion yang berarti
“penyisipan”. Penyisipan maksudnya adalah menyisipkan mata kuliah PAK
ke dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Penyisipan ini pada
prinsipnya tidak mengubah esensi substansi materi Pendidikan
Kewarganegaraan, tetapi justru menguatkan Pendidikan Kewarganegaraan
dalam hal materi dan metode pembelajarannya.
Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran di Perguruan
Tinggi memiliki landasan yuridis dalam Surat Edaran Kemendikbud No.
1016/E/T/ 2012. Surat edaran ini merupakan tindak implementasi dari
Instrukti Presiden (Inpres) No. 55 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Serta yang terbaru adalah sebagaimana tertuang dalam
Serta Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 33
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan
Tinggi.
Istilah “insersi” PAK dalam Surat Edaran No. 1016/E/T/ 2012 diturunkan
dari istilah “integrasi” Pendidikan Antikorupsi dalam Inpres No. 55 Tahun
2011. Dengan demikian, insersi merupakan bagian dari integrasi. Dengan kata
lain, “integrasi” Pendidikan Antikorupsi penerapannya lebih luas, mencakup
semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus bebas dari
korupsi, sedangkan insersi Pendidikan Antikorupsi scope nya terbatas pada
wilayah pendidikan, terutama Pendidikan Tinggi, khususnya Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun demikian, tidak ada larangan bagi
akademisi pada Pendidikan Tinggi yang mengintegrasikan PAK ke dalam
pembelajaran atau perkuliahan, tidak sebatas menginsersikan. Bahkan, bisa
jadi akademisi mengunakan kedua isilah ini “insersi” atau “integrasi”
secara silih berganti dengan maksud yang sama, meskipun aksentuasinya
berbeda-beda.
Secara metodologis, baik insersi maupun integrasi memiliki landasan
paradigmatik dalam pendekatan interdisipliner, multidisipliner, dan atau
transdisipliner. Oleh karena itu, istilah-istilah tersebut perlu dijelaskan secara
terperinci. Akan tetapi, penjelasan ini bukan dimaksudkan sekadar
mencari perbedaan, melainkan agar pembaca yang budiman dapat memahami
secara tepat kapan dan dalam konteks apa istilah-istilah tersebut dapat
digunakan.
B

Pendekatan interdisipliner adalah pendekatan yang memadukan informasi,


data, alat, teknik, perspektif, konsep dan teori dari dua atau lebih
disiplin ilmu untuk memecahkan masalah fundamental yang
pemecahannya di luar jangkauan wilayah satu ilmu tertentu (mono-
disiplin). Pendidikan Pancasila dan Pendikan Kewarganegaraan berpotensi
untuk dikaji, dipelajari, dan ditelaah secara interdisipliner. Materi-materi
dalam Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan syarat dengan
nilai-nilai antikorupsi, sehingga dapat dikatakan bahwa jiwa Pancasila
adalah jiwa antikorupsi itu sendiri. Dengan kata lain, orang yang berjiwa
Pancasila adalah orang yang bersih dari perilaku koruptif. Koruptor adalah
pengkhianat Pancasila yang paling nyata. Inilah yang dimaksud dengan
pembelajaran Pendidikan Pancasila dengan pendekatan interdisipliner.
Selanjutnya, pendekatan multidisipliner adalah cara pandang dalam
mendiskusikan topik tertentu dari sudut pandang keilmuan yang berbeda-
beda. Berbagai disiplin ilmu dapat berdialog satu sama lain dalam
memecahkan persoalan dengan tetap mempertahankan batas-batas keilmuan
yang dimilikinya. Masing-masing disiplin ilmu tidak mengintervensi terlalu
jauh dalam penyusunan formulasi problem persoalan, tetapi sebatas menjadi
bahan pertimbangan. Persoalan korupsi jelas bukan persoalan “mono-
dimensi’, melainkan multidimensi. Koruptor tidak hanya melanggar hukum
(mono- disiplin), melainkan juga melangar norma agama, mengingkari
kebenaran ilmu ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya (multidisiplin).
Oleh karena itu, pendekatan multidimensi diperlukan untuk pencegahan
korupsi yang juga multidimensi ini.
Adapun pendekatan transdisipliner merupakan perluasan lebih lanjut
dari pendekatan interdisipliner. Pendekatan transdisipliner adalah cara
pandang untuk memadukan berbagai disiplin keilmuan yang mampu
memecah kebekuan dan kejenuhan ilmu yang berdiri sendiri (mono-disiplin)
serta mampu melunakkan batas-batas keilmuan itu sendiri. Pendekatan
transdisipliner juga dapat dikatakan cara pandang dalam mengkombinasikan
berbagai disiplin ilmu, bahkan non-disiplin ilmu atau pemangku kepentingan
yang relevan kemudian menciptakan ilmu baru yang lebih komprehensif dan
sintesis yang menjangkau banyak bidang ilmu, contohnya, wacana hukuman
mati bagi koruptor masih mempertimbangkan Hak Asasi Manusia.
Di satu sisi gagasan tersebut cukup rasional karena korban terdampak
korupsi sangat besar, namun di sisi lain Cina yang sudah menerapkan
kebijakan tersebut sampai sekarang masih tinggi tingkat korupsinya.
Contoh lainnya adalah temuan pada bidang neurosains (ISHA) yang sudah
dapat mendeteksi semacam “basil koruptif” pada otak koruptor (Taufiq
Pasiak, 2012). Jika semua calon pejabat publik diwajibkan mengikuti Uji
Isha pada bidang neurosains ini untuk mengetahui apakah terdapat basil
koruptif pada otak yang bersangkutan, maka korupsi dapat diminimalisir.
Dengan demikian, pendekatan

11
B

transdisipliner adalah pendekatan yang mampu mengkombinasikan berbagai


bidang keilmuan untuk menyelesaikan satu problem kebangsaan.
Berdasarkan ulasan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa insersi
merupakan bagian dari integrasi, dan integrasi merupakan manifestasi
pendekatan inter-, multi- dan transdisipliner. Dari kelima istilah tersebut,
terdapat satu persaman, yakni menghindari pendekatan monodisipliner, yakni
pembelajaran ilmu tertentu yang berdiri sendiri tanpa bersentuhan
dengan disiplin ilmu lain, karena pendekatan ini sudah tidak relevan lagi
di abad 21 ini. Oleh karena itu, meskipun berbagai istilah tersebut memiliki
keluasan dan kedalaman yang beragam, namun dapat digunakan silih
berganti dengan penekanan pada hal-hal tertentu.
Jika insersi dengan beragam istilah yang terkait (integrasi,
interdisiplin, multidisiplin, dan transdisiplin) PAK ke dalam Pendidikan
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan dilukiskan dalam diagram
venn, maka akan tampak sebagai berikut:
Gambar 1 Insersi PAK ke dalam Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan
Integrasi

Pendidikan
Pancasila dan atau Pendidikan
Interdisiplin KewarganegaraanInsersi Pendidikan Multidisiplin
Antikorupsi

Transdisiplin

Gambar diagram venn di atas menjelaskan bahwa insersi merupakan


“irisan” dua disiplin ilmu, yakni Pendidikan Antikorupsi dan pendidikan
Pancasilan serta Pendidikan Kewarganegaraan. Di samping insersi, keduanya
dapat ditelaah atau dipelajari dengan pendekatan lain, seperti integrasi,
inter-multi-, dan transdisiplin. Dengan demikian, insersi merupakan salah
satu bentuk pendekatan integrasi, inter-, multi- dan transdisiplin. Pilihan-
pilihan pendekatan di atas perlu dibuka seluas-luasnya sebagai pilihan
alternatif dalam mimbar akademik. Di samping itu, ragam pendekatan di atas
telah menjadi corak pembelajaran atau perkuliahan pada perguruan
tinggi khususnya universitas generasi ketiga. Universitas generasi pertama
masih menggunakan corak monodisiplin, sedangkan universitas generasi dua
masih terkungkung pendekatan dialogis, dan kini (abad ke-21) tibalah
saatnya mengunakan pendekatan inter-, multi- dan transdisipliner, termasuk
di dalam

12
B

nya adalah integrasi dan insersi. Secara lebih teknis, buku ini menawarkan dua
model insersi, yakni paralelisasi dan internalisasi.
1. Paralelisasi
Paralelisasi berasal dari kata paralel yang berarti sama atau sejajar.
Paralelisasi adalah upaya mencari titik temu atau titik singgung
persamaan dua bidang ilmu atau lebih. Metode ini pernah digunakan Sayyed
Hosein Nassr dan Mukti Ali dalam mencari titik temu agama Islam dan
Nasrani (Waryani Fajar Riyanto, 2012). Kedua agama ini tidak dapat dilihat
dari masing-masing kenabian baik (Islam: Muhammad SAW) maupun (Kristen:
Isa AS), tetapi harus dilihat dari Nabi sebelumnya, yakni Ibrahim AS.
Demikian pula dengan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Antikorupsi dan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Keduanya harus dicari
titik temu untuk dikaitkan satu sama lain. Titik temu inilah yang disebut
dengan paralelisasi. Dengan demikian, paralelisasi Pendidikan Pancasila
dan atau Pendidikan Kewarganegaran dengan Pendidikan Antikorupsi
merupakan titik temu keduanya sehingga saling melengkapi atau saling
memperkuat satu sama lain.
Paralelisasi juga dapat dimaknai sebagai “tempelisasi” atau menempelkan
dua hal yang sama sehingga terkait satu sama lain atau memperkuat satu
sama lain. Dalam konteks ini paralelisasi Pendidikan Pancasila dan atau
Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Antikorupsi adalah
menempelkan sub materi tertentu dari Pendidikan Antikorupsi pada sub
materi lain yang dianggap sama dengan Pendidikan Pancasila dan atau
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Internalisasi
Internalisasi adalah model lain atau varian dari insersi PAK dalam
pembelajaran Pancasila dan atau Pendidikan Kewarganegaraan. Internalisasi
merupakan penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga
menjadi keyakinan yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku hidup
sehari- hari (Mukhamad Unggul Wibowo, Djoko Suryo, 2017). Dalam
konteks insersi PAK, internalisasi merupakan metode pengembangan sikap
antikorupsi melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila dan atau
Kewarganegaraan.
Sikap antikorupsi adalah sembilan nilai antikorupsi, yakni jujur, peduli,
mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Artinya, sembilan nilai antikorupsi inilah yang berusaha untuk diinternalisasi
ke dalam diri mahasiswa melalui pembelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, baik melalui penerimaan nilai, penghargaan nilai
penghayatan, nilai antikorupsi maupun aktualisasi nilai.
Internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui pembelajaran Pancasila dan
atau Pendidikan Kewarganegaraan dalam diri mahasiswa dapat dilakukan
dengan
B

beragam teknik dan metode. Salah satunya adalah dilema moral. Mahasiswa
dihadapkan pada situasi-situasi kritis yang serba dilematis, sehingga
setiap keputusan yang diambil merupakan buah dari perenungan dan
penghayatan mendalam atas tantangan yang dihadapi, yakni menolak
perilaku koruptif. Semakin sering berhadapan dengan situasi dilematis,
semakin sering pula ia melakukan perenungan, kontemplasi dan
penghayatan mendalam sehingga proses internalisasi nilai dapat berjalan
secara efektif.
Metode insersi dilakukan dalam proses pembelajaran tujuannya agar
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan menyeluruh (holistik) dalam
berbagai kajian keilmuan. Buku ini bertujuan untuk menguatkan proses insersi
berkaitan dengan Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Tujuan insersi mata kuliah Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, adalah sebagai berikut.
1. Menggali potensi mahasiswa dalam Pendidikan Antikorupsi sebagai
bagian dari perwujudan pembentukan warga negara yang baik dalam
Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengembangkan kecakapan intelektual dan sosial mahasiswa
mengenai Pendidikan Antikorupsi dalam pembentukan warga
negara yang baik.
3. Membentuk pola kepribadian mahasiswa yang dapat menanamkan
nilai-nilai antikorupsi sebagai salah satu tujuan pelaksanaan
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.
Berdasarkan tujuan tersebut maka disusunlah buku ini dengan cara
penggunaan sebagai berikut.
1. Pelajari kompetensi dasar dan sub-submateri Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Antikorupsi.
2. Pahami tujuan insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Pahami delapan topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
4. Pahami matriks insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
5. Pahami Tujuan dan Capaian Pembelajaran delapan topik insersi
Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaaan
Perguruan Tinggi.
6. Perhatikan alokasi waktu yang digunakan dalam setiap delapan
topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
7. Pahami metode dan aktifitas pembelajaran delapan topik insersi
Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaaan

14
B

Perguruan Tinggi.
8. Pergunakan sumber dan media pembelajaran dalam lampiran
yang telah disediakan boleh diperkuat dengan sumber dan media
pembelajaran yang lain.
Berdasarkan tujuan insersi tersebut, maka disajikan penguatan insersi
dengan menampilkan aspek pengetahuan untuk kompetensi dasar dalam
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Aspek pengetahuan untuk
Kompetensi Dasar Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan diberi nomor
kode 3, dengan sembilan aspek sehingga muncul 3.1 sampai 3.9. Berdasarkan
kajian dari Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Kewarganegaraan
yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
Tahun 2016 tergambarkan beberapa sub materi Pendidikan Kewarganegaraan.
Berdasarkan Kompetensi dan submateri Pendidikan Kewarganegaraan
tersebut tergambarkan insersi Pendidikan Antikorupsi yang terdiri dari
delapan topik insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaaan Perguruan Tinggi.
Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan tergambar pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 Matrik Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Kompetensi Dasar Submateri Pendidikan Kewarganegaraan Insersi PAK


3.1 Menjelaskan tujuan A. Menelusuri konsep dan urgensi
dan fungsi Pendidikan Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Kewarganegaraan pencerdasan kehidupan bangsa
dalam pengembangan B. Menanyakan alasan mengapa
diperlukan Pendidikan Kewarganegaraan
kemampuan utuh sarjana
C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan
atau profesional. politik tentang Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia
D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan Pendidikan
Kewarganegaraan
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi
Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa
depan
F. Rangkuman hakikat dan pentingnya Pendidikan
Kewarganegaraan
G. Praktik kewarganegaraan
3.2 Menganalisis esensi A. Menelusuri konsep dan urgensi BAB II Penguatan
dan urgensi identitas identitas nasional nilai-nilai antikorupsi
nasional sebagai salah B. Menanyakan alasan mengapa sebagai identitas
satu determinan dalam diperlukan identitas nasional nasional Indonesia
pembangunan bangsa dan C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
karakter yang bersumber dari tentang identitas nasional Indonesia.
nilai-nilai Pancasila 1. Bendera negara Sang Merah Putih
2. Bahasa negara Bahasa Indonesia

15
B

Kompetensi Dasar Submateri Pendidikan Kewarganegaraan Insersi PAK


3. Lambang negara Garuda Pancasila
4. Lagu kebangsaan Indonesia Raya
5. Semboyan negara Bhinneka Tunggal Ika
6. Dasar falsafah negara Pancasila
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan identitas nasional Indonesia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi identitas
nasional Indonesia

3.3 Mengevaluasi urgensi A. Menelusuri konsep dan urgensi BAB III Belajar
integrasi nasional sebagai integrasi nasional semangat integrasi
salah satu parameter 1. Makna integrasi nasional nasional dari para
persatuan dan kesatuan 2. Jenis integrasi tokoh bangsa
bangsa dalam wadah Negara 3. Pentingnya integrasi nasional
Kesatuan Republik Indonesia. 4. Integrasi versus disintegrasi
B. Menanyakan alasan mengapa
diperlukan integrasi nasional
C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
tentang integrasi nasional
1. Perkembangan sejarah integrasi di
Indonesia
2. Pengembangan integrasi di Indonesia
D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan integrasi nasional
1. Dinamika integrasi nasional di Indonesia
2. Tantangan dalam membangun integrasi
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi
integrasi nasional
3.4 Menganalisis nilai dan A. Menelusuri konsep dan urgensi BAB IV Semangat
norma yang terkandung konstitusi dalam kehidupan berbangsa- kerja keras dan
dalam konstitusi di Indonesia negara kesederhanaan
dan konstitusionalitas B. Perlunya konstitusi dalam kehidupan dalam penyusunan,
ketentuan di bawah berbangsa-negara Indonesia pelaksanaan, dan
UUD 1945 dalam konteks C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan pengawasan konstitusi
kehidupan bernegara- politik tentang konstitusi dalam kehidupan
kebangsaan Indonesia. berbangsa-negara Indonesia
D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan konstitusi dalam kehidupan
berbangsa-negara Indonesia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi konstitusi
dalam kehidupan berbangsa-negara
3.5 Menerapkan harmoni A. Menelusuri konsep dan urgensi harmoni BAB V Penguatan
kewajiban dan hak negara kewajiban dan hak negara dan warga negara nilai-nilai kemandirian,
dan warga negara dalam B. Menanya alasan mengapa diperlukan harmoni keberanian, keadilan
tatanan kehidupan kewajiban dan hak negara dan warga negara sebagai argumen
demokrasi Indonesia yang Indonesia untuk membangun
bersumbu pada kedaulatan C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik keharmonisan antara
rakyat dan musyawarah tentang harmoni kewajiban dan hak negara dan kewajiban dan hak
untuk mufakat. warga negara Indonesia negara - warga
1. Sumber historis negara di bidang
2. Sumber sosiologis perekonomian nasional
3. Sumber politik dan kesejahteraan
D. Membangun argumen tentang dinamika dan sosial
tantangan harmoni kewajiban dan hak negara
dan warga negara
1. Aturan dasar ihwal pendidikan dan
kebudayaan, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi

16
B

Kompetensi Dasar Submateri Pendidikan Kewarganegaraan Insersi PAK


3. Aturan dasar ihwal perekonomian nasional
dan kesejahteraan sosial
4. Aturan dasar ihwal usaha pertahanan dan
keamanan negara
5. Aturan dasar ihwal hak dan kewajiban asasi
manusia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi harmoni
kewajiban dan hak negara dan warga negara
1. Agama
2. Pendidikan dan kebudayaan
3. Perekonomian nasional dan kesejahteraan
rakyat
4. Pertahanan dan keamanan
3.6 Menganalisis hakikat, A. Menelusuri konsep dan urgensi demokrasi BAB VI Implementasi
instrumentasi, dan praksis yang bersumber dari pancasila nilai-nilai antikorupsi
demokrasi Indonesia yang 1. Apa demokrasi itu? dalam proses
bersumber dari Pancasila 2. Tiga tradisi pemikiran politik demokrasi demokrasi dalam
dan UUD 1945 sebagai 3. Pemikiran tentang demokrasi Indonesia bidang politik,
wahana penyelenggaran 4. Pentingnya demokrasi sebagai sistem politik pemerintahan dan
negara yang sejahtera dan kenegaraan modern kehidupan sehari-hari
berkeadilan. B. Menanyakan alasan mengapa diperlukan
demokrasi yang bersumber dari Pancasila
C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan
politik tentang demokrasi yang bersumber dari
Pancasila
1. Sumber nilai yang berasal dari demokrasi
desa
2. Sumber nilai yang berasal dari Islam
3. Sumber nilai yang berasal dari Barat
D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan demokrasi yang bersumber
dari Pancasila
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
2. Dewan Perwakilan Rakyat
3. Dewan Perwakilan Daerah
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi
demokrasi Pancasila
1. Kehidupan demokratis yang bagaimana
yang kita kembangkan?
2. Mengapa kehidupan yang demokratis
itu penting?
3. Bagaimana penerapan demokrasi dalam
pemilihan pemimpin politik dan pejabat
negara?
3.7 Menganalisis dinamika A. Menelusuri konsep dan urgensi BAB VII Penegakan
historis konstitusional, sosial- penegakan hukum yang berkeadilan hukum dalam
politik, kultural, serta konteks B. Menanyakan alasan mengapa pemberantasan
kontemporer penegakan diperlukan penegakan hukum yang korupsi
hukum dalam konteks berkeadilan
pembangunan negara C. Menggali sumber historis, sosiologis, politis
hukum yang berkeadilan. tentang penegakan hukum yang berkeadilan di
Indonesia
1. Lembaga penegak hukum
2. Lembaga pengadilan
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan penegakan hukum yang
berkeadilan Indonesia
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi
penegakan hukum yang berkeadilan Indonesia

17
B

Kompetensi Dasar Submateri Pendidikan Kewarganegaraan Insersi PAK


3.8 Mengevaluasi dinamika A. Menelusuri konsep dan urgensi BAB VIII
historis, dan urgensi wawawan nusantara Faktor-faktor
Wawasan Nusantara sebagai B. Menanya alasan mengapa diperlukan wawawan penyebab korupsi
konsepsi dan pandangan nusantara sebagai tantangan
kolektif kebangsaan C. Menggali sumber historis, sosiologis, dan politik pembentukan
Indonesia dalam konteks tentang wawasan nusantara wawasan nusantara
pergaulan dunia. 1. Latar belakang historis wawasan nusantara
2. Latar belakang sosiologis wawasan
nusantara
3. Latar belakang politis wawasan nusantara
D. Membangun argumen tentang dinamika
dan tantangan wawasan nusantara
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi
wawasan nusantara
1. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai
satu kesatuan politik
2. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai
satu kesatuan ekonomi
3. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai
satu kesatuan sosial budaya
4. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai
satu kesatuan pertahanan dan keamanan

