Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN


ELEKTROLIT

Oleh:

Diya Rashida Binti Abu Rahman

(1302006268)

Pembimbing:

dr. Tjahya Aryasa, Sp. An.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU ANESTESIADAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/

RSUP SANGLAH

2017
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nyatinjauan kepustakaan dengan judul “Gangguan Keseimbangan Cairan dan
Elektrolit ” ini dapat selesai pada waktunya. Tinjauan kepustakaan ini disusun sebagai
salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Ilmu
Anestesia dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah Denpasar

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu penyelesaian tinjauan kepustakaan ini. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:

1. dr. I Gede Budiarta, Sp.An., KMN selaku Koordinator Pendidikan (Kordik) dan dr.
Pontisomaya Parami, Sp. An., MARS selaku Sekretaris Kordik di bagian Ilmu
Anestesia dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah Denpasar yang telah memberikan saya kesempatan dan membantu saya
selama proses pembelajaran di bagian ini;
2. dr. Tjahya Aryasa, Sp.An. selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan,
kritik, dan saran dalam pembuatan tinjauan kepustakaan ini;
3. Dokter-dokter residen khususnya dr. Sutan Mahendra, dr. Remidazon Rudolfus Riba,
dan dr. Antonius Budi Santoso yang juga turut membimbing dalam pembelajaran
mengenai tinjauan kepustakaan ini; serta
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyusunan tinjauan kepustakaan ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna sehingga saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
tinjauan kepustakaan ini. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om.

Denpasar, Maret 2017


Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN .............................................................................................i


KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
I. Pendahuluan ..................................................................................................4
II. Gangguan Keseimbangan Cairan ................................................................4
a Overhidrasi .......................................................................................5
b Dehidrasi ..........................................................................................5
III. Gangguan Keseimbangan Elektrolit ...........................................................6
a Hiponatremia ....................................................................................6
b Hipernatremia ...................................................................................8
c Hipokalemia .....................................................................................9
d Hiperkalemia ....................................................................................10
e Hipokalsemia ....................................................................................12
III. Kesimpulan ....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………................

iii
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

PENDAHULUAN

Gangguan cairan dan elektrolit sangat umum pada periode perioperatif. Cairan intravena
dengan jumlah yang besar sering diperlukan untuk memperbaiki defisit cairan dan
mengkompensasi kehilangan darah selama operasi. Cairan dan elektrolit di dalam tubuh
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di
dalam tubuh diatur sedemikan rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan.3
Gangguan besar dalam keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan cepat mengubah
kardiovaskular, saraf, dan fungsi neuromuskular, dan penyedia anestesi harus memiliki
pemahaman yang jelas air normal dan elektrolit fisiologi.1

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan
lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya
yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya
dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya
lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan cairan ini dinamakan “homeostasis”

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Gangguan Keseimbangan Cairan Tubuh


Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia satu bulan,
nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan dalam tubuh manusia bagi
pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%. Selain itu, faktor kandungan lemak juga
mengkontribusi kepada kandungan cairan dalam tubuh. Semakin tinggi jumlah lemak yang
terdapat dalam tubuh, seperti pada wanits, semakin ssemakin kurang kandungan cairan yang
ada.
Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml hasil
metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak 2500ml dimana ia
terbahagi kepada 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi lewat respiratori, 400ml lewat
evaporasi kulit, 100ml lewat peluh dan 100ml melalui tinja. Kehilangan cairan lewat evaporasi

4
adalah penting kerna ia memainkan peranan sebagai thermoragulasi, dimana ia mengkontrol
sekitar 20-25% kehilangan haba tubuh. Perubahan pada kesimbanngan cairan dan volume sel
bisa menyebabkan impak yang serius seperti kehilangan fungsi pada sel, terutama ada otak.1
Bentuk gangguan yang paling sering terjadi adalah kelebihan atau kekurangan cairan yang
mengakibatkan perubahan volume 3.

