Buku Herpes Zoster FINAL 21jun2014
Buku Herpes Zoster FINAL 21jun2014
i
Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang
ISBN: 978-979-496-828-4
ii
Pengantar
Salam sejahtera
Sangat disadari, morbiditas infeksi virus di Indonesia
masih sangat tinggi. Hal ini terbukti dari data oleh
Kelompok Studi Herpes Indonesia (KSHI), yang berhasil
mengumpulkan morbiditas Herpes Zoster dari 13 RS
Pendidikan di Indonesia dan beberapa RS tipe A dan B di
Indonesia Barat sampai Timur.
Terlihat dari data, bahwa insidens infeksi tertinggi pada dekade
ke- 4, sehingga terjadi pergeseran usia dari data infeksi
HZ terdahulu, dan 20% diantaranya mengalami kejadian
Neuralgia Paska Herpes sehingga usaha preventif dan
dampak kualitas hidup akibat gejala sisa berupa nyeri
berkepanjangan paska infeksi ini juga perlu dianalisis dan
mendapat perhatian khusus.
Dalam era saat ini, harus menjadi perhatian bahwa
diagnosis dini hingga tatalaksana yang tepat, merupakan
kompetensi dokter layanan primer. Dan tatalaksana dalam
menghadapi komplikasi klinis serta gejala sisa merupakan
ranah dokter spesialis Kulit dan Kelamin serta dokter
spesialis terkait lain.
Penghargaan setingginya pada Ketua dan para anggota
KS yang telah berhasil menyusun buku panduan ini dalam
format buku saku yang mudah digunakan;; dan dirasakan
iii
sangat perlu sehingga para dokter mempunyai pegangan
dalam praktek sehari-hari.
Akhir kata, ucapan selamat menjalankan tugas kepada sejawat
sekalian di daerah masing-masing, dan khusus kepada KS
agar tetap berkarya sebagai kontribusi PERDOSKI kepada
anggota, dan khususnya dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat Indonesia.
Salam hangat
Ketua PP PERDOSKI
Dr. Syarief Hidayat, SpKK
FINSDV,FAADV
iv
Prakata
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha
Kuasa, akhirnya terbitlah buku penatalaksanaan infeksi
Virus Varisela Zoster tahun 2014. Kami harapkan buku
ini akan menjawab tantangan bagi para dokter dalam
meningkatkan kompetensinya dan juga akan meningkatkan
kepercayaan para dokter dalam menangani pasien dalam
kaitan penanganan infeksi virus. Beberapa tambahan dan
perkembangan baru melengkapi Penatalaksanaan Infeksi
Herpes Virus Humanus Di Indoneisa tahun 2011. Adapun
tambahan tersebut yaitu :
t Adanya data epidemiologi Herpes Zoster terbaru 2011-
2013, yang menunjukan trend dimana Herpes Zoster
cenderung diderita pada orang dengan usia yang lebih
muda
t Dampak Herpes Zoster dan Neuralgia Post Herpetika
pada kualitas hidup, Virologi Herpes Zoster, Herpes
Zoster pada keadaan khusus seperti usia lanjut,
immunokomporomais, dan komorbid lain.
t Membicarakan secara rinci tentang imunisasi herpes
zoster yang akan melibatkan disiplin ilmu yang lain dan
kelompok kerja vaksinasi Indonesia.
v
Kami mengucapkan terima kasih kepada:
t Para anggota KSHI yang tidak kenal lelah dalam memberi
materi dalam penyusunan buku sampai selesai.
t Kepala bagian IP Kulit dan Kelamin dari RS pendidikan
seluruh Indonesia yang telah membantu dalam
memberikan data tentang herpes dan NPH.
t Satgas Imunisasi Dewasa PABDI yang turut terlibat dalam
penyusunan buku ini.
t Ketua PERDOSKI Pusat Indonesia yang telah memberikan
restu dan sambutannya dalam penerbitan buku ini.
t PT MSD yang telah banyak membantu sehingga buku ini
dapat terbit.
t Semua pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu
per satu dalam buku ini.
Harapan kami semoga buku ini akan memberikan
sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam
penatalaksanaan infeksi Virus Varisela Zoster di Indonesia.
Terakhir kami sampaikan permohonan maaf kami apabila
dalam penulisan terdapat kesalahan baik dalam penulisan
nama, gelar dan sebagainya.
vi
Tim Penyusun
AAGP Wiraguna, Sp KK Denpasar
AdolfH.Mittaart, Sp KK Manado
Andi Sastri Zainuddin, Sp KK Makassar
Armen Muchtar, Sp KK Jakarta
Benny E.Wiryadi, Sp KK Jakarta
Dwi Murtiastutik, Sp KK Surabaya
Endi Moegni, Sp OG Jakarta
Erdina H D Pusponegoro, Sp KK Jakarta
Farida Zubier, Sp KK Jakarta
Fera Ibrahim Sp MK Jakarta
Hanny Nilasari, Sp KK Jakarta
Hans Lumintang, Sp KK Surabaya
Hardiono D Pusponegoro Sp A Jakarta
Harijono Kariosentono, Sp KK Solo
Jusuf Barakbah, Sp KK Surabaya
Lewie Suryaatmadja, Sp KK Semarang
Made Swastika Adiguna, Sp KK Denpasar
Qaira Anum, Sp KK Padang
Rachmat dinata Sp KK Bandung
Rasmia Rowawi, Sp KK Bandung
Richard S P Hutapea, Sp KK Medan
Sawitri, Sp KK Surabaya
Siti Aisah B, Sp KK Jakarta
Sjaiful Fahmi Daili, Sp KK Jakarta
Soedarman Sjamsoe Sp M Jakarta
Sunardi Radiono, Sp KK Jogjakarta
Tony Djaja kusumah, Sp KK Bandung
Wresti Indriatmi, Sp KK Jakarta
Lukman Hakim, Sp KK Malang
Nurdjannah J. Niode, Sp KK Manado
Satiti Retno P. , Sp KK Jogjakarta
Suroso Adi Nugroho, Sp KK Palembang
Titi Lestari Sugito, Sp KK Jakarta
Tjahjadi,drg, Sp KK Jakarta vii
, Tjut NurulAlam, Sp KK Jakarta
Santoso Edy Budiono, Sp KK Banten
Endang Sutedja, Sp KK Bandung
Rasmia Rowawi, Sp KK Bandung
Richard S P Hutapea, Sp KK Medan
Sawitri, Sp KK Surabaya
Siti Aisah B, Sp KK Jakarta
Sjaiful Fahmi Daili, Sp KK Jakarta
Soedarman Sjamsoe Sp M Jakarta
Tim Penyusun
Sunardi Radiono, Sp KK Jogjakarta
Tony Djaja kusumah, Sp KK Bandung
Wresti Indriatmi, Sp KK Jakarta
Lukman Hakim, Sp KK Malang
Nurdjannah J. Niode, Sp KK Manado
Satiti Retno P. , Sp KK Jogjakarta
Suroso Adi Nugroho, Sp KK Palembang
Titi Lestari Sugito, Sp KK Jakarta
Tjahjadi,drg, Sp KK Jakarta
, Tjut NurulAlam, Sp KK Jakarta
Santoso Edy Budiono, Sp KK Banten
Endang Sutedja, Sp KK Bandung
Sri Adi Sularsito, Sp KK Jakarta
Lili Legiawati, Sp KK Jakarta
Nadia Yusharyahya, Sp KK Jakarta
Afif Hidayati, Sp KK Surabaya
Dhelya Widasmara, Sp KK Malang
Dewi Inong, Sp KK Jakarta
Dali Amiruddin, Sp KK Makassar
Roh Prabohwo, Sp KK Bogor
Samsuridjal Djauzi , Sp PD Jakarta
Sukamto Koesno, Sp PD Jakarta
viii
Daftar Isi
I. Pendahuluan ..................................................... 1
A. Permasalahan .............................................. 1
ix
Daftar Isi
I. Herpes Zoster pada keadaan khusus .............. 20
V.
