Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KESEHATAN KOMUNITAS POPULASI RENTAN

KECACATAN DAN POPULASI TERLANTAR

Dosen Pengampu :

Icca Presilia Anggraini S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :

Khoirotul Ummah 182102108

Dimas Aldi Ramadani 182102109

Diana Kurniawati 182102110

Gigih Adi Dharmana 182102111

PROGRAM STUDI S1 DEPARTEMEN KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA CIPTA HUSADA

KEPANJEN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang mempengaruhi kondisi seseorang atau
populasi untuk menjadi sakit atau seha. Pandera mengkategorikan faktor resiko kesehatan antara lain
genetik, usia, karakteristik biologi, kesehatan individu, gaya hidup dan lingkungan. Jika seseorang
dikatakan rawan apabila mereka berhadapan dengan penyakit, bahaya, atau outcome negatif.
Faktor pencetusnya berupa genetik, biologi atau psikososial. Populasi rawan atau rentan merupakan
kelompok-kelompok sosial yang memiliki peningkatan risiko yang relatif atau rawan untuk menerima
pelayanan kesehatan. Kenyataan menunjukan bahwa Indonesia memiliki banyak peraturan
perundangundangan yang mengatur tentang Kelompok Rentan, tetapi tingkat implementasinya sangat
beragam. Sebagian undang-undang sangat lemah pelaksanaannya, sehingga keberadaannya tidak
memberi manfaat bagi masyarakat. Disamping itu, terdapat peraturan perundang-undangan yang
belum sepenuhnya mengakomodasi berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan bagi
perlindungan kelompok rentan.
Keberadaan masyarakat kelompok rentan yang merupakan mayoritas di negeri ini memerlukan
tindakan aktif untuk melindungi hak-hak dan kepentingan-kepentingan mereka melalui penegakan
hukum dan tindakan legislasi lainnya. Hak asasi orang-orang yang diposisikan sebagai masyarakat
kelompok rentan belum terpenuhi secara maksimal, sehingga membawa konsekuensi bagi kehidupan
diri dan keluarganya, serta secara tidak langsung juga mempunyai dampak bagi masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
2. Apa etiologi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
3. Manifestasi Kliniks dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
4. Patofisiologi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
5. Phatway dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
6. Penatalaksanaan Medis dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
7. Pengkajian dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
8. Diagnosa Keperawatan dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
9. Intervensi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
10. Implementasi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
11. Evaluasi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
2. Untuk mengetahui etiologi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
3. Untuk mengetahui Manifestasi Kliniks dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
4. Untuk mengetahui Patofisiologi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
5. Untuk mengetahui Phatway dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan
terlantar?
7. Untuk mengetahui Pengkajian dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
8. Untuk mengetahui Diagnosa Keperawatan dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan
terlantar?
9. Untuk mengetahui Intervensi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
10. Untuk mengetahui Implementasi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?
11. Untuk mengetahui Evaluasi dari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar?

D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini semoga bisa menambahkan wawasan mahasiswa SI Keperawatan dalam
mempelajari populasi rentan kecacatan dan populasi rentan terlantar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Populasi Rentan kecacatan dan Populasi Terlantar