3.9 Menganalisis urgensi, A. Menelusuri konsep dan urgensi ketahanan BAB IX Dampak masif
dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara. Apakah ketahanan korupsi terhadap
nasional bagi Indonesia nasional itu? Apakah bela negara itu? pertahanan dan
dalam mebangun komitmen 1. Wajah ketahanan nasional Indonesia keamanan
kolektif yang kuat dari 2. Dimensi dan ketahanan nasional berlapis
seluruh komponen bangsa 3. Bela negara sebagai upaya mewujudkan
untuk mengisi kemerdekaan ketahanan nasional
Indonesia. B. Menanyakan alasan mengapa
diperlukan ketahanan nasional dan bela
negara
C. Menggali sumber historis, sosiologis, politik
tentang ketahanan nasional dan bela negara
D. Membangun argumen tentang dinamika dan
tantangan ketahanan nasional dan bela negara
E. Mendeskripsikan esensi dan urgensi
ketahanan nasional dan bela negara
1. Esensi dan urgensi ketahanan nasional
2. Esensi dan urgensi bela negara

18
BAB II:
Penguatan nilai-nilai
ANTIKORUPSI SEBAGAI
IDENTITAS NASIONAL
INDONESIA
BA

A. Tujuan Pembelajaran
Menggali nilai-nilai antikorupsi sebagai identitas nasional Indonesia.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengevaluasi nilai-nilai antikorupsi sebagai
identitas nasional Indonesia.
Mahasiswa mampu meneladani semangat antikorupsi dari para tokoh
masyarakat/bangsa.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Kajian biografi tokoh
Diskusi kelompok (group discussion)

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
a. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa
b. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi
c. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi
d. Sumber-sumber lain yang relevan
Media Pembelajaran:
a. Buku Biografi tokoh
b. Kliping berita:
1. Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp 20 Juta yang
Ditemukannya di Jalan https://regional.kompas.com/
read/2018/05/27/15180801/kisah-tukang-sampah-kemba-
likan-rp-20-juta-yang-ditemukannya-di-jalan?page=all.
2. Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif
https://arrahmahnews. com/2018/03/05/eric-tauvani-dan-
kisah-kesederhanaan- buya-syafii-maarif/
c. Video:
1. Korupsi? No Way!
https://www.youtube.com watch?v=fGUw-efQs6w
2. Generasi Antikorupsi
https://www.youtube.com/watch?v=tLBGZGWMqXE

23
BA

3. Bung Hatta Melawan Korupsi dengan Suri Teladan


https://www.youtube.com/watch?v=yogBiIAeO-E
4. Keteladanan Mohammad Natsir
https://www.youtube.com/watch?v=0jP7dlprfAo

F. Aktifitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen mengajak mahasiswa untuk menyimak bersama:
1. Tantangan video tentang korupsi: “Korupsi? No Way!”
https://www.youtube.com/watch?v=fGUw-efQs6w
2. Kliping koran: E-KTP, Identitas yang Tertunda
https://nasional.sindonews.com/read/1171194/16/e-ktp-
identitas-yang-tertunda-1484530565
b. Dosen dan mahasiswa melakukan curah pendapat (brainstorming)
dan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman mahasiswa
tentang korupsi, nilai-nilai antikorupsi, dan kasus korupsi dalam
pengadaan E-KTP.
c. Dosen menyampaikan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti (30 menit)
a. Dosen membagi kelas menjadi empat kelompok.
b. Dosen membagi media kliping koran (tautan kliping) tentang
kejujuran dan kesederhanaan, dan/atau video (tautan video)
tokoh-tokoh bangsa untuk masing-masing kelompok.
c. Setiap kelompok diminta untuk mengamati video tentang tokoh-
tokoh bangsa, sebagai berikut:
1. Kelompok 1 Bung Hatta Melawan Korupsi dengan Suri
Teladan https://www.youtube.com/watch?v=yogBiIAeO-E
2. Kelompok 2 Keteladanan Mohammad Natsir
https://www.youtube.com/watch?v=0jP7dlprfAo
3. Kelompok 3 Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp 20 Juta
yang Ditemukannya di Jalan
https://regional.kompas.com/read/2018/05/27/15180801/
kisah-tukang-sampah-kembalikan-rp-20-juta-yang-
ditemukannya-di-jalan?page=all.
4. Kelompok 4 Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif
https://arrahmahnews.com/2018/03/05/eric-tauvani-dan-
kisah-kesederhanaan-buya-syafii-maarif/

24
BA

Kegiatan Penutup (10 menit)


a. Dosen dan mahasiswa melakukan review atas materi yang telah
dibahas.
b. Mahasiswa mengerjakan lembar evaluasi.
c. Dosen dan mahasiswa menyusun kesimpulan bersama tentang
keteladanan nilai-nilai antikorupsi dari setiap cerita kliping dan
video.
d. Dosen menugaskan mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut
keteladanan tokoh-tokoh bangsa yang tersaji dalam buku
Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para
Tokoh Bangsa dan menyusun artikel sederhana untuk
menjawab “Jika saya dihadapkan pada kesempatan untuk
melakukan korupsi – seperti para tokoh bangsa itu – maka saya
akan melakukan?”

G. Uraian Materi
Nilai-nilai Antikorupsi sebagai Identitas Bangsa
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan
nilai antikorupsi, yaitu nilai jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung
jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Jika dikelompokkan,
kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi menjadi tiga
kelompok atau tiga aspek dalam nilai-nilai antikorupsi, yaitu: aspek
inti, aspek etos kerja, dan aspek sikap.
a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab.
b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri.
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli.

• Jujur
Inti • Disiplin
• Tanggung Jawab

• Kerja Keras
Nilai-Nilai Etos • Sederhana
Antikorupsi Kerja • Mandiri

• Adil
Sikap • Berani
• Peduli

25
BA

1. Jujur adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan


antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan. Jujur berarti
mengetahui apa yang benar, mengatakan dan melakukan yang
benar. Orang yang jujur adalah orang yang dapat dipercaya, lurus
hati dan tidak berbohong.
2. Disiplin adalah kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap
segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
Disiplin berarti patuh pada aturan.
3. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan
dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun
agama.
4. Kerja keras adalah sungguh-sungguh berusaha ketika
menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan, pekerjaan dan
lain-lain dengan sebaik-baiknya. Kerja keras berarti pantang
menyerah, terus berjuang dan berusaha.
5. Sederhana adalah bersahaja. Sederhana berarti menggunakan
sesuatu secukupnya, tidak berlebih-lebihan.
6. Mandiri adalah dapat berdiri sendiri. Mandiri berarti tidak
bergantung pada orang lain. Mandiri juga berarti kemampuan
menyelesaikan, mencari dan menemukan solusi dari masalah
yang dihadapi.
7. Peduli adalah sikap dan tindakan memerhatikan dan
menghiraukan orang lain, masyarakat yang membutuhkan,
dan lingkungan sekitar.
8. Adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak pada salah
satu. Adil juga berarti perlakuan yang sama untuk semua
tanpa membeda-bedakan berdasarkan golongan atau kelas
tertentu.
9. Berani adalah hati yang mantap, rasa percaya diri yang besar
dalam menghadapi ancaman atau hal yang dianggap sebagai
bahaya dan kesulitan. Berani berarti tidak takut atau gentar.
Semangat Antikorupsi dari Para Tokoh Masyarakat/Bangsa
Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang patut diteladani. Mereka
adalah sosok yang secara tegas menolak praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Mulai dari menolak amplop berisi uang sampai
tidak menerima bingkisan di hari raya. Kisah tokoh Indonesia yang
memiliki prinsip kejujuran dan memegang teguh amanat rakyat
sebagai seorang pejabat publik adalah sebagai berikut.

26
BA

a. Mohammad Hatta
Nama Mohammad Hatta
sudah tidak asing lagi bagi Bangsa
Indonesia. Ia adalah salah satu
Pahlawan Proklamasi. Selain berjasa
besar bagi kemerdekaan Indonesia,
Bung Hatta, sapaan akrabnya, juga
memiliki rekam jejak sebagai seorang
sosok yang sangat antikorupsi.
Salah satu kisahnya pada 1970,
ketika Bung Hatta dan rombongan
mengunjungi Tanah Merah, Irian
Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh
kolonial Belanda. Di Irian Jaya,
Bung Hatta disodori amplop berisi
uang. Uang tersebut sebenarnya
bagian dari biaya perjalanan
Bung Hatta
yang ditanggung pemerintah. Namun, Bung Hatta menolaknya.
“Uang apa ini? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah
ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja
saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa
ini?” kata Bung Hatta. Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang
pemerintah pun sebenarnya adalah uang rakyat. “Tidak, itu uang
rakyat, saya tidak mau terima. Kembalikan,” tegas Bung Hatta
seperti dikutip dari buku berjudul Mengenang Bung Hatta (2002).
Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tecermin pada hal
yang sederhana. Pada suatu ketika, Hatta menegur sekretarisnya
karena menggunakan tiga lembar kertas kantor Sekretariat Wakil
Presiden untuk mengirim surat pribadi. Menurut Hatta, kertas
itu adalah aset negara yang merupakan uang rakyat. Hatta pun
mengganti kertas tersebut dengan uang pribadinya.

27
BA

b. Mohammad Natsir

Mohammad Natsir dilahirkan


pada 17 Juli 1908 di Alahan Panjang,
Lembah Gumanti, Kabupaten Solok,
Sumatera Barat dari pasangan
Mohammad Idris Sutan Saripado dan
Khadijah (Luth, 1999; Ma’mur, 1995).
Pada masa kecilnya, Natsir
sekeluarga hidup di rumah Sutan
Rajo Ameh, seorang saudagar kopi
yang terkenal di sana. Oleh
pemiliknya, rumah itu dijadikan dua
bagian: pemilik rumah beserta
keluarga tinggal di bagian kiri dan
Mohammad Idris Sutan Saripado
tinggal di sebelah kanannya (Tim
Buku Tempo, 2011). Ia memiliki 3 orang saudara kandung, masing-
masing bernama Yukinan, Rubiah, dan Yohanusun. Jabatan terakhir
ayahnya adalah sebagai pegawai pemerintahan di Alahan Panjang,
sedangkan kakeknya merupakan seorang ulama. Ia kelak menjadi
pemangku adat untuk kaumnya yang berasal dari Maninjau, Tanjung
Raya, Agam dengan gelar Datuk Sinaro nan Panjang (Adam, 2009).
Natsir mulai mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat
Maninjau selama dua tahun sampai kelas dua, kemudian pindah
ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Adabiyah di Padang (Tim
Buku Tempo, 2011). Setelah beberapa bulan, ia pindah lagi ke
Solok dan dititipkan di rumah saudagar yang bernama Haji Musa.
Selain belajar di HIS di Solok pada siang hari, ia juga belajar
ilmu agama Islam di Madrasah Diniyah pada malam hari (Luth,
1999; Ma’mur, 1995). Tiga tahun kemudian, ia kembali pindah
ke HIS di Padang bersama kakaknya. Pada tahun 1923, ia
melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO) lalu ikut bergabung dengan perhimpunan-perhimpunan
pemuda seperti Pandu Nationale Islamietische Pavinderij dan Jong
Islamieten Bond (Luth, 1999). Setelah lulus dari MULO, ia pindah ke
Bandung untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS)
hingga tamat pada tahun 1930 (Dzulfikriddin, 2010; Luth, 1999).
Dari tahun 1928 sampai 1932, ia menjadi ketua Jong Islamieten
Bond (JIB) Bandung (Luth, 1999). Ia juga menjadi pengajar setelah
memperoleh pelatihan guru selama dua tahun di perguruan tinggi.
Ia yang telah mendapatkan pendidikan Islam di Sumatera Barat
sebelumnya juga memperdalam
BA

ilmu agamanya di Bandung, termasuk dalam bidang tafsir Al-Qur’an, huku


Masa kecil Natsir dihabiskan di berbagai tempat mengikuti ayahnya yang b

H. Evaluasi
Evaluasi proses pembelajaran: Penilaian diskusi
Evaluasi hasil pembelajaran:
a. minutes paper
b. one sentence and one paragraph summary

I. Lampiran-Lampiran
Lampiran 1: Catatan Laporan Kelompok
Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mohammad
Jujur
Hatta
Peduli

Mandiri

Disiplin

Tanggung Jawab

Kerja Keras

Sederhana

Berani

29
BA

Adil

Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Mohammad Jujur
Natsir
Peduli

Mandiri

Disiplin

Tanggung Jawab

Kerja Keras

Sederhana

Berani

Adil

Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi

Ahmad Syafii Jujur


Ma’arif
Peduli

Mandiri

Disiplin

Tanggung Jawab

Kerja Keras

Sederhana

Berani

Adil

30
BA

Keteladanan Nilai-Nilai
Nama Tokoh Penjelasan
Antikorupsi
Jubadi Jujur

Peduli

Mandiri

Disiplin

Tanggung Jawab

Kerja Keras

Sederhana

Berani

Adil

Lampiran 2: Evaluasi Proses Pembelajaran Lembar Penilaian Diskusi

Aspek Penilaian Catatan


No Nama 1 2 3 4 5 6 Total
Kualitatif
1
2
3
4
5
dst

Keterangan:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat
2. Kemampuan memberikan argumentasi
3. Kemampuan memberikan kritik
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik
6. Kelancaran berbicara

31
BA

Kriteria penilaian:
80-100 Memuaskan 4
70-79 Baik 3
60-69 Cukup 2
45-59 Kurang 1

Lampiran 3: Evaluasi Hasil Pembelajaran Minutes Paper dan One


Sentence One Paragraph Summary
a. Minutes paper
Jawablah pertanyaan berikut dalam waktu 5 menit!
Apakah yang paling penting Saudara pelajari dan kuasai selama perkuliah
Setelah selesai, jawablah pertanyaan berikut dalam waktu lima menit, a
Setelah selesai, kumpulkanlah jawaban Saudara!

b. One Sentence and One Paragraph Summary

Setelah Saudara mengikuti kegiatan pembelajaran, jawablah dalam kalim


Siapakah tokoh-tokoh bangsa yang memiliki keteladanan nilai-nilai antik
Sebutkan, apa sajakah keteladanan antikorupsi yang dimiliki tokoh-tokoh
Jika dihubungkan dengan nilai-nilai antikorupsi, keteladanan apakah yan
Mohammad Hatta
Hoegeng
Baharuddin Lopa
Mohammad Natsir
Mengapatokoh-tokohtersebutdianggapmemiliki keteladanan nilai-nilai an

32
BA

Lampiran 4: Indonesia Pernah Memiliki Tokoh-Tokoh Berintegritas

Indonesia Pernah Memiliki Tokoh-Tokoh Berintegritas

Judul : Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa
Penulis : Tim Komisi Pemberantasan Korupsi
Penerbit : Komisi Pemberantasan Korupsi
Cetakan : I, 2017
Tebal : 204 halaman
ISBN : 978-602-9488-11-1
Korupsi merupakan warisan sejarah dan sudah menjadi budaya bangsa.
Pendapat ini seakan terbenarkan banyak tokoh dan pejabat ditangkap
KPK karena korupsi. Namun, jika menengok sejarah, sebetulnya Indonesia
memiliki banyak tokoh yang penuh integritas, jujur, dan antikorupsi.
Mereka menjadi pejabat untuk mengabdi kepada bangsa dan negara,
bukan memperkaya diri dan keluarga. Ketika dihadapkan pada pilihan
antara kepentingan pribadi dan negara, mereka mendahulukan
kepentingan negara, fokus menjalankan amanat rakyat.
KPK menelisik tokoh-tokoh teladan ini, seperti H Agus Salim, Baharuddin
Lopa, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Hoegeng Iman Santoso, Ki
Hadjar Dewantara, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Saifuddin
Zuhri, Sjafruddin Prawiranegara, R Soeprapto, Ir Soekarno, dan
Widodo Budidarmo.
Agus Salim pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet Amir
Sjarifuddin (1947) dan Kabinet Hatta (1948–1949). Dia terkenal karena
kesederhanaannya. Suatu ketika, dalam pertemuan para diplomat di
Eropa, Agus Salim menyita perhatian banyak orang. Bukan karena
kemewahannya, melainkan karena jas yang dikenakan sudah usang
dan penuh jahitan di sana-sini.
Agus Salim hingga pensiun belum mempunyai rumah sendiri. Selama
menjadi menteri, dia tinggal di kontrakan. Agus Salim berpandangan,
menjadi pejabat bukan untuk mencari kekayaan, tapi menderita. Leiden is
lijden “memimpin adalah menderita” (hal 13).

33
BA

Lain lagi keteladanan Saifuddin Zuhri. Menteri Agama era Presiden


Soekarno (1962–1967) ini pernah menolak adik iparnya yang minta
diberangkatkan haji dengan fasilitas Kementerian Agama. Kendati adiknya
merupakan tokoh yang berjasa pada negara dan secara ekonomi layak
mendapat bantuan.
Setelah pensiun, Saifuddin berjualan beras. Uang pensiun tidak pernah
diambil karena ingin menghidupi keluarga dari jerih payah sendiri, tidak
membebani negara. Uang pensiun yang dikumpulkan dibelikan rumah
untuk dijadikan fasilitas umum sebagai rumah bersalin.
Baharuddin Lopa juga demikian. Jaksa Agung era Presiden Abdurrahman
Wahid ini ketika menjadi Bupati Majene berani berkonfrontasi dengan
petinggi militer yang menyelundupkan. Ketika menjadi Kepala Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Selatan (1982–1986), Lopa berkunjung ke sebuah
kabupaten. Tanpa sepengetahuannya, seorang jaksa mengisikan bensin
pada mobil dinasnya. Lopa marah dan kembali ke kantor sang jaksa. Ia
minta jaksa menyedot kembali bensin. “Saya punya uang jalan untuk beli
bensin. Itu harus saya pakai,” tegas Lopa (hal 18).
Lopa tak pernah menggunakan mobil dinas untuk kepentingan
keluarga. Ia memasang telepon koin di rumah dinasnya agar
keluarga tidak memanfaatkan telepon fasilitas negara. Dalam
penegakan hukum, Lopa tak pandang bulu. Kakanwil Kemenag Sulsel,
temannya, tetap diseret ke meja hijau karena pengadaan fiktif Al Quran.
Selain kisah para tokoh tadi, buku ini juga menceritakan kisah tokoh-tokoh
bangsa lain, termasuk Proklamator Soekarno dan Hatta. Kemudian mantan
Kapolri Hoegeng yang terkenal jujur. Kisah keteladanan ketiga tokoh
ini sudah sering diangkat dalam berbagai tulisan.
Namun, kisah Sri Sultan Hamengku Buwono IX mungkin masih belum
banyak diketahui. Wakil Presiden era Soeharto (1972–1978) ini suatu
ketika mengemudikan mobil sendiri ke Pekalongan. Karena belum tahu
medan, dia masuk ke jalan tempat mobil dilarang masuk. Seorang
polisi menghentikan dan menilangnya.
Begitu tahu yang dihadapi Sri Sultan, polisi itu gugup dan tampak ragu
untuk menilang. Namun, Sri Sultan malah tersenyum dan mempersilakan
polisi tetap menilang. Bahkan, polisi bernama Brigadir Royadin itu
kemudian diminta bertugas di Yogyakarta. Pangkatnya dinaikkan satu
tingkat. Alasannya, Royadin merupakan sosok polisi yang berani dan tegas
(hal 29).
Kisah para tokoh dalam buku ibarat jus jeruk yang menyegarkan di tengah
hausnya masyarakat akan keteladanan. Korupsi bukanlah warisan sejarah,
apalagi budaya bangsa.
Diresensi Irfan Maulana, alumnus Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta
Sumber: http://www.koran-jakarta.com/Indonesia-pernah-memiliki-
tokoh-tokoh-berintegritas/

34
BA

Lampiran 5: E-KTP, Identitas yang Tertunda

E-KTP, Identitas yang Tertunda

KASUS blanko kosong e-KTP kembali terjadi di sejumlah daerah.