1. Overhidrasi
Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan
dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila cairan di konsumsi tubuh dalam
kadar tinggi tanpa mengambil sumber elektrolit yang menyeimbangi kemasukan cairan
tersebut.1
Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan. Kelebihan
cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah menjadi sangat
rendah.3 Penyebab overhidrasi meliputi, adanya gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal
ginjal akut), masukan air yang berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator pada
tindakan reseksi prostat transuretra, dan korban tenggelam.1
Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena jugular,
edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai hiponatremi dalam plasma.
Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi ginjal baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi
ginjal menurun), dan flebotomi pada kondisi yang darurat.3,4,5

2. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dalam tubuh akibat masukan yang kurang
atau keluaran yang berlebihan. Kondisi dehidrasi bisa terdiri dari 3 bentuk, yaitu: isotonik (bila
air hilang bersama garam, contoh: GE akut, overdosis diuretik), hipotonik (Secara garis besar
terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar
natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke ekstravaskular, sehingga
menyebabkan penurunan volume intravaskular), hipertonik (Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium
tinggi, air di kompartemen ekstravaskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga
penurunan volume intravaskular minimal).1,3,4,6

5
Tabel 6. Derajat Dehidrasi1,3,5
Derajat %kehilangan air Gejala
Ringan 2-4% dari BB Rasa haus, mukosa kulit
kering, mata cowong
Sedang 4-8% dari BB Sda, disertai delirium,
oligo uri, suhu tubuh
meningkat
Berat 8-14% dari BB Sda, disertai koma,
hipernatremi, viskositas
plasma meningkat

Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipernatremia dan peningkatan


hematokrit.
Terapi dehidrasi adalah mengembalikan kondisi air dan garam yang hilang. Jumlah dan
jenis cairan yang diberikan tergantung pada derajat dan jenis dehidrasi dan elektrolit yang
hilang. Pilihan cairan untuk koreksi dehidrasi adalah cairan jenis kristaloid RL atau NaCl.5,6

B. Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit yang umum yang sering ditemukan pada kasus-
kasus di rumah sakit hanyalah beberapa sahaja. Keadaan-keadaan tersebut adalah3:
• Hiponatremia dan hypernatremia
• Hipokalemia dan hyperkalemia
• Hipokalsemia3

1. Hiponatremia
Hiponatremia selalu mencerminkan retensi air baik dari peningkatan mutlak dalam
jumlah berat badan (total body weight, TBW) atau hilangnya natrium dalam relatif lebih
hilangnya air. Kapasitas normal ginjal untuk menghasilkan urin encer dengan osmolalitas
serendah 40 mOsm / kg (berat jenis 1,001) memungkinkan mereka untuk mengeluarkan lebih
dari 10 L air gratis per hari jika diperlukan. Karena cadangan yang luar biasa ini, hiponatremia

6
hampir selalu merupakan efeknya dari akibat kapasitas pengenceran urin tersebut (osmolalitas
urin> 100 mOsm / kg atau spesifik c gravitasi> 1,003).1
Kondisi hiponatremia apabila kadar natrium plasma di bawah 130mEq/L. Jika < 120
mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan
henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.
Antara penyebab terjadinya Hiponatremia adalah euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik),
hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia
(sirosis, nefrosis). Terapi untuk mengkoreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama
dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.2,3,4

Dosis NaCl yang harus diberikan, dihitung melalui rumus berikut:


NaCl = 0,6( N-n) x BB
N = Kadar Na yang diinginkan
n = Kadar Na sekarang
BB = berat badan dalam kg

Tabel 7. Gradasi Hiponatremia4


Gradasi Gejala Tanda
Ringan ( Na 105-118) Haus Mukosa kering
Sedang (Na 90-104) Sakit kepala, mual, vertigo Takikardi, hipotensi
Berat (Na <90) Apatis, koma Hipotermi