Keperawatan komunitas merupakan suatu sintesis dari praktik keperawatan dan praktik kesehatan
masyarakat yang diterapkan untuk meningkatkan serta memelihara kesehatan penduduk. Sasaran dari
keperawatan kesehatan komunitas adalah individu yaitu balita gizi buruk, ibu hamil resiko tinggi, usia
lanjut, penderita penyakit menular. Sasaran keluarga yaitu keluarga yang termasuk rentan terhadap
masalah kesehatan dan prioritas. Sasaran kelompok khusus, komunitas baik yang sehat maupun sakit
yang mempunyai masalah kesehatan atau perawatan (Ariani, Nuraeni, & Supriyono, 2015).
1. Definisi Populasi Rentan Kecacatan
Populasi rentan (Vulnerable Population)adalah bagian dari kelompok populasi yangmemiliki
kecendrungan lebih untuk mengalami masalah kesehatan sebagaiakibat dari terpanjannya
terhadap resikoatau memperoleh hasil dari masalahkesehatan yang lebih buruk dari kelompok
populasi lain secara keseluruhan.
Populasi berasal dari Bahasa latin yaitu populous (rakyat,berarti penduduk). Jadi populasi adalah
kumpulan indivudu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu Komunitas pada
populasi terlantar, Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai
dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai
tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat
umum.
Masalah kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya arus urbanisasi dari
daerah pedesaan ke kota-kota besar, sehingga terjadi kepadatan penduduk. Terbatasnya lapangan
pekerjaan, pengetahuan dan keterampilan menyebabkan mereka banyak yang mencari nafkah
untuk mempertahankan hidup dan terpaksa menjadi gelandangan. Gelandangan atau tunawisma
sering dikategorikan sebagai kelompok yang terisolasi, terpinggirkan, tidak beruntung dan
kelompok rentan. Definisi pemerintah tentang gelandangan atau tuna wisma yang dapat diterima
secara luas pada saat sekarang adalah orang yang kekurangan suatu tempat tinggal permanen
pada malam hari, atau yang memiliki tempat tinggal hanya pada saat malam hari sebagai tempat
bermukim sementara seperti pada fasilitas publik atau tempat– tempat pribadi / swasta yang tidak
dirancang sebagai akomodasi tempat tidur bagi manusia.
2. Definisi Populasi Terlantar
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk). Didalam pelajaran
ekologi, populasi adalah sekelompok individu yang sejenis. Apabila kita membicarakan populasi,
haruslah disebut jenis individu yang dibicarakan dengan menentukan batas – batas waktunya serta
tempatnya. Jadi, populasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan
waktu tertentu.
Populasi adalah sekelompok makhluk hidup dengan spesies yang sama, yang hidup pada suatu
wilayah yang sama dalam kurun waktu yang sama pula. Misalnya saja tanaman padi di
persawahan begitu juga dengan perumputan atau serangga yang ada. Ahli ekologi memastikan
dan menganalisis jumlah dan pertumbuhan dari populasi serta hubungan antara masing-masing
spesies dan kondisi lingkungan.
Sifat-sifat pada Populasi
a. Kerapatan atau kepadatan Kerapatan lazim digunakan pada tumbuhan, sedangkan
kepadatan biasanya digunakan pada manusia. Populasi organisme pada suatu daerah tidak
akan tetap dari waktu ke waktu berikutnya. Jika jumlah populasi suatu jenis berubah,
kepadatan populasinya juga akan berubah. Ada dua hal yang mempengaruhi perubahan
kepadatan populasi organisme pada suatu daerah.
b. Natalitas (angka Kelahiran) Natalitas atau angka kelahiran adalah angka yang menunjukkan
jumlah individu baru yang menyebabkan populasi bertambah per satuan waktu. Dengan
demikan, meningkatnya natalitas merupakan faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan
populasi.
c. Mortalitas (angka Kematian) Mortalitas atau angka kematian adalah angka yang menunjukkan
jumlah pengurangan individu per satuan waktu. Terjadinya kematian merupakan salah satu
faktor utama yang mengontrol ukuran suatu populasi. Populasi organisme pada suatu
ekosistem senantiasa mengalami perubahan. Perubahan tersebut ada yang tampak jelas dan
ada pula yang tidak jelas.
d. Perluasan atau penyebaran populasi. Perluasan atau penyebaran populasi adalah gerakan
individu – individu atau anak – anaknya kedalam atau keluar darerah dari populasi. Ada tiga
bentuk penyebaran populasi yaitu sebagai berikut :
1) Emigrasi yaitu gerakan keluar atau kepergian individu keluar dari batas – batas tempat
populasi sehingga populasinya berkurang.
2) Imigrasi yaitu gerakan kedalam batas – batas tempat populasi, sehingga populasi
bertambah. Migrasi yaitu berangkat (pergi) dan dating (kembai) secara periodik.