Permasalahan yang terjadi sejak pertengahan tahun 2016 lalu ini sempat
dibantah oleh pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Melalui Sesditjen Dukcapil Kemendagri, pihaknya menjamin bila sepanjang
tahun 2016 blanko e-KTP tersedia, sehingga tidak boleh ada daerah yang
mengatakan blanko kosong di wilayahnya. Kemendagri meminta setiap
kabupaten yang kekurangan blanko bisa segera mengambil ke Kemendagri.
Meski telah dijamin oleh pemerintah pusat, kenyataan yang terjadi
di daerah justru sebaliknya. Beberapa daerah mengakui tidak bisa
menerbitkan KTP elektronik karena kehabisan blanko.
Bahkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surakarta
sejak awal Oktober 2016 sudah tidak dapat mencetak e-KTP karena telah
kehabisan blanko. Apa yang disampaikan oleh Kemendagri bahwa blanko
dalam stok yang cukup aman ternyata tidak terbukti.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam suatu kesempatan mengakui
bila pihaknya mengalami kekurangan blanko karena keterlambatan proses
lelang. Sebanyak lima perusahaan yang mengikuti tender, gagal memenuhi
syarat sehingga lelang tersebut batal berlangsung.
Padahal, Tjahjo telah menjanjikan akan menyiapkan sebanyak 25,9 juta
blanko yang dapat tercetak pada akhir tahun lalu, dengan menggunakan
anggaran tahun 2017. Namun hingga saat ini semua rencana itu belum
terwujud.
Untuk menggantikan e-KTP Dispendukcapil hanya memberikan selembar
kertas keterangan identitas, untuk mereka yang belum mendapatkan
identitas resmi dari kecamatan. Masyarakat yang meminta kepastian
kapan e-KTP dapat selesai dan bisa segera diambil, tidak mendapat
jawaban pasti. Karena semua harus menunggu ketersediaan blanko
dari pemerintah pusat.
Kenyamanan seseorang yang membawa selembar kertas tanpa kepastian
memiliki identitas yang jelas bentuknya, memang cukup mengecewakan.
Tentunya sebuah identitas yang dibuat tidak hanya untuk mengisi dompet
saja, melainkan untuk mengurus berbagai kebutuhan yang menyangkut
kehidupan.
Seiring dengan program pemerintah yang menggunakan akses identitas
pribadi (e-KTP) sebagai identitas secara global, masyarakat yang akan
berobat secara gratispun harus memiliki e-KTP. Untuk berobat gratis,
e-KTP akan digunakan untuk membuat kartu BPJS.
Bila tidak memiliki e-KTP tentu akan sulit mengurus BPJS. Padahal sakit

35
BA

yang diderita tidak bisa direncakanan sesuai dengan diterbitkannya e-


KTP oleh kecamatan.
Keterlambatan pembuatan blanko ini juga tentunya akan berdampak
pada pelaksanaan Pilkada serentak yang berlangsung pada tahun ini,
hingga pemilu dan pilpres yang akan berlangsung tahun 2019. Meski
pesta rakyat itu akan berlangsung dua tahun kedepan, namun akan
berpengaruh secara signifikan karena daftar pemilih tetap tetap
harus mengacu pada pemilik e-KTP.
Berkaca dari kasus itu, identitas diri yang menjadi pondasi
seseorang untuk hadir dalam sebuah negara ternyata hingga saat ini
masih sulit untuk diwujudkan. Pengelolaan pemerintahan menjadi
pertanyaan, bagaimana menciptakan kemakmuran secara merata bila
identitas diri saja sulit didapatkan.
Berbagai alasan keterlambatan dalam proses pembuatan e-KTP yang
mungkin bukan hanya soal blanko, harus menjadi perhatian
serius Kemendagri. Karena identitas diri adalah bukti bagi seseorang
untuk bisa menikmati pelayanan sosial yang digagas oleh pemerintah.
Sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1171194/16/e-ktp-identitas-
yang-tertunda-1484530565

Lampiran 6: Eric Tauvani dan Kisah Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif

Eric Tauvani dan Kisah Kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif

36 ARRAHMAHNEWS.COM, JAKARTA – Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif


(lahir di Sumpurkudus, Sijunjung, Sumatera Barat, 31 Mei 1935; umur 82
tahun) adalah seorang ulama, ilmuwan dan pendidik Indonesia. Ia
pernah menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah,
Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) dan
pendiri Maarif Institute, dan juga dikenal sebagai seorang tokoh
yang mempunyai komitmen kebangsaan yang tinggi. Sikapnya yang
plural, kritis, dan bersahaja telah memposisikannya sebagai “Bapak
Bangsa”. Ia tidak segan-segan mengkritik sebuah kekeliruan, meskipun
yang dikritik itu adalah temannya sendiri.
Salah satu akun facebook Erik Tauvani menceritakan tentang
kesederhanaan Buya Syafii Ma’arif.
Tuan dan puan yang budiman, sosok yang sedang duduk di atas
kursi mungil itu, bersongkok hitam, adalah Guru Bangsa. Namanya
Ahmad Syafii Maarif. Biasa disapa sebagai Buya Syafii, walaupun Buya
sendiri tidak pernah mengharapkan dirinya untuk dipanggil Buya.
Pada akhir Mei nanti batang usianya menyentuh 83 tahun. Sebuah
batang usia di atas rata-rata harapan hidup manusia Indonesia.
Namun tetap
BA

sehat, produktif, kritis, dan rajin ke masjid.


Foto ini saya ambil pada saat azan Magrib dikumandangkan di Masjid
Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta, pada hari Sabtu, 3 Maret 2018.
Saat para jamaah berbondong-bondong ke masjid, sedangkan Buya
telah duduk manis dan khusyuk mendengarkan azan di belakang modin.
Bagi masyarakat kampung Nogotirto, mereka mengenal Buya sebagai
sosok yang tidak hanya rajin salat berjamaah di masjid, namun juga
merawat masjid, baik secara fisik maupun kegiatan. Bahkan, saya sendiri
lebih mudah menemui Buya di masjid dari pada di rumahnya yang
berjarak sekitar 20 meter dari masjid.
Aktifitas kemasjidan ini membuat Buya begitu akrab dengan
masyarakat sekitar. Tidak jarang Buya “mbakmi” bareng dengan
bapak-bapak dan mas-mas takmir masjid saat suara piring dan sendok
beradu sebagai tanda penjual bakmi kaki lima sedang lewat. Kadang-
kadang mbakmi bareng di warung langganan.
Saya pernah senyum-senyum sendiri ketika mendapati Buya Syafii
dan Ibu Lip (istri Buya) jalan berduaan menuju masjid. Sebetulnya biasa
saja, tapi pas itu romantis banget. Dari emperan masjid, sambil
bergurau, saya berkata:
“Waah, Buya, romantis banget.”. “Hayyaaahh… Sampun sepuh,” balas Buya..
Hehehe.. (ARN)
Sumber: https://arrahmahnews.com/2018/03/05/eric-tauvani-dan-kisah-
kesederhanaan-buya-syafii-maarif/

Lampiran 7: Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp20 Juta yang


Ditemukannya di Jalan

Kisah Tukang Sampah Kembalikan Rp20 Juta


yang Ditemukannya di Jalan
37
YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Jadi orang jujur, prinsip hidup itulah yang
selama ini selalu dipegang erat-erat oleh Jubaidi, seorang tukang
sampah di Yogyakarta.
Prinsip itu juga yang membuat pria berusia 65 tahun ini tanpa
ragu menyerahkan karung goni berisi uang Rp20 juta yang
ditemukannya kepada polisi, untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
Kisah ini sendiri berawal pada Rabu (23/5/2018) lalu, saat Jubaidi
menarik gerobak untuk mengambil sampah di rumah-rumah
“langganannya” di sekitar Warungboto, Kota Yogyakarta. Di
perjalanan, tepatnya di jalan Veteran, dia melihat sebuah karung goni
tergeletak.
Awalnya Jubaidi mengira karung goni tersebut jatuh dari gerobak sampah
BA

temannya yang lebih dulu berkeliling.


“Posisinya ada di pinggir jalan. Awalnya saya kira isinya sampah. Daripada
bikin kotor jalan, saya ambil saja,” ujar Jubaidi saat ditemui Kompas.com,
Sabtu (26/05/2018).
Jubaidi merasa penasaran dengan isi tas karung goni tersebut. Ia pun
berhenti sejenak untuk mengecek isi di dalam karung yang ditemukannya.
Saat dilihat, ternyata karung goni itu di dalamnya bukan berisi sampah,
seperti yang ia perkirakan sebelumnya. Tas karung goni tersebut berisi
antara lain kipas angin, kalung untuk terapi, power bank, dan ada 19
amplop yang masing-masing berisi uang Rp10.000,00.
Tak hanya itu, yang membuat Jubaidi terkejut, dalam karung tersebut
juga terdapat sebuah plastik keresek yang setelah dibuka ternyata berisi
uang yang cukup banyak.
“Dibungkus dalam tas kresek, uangnya banyak,” tutur Junaidi.
Mengetahui hal itu, Jubaidi lantas memutuskan mendatangi rumah
Ketua Rukun Tetangga (RT). Sesampainya di rumah Ketua RT, Jubaidi
menceritakan dan menunjukkan apa yang ditemukannya.
Setelah itu, ia lantas melapor ke Polsek Umbulharjo. Tas karung goni
tersebut beserta isinya ia serahkan ke Polsek.
Keputusan itu ia ambil karena barang tersebut bukan miliknya
sehingga bukan haknya untuk memiliki. Jubaidi pun tak kepikiran untuk
mengambil sedikit pun dari barang yang ditemukannya tersebut.
Jubaidi juga merasa kasihan dengan pemilik karung goni berisi uang itu. Ia
berpikir, pemiliknya tentu kebingungan mencari apalagi kehilangan uang
yang cukup banyak.
“Tidak ada pikiran dalam hati untuk mengambil sedikit pun, karena itu
bukan milik saya. Yang ada, saya berpikiran pemiliknya pasti kebingungan
uangnya hilang, jadi harus dikembalikan,” ucap bapak dua orang anak ini.
Polsek Umbulharjo, Kota Yogyakarta lalu melakukan penyelidikan atas
barang yang ditemukan oleh Jubaidi. Polisi menulusuri siapa pemilik
barang tersebut.
Akhirnya, dari penyelidikan diketahui pemiliknya bernama Edy Prastya
(48), warga Gunungketur, Pakualaman. Setelah dipanggil ke Polsek dan
dilakukan pengecekan keterangan Edy Prastya merupakan pemilik dari tas
tersebut.
Karung goni beserta isi dan uang yang ada didalam dikembalikan
kepada Edy Prastya pada Jumat (25/5/2018) kemarin.
“Sudah diserahkan kepada pemiliknya, disaksikan Ketua RT dan Pak
Jubaidi,” ucap Kapolsek Umbulharjo, Kompol Alaal Prasetyo.
“Jujur itu penting”
Jubaidi memang bukan asli Yogyakarta. Pria berusia 65 tahun ini berasal
dari Mojokerto, Jawa Timur. Jubaidi bersama istrinya memutuskan hijrah

38
BA

ke Yogyakarta untuk mencari pekerjaan.


“Asli saya Mojokerto. Sekitar 27 tahun lalu saya dan istri berangkat ke
Yogya untuk mencari penghidupan di sini,” ucapnya.
Setibanya di Yogyakarta, Jubaidi langsung bekerja sebagai tukang
sampah. Ia mengambil sampah di rumah-rumah warga yang menjadi
“langganannya”. Uang yang ia dapat merupakan iuran dari warga yang
membayar jasanya itu.
“Penghasilan cukuplah untuk hidup,” kata Jubaidi.
Jubaidi kini hidup seorang diri. Dua anaknya sudah menikah dan
tinggal bersama suaminya. Sedangkan, istrinya sudah meninggal dunia
pada 2006 silam.
“Saya nge-kos, ya pindah-pindah. Sekarang di sini ini (RT 020/RW005
Nomor 14, Kebrokan, Pandeyan, Umbulharjo),” ucapnya.
Jubaidi menuturkan, meski menjadi tukang sampah yang hanya mendapat
penghasilan dari iuran warga, yang terpenting bagi dia adalah pekerjaan
itu halal dan tidak merugikan orang lain.
Pekerjaan sebagai tukang sampah ini ia jalani dengan ikhlas dan
senang hati. Sebab, hal apa pun yang dijalani dengan senang dan ikhlas
tidak akan terasa berat.
“Jujur itu penting. Itu memang sudah prinsip, dari dulu berjanji yang
bukan milik saya akan saya kembalikan, ya kalau menemukan apa pun
harus dikembalikan,” kata dia.
Prinsip hidup itu juga yang menjadi latar belakang keputusannya. Dia
tidak mengambil sepeser pun uang yang ada di dalam karung goni hasil
temuannya.
“Saya sering menemukan dompet atau barang-barang yang jatuh. Barang-
barang itu saya kembalikan kepada pemiliknya. Kalau enggak ketemu, saya
serahkan ke berwajib,” tuturnya.
Keputusan mengembalikan barang-barang yang ditemukannya itu pun,
tak jarang justru menjadi bahan cibiran teman-temannya. Jubaidi sering
diejek “sok jujur” atau “sok tidak butuh uang”.
Namun demikian, hal itu tetap tidak mengubah sedikit pun prinsip
hidupnya, yaitu jujur.
“Pernah, sering malah dikatakan ‘sok jujur’, ‘sok enggak butuh duit’,
‘menemukan uang kok dikembalikan’. Tapi ya tetap saja tidak mengubah
prinsip saya,” kata Jubaidi.
Sumber: https://regional.kompas.com/read/2018/05/27/15180801/
kisah-tukang-sampah-kembalikan-rp-20-juta-yang-ditemukannya-di-
jalan?page=all.

39
BAB III:
BELAJAR SEMANGAT INTEGRASI NA
BA

A. Tujuan Pembelajaran
Mengidentifikasi semangat memelihara integrasi nasional dari para
tokoh bangsa sebagai salah satu parameter persatuan dan kesatuan
bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengidentifikasi semangat dan keteladanan
integrasi nasional dari tokoh-tokoh bangsa.
Mahasiswa mampu menunjukkan keteladanan diri dalam memelihara
integrasi nasional.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Information Search
Diskusi

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
a. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa;
b. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi;
c. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi;
d. Sumber-sumber lain yang relevan.
Media Pembelajaran:
a. Biografi Soekarno; Mohammad Hatta; Jenderal Soedirman; Sri
Sultan Hamengkubuwono IX, Frans Kaisiepo; K.H. Hasyim Asy’ari;
Jenderal TNI Gatot Soebroto; Laksamana Madya TNI Yos Sudarso;
Ki Bagus Hadikusumo; Mohammad Natsir, Ir. Djuanda
b. Video “Ki Bagus Hadikusuma, Penggagas Utama Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa”
http://www.voa-islam.com/read Indonesiana/2017/06/02/51117/
ki-bagus-hadikusumapenggagas-utama-sila-ketuhanan-yang-
maha-esa/#sthash.10qLZ34W.dpbs
c. Video “Mosi Integral”
https://www.youtube.com/watch?v=_49NnTmQJW8

43
BA

F. Aktifitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen dan mahasiswa mengawali kegiatan dengan tanya
jawab tentang pentingnya memelihara persatuan dan kesatuan
Bangsa Indonesia.
b. Dosen mengajak mahasiswa untuk menyimak bersama tayangan
video tentang “Mosi Integral” https://www.youtube.com/
watch?v=_49NnTmQJW8
c. Dosen mengajak mahasiswa untuk mengkaji semangat
memelihara integrasi nasional dari video yang telah ditayangkan
d. Dosen menyampaikan rencana kegiatan dan tujuan pembelajaran.
Kegiatan Inti (30 menit)
a. Dosen membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil (3-5
orang per kelompok).
b. Setiap kelompok diberi tugas untuk mencari informasi,
mendiskusikan, dan menjawab pertanyaan tentang semangat
memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh bangsa berikut:
1. Kelompok 1 Soekarno;
2. Kelompok 2 Mohammad Hatta;
3. Kelompok 3 Jenderal Soedirman;
4. Kelompok 4 Sri Sultan Hamengkubuwono IX;
5. Kelompok 5 Frans Kaisiepo;
6. Kelompok 6 K.H. Hasyim Asy’ari;
7. Kelompok 7 Jenderal TNI Gatot Soebroto;
8. Kelompok 8 Laksamana Madya TNI Yos Sudarso;
9. Kelompok 9 Ki Bagus Hadikusumo;
10.Kelompok 10 Mohammad Natsir;
11.Kelompok 11 Ir. Djuanda.
c. Dosen mereview jawaban dari setiap kelompok dan
mengembangkan jawaban untuk menambah informasi
mahasiswa, sehingga jawaban yang diperoleh semakin jelas.
Kegiatan Penutup (10 menit)
a. Dosen dan mahasiswa melakukan review atas materi yang telah
dibahas dengan mengajukan pertanyaan topical review.
b. Dosen dan mahasiswa menyusun kesimpulan bersama tentang
semangat memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh
bangsa.
c. Dosen menugaskan mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut
semangat memelihara integrasi nasional dari tokoh-tokoh
bangsa lain dari berbagai sumber yang relevan.

44
BA

G. Uraian Materi
Gagasan dan Keteladanan Tokoh-tokoh Bangsa dalam
Memelihara Integrasi Nasional
Tokoh bangsa yang memiliki keteladanan dalam memelihara
integrasi nasional antara lain adalah Ki Bagus Hadikusumo dan
Mohammad Natsir. Pertama, Ki Bagus Hadikusumo adalah anggota
dari Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
yang bertugas merumuskan UUD 1945. Ia mewakili golongan Islam
bersama dr. Sukiman Wirjosanjoyo, Haji Abdul Kahar Muzakkir, Wahid
Hasyim, Abikoesno Tjokrosoejoso, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Haji
Agus Salim. Pada saat menjadi anggota BPUPKI, Ki Bagus
Hadikusumo tercatat sebagai Pengurus Besar Muhammadiyah.
Di antara kalangan muslim dalam BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo
ialah orang paling bersemangat dan teguh pendiriannya dalam
menginginkan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945. Karena pendiriannya tersebut, Soekarno sampai menunjuk
Mr. Teuku Mohammad Hasan dan Kasman Singodimedjo untuk
bicara dengan Ki Bagus sehari setelah Proklamasi dan sebelum
berlangsung sidang PPKI.
Dalam pembicaraan itu, Hasan memberikan tekanan pada
pentingnya kesatuan nasional. Adalah sangat mutlak untuk tidak
memaksa minoritas-minoritas Kristen penting (Batak, Manado, Ambon)
masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha kembali
datang menjajah Indonesia, (Anderson, 1988). Demikian juga, Kasman
Singodimedjo ditugasi untuk membujuk Ki Bagus agar menyetujui
usulan agar para tokoh Islam menyetujui untuk menghapus tujuh kata
dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 dan menggantinya dengan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kasman Singodimedjo yang menggunakan Bahasa Jawa halus
mengatakan kepada Ki Bagus bahwa “Belanda sedang thingil-
thingil dan thongol-thongol (sedang bersiap dari kejauhan)
menyerbu dan merebut kembali Indonesia yang baru merdeka”
(Tanthowi, 2015) akhirnya dapat meluluhkan hati Ki Bagus
Hadikusumo, yang pada mulanya berkeberatan untuk menerima
usulan para koleganya di PPKI (Nasar, 2015). Logika yang diajukan
oleh Kasman untuk meyakinkan Ki Bagus adalah alasan keamanan
nasional, di mana kemerdekaan bangsa yang masih sangat muda
sedang terancam. Selain itu, Kasman juga meyakinkan Ki Bagus
bahwa UUD tersebut bersifat sementara, sebagaimana dikatakan
Sukarno pada awal penyampaian pengantar

45
BA

setelah membuka rapat PPKI pada 18 Agustus siang harinya (Tanthowi,


2015). Kesediaan Ki Bagus Hadikusumo menghapus tujuh kata
menyangkut syariat Islam menjadi “kunci” pengesahan Pembukaan
UUD 1945 dan prinsip-prinsip dasar negara Pancasila (Nasar, 2015).
Menurut A.M. Fatwa (Sardini, 2016), penerimaan Ki Bagus atas
usulan para koleganya telah “memperlihatkan kebesaran hati demi
kesatuan dan persatuan bangsa.” Sementara itu, sebuah penelitian
Effendy (Tanthowi, 2015) mengajukan analisis yang hampir serupa
mengenai kesediaan tokoh-tokoh Islam menerima penghapusan tujuh
kata dalam Piagam Jakarta. Pertama, dimasukkannya kata-kata “Yang
Maha Esa” dapat dilihat sebagai langkah simbolik untuk menunjukkan
kehadiran unsur monoteistik Islam dalam ideologi negara. Bagi tokoh-
tokoh Islam tersebut, sifat monoteistik tersebut merupakan cermin
dari (atau sedikitnya sejalan dengan) prinsip tauhid dalam Islam.
Kedua, situasi yang berlangsung menyusul Proklamasi
Kemerdekaan mengharuskan para pendiri republik untuk bersatu
menghadapi masalah-masalah lain. Yang paling penting di
antaranya adalah upaya Belanda untuk kembali menduduki wilayah
Nusantara. Selain itu, kesediaan para tokoh Islam tersebut
tampaknya juga didorong oleh rasa optimisme karena jumlah
konstituen yang besar, sehingga mereka percaya bahwa melalui
Pemilu yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat, mereka masih
memiliki kesempatan untuk secara konstitusional menjadikan Islam
sebagai dasar negara.
Demikianlah, Indonesia baru telah lahir, bukan sebagai negara
Islam sebagaimana digagas oleh tokoh-tokoh Islam, dan juga bukan
negara sekuler yang memandang agama hanya masalah pribadi.
Ketegangan akibat pertentangan ideologis ini telah berakhir
dengan suatu jalan tengah, yaitu gagasan mengenai suatu negara
yang ingin mengakui suatu asas religiusitas dan ingin bersifat
positif terhadap semua agama.
Tokoh kedua adalah Mohammad Natsir. Prestasinya dalam
Sejarah Republik Indonesia tercatat dalam sejarah panjang
Indonesia. Yang paling besar, salah satunya adalah “Mosi Intergral”
yang menyatukan kembali Indonesia menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Mosi Integral disampaikan Mohammad Natsir
pada Sidang Parlemen RIS, 3 April 1950.
Mosi Integral lahir dari keprihatinan Mohammad Natsir atas
hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, tahun
1949 yang membagi-bagi Indonesia menjadi sekitar 16 negara
bagian, dan bentuk pemerintah Indonesia merupakan Republik
Indonesia Serikat (RIS). Bagi Mohammad Natsir, hal tersebut tidak
memberikan
BA

keuntungan bagi Indonesia, sebab itu seperti langkah Belanda


untuk kembali menjajah Indonesia. Selain itu kudeta yang
dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948 atau yang
dikenal sebagai Peristiwa Madiun, juga turut memancing
keprihatinan Natsir bahwa ketidakadilan telah menyelimuti negeri ini
(Ryandi, 2018).
Sebelum menyampaikan pidatonya pada Sidang Parlemen RIS,
Mohammad Natsir terlebih dahulu melakukan lobi-lobi politik yang
cukup alot dengan perwakilan negara bagian dan parlemen di
DPRS. Di parlemen, Natsir tidak hanya melakukan lobi politik dengan
tokoh Islam saja seperti Sirajuddin Abbas dari Persatuan Tarbiyah
Indonesia dan Amelz dari Partai Syarikat Islam Indonesia, tetapi
Natsir juga melobi I. J Kasimo dari Partai Katolik, A. M Tambunan dari
Partai Kristen Indonesia, dan Sukirman dari PKI (Pamungkas, 2018).
Mohammad Natsir mengusulkan agar negara bagian RIS berbaur
menjadi negara kesatuan Indonesia. Mosi Integral tersebut diterima
sangat baik oleh para pemimpin Indonesia saat itu.
Pidato Natsir mendapat riuh tepuk tangan anggota parlemen
disusul disetujui sepenuhnya oleh seluruh anggota DPRS-RIS.
Pada 17 Agustus 1950 empat bulan pasca Mosi Integral dibacakan,
Soekarno membubarkan RIS dan memproklamasikan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai kelanjutan dari Republik Indonesia yang
diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Mosi Integral telah mengembalikan Indonesia ke dalam bentuk
negara kesatuan dan terhindar dari ancaman perpecahan, dengan
cara yang demokratis, konstitusional, dan terhormat. Usaha ini adalah
buah upaya sosok ulama dan negarawan Mohammad Natsir.

