Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teripang (Holothuroidea)

Teripang (Holothuroidea) atau Timun laut adalah kelompok hewan

avertebrata laut dari kelas Holothuroidea, filum Echinodermata yang sering

dijumpai di daerah terumbu karang. Bentuk tubuh teripang secara umum ialah

seperti ketimun sehingga dalam bahasa Inggris disebut “Sea Cucumbers” atau

ketimun laut (Lagio, 2013).

Teripang adalah salah satu nggota hewan berkulit duri (Echinodermata).

Teripang merupakan hewan invertebrate yang memiliki tubuh yang lunak,

berdaging dan berbentuk silindris memanjang seperti ketimun. Teripang memiliki

potensi ekonomi yang cukup tinggi dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai bahan makanan dengan kandungan gizi dan protein yang cukup tinggi.

Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai, mulai dari daerah

pasang surut yang dangkal sampai perairan yang dalam (Martoyo dkk., 2006).

(Yusron, 2001), terdapat sekitar 1.250 jenis teripang yang telah di deskripsikan

oleh para taksonom. Teripang-teripang tersebut dibedakan dalam enam bangsa

(ordo) yaitu Dendrochirotida, Aspidochirotida, Dactylochirotida, Apodida,

Molpadida, dan Elasipoda.

Husain dkk (1966), mengemukakan taksonomi, klasifikasi taripang adalah:

kingdom : Animalia

Filum : Echinpdermata

Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotidea

Famili : Holothuriidae

Genus : Holothuria, Muelleria, Stichopus

Teripang yang mempunyai nilai ekonomi penting termasuk kedalam

bangsa Aspidochirotida, dengan dua suku utamanya, yaitu Holothuriidae dan

Stichopodidae. Pada umumnya teripang komersial menempati perairan dangkal

kurang dari 30 meter.

2.2 Morfologi dan Anatomi

2.2.1 Morfologi

Berdasarkan morfologi, teripang adalah salah satu anggota hewan berkulit

duri atau berbintil (Echinodermata). Permukaan kulit teripang biasanya kasar,

karena ada duri-duri lunak (papilla) yang kecil tidak teratur, atau dengan tonjolan-

tonjolan besar yang merupakan odifikasi dari papilla. Tubuh teripang umumnya

berbentuk bulat panjang atau silindris sekitar 10-30 cm, dengan mulut pada salah

satu ujungnya dan dubur pada ujung lainnya. Mulut teripang dikelilingi oleh

tentakel-tentakel atau lengan peraba yang kadang bercabang-cabang. Tubuhnya

berotot (dapat tipis atau tebal, lembek, atau licin), sedangkan kulitnya dapat halus

dan berbentil-bintil. Warnanya bermacam-macam, ada yang hitam pekat, cokelat,

abbu-abu, mempunyai bercak-bercak atau garis-garis pada punggung dan sisinya.

Untuk melindungi diri dari musuhnya, teripang mengeluarkan lender yang

beracun pada tubuhnya (Winarni dkk 2010).

Panjang, diameter dan bentuk tubuh Phyllophorus sp. bervariasi. Di

Indonesia Phyllophorus sp. ditemukan dengan panjang antara 10-15 cm.


Phyllophorus maculatus memiliki panjang tubuh 80 mm, diameter 20 mm dan

berbentuk silindris dengan ujung posterior tumpul, O’Loughlin et al. (2012).

Holothuroidea umumnya memiliki tubuh lunak dan elastis dengan bentuk

yang bervariasi, tubuh berbentuk silindris, segi empat, membulat, memanjang dari

ujung mulut ke anus atau orally-aborally dengan mulut di posisi anterior dan anus

di posisi posterior. Permukaan tubuh yang dimiliki biota ini bervariasi bisa lembut

hingga kasar saat diraba dan berlendir. Memiliki tube feet yang terkonsentrasi di

bagian ventral tubuh. Terdapat pula papila (papillae) merupakan kaki tabung tube

feet yang membesar dan ukuran lebih tebal, terletak di permukaan dorsal dengan

ukuran dan bentuk yang bervariasi (Setyastuti, 2012).