B. Etiologi
Kelompok masyarakat berisiko tinggi, karena berada dalam situasi dan kondisi yang kurang memiliki
kemampuan mempersiapkan diri dalam menghadapi risiko bencana atau ancaman bencana.
Penekanan pada “berisiko tinggi” karena kelompok jenis ini akan menanggung dampak terbesar dari
munculnya risiko bencana atau akan terdampak oleh sebuah ancaman bencana dibanding kelompok
masyarakat lain. Bahkan, dalam situasi normal saja, kelompok rentan sudah mesti dilihat menghadapi
risiko karena keterbatasan tertentu yang dimilikinya. Kelompok rentan ini bisa ada di dalam setiap
wilayah tertentu, suku, ras, dan agama, yang eksistensinya bisa saja disebabkan oleh kebijakan
pembangunan yang tidak adil, kepercayaan terhadap tradisi, agama dan kepercayaan tertentu yang
mendskriminasikannya.
Adapun penjelasan tiap golongan menurut ketentuan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Yogyakarta adalah sebagai berikut:
1. Cacat fisik
Cacat fisik adalah kelainan fisik, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan bagi penyandangnya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Jenis-jenis cacat
fisik meliputi:Cacat tubuh yaitu:
a. Cacat yang terjadi karena anggota tubuh tidak lengkap. Ketidaklengkapan ini merupakan
bawaan dari lahir, kecelakaan, maupun akibat penyakit yang menyebabkan terganggunya
mobilitas yang bersangkutan, misalnya: amputasi tangan, paraplegia, kecacatan tulang,
cerebral palsu.
b. Cacat rungu wicara yaitu: Kecacatan sebagai akibat hilangnya atau terganggunya fungsi
pendengaran dan atau fungsi bicara baik disebabkan oleh kelahiran, kecelakaan maupun
penyakit. Jenis kecacatan ini terdiri dari:
1) Cacat rungu dan wicara
2) cacat rungu
3) cacat wicara
c. Cacat netra yaitu: Cacat yang dialami seseorang sehingga terhambat mobilitas gerak yang
disebabkan oleh hilang atau berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran
2. Cacat Mental
a. Cacat mental retardasi adalah kecacatan karena seseorang yang perkembangan mentalnya
(IQ) tidak sejalan dengan pertumbuhan usia biologisnya.
b. Eks psikotik adalah kecacatan seseorang yang pernah mengalami gangguan jiwa.
3. Cacat Fisik dan Mental
Cacat ini juga disebut cacat ganda. Artinya seseorang memiliki kelainan pada fisik dan mentalnya

C. Manifestasi Kliniks
Mengemukakan bahwa standar kehidupan yang rendah ini secara langsung mempengaruhi tingkat
kesehatan, kehidupan moral dan rasa percaya diri mereka yang tergolong orang miskin. Mereka
diwarnai oleh mentalitas yang mendambakan pola kehidupan bebas tanpa diikat oleh norma-norma
sosial yang ada sehingga dengan pola pikir yang demikian mereka serasa bebas untuk memenuhi
setiap kehendaknya misalkan: kawin tanpa harus mengurus surat nikah, dengan begitu pun masyarakat
tidak ada yang menggunjingnya sebagai kumpul kebo. Kemiskinan sebagai realitas pada kaum tuna
wisma sebenarnya bukan sesuatu yang dikehendakinya. Unsur keterpaksaan lebih menunjukkan unsur
relevansinya. Hal-hal yang melatar belakangi tuna wisma atau gelandangan disebabkan faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: malas, tidak mau bekerja keras, mental yang tidak kuat,
sedangkan faktor eksternal yaitu: faktor ekonomi, geografi, sosial, pendidikan, kultural, lingkungan, dan
agama.

D. Patofisiologi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Gangguan Mental (Mental Disorder)


Untuk mendapatkan jawaban mengenai faktor faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
gangguan mental (mental disorder), maka yang perlu ditelusuri pertama kali adalah faktor dominan
yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Dalam hal ini, penulis merujuk pada pendapat 8
Kartini Kartono (1982:81), yang membagi faktor dominan yang mempengaruhi timbulnya gangguan
mental (mental disorder) ke dalam tiga faktor, yaitu:
1) Faktor Organis (somatic), misalnya terdapat kerusakan pada otak dan proses dementia.
2) Faktor-faktor psikis dan struktur kepribadiannya, reaksi neuritis dan reaksi psikotis pribadi yang
terbelah, pribadi psikopatis, dan lain-lain. Kecemasan, kesedihan, kesakitan hati, depresi, dan
rendah diri bisa menyebabkan orang sakit secara psikis, yaitu yang mengakibatkan
ketidakseimbangan mental dan desintegrasi kepribadiannya. Maka sruktur kepribadian dan
pemasakan dari pengalaman-pengalaman dengan cara yang keliru bisa membuat orang
terganggu psikisnya. Terutama sekali apabila beban psikis ternyata jauh lebih berat dan
melampaui kesanggupan memikul beban tersebut.
3) Faktor-faktor lingkungan (milieu) atau faktor-faktor sosial. Usaha pembangunan dan modernisasi,
arus urbanisasi dan industialisasi menyebabkan problem yang dihadapi masyarakat modern
menjadi sangat kompleks. Sehingga usaha penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan
sosial dan arus moderenisasi menjadi sangat sulit. Banyak orang mengalami frustasi, konflik
bathin dan konflik terbuka dengan orang lain, serta menderita macam-macam gangguan psikis.