H. Evaluasi
Penilaian proses: Penilaian unjuk kerja (diskusi)
Penilaian hasil: Topical Review

I. Lampiran-Lampiran

47
BA

Penelusuran sumber dan diskusi kelompok


Format Isian Hasil Penelusuran Sumber dan Diskusi Kelompok

Semangat Integrasi
No Nama Tokoh Bangsa Keterangan
Nasional

1 Soekarno

2 Mohammad Hatta

3 Jenderal Soedirman
Sri Sultan
4 Hamengkubuwono
IX
5 Frans Kaisiepo

6 K.H. Hasyim Asy’ari


Jenderal TNI Gatot
7
Soebroto
Laksamana Madya
8
TNI Yos Sudarso
Ki Bagus
9
Hadikusumo

10 Mohammad Natsir

11 Ir. Djuanda

Pertanyaan untuk Topical Review

Topik ini membahas tentang apa?


Mengapa topik itu penting kita bahas?
Siapakah yang dapat mengemukakan contoh semangat integrasi dari para
Aktivitas apakah yang dapat kita lakukan untuk meneladani semangat mem

48
BAB IV:
SEMANGAT KERJA KERAS
DAN KESEDERHANAAN
DALAM PENYUSUNAN,
PELAKSANAAN, DAN
PENGAWASAN
KONSTITUSI
BA

A. Tujuan Pembelajaran
Mengidentifikasi semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat mengidentifikasi semangat kerja keras dan
kesederhanaan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan
konstitusi.
Mahasiswa dapat mengemukakan argumentasi pentingnya
semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam membangun
integritas pribadi yang mengedepankan kepentingan negara dan
bangsa.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Diskusi

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
a. Buku Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi: Nilai-
nilai Antikorupsi.
b. UUD 1945.
c. Orange Juice for Integrity): Belajar Integritas Semangat Kerja
Keras dan Kesederhanaan.
Media Pembelajaran:
a. Video Hoegeng Imam Santoso (Kepolisian/Tokoh Penegak
Hukum) https://www.youtube.com/watch?v=sZVWdBW4kaw
b. Video Baharuddin Lopa (Tokoh Penegak Konstitusi/Peradilan)
https://www.youtube.com/watch?v=cPNS6JogH3I

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Dosen memberikan pengantar dan penjelasan tentang rencana
kegiatan pembelajaran dengan metode diskusi mengenai
semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam penyusunan,
pelaksanaan, dan pengawasan konstitusi.
b. Mahasiswa mengamati tayangan video tentang perilaku tokoh.

53
BA

Kegiatan Inti (30 menit)


a. Dosen memfasilitasi pembagian kelas. Kelas dibagi menjadi tiga
kelompok dengan tugas masing-masing:
1. Kelompok I mendiskusikan pentingnya semangat kerja keras
dan kesederhanaan dalam penyusun konstitusi;
2. Kelompok II mendiskusikan semangat kerja keras dalam
pelaksanaan konstitusi;
3. Kelompok III mendiskusikan pengawasan terhadap
konstitusi.
b. Dosen meminta kelompok mempelajari dan mendiskusikan tugas
masing-masing:
1. Kelompok I menelusuri semangat kerja keras dan
kesederhanaan para penyusun konstitusi (sejarah
penyusunan dasar negara oleh BPUPKI dan Panitia
Sembilan yang melahirkan Piagam Jakarta; Penyusunan
Rancangan Dasar Negara; dan Pengesahan UUD 1945
oleh PPKI) dan keterkaitannya dengan mekanisme kerja
lembaga-lembaga legislatif dewasa ini;
2. Kelompok II mendiskusikan semangat kerja keras dan
kesederhanaan para pelaksana konstitusi (para pejabat
eksekutif) dalam menjalankan konstitusi;
3. Kelompok III menelusuri pola perilaku semangat kerja keras
dan kesederhanaan dalam penegakan konstitusi.
c. Dosen meminta mahasiswa untuk melaporkan (presentasi)
hasil diskusi tentang perilaku keteladanan dalam penyusunan,
pelaksana, dan pengawasan konstitusi dengan semangat kerja
keras dan kesederhanaan.
Kegiatan Penutup (10 menit)
a. Secara bersama-sama mengambil simpulan, yakni memaknai
pentingnya semangat kerja keras dan kesederhanaan dalam
penyusunan, pelaksanaan, dan penegakan, serta pengawasan
konstitusi.
b. Mahasiswa membuat satu tugas mengamati, dan menemukan
pola-pola perilaku tokoh dari warga masyarakat yang memiliki
semangat kerja keras dan kesederhanaan untuk melawan korupsi.
c. Refleksi tentang proses pembelajaran yang telah berlangsung.
Semangat memelihara integritas nasional dari tokoh-tokoh
bangsa lain dari berbagai sumber yang relevan.

54
BA

G. Uraian Materi
Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Sebagai Nilai
Antikorupsi
Merujuk pada ensiklopedia online Wikipedia, semangat kerja dapat
dimaknai sebagai dorongan kepada seseorang untuk giat bekerja.
Dorongan tersebut berasal dari dirinya sendiri atau dari luar. Kerja
Keras bisa diartikan memiliki semangat kerja, akan bekerja keras,
tidak mudah menyerah, selalu berusaha sebaik-baiknya. Kerja keras
memiliki ciri: (1) kesulitan tidak membuat berhenti bekerja; (2)
mencari cara kerja baru; (3) tidak malu bertanya; dan (4) disiplin. Disiplin
menunjuk (1) menghargai waktu; (2) tidak mengingkari janji; dan (3)
jujur. Sedangkan jujur ditandai dengan: (1) bersedia mengakui
kekurangan; (2) tidak takut ejekan; dan (3) taat aturan.
Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika
segalanya dapat dipertimbangkan untuk dimiliki. Kesederhanaan
berhubungan dengan beban yang pada diri seseorang yang
mencoba untuk menjelaskan atau memahaminya. Sesuatu yang mudah
dipahami atau dijelaskan adalah sederhana, berlawanan dari sesuatu
yang rumit (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).

Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Para Penyusun


(Legislatif), Pelaksana (Eksekutif), dan Pengawas Konstitusi
(Yudikatif). Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Para
Penyusun Konstitusi
Sejarah tokoh bangsa, menunjukkan betapa para anggota
panitia penyusun konstitusi bekerja keras menyiapkan dasar
negara, Mukadimah dan rancangan pasal-pasal dalam UUD 1945.
Dari proses penemuan ide dasar negara, pembentukan panitia kecil
(Panitia Sembilan yang melahirkan Piagam Jakarta, dll.) hingga
penyusunan Rancangan UUD 1945 pada 10 hingga 16 Juli 1945,
kemudian disahkan menjadi UUD 1945 oleh PPKI hanya dalam tempo
yang tidak terlalu lama menghasilkan suatu konstitusi bisa diterima
dan telah mempersatukan bangsa dan terbentuknya negara
Indonesia. Sejarah menunjukkan adanya sejumlah tokoh dengan
cerdas dan kerja keras memecahkan permasalahan untuk
kepentingan bangsa dan negara ini. Sejarah membuktikan pula,
bahwa dalam kondisi fasilitas, sarana dan prasarana yang serba
terbatas ketika itu, mereka berjuang dan berprestasi dalam suasana
hidup yang penuh kesederhanaan. Kesederhanaan menjadi karakter
atau ciri para tokoh bangsa, yang dapat menjadi teladan bagi para
anggota legislatif di zaman modern ini.
Semangat kerja keras dan kesederhanaan pelaksanaan konstitusi

55
BA

dapat dijelaskan sebagai kerja keras menjalankan tugas-tugas


pemerintahan (eksekutif) sesuai dengan ketentuan konstitusi dan
peraturan perundang-undangan.
Demikian halnya dalam pengawasan konstitusi. Semangat kerja
keras dan kesederhanaan memiliki pola-pola perilaku kerja keras
dan kesederhanaan dalam menjalankan fungsi-fungsi mengawasi/
menegakan konstitusi (yudikatif). Berikut Lembaga-lembaga negara
(legislatif, eksekutif dan yudikatif) yang ada di Indonesia dewasa
ini berdasar UUD 1945.
a. Legislatif
Badan Legislatif di Indonesia meliputi: MPR, DPR, DPD.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Lembaga MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD
yang dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan
selama lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota
MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR.
Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi negara. Tetapi setelah UUD 1945
diamandemen istilah lembaga tertinggi negara tidak ada lagi,
yang ada hanya lembaga negara.
2. DPR
Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga
legislatif mempunyai fungsi:
• Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga
pembuat undang-undang.
• Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga
yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN).
• Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang
melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang
menjalankan undang-undang.
3. Dewan Perwakilan Daerah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga
perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari provinsi yang
dipilih melalui pemilihan umum. Jumlah anggota DPD dari
setiap provinsi tidak sama, tetapi ditetapkan sebanyak-
banyaknya empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD tidak
lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Masa jabatan anggota
DPD adalah lima tahun.

56
BA

b. Eksekutif
Lembaga eksekutif di Indonesia meliputi Presiden dan wakil
Presiden beserta menteri-menteri yang membantunya. Presiden
adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia,
Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan
sekaligus sebagai kepala negara.

c. Yudikatif
1. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang
memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945,
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

H. Evaluasi
Tes Esai:
Kemukakanlah tokoh-tokoh bangsa yang telah memberikan teladan semanga
Anggota penyusun konstitusi
Pejabat pemerintah (eksekutif), dan
Pengawas berjalannya konstitusi/penegak hukum/peradilan.
Apakah semangat kerja keras dan kesederhanaan dapat dijadikan dasar untu
Rencana Tindak Lanjut (RTL):
Mahasiswa diberi tugas menemukan seseorang yang dapat dijadikan model y

57
BA

I. Lampiran-Lampiran
Keteladanan Tokoh: Semangat kerja keras dan kesederhanaan para
penyusun, pelaksana, dan pengawas konstitusi

Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H Hoegeng Imam Santoso Baharudin Lopa
Tokoh Perumus Konstitusi Tokoh Penegak Hukum Tokoh di bidang Peradilan

a. Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H


Tokoh Perumus Konstitusi

Prof. Dr. Mr. Soepomo, S.H. adalah salah satu tokoh penting
yang berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik
Indonesia. Bahkan Mr. Soepomo dijuluki sebagai Arsitek UUD 1945.
Ada banyak hal yang dapat diteladani dari Mr. Soepomo, antara
lain sebagai berikut.
1. Mr. Soepomo dikenal sebagai pelajar tangguh, ia bahkan
melanjutkan sekolah sampai ke negeri Belanda. Semangatnya
dalam mengejar pendidikan perlu diteladani siapapun.
2. Meskipun dekat dengan Belanda dan bahkan bekerja di
kantor Belanda, namun Mr. Soepomo tetap berani mengkritik
belanda di dalam disertasinya. Sikapnya yang selalu memihak
pada kebenaran perlu untuk diteladani.
3. Meski Mr. Soepomo memberi kritik, namun ia dikenal dengan
etika bahasanya yang sangat sopan sehingga kritikan yang
sampaikan tidak ditanggapi secara keras namun membekas. Ini
membuktikan bahwa Mr. Soepomo selain cerdas juga
berkepala dingin, sikap ini tentu perlu juga kita teladani.
4. Saat merumuskan dasar negara, Mr. Soepomo dan
pendiri bangsa lainnya berdiskusi saling memberi pendapat
untuk kepentingan bersama dengan mengenyampingkan ego
untuk mencapai musyawarah mufakat. Ini nilai teladan yang
perlu kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

58
BA

b. Hoegeng Imam Santoso


Tokoh Penegak Hukum
“Itu Bukan Rumah Kami”
Hoegeng Iman Santoso dan keluarganya mendapat sebuah kejutan besar ketika

Sumber: https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/06/Or- ange-Juice

c. Baharudin Lopa
Tokoh di Bidang Peradilan
“Cerita Baharudin Lopa”
Sangat berhati-hati dan cermat sudah menjadi kebiasaan Baharuddin Lopa. Ba
Mendengar itu, Lopa menyuruh ajudannya memutar mobil, kembali ke kantor s

59
BA

bakar mendekati “F”. Padahal, seingat dia, saat tiba di tujuan, jarum
penunjuk justru mendekati “E”. Dari situlah, ia mengetahui ada
orang yang telah mengisikan bensin ke mobilnya.
“Fasilitas Bukan Milik Pribadi”
Segala sesuatu harus sesuai peruntukannya. Mobil dinas
hanya untuk keperluan dinas, tak boleh untuk kepentingan
pribadi. Bagi Baharuddin Lopa, itu prinsip yang sangat mendasar.
Itu sebabnya, dia melarang istri dan ketujuh anaknya
menggunakan mobil dinas untuk keperluan sehari-hari. Suatu
ketika, hal itu membuat seorang kerabatnya kecele. Ceritanya,
pada 1983, Lopa diundang menjadi saksi pernikahan. Tuan rumah
yang juga kerabatnya, Riri Amin Daud, dan pagar ayu telah
menunggu kedatangannya.
Mereka menanti mobil dinas berpelat DD-3 berhenti di depan
pintu. Namun, lama ditunggu, mobil itu tak jua tiba. Ketika sedang
resah menanti, tiba-tiba saja suara Lopa terdengar dari dalam
rumah. Rupanya, ia bersama sang istri datang ke sana dengan
menumpang pete-pete, angkutan kota khas Makassar. “Ini
hari Minggu. Ini juga bukan acara dinas. Jadi, saya tak boleh
datang dengan mobil kantor,” terang Lopa. Bukan hanya urusan
mobil, soal telepon pun Lopa sangat ketat. Di rumahnya, telepon
dinas selalu dikunci. Bahkan, semasa menjabat Kepala Kejaksaan
Tinggi Sulawesi Selatan, dia sampai memasang telepon koin di
rumah dinasnya agar pemakaiannya terpantau.
Sumber: https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/06/Or-
ange-Juice-Integritas-kpk.pdf

60
BAB V:
Penguatan nilai-nilai
KEMANDIRIAN, KEBERANIAN,
KEADILAN SEBAGAI ARGUMEN
UNTUK MEMBANGUN
KEHARMONISAN ANTARA
KEWAJIBAN DAN
HaK negaRa - WaRga negaRa
DI BIDANG EKONOMI DAN
KESEJAHTERAAN NASIONAL
BA

A. Tujuan Pembelajaran
Penguatan nilai-nilai kemandirian, keberanian dan keadilan
sebagai argumen membangun keseimbangan antara kewajiban dan
hak negara-warga negara di bidang ekonomi dan kesejahteraan
nasional.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian konsep sistem perekonomi-
an nasional dan kesejahteraan sosial menurut UUD 1945.
Mahasiswa dapat mengidentifikasi faktor-faktor hambatan
pengem- bangan keharmonian kewajiban-hak negara dan warga
negara dalam implikasi/praktik sistem ekonomi di Indonesia.
Mahasiswa dapat mengungkap nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan
keadilan untuk melawan korupsi dalam pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan sosial.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Diskusi

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber pembelajaran:
a. Buku Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi: untuk
mempelajari nilai-nilai kemandirian, keberanian dan keadilan
untuk menangkal perbuatan korupsi.
b. UUD 1945 Pasal 33 tentang sistem perekonomian Indonesia.
c. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas Para Tokoh/
Pakar Ilmu Ekonomi Kerakyatan (Moh. Hatta, dan Ahli
Ekonomi Kerakyatan lainnya).
d. Pengalaman-pengalaman peserta diskusi.
Media Pembelajaran:
Media gambar/video tentang contoh-contoh praktik
pembangunan sistem ekonomi bernuansa kapitalisme dan
ekonomi kerakyatan (realitas pasar tradisional).

65
BA

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
Dosen memberikan penjelasan tentang pentingnya mempelajari
nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan keadilan untuk
mengembangkan keharmonian kewajiban-hak negara dan warga
negara dalam mengimplementasi atau mempraktikkan sistem
ekonomi dan mengupayakan kesejahteraan sosial.

Kegiatan Inti (30 menit)


a. Dosen memberikan beberapa contoh fakta/fenomena praktik
ekonomi mikro di Indonesia, yakni bahwa di satu sisi berkembang
pasar modern di sisi lain keberadaan pasar tradisional sebagai
basis ekonomi kerakyatan semakin terperosok.
b. Dosen membagi kelas menjadi dua kelompok dan tugasnya
masing-masing, sebagai berikut: Kelompok satu membahas
konsep dan implementasi/praktik sistem ekonomi kapitaslisme
(segi-segi positif dan negatif, pandangan dan sikap mahasiswa
terhadap tanggung jawab, kemandirian, keberanian, dan
keadilan melawan korupsi yang dilakukan pemerintah lokal
dalam membangun keseimbangan antara kewajiban-hak
negara dan warga negara bidang ekonomi dan kesejahteraan
sosial); dan kelompok dua membahas konsep sistem ekonomi
kerakyatan berdasar Pasal 33 UUD 1945 dan implementasi/
praktiknya (pendapatnya terhadap fenomena pasar tradisional
sebagai bagian dari pengembangan sistem ekonomi kerakyatan,
kesenjangan/dilema antara konsep ekonomi kerakyatan dengan
fenomena/praktiknya, sikap kemandirian, keberanian, dan
keadilan melawan korupsi pemerintah (lokal) menghadapi
intervensi pasar modern, memberikan penilaian terhadap dampak
praktik sistem kapitalisme, akses warga masyarakat miskin
sebagai bagian upaya membangun keseimbangan antara
kewajiban, hak negara dan warga negara bidang ekonomi dan
kesejahteraan sosial.
c. Dosen meminta laporan (presentasi) hasil diskusi.

Kegiatan Penutup (10 menit)


a. Secara bersama-sama antara mahasiswa dan dosen menemukan
simpulan bahwa nilai-nilai kemandirian, keberanian, dan
keadilan, diperlukan untuk melawan korupsi dalam membangun
keseimbangan antara kewajiban-hak negara dan warga negara,
warga negara dengan negara (pemerintah) bidang ekonomi
sesuai dasar konstitusi (Pasal 33 UUD 1945).

66
BA

b. Refleksi mengenai proses pembelajaran.


c. Rencana Tindak Lanjut (RTL): Mahasiswa memiliki
keberpihakan/ kepedulian dalam upaya pengentasan
kemiskinan.

G. Uraian Materi
Teori/Konsep Sistem Perekonomian Kapitalisme dan Ekonomi
Kerakyatan (Sosialisme)
Sistem Ekonomi Kapitasisme dikembangkan dari paham liberal
(kebebasan individu/individualisme). Sistem ini melahirkan sistem
pasar bebas. Ciri-ciri sistem ekonomi kapitalisme adalah sebagai
berikut:
a. Pemilikan kekayaan pribadi
b. Tidak ada pembatasan untuk mengumpulkan kekayaan
c. Pemerintah tidak campur tangan dalam perekonomian, sehingga
terjadi pasar bebas
Sistem kapitalisme klasik mengalami pergeseran, semenjak tahun
1930-an sistem kapitalis dimodifikasi menjadi sedikit lebih longgar
tetapi tetap menekankan pasar bebas:
a. Sebagian besar harta kekayaan dimiliki secara pribadi
b. Sedikit batasan nyata terhadap pengumpulan harta kekayaan
c. Pengaturan ekonomi oleh pemerintah – pasar bebas dimodifikasi
d. Terdapat program bantuan kepada golongan lemah oleh
pemerintah
Sosialisme adalah sistem ekonomi yang ada unsur pengendalian
dari pemerintah, tetapi terdapat kebebasan warga negara, ciri-cirinya:
a. Sebagian kekayaan (termasuk industri, jasa umum dan
transportasi) dimiliki publik melalui pemerintah yang demokrasi
b. Pembatasan pemilikan kekayaan pribadi
c. Peraturan pemerintah terhadap ekonomi
d. Program bantuan terhadap yang lemah dari pemerintah
UUD 1945 untuk Mengkaji Konsep Pengembangan Sistem
Ekonomi Berdasar UUD 1945 (Pasal 33) dan Implementasinya
Fenomena Praktik Sistem Ekonomi Kapitalisme (Pasar Modern)
dan Sistem Ekonomi Kerakyatan (Pasar Tradisional) di Indonesia:
Pengalaman praktik pasar modern (supermarket, minimarket,
dsb.) dan pasar tradisional, yang dapat dilihat antara lain dari
siapa pemilik modal dan laba, lokasi keberadaannya, peruntukan
dan asas penyelenggaraannya, akses kepada kaum miskin, dsb.