III.
VII. Vaksin Herpes Zoster [Oka/Merck] (Zostavax®) 33
Lampiran
• Bagan alur penatalaksanaan Herpes zoster ...... 45
• Bagan Terapi Nyeri Menetap (NPH) .................. 46
• Rekomendasi Vaksinasi Herpes Zoster
dari KSHI 2014 .................................................... 47
• Rekomendasi Vaksinasi Satgas Imunisasi
Dewasa 2014 ...................................................... 48
x
BAB I.
PENDAHULUAN
A. PERMASALAHAN
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh reaktivasi virus varisela zoster (VVZ)
yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan
kadang-kadang di dalam sel satelit ganglion radiks
dorsalis dan ganglion sensorik saraf kranial;; menyebar ke
dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan
VHJPHQ\DQJGLSHUVDUD¿Q\D
Selama fase reaktivasi, dapat terjadi infeksi VVZ di
dalam sel mononuklear darah tepi yang biasanya
subklinis.
Penyebab reaktivasi tidak sepenuhnya dimengerti tetapi di-
perkirakan terjadi pada kondisi gangguan imunitas selular.
Faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan reaktivasi
adalah: pajanan VVZ sebelumnya (cacar air, vaksinasi),
usia lebih dari 50 tahun, keadaan imunokompromais,
obat-obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi
sumsum tulang atau organ, keganasan, terapi steroid
jangka panjang, stres psikologis, trauma dan tindakan
pembedaan.
Kejadian HZ meningkat secara dramatis seiring dengan
bertambahnya usia. Kira-kira 30% populasi (1 dari
3 orang) akan mengalami HZ selama masa hidupnya,
bahkan pada usia 85 tahun, 50 % (1 dari 2 orang) akan
1
mengalami HZ. Insidens HZ pada anak-anak 0.74 per
1000 orang per tahun. Insidens ini meningkat menjadi
2,5 per 1000 orang di usia 20-50 tahun (adult age), 7,
per 1000 orang di usia lebih dari 60 tahun (older adult
age) dan mencapai 10 per 1000 orang per tahun di usia
80 tahun.
Hampir 90% akan mengalami nyeri. Nyeri akut maupun
nyeri kronisnya dapat mengganggu kualitas hidup. Bahkan
berdasarkan pengukuran derajat nyeri dari literature Katz J
& Melzack R, nyeri akut herpes zoster berada pada derajat
yang lebih nyeri daripada nyeri melahirkan.
2
Lebih dari 53% dokter mendapat kesulitan dalam
mendiagnosis HZ sebelum muncul erupsi kulit (prodromal),
sehingga memperlambat pengobatan HZ. Hal ini menunjukkan
perlunya peningkatan pengetahuan tentang diagnosis dini
pada primary health care (Puskesmas).
Perlu memberi informasi dan edukasi kepada pasien tentang
penyakit HZ dan komplikasinya sehingga dapat berobat ke
dokter sedini mungkin.
Melihat berbagai permasalahan tersebut di atas, diperlukan
diagnosis yang cepat dan pengobatan yang efektif, aman,
dan tepat waktu, untuk menghilangkan nyeri pada fase akut
dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi.
Upaya pencegahan lebih baik dilakukan untuk menurunkan
angka kejadian zoster, menurunkan insidensi NPH, serta
menurunkan beban penyakit.
Saat ini upaya pencegahan dapat dilakukan dengan lebih
efektif melalui vaksinasi herpes zoster.
3
t PSIKOLOGIS : Depresi, ansietas,
beban emosional kesulitan
konsentrasi, ketakutan.
t SOSIAL : Menarik diri, isolasi,
hilangnya kemandirian,
perubahan peran sosial,
menurunnya kehadiran
dalam kumpulan sosial
t AKTIVITAS RUTIN : Berpakaian, mandi, makan
bepergian, memasak pekerjaan
rumah, berbelanja dan aktivitas
rutin lain
4
C. EPIDEMIOLOGI DI INDONESIA
t Tingginya infeksi varicella di Indonesia terbukti pada
studi yang dilakukan Jufri, et al tahun 1995-1996,
dimana 2/3 dari populasi berusia 15 tahun seropositive
terhadap antibodi varicella.
t Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah
sakit pendidikan di Indonesia (2011-2013)
o Puncak kasus HZ terjadi pada usia 45-64 : 851 (37.95
% dari total kasus HZ)
o Trend HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih muda
o Gender : Wanita cenderung mempunyai insiden lebih tinggi
Total kasus NPH adalah 593 kasus (26.5% dari total
kasus HZ)
o Puncak kasus NPH pada usia 45-64 yaitu 250 kasus
NPH (42% dari total kasus NPH)
5
6
t Komplikasi Herpes Zoster Pada Mata dari Department
Kulit Kelamin RS Prof. Dr. R.D. Kandou , FK Universitas
Sam Ratulangi di Menado tahun 2008-2013
o Persentase HZ Opthalmicus di Kandou Hospital:
39/224 = 17.41%
o Sama insidensinya antara mata kanan vs kiri
o Hampir 2 kali lipat insidensinya pada wanita
o Insidensi tertinggi 45-64 tahun (48%) dan 65 tahun
(35%)
Data Morbiditas Herpes Zoster
Dep. IK Kulit & Kelamin RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou FK UNSRAT
Tahun 2008-‐2013
Pasien Baru
< 5 th 5 – 14 th 15 – 24 th 25 – 44 th 45 – 64 th >= 65 th JUMLAH
No Diagnosis
L P L P L P L P L P L P L P Total
1 Herpes zoster fasialis sinistra 3 2 2 1 2 1 7 4 11
2 Herpes zoster fasialis dextra 1 1 2 2 1 1 1 4 5 9
3 Herpes zoster oftalmica sinistra 2 3 6 3 4 6 12 18
4 Herpes zoster oftalmica dextra 1 1 2 4 6 4 3 9 12 21
5 Herpes zoster cervicalis sinistra 1 1 2 4 1 2 1 8 4 12
6 Herpes zoster cervicalis dextra 1 3 2 7 3 3 3 13 9 22
7 Herpes zoster torakalis
3 1 1 7 4 8 12 4 3 23 20 43
sinistra
8 Herpes zoster torakalis dextra 1 1 3 2 5 4 11 5 6 3 26 15 41
9 Herpes zoster lumbalis
1 3 1 4 2 2 3 9 7 16
sinistra
10 Herpes zoster lumbalis dextra 2 2 5 3 3 2 10 7 17
11 Herpes zoster sacralis sinistra 1 1 1 2 1 2 3 5 8
12 Herpes zoster sacralis dextra 1 1 2 1 1 2 4 6
7
BAB II.
VIROLOGI VIRUS VARICELLA ZOSTER
herpesvirus 6 (HHV-6),
VZV merupakan anggota human herpesvirus
dari keluarga Herpesviridae, bersama herpes simplex 7 virus
(HHV-7),
(HSV) tipe 1 dan
human herpesvirus 8 (HHV-8).
dan 2, cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr virus (EBV), human herpesvirus 6 (HHV-6), human
herpesvirus 7 (HHV-7), dan human herpesvirus 8 (HHV-8).
2
7DEHO.ODVL¿NDVLYLUXVKHUSHV
Tabel 1. Klasifikasi keluarga virus herpes
8
Human
herpes Name Sub Family Target cell type Latency Transmission
type
Herpes simplex-1
1 Alphaherpesvirinae Mucoepithelia Neuron Close contact
(HSV-1)
Contact, blood
Epithelia, Monocytes,
Cytomegalovirus transfusions,
5 Betaherpesvirinae monocytes, lymphocytes and
(CMV) transplantation,
lymphocytes possibly others
congenital
Human herpes
virus-8 (HHV-
Exchange of body
8 8)Kaposi's sarcoma- Gammaherpesvirinae Endothelial cells Unknown
fluids?
associated herpes
virus (KSHV)
Virus varicella adalah virus DNA, alphaherpesvirus dengan besar genom 125.000 bp,
berselubung/berenvelop, dan berdiameter 80-120 nm (Gambar 1). Virus mengkode kurang
lebih 70-80 protein, salah satunya ensim thymidine kinase yang rentan terhadap obat
8 antivirus karena memfosforilasi acyclovir sehingga dapat menghambat replikasi DNA virus.
Virus menginfeksi sel Human diploid fibroblast in vitro, sel limfosit T teraktivasi, sel epitel dan
sel epidermal in vivo untuk replikasi produktif, serta sel neuron. Virus varicella dapat
8
membentuk sel sinsitia dan menyebar secara langsung dari sel ke sel .
Virus varicella adalah virus DNA, alphaherpesvirus
dengan besar genom 125.000 bp, berselubung/berenvelop,
dan berdiameter 80-120 nm (Gambar 1). Virus mengkode
kurang lebih 70-80 protein, salah satunya ensim thymidine
kinase yang rentan terhadap obat antivirus karena
memfosforilasi acyclovir sehingga dapat menghambat
replikasi DNA virus. Virus menginfeksi sel Human diploid
¿EUREODVW LQ YLWUR, sel limfosit T teraktivasi, sel epitel dan
sel epidermal in vivo untuk replikasi produktif, serta sel
neuron. Virus varicella dapat membentuk sel sinsitia dan
menyebar secara langsung dari sel ke sel.
9
mengalami reaktivasi dan menyebabkan herpes zoster.
Zoster ditandai dengan erupsi vesikel unilateral yang nyeri,
khas nya mengikuti dermatom saraf sensorik .
Varicella ditransmisi melalui rute respirasi. Virus
menginfeksi sel epitel dan limfosit di orofaring dan saluran
nafas atas atau pada konjungtiva, kemudian limfosit terinfeksi
akan menyebar ke seluruh tubuh. Virus kemudian masuk
kekulit melalui sel endotel pembuluh darah dan menyebar
ke sel epitel menyebabkan ruam vesikel varicella. Penularan
dapat terjadi melalui kontak lesi di kulit. Lesi vesikular akan
EHUXEDK PHQMDGL SXVWXODU VHWHODK LQ¿OWUDVL VHO UDGDQJ
Selanjutnya lesi akan terbuka dan kering membentuk krusta,
umumnya sembuh tanpa bekas. Waktu dari pertama kali
kontak dengan VZV sampai muncul gejala klinis adalah 10-
21 hari, rata-rata 14 hari. Setelah infeksi primer, virus akan
menginfeksi secara laten neuron ganglia cranial dan dorsal.
Pemahaman Laten VZV masih terbatas karena sifatnya
yang VSHFLHVVSHFL¿F dan muatan virus yang rendah.
Neuron adalah situs selular utama tempat VZV laten, dimana
genom virus dijaga dalam bentuk konkatemerik sirkular tidak
terintegrasi dengan ekspresi gen terbatas. Pola ekspresi
gen terbatas VZV laten memperlihatkan ada 5 gen yang
diekspresikan (VZV Open reading frames 21,29,62,63 dan
66), dengan gen 63 sebagai penanda latensi VZV.