Pertimbangan Anestesi
Hiponatremia sering merupakan manifestasi dari gangguan yang medasari sebuah
penyakit, justeru memerlukan evaluasi pra operatif yang amat teliti. Konsentrasi natrium
plasma lebih besar dari 130 mEq / L biasanya dianggap aman untuk pasien yang menjalani
anestesi umum. Dalam sebagian besar keadaan, plasma [Na +] harus diperbaiki untuk lebih
dari 130 mEq / L untuk prosedur elektif, tanpa adanya gejala neurologis. Konsentrasi yang
lebih rendah dapat menyebabkan edema serebral signifikan yang dapat dimanifestasikan secara
intraoperatif sebagai penurunan konsentrasi alveolar minimum atau pasca operasi sebagai
agitasi, kebingungan, atau mengantuk. Pasien yang menjalani reseksi transurethral dari prostat
dapat menyerap jumlah air yang banyak dari cairan irigasi (sebanyak 20 mL / menit) dan berada
pada risiko tinggi untuk pengembangan cepat yang mendalam keracunan air akut.1

7
Pasien hiponatremia amat sensitif terhadap vasodilatasi dan efek inotropik negatif dari
anestesi uap, propofol, dan agen terkait dengan pelepasan histamin (morfin, meperidine).
Persyaratan dosis untuk obat lain juga harus dikurangi untuk mengimbangi penurunan volume
distribusi. Pasien hiponatremia sangat sensitif terhadap blokade simpatik dari anestesi spinal
atau epidural. Jika anestesi harus diberikan sebelum koreksi yang memadai hipovolemia,
etomidate atau ketamin mungkin agen induksi pilihan untuk anestesi umum.1

2. Hipernatremia
Hiperosmolalitas terjadi setiap kali total kandungan tubuh terlarut meningkatkan relatif
terhadap TBW dan biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan hipernatremia ([Na +]>
145 mEq / L). Hiperosmolalitas tanpa hipernatremia dapat dilihat selama hiperglikemia
ditandai atau mengikuti akumulasi zat osmotik aktif normal dalam plasma. Konsentrasi natrium
plasma dapat benar-benar berkurang karena air diambil dari intraseluler ke kompartemen
ekstraseluler. Untuk setiap 100 mg peningkatan / dL pada konsentrasi glukosa plasma, natrium
plasma menurun sekitar 1,6 mEq / L. Hipernatremia hampir selalu merupakan hasil dari baik
kerugian relatif air lebih dari natrium (hipotonik cairan rugi) atau retensi dalam jumlah besar
natrium. Bahkan ketika kemampuan berkonsentrasi ginjal terganggu, haus biasanya sangat
efektif dalam mencegah hipernatremia. Hipernatremia karena itu paling sering terlihat pada
pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua, yang sangat muda, dan pasien dengan
gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia mungkin memiliki konten natrium tubuh
total yang rendah, normal, atau tinggi.1
Jika kadar natrium > 150 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah.3 Manifestasi neurologis akan mendominasi dahulu pada pasien
dengan hipernatremia dan umumnya diduga hasil dari dehidrasi selular. Gelisah, lesu, dan
hyperreflexia dapat berkembang menjadi kejang, koma, dan akhirnya kematian. Gejala
berkorelasi lebih dekat dengan laju pergerakan air keluar dari sel-sel otak daripada tingkat
absolut hipernatremia. Cepat penurunan volume otak akan menyebabkan pembuluh darah otak
pecah dan mengakibatkan fokus perdarahan intraserebral atau subarachnoid. Kejang dan
kerusakan saraf serius yang umum, terutama pada anak-anak dengan hipernatremia akut ketika
plasma [Na +] melebihi 158 mEq / L. Hipernatremia kronis biasanya ditoleransi lebih baik
berbanding dengan bentuk akut.1
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium
berlebihan.1,3,4,5,7 Pengobatan hipernatremia bertujuan untuk mengembalikan osmolalitas