E. Phatway

F. Penatalaksanaan

Pencegahan Gangguan Mental


Tujuan utama pencegahan gangguan mental adalah membimbing mental yangsakit agar menjadi sehat
mental danmenjaga mental yang sehat agar tetap sehat. Namun sebelumnya akan penulis paparkan
terlebih dahulu tentang pengertian pencegahan gangguan mental.
a)   Pengertian Pencegahan Gangguan Mental
Dalam dunia kesehatan mental pencegahan didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi dengan
cara yang positif dan bijaksana dari lingkungan yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian.
(Prayitno, 1994:205). Sementara AF. Jaelani (2000:87), berpendapat bahwa pencegahan
mempunyai pengertian sebagai metode yang digunakan manusia untuk menghadapi diri sendiri dan
orang lain guna meniadakan atau mengurangi terjadinya gangguan kejiwaan. Dengan demikian
pencegahan gangguan mental didasarkan pada upaya individu terhadap diri dan orang lain untuk
menekan serendah mungkin agar tidak terjadi gangguan mental sesuai dengan kemampuannya.
b)   Upaya pencegahan
Banyak para ahli yang memberikan metode upaya pencegahan mulai dari faktor yang
mempengaruhi sampai akibat yang ditimbulkan. Pada dasarnya upaya pencegahan ialah didasarkan
pada prinsip-prinsip kesehatan mental. Prinsipprinsip yang dimaksud adalah:
1. Gambaran dan sikap baik terhadap diri-sendiri Orang yang memiliki kemampuan mnyesuaikan
diri, baik dengan diri sendiri maupun hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam
lingkungan, serta hubungan dengan Tuhan. Hal ini dapat diperoleh dengan cara penerimaan
diri, keyakinan diri dan kepercayaan kepada diri-sendiri (Yahya, 1993:83).
2. Keterpaduan atau integrasi diri Berarti adanya keseimbangan antara kekuatan-kekuatan jiwa
dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah dalam hidup) dan kesanggupan mengatasi
ketegangan emosi (stres) (Yahya, 1993:84).
3. Pewujudan diri (aktualisasi diri) Merupakan sebuah proses pematangan diri dapat berarti
sebagai kemampuan mempengaruhi potensi jiwa dan memiliki gambaran dan sikap yang baik
terhadap diri-sendiri serta meningkatkan motivasi dan semangat hidup. Oleh karena itu, agar
terhindar dari gangguan mental, maka sedapat mungkin mengaktualisasikan diri dan
memenuhi kebutuhan dengan baik dan memuaskan (Kartono, 1986:231). Dengan demikian
upaya pencegahan dapat berhasil apabila manusia dapat berpotensi untuk menjadikan dirinya
sebagai yang terbaik dan tidak hanya pasrah pada kemampuan dasar manusia seperti
menggembangkan bakat dan sebagainya.
4. Kemampuan menerima orang lain 10 Melakukan aktivitas sosial dan menyesuaikan diri
dengan lingkunagn tempat tinggal. Lingkungan di samping sebagai faktor penyebab timbulnya
gangguan mental, juga memiliki peran penting dalam usaha mencegah timbulnya gangguan
mental. Sebab bagi individu yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan dan kesulitan dalam mengahadapi tuntutan dan
persoalan yang dapat terjadi setiap hari. (Syukur, 2000:13). Dalam ungkapan kata lain
disebtkan bahwa mereka yang tidak mempunyai ikatan status di masyarakat dan mereka yang
tidak mempunyai fungsi atau peran dalam masyarakat lebih mudah mengalami gangguan
kejiwaan. (Hawari, 1999:11). Sebagai upaya pencegahannya manusia sedapat mungkin
menghindarinya, yaitu dengan melakukan aktivitas sosial dalam masyarakat, dan lain
sebagainya.
5. Agama dan falsafah hidup. Dalam hal ini agama berfungsi sebagai therapy bagi jiwa yang
gelisah dan terganggu. Selain itu agama juga berperan sebagai alat pencegah (preventif)
terhadap kemungkinan gangguan mental dan merupakan faktor pembinaan (konstruktif) bagi
kesehatan mental. (Daradjat, 1975:80). Dengan keyakinan beragama, berarti seseorang telah
hidup dekat dengan Tuhan serta tekun menjalankan agama. Pada akhirnya akan terwujud
kesehatan mental secara utuh. Sedangkan falsafah hidup merupakan wujud dari kumpulan
prinsip atau nilai-nilai. Sehingga setiap orang berusaha sesuai dengan ketentuannya. Dengan
demikian apabila seseorang memiliki falsafah hidup, maka akan dapat menghadapi
tantangannya dengan mudah (Fahmi, 1982:92).
6. Pengawasan diri Agar dapat terhindar dari gangguan mental, maka sedapat mukin melindungi
diri dari dorongan dan keinginan atau berbuat maksiat dengan mengawasi diri kita. Secara
umum orang yang wajar adalah orang yang mampu mengendalikan keinginannya dan mampu
menunda sebagian dari pemenuhan kebutuhannya, serta bersedia meninggalkan
kelezatankelezatan dengan segera, demi untuk mencapai keuntungan (pahala) yang lebih
lama sifatnya serta lebih kekal. (Fahmi, 1982:114). Manfaat lain dari pengawasan diri adalah
menghindarkan seseorang dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma dan
adat yang berlaku. Berdasarkan pada eksplorasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pencegahan gangguan mental dimaksudkan untuk mewujudkan kesehatan mental yang
didasarkan pada kemauan dan kemampuan setiap pribadi untuk merubah dari masalah yang
buruk agar menjadi baik.