Antibodi yang terbentuk berperan protektif akan menetap
sepanjang hidup, memperlihatkan kemampuan imunoglobulin
anti VZV untuk mengatasi penyakit. Sel T sitotoksik yang
terbentuk 2-3 hari setelah awitan varicella mengurangi
keparahan penyakit. Imunitas selular sangat penting berperan
dalam mencegah reaktivasi virus dan zoster. Jika imunitas
10
VHOXODUVSHVL¿NWHUKDGDS9=9PHQXUXQYLUXVGDSDWUHDNWLYDVL
dari ganglion turun melalui axon saraf ke sel epitel berreplikasi
dan menyebabkan zoster dermatomal. Pada individu dengan
gangguan sistem imun berat dapat terjadi zoster diseminata.
Menurut teori Hope-Simpson, sesudah infeksi primer
VZV, selain VZV akan menetap laten di ganglion saraf
dorsalis, infeksi ini akan menimbulkan kekebalan seluler
VSHVL¿N9=9\DQJPHQJKDPEDWNHPDPSXDQYLUXV9=9ODWHQ
XQWXNUHDNWLYDVL.HNHEDODQVHOXOHUVSHVL¿N9=9LQLPHQXUXQ
bertahap sejalan usia namun secara berkala juga di-booster
oleh infeksi subklinis akibat paparan VZV (misalnya ketika
merawat anak yang menderita cacar air). Beberapa episode
reaktivasi terjadi namun dengan cepat dihambat oleh respon
imun sehingga tidak ada ruam yang timbul (Gambar 2).
Hope-Simpson menyebutkan kasus abortif ini “contained
reversions” yang kadang menimbulkan nyeri di dermatom
terkait tanpa timbul ruam, disebut ‘zoster sine herpete’.
6HLULQJ EHUMDODQQ\D XVLD NHNHEDODQ VSHVL¿N WHUKDGDS 9=9
bisa turun dibawah batas ambang, yang menyebabkan
reaktivasi virus, dan menyebabkan herpes zoster. Besarnya
jumlah VZV yang diproduksi selama episode herpes zoster
meningkatkan lagi kekebalan terhadap VZV, sehingga hal ini
Menjelaskan mengapa jarang terjadi rekurensi pada individu
yang imunokompetent.
11
12
*DPEDU3DWRJHQHVLVKHUSHV]RVWHUEHUGDVDUNDQ+RSH6LPSVRQ6XPEHU0RGL¿NDVLGDUL
Hope-Simpson R. ProcR Soc Med. 1965;;58:9-20.
BAB III.
DIAGNOSIS HERPES ZOSTER
A. DIAGNOSIS KLINIS
Gejala Prod romal
Berlangsung 1-5 hari. Keluhan biasanya diawali dengan
nyeri pada daerah dermatom yang akan timbul lesi dan dapat
berlangsung dalam waktu yang bervariasi. Nyeri bersifat
segmental dan dapat berlangsung terus-menerus atau
sebagai serangan yang hilang timbul. Keluhan bervariasi dari
rasa gatal, kesemutan, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi
sampai rasa ditusuk-tusuk.
o Selain nyeri, dapat didahului dengan cegukan atau
sendawa. Gejala konstitusi berupa malaise, sefalgia,
RWKHUÀXOLNHV\PSWRPVyang biasanya akan menghilang
setelah erupsi kulit timbul. Kadang-kadang terjadi
limfadenopati regional
Erupsi kulit
13
menjadi pustul yang akan meng ering menjadi krusta
dalam 7-10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2-3
minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini biasanya
nyeri segmental juga menghilang.
Variasi klinis
14
o Sindrom Ramsay-Hunt : HZ di liang telinga luar atau
membrana timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri,
gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3 bagian
depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Kelainan tersebut
sebagai akibat virus menyerang nervus fasialis dan
nervus auditorius.
15
B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
C.
DIAGNOSIS
BANDING
Stadium praerupsi : nyeri akut segmental sulit dibedakan
dengan nyeri yang timbul karena penyakit sistemik sesuai
dengan lokasi anatomik
Stadium erupsi : herpes simpleks zosteriformis, dermatitis
kontak iritan, dermatitis venenata, penyakit Duhring, luka
bakar, autoinokulasi vaksinia, infeksi bakterial setempat.
16
BAB IV.
KOMPLIKASI HERPES ZOSTER
A. KOMPLIKASI KUTANEUS
o Infeksi sekunder : dapat menghambat penyembuhan
dan pembentukan jaringan parut (selulitis ,impetigo dll)
o *DQJUHQ VXSHU¿VLDOLV menunjukkan HZ yang berat,
mengakibatkan hambatan penyembuhan dan pem-
bentukan jaringan parut
B. KOMPLIKASI NEUROLOGIS
o Neuralgia paska herpes (NPH) : nyeri yang menetap
di dermatom yang terkena 3 bulan setelah erupsi HZ
menghilang. Insidensi PHN berkisar sekitar 10-40% dari
kasus HZ.
NPH merupakan aspek HZ yang paling mengganggu
pasien secara fungsional. dan psikososial. Pasien dengan
NPH akan mengalami nyeri konstan (terbakar, nyeri,
berdenyut), nyeri intermiten (tertusuk-tusuk), dan nyeri
yang dipicu stimulus seperti allodinia (nyeri yang dipicu
stimulus normal seperti sentuhan dll).
Risiko NPH meningkat pada usia>50 th (27x lipat) ;;
nyeri prodromal lebih lama atau lebih hebat;; erupsi kulit
lebih hebat (luas dan berlangsung lama) atau intensitas
nyerinya lebih berat. Risiko lain : Distribusi di daerah
oftalmik, ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup,
wanita, diabetes.
17
Walaupun mendapat terapi antivirus, NPH tetap terjadi
pada 10-20% pasien HZ, dan sering kali refrakter terhadap
pengobatan, walau pengobatan sudah optimal, 40 % tetap
merasa nyeri.
o Meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, mielitis, motor
QHXURSDWLGH¿VLWPRWRULNVWURNHGDQbell’s palsy
C. KOMPLIKASI MATA
o Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama
menyebabkan HZ Oftalmikus, terjadi pada 10-25%
dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan, nyeri menetap lama, dan/atau luka parut.
o Keratitis (2/3 dari pasien HZO), konjungtivitis, uveitis,
episkleritis, skleritis, koroiditis, neuritis optika, retinitis,
retraksi kelopak, ptosis, dan glaukoma.
