Anda di halaman 1dari 8

Nama: Johan Wijaya NG

Prodi: optometri
Nim : 21114041499

Ringkasan Pendidikan Anti Korupsi


BAB I:

INSERSI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM MATA KULIAH


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. Konsep dan Landasan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan


di Perguruan Tinggi

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu usaha untuk mendidik warga negara


agar menjadi warga negara yang baik, yaitu mampu menjalankan peran dan fungsinya
sebagai warga negara sesuai dengan hak- hak dan kewajiban konstitusional mereka. Secara
implementatif, pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di sejumlah negara dipahami
secara berbeda-beda. Dari kajian Print (1999) terhadap pelaksanaan Pendidikan
Kewarganegaraan di Asia dan Pasifik, ditemukan ada yang menyebut Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai civic education yang mencakup kajian tentang pemerintahan,
konstitusi, rule of law, serta hak dan tanggung jawab warga negara. Untuk yang lainnya,
Pendidikan Kewarganegaraan disebut dengan citizenship education dengan cakupan dan
penekanan kajian meliputi proses-proses demokrasi, partisipasi aktif warga negara, dan
keterlibatan warga dalam suatu masyarakat warga (civil society).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah wajib bagi perguruan tinggi di


Indonesia. Dasar hukumnya merujuk pada Pasal 37 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam
sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Indonesia untuk masa depan sangat ditentukan oleh pandangan Bangsa Indonesia,
eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan bangsa.

B. Konsep dan Landasan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi


Upaya pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan mencegah berkembangnya
mental korupsi pada anak Bangsa Indonesia melalui pendidikan. Hal ini disadari bahwa
memberantas korupsi bisa dilakukan dengan cara preventif, yaitu mencegah timbulnya mental
korupsi pada generasi anak bangsa, dan hal tersebut tidak hanya dapat dilakukan pada satu
generasi saja, tetapi juga pada dua atau tiga generasi selanjutnya

Pada 30 Juli 2012, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor
1016/E/T/2012 tentang Implementasi Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi kepada
seluruh Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis Wilayah I sampai
dengan wilayah XII). Serta Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 33
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi.

c. Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

Berdasarkan kajian etimologis, kata “korupsi” terdapat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) yang mempunyai arti penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain, dan penggunaan
waktu dinas (bekerja) untuk urusan pribadi. Pengertian tersebut dapat dimaknai sebagai pola
kejahatan yang direncanakan dan berdampak luas, tidak hanya orang pribadi tetapi juga bisa
bersifat kelompok. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
yang memerlukan upaya luar biasa (extra ordinary effort) pula untuk memberantasnya. Oleh
karena kejahatan korupsi ini mempunyai dampak yang sangat luas dan dapat merugikan
berbagai aspek, maka diperlukam upaya pencegahan sejak dini.

Pemberian pengetahuan kepada mahasiswa melalui PAK di perguruan tinggi, ada yang
secara khusus pada satu mata kuliah PAK, ada juga yang diinsersikan ke dalam mata kuliah
tertentu melalui kajian nilai-nilainya atau dari segi konten yang berdekatan, misalnya insersi melalui
mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Insersi ini dimaksudkan
agar pengetahuan tentang kejahatan korupsi dapat dipahami dengan jelas oleh para
mahasiswa.

Insersi berasal dari bahasa Inggris yakni insertion yang berarti “penyisipan”. Penyisipan
maksudnya adalah menyisipkan mata kuliah PAK ke dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Penyisipan ini pada prinsipnya tidak mengubah esensi substansi materi
Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi justru menguatkan Pendidikan Kewarganegaraan dalam
hal materi dan metode pembelajarannya.

Insersi Pendidikan Antikorupsi dalam pembelajaran di Perguruan Tinggi memiliki landasan


yuridis dalam Surat Edaran Kemendikbud No. 1016/E/T/ 2012. Surat edaran ini merupakan tindak
implementasi dari Instrukti Presiden (Inpres) No. 55 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Serta yang
terbaru adalah sebagaimana tertuang dalam Serta Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di
Perguruan Tinggi.

Metode insersi dilakukan dalam proses pembelajaran tujuannya agar kegiatan


pembelajaran dapat dilakukan dengan menyeluruh (holistik) dalam berbagai kajian keilmuan. Buku
ini bertujuan untuk menguatkan proses insersi berkaitan dengan Pendidikan Antikorupsi dalam
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.

Tujuan insersi mata kuliah Pendidikan Antikorupsi ke dalam mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, adalah sebagai berikut.