8
plasma normal serta mengoreksi penyebab yang mendasari. Defisit air umumnya harus
diperbaiki dalam 48 jam dengan larutan hipotonik seperti 5% dextrose dalam air. Kelainan
pada volume ekstraseluler juga harus diperbaiki. Namun, koreksi yang cepat dari hipernatremia
dapat mengakibatkan kejang, edema otak, kerusakan saraf permanen, dan bahkan kematian.
Justeru pemberian serial Na + osmolalitas harus diperoleh selama pengobatan. Secara umum,
penurunan konsentrasi natrium plasma tidak harus melanjutkan pada tingkat yang lebih cepat
dari 0,5 mEq / L / jam.1 Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose
dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.1,3,4,5,7
.
Pertimbangan anestesi
Hasil kajian mendapatkan hipernatremia akan meningkatkan konsentrasi alveolar
minimum pada anestesi inhalasi pada hewan percobaan, tetapi signifikasi klinisnya lebih
mendekati dengan defisit cairan yang terkait. Hipovolemia akan lebih terlihat pada setiap
vasodilatasi atau depresi jantung dari agen anestesi dan predisposisi hipotensi dan hipoperfusi
jaringan. Penurunan volume distribusi untuk obat memerlukan pengurangan dosis untuk
sebagian besar agen intravena, sedangkan penurunan cardiac output meningkatkan penyerapan
anestesi inhalasi. Operasi elektif harus ditunda pada pasien dengan hipernatremia yang
signifikan (> 150 mEq / L) sampai penyebabnya didirikan dan defisit cairan dikoreksi. Air dan
defisit cairan isotonik harus diperbaiki sebelum operasi elektif.1

3. Hipokalemia
Nilai normal Kalium plasma adalah 3,5-4,5 mEq/L. Disebut hipokalemia apabila kadar
kalium <3,5mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular
ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala
hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST
segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa.
Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-
obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia >2 mEq/L) atau
infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).1,4,5,6,7

Rumus untuk menghitung defisit kalium:


K = K1 - (K0 x 0,25 x BB)
K = kalium yang dibutuhkan

9
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)

Pertimbangan anestesi
Hipokalemia merupakan temuan pra operasi umum. Keputusan untuk melanjutkan
dengan operasi elektif sering didasarkan pada plasma lebih rendah [K +] antara 3 dan 3,5 mEq
/ L. Keputusan, bagaimanapun, juga harus didasarkan pada tingkat perkemkembangan
hipokalemia serta ada atau tidak adanya disfungsi organ sekunder. Secara umum, hipokalemia
ringan kronis (3-3,5 mEq / L) tanpa perubahan EKG tidak meningkatkan risiko anestesi.
Namun ini mungkin tidak berlaku untuk pasien yang menerima digoksin, yang mungkin
mempunyai peningkatan risiko mengembangkan lagi toksisitas digoxin dari hipokalemia
tersebut. Maka nilai plasma [K +] di atas 4 mEq / L yang diinginkan pada pasien tersebut.
Manajemen intraoperatif hipokalemia membutuhkan pemantauan EKG yang teliti dan
berwaspada. Kalium intravena harus diberikan jika atrium atau ventrikel aritmia terjadi. Solusi
intravena glukosa bebas harus digunakan dan hiperventilasi harus dihindari untuk mencegah
penurunan lebih lanjut dalam plasma [K +]. Peningkatan sensitivitas terhadap blocker
neuromuskuler (NMBS) akan dapat dilihat pada status hipokalemia, oleh karena itu dosis
NMBS harus dikurangi 25-50%, dan stimulator saraf harus digunakan untuk mengikuti tingkat
kelumpuhan dan kecukupan reversinya.

4. Hiperkalemia
Kalium (K+) memainkan peran utama dalam elektrofisiologi dari membran sel serta
karbohidrat dan protein sintesis. Potensial membran sel istirahat biasanya tergantung pada rasio
intraseluler dan ekstraseluler konsentrasi kalium. Konsentrasi kalium intraseluler diperkirakan
140 mEq / L, sedangkan konsentrasi kalium ekstraseluler biasanya sekitar 4 mEq / L. Dalam
beberapa kondisi, redistribusi K+ antara cairan ekstraselular dan kompartemen cairan
intraselular dapat mengakibatkan perubahan yang nyata dalam ekstraseluler K+ tanpa
perubahan total konten kalium tubuh.1
Hiperkalemia adalah jika kadar kalium > 5 mEq/L. Hiperkalemia sering terjadi karena
insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat
(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG).3 Efek
paling penting dari hiperkalemia berada di otot rangka dan jantung. Kelemahan otot rangka

