Prodi: optometri
Nim : 21114041499
Berdasarkan kajian etimologis, kata “korupsi” terdapat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) yang mempunyai arti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain, dan penggunaan
waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi. Pengertian tersebut dapat dimaknai sebagai pola
kejahatan yang direncanakan dan berdampak luas, tidak hanya orang pribadi tetapi juga bisa
bersifat kelompok. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
yang memerlukan upaya luar biasa (extra ordinary effort) pula untuk memberantasnya. Oleh
karena kejahatan korupsi ini mempunyai dampak yang sangat luas dan dapat merugikan
berbagai aspek, maka diperlukam upaya pencegahan sejak dini.
Pemberian pengetahuan kepada mahasiswa melalui PAK di perguruan tinggi, ada yang
secara khusus pada satu mata kuliah PAK, ada juga yang diinsersikan ke dalam mata kuliah
tertentu melalui kajian nilai-nilainya atau dari segi konten yang berdekatan, misalnya insersi melalui
mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Insersi ini dimaksudkan
agar pengetahuan tentang kejahatan korupsi dapat dipahami dengan jelas oleh para
mahasiswa.
Insersi berasal dari bahasa Inggris yakni insertion yang berarti “penyisipan”. Penyisipan
maksudnya adalah menyisipkan mata kuliah PAK ke dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Penyisipan ini pada prinsipnya tidak mengubah esensi substansi materi
Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi justru menguatkan Pendidikan Kewarganegaraan dalam
hal materi dan metode pembelajarannya.
Tujuan insersi mata kuliah Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, adalah sebagai berikut.
1. Menggali potensi mahasiswa dalam Pendidikan Antikorupsi sebagai bagian dari perwujudan
pembentukan warga negara yang baik dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengembangkan kecakapan intelektual dan sosial mahasiswa mengenai Pendidikan
Antikorupsi dalam pembentukan warga negara yang baik.
3. Membentuk pola kepribadian mahasiswa yang dapat menanamkan nilai-nilai antikorupsi
sebagai salah satu tujuan pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.
BAB 2
Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan nilai antikorupsi, yaitu nilai jujur,
peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Jika dikelompokkan,
kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok atau tiga aspek dalam
nilai-nilai antikorupsi, yaitu: aspek inti, aspek etos kerja, dan aspek sikap.
Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang patut diteladani. Mereka adalah sosok yang secara tegas
menolak praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mulai dari menolak amplop berisi uang sampai
tidak menerima bingkisan di hari raya. Kisah tokoh Indonesia yang memiliki prinsip kejujuran dan
memegang teguh amanat rakyat sebagai seorang pejabat publik adalah sebagai berikut.
Mohammad Hatta
Salah satu kisahnya pada 1970, ketika Bung Hatta dan rombongan mengunjungi
Tanah Merah, Irian Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh kolonial Belanda. Di Irian Jaya, Bung
Hatta disodori amplop berisi uang. Uang tersebut sebenarnya bagian dari biaya perjalanan
Bung Hatta
yang ditanggung pemerintah. Namun, Bung Hatta menolaknya. “Uang apa ini? Bukankah
semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah
Irian ini saja saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa ini?” kata Bung
Hatta. Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang pemerintah pun sebenarnya adalah uang
rakyat. “Tidak, itu uang rakyat, saya tidak mau terima. Kembalikan,” tegas Bung Hatta seperti
dikutip dari buku berjudul Mengenang Bung Hatta (2002).
Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tecermin pada hal yang sederhana. Pada suatu
ketika, Hatta menegur sekretarisnya karena menggunakan tiga lembar kertas kantor
Sekretariat Wakil Presiden untuk mengirim surat pribadi. Menurut Hatta, kertas itu adalah
aset negara yang merupakan uang rakyat. Hatta pun mengganti kertas tersebut dengan uang
pribadinya.
BAB 3
Di antara kalangan muslim dalam BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo ialah orang paling
bersemangat dan teguh pendiriannya dalam menginginkan kalimat “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tercantum dalam Pembukaan UUD
1945. Karena pendiriannya tersebut, Soekarno sampai menunjuk Mr. Teuku Mohammad Hasan dan
Kasman Singodimedjo untuk bicara dengan Ki Bagus sehari setelah Proklamasi dan sebelum
berlangsung sidang PPKI.
Dalam pembicaraan itu, Hasan memberikan tekanan pada pentingnya kesatuan nasional.
Adalah sangat mutlak untuk tidak memaksa minoritas-minoritas Kristen penting (Batak, Manado,
Ambon) masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha kembali datang menjajah
Indonesia, (Anderson, 1988). Demikian juga, Kasman Singodimedjo ditugasi untuk membujuk Ki
Bagus agar menyetujui usulan agar para tokoh Islam menyetujui untuk menghapus tujuh kata dalam
rancangan Pembukaan UUD 1945 dan menggantinya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BAB IV:
Sejarah tokoh bangsa, menunjukkan betapa para anggota panitia penyusun konstitusi
bekerja keras menyiapkan dasar negara, Mukadimah dan rancangan pasal-pasal dalam UUD
1945. Dari proses penemuan ide dasar negara, pembentukan panitia kecil (Panitia Sembilan
yang melahirkan Piagam Jakarta, dll.) hingga penyusunan Rancangan UUD 1945 pada 10 hingga
16 Juli 1945, kemudian disahkan menjadi UUD 1945 oleh PPKI hanya dalam tempo yang tidak terlalu
lama menghasilkan suatu konstitusi bisa diterima dan telah mempersatukan bangsa dan
terbentuknya negara Indonesia. Sejarah menunjukkan adanya sejumlah tokoh dengan cerdas
dan kerja keras memecahkan permasalahan untuk kepentingan bangsa dan negara ini. Sejarah
membuktikan pula, bahwa dalam kondisi fasilitas, sarana dan prasarana yang serba terbatas ketika
itu, mereka berjuang dan berprestasi dalam suasana hidup yang penuh kesederhanaan.
Kesederhanaan menjadi karakter atau ciri para tokoh bangsa, yang dapat menjadi teladan bagi para
anggota legislatif di zaman modern ini.
semangat kerja keras dan kesederhanaan pelaksanaan konstitusi dapat dijelaskan sebagai
kerja keras menjalankan tugas-tugas pemerintahan (eksekutif) sesuai dengan ketentuan
konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
a. Legislatif
2. DPR
Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga legislatif mempunyai fungsi:
• Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
• Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
• Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
b. Eksekutif
Lembaga eksekutif di Indonesia meliputi Presiden dan wakil Presiden beserta menteri-
menteri yang membantunya. Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan
eksekutif yaitu mempunsyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia, Presiden
mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara.
1. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945, berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.