D. KOMPLIKASI THT
Sindrom Ramsay Hunt sering disebut HZ Otikus merupakan
komplikasi pada THT yang jarang terjadi namun dapat serius.
Sindrom ini terjadi akibat reaktivasi VZV di ganglion genikulata
saraf fasialis.
Tanda dan gejala sindrom Ramsay Hunt meliputi HZ di liang
telinga luar atau membrana timpani, disertai paresis fasialis
yang nyeri, gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien
yang tidak pulih sempurna.
18
E. VISERAL
o Dipertimbangkan bila ditemukan nyeri abdomen
dan distensi abdomen.
o Komplikasi visceral pada HZ jarang terjadi, komplikasi
yang dapat terjadi misalnya hepatitis, miokarditis,
pericarditis, artitis.
19
BAB V.
HERPES ZOSTER PADA KEADAAN KHUSUS
20
meningismus (“meningoensefalitis”). Pada lesi perioral
dan gluteal, sulit dibedakan dengan “zosteriform herpes
simpleks”. Oleh karena itu diagnosis perlu ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium.
B. IMMUNOKOMPROMAIS
Disfungsi imunitas seluler pada pasien immunokompromais
merupakan pemicu HZ yang potensial, sehingga insiden HZ
meningkat pada pasien-pasien immunokompromais sbb:
Gangguan limfoproliferatif
.DQNHU
Pemberian kemoterapi
Transplantasi organ dan sumsum tulang
'H¿VLHQVLLPXQLWDVVHOXOHU
Infeksi HIV
Penyakit Hodgkin’s
Limfoma non-Hodgkin”s
Leukemia
Penyakit otoimun seperti sistemik lupus eritematosus
Pemakaian obat-obat immunosupresif
Infeksi HIV/ AIDS merupakan penyebab terbanyak reaktivasi
HZ. Pada penderita HIV bisa terjadi serangan rekuren dari HZ.
Pada penderita imunokompromais dengan VZV infeksi /
reaktivasi ditemukan keadaan sebagai berikut:
Infeksi Varisela dengan penyebaran visceral
Herpes Zoster dengan diseminasi kutan
21
Herpes Zoster dengan diseminasi visceral dan kutan
Reaktivasi penyebaran VZV infeksi dengan diseminasi
hematogenous
Herpes Zoster yang persisten pada infeksi dermatom
VZV infeksi kronik dikulit setelah penyebaran
hematogenous.
Anamnesa :
Melakukan anamnesa yang teliti tentang keadaan penderita
seperti adanya riwayat seksual, penasun, penularan vertikal
ibu ke anak;; riwayat adanya pemakaian obat ARV;; tanda-
tanda konstitusi dari infeksi ARV seperti infeksi akut, ÀX
like sindrom, diare, batuk, penurunan berat badan;; riwayat
pemakaian obat kemoterapi, steroid jangka panjang;; penyakit
\DQJGLFXULJDLVHEDJDLSHQ\HEDESHQ\DNLWLPXQRGH¿VLHQVL
Gambaran klinik:
Ditemukan penyebaran infeks varisela yang rekuren
tanpa adanya gejala Herpes Zoster, dimana lesi vesikel
dan pustule sangat banyak.
Ditemukan adanya gejala Herpes Zoster yang menyerang
beberapa dermatom sekaligus.
Adanya gejala Herpes Zoster yang disertai dengan vesikel
dan bula yang tersebar (Herpes Zoster Generalisata).
Adanya lesi herpes zoster yang menetap berupa papul
22
dan nodul yang menjadi hiperkeratosis dan verukous
pada satu dermatom.
Ulkus kronik yang menetap selama berbulan-bulan
dimana penyembuhan dari ulkus sangat lambat.
Terjadinya gambaran bula didaerah tangan dan tumit,
dilanjutkan penyebaran tanpa mengikuti dermatom. Lesi
kronis yang berupa nodul ulkus, krusta. Reaksi pasca
LQÀDPDVLEHUXSDKLSRGDQKLSHUSLJPHQWDVL
Ditemukan adanya gejala sistemik yang menyerang: mata
dan retina, gangguan penglihatan sampai buta.
Gejala sistem saraf.
Prognosa:
Pada lesi yang menyerang organ viseral terutama pada
kemoterapi, mortalitas mencapai 30 %. Apalagi kalau jumlah
limfosit menurun menjadi < 500/mikroliter.
Varisela pneumoni dapat muncul 3- 7 hari setelah serangan
infeksi kulit, berlangsung 2 - 4 minggu.
Gejala CNS muncul 4 - 8 hari setelah infeksi kulit dan akan
memberikan prognosa jelek.
C. KOMORBID LAIN
Pada studi case control yang dilakukan Riduan, et al,
2012, dari data sekitar 60.000 pasien HZ usia 20-64 tahun.
Diantara 10 penyakit kronis (tanpa mengikut sertakan pasien
imunokompromais) yang paling sering ditemukan di Amerika
(rinitis alergika, penyakit paru obstruktif kronis, penyakit
23
jantung koroner, depresi, diabetes mellitus [DM], gout,
hiperlipidemia, hipertension, hipotiroidism, dan osteoarthritis),
PDND SHQ\DNLW NURQLV WHUVHEXW VLJQL¿NDQ PHQLQJNDWNDQ
ULVLNR+=NHFXDOLJRXWGDQKLSHUWHQVL1DPXQVWXGLNRQ¿UPDVL
masih perlu dilakukan lebih lanjut.
24
BAB VI.