10
pada umumnya tidak terlihat sampai plasma [K +] lebih besar dari 8 mEq / L, dan karena
depolarisasi berkelanjutan spontan dan inaktivasi kanal Na + membran otot, akhirnya
mengakibatkan kelumpuhan.3 Perubahan EKG berlaku secara berurutan dari simetris
memuncak gelombang T (sering dengan interval QT memendek) → pelebaran kompleks QRS
→ perpanjangan interval P-R → hilangnya gelombang P → hilangnya amplitudo R-gelombang
→ depresi segmen ST (kadang-kadang elevasi) → EKG yang menyerupai gelombang sinus,
sebelum perkembangan fibrilasi ventrikel dan detak jantung. Kontraktilitas dapat relatif baik
dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan hiperkalemia progresif. Hipokalsemia,
hiponatremia, dan asidosis menonjolkan efek jantung hiperkalemia.1

Tabel 8. Gambaran EKG berdasarkan Kadar K Plasma3


Kadar K plasma Gambaran EKG
5,5-6 mEq/L Gelombang T tinggi
6-7 mEq/L P-R memanjang dan QRS melebar
7-8 mEq/L P mengecil & takikardi ventrikel
>8 mEq/L Fibrilasi ventrikel

Bila kadar K plasma <6,5mEq/L diberikan: Diuretik, Natrium bikarbonat, Ca glukonas,


glukonas-insulin, Kayekselate. Bila dalam 6 jam belum tampak perbaikan, dilakukan
hemodialisis. Bila fungsi ginjal jelek, pertimbangkan hemodialisis lebih dini. Pada kadar K
plasma >6,5 mEq/L, segera lakukan dialisis.6,7

Pertimbangan Anestesi
Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia signifikan.
Manajemen anestesi pasien bedah hiperkalemia diarahkan pada menurunkan konsentrasi
kalium plasma dan mencegah kenaikan lebih lanjut. EKG harus hati-hati dipantau.
Suksinilkolin merupakan kontraindikasi, seperti penggunaan setiap solusi intravena yang
menagndungi kalium seperti injeksi Ringer laktat. Menghindari asidosis metabolik atau
respiratorik sangat penting untuk mencegah kenaikan lebih lanjut dalam plasma [K +].
Ventilasi harus dikontrol dengan anestesi umum, dan hiperventilasi ringan mungkin
diinginkan. Terakhir, fungsi neuromuskular harus dipantau secara ketat, karena hiperkalemia
dapat menonjolkan efek NMBS.1