67
BA

H. Evaluasi

Tes Esai:
Bagaimanakah praktek sistem ekonomi kapitalis dan ekonomi kerakyatan (sosi
Pertumbuhan sistem ekonomi kerakyatan tersendat, bahkan mengalami keme
Menurut pendapat Saudara, seharusnya bagaimanakah komitmen/sikap keman

68
BAB VI:
IMPlEMEntASI nIlAI-nIlAI
ANTIKORUPSI DALAM
PROSES DEMOKRASI
DI BIDANG POLITIK,
PEMERINTAHAN DAN
KEHIDUPAn SEHARI-HARI
BA

A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengimplementasikan nilai-nilai antikorupsi dalam
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu mengamalkan nilai-nilai antikorupsi dalam sebuah
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Simulasi debat
Pembelajaran kooperatif

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber pembelajaran:
a. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa;
b. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi.
Media Pembelajaran:
a. Video anggota DPR RI tertidur saat sidang
https: //youtu.be/PkS-LCzV-Lo

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (5 menit)
a. Kegiatan pembelajaran diawali dengan penyampaian nilai-
nilai antikorupsi kepada mahasiswa, kemudian memberikan
gambaran tentang pokok bahasan yang akan didiskusikan.
b. Selanjutnya memaparkan kaitan antara nilai-nilai antikorupsi
dengan proses pengambilan keputusan sebagai bagian dari
proses demokrasi di bidang politik, pemerintahan dan kehidupan
sehari-hari.
c. Tampilkan pertanyaan pembuka seperti apa yang dimaksud
dengan nilai-nilai antikorupsi dan pengetahuan serta pemahaman
tentang Demokrasi.

73
BA

Kegiatan Inti (40 menit)


a. Membagi mahasiswa dalam kelompok pro dan kontra, kemudian
memberikan tema kepada masing-masing kelompok.
b. Selanjutnya mahasiswa berdiskusi untuk membentuk argumen
sesuai tema masing-masing. Tema diskusi adalah tentang
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak
dalam mendukung proses demokrasi di Indonesia.
c. Tim Pro menyusun argumen yang mendukung pelaksanaan
Pilkada serentak, sementara tim kontra menyusun argumen yang
tidak mendukung (menolak) implementasi Pilkada serentak di
Indonesia.
Kegiatan Penutup (5 menit)
Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan telaah hasil debat oleh dosen,
telaah disampaikan dari perspektif pro maupun kontra beserta alasan-
alasan yang menjadi dasar. Selanjutnya masing-masing
kelompok menyampaikan simpulan debat dan kaitannya dengan
nilai-nilai antikorupsi. Kemudian dosen memberikan masukan atas
simpulan tersebut. Minta mahasiswa mencari contoh lain yang
mencerminkan proses demokrasi Indonesia. Misalnya menampilkan
contoh video sengketa Pilkada, tersangka kasus korupsi KPK yang
ikuti Pilkada Serentak 2018 https://youtu.be/kGUkSRTzMbE. Dari
contoh kasus tersebut mahasiswa diharapkan dapat memiliki
pendapat dan argumen, tentang diperbolehkannya seorang tersangka
kasus korupsi atau mantan narapidana kasus korupsi berkompetisi
dalam kontestasi Pilkada serentak, dampaknya bagi pendidikan politik
masyarakat, dan bagaimana mengantisipasi hal tersebut.

G. Uraian Materi
Implementasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam Proses Demokrasi
di Bidang Politik dan Pemerintahan
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan
nilai antikorupsi, yaitu nilai Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin,
Tanggung jawab, Kerja keras, Sederhana, Berani, dan adil. Jika
dikelompokan, kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi
menjadi tiga kelompok atau tiga aspek dalam nilai-nilai antikorupsi,
yaitu: aspek inti, aspek etos kerja, dan aspek sikap.
a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab
b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli

74
BA

Dalam proses demokrasi di bidang politik dan pemerintahan, nilai-


nilai antikorupsi seyogyanya dijadikan sebagai landasan dalam setiap
proses pengambilan keputusan. Landasan pokok atau gagasan dasar
suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia,
yaitu pada dasarnya manusia itu mempunyai kedudukan yang sama
dalam hubungannya satu dengan yang lain.
Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik dua asas pokok yaitu:
a. Pengakuan partisipasi dalam pemerintahan, misalnya pemilihan
wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara bebas
dan rahasia.
b. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya tindakan
pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi
kepentingan bersama.
Sebagai suatu sistem sosial kenegaraan, Unites States Information
Agency (1999, p.5) mengintisarikan demokrasi sebagai sistem yang
memiliki 11 pilar, yaitu:
a. Kedaulatan rakyat
b. Pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang diperintah
c. Kekuasaan mayoritas
d. Hak-hak minoritas
e. Jaminan Hak Asasi Manusia
f. Pemilihan yang bebas dan jujur
g. Persamaan di depan hukum
h. Proses hukum yang wajar
i. Pembatasan pemerintahan secara konstitusional
j. Pluralisme sosial, ekonomi dan politik
k. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat

Implementasi Nilai-nilai Antikorupsi dalam


Kehidupan Sehari-hari
Dalam implementasi nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-
hari, terkadang kita tidak menyadari jika perilaku yang ditampilkan
misalnya oleh pejabat negara adalah perilaku koruptif. Salah satu
contoh perilaku koruptif yang dilakukan dalam pejabat pemerintahan
adalah adanya pungutan liar (Pungli) yang dilakukan misalnya oleh
aparat dinas perhubungan di jalan raya. Contoh lain yang acapkali
kita temui adalah maraknya oknum pejabat pemerintahan daerah yang
meminta sejumlah uang kepada pemilik toko di perkotaan dengan
dalih untuk retribusi usaha. Padahal jelas dalam konstitusi kita setiap
warga negara memiliki hak yang sama untuk usaha di tempat umum.
Ironisnya hal tersebut telah berlangsung sejak lama dan tidak ada
tindakan tegas

75
BA

dari pemerintah untuk menindak oknum aparat tersebut, juga tidak


ada aturan secara formal yang mengatur mengenai perbuatan
tersebut, padahal perbuatan tersebut masuk dalam kategori
penyalahgunaan wewenang. Untuk itu sangat penting kiranya
mahasiswa diberikan materi dan pemahaman dalam hal
mengidentifikasi perilaku koruptif dalam pelaksanaan demokrasi,
khususnya dalam penyelenggaraan pemerintahan misal penggunaan
media sosial untuk kampanye negatif. Untuk dapat mengidentifikasi
perilaku koruptif, maka mahasiswa harus memahami nilai-nilai
antikorupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, tanggung jawab, sederhana,
benar dan adil. Mahasiswa juga perlu memahami tentang bahaya
dari perilaku koruptif yang dilakukan dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan, selain tentu hal tersebut melanggar
aturan, perilaku tersebut tentu akan mengakibatkan kerugian pada
masyarakat, yang dapat berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Demokrasi memberikan alternatif yang lebih banyak dan lebih
sehat bagi warga negara, karena demokrasi sangat menjamin
kebebasan berkelompok dan berpendapat dalam masyarakat. Di
antara kebebasan tersebut meliputi:
a. Kebebasan partisipasi, misalnya pemberian suara pada saat
pemilihan umum, kontak dengan pejabat pemerintah, melakukan
protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah, dan
mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik melalui
pemilihan sesuai dengan sistem pemilihan yang berlaku.
b. Kesetaraan antarwarga, merupakan salah satu nilai fundamental
yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi Indonesia.
c. Kesetaraan gender, adalah sebuah keniscayaan demokrasi di
mana kedudukan laki-laki dan perempuan memiliki
kedudukan yang sama di hadapan hukum.
d. Kedaulatan rakyat, dalam sebuah negara demokrasi,
rakyatlah pemegang kedaulatan tertinggi, oleh karena itu
pemerintahan berasal dari rakyat dan harus bertanggung
jawab pula pada rakyat.
e. Rasa percaya antar kelompok masyarakat merupakan nilai
dasar yang diperlukan agar demokrasi dapat terbentuk.
Sebah pemerintahan yang demokratis akan sulit terbentuk
dan berkembang bila rasa saling percaya satu sama lain tidak
tumbuh.
Dalam implementasi nilai-nilai antikorupsi dalam proses demokrasi,
dilema akan berpotensi muncul saat keputusan yang akan diambil
berkaitan dengan bidang politik dan pemerintahan, mengingat konflik
kepentingan dalam bidang politik sangat tinggi, yang kemudian
berpengaruh dalam bidang pemerintahan. Setelah masuk dalam

76
BA

bidang pemerintahan, selanjutnya akan diwujudkan dalam kebijakan


atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat dan hal tersebut akan
mengimplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

H. Evaluasi
Evaluasi Proses
Dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap proses simulasi
debat yang dilakukan oleh setiap kelompok, baik pro maupun kontra,
kedalaman materi yang disampaikan, dan tentu cara mempertahankan
pendapat yang logis dan santun. Kriteria penilaian tersedia pada
lembar indikator penilaian debat. Ungkapkan pula kemungkinan yang
dapat terjadi beserta konsekuensinya pada sebuah kasus baik dari sisi
pro maupun kontra.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi dilakukan dengan memberikan kategori bahasan dalam setiap
kelompok pro dan kontra. Tampilkan juga kemungkinan timbulnya
persoalan jika Pilkada serentak dilaksanakan dan persoalan yang
mungkin juga muncul apabila Pilkada serentak tidak dilaksanakan.

I. Lampiran-Lampiran

Tata Cara Debat


m pro dan kontra diberikan waktu 10 menit untuk menyampaikan argumen tentang tema yang d
persilakan untuk mengajukan sanggahan atau pertanyaan yang disampaikan oleh tim yang lain.
pro atau kontra dipersilahkan menyampaikan bidasan atas sanggahan atau pertanyaan yang disa
elebihi alokasi waktu maka wajib dihentikan dalam menyampaikan argumen.

Indikator Penilaian Debat


Ketepatan argumen 25%
Ketepatan alokasi waktu 25%
Kualitas pertanyaan atau sanggahan yang diajukan 25%
Ketepatan penyimpulan 25%

77
BAB VII:
PENEGAKAN HUKUM DALAM PEMBERA
BAB

A. Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa mampu menganalisis proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menganalisis peraturan perundang-undangan
dalam pemberantasan tidank pidana korupsi.
Mahasiswa mampu menjelaskan proses penegakan hukum dalam
pemberantasan korupsi baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit.

D. Metode Pembelajaran
1. Curah Gagasan (Brain Storming)
Curah gagasan tentang mekanisme dan problematika
penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia. Dimulai sejak
penyusunan aturan-aturan hukum, proses penegakan hukum,
aparat penegak hukum, sampai dengan eksekusi yang dilakukan
terhadap sebuah putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap. Dari curah gagasan ini diharapkan
mampu menyerap pendapat mahasiswa terkait proses
penegakan hukum di Indonesia beserta tantangan yang
dihadapi. Mahasiswa diminta menyampaikan pendapat dan
gagasannya tentang kasus pembatalan Peraturan KPU oleh
Mahkamah Konstitusi terkait mantan narapidana kasus korupsi
yang diperbolehkan berkontestasi dalam Pilkada.
2. Diskusi Kelompok
Setelah diperoleh gagasan-gagasan awal dari mahasiswa
tentang problematika penegakan hukum di Indonesia,
khususnya terkait putusan MK tersebut, kemudian mahasiswa
dibagi dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan hasil
curah gagasan. Dari diskusi masing-masing kelompok tersebut
diharapkan akan muncul solusi dalam setiap permasalahan yang
dihadapi dari setiap problematika yang berhasil diidentifikasi dari
hasil curah gagasan tersebut. Dari solusi yang diperoleh kemudian
dipresentasikan kepada kelompok yang lain guna membaca
kemungkinan implementasi solusi yang diperoleh dari diskusi
tersebut berdasarkan peraturan perundang- undangan yang terkait
dengan pemberantasan korupsi.
BAB

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
a. Orange Juice for Integrity: Belajar Integritas kepada Para Tokoh
Bangsa.
b. Pendidikan Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi.
c. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.
d. Jurnal Integritas KPK.
e. Sumber lain yang relevan.
f. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Media Pembelajaran:
a. Media cetak (koran) dan tabloid misalnya Kompas dan Tempo;
b. Video berita tentang tidak jelasnya proses penyelesaian sebuah
kasus hukum yang terjadi. Misalnya video maraknya kepala
daerah dan anggota DPR dan DPRD yang terlibat dalam kasus
korupsi, sebagai contoh berita tentang KPK; 95 Kepala Daerah
Terjerat Kasus Korupsi https://youtu.be/mKxqda7NXT0. Contoh
lain adalah video proses penyelesaikan kasus korupsi
simulator SIM yang melibatkan mantan pejabat Polri Joko
Susilo https:// youtu.be/k0LZdD5xZul.

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (10 menit)
a. Pendahuluan dan membangun suasana kelas
Kegiatan pembelajaran diawali dengan menyampaikan kepada
mahasiswa bahwa tujuan dari curah gagasan (brain storming)
hanyalah untuk mengetahui pendapat-pendapat mereka tentang
pentingnya memperkuat perangkat hukum dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi dan pentingnya pengaturan tindak pidana
korupsi dalam peraturan perundang-undangan.
b. Memulai curah gagasan
Tampilkan pernyataan pembuka tentang konsep penegakan
hukum yang berkeadilan, sesuai dengan tujuan dibentuknya
negara Indonesia. Mahasiswa diminta menjawab pertanyaan
tersebut, kemudian memberikan contoh kasus nyata yang
terjadi dalam kehidupan bernegara saat ini. Mahasiswa
diminta menyampaikan pendapatnya tentang putusan MA
yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang mantan narapidana kasus
korupsi untuk menjadi calon legislatif.

82
BAB

Kegiatan Inti (35 menit)


a. Mendiskusikan dan mengeksplorasi beberapa contoh kasus
nyata Menjelaskan definisi penegakan hukum berdasarkan
konsep negara hukum dan proses penegakan hukum yang
berkeadilan, yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
b. Mendiskusikan dan mengeksplorasi beberapa contoh kasus
nyata Mahasiswa diminta mendiskusikan tentang berbagai
kasus hukum yang mereka dapatkan dalam curah gagasan,
kemudian identifikasi berbagai proses penegakan hukum yang
dilakukan oleh pemerintah, apakah sesuai atau tidak dengan
peraturan perundang-undangan. Contoh adalah kasus
Korupsi e-KTP https:youtu.be/YCn1130Ntac. Mahasiswa diminta
menjelaskan aspek-aspek korupsi yang terdapat dalam
peristiwa e-KTP yang melibatkan Setya Novanto. Masing-
masing kelompok berdiskusi mengenai kasus tersebut,
kemudian membuat simpulan hasil diskusi dari kasus korupsi
tersebut.
Kegiatan Penutup (5 menit)
Kegiatan penutup diawali dengan meminta mahasiswa membuat
rangkuman kasus-kasus baik yang sesuai maupun tidak
sesuai dengan proses penegakan hukum yang berkeadilan,
serta memberikan simpulan faktor-faktor penyebab lemahnya
perangkat hukum dan penegakan hukum di Indonesia. Kemudian
di akhir pembelajaran mahasiswa memberikan solusi terhadap
permasalahan penegakan hukum yang dihadapi.

G. Uraian Materi
Penegakan Hukum Dalam Pemberantasan Korupsi
Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana telah
ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Negara hukum memiliki
beberapa ciri, yaitu:
a. Adanya pengakuan dan perlindungan HAM
b. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang
c. Adanya pembagian Kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
d. Adanya peradilan administrasi
Indonesia merupakan negara hukum dengan tujuan utama adalah
kesejahteraan rakyat. Dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945
tercantum salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Jadi seluruh aspek kehidupan
bernegara di Indonesia, termasuk aspek penegakan hukum dan
peraturan perundang-undangan harus berorientasi pada
kesejahteraan rakyat.
BAB

Kesejahteraan rakyat tidak akan dapat terwujud apabila terdapat


korupsi dalam sistem pemerintahan. Oleh karena itu perangkat hukum
dalam pemberantasan korupsi harus kuat dan tidak boleh dilemahkan.
Dari perspektif hukum ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
penegakan hukum, di antaranya adalah faktor materi hukum,
faktor aparat penegak hukum, faktor budaya hukum, dan faktor
masyarakat.
Dalam persoalan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi
faktor di atas dapat menjadi lebih banyak lagi, karena korupsi
seringkali melibatkan kekuasaan dan penguasa di dalamnya. Fakta
tersebut tentu menimbulkan dilema tersendiri bagi implementasi
penegakan hukum. Dilema inilah yang kemudian menjadi sebuah
polemik pemberantasan korupsi. Apakah sebuah aturan dapat
diterapkan bagi seluruh pelaku tindak pidana korupsi tanpa kecuali?
Ataukah aturan tersebut masih terbatas diterapkan kepada pihak-
pihak tertentu dan tidak bisa diterapkan bagi beberapa pihak yang
lain.

Pengaturan Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan Perundang-


Undangan
Menurut UU No 21 Tahun 2001, ada 30 jenis tindakan yang bisa
dikategorikan sebagai tindak korupsi. Akan tetapi secara ringkas
tindakan-tindakan tersebut dapat dikelompokkan menjadi: 1) kerugian
keuntungan negara; 2) suap menyuap; 3) penggelapan dalam jabatan;
4) pemerasan; 5) perbuatan curang; 6) benturan kepentingan dalam
pengadaan; 7) gratifikasi (pemberian hadiah).
a. Kerugian Keuangan Negara
Korupsi dirumuskan dalam Pasal 2 UU No 31 tahun 1999 jo UU No
21 tahun 2001 jika memenuhi unsur:
1. setiap orang;
2. memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
3. dengan cara melawan hukum
4. dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Contoh:
Seorang ibu pegawai Dinas PU dalam proyek pembangunan
sebuah jembatan yang dibiayai negara, diam-diam mengurangi
jumlah semen yang digunakan. Di atas kertas tertulis 1000 sak,
ternyata yang dipakai hanya 500 sak, terus uang sisa pembelian
semen dikantongi sendiri.
Hukumannya: penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal
1 miliar.
BAB

b. Suap
Pasal 5 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21 tanun 2001,
suap/sogokan/ pelicin adalah:
1. pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus untuk sementara waktu;
2. dengan sengaja;
3. menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu
dalam melakukan perbuatan itu;
4. uang atau surat berharga;
5. yang disimpan karena jabatannya.
Contoh:
Seorang pedagang mobil impor karena ada persyaratan yang
tidak bisa terpenuhi, ribuan mobil yang baru saja dikirim oleh
supplier dari luar negeri terpaksa ditahan di pelabuhan. Kemudian
pedagang tersebut menemui petugas bea cukai dan berjanji akan
memberikan satu mobil asal dokumen dirinya dianggap lengkap
dan tidak membuat susah dirinya.
Hukumannya: penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal 250
juta
c. Penyalahgunaan Jabatan
Pasal 8 UU No.31 tahun 1999 jo UU No 21 tahun 2001, unsur-unsur
korupsi jenis ini adalah:
1. pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan untuk menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus untuk sementara waktu;
2. dengan sengaja;
3. menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu
dalam melakukan perbuatan itu;
4. uang atau surat berharga;
5. yang disimpan karena jabatannya.
Contoh:
Seorang staf di sebuah instansi pemerintah setiap bulan diberi
2 juta untuk biaya perawatan mobil dinas. Sebenarnya uang
tersebut lebih dari cukup, dan aturan mengatakan sisa uang
tersebut harus dikembalikan ke kantor. Jika sampai sisa uang
tersebut tidak dikembalikan, maka staf tersebut sudah melakukan
korupsi.
Hukumannya: penjara maksimal 15 tahun denda maksimal 750 juta.

85
BAB

d. Pemerasan
Pasal 12 UU No 31 tahun 1999 jo UU No 21 tahun 2001
menyebutkan unsur-unsur pemerasan adalah:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
3. secara melawan hukum;
4. memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan
sesuatu bagi dirinya;
5. menyalahgunakan kekuasaan.
Hukumannya: Penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.
e. Perbuatan Curang
Dalam Pasal 7 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001
disebutkan unsur perbuatan curang meliputi:
1. pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;
2. melakukan perbuatan curang;
3. pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan
bangunan;
4. yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
Contoh:
Pemborong yang memanipulasi harga sehingga kualitas buruk.
Hukumannya: Penjara maksimal 7 tahun atau denda maksimal 350
juta.
f. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Dalam Pasal 12 huruf i UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun
2001, unsur-unsurnya:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. dengan sengaja;
3. langsung atau tidak langsung turut serta dalam
pemborongan pengadaan atau persewaan;
4. pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Contoh:
Kecurangan dalam pengadaan mobil dinas.
Hukumannya: 20 tahun atau denda maksimal 1 miliar.

86
BAB

g. Gratifikasi
Unsur-unsur gratifikasi:
1. pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2. menerima gratifikasi;
3. yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya;
4. penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada
KPK dalam waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Hukumannya: penjara maskimal 20 tahun atau denda maksimal 1
miliar.

H. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan menyampaikan masukan terhadap hasil
diskusi tentang penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi,
proses penegakan hukum dan solusi dalam penegakan hukum agar
tercapai keadilan. Kegiatan evaluasi meliputi:
1. Evaluasi proses pembelajaran: Lembar penilaian diskusi;
2. Evaluasi hasil pembelajaran: Membuat sebuah simpulan
tentang arti penting penegakan hukum dalam pemberantasan
korupsi yang berperspektif keadilan (tidak pandang bulu),
kemungkinan-kemungkinan penyimpangan yang dapat terjadi
dalam proses penegakan hukum, beserta dampaknya
apabila perbuatan korupsi tidak ditindak secara tegas sesuai
peraturan perundang-undangan.

I. Lampiran-Lampiran
Lampiran 1: Lembar penilaian diskusi
Format Lembar Penilaian Diskusi

Aspek Penilaian Catatan


No Nama 1 2 3 4 5 6 Total
Kualitatif
1
2
3
4
5
dst

87
BAB

Keterangan:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat
2. Kemampuan memberikan argumentasi
3. Kemampuan memberikan kritik
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik
6. Kelancaran berbicara

Kriteria penilaian:
80-100 Memuaskan 4
70-79 Baik 3
60-69 Cukup 2
45-59 Kurang 1

88
BAB VIII:
FAKtOR-FAKtOR
PENYEBAB KORUPSI
SEBAGAI TANTANGAN
PEMBENTUKAN WAWASAN
NUSANTARA
BAB

A. Tujuan Pembelajaran
Menggali faktor-faktor penyebab korupsi sebagai bagian dari
tantangan pembentukan wawasan nusantara.

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
Mahasiswa mampu menganalisis faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.
Mahasiswa mampu menyajikan faktor-faktor penyebab korupsi sebagai
bagian dari tantangan pembentukan wawasan nusantara.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit.

D. Metode Pembelajaran
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement
Division).

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber Pembelajaran:
Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi. (2018). Pendidikan
Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Media Pembelajaran:
“Korupsi 24 jam“
https://www.youtube.com watch?v=zMGdj3Lt3Ug

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan Awal (5 menit)
a. Sebelum mengawali perkuliahan, mahasiswa membacakan doa
terlebih dahulu.
b. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menguraikan materi
sebelumnya dan dosen berupaya menghubungkan materi yang
akan diidentifikasi tentang faktor-faktor penyebab korupsi
sebagai tantangan wawasan nusantara dengan menggali
pengetahuan mahasiswa sebelumnya.

93
BAB

c. Mahasiswa diberi pengantar oleh dosen untuk menguatkan


Semangat Melawan Korupsi dengan melihat https://aclc.kpk.
go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/corruption-
perception-index-cpi (Lampiran 7) yang memperlihatkan
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, tentang tingkat
korupsi Indonesia makin tinggi.
Kegiatan Inti (40 menit)
a. Mahasiswa melihat Video berjudul yang disajikan oleh dosen
“Korupsi 24 Jam” https://www.youtube.com/watch?
v=zMGdj3Lt3Ug.
b. Mahasiswa menyimak uraian video kemudian dosen memberi
pengantar tentang faktor-faktor penyebab munculnya
tindakan korupsi.
c. Mahasiswa berkelompok masing-masing berjumlah 3-5 orang
kemudian menjawab pertanyaan evaluasi tertulis yang diberikan
oleh dosen.
d. Tiap kelompok memastikan setiap anggota kelompok
mengerjakan pertanyaan evaluasi secara maksimal dan
memahami setiap jawaban yang diberikan.
e. Sementara mahasiswa bekerja dalam kelompok, dosen berkeliling
dalam kelas. Dosen sebaiknya memuji kelompok yang semua
anggotanya bekerja dengan baik.
f. Pertanyaan evaluasi dikumpulkan untuk diberikan pertanyaan
langsung oleh dosen dengan mengambil beberapa sampel
mahasiswa.
Kegiatan Penutup (5 menit)
a. Refleksi Perkuliahan yang dilakukan mahasiswa dengan cara
menuliskan apa bentuk tindakan individu yang pernah dilakukan
sebagai bentuk faktor internal penyebab korupsi.
b. Rencana Tindak Lanjut:
1. Mahasiswa membaca salah satu karya dilema moral dalam
buku Saujana: Di Antara Pilihan (Tim KPK, 2014). (Lampiran 1
dilema moral).
2. Mahasiswa mengungkapkan baik secara lisan maupun tertulis
a. Apa yang Saudara lakukan apabila Saudara berada pada
posisi sebagai Arman (penyidik tindak pidana korupsi)?
b. Apakah akan terus merasa iba dengan perilaku istri
koruptor yang masih bermewah-mewahan?
c. Apakah tidak menghiraukan?

94
BAB

c. Rencana Aksi Mahasiswa:


Mahasiswa diberikan tugas untuk membuat aktivitas kegiatan
rencana aksi untuk menindaklanjuti faktor eksternal
penyebab korupsi dengan menganalisis faktor eksternal
penyebab korupsi yang dapat dikaji dalam dalam bidang
politik dengan membaca terlebih dahulu artikel dalam sumber
di bawah ini:
1. Politik (Lampiran 4)
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/07/10381291/
lemahnya-inspektorat-dan-biaya-politik-mahal-dinilai-
penyebab-korupsi-34
Apakah yang Saudara lakukan untuk menyikapi faktor
eksternal penyebab korupsi dalam bidang politik?
2. Organisasi (Lampiran 5)
https:/ /www.gatra.com/rubrik/nasional/pemerintahan-
daerah/358005-Birokrasi-di-Bekasi-Beri-Peluang-
Terjadinya-Korupsi-Gratifikasi-dan-Suap
Apakah yang Saudara lakukan untuk menghindari faktor
eksternal penyebab korupsi dalam bidang organisasi?

3. Politik, Ekonomi (Gaya Hidup), dan Sikap Masyarakat


(Lampiran 6)
h t tp s :/ / w w w .c n n I n d o ne s i a .c o m / na s i o n
- al/20180212161920-12-275656/tiga-faktor-kepala-daer- ah-
kerap-korupsi-versi-icw
Apa yang Saudara lakukan untuk menyikapi faktor
eksternal penyebab korupsi dalam bidang politik, ekonomi
(gaya hidup), dan sikap masyarakat?

G. Uraian Materi
Faktor Internal Penyebab Korupsi
a. Aspek perilaku individu (sifat tamak/rakus manusia, moral yang
kurang kuat, gaya hidup konsumtif)
Perilaku adalah sikap yang ditampilkan oleh individu.
Korupsi merupakan perilaku dari beberapa sifat dalam rakus
manusia. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang
mendasarkan pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan
untuk mencapai hal yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku dalam lingkungannya. Lemahnya moral turut andil
menyebabkan perilaku individu untuk korupsi. Gaya hidup
berhubungan dengan cara kita melakukan, memiliki,
menggunakan dan menampilkan perilaku (Røpke, 2009), terkait
erat dengan konsumsi dan mendorong tingkat
BAB

dan pola konsumsi (Backhaus, Breukers, Paukovic, Mourik, & Mont,


2011). Pada tataran normal, gaya hidup berubah perlahan, namun
globalisasi memengaruhi perubahan itu secara cepat terutama
pada kelas menengah akibat dari media dan informasi yang terbuka
(Zhang, Deng, Majumdar, & Zheng, 2009). Dengan demikian, gaya
hidup konsumtif menjadi faktor yang turut mendorong terjadinya
korupsi.
b. Aspek sosial (lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan
dorongan bagi orang untuk korupsi)
Perilaku itu tidak muncul dengan tiba-tiba dan terbentuk
dalam proses yang panjang. Para koruptor juga melewati
proses yang panjang dan pengasuhan yang kacau tidak
berlandaskan agama sehingga tidak memiliki rasa bersalah
ketika mengambil hak orang lain. Anak belajar ketika dia
menangis dan orang tua memberikan apa yang diinginkannya di
situlah perilaku yang akan dipertahankan oleh si anak untuk
meminta apa yang diinginkannya pada orang tua. Contoh lain
seperti, kebiasaan memanjakan anak. Ketika apapun yang dia mau
tidak ada, alhasil ia akan menghalalkan segala cara dalam
memperoleh apa yang diinginkannya tersebut.
Peran keluarga yang signifikan dalam membentuk perilaku
anaknya akan berdampak luas terhadap kehidupan berbangsa.
Manakala sebuah keluarga membiarkan rumah tangganya
tanpa arah, begitulah kemungkinan miniatur yang dimiliki oleh
bangsanya.

Faktor Eksternal Penyebab Korupsi


1. Aspek sikap masyarakat (masyarakat lebih menghormati
seseorang secara material/ kekayaan tanpa memandang kekayaan
tersebut diperoleh darimana)
Sikap masyarakat yang lebih menghormati orang dengan status
ekonomi yang lebih tinggi membuat orang berlomba-lomba meraih
kekuasaan. Seringkali masyarakat tidak peduli terhadap asal usul
perolehan kekayaan.
2. Ekonomi (pendapatan tidak mencukupi kebutuhan)
Faktor ekonomi seringkali menjadi penyebab orang korupsi. Alasan
gaji yang kecil selalu menjadi penyebabnya. Namun demikian,
faktor rendahnya gaji hanya dapat menjelaskan korupsi pada
tingkat ‘street level bureaucrats’, tidak untuk korupsi yang
“canggih” atau kolusi tingkat tinggi.

96
BAB

3. Politik (kepentingan politis, meraih dan mempertahankan


kekuasaan)
Politik dan kekuasaan bertalian menjadi penyebab korupsi. Ongkos
politik yang besar dengan sistem pemilihan langsung menyebabkan
adanya celah untuk korupsi.
4. Organisasi (keteladanan pemimpin yang kurang, tidak adanya
kultur organisasi yang benar, kurang memadainya sistem
akuntabilitas, kelemahan sistem pengendalian manajemen, dan
lemahnya pengawasan). Semakin efektif sistem pengawasan, akan
semakin kecil kemungkinan peluang terjadinya korupsi dan kolusi.
Sebaliknya bila korupsi dan kolusi dipraktikkan secara luas berarti
ada yang salah dalam sistem pengawasan.

H. Evaluasi
Evaluasi Tertulis (Lampiran 2)
Analisislah 6 contoh bentuk perilaku mahasiswa sebagai faktor yang dapat m
Analisislah alasan-alasan mengapa mahasiswa dekat dengan perilaku korupsi
Apakah selain perilaku individu, pengaruh lingkungan dapat mempengaruhi k
Analisislah alasan-alasan mengapa perilaku mahasiswa dalam video tersebut
JUJUR: Tuliskan 3 bentuk perilaku yang pernah anda lakukan!
Evaluasi non Tes
Observasi Proses Diskusi (Lampiran 3)
Evaluasi Refleksi Perkuliahan (Lampiran 8)
Evaluasi Rencana Tindak Lanjut (Lampiran 9)
Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa (Lampiran 10)

I. Lampiran-lampiran

97
BAB

Lampiran 1: Dilema Moral

Meluruskan Tujuan

Arman memasukkan semua berkas berita acara yang berhubungan dengan


kasus Sutarto ke dalam mapnya. Semuanya disusun agar menjadi sebuah
berkas laporan perkara yang lengkap. Di meja kerjanya, Arman menyusun
resume untuk berkas perkara tersebut. Dituliskannya segala hal yang
menyangkut Sutarto mulai dari penangkapan, penahanan, pengeledahan,
penyitaan, barang bukti, sampai keterangan saksi dan tersangka.
Semuanya sudah lengkap. Berkas tersebut telah siap disampaikan kepada
penuntut umum. Dari segala bahan yang dikumpulkan, diketahui Sutarto
terjerat pidana pencucian uang dan gratifikasi. Dengan dua kasus
tersebut, hukuman yang akan dituntutkan kepada Sutarto sudah tentu
berat. Arman teringat kembali pada ucapan istri Sutarto. Masih ada
rasa iba dan tidak tega dalam dirinya. Namun akhirnya Arman meluruskan
tujuan penyidikan. Ia tidak ingin penyidikan yang sudah sekian lama
ditempuhnya menjadi sia-sia. “Biarlah istri dan anak Sutarto menjadi
beban bagi Sutarto, bukan beban diriku,” batinnya saat menyerahkan
berkas perkara pada kejaksaan.
***
Sidang perkara Sutarto digelar. Jaksa penuntut umum membacakan
tuntutannya.
“Saudara Sutarto, Anda terancam terjerat Pasal 3, 5 UU 8/2010
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) serta Pasal 5 ayat 2 dan
Pasal 12 huruf (a) (b) UU 31/1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah
dengan UU 20/2001 junto Pasal 55 dan 56 KUHP. Dengan demikian,
Anda dituntut hukuman penjara maksimal 20 tahun atau denda maksimal
1 miliar.” Tubuh Sutarto terlihat lunglai. Jaksa meneruskan pembacaan
tuntutan sampai tuntas. Istri Sutarto berteriak-teriak di jajaran tempat
penonton sidang. Ia tidak terima dengan tuntutan jaksa. Arman yang
mengamati jalannya persidangan dari kejauhan hanya diam tidak
bereaksi apapun. Ada ada sedikit rasa sakit dalam batin Arman. Namun
ia berusaha menepiskannya.
***
Minggu itu Arman menghadiri resepsi pernikahan salah satu orang
penting ibukota. Kalau bukan karena diajak rekannya, Arman tidak
akan hadir di sana. Undangan yang hadir dalam pesta tersebut adalah
kalangan orang kaya dan terpandang. Resepsi diadakan di sebuah
hotel kelas internasional. Saat tengah menikmati jamuan makan, Arman
melihat sosok yang beberapa waktu ini sangat dikenalnya tengah berdiri di
antara orang yang hadir. Dandannya sangat wah. Sosok itu seperti istri
Sutarto. Mungkin jika tidak membawa anak yang dulu digendongnya di
mall itu, ia percaya itu bukan istri Sutarto. Bedanya, anak itu tidak
digendongnya sendiri, tetapi digendong oleh seorang baby sitter. Seusai
mengahabiskan makanannya, Arman berusaha menghampirinya. Namun,
istri Sutarto berjalan pulang dan bergegas masuk ke dalam mobil BMW Z4
yang dikendarainya sendiri. Arman pun tertengun.
(Tim KPK, 2014).
BAB

Lampiran 2: Lembar Penilaian Tes


No Kriteria Jawaban Skor Nilai
Mampu menganalisis 6 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 60
penyebab korupsi skala besar
Mampu menyebutkan 5 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 45
penyebab korupsi skala besar
Mampu menganalisis 4 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 30
penyebab korupsi skala besar Maks
1
Mampu menganalisis 3 contoh bentuk perilaku 60
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 15
penyebab korupsi skala besar
Mampu menganalisis 2 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 10
penyebab korupsi skala besar
Mampu menganalisis 1 contoh bentuk perilaku
mahasiswa sebagai faktor yang dapat memengaruhi 5
penyebab korupsi skala besar

Mampu menganalisis alasan-alasan mahasiswa dekat


2 10 10
dengan perilaku korupsi secara jelas dan lengkap

Mampu menyebutkan pengaruh lingkungan terhadap


3 10 10
korupsi secara jelas dan lengkap
Mampu menganalisis perilaku yang dapat
4 10 10
mempengaruhi wawasan Nusantara
Mampu menyebutkan 3 perilaku jujur 30
Maks
5 Mampu menyebutkan 2 perilaku jujur 20
30
Mampu menyebutkan 1 perilaku jujur 10
Jumlah

Lampiran 3: Lembar Observasi Diskusi Kelompok


Lembar Observasi untuk Kerja Diskusi Kelompok
Aspek yang Di Nilai Skor/
No Nama Peserta Didik
1 2 3 4 5 6 Jumlah
1
2
3
4
5
6

99
BAB

7
8
9
10
dst
Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menyampaikan pendapat.
2. Kemampuan memberikan argumentasi.
3. Kemampuan memberikan kritik.
4. Kemampuan mengajukan pertanyaan.
5. Kemampuan menggunakan bahasa yang baik.
6. Kelancaran berbicara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat ( 85 - 100 )
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

Lampiran 4: Faktor Penyebab Korupsi (Politik)

Lemahnya Inspektorat dan Biaya Politik Mahal Dinilai


Penyebab
100 Korupsi 34 Kepala Daerah

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak 2012, Komisi Pemberantasan


Korupsi (KPK) telah menangkap 34 kepala daerah. Faktor utama
yang dinilai menyebabkan korupsi kepala daerah adalah lemahnya
pengawasan dan biaya politik yang terlalu mahal.
“Ini tentu merusak tujuan proses demokrasi lokal termasuk Pilkada
serentak yang diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang lebih
berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan hanya mengumpulkan
kekayaan pribadi dan pembiayaan politik,” ujar Juru Bicara KPK
Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Minggu (7/10/2018).
Penerimaan uang sebagai fee proyek merupakan modus yang
menonjol pada hampir semua kasus yang melibatkan kepala daerah.
Ada juga beberapa kasus yang menerima uang terkait perizinan,
pengisian jabatan di daerah dan pengurusan anggaran otonomi khusus.
Masyarakat dirugikan berkali-kali ketika praktik suap kepala daerah
terus terjadi. Korupsi dalam proses pengadaan berisiko mengurangi
kualitas bangunan, jembatan, sekolah, peralatan kantor, rumah sakit
dan lain-lain yang dibeli.
BAB

Pengawasan internal
Penguatan aparat pengawas internal secara struktural dinilai semakin
mendesak. Bukan hanya agar aparatur pengawas memahami
bagaimana celah dan bentuk penyimpangan yang terjadi, tetapi juga
revitalisasi posisi pengawas internal yang selama ini tersandera di
bawah kepala daerah. Pemerintah diminta segera membuat regulasi
baru mengenai struktur pengawas internal agar tidak dikendalikan oleh
kepala daerah.
Salah satunya, rancangan undang-undang sistem pengawasan internal
daerah.
“Sulit membayangkan inspektorat yang diangkat dan diberhentikan kepala
daerah kemudian dapat melakukan pengawasan terhadap atasannya
tersebut, apalagi hingga penjatuhan sanksi,” kata Febri.
Inspektorat yang lebih independen diharapkan dapat memetakan siapa
saja pemegang proyek yang berulang kali menjadi pemenang tender di
daerah.
Kemudian melakukan kajian sejak awal proses penganggaran, pengadaan
hingga memfasilitasi keluhan dari masyarakat tentang adanya
penyimpangan di sektor tertentu. Butuh perhatian lebih dari Presiden dan
DPR untuk menyusun aturan setingkat UU ini.
Biaya politik
Dalam beberapa kasus yang ditangani KPK, dapat diketahui bahwa biaya
politik yang tinggi sebagai salah satu faktor pendorong korupsi kepala
daerah.
Misalnya, beberapa pelaku mengakui mengumpulkan uang untuk
tujuan pencalonan kembali, dan pengumpulan mantan tim sukses
untuk mengelola proyek di daerah tersebut.
Menurut Febri, akuntabilitas sumbangan dana kampanye menjadi salah
satu faktor krusial yang perlu diperhatikan.
Hubungan pelaku ekonomi dan politik yang tertutup rentan memicu
persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang saat kepala daerah
menjabat.
“Utang dana kampanye tersebut berisiko dibayar oleh kepala daerah
melalui alokasi proyek-proyek di daerah. Jika ini tidak diselesaikan, akan
semakin sulit mengurai benang kusut korupsi politik di daerah,” kata
Febri.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2018/10/07/10381291-lemah
nya-inspektorat-dan-biaya-politik-mahal-dinilai-penyebab-korupsi-34.
Penulis: Abba Gabrillin
Editor: Sandro Gatra

101
BAB

Lampiran 5: Faktor Penyebab Korupsi (Organisasi)

Birokrasi di Bekasi Beri Peluang Terjadinya, Korupsi,


Gratifikasi, dan Suap

Bekasi, Gatra.com - Direktur Jendral Otonomi Daerah Kementerian Dalam


Negeri Soni Sumarsono menilai birokrasi di Pemerintah Kabupaten Bekasi,
Jawa Barat menjadi penyebab adanya potensi tindak pidana korupsi
gratifikasi atau suap.
“Banyak celah di birokrasi Pemkab Bekasi yang berpotensi menyebabkan
terjadinya tindak pidana korupsi, salah satunya adalah di perizinan,”
katanya pada saat melakukan peninjauan di Pemkab Bekasi, sebagaimana
diberitakan Antara (23/10).
Soni menjelaskan tindak pidana korupsi sebenarnya dapat dicegah melalui
transparansi anggaran serta reformasi di bidang pelayanan dengan
berbasis Informasi Teknologi (IT).
“Dengan transparansi semua orang bisa melakukan kontrol. Posisi izin saat
ini sampai di mana, masalahnya dimana, jadi semua bisa akses. Jadi kata
kuncinya transparansi dan mereformasi,” katanya.
Pelayanan berbasis IT khususnya di perizinan menurut Soni juga diyakini
dapat memudahkan dan memangkas waktu.
“Yang tadinya sebulan bisa jadi seminggu. Dan yang seminggu bisa
menjadi tiga hari. Jadi makin pendek (proses perizinan) makin baik
dan makin transparan. Tapi kalau tertutup enggak bisa kontrol,” katanya.
Soni menambahkan pembenahan sistem, perbaikan organisasi, serta
perilaku individual kepemimpinan juga turut dapat mencegah terjadinya
kasus serupa di Kabupaten Bekasi.
“Pembenahan sistem tersebut meliputi e-budgeting, e-planning dan
lainnya. Perbaikan organisasi dibuat makin ramping. Kalau individual
kepemimpinan kita selalu memberikan pembinaan antikorupsi,” katanya.
Yang terpenting baginya saat ini adalah memastikan fungsi pemerintahan
berjalan dengan normal seperti sebelumnya.
“Saya ingin ada semangat baru pasca OTT di Kabupaten Bekasi,” katanya.
Sebab biasanya fenomena yang muncul pasca OTT di suatu daerah
adalah kelesuan kerja aparatur pemerintah setempat. Untuk itu
pendampingan pihaknya ini diharapkan dapat menumbuhkan
semangat baru dan membuat tata kelola pemerintahan menjadi lebih
baik.
“Apalagi seperti yang terjadi di Kota Malang. Makanya di Kabupaten Bekasi
perlu diubah agar semangat kembali,” katanya.
Sumber:
https://www.gatra.com/rubrik/nasional/pemerintahan-daerah/358005-
Birokrasi-di-Bekasi-Beri-Peluang-Terjadinya-Korupsi-Gratifikasi-dan-
Suap