PENATALAKSANAAN HERPES ZOSTER
A. Strategi 6A
Dalam penatalaksanaan HZ, dikenal strategi 6 A:
Attract patient early
Antiviral therapy
Analgetik
Antidepressant/antikonvulsant
Allay anxietas-counselling
(¿NDVLQ\D LQNRQVLVWHQ PHUXSDNDQ KDVLO GDUL uncontrolled
multiple clinical trial dan clinical experiences. Masuk
dalam kategori PRGHUDWHFRQ¿GHQFH
25
Attract patient early :
o Pasien
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang optimal,
pengobatan sedini mungkin dalam 72 jam setelah
erupsi kulit
o Dokter
Diagnosis dini
$QDPQHVLV GDQ SHPHULNVDDQ ¿VLN VHFDUD VHNVDPD GDQ
lengkap
Asses patient fully :
memperhatikan kondisi khusus pasien misalnya usia
lanjut, risiko NPH, risiko komplikasi mata, sindrom Ramsay
+XQWNHPXQJNLQDQLPXQRNRPSURPDLVNHPXQJNLQDQGH¿VLW
motorik dan kemungkinan terkenanya organ dalam.
Antiviral
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi
pada :
o usia > 50 thn
o dengan risiko terjadinya NPH
o HZO / sindrom Ramsay Hunt / HZ servikal / HZ sakral
o imunokompromais, diseminata/ generalisata, dengan
komplikasi
o anak-anak, usia < 50 tahun dan perempuan hamil
diberikan terapi antiviral bila disertai: risiko terjadinya
NPH, HZO/sindrom Ramsay Hunt, imunokompromais,
diseminata/generalisata, dengan komplikasi.
26
Pengobatan Antivirus :
Catatan khusus :
tPemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam
bila masih timbul lesi baru/ terdapat vesikel berumur < 3 hari.
t Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir
intravena 10 mg/kgBB, 3x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir
dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% dan diberikan tetes
selama satu jam.
tUntuk wanita hamil diberikan asiklovir
tUntuk herpes zoster dengan paralisis fasial/kranial,
polineuritis, dan keterlibatan SSP dikombinasikan dengan
kortikosteroid walaupun keuntungannya belum dievaluasi
secara sistematis
27
Pengobatan Antivirus pada pasien imunokompromais
o Asiklovir dewasa : 4-5 x 800 mg/hari atau
o Asiklovir iv 3 x 10 mg/kgBB/hari pada highly
imunocompromais, multi semental/diseminata
o Valasiklovir untuk dewasa : 3 x 1 gram/hari atau
o Famsiklovir untuk dewasa : 3 x 500 mg/hari.
o Pada kasus yang hebat selain pemberian IV acyclovir
ditambahkan Interferon Alpha 2a
o Acyclovir resisten diberi Foscarnet
o Pengobatan dapat dilanjutkan dengan terapi supresi
terutama bila gejala klinik belum menghilang : berikan
acyclovir 2 x 400 mg perhari atau Valacyclovir 500 mg
perhari.
o Peningkatan sistem imun
1. Pemberian imunomodulator seperti interferon
2. Pemberian Isoprinosine
o Suportif sel Jaringan mencegah stress jaringan dan
apoptosis:
1. Anti oksidan
2. Memperbaiki protein dan karbohidrat
28
Dosis Asiklovir anak
< 12 tahun : 30 mg/kgBB 7 hari
> 12 tahun : 60 mg/kgBB 7 hari
Analgetik :
o Nyeri ringan: parasetamol/NSAID
o Nyeri sedang sampai berat: kombinasi opioid ringan
(tramadol, kodein)
Allay anxietas-counselling :
29
Terapi suportif
• Istirahat, makan cukup
• Jangan digaruk
• Pakaian longgar
• Tetap mandi
B.TERAPI NPH
B.TERAPI
NPH
• Tujuan : agar pasien dapat segera melakukan aktivitas
• Tujuan : agar pasien dapat segera melakukan aktivitas
sehari-hari.
sehari-hari.
• Terapi farmakologik lini pertama: masuk dalam kategori
• Terapi farmakologik lini pertama: masuk dalam kategori
medium to high efficacy, good strength of evidence, low level
level of side effect
of side effect
• Terapi non-farmakologik : masuk dalam kategori reports of
• Terapi non-farmakologik : masuk dalam kategori reports of
benefit limited
Terapi NPH
Lini pertama :
Trisiklik 10mg setiap malam Ditingkatkan 20mg setiap 7 hari menjadi
Antidepresan (2 jam sebelum tidur) 50mg, kemudian menjadi 100 mg dan
150mg tiap malam
Gabapentin 100mg 3x perhari 100-300mg ditingkatkan setiap 5 hari
sampai dosis 1800-3600mg perhari
Pregabalin 75 mg sampai2x perhari Tingkatkan sampai 150 mg 2 x perhari
dosis 1800-3600mg perhari
Pregabalin
75
mg
2x
perhari
Tingkatkan
sampai
150 mg 2 x perhari
dalam 1 minggu
Lidokain
topikal
EMLA, Lidokain gel 5%, Lidokain
dalam 1 minggu transdermal 5%
Lidokain topikal EMLA, Lidokain gel 5%, Lidokain transdermal 5%
Lini Kedua:
Tramadol 50 mg perhari Tingkatkan 50 mg setiap 3-4 hari
Terapi NPH (Nonfarmakologik)
sampai dosis antara 100-400 mg
• Neuroaugmentif
per hari, dalam dosis terbagi
o Counter iritation
o Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
30 o Stimulasi deep brain
o Akupunktur
o Low intensity laser therapy
o Neurosurgikal
Terapi NPH (Nonfarmakologik)
Neuroaugmentif
o Counter iritation
o Akupunktur
Neurosurgikal
Psikososial
C. INDIKASI RAWAT
Penderita HZ yang luas sampai mengganggu
keadaan umum (tidak dapat makan atau minum)
HZO/HZ dengan komplikasi
HZ Imunokompromais yang multi segmental atau
di seminata
D. RUJUKAN
Bila tidak tersedia terapi nonfarmakologis dirujuk ke
neurologi
HZ oftalmik : rujuk ke dokter mata
Sindrom Ramsay-Hunt: rujuk ke dokter THT
31
HZ dengan komplikasi: rujuk ke spesialis sesuai dengan
organ yang terkena
Bila eruspi kulit tidak menyembuh sesuai dengan waktu-
nya, rujuk (kemungkinan resisten dengan asiklovir)
E. PENCEGAHAN
Metode pencegahan dapat berupa:
t Dengan cara pemakaian asiklovir jangka panjang dengan
dosis supresi. Misalnya, asiklovir sering diberikan sebagai
obat pencegahan pada penderita leukemia yang akan
melakukan transplantasi sumsum tulang dengan dosis 5 x
200 mg/hari, dimulai 7 hari sebelum transplantasi sampai
15 hari sesudah transplantasi.
t Pemberian vaksinasi dengan vaksin VZV hidup yang
dilemahkan (Zostavax®), sering diberikan pada orang lanjut
usia untuk mencegah terjadinya penyakit, meringankan
beban penyakit, serta menurunkan terjadinya komplikasi
NPH.