11
5. Hipokalsemia
Meskipun 98% dari total kalsium tubuh dalam tulang, pemeliharaan konsentrasi
kalsium ekstraseluler normal adalah penting untuk homeostasis. Ion kalsium terlibat dalam
fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi otot, pelepasan neurotransmitter dan
hormon, pembekuan darah, dan metabolisme tulang, dan kelainan pada keseimbangan kalsium
dapat mengakibatkan derangements fisiologis yang mendalam.
Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg / d. Penyerapan kalsium
terjadi di usus terutama di usus kecil proksimal tetapi adalah variabel. Kalsium juga disekresi
ke dalam saluran usus, dimana sekresi ini tampaknya konstan dan independen dari penyerapan.
Hingga 80% dari asupan kalsium harian biasanya hilang dalam feses. Ginjal bertanggung jawab
untuk sebagian besar ekskresi kalsium. Rata-rata ekskresi kalsium ginjal 100 mg / d namun
dapat bervariasi dari serendah 50 mg / d ke lebih dari 300 mg / d. Biasanya, 98% dari kalsium
disaring dan diserap kembali. Reabsorpsi kalsium paralel dengan natrium dalam tubulus ginjal
proksimal dan loop menaik Henle. Di tubulus distal, bagaimanapun, reabsorpsi kalsium
tergantung pada hormon paratiroid (PTH) sekresi, sedangkan reabsorpsi natrium tergantung
pada sekresi aldosteron. tingkat PTH meningkat meningkatkan reabsorpsi kalsium distal dan
dengan demikian menurunkan ekskresi kalsium urin.1
90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia biasanya terjadi
pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hipokalsemia disebabkan karena hipoparatiroidism,
kongenital, idiopatik, defisiensi vit D, defisiensi 125(OH)2D3 pada gagal ginjal kronik, dan
hiperfosfatemia.3 Manifestasi dari hipokalsemia termasuk kulit kering, parestesia, gelisah dan
kebingungan, gangguan irama jantung, laring stridor (spasme laring), tetani dengan spasme
karpopedal (tanda Trousseau), masseter spasme (Tanda Chvostek), dan kejang. kolik bilier dan
bronkospasme.1,3 EKG dapat mengungkapkan irritasi jantung atau interval QT perpanjangan
yang mungkin tidak berkorelasi antara tingkat keparahan dengan tingkat hipokalsemia.
Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, atau keduanya.
Penurunan respon terhadap digoxin dan β-adrenergik agonis juga dapat terjadi.1
Seperti yang diketahui, hipokalsemia adalah suatu kondisi yang gawat darurat karena
menyebabkan kejang umum dan henti jantung. Dapat diberikan 20-30 ml preparat kalsium
glukonas 10% atau CaCl 10% dapat diulang 30-60 menit kemudian sampai tercapai kadar
kalsium plasma yang optimal. Pada kasus kronik, dapat dilanjutkan dengan terapi per oral.1,5,6,7

Pertimbangan anestesi

12
Hipokalsemia yang signifikan harus diperbaiki sebelum operasi. Kadar kalsium
terionisasi harus dipantau intraoperatif pada pasien dengan riwayat hipokalsemia. Alkalosis
harus dihindari untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam Ca 2+. Kalsium intravena
mungkin diperlukan seiring transfusi darah sitrat atau pada solusi albumin dengan jumlah
besar. Potensiasi efek inotropik negatif dari barbiturat dan anestesi volatile harus diintipasi.
Respon untuk NMBS adalah tidak konsisten dan memerlukan pemantauan ketat dengan
stimulator saraf.1

KESIMPULAN

Secara normal, tubuh bisa mempertahankan diri dari ketidakseimbangan cairan &
elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak bisa mengatasinya. Ini terjadi apabila kehilangan
tterjadi dalam total banyak sekaligus, seperti pada muntah-muntah, diare, berkeringat luar
biasa, terbakar, luka/pendarahan dan sebagainya.
Cairan dan elektrolit (zat lerlarut) didalam tubuh merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Bentuk gannguan keseimbangan cairan yang umum terjadi adalah lebeihan atau
kekurang cairan iaitu air. Kelebihan cairan disebut overhidrasi, sebaliknya kekurang airan
disebut dehidrasi. Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan
nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam larutan dan tidak
bermuatan listrik, seperti protein, urea, glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam
organik. Sedangkan elektrolit tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca++),
magnesium (Mg++), klorida (Cl-), bikarbonat(HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-).
Elektrolit yang utama yang sering menyebabkan gangguan pada hemodinamik tubuh adalah
natrium, kalium, dan kalsium
Pasien yuang mengalami gangguan cairan dan elektrolit sebaiknya segera ditangani
karena sebagian besar dalam tubuh manusia terdiri dari cairan dan elektrolit dan apabila tidak
segera ditangani akan menyebabkan kematian

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed.
New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.
2. Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam
Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2013; 18: h.216 – 230.
3. Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar
Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2010. 6 (5) : h.272 – 98.
4. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative
Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 – 10.
5. Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes.
Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 – 49.
6. Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Journal of
Intensive Care. 2016; 4 : h.27 – 39.
7. Kaye AD. Fluid Management. Dalam Basics of Anesthesia 6th ed. Philadelphia: Elsevier
Inc. 2011; 23: h. 364 – 71.

14

Anda mungkin juga menyukai