102
BAB

Lampiran 6: Faktor Penyebab Korupsi (Politik, ekonomi, gaya


hidup, dan sikap masyarakat)

Tiga Faktor Kepala Daerah Kerap Korupsi Versi ICW

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali


menciduk kepala daerah menjelang perhelatan Pilkada serentak 2018.
Kali ini, Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae terjaring
operasi tangkap tangan (OTT).
Marianus ditangkap karena diduga menerima suap terkait proyek-proyek
di Kabupaten Ngada. Total, dia menerima Rp4,1 miliar. Duit diduga suap
itu diperkirakan untuk keperluan kampanye dia sebagai calon dalam
Pilgub NTT 2018.
Peneliti Hukum pada Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia
Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, maraknya kepala daerah
mengeruk duit korupsi dilatari sejumlah faktor.
“Korupsi kepala daerah disebabkan tiga hal,” ujar Donal kepada
CNNIndonesia.com, Senin (12/2).
Faktor pertama, perilaku buruk partai politik yang belum berubah
mengakibatkan biaya politik menjadi sangat mahal. Perilaku buruk itu
salah satunya persyaratan mahar bagi siapa pun yang ingin maju
mencalonkan diri.
Alhasil, karena biaya politik atau mahar ini, calon yang memenangkan
pemilu akan ‘dipaksa’ mengembalikan modal politiknya, misalnya dengan
berperilaku korup. Ini yang menyebabkan korupsi tidak kunjung tuntas.
“Kedua, perilaku kepala daerah yang koruptif, bergaya hidup mewah,”
ujar Donal.
Faktor ketiga yang juga turut berperan membuat kepala daerah korup,
yakni perilaku masyarakat yang apatis. “Misalnya meminta uang
kepada calon kepala daerah agar dipilih,” kata Donal.
“Akumulasi tiga hal tersebut yang membuat korupsi kepala daerah terjadi
terus menerus,” ucap Donal menambahkan.
Sebelum Marianus, KPK sebelumnya sudah menangkap tangan dua
kepala daerah yang disinyalir menggunakan duit suap untuk
kepentingan maju dalam Pilkada.
Pada 3 Februari 2018, KPK menciduk Bupati Jombang (Jawa Timur) Nyono
Suharli. Nyono diduga menerima suap Rp275 juta terkait pengamanan
jabatan kepala dinas kesehatan definitif Pemkab Jombang.
KPK menduga sebanyak Rp50 juta dari total suap itu digunakan Nyono
untuk iklan di media lokal terkait Pilkada Kabupaten Jombang 2018.
Jauh sebelumnya, yakni pada 29 Agustus 2018, KPK juga menangkap
Bupati Tegal (Jawa Tengah), Siti Mashita Soeparno. Siti diduga menerima
suap Rp5,1 miliar terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD

103
BAB

Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemkot Tegal


tahun 2017.
KPK menduga Siti mengumpulkan duit dari suap untuk keperluan
mencalonkan diri di Pilkada Kota Tegal 2018 bersama rekannya, Amir
Mirza Hutagalung. (pmg)
Sumber:
htt ps ://www.cnnIndonesia.com/nas ional/20180212161920-12-275656/
tiga-faktor-kepala-daerah-kerap-korupsi-versi-icw

Lampiran 7: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/
corruption-perception-index-cpi

104
BAB

Lampiran 8: Evaluasi Refleksi Perkuliahan


Aspek yang di Nilai Skor/
No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menanggapi bentuk-bentuk faktor internal penyebab
korupsi dalam menjawab tantangan wawasan nusantara.
2. Kemampuan mengkritik bentuk-bentuk faktor internal
penyebab korupsi dalam menjawab tantangan wawasan nusantara.
3. Kemampuan memberikan argumentasi mengenai bentuk-bentuk
faktor internal penyebab korupsi dalam menjawab tantangan
wawasan nusantara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat ( 85 - 100 )
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

Lampiran 9: Evaluasi Rencana Tindak Lanjut Mahasiswa

Aspek yang di Nilai Skor/


No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7

105
BAB

8
9
10
dst

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menghayati peran sebagai salah satu penyidik tindak
pidana korupsi dengan memberikan penjelasan “andai aku menjadi
Arman?”
2. Kemampuan mengamalkan perilaku yang menjauhi faktor
penyebab tindak pidana korupsi sebagai tantangan pembentukan
wawasan nusantara.
3. Kemampuan merespon perilaku-perilaku yang mendekati
penyebab korupsi sebagai tantangan pembentukan wawasan
nusantara.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat ( 85 - 100 )
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

Lampiran 10: Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa

Aspek yang di Nilai Skor/


No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

106
BAB

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan mengidentifikasi faktor-faktor eksternal penyebab
korupsi sebagai tantangan pembentukan wawasan nusantara.
2. Kemampuan mengamalkan dengan memberikan contoh aksi
perilaku untuk mencegah faktor-faktor penyebab eksternal
perilaku korupsi.
3. Kemampuan merespon bentuk contoh aksi dalam mencegah
faktor-faktor penyebab eksternal perilaku korupsi.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat Baik ( 85 - 100
)
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

107
BAB IX:
DAMPAK MASIF KORUPSI TERHADAP P
BA

A. Tujuan Pembelajaran
Mengungkap dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan
keamanan

B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk dampak masif korupsi
terhadap pertahanan dan keamanan.
Mahasiswa mampu menganalisis dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
Mahasiswa mampu menyajikan dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.

C. Alokasi Waktu
1 x 50 menit

D. Metode Pembelajaran
Cooperative Learning
Picture and Picture melalui The Power of Two

E. Sumber dan Media Pembelajaran


Sumber pembelajaran:
a. Tim Penulis Buku Pendidikan Antikorupsi. (2018). Pendidikan
Antikorupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
b. Tim Spora Communication. (2014). Semua Bisa Ber-Aksi (Panduan
Memberantas Korupsi dengan Mudah dan Menyenangka).
Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat
Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Koupsi.
Media Pembelajaran:
Infografis tentang Bahaya dan Dampak Korupsi
https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/
infografis (Lampiran 1)

F. Aktivitas Pembelajaran
Kegiatan awal (5 menit)
a. Sebelum mengawali perkuliahan, mahasiswa membacakan doa
terlebih dahulu.

111
BA

b. Mahasiswa diberi kesempatan untuk menguraikan materi


sebelumnya. Dosen berupaya menggali pengetahuan awal
siswa mengenai pertahanan dan keamanan Indonesia dengan
memberikan pertanyaan “Seberapa kuat pertahanan dan
keamanan Indonesia?” “Siapa atau lembaga apa sajakah
yang dapat mendukung kuatnya pertahanan dan keamanan
Indonesia?”
c. Mahasiswa diajak untuk memiliki Semangat Melawan Korupsi
melalui menggali 10 potensi yang dimiliki oleh Indonesia agar
tidak korupsi dengan mengkaji gambar dalam https://aclc.kpk.
go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/10-potensi-
Indonesia-bisa-makmur. (Lampiran 2)
Kegiatan inti (30 menit)
a. Mahasiswa melihat video berjudul yang disajikan oleh dosen
“Korupsi 24 Jam” https://www.youtube.com/watch?v=zMGdj3L-
t3Ug.
b. Mahasiswa menuliskan pendapatnya masing-masing mengenai
gambar yang disajikan oleh dosen.
c. Mahasiswa mencari pasangan dan bertukar jawaban satu sama
lain untuk membahas berkaitan dengan gambar yang telah
disajikan oleh dosen.
d. Setelah mahasiswa bertemu dan berdiskusi dengan pasangannya,
mahasiswa membuat analisis baru tentang gambar tersebut.
e. Setelah selesai menulis analisis tersebut, beberapa mahasiswa
mempresentasikan hasil analisis terhadap gambar tersebut.
Kegiatan penutup (15 menit)
a. Mahasiswa bersama dosen melakukan refleksi perkuliahan
terhadap bahaya korupsi dan dampaknya terhadap pertahanan
dan keamanan. Dengan menganalisis hal-hal di bawah ini:
1. Bagaimanakah pendapat Saudara bahwa Indonesia dapat
menjadi negara yang makmur, namun potensi makmurnya
dalam pertahanan dan keamanan terhalangi oleh korupsi
dengan fakta-fakta yang ada dalam buku “Semua Bisa
Beraksi”?
2. Bagaimanakah pendapat Saudara bahwa pertahanan dan
keamanan dapat terpengaruh juga oleh korupsi berdasarkan
fakta di dalam buku “Semua Bisa Beraksi”?
3. Ekspresikanlah sikap dan perasaan Saudara terhadap
kerugian yang diakibatkan ulah koruptor dalam
pertahanan dan keamanan melalui puisi/gambar/tulisan!
b. Mahasiswa diminta membuat tulisan sebagai Rencana Aksi

112
BA

Mahasiswa setelah mempelajari Lampiran 3 artikel “lemahnya


wilayah perbatasan jadi perhatian pemerintah”. Kemudian
menuliskan hal di bawah ini:
“Apa yang akan saya lakukan untuk menjaga pertahanan dan
keamanan negara Indonesia dari dampak korupsi?”
c. Mahasiswa menjawab pertanyaan tes tertulis sebagai penguat
pengetahuan mahasiswa mengenai dampak masif korupsi
terhadap pertahanan dan keamanan.

G. Uraian Materi
Dampak Masif Korupsi Terhadap Pertahanan dan Keamanan
Dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan keamanan meliputi:
Kerawanan Hankamnas karena Lemahnya Alutsista dan SDM
Pada saat ini banyak sekali media yang mengungkapkan bahwa
negara lain begitu mudah menerobos batas wilayah Indonesia, baik
dari darat, laut, maupun udara. Hal ini memberikan gambaran bahwa
Indonesia masih lemah dalam alutsista dan SDM.
Penguatan alutsista dan SDM pastinya membutuhkan anggaran
negara yang sangat banyak. Dewasa ini, anggaran-anggaran yang
seharusnya digunakan untuk penguatan alutsista dan SDM ternyata
dikorupsi oleh beberapa koruptor. Hal ini menyebabkan lemahnya
alutsista dan SDM Indonesia yang berdampak pada timbulnya
kerawanan terhadap pertahanan dan keamanan Indonesia.
Lemahnya Garis Batas Negara
Negara Indonesia merupakan negara yang dalam berbagai wilayah
baik daratan maupun perairan posisinya berbatasan dengan banyak
negara, seperti; Malaysia, Singapura, Cina, Philipina, Papua Nugini,
Timor Leste dan Australia. Kawasan perbatasan negara merupakan
manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang mempunyai
peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan,
pemanfaatan sumber daya alam, serta keamanan dan keutuhan
wilayah (Bangun, 2017). Masalah perbatasan memiliki dimensi yang
kompleks meliputi faktor krusial yang terkait di dalamnya seperti
yurisdiksi dan kedaulatan negara, politik, sosial ekonomi, dan
pertahanan keamanan (Bangun, 2017).
Berbagai macam kasus muncul berkaitan dengan wilayah-wilayah
perbatasan, salah satunya warga Indonesia yang cenderung lebih
dekat dengan negara tetangga seperti Malaysia karena mereka
berpikiran Malaysia lebih memberikan kemudahan untuk mereka dalam

113
BA

menjalankan aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu


wilayah tapal batas ini sangat rawan terhadap berbagai penyelundupan
barang-barang ilegal dari dalam dan luar negeri, seperti; bahan bakar,
bahan makanan, elektronik, sampai penyelundupan barang-barang
terlarang seperti; narkotika dan senjata dan amunisi gelap. Selain itu
juga sangat rawan terjadinya human trafficking, masuk dan
keluarnya orang-orang yang tidak mempunyai izin masuk ke
wilayah Indonesia atau sebaliknya dengan berbagai alasan. Apabila
kekayaan Indonesia tidak dikorupsi oleh koruptor maka dapat
kiranya kita membangun daerah perbatasan sehingga menjadi negara
makmur.
Menguatnya Sisi Kekerasan dalam Masyarakat
Kemiskinan yang merajalela pada kehidupan masyarakat
mengakibatkan menguatnya rasa sensitif di masyarakat. Korupsi
yang mengakibatkan kemiskinan menjadi semakin kuat di Indonesia
karena berbagai macam dana negara yang seharusnya dinikmati
oleh masyarakat digunakan oleh para koruptor untuk kepentingan
pribadinya. Akibatnya munculah berbagai macam tindakan kekerasan
di masyarakat.

H. Evaluasi
Evaluasi Tertulis
Bagaimana pendapat Saudara mengenai lemahnya alutsista dan SDM sebagai d
Bagaimana pendapat Saudara mengenai lemahnya garis batas negara Indonesi
Bagaimana pendapat Saudara mengenai menguatnya sisi kekerasan dalam ma
Evaluasi Refleksi Perkuliahan (Lampiran 5)
Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa (Lampiran 6)

114
BA

I. Lampiran-lampiran
Lampiran 1: Infografis Dampak Korupsi Bagi Pertahanan Keamanan
Negara

Sumber: https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/
infografis

115
BA

Lampiran 2: 10 Potensi Indonesia Bisa Makmur Tanpa Korupsi

Sumber:
https://aclc.kpk.go.id/materi/semangat-melawan-korupsi/infografis/10
-potensi-Indonesia-bisa-makmur

Lampiran 3: Artikel “Lemahnya Wilayah Perbatasan Jadi Perhatian


Pemerintah”

“Lemahnya Pengawasan Wilayah Perbatasan Jadi Perhatian


Pemerintah”
116
JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai negara yang di dalamnya
terdapat sekitar 17.504 pulau, Indonesia dinilai belum memiliki sistem
pengawasan yang baik, khususnya di wilayah perbatasan.
Dalam rapat koordinasi pengendalian pengelolaan perbatasan
negara yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa
(17/1/2017) kemarin, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
BA

pengawasan di wilayah perbatasan.


Menurut Tjahjo, peredaran narkoba, senjata, dan masuknya tenaga kerja
asing ilegal kerap memanfaatkan lemahnya penjagaan.
“Kuncinya kan pertahanan negara di perbatasan. Jangan sampai narkoba
lolos, Warga Negara Asing (WNA) masuk tanpa kontrol. Banyak jalan tikus
di perbatasan untuk peredaran narkoba dan senjata,” ujar Tjahjo.
Oleh karena itu, rencana pemerintah yang ingin membangun wilayah
perbatasan guna meningkatkan taraf ekonomi warga di sana bisa jadi sia-
sia jika tanpa diiringi kesiapan sistem pengawasan yang baik.
Minim penjagaan
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan Wiranto mengatakan, perlunya pelibatan TNI dalam
pengelolaan wilayah perbatasan.
Menurut Wiranto, Indonesia memiliki daerah perbatasan terpanjang kedua
setelah Kanada, yakni 99.000 kilometer. Namun, kawasan perbatasan
di Indonesia minim penjagaan.
“Maka tugas baru TNI membangun sistem pertahanan. Caranya dengan
memindahkan tentara yang berpusat di Pulau Jawa,” ujar Wiranto.
Selain itu, pengiriman personel TNI ke daerah guna mengubah pola
penyebaran tentara yang selama ini cenderung terpusat di Pulau Jawa.
Sementara itu, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan
HAM Ronny F Sompie mengatakan, dari sisi infrastruktur dan
peralatan, pihaknya sudah siap untuk melakukan penguatan
pengawasan di daerah perbatasan.
“Masalah peralatan sudah siap, tinggal dicocokkan dengan jalur listrik dan
TI-nya. Jika sudah terpasang akan dioperasikan,” ujar Ronny.
Namun yang jadi persoalan, kata Ronny, hingga saat ini jumlah sumber
daya manusia untuk meng-cover seluruh wilayah perbatasan belum
terpenuhi.
Menurut dia, perlu sekitar 8.000 pegawai yang siap ditempatkan di Pos
Lintas Batas Negara (PLBN).
“SDM dari Ditjen Imigrasi belum sampai 8.000 se-Indonesia. Padahal kami
harus melayani segala kebutuhan PLBN. Kalau menggunakan
outsourcing bisa bermasalah terkait moratorium,” kata dia.
Oleh karena itu, Ronny mengusulkan agar prajurit Tentara Nasional
Indonesia (TNI) yang akan pensiun diperbantukan sebagai pegawai PLBN.
“Solusinya bisa alih status prajurit TNI terkait usia pensiun. Saat ini
kan hanya Letkol ke atas saja yang bisa alih status. Prajurit pangkat
apapun yang akan pensiun di umur 53 tahun bisa ditawarkan alih
status menjadi PNS,” ujar Ronny.

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2017/01/18/08270921/lemah-
nya.pengawasan.
Penulis : Fachri Fachrudin

117
BA

Lampiran 4: Instrumen Penilaian


No Kriteria Jawaban Skor
Mampu menjelaskan lemahnya alutsista dan SDM
Maksimal
1 sebagai dampak korupsi terhadap pertahanan dan
30
keamanan negara Indonesia
Mampu menjelaskan lemahnya garis batas Negara
Maksimal
2 Indonesia sebagai dampak korupsi terhadap
30
pertahanan dan keamanan negara Indonesia
Mampu menjelaskan menguatnya sisi kekerasan dalam
Maksimal
3 masyarakat sebagai dampak korupsi terhadap pertahanan
40
dan keamanan negara Indonesia
Jumlah 100

Lampiran 5: Evaluasi Refleksi Perkuliahan


Aspek yang di Nilai Skor/
No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan menghayati bahwa Indonesia dapat menjadi
negara yang makmur, namun potensi makmurnya dalam
pertahanan dan keamanan terhalangi oleh korupsi.
2. Kemampuan menghayati bahwa pertahanan dan keamanan dapat
terpengaruh juga oleh korupsi.
3. Kemampuan menghayati kerugian yang diakibatkan ulah koruptor
dalam pertahanan dan keamanan.

118
BA

Skor: Jumlah Skor:


• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat (85-100)
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

Lampiran 6: Evaluasi Rencana Aksi Mahasiswa

Aspek yang di Nilai Skor/


No Nama Peserta Didik
1 2 3 Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
dst

Keterangan:
Aspek yang dinilai:
1. Kemampuan mengidentifikasi dampak masif korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan.
2. Kemampuan mengamalkan dengan memberikan contoh aksi
perilaku untuk mencegah dampak masif terhadap pertahanan dan
keamanan.
3. Kemampuan merespon bentuk contoh aksi dalam mencegah
dampak masif terhadap pertahanan dan keamanan.
Skor: Jumlah Skor:
• Tidak Baik Skor 1 24 - 30 = Sangat (85-100)
Baik
• Kurang Baik Skor 2 18 - 23 = Baik (70-84)
• Cukup Baik Skor 3 12 - 17 = Cukup (60-69)
• Baik Skor 4 6 - 11 = Kurang ( > = 59)
• Sangat Baik Skor 5

119
BAB X:
PENUTUP
BA

PENUTUP

Insersi Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah sebuah keniscayaan. Secara
imperatif, penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di perguruan tinggi
memiliki landasan hukum yang kuat, sebagai salah satu kewenangan KPK,
yaitu upaya penindakan dan pencegahan budaya korupsi, di samping
kewenangan-kewenangan lain yang menjadi tugas pokoknya.
Merujuk pada Instruksi Presiden RI Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, pemerintah melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi pada tanggal 30 Juli 2012 telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor
1016/E/T/2012 kepada seluruh Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi
Swasta (Kopertis Wilayah I sampai dengan wilayah XII), dengan perihal Surat
Edaran tentang Implementasi Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi yang
ditegaskan dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di
Perguruan Tinggi. yang wajib dilaksanakan.
Pendidikan Antikorupsi di perguruan tinggi bertujuan untuk memberikan
pengetahuan yang cukup kepada mahasiswa tentang seluk-beluk korupsi dan
pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Tujuan jangka
panjangnya adalah menumbuhkan budaya antikorupsi di kalangan mahasiswa
dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi bukanlah
pada upaya penindakan (yang merupakan kewenangan institusi penegak
hukum), melainkan lebih pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut
membangun budaya antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan
dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan
antikorupsi di masyarakat. Karena itu, pendekatan yang dapat digunakan
untuk Pendidikan Antikorupsi di perguruan tinggi adalah pendekatan budaya
pendekatan budaya (cultural approach).
Pendekatan budaya dalam Pendidikan Antikorupsi dilakukan dengan
membangun dan memperkuat sikap antikorupsi individu melalui pendidikan
dalam berbagai cara dan bentuk. Pendekatan ini cenderung
membutuhkan waktu yang lama untuk melihat keberhasilannya, biaya
tidak besar (low- cost), tetapi hasilnya akan berdampak jangka panjang (long
lasting). Melalui pendekatan budaya ini, mahasiswa akan dibekali dengan
dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk-beluk korupsi dan
pemberantasannya. Tidak kalah penting, adalah mahasiswa dibekali untuk
dapat berperan aktif, mahasiswa

123
BA

harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi dalam


kehidupan sehari-hari.
Pendekatan budaya dalam menanamkan sikap antikorupsi dapat dilakukan
pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan melalui penyisipan
materi. Materi-materi Pendidikan Antikorupsi dapat disisipkan (insersi) ke
dalam materi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Materi-materi
antikorupsi dapat dipilih, disesuaikan, dan disisipkan ke dalam mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan.
Buku ini menguraikan secara garis besar alternatif materi-materi pilihan
yang dapat disisipkan pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Secara rinci, Bab 1 telah memberikan bekal konseptual tentang urgensi insersi
Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan,
termasuk matriks materi Pendidikan Antikorupsi yang dapat disisipkan
pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Bab 2 telah menguraikan
penguatan nilai-nilai antikorupsi sebagai identitas nasional Indonesia. Bab
3 telah menguraikan belajar semangat integrasi nasional dari para tokoh
bangsa. Bab 4 telah menguraikan semangat kerja keras dan
kesederhanaan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan
konstitusi. Bab 5 telah menguraikan penguatan nilai-nilai kemandirian,
keberanian, keadilan sebagai argumen untuk membangun keharmonisan
antara kewajiban dan hak negara
- warga negara di bidang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.
Bab 6 telah menguraikan Implementasi nilai-nilai antikorupsi dalam proses
demokrasi dalam bidang politik, pemerintahan dan kehidupan sehari-hari.
Bab 7 telah menguraikan penegakan hukum dalam pemberantasan
korupsi. Bab 8 telah menguraikan faktor-faktor penyebab korupsi sebagai
tantangan pembentukan wawasan nusantara. Bab 9 telah menguraikan
dampak masif korupsi terhadap pertahanan dan keamanan.
Buku Panduan Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Pendidikan
Kewarganegaraan ini diharapkan dapat menjadi alternatif penguatan
Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi. Harapannya adalah bahwa
mahasiswa tidak hanya dibekali dengan pengetahuan antikorupsi tetapi juga
dapat bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai antikorupsi. Mahasiswa
tidak hanya belajar di ruang kelas, tetapi juga terbiasa untuk bertindak
antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat.
Dengan demikian, buku ini dapat menjadi alternatif bagi para praktisi dan
penggiat antikorupsi terutama bagi dosen/tutor pengampu mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.