32
BAB VII.
Vaksin Herpes Zoster [Oka/Merck] (Zostavax®)
33
Vaksinasi Zoster Vaccine Live (OKA/MERCK) meningkatkan
kekebalan seluler VSHVL¿N XQWXN YLUXV YDULFHOOD OHELK WLQJJL
dari respon imun infeksi alamiah, antigen yang lebih tinggi
sesudah replikasi dan keberadaan antigen lebih bertahan
lama.
9DNVLQ LQL VHFDUD VLJQL¿NDQ PHQLQJNDWNDQ cell-mediated
immunity VSHVL¿N 9=9. Sel T memori yang dihasilkan
bertahan seumur hidup bahkan tanpa paparan antigen.
34
Sebuah studi retrospektif (yang dilakukan mulai 1 Januari
2007 sampai dengan 31 Desember 2009) melibatkan
sejumlah orang yang terdaftar dalam rencana kesehatan
Kaiser Permanente Southern California, untuk menguji
efektivitas [Oka/Merck] di antara 75.761 peserta yang
divaksinasi dibandingkan dengan 227.283 peserta tidak
divaksinasi (rasio 1:3). [Oka/Merck] terbukti mampu
menurunkan angka kejadian Herpes Zoster hingga 55%,
hasil ini hampir serupa dengan hasil SPS dengan kadar
efektivitas sebesar 51%.
3UR¿O.HDPDQDQ9DNVLQ+HUSHV=RVWHU>2ND0HUFN@
3UR¿ONHDPDQDQGDQWLQJNDWHIHNWLYLWDV>2ND0HUFN@WHODK
dikaji dalam beragam studi yang melibatkan lebih dari
60.000 orang termasuk diantaranya studi SPS dan ZEST.
Insiden Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang serius
setara dengan plasebo. KTD yang paling umum adalah
nyeri pada daerah injeksi.
35
Studi Durasi Proteksi
36
5LQJNDVDQ3UR¿O9DNVLQ+HUSHV=RVWHU
[Oka/Merck] (Zostavax®)
Sediaan Sediaan bentuk serbuk terlipofilisasi virus
varicella hidup yang dilemahkan dari strain
Oka/Merck yang diambil dari anak yang
terkena varicella secara alamiah.
Saat akan digunakan
direkonstitusi/dilarutkan dengan pelarut
yang disediakan di kemasan
37
Rekomendasi Pemberian Vaksinasi Herpes Zoster
dari KSHI 2014 (Diadopsi oleh Satgas Imunisasi
Dewasa)
38
Vaksinasi tidak diindikasikan untuk:
Pengobatan Herpes Zoster dan neuralgia post
herpetika
Mencegah terjadinya neuralgia post herpetika pada
pasien yang sedang menderita Herpes Zoster
Kontraindikasi Pada Pasien Immunokompromais
Pada umumnya vaksin hidup jika diberikan pada penderita
imunokompromais perlu mempertimbangkan manfaat dan
risiko yang mungkin dihadapi. karena itu vaksin herpes zoster:
t Dikontraindikasi pada pasien dengan riwayat imuno-
GH¿VLHQVL SULPHU DWDX GLGDSDW WHUPDVXN OHXNHPLD
limfoma atau tipe lain, atau neoplasma maligna
lainnya yang mempengaruhi sumsum tulang atau
sistim limfatik;; atau AIDS atau HIV.
t Pasien leukemia yang sudah remisi dan tidak mendapat
kemoterapi atau radiasi selama 3 bulan dapat diberikan
Zostavax (rekomendasi ACIP).
t Kontraindikasi pada pasien AIDS atau HIV dengan kadar
CD4 T-Limfosit 200/mm3 atau 15 % dari limfosit total
t Pasien yang menjalani Transplantasi Stem Sel
Hematopoietic boleh divaksin 24 bulan sesudah
transplantasi (rekomendasi ACIP).
t 3DVLHQ GHQJDQ LPXQRGH¿VLHQVL VHOXODU WLGDN VSHVL¿N
tidak boleh diberikan, namun pasien dengan
hipogamaglobulinemia atau disgamaglobulinemia boleh
diberikan (rekomendasi ACIP).
39
Kontraindikasi Pada Pasien dengan Terapi
Immunosupresi
t Kontraindikasi pada pasien dengan Terapi
immunosupresif, misalnya kortikosteroid dosis tinggi.
t Kontraindikasi menurut ACIP :
o High-dose kortikosteroid (20 mg/day prednisone atau
ekivalen) selama 2 minggu atau lebih. Pasien boleh
divaksin 1 bulan sesudah berhenti menggunakan high-
dose kortikosteroid
o Pasien dengan terapi agen biologis (adalimumab,
HWDQDUFHSW LQÀL[LPDEGOO GDSDW GLYDNVLQ EXODQ
sesudah pemberian agen biologis
t Bukan Kontraindikasi menurut ACIP
o Pasien dengan methotrexate dosis rendah (0.4 mg/Kg/
minggu), azathioprine dosis rendah (3.0 mg/Kg/hari),
atau 6-mercaptopurine (1.5 mg/Kg/hari) boleh divaksin.
40
Kepustakaan
41
11. Harpaz R et al. MMWR. 2008;;57(RR-5):1–30.
12. Juffrie M, Graham RR, Tan RI, et al, Seroprevalence Of Hepatitis
A Virus And Varicella Zoster Antibodies In A JavaneseCommunity
(Yogyakarta, Indonesia), Southeast Asian J Trop Med Public
Health, 2000, 31(1):21-24.
13. Kenneth Schmader. Herpes Zoster in Older Adults. Aging And
Infectious Disease. Clinical Infectious Diseases 2001;; 32:1481–6.
14. Katz J & Melzack R. Measurement of Pain. Surgical Clinics North
America. 1999;;79(2):231-252.
15. Lee Goldman and Andrew I Schafer, Goldman’s Cecil Medicine,
24th Edition, 383, 2128-2131, 2012
16. Morbidity and Mortality Weekly Report.Prevention of Herpes
Zoster Recommendations of the Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP).June 6, 2008 / Vol. 57 / RR-5
17. Murray PR., Rosenthal KS., Pfaller MA. Medical Microbiology 7 th
ed. Philadelphia, Elsevier Saunders;;2013:461-478
18. Oxman MN et al.Shingles Prevention Study (SPS) N Engl J Med,
2005;;352:2271–2284.
19. Oxman.MN, Herpes Zoster Pathogenesis and Cell-Mediated
Immunity and ImmunosenescenceJ Am Osteopath Assoc.
2009;;109(suppl 2):S13-S17
20. Oxman MN, Levin MJ, Johnson GR, et al. Shingles Prevention
Study (SPS).N Engl J Med. 2005;;352:2271–2284.
21. Oxman MN. Varicella-Zoster Virus: Virology and Clinical
Management. Cambridge University Press;; 2000:246–275.
22. Patterson-Bartlett J et al. Vaccine. 2007;;25:7087–7093.
23. Quinlivan M, Breuer J. Molecular and Therapeutics Aspects
of Varicella-zoster Virus Infection. Expert Reviews in molecular
medicine 2005;;7(5):1-24.
24. Rekomendasi Jadwal Imunisasi Dewasa. SatGas Imunisasi
Dewasa PABDI, tahun 2014
42
25. Rekomendasi Pemberian Vaksinasi Herpes Zoster dari KSHI
2014.
26. Riduan M. Joesoef, MD, PhD;; Rafael Harpaz, MD, MPH;; Jessica
Leung, MPH;; and Stephanie R. Bialek, MD, MPH Chronic
Medical Conditions as Risk Factors for Herpes Zoster Mayo Clin
Proc. 2012;;87(10):961-967
27. Schmader KE, Dworkin RH. Natural History and Treatment of
Herpes Zoster. The journal of Pain 2008;;9(1):s3-9.
6FKPDGHU.(HWDO=RVWDYD[(I¿FDF\DQG6DIHW\7ULDO=(67
Clin Infect Dis, 2012;;54:922–928.
6FKPDGHU.(HWDO=267$9$;(I¿FDF\DQG6DIHW\7ULDO=(67
Clin Infect Dis, 2012;;54:922–928
6FKPDGHU.(HWDO3HUVLVWHQFHRIWKHHI¿FDF\RI]RVWHUYDFFLQH
in the Shingles Prevention Study and the Short-Term Persistence
Substudy, . Clin Infect Dis. 2012;;55:1320–1328.
31. Siegrist C-A et al. In: Vaccines. 5th ed. Elsevier;; 2008:17–36.
32. Straus SE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Freedberg
IM, Eisen AZ, Wolff K, et al, eds. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. 5th ed. New York, NY: McGraw-Hill;;
1999:2427–2450.
33. Straus SE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Freedberg
IM, Eisen AZ, Wolff K, et al, eds. Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. 5th ed. New York, NY: McGraw-Hill;;
1999:2427–2450.
34. Twersky JI, Schmader K. Herpes Zoster. Dalam: Halter JB,
Ouslander JG, Tinetti ME, High KP, Asthana S. penyunting.
Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology. Edisi ke-6. Milan:
McGraw-Hill;; 2009.h.1565-75.
35. Tyring SK. Management of herpes zoster and postherpetic
neuralgia. Dalam: Weinberg JM. Penyunting. Alleviating the
burden of herpes zoster through vaccination. Supp J Am Acad
Dermatol 2007;;57(6):s136-42.
43
36. Weinberg JM. Herpes zoster: Epidemiology, natural history,
and common complications. Dalam: Weinberg JM. Penyunting.
Alleviating the burden of herpes zoster through vaccination. Supp
J Am Acad Dermatol 2007;;57 (6) :s130-5.
37. Whitley RJ. Varicella-zoster virus infections. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, eds.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th ed. New York, NY:
McGraw-Hill;; 2001:1106–1108.
38. Wu CL, Raja SN. An Update on Treatment of Postherpetic
Neuralgia. The Journal of Pain 2008;;9 (1) :S19-30.
39. ZOSTAVAX US Prescribing Infromation, Merck & Co., Inc.
44
Lampiran 1. Bagan alur penatalaksanaan Herpes zoster
HZ akut
HZO/RH sindrom/organ
- Terapi antiviral oral
visceral atau motor - Rujuk ke spesialis terkait
involment / dengan YA
TIDAK
Tambahan : antidepresan/antikonvulsan
- Amitriptilin 10mg single dose/hari 3 bulan, atau
- Gabapentin 300mg single dose/hari 4-6 minggu,
TIDAK
atau
- Pregabalin 50-75mg single dose/hari 2-4 minggu
Terapi suportif
- Mempertahankan lesi kulit bersih dan kering
- Rasa tidak nyaman, kompres basah dingin steril/losio calamin
VIII.KEPUSTAKAAN
- Menyarakan memakai pakaian longgar, istirahat dan makan cukup
- infeksi sekunder : antibiotika topikal/oral
- Edukasi mengenai penyakit HZ untuk mengurangi kecemasan serta
ketidakpahaman pasien mengenai penyakitnya
Catatan : Asiklovir topikal tidak rekomendasi
42
45
Lampiran 2
Terapi NPH
Sistemik Topikal
46
43
Lampiran 3. Rekomendasi Vaksinasi Herpes Zoster
dari KSHI 2014
Demikianlah kami sampaikan rekomendasi ini untuk menjadi dasar diperlukannya tindakan
vaksinasi terhadap Herpes Zoster untuk polulasi di Indonesia.
Jakarta, 16 Februari 2014
Kelompok Studi Herpes Indonesia
Dr. dr. Hans Lumintang, SpKK(K) dr. Hanny Nilasari, SpKK
Ketua Sekretaris
Catatan:
Hal-‐hal tentang prosedur, situasi khusus, kontra indikasi, peringatan dan penjelasan lainnya terdapat
pada lampiran.
47
Lampiran 3. Rekomendasi Vaksinasi Herpes Zoster
dari KSHI 2014
48
Lampiran 4. Rekomendasi Vaksinasi Satgas Imunisasi Dewasa 2014
49
50
Lampiran 4. Rekomendasi Vaksinasi Satgas Imunisasi Dewasa 2014