Holothuroidea memiliki kelamin terpisah atau dioecius, tetapi tidak jelas

adanya dimorfisme kelamin. Holothuroidea biasa dikenal dengan sebutan sea

cucumber (Inggris), beche-de-mer atau dalam istilah pasaran internasional dikenal

dengan sebutan teat fish (Muttaqin dkk, 2013).

2.2.2 Anatomi

Bagian-bagian dari anatomi teripang adalah tentakel, cincin kapur, polian

vesicle, lambung, pohon respirasi, intestinum berwarna coklat kekuningan, dan

anus. Tentakel dari teripang setiap jenisnya ini berbeda bentuk contohnya pada

teripang jenis Stichopus hermanii memiliki tentakel yang berbentuk perisai

(peltate) dan berwarna putih kekuningan. Tabung cuvier berwarna putih

transparan dengan bentuk seperti tabung. Pohon respirasi yang dimiliki berwarna

putih kekuningan dengan percabangan kecil, halus dan banyak sehingga terlihat
mengerombol. Penampang tubuh yang memanjang dengan bentuk intestinum

yang panjang berbentuk tabung dan transparan (Hartati, 2015).

Gambar 1. (anatomi teripang secara umum)


(Sumber: Djunaid. 2003)

Teripang lokal (Phyllophorus sp.) yang memiliki nama lokal terung

seringkali disebut teripang bola atau ball sea cucumber karena berbentuk bola,

meskipun ada yang berbentuk memanjang. Seluruh tubuhnya ditutupi oleh

filamen kecil (papulae) yang merata. Bagian tubuhnya lunak berwarna putih,

krem, coklat atau oranye. Pada bagian anterior terdapat mulut, berupa tentakel

transparan yang tipis dan gelap. Tentakel bermanfaat sebagai alat penangkap

makanan (Rumiyati, 2014).

2.3 Habitat, Penyebaran dan Makanan Teripang

Secara umum, teripang hidup di kedalaman laut yang bervariasi juga

mengatakan bahwa teripang hidup di daerah pasang surut hingga laut dalam.

(Smilek and Hembree, 2012). Teripang ordo Dendrochirotida di Mexican Pacific


ditemukan hidup pada kedalaman 1.150 m di bawah permukaan air laut, suhu 4ºC

dan kadar oksigen 0,3 mg/l (Massin and Hendrick, 2011). Phyllophorus

(Urodemella) occidentalis dari teluk Mexico hidup di sublittoral, lepas pantai di

sedimen yang lunak dengan kedalaman antara 6-158 m (Pawson et al., 2010).

Phyllophorus parvipedes yang berdistribusi di Teluk Myanmar, Singapura, India

Timur dan Australia Utara ditemukan pada kedalaman 2 m dan 20 m.

Phyllophorus spiculata di pulau Hainan, Cina ditemukan pada zona intertidal

sampai kedalaman 30 m. Rumiyati (2014), Phyllophorus parvipedes yang

berdistribusi di Teluk Myanmar, Singapura, India Timur dan Australia Utara

ditemukan pada kedalaman 2 m dan 20 m.

Smilek and Hembree (2012), mengemukakan bahwa teripang di habitatnya

ada yang bersifat menempel pada tumbuhan laut, membenamkan diri di dalam

substrat, menopang di atas substrat dan bersembunyi di celah-celah batu. Macam-

macam habitat teripang dapat dilihat pada Gambar di bawah.

Gambar 2. (Macam-macam habitat Holothurians di dasar laut


(Sumber: Smilek and Hembree, 2012).

Keterangan: A: menempel pada tumbuhan laut.


B-D: membenam/mengubur diri di dalam sedimen lunak.
E: di permukaan sedimen.
F: tersembunyi di celah-celah batu dan kepala kkarbon
Teripang (Holothuroidea) hidup sebagai bentos, bergerak dengan sangat

lambat atau relatif diam. Berdiam di semua lautan dan pada setiap kedalaman

terutama di perairan dangkal di daerah tropis. Kelimpahan menurun dengan

bertambahnya kedalaman tetapi tidak berarti teripang terdapat pada laut dalam. Di

perairan Philiphina teripang ditemukan pada kedalaman 10.200 meter (Hasanah

dkk, 2012).