1. Menggali potensi mahasiswa dalam Pendidikan Antikorupsi sebagai bagian dari perwujudan
pembentukan warga negara yang baik dalam Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengembangkan kecakapan intelektual dan sosial mahasiswa mengenai Pendidikan
Antikorupsi dalam pembentukan warga negara yang baik.
3. Membentuk pola kepribadian mahasiswa yang dapat menanamkan nilai-nilai antikorupsi
sebagai salah satu tujuan pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi.
BAB 2

Penguatan nilai-nilai ANTIKORUPSI SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL


INDONESIA

Nilai-nilai Antikorupsi sebagai Identitas Bangsa

Nilai-nilai antikorupsi yang dirumuskan oleh KPK meliputi sembilan nilai antikorupsi, yaitu nilai jujur,
peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Jika dikelompokkan,
kesembilan nilai-nilai antikorupsi tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok atau tiga aspek dalam
nilai-nilai antikorupsi, yaitu: aspek inti, aspek etos kerja, dan aspek sikap.

a. Aspek inti meliputi nilai jujur, disiplin, tanggung jawab.


b. Aspek etos kerja meliputi nilai kerja keras, sederhana, mandiri.
c. Aspek sikap meliputi adil, berani, peduli.
Semangat Antikorupsi dari Tokoh Masyarakat/Bangsa

Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang patut diteladani. Mereka adalah sosok yang secara tegas
menolak praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mulai dari menolak amplop berisi uang sampai
tidak menerima bingkisan di hari raya. Kisah tokoh Indonesia yang memiliki prinsip kejujuran dan
memegang teguh amanat rakyat sebagai seorang pejabat publik adalah sebagai berikut.

 Mohammad Hatta

Salah satu kisahnya pada 1970, ketika Bung Hatta dan rombongan mengunjungi
Tanah Merah, Irian Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh kolonial Belanda. Di Irian Jaya, Bung
Hatta disodori amplop berisi uang. Uang tersebut sebenarnya bagian dari biaya perjalanan
Bung Hatta
yang ditanggung pemerintah. Namun, Bung Hatta menolaknya. “Uang apa ini? Bukankah
semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah
Irian ini saja saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti uang apa ini?” kata Bung
Hatta. Bung Hatta juga mengatakan bahwa uang pemerintah pun sebenarnya adalah uang
rakyat. “Tidak, itu uang rakyat, saya tidak mau terima. Kembalikan,” tegas Bung Hatta seperti
dikutip dari buku berjudul Mengenang Bung Hatta (2002).

Ketegasan Bung Hatta perihal korupsi juga tecermin pada hal yang sederhana. Pada suatu
ketika, Hatta menegur sekretarisnya karena menggunakan tiga lembar kertas kantor
Sekretariat Wakil Presiden untuk mengirim surat pribadi. Menurut Hatta, kertas itu adalah
aset negara yang merupakan uang rakyat. Hatta pun mengganti kertas tersebut dengan uang
pribadinya.

BAB 3

BELAJAR SEMANGAT INTEGRASI NASIONAL DARI PARA TOKOH


BANGSA

Gagasan dan Keteladanan Tokoh-tokoh Bangsa dalam Memelihara Integrasi


Nasional
Tokoh bangsa yang memiliki keteladanan dalam memelihara integrasi nasional antara lain
adalah Ki Bagus Hadikusumo dan Mohammad Natsir. Pertama, Ki Bagus Hadikusumo adalah
anggota dari Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang bertugas
merumuskan UUD 1945. Ia mewakili golongan Islam bersama dr. Sukiman Wirjosanjoyo, Haji Abdul
Kahar Muzakkir, Wahid Hasyim, Abikoesno Tjokrosoejoso, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Haji Agus
Salim. Pada saat menjadi anggota BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo tercatat sebagai Pengurus
Besar Muhammadiyah.

Di antara kalangan muslim dalam BPUPKI, Ki Bagus Hadikusumo ialah orang paling
bersemangat dan teguh pendiriannya dalam menginginkan kalimat “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tercantum dalam Pembukaan UUD
1945. Karena pendiriannya tersebut, Soekarno sampai menunjuk Mr. Teuku Mohammad Hasan dan
Kasman Singodimedjo untuk bicara dengan Ki Bagus sehari setelah Proklamasi dan sebelum
berlangsung sidang PPKI.