G. Pengkajian

1. Kasus
Rw di dalam desa X memiliki 666 jiwa, terdiri dari 44 keluarga yang terdiri 20 orang balita 75
orang anak, 102 orang remaja, 380 orang dewasa, dan 45 orang lansia. Berdasarkan data
yang didapat bahwa masyarakat wilayah desa X memiliki pendpatan dibawah Rp.
1.000.000 /bulan, dengan mayoritas masyarakat bekerja sebagai serabutan. Dengan
masyarakat tercatat 48% orang dewasa yang mengalami sebagai gelandangan, 15% remaja
mengalami mental rendah, 10% balita yang mengalammi disabilitas fisik. Hal ini disebabkan
oleh factor ekonomi, pendidikan rendah dan juga kurangnya pelayanan kesehatan seperti
kader yang kurang aktif dalam menjalani program puskesmas dan kurang aktifnya
masyarakat dalam menjalani pelayanan masyarakat dikarang taruna. Masyarakat kurang
peduli terhadap agregat gelandangan, disabilitas fisik beserta keluarga tidak mengizinkan
keluarganya yang menglami mental rendah untuk keluar rumah. Daerah tempat tinggal
masyrakat wilayah desa X terkenal kumuh karena kurangnya kesadaran masyarakt akan
kebersihan.

2. Pengkajian
a. Dimensi fisik
1. Usia
Rw di dalam desa X memiliki 666 jiwa, terdiri dari 44 keluarga yang terdiri 20 orang
balita 75 orang anak, 102 orang remaja, 380 orang dewasa, dan 45 orang lansia
2. Fungsi fisiolgis
Dari data yang didapatkan masyarakat tercatat 48% orang dewasa yang mengalami
sebagai gelandangan, 15% remaja mengalami mental rendah, 10% balita yang
mengalammi disabilitas fisik
3. Dimensi fisik lingkungan
Daerah tempat tinggal masyrakat wilayah desa X terkenal kumuh karena kurangnya
kesadaran masyarakt akan kebersihan
4. Dimensi sosial
Masyarakat desa X banyak yang memiliki pindidikan rendah dan ekonomi rendah
serta kurangnya pelayanan kesehatan seperti kader yang kurang aktif dalam
menjalani program dipuskesmas dan kurang aktifnya masyarakat dalam menjalani
pelayanan masyarakat dikarang taruna.
5. Dimensi prilaku
Masyarakat kurang peduli terhadap agregat gelandangan, disabilitas fisik beserta
keluarga tidak mengizinkan keluarganya yang menglami mental rendah untuk keluar
rumah
6. Dimensi kesehatan
kurangnya pelayanan kesehatan seperti kader yang kurang aktif dalam menjalani
program dipuskesmas.