Menurut Martoyo dkk (2016), Habitat dari teripang adalah di dasar

perairan dengan dasar berupa lumpur, pasir, lumpur-pasir, batu, yang berada di

dasar laut, paparan terumbu karang dan gaba-gaba terumbu karang. Teripang lebih

suka hidup pada perairan dengan kedalaman berkisar antara 1-6 meter tetapi untuk

jenis teripang tertentu banyak ditemukan pada kedalaman air 10 m pada surut

terendah., namun teripang ini cukup banyak didapatkan pada kedalaman perairan

8 m.

Pada umumnya teripang menempati ekosistem terumbu karang. Jenis yang

bernilai ekonomis penting biasanya menempati dasar goba (lagoon) atau di luar

tubir (outer reef) dengan kedalaman 5-30 meter. Sedangkan jenis-jenis teripang

yang bernilai ekonomis sedang dan rendah menempati daerah yang lebih dangkal,

seperti padang lamun daerah pertumbuhan alga, dan daerah rataan terumbu (reef

flat) dengan kedalaman kurang dari 2 meter (Hasanah dkk, 2012).

Teripang pasir (Holothuria scabra) banyak ditemukan ada perairan

dangkal dengan dasar perairan pasir campur lumpur yang ditumbuhi seagrass dan

kerang-kerang mati. Di air dangkal daerah topik dan sub tropik, Aspidochirota

seperti genus Holothuria, Stichopus dan Actinopyga, ratusan bahkan ribuan hidup
di dasar berpasir atau bersembunyi pada tumbuh-tumbuhan. Di pasir terbuka pada

genangan air di pulau Onotozoa (pasifik) hanya ditemukan spesies Holothuria

atra, sedangkan di pasir gugus pulau pari ditemukan dua spesies yaitu H. atra dan

Bohadschia marmorata (Hasanah dkk, 2012).

Rumiyati (2014), mengatakan teripang memanfaatkan tiga sumber

makanan yaitu plankton, detritus dan kandungan organik pada pasir dan lumpur.

Pakan teripang secara umum terdiri dari kandungan zat orga nik dalam pasir dan

berbagai biota yang terdapat dalam pasir seperti diatom, protozoa, polichaeta,

algae filamen, copepoda, ostracoda, foraminifera, radiolaria dan partikel-partikel

pasir. Sedangkan teripang ordo Dendrochirotida adalah pemakan suspensi

(suspension feeder) dan pemakan plankton (plankton feeder). Masithah dkk.

(2012) mengatakan bahwa larva Phyllophorus sp. Yang diberi pakan Chlorella sp.

memiliki tingkat kelulushidupan tertinggi yaitu 75% dibandingkan dengan

diatome (60%) dan Spirulina sp. (45%).

2.4 Wilayah Intertidal

2.4.1 Pengertian

Daerah intertidal terletak paling pinggir dari bagian ekosistem pesisir dan

laut dan berbatasan dengan ekosistem darat. Intertidal merupakan daerah pasang

surut (intertidal) yang dipengaruhi oleh kegiatan pantai dan laut. Kondisi

komunitas pasang surut tidak banyak perubahan kecuali pada kondisi ekstrim

tertentu dapat merubah komposisi dan kelimpahan organisme intertidal. Daerah

ini merupakan daerah yang paling sempit namun memiliki keragaman dan
kelimpahan organisme yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan habitat-

habitat laut lainnya (Yulianda dan Yusuf, 2013).

Zona intertidal merupakan daerah yang terletak diantara pasang tertinggi

dan surut terendah, yang mewakili peralihan dari kondisi lautan ke kondisi

daratan. Luas zona intertidal sangat terbatas, akan tetapi memiliki faktor

lingkungan yang sangat bervariasi, sehingga memiliki keanekaragaman organisme

yang tinggi (Huda dkk, 2017).