124
DAFTAR

Adam, A. W. (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah, Kontroversi Perilaku dan


Peristiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Anderson, B. (1988). Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa


1944-1946. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Backhaus, J., Breukers, S., Paukovic, M., Mourik, R., & Mont, O. (2011). Sustainable
Lifestyles: Today’s Facts & Tomorrow’s Trends. Wuppertal. Germany.

Bangun, B. H. (2017). Konsepsi dan pengelolaan wilayah perbatasan negara :


Perspektif hukum internasional. Tanjungpura Law Journal, 1(1), 52–63.

Dzulfikriddin, M. (2010). Konsepsi dan Pengelolaan Wilayah Perbatasan Negara:


Perspektif Hukum Internasional. Bandung: Mizan. Diambil dari https://books.
google.co.id/books?id=T1VoE-YgYD0C&redir_esc=y

Ikeno, N. (2007). On Clarification of the Role and Function of Citizenship Education in


Democratic Societies. In 3rd CitiZED International Confrence on Citizenship and
Democratic Education (hal. 12). Sidney: 3rd CitiZED International Confrence on
Citizenship and Democratic Education.

Lee, W. O., Grossman, D. L., Kennedy, K. J., & Fairbrother, G. P. (Ed.). (2004). Citizenship
Education in Asia and the Pacific. Concepts and Issues (CERC Studi). Hong
Kong, China: Springer.

Luth, T. (1999). M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta: Gema Insani.

Ma’mur, I. (1995). Abul Aclâ Mawdudi’S and Mohammad Natsir’s Views on Statehood:
A Comparative Study. McGill University.

Mukhamad Unggul Wibowo, Djoko Suryo, D. S. (2017). Internalisasi Nilai-nilai


Kejuangan Jenderal Soedirman dalam Pendidikan Karakter di SMA Taruna
Nusantara. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Foundasi dan Aplikasi, 5(2), 132–
139.

Murdiono, M., Wahab, A. A., & Maftuh, B. (2014). Building a Global Perspective of
Young Citizens Having. Jurnal Pendidikan Karakter, 4(2), 148–159.

Nasar, F. (2015). Ki Bagus Hadikusumo, Penggagas Landasan Ketuhanan. Diambil


11 November 2018, dari https://bimasislam.kemenag.go.id/post/opini/ki-
bagus-hadikusumo-penggagas-landasan-ketuhanan

Pamungkas, A. J. (2018). Mengenang Mosi Integral Mohammad Natsir. Diambil


11 November 2018, dari https://www.hidayatullah.com/artikel/mimbar
read/2018/04/04/139648/mengenang-mosi-integral-mohammad-natsir.html

Print, M. (1999). Introduction civic education and civil society in the Asia-Pacific. In M.
Print, J. Ellickson-Brown, & A. R. Baginda (Ed.), Civic Education for Civil Society
(hal. 9–18). London: ASEAN Academic Press.

Røpke, I. (2009). The Role of Consumption in Global Warming: An Ecological Economic


Perspective. Anthology on Global Warming. . Routledge.
DAFTAR

Ryandi, D. (2018, April 3). Mengenang Mosi Integral Natsir, Pencetus Proklamasi
Kedua NKRI. Jawa Pos.

Sardini, N. H. (Ed.). (2016). 60 Tahun Jimly Asshiddiqie: Sosok, Kiprah, dan Pemikiran
Jakarta: Yayasan Obor.

Tanthowi, P. U. (2015). Ki Bagus Hadikusumo dan Dasar Negara Pancasila. Diambil 11


November 2018, dari https://news.detik.com/kolom/3066703/ki-bagus-
hadikusumo-dan-dasar-negara-pancasila

Taufiq Pasiak. (2012). Antara ‘Tuhan Empirik’ dan Kesehatan Spiritual. In Taufiq Pasiak
(Ed.), book section. Yogyakarta: Centre for Neuroscience, Health and
Spirituality [C-NET].

Tim Buku Tempo. (2011). Natsir: Politik Santun di Antara Dua Rezim. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia bekerja sama dengan Majalah TEMPO.

Tim KPK. (2014). Saujana: Di antara Pilihan. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Koupsi.

Waryani Fajar Riyanto. (2012). Implementasi Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam


Penelitian Tiga (3) Disertasi Dosen UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta:
Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga.

Zhang, Y., Deng, J., Majumdar, S., & Zheng, B. (2009). Globalization of Lifestyle: Golfing
in China. In H. Lange & L. Meier (Ed.), The new middle classes: Globalizing
lifestyles, consumerism and environmental concern (hal. 143–158). London and
New York: Springer. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-9938-0

Daftar
Pustaka
GLOSARI

GLOSARIUM

Budaya Politik : merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam


(Political Heritage) kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi
negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan
yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap
harinya.

Bangsa : Suatu masyarakat solidaritas dalam skala besar yang


disebabkan oleh pengorbanan yang telah diberikan
pada masa lalu dan bersedia berkorban untuk masa
depan.

Bangsa Indonesia : Suatu kesatuan sosial yang terdiri dari berbagai suku
bangsa yang mendiami wilayah negara kesatuan
republik Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia.

Civil Society : Suatu masyarakat yang beradab dalam membangun,


menjalani, dan memaknai kehidupannya. Kata madani
sendiri berasal dari bahasa arab yang artinya civil
atau civilized (beradab).

Demokrasi : Kekuasaan atau pemerintahan ada di tangan rakyat.


Kekuasaan atau pemerintahan tertinggi berada di
tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka
atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan bebas.

extra ordinary crime : Kejahatan luar biasa.

Hak Warga Negara : Sesuatu yang dapat dimiliki oleh warga negara dari
negaranya, disebut juga hak konstitusional warga
negara (citizen’s constitutional right).

Identitas nasional : Manisfestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan


berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa
dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas
tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam
kehidupannya.

Integrasi nasional : Usaha dan proses mempersatukan perbedaan


perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga
terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.
GLOSARI

GLOSARIUM

Keamanan Nasional : Menunjuk ke kebijakan publik untuk memastikan


keselamatan dan keamanan negara melalui penggunaan
kuasa ekonomi dan militer dan penjalanan diplomasi,
baik dalam damai dan perang.

Kesejahteraan Sosial : Kesejahteraan sebuah masyarakat. dalam ekonomi,


pendayagunaan orang yang dianggap dalam sebuah
kesatuan.

Kewajiban Warga Negara : Sesuatu yang harus dilakukan oleh warga negara.
Kewajiban warga negara ditetapkan oleh konstitusi atau
perundang-undangan.

Kewarganegaraan : Segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga


negara.

Konstitusi : Peraturan tertulis, kebiasaan, dan konvensi-konvensi


kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan
susunan dan kedudukan organ-organ negara,
mengatur hubungan antara organ-organ negara itu, dan
mengatur hubungan organ-organ negara ter¬sebut
dengan warga negara.

Negara : Suatu organisasi kekuasan dari sekelompok atau


beberapa kelompok manusia yang bersama-sama
mendiami satu wilayah tertentu dan mengakui
adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib
serta keselamatan sekelompok atau beberapa
kelompok manusia tersebut.
Sesuatu yang dapat dimiliki oleh warga negara dari
negaranya, disebut juga hak konstitusional warga
negara (citizen’s constitutional right).

Pemerintahan : Organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan


menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah
tertentu.

Pendidikan : Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk


Kewarganegaraan mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan
kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi
adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling
menjamin hak-hak warga masyarakat.
GLOSARI

GLOSARIUM

Penegakan Hukum Proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya


norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
: pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk


mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik
Perekonomian Nasional : kepada masyarakat.

Segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan


negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan
Pertahanan Nasional keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
:
Usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama.

Prinsip hukum yang menyatakan bahwa hukum harus


Politik memerintah sebuah negara dan bukan keputusan
: pejabat-pejabat secara individual.

Pelaku-Pelaku dalam kehidupan bernegara yang


Rule of Law memiliki watak atau karakter kebangsaan.

: Suatu proses yang dirancang untuk mempersiapkan


kemampuan dasar intelektual guna memasuki kehidupan
yang bersifat kompetitif sehingga mampu dipergunakan
dengan baik.
Tokoh Bangsa
Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia untuk
: mengenali diri dan lingkungannya yang serba
beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap
Wawasan Global menghargai serta menghormati kebhinnekaan
dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk
: mencapai tujuan nasional.

Wawasan Nusantara

:
IND

INDEKS

A
E
Abdul Kahar Muzakkir, 46
Abikoesno Tjokrosoejoso, 46 Etos kerja, 26, 76
Adil, 8, 26, 75, 76 Extra ordinary crime, 10
Administrasi Publik, 8 Extra ordinary effort, 10
Agus Salim, 34, 46
Ahmad Soebardjo, 46 F
Ahmad Syafii Ma’arif, 31
Frans Kaisiepo, 44, 45, 49
B
G
Baharuddin Lopa, 33, 34, 54, 61
Bahasa negara, 16 Gatot Soebroto, 44, 45, 49
Bela negara, 19 Geopolitik, 8
Bendera negara, 16 Global society, 8
Berani, 14, 26, 27, 66, 75
Bhinneka Tunggal Ika, 17 H
Budaya antikorupsi, 1, 9, 126
Hak Asasi Manusia, 12, 76
Budaya politik, 8
Hak negara, 17, 66, 67, 127
Bung Hatta, 25, 28
Hak-hak sipil, 9
Buya Syafii Ma’arif, 24, 25, 37
Hoegeng Imam Santoso, 54, 59, 60
Hoegeng Iman Santoso, 34
C Humanity, 8
Cinta tanah air, 2
Citizenship education, 8 I
Civic education, 8
Identitas nasional, 16, 17, 24, 33, 127
Civil society, 8
Ikeno, 8
Indonesia, 1, 2, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 24,
D 27, 28, 34, 44, 45, 46, 47, 57, 58, 59,
Demokrasi, 8, 9, 17, 18, 68, 74, 75, 76, 77, 66, 74, 75, 84, 86, 97, 106, 114, 115, 116,
126 121, 122, 126, 127,
Dewan Perwakilan Daerah, 18, Insersi, 1, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 126
57 Dewan Perwakilan Rakyat, 18 Integrasi nasional, 17, 44, 45, 49, 126, 127
Disiplin, 26, 56, 76, Internalisasi, 14, 15
Djuanda, 44, 45, 49 Isa AS, 14
DPD, 57, 58
DPR, 57, 58, 85 J
Jujur, 26, 34, 35, 37, 38, 56, 61, 75, 76
IND

INDEKS

K
Muhammad SAW, 14
K.H. Hasyim Asy’ari, 44, 45, 49 Muhammadiyah, 37 , 46
Kasman Singodimedjo, 46 Mukti Ali, 14
Keadilan, 66, 67, 68, 90, 127 Multidisiplin, 13, 14
Keberanian, 17, 66, 67, 68, 127 Murdiono, 8
Kedaulatan rakyat, 17, 76, 77
Kejahatan luar biasa, 10
N
Kemandirian, 66, 67, 68, 127
Kemanusiaan, 8 Nilai antikorupsi, 1, 9, 14, 15, 24, 25, 26, 33,
Kepulauan nusantara, 19 54, 56, 74, 76, 77, 126
Kerja keras, 14, 26, 27, 54, 56, 58, 75, Norma, 8, 12, 98, 99, 105
127
Ketahanan nasional, 19 P
Kewajiban konstitusional, 8
Ki Bagus Hadikusumo, 44, 45, 46, 47, 49 Pancasila, 1, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 18, 45
Ki Hadjar Dewantara, 34 Paralelisasi, 14
Konstitusi, 8, 9, 17, 54, 55, 56, 57, 68, 127 Partisipasi, 8, 14, 76, 77
Korupsi, 1, 9, 10, 11, 12, 24, 28, 34, 56, 59, Peduli, 14, 26, 27, 75, 98, 99
66, 67, 75, 84, 85, 87, 88, 90, 96, 97, Pemerintahan, 8, 9, 29, 36, 57, 58, 66, 68,
98, 99, 100, 102, 103, 104, 108, 114, 75, 76, 78, 88, 105, 127
115, Pendidikan Antikorupsi, 1, 9, 10, 13, 14, 15,
116, 117, 121, 122, 126, 127 16, 44, 54, 74, 96, 126
Pendidikan kewarganegaraan, 1, 2, 8, 9,
10, 12, 13, 14, 15, 16, 24, 44, 85, 126, 127
L Penegakan hukum, 18, 84, 85, 86, 87, 88,
Lagu kebangsaan, 17 90, 127
Lambang negara, 17 Pertahanan dan keamanan, 17, 19, 114, 115,
116, 117, 121, 122, 127
M Political heritage, 8
Proklamasi, 28, 46, 47
Maftuh, 8
Mahkamah Agung, 57, 58
Mahkamah Konstitusi, 58, 84
R
Majelis Permusyawaratan Rakyat, 18, 57 R Soeprapto, 34
Mandiri, 14, 26, 27, 75, 76, 77 Rasa kebangsaan, 1, 9
Masyarakat, 8, 24, 27, 35, 36, 37, 38, 55, Rule of law, 8
59, 67, 68, 76, 77, 86, 87, 103, 114,
116, S
117, 121, 126, 127
Matriks insersi, 15 Saifuddin Zuhri, 34
Mental korupsi, 9 Sayyed Hosein Nassr, 14
Metode, 9, 14, 15 Sederhana, 14, 26, 27, 75, 76, 77
Mohammad Hatta, 28, 33, 34, 44, 45, 49 Sejarah, 8, 17, 34, 35, 46, 55, 56, 58
Mohammad Natsir, 24, 25, 29, 33, 34, Semboyan negara, 17
44, Sistem Pendidikan Nasional, 1, 8
45, 46, 47, 48, 49
Mosi integral, 44, 47
MPR, 11 , 46, 57
IND

INDEKS

Sjafruddin Prawiranegara, 34
Soedirman, 44, 45, 49
Soekarno, 34, 35, 44, 45, 46, 47, 49

T
Tanggung jawab, 14, 26, 27, 75, 76, 77
Tanggung jawab warga negara, 8
Teuku Mohammad Hasan, 46
Tindak pidana korupsi, 10, 11, 84, 85, 87,
97, 105
Tindakan pencegahan, 10
Tokoh bangsa, 24, 25, 33, 34, 44, 45, 46,
57, 58, 74, 84, 127
Transdisiplin, 10, 13

U
UUD 1945, 9, 46, 54, 57, 58, 59, 66, 67, 68

W
Wahab, 8
Wahid Hasyim, 46
Warga dunia, 8
Warga negara, 1, 8, 9, 15, 17, 66, 67, 77, 117,
119, 127
Wawasan global, 8
Wawawan nusantara, 19
Widodo Budidarmo, 34

Y
Yos Sudarso, 44, 45, 49
PEN

BIOGRAFI PENULIS

Dikdik Baehaqi Arif, S.Pd., M.Pd.


Adalah dosen pada Program Studi PPKn FKIP
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan Asesor
Kompetensi bidang Penyuluhan Antikorupsi pada
Lembaga Sertifikasi Profesi 1 Ahmad Dahlan. Lahir
di Garut, 17 Januari 1982. Menyelesaikan
pendidikan tingkat Sarjana (2006) dan Magister
(2008) pada Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan di Universitas Pendidikan
Indonesia. Membina mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, Landasan dan Teori PPKn,
Analisis Kurikulum dan Buku Teks PPKn,
Perencanaan Pembelajaran PPKn, Media
Pembelajaran PPKn, Keterampilan Mengajar, dan
Metode Penelitian PPKn.
E-mail: dikdikbaehaqi@ppkn.uad.ac.id.

Syifa Siti Aulia, S.Pd., M.Pd.


Adalah dosen tetap Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Universitas
Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta Sejak tahun 2015.
Lahir di Kota Garut pada tanggal 26 Agustus
1989 anak dari pasangan Bapak Drs. H. Mahyar
Suara, S.H.,M.Hum dan Ibu Hj. Telly Noviasih,
S.Pd, dan Memiliki suami bernama Iqbal
Arpannudin, M.Pd. Bertempat tinggal di Dusun
Tobratan RT 003 Desa Wirokerten Kecamatan
Banguntapan Kabupaten Bantul. Masa
pendidikan penulis diawali pada tahun 1993-
1994 di TK Darussalam Wanaraja dilanjutkan
pada tahun 1994–1995 di TK Pertiwi
Wanaraja, pada tahun 1995-1997 di SDN 1 Wanaraja pada tahun 1997–2001 berpindah
sekolah dasar di SDN Gentra Masekdas Tarogong Garut, tahun 2001–2004 di SMPN
1 Garut, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Atas tahun 2004–2007 di SMAN
1 Garut/ SMAN 11 Garut, dan pada tahun Tahun 2007-2011 terdaftar sebagai
mahasiswa FPIPS-UPI Bandung, Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Kemudian melanjutkan studi di tahun 2012-2015 di Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan
Indonesia Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.
E-mail: syifasitiaulia@ppkn.uad.ac.id
PEN

Drs. Supriyadi, M.Si.


Adalah dosen tetap negeri dipekerjakan (DPK)
pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) FKIP Universitas Ahmad
Dahlan (UAD). Lahir pada 11 Oktober 1957 anak
dari pasangan Oerip Hadipurwanto dan Suyati
di desa Gebang, Kec. Gebang, Kab. Purworejo.
Jenjang pendidikan yang ditempuh, lulus SD
Negeri Tlogosono pada tahun 1970, melanjutkan
ke SMP Gebang lulus 1973 dan SMA Negeri
Purworejo lulus tahun 1976. Gelar Sarjana
kependidikan nya diperoleh pada jurusan Civics
Hukum Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial (FPIPS)
IKIP Yogyakarta
pada tahun 1986. Menyelesaikan program magister (S2) pada program studi Ilmu-ilmu
Sosial dengan Bidang Kajian Utama Sosiologi dan Antropologi pada PPS Universitas
Padjadajaran (UNPAD) lulus pada tahun 1999. Kini sedang menyelesaikan pendidikan
S3 pada program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pasca Sarjana
Universitas Negeri Semarang (UNNES).
E-mail: supriyadi902@yahoo.co.id

Anom Wahyu Asmorojati


Adalah dosen negeri dipekerjakan di
Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.
Lahir di Yogyakarta, 17 November 1979
beralamatkan di Plakaran Kidul, RT 01
Baturetno Banguntapan,
Bantul, Yogyakarta.
Penulis menempuh pendidikan Pendidikan
Strata 1 (S1) pada Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada tahun
2001, pendidikan S2 pada Program
Pascasarjana ilmu hukum Universitas Jayabaya,
Pendidikan S3 pada Program Doktor Ilmu
Hukum bidang
Hukum Tata Negara Universitas Islam Bandung. Menjadi Dosen PNS pada Fakultas
Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang, Banten sejak tahun 2004,
kemudian menjadi dosen DPK pada Program Studi PPKN FKIP UAD sejak tahun 2013.
Penulis mengampu beberapa mata kuliah yang berkaitan dengan pengembangan
kelimuannya yakni Ilmu Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Ketenagakerjaan,
dan Hukum Tata Negara.
E-mail: anomwahyuasmorojati@gmail.com
ISBN: 978-602-52387-6-5

9 786025238765

Anda mungkin juga menyukai