Dalam pembicaraan itu, Hasan memberikan tekanan pada pentingnya kesatuan nasional.
Adalah sangat mutlak untuk tidak memaksa minoritas-minoritas Kristen penting (Batak, Manado,
Ambon) masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha kembali datang menjajah
Indonesia, (Anderson, 1988). Demikian juga, Kasman Singodimedjo ditugasi untuk membujuk Ki
Bagus agar menyetujui usulan agar para tokoh Islam menyetujui untuk menghapus tujuh kata dalam
rancangan Pembukaan UUD 1945 dan menggantinya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BAB IV:

SEMANGAT KERJA KERAS DAN KESEDERHANAAN DALAM PENYUSUNAN,


PELAKSANAAN, DAN PENGAWASAN KONSTITUSI

Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Sebagai Nilai Antikorupsi


Merujuk pada ensiklopedia online Wikipedia, semangat kerja dapat dimaknai sebagai dorongan
kepada seseorang untuk giat bekerja. Dorongan tersebut berasal dari dirinya sendiri atau dari
luar. Kerja Keras bisa diartikan memiliki semangat kerja, akan bekerja keras, tidak mudah menyerah,
selalu berusaha sebaik-baiknya. Kerja keras memiliki ciri: (1) kesulitan tidak membuat berhenti bekerja;
(2) mencari cara kerja baru; (3) tidak malu bertanya; dan (4) disiplin. Disiplin menunjuk (1) menghargai
waktu; (2) tidak mengingkari janji; dan (3) jujur. Sedangkan jujur ditandai dengan: (1) bersedia
mengakui kekurangan; (2) tidak takut ejekan; dan (3) taat aturan.
Kesederhanaan adalah properti, kondisi, atau kualitas ketika segalanya dapat
dipertimbangkan untuk dimiliki. Kesederhanaan berhubungan dengan beban yang pada diri
seseorang yang mencoba untuk menjelaskan atau memahaminya. Sesuatu yang mudah dipahami
atau dijelaskan adalah sederhana, berlawanan dari sesuatu yang rumit (Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas.

Semangat Kerja Keras dan Kesederhanaan Para Penyusun (Legislatif), Pelaksana


(Eksekutif), dan Pengawas Konstitusi (Yudikatif). Semangat Kerja Keras dan
Kesederhanaan Para Penyusun Konstitusi

Sejarah tokoh bangsa, menunjukkan betapa para anggota panitia penyusun konstitusi
bekerja keras menyiapkan dasar negara, Mukadimah dan rancangan pasal-pasal dalam UUD
1945. Dari proses penemuan ide dasar negara, pembentukan panitia kecil (Panitia Sembilan
yang melahirkan Piagam Jakarta, dll.) hingga penyusunan Rancangan UUD 1945 pada 10 hingga
16 Juli 1945, kemudian disahkan menjadi UUD 1945 oleh PPKI hanya dalam tempo yang tidak terlalu
lama menghasilkan suatu konstitusi bisa diterima dan telah mempersatukan bangsa dan
terbentuknya negara Indonesia. Sejarah menunjukkan adanya sejumlah tokoh dengan cerdas
dan kerja keras memecahkan permasalahan untuk kepentingan bangsa dan negara ini. Sejarah
membuktikan pula, bahwa dalam kondisi fasilitas, sarana dan prasarana yang serba terbatas ketika
itu, mereka berjuang dan berprestasi dalam suasana hidup yang penuh kesederhanaan.
Kesederhanaan menjadi karakter atau ciri para tokoh bangsa, yang dapat menjadi teladan bagi para
anggota legislatif di zaman modern ini.

semangat kerja keras dan kesederhanaan pelaksanaan konstitusi dapat dijelaskan sebagai
kerja keras menjalankan tugas-tugas pemerintahan (eksekutif) sesuai dengan ketentuan
konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

a. Legislatif

Badan Legislatif di Indonesia meliputi: MPR, DPR, DPD.

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


Lembaga MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum untuk masa jabatan selama lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR
yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna MPR. Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara. Tetapi setelah UUD 1945 diamandemen istilah lembaga tertinggi negara tidak
ada lagi, yang ada hanya lembaga negara.

2. DPR
Lembaga negara DPR yang bertindak sebagai lembaga legislatif mempunyai fungsi:
• Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
• Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
• Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan yang menjalankan undang-undang.

3. Dewan Perwakilan Daerah


Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga perwakilan daerah yang
berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari provinsi yang dipilih
melalui pemilihan umum. Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama, tetapi
ditetapkan sebanyak-banyaknya empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3
jumlah anggota DPR. Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun.

b. Eksekutif
Lembaga eksekutif di Indonesia meliputi Presiden dan wakil Presiden beserta menteri-
menteri yang membantunya. Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan
eksekutif yaitu mempunsyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Di Indonesia, Presiden
mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara.

1. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan
kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

2. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945, berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.

Anda mungkin juga menyukai