Zona intertidal sangat dipengaruhi oleh periode pasang surut air laut. Saat

air laut surut maka zona intertidal akan terpapar oleh sinar matahari, sedangkan

saat air laut pasang zona ini akan terendam air. Periode pasang surut ini

mengakibatkan fluktuasi ekstrim pada beberapa komponen abiotik, sehingga

berpengaruh terhadap biota di zona intertidal. Akibatkan hanya spesies tertentu

saja yang dapat bertahan hidup di lingkungan tersebut (Sukiya dan Putri, 2015).

2.4.2 Pembagian Wilayah Intertidal

Menurut Muhammad dkk (2013), secara umum daerah intertidal

berdasarkan material atau substrat penyusun dasar perairan dapat dibagi menjadi 3

tipe yaitu,

1. Tipe pantai berbatu

Pantai ini terbentuk dari batu granit dari berbagai ukuran tempat ombak

pecah. Umumnya pantai berbatu terdapat bersama-sama atau berseling dengan

pantai berdinding batu. Kawasan ini paling padat mikroorganismenya, dan

mempunyai keragaman fauna maupun flora yang paling besar. Tipe pantai ini

banyak ditemui di selatan Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku.


2. Tipe pantai berpasir

Pantai ini dapat ditemui di daerah yang jauh dari pengaruh sungai besar

atau di pulau kecil yang terpencil. Makroorganisme yang hidup di sini tidak

sepadat di kawasan pantai berbatu, dan karena kondisi kondisi lingkungannya

organisme yang ada cenderung menguburkan dirinya ke dalam substrat. Kawasan

ini lebih banyak dimanfaatkan manusia untuk berbagai aktivitas rekreasi.

3. Tipe pantai berlumpur

Perbedaan antara tipe pantai ini dengan tipe sebelumnya terletak pada

ukuran butiran sedimen (substrat). Tipe pantai berlumpur mempunyai ukuran

butiran yang paling halus. Pantai berlumpur terbentuk di sekitar muara-muara

sungai dan umumnya berasosiasi dengan estuaria. Tebal endapan lumpurnya dapat

mencapai 1 meter atau lebih. Pada pantai berlumpur yang amat lembek sedikit

fauna maupun flora yang hidup di sana. Perbedaan yang lain adalah gelombang

yang tiba di pantai, dimana aktivitas gelombangnya sangat kecil, sedangkan untuk

pantai yang lain kebalikannya.

Selain itu, secara umum daerah intertidal sangat dipengaruhi oleh pola

pasang dan surutnya air laut, sehingga dapat dibagi menjadi tiga zona yaitu,

a. Zona pertama

Merupakan daerah di atas pasang tertinggi dari garis laut yang hanya

mendapatkan siraman air laut dari hempasan riak gelombang dan ombak

yang menerpa daerah tersebut backshore (supratidal).

b. Zona kedua
Merupakan batas antara surut terendah dan pasang tertinggi dari garis

permukaan laut (intertidal).

c. Zona ketiga

Zona ketiga merupakan batas bawah dari surut terendah garis permukaan

laut (subtidal).

Yulianda, dkk (2013), menyatakan bahwa kondisi komunitas pasang surut

tidak banyak perubahan kecuali pada kondisi ekstrim tertentu dapat merubah

komposisi dan kelimpahan organisme intertidal. Kelompok organisme intertidal

umumnya terdiri dari lamun (sea grass), rumput laut (seaweed), komunitas karang

(coral community), dan biota yang berasosiasi dengan karang dan lamun.

Keragaman dan sebaran organisme sangat berkaitan dengan keragaman

karakteristik habitat dan sangat dipengaruhi oleh ketergenangan air laut.

Keragaman habitat akan menentukan komunitas dan biota yang berasosiasi

dengan sistem ekologi di daerah pasang surut.

Zona intertidal (zona littoral atau zona pasang surut) merupakan area yang

berada di sepanjang garis pantai dan dipengaruhi oleh periode pasang surut air

laut. Zona intertidal terbagi menjadi empat zona berdasarkan lama waktu zona

tersebut terendam oleh air laut dalam satu periode pasang surut (Mcneill, 2010).

a. Supralittoral zone

Merupakan zona yang terletak di batas atas air pasang tertinggi. Zona ini

menerima air dari curahan air hujan dan percikan (splash/spray)

gelombang air laut, sehingga relatif lebih kering daripada tiga zona yang

lain.
b. High intertidal zone

Merupakan zona yang tertutup sepenuhnya oleh badan air saat periode

pasang tertinggi. Sebagian besar area high intertidal zone terpapar sinar

matahari lebih lama dibandingkan dengan waktu terbenamnya area ini oleh

air laut.

c. Mid-intertidal zone (middle intertidal zone)

Merupakan zona yang berada pada batas rerata pasang surut. Area ini

umumnya terbenam oleh air laut selama air pasang namun akan terpapar

oleh sinar matahari selama air surut maksimal. Mid-intertidal zone

memiliki habitat yang relatif lebih konstan jika dibandingkan dengan dua

zona sebelumnya.

d. Low intertidal zone merupakan area yang selalu terendam air baik saat air

pasang maupun surut. Kondisi lingkungan pada area ini relatif konstan

sehingga merupakan habitat ideal, sirkulasi nutrient lebih baik, sehingga

banyak plankton ditemukan.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pada Teripang


(Holothuroidea)

Keberadaan Holothuroidea sangat berkaitan dengan beberapa faktor yang

dapat mendukung kelangsungan hidupnya, seperti salinitas, suhu, substrat,

gerakan ombak dan pH (Afrely dkk, 2015). Holothuroidea tercatat sebagai

kelompok organisme yang mampu bertahan hidup di lautan sejak ratusan tahun

yang lalu hingga kini (Setyastuti, 2012).

1. Suhu
Nursan (2017), menyebutkan bahwa batas minimum dan maksimum suhu

berkisar antara 16ºC-17º dan 36ºC. Pada setiap penelitian perairan, pengukuran

suhu adalah hal yang harus dilakukan sebab kelarutan berbagai gas dalam air serta

seluruh aktifitas biologis dan fisiologis organism perairan sangat dipengaruhi oleh

suhu.

2. Salinitas

Ciri yang paing khas pada air laut adalah rasa asin, karena mengandung

bermacam-macam garam dan yang paling utama adalah NaCl. Di perairan

samudra salinitas biasanya berkisar antara 34-35%. Salinitas rata-rata daerah

tropis adalah sekitar 35% dan organism laut tidak dapat bertahan pada salinitas

yang menyimpang dari ssalinitas laut normal, 32-35%. Namun pengaruh salinitas

tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti badai

dan hujan (Yonno dkk, 2016).

3. DO (Disolved Oksigen)

Menurut Sukmawati, (2011), DO (Disolved Oksigen) merupakan

banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan

suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali

dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelautan

maksimum trdapat pada suhu 0ºC, yaitu sebesar 14,16 mg/l sedangkan nilai

oksigen terlarut di perairan sebaliknya tidak lebih kecil dari 8 mg oksigen/ liter

air.

4. pH (Power of Hidrogen)
Yonno dkk (2016), untuk pH merupakan suatu satuan ukur yang

menguaraikan derajat tingkat kadar keasaman. Setiap spesies memiliki kisaran

toleransi yang berbeda terhadap pH, pH yang ideal bagi kehidupan organisme

akuatik termasuk makrozoobentos pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5.

Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai

senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan

mengancam kelangsungan hidup organism akuatik. Sementara pH yang tinggi

akan menyebabkan keseimbangan pada ammonium dan amoniak dalam air akan

terganggu, Dimana kenaikan pH di atas akan meningkatkan konsentrasi amoniak

yang juga bersifat sangat toksik bagi oganisme.

5. Jenis Substrat Dasar

Substrat merupakan senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim.

Komponen organik utama yang terdapat di dalam air adalah asam amino, protein,

karbohidrat dan lemak. Sedangkan kommponen lain seperti asam organik,

hidrokarbon, vitamin, dan hormon juga ditemukan di perairan. Tetapi hanya 10%

dan material organik tersebut yang mengendap sebagai substrat ke dasar perairan

(Sukmawati, 2011).

Anda mungkin juga menyukai