H. Analisa data

No Data penyebab Masalah


1 Pelayanan Kurang aktifnya Kurangnya program
Data subjektif: pelayanan kesehatan puskesmas dan
Dari hasil wawancara kurang aktifnya dari kader puskesmas pelayanan masyrakat
peyalanyan kesehatan dalam menjalani dan pelayanan dikarang taruna
program kesehatan. masyakat dikarang
Data objektif: taruna
Dari hasil creening di dapatkan bahwa
15% remaja mengalami mental rendah,
10% balita yang mengalammi disabilitas
fisik.
2 Pendidikan Akibat factor ekonomi Kuranganya
Data subjektif: banyak yang putus pengetahuan dan
Dari hasil wawancara banyak sekolah ekonomi rendah
masyarakat yang memiliki pendidikan
rendah akibat factor ekonomi
Data objektif:
Dari data yang di dapatkan masyarakat
tercatat 48% orang dewasa yang
mengalami sebagai gelandangan, 15%
remaja mengalami mental rendah

I. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah tingkat pengetahuan yang rendah
2. Masalah kesenjangan ekonomi pada resiko rentan gelandangan
J. Skoring diagnosa

No Diagnosa kriteria skor pembenaran

1  Sifat masalah 1/2  Bila tidak segera diatasi tidak aka ada
pelayanan progam kesehatan yang
baik
 Kemungkinan masalah dapat diubah 1  Penyelesaian masalah dapat
dikurangi tetapi bertahap karena tidak
mudah untuk mengubah prilaku
manusia yang dalam kasus ini adalah
permasalahannya adalah kurangnya
kesadaran masyarkat dan pelayanan
kesehatan
 Pontesial masalah untuk dicegah 3  Masalah ini dapat di atasi dengan
memotivasi pihak kader puskesmas
2 dan karang taruna terhadap
 Menjolnya masalah
pelayanan kesehatan
 Masalah ini dapat diatasi jika adanya
program pembinan dan pelatihan
kesehatan

2  Sifat masalah 2  Bila tidak segera ditangani maka


akan terjadi kesenjangan ekonomi
yang makin banyak dimasyarakat
 Kemungkinan masalah dapat diubah 3  Masalah ini dapat diatasi dengan
memotivasi masyarakat dalam
membuat karya
 Pontesial masalah untuk dicegah 3  Masalah ini dapat dicegah apabila
membuat progam usaha rumahan
untuk menambah ekonomi
 Menjolnya masalah 2  Masalah dapat dia atsi dengan
mendemostrasikan membuat krajinan
yang emiliki nilai jual tinggi
K. Rencana keperawatan
a. Rencana tindakan minggu ke-1
1. Lakukan survey dan observasi
2. Meminta izin pada ketua rw dan menjelaskan maksud, tujuan dan diskusi mengenai fenomena
geldangan yang ada di desa X
b. Rencana tindakan minggu ke-2
1. Melakukan rencana tindakan meliputi penyuluhan dan pelatihan tentang cara pendauran ulang
barang – barang yang dapat didaur ulang dan memiliki nilai jual di masyarakat.
c. Rencana tindakan minggu ke-3
1. Mendemostrasikan teknik membuat krajinan yang memiliki nilai ekonomi seperti membuat
dompet dari bungkus kopi, dll
2. Bekerja sama dengan dinas sosial tentang penjualan barang – barang yang dihasilkan.
d. Rencana tindakan minggu ke-4
Mengevaluasi ke masyarakat tentang perkembangan usaha ini dan hasil yang didapat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai