Anda di halaman 1dari 8

Model Hipotetik Peningkatan Kompetensi Profesional Guru

Anak Tunagrahita

Di Bandar Lampung

Oleh: Nova Yunandar

Mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan

Yunandanova@yahoo.com

ABSTRAK

Masaalah yang muncul adalah kompetensi profesional guru ATG rendah, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui model hipotetik peningkatan kompetensi profesional guru ATG. Penelitian
dilakukan dengan kajian teoritik dan empiris. Melalui tahap perencanaan pengembangan dengan
studi literatur dan studi lapangan, dan tahap pengembangan model hipotetik.
Hasil penelitian adalah model hipotetik berisi membuat skenario pelatihan meliputi: (1)
pembukaan sebagai pengantar pelatihan; (2) pretes tentang anak tunagrahita; (3) pemberian
materi pelatihan tentang penanganan anak tunagrahita; (4) postes tentang penanganan anak
tunagrahita, (5) penutup sebagai rangkuman. Mengembangkan lembar kerja guru, lembar kerja
guru disusun berdasarkan hasil studi pendahuluan dan hasil kajian teori yang digunakan dalam
melaksanakan pembelajaran anak tunagrahita. Mengembangkan format evaluasi tindakan dan
mengembangkan format pengamatan.
Tindakan dan pengamatan “act & observe”, mengacu pada skenario yang telah di susun dan
LKG, sekaligus dengan mealukan pengamatan dengan penjelasan sebagai berikut: sebelum
dilakukan tindakan, dilakukan pretes terhadap guru anak tunagrahita tentang kompetensi
profesional dalam penanganan ATG.
Kata kunci: kompetensi profesional, guru ATG

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Musfah, J (2012) kompetensi adalah kumpulan pengetahuan, perilaku dan keterampilan yang
harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan. Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar. Kompetensi
Profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam meliputi; a)
konsep, struktur, dan medote keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; b)
materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; c) hubungan konsep antar mata ajar yang terkait; d)
penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan e) kompetensi secara profesional
dalam konteks global dengan teap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Guru harus memiliki kompetensi menguasai materi pelajaraan, penguasaan profesional keguruan dan
pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkpribadian untuk melaksanakan tugasnya,
di samping itu guru harus mempunyai pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. Hal ini sesuai
dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional bahwa pendidikan daan tenaga kependidikan berkewajiban (1) menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis, (2) mempunyai komitmen
secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan, (3) memberi teladan dan menjaga nama
baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Harapan dalam undang-undang tersebut menunjukkan adanya perubahan paradigma pola pembelajaran
guru yang pada mulanya sebagai sumber infrmasi bagi siswa dan selalu medominasi kegiatan dalam
kelas berubah menuju paradigma yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran dan selalu terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa dalam
kelas. Kenyataan ini mengharuskan guru untuk selalu meningkatkan kemampuannya terutama
memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan keativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran.

Guru professional disemua jenis dan jenjang pendidikan dituntut memiliki kompetensi professional,
pedagogik, sosial dan kepribadian. Salah satu perwujudannya, di dalam proses pembelajaran guru
dituntut untuk menyelenggarakan pendidikan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberika ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fifik serta psikologis peserta
didik, (Permendikbud no 65 Tahun 2013)

Menurut kebijakan pemerintah, melalui UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 7
mengamanatkan bahwa pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dan berkelanjutan dengan menunjang tinggi
hak asasi manusia, nilai kegamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dank ode etik profesi. Di
simaping itu, menurut Pasal 20, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban
meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Peningkatan kemampuan professional guru dapat dikelompokkan menjadi dua macam pembinaan.
“pertama, pembinaan kemampuan pegawai melalui supervise pendidikan, program sertifikasi, dan tugas
belajar. Kedua, pembinaan komitmen pegawai melalui pembinaan kesejahteraannya” (Bafadal, 2003b:45)

Kompetensi profesional guru yang di maksud dalam penelitian ini mengacu pada Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan daan tenaga kependidikan
berkewajiban (1) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan
dialogis, (2) mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan dan, (3)
memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melaui tiga tahap yaitu: (1) studi pendahualuan, yaitu studi literature, (2)
pengembangan prototype kompetensi hipotetik profesional guru anak tunagrahita, dan (3) luaran
penelitian, yaitu dihasilkannya model hipotetik kompetensi profesional guru anak tunagrahita final. Berikut
gambar kerangka pikir.

Tahap I Studi Pendahuluan Tahap II Profesional Tahap III Tujuan


Pengembangan Penelitian

Studi Literatur: Penyempurnaan Model


Kompetensi Profesional
-Kajian Teori-teori guru ATG

-Kajian Konsep
-Kajian Penelitian yang
relevan
Model Final
Analisis Teman: Model Hipotetik Kompetensi
-Diskusi dan Profesional Guru ATG

-Tukar Pendapat

Evaluasi
Kajian empirik:
Pengembangan Kompetensi
Studi lapangan terhadap
kompetensi professional Profesional Guru ATG
guru ATG Fungsi Kompetensi Profesional:
- Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran
yang diampu
- Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif
- Menguasai standar kompotensi dan kompotensi dasar mata pelajaran atau bidang
pengembangan yang diampu
- Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif
- Memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan
diri.

Gambar 1: Kerangka Pikir Penelitian


Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian kompetensi professional guru anak tuagrahita, secara garis besar dilakukan melalui tahap,
yaitu:

1. Penilaian kondisi kompetensi professional guru anak tunagrahita. Faktual (Eksisting) dan studi
literature.
Penilaian terhadap kompetensi professional guru anak tunagrahita faktual terfokus pada aspek
kompetensi professional yang dimiliki oleh guru anak tunagrahita. Berdasarkan hasil wawancara
diperoleh informasi sebagai berikut:
a. Kompetensi professional anak tunagrahita
Kompetensi professional guru anak tunagrahita sangat terbatas yang meliputi rendahnya
kemampuan menguasai materi yang mendukung mata pelajaran, minimnya struktur, konsep dan
pola pikir keilmuan yang dimiliki guru anak tunagrahita.
b. Kajian toeritik

Deskripsi hasil kajian teoritik dikembangkan atas dasar teori belajar behaviorisme, teori belajar
kognitif sosial vigotsky, teori belajar Ausubel, teori belajar Kontruktivisme dan Humanistik.

Menurut Utami, Purnomo, dan Rizal (2016) teori behavioristik menyatakan belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adaya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan
kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon
(Suryadi, 2016). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menujukkan perubahan
tingkah lakunya (Rahmat, Smith, dan Rahim, 2016). Menurut teori ini yang terpenting adalah
masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa (Umar, dan Sulandjari, 2016)
misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara – cara tertentu, untuk
membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut (Budiningsih, 2005). Teori Vygotsky ini lebih
menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Pengetahuan dan perkembangan kognitif
individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu
bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya
peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya (Budiningsih, 2005).
Vygotsky (Baharuddin dan Wahyuni, 2007) mengemukakan bahwa belajar dimulai ketika seorang
anak dalam perkembangan zone proximal, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh seorang anak
ketika melakukan perilaku sosial. Zone ini juga dapat diartikan sebagai seorang anak yang tidak
dapat melakukan sesuatu sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa.
Dalam belajar, zone proximal ini dapat dipahami sebagai selisih antara apa yang bisa dikerjakan
seseorang dengan kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa.
Dalam teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara kognitif dengan sosial budaya.
Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan
dalam bentuk kerja sama antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah
bimbingan guru (Isjoni, 2010).
Menurut teori belajar Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajaran (instructional
content) sebelumnya idefinisikan dan dipresentasikan denngan baik dan tepat kepada siswa
(advance organizers). Teori belajar konstruktivistik memahami belajar sebagai proses
pembentukkan/konstruk pengetahuan oleh si belajar itu sendiri (Wahyuni, Darsono, dan Pargito,
2016). Dalam aliran konstruktivistik pengetahuan dipahami sebagai suatu pembetukkan yang
terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman – pemahaman baru (Febrianti, 2016). Pengetahuan bukanlah kemampuan fakta dari
suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seorang terhadap
objek, pengalaman, maupun lingkungannya (Siregar, 2016).
Sedangkan menurut pandangan teori belajar humanistik proses belajar dilakukan dengan
memberikan kebebasan yang sebesar – besarnya kepada individu. Si belajar diharapkan dapat
mengambil keputusannya sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan – keputusan yang
diambilnya (Gredler, 2013).
Pada hakekatnya menurut paradigma behavioristik, belajar merupakan transmisi pengetahuan
dari expert ke voice (Daryanto, 2013). Berdasrakan konsep ini, peran guru adalah menyediakan
dan menuangkan informasi sebanyak – banyaknya kepada siswa. Sedangkan menurut paham
konstruktivistik, belajar merupakan hasil konstruksi sendiri (pebelajar) sebagai hasil interaksinya
terhadap lingkungan belajar (Muhtadin, 2016).

2. Pengembangan Prototipe Model Peningkatan kompetensi Profesional Guru Anak Tunagrahita


Berdasarkan kajian teori, maka dihasilkan prototipe model hipotetik peningkatan kompetensi
professional guru anak tunagrahita, yaitu:
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan peningkatan kompetensi profesional guru anak tunagrahita meliputi:
1) Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan berupa studi lapangan dan studi literature, studi literature peneliti
mengkaji teori-teori atau konsep yang berhubungan dengan kompetensi profesional guru
anak tunagrahita yang dimiliki oleh guru serta hasil penelitian yang relevan. Studi lapangan
dilakukan untuk menemukan kompetensi profesional guru anak tunagrahita yang perlu di
tingkatkan.
a. Model Hipotetik Kompetensi Profesional Guru Anak Tunagrahita
a. Merencanakan Pelatihan
Dalam merencanakan pelatihan peneliti melakukan studi pendahulan ke sekolah-sekolah
dasar anak tunagrahita untuk memperoleh masukan dari kepala sekolah tentang materi
pelatihan yang diperlukan oleh para guru anak tunagrahita
b. Menentukan Pokok Bahasan atau Materi Pelatihan
Dari hasil studi pendahuluan tersebut di atas dapat ditentukan pokok bahasan materi
pelatihan guru yang meliputi: (1) pengertian anak tunagrahita, (2) karakteristik anak
tunagrahita (3) strategi penanganan anak tunagrahita, (4) strategi pelayanan anak
tunagrahita.
c. Mengembangkan Skenario Pelatihan
Dalam mengembangkan skenario pelatihan meliputi:
1. Skenario Pelatihan
Skenario pelatihan meliputi: (1) pembukaan sebagai pengantar pelatihan, (2) Pretes tentang
anak tunagrahita, (3) pemberian materi pelatihan tentang pembelajaran dalam penanganan
anak tunagrahita, (4) postes tentang pembelajaran anak tunagrahita, (5) penutup sebagai
rangkuman.
2. Mengembangkan Lembar Kerja Guru
Lembar kerja guru disusun berdasarkan hasil studi di pendahuluan dan hasil kajian
teori.
3. Mengembangkan Format Evaluasi Tindakan
Mengembangkan format evaluasi tindakan mengacu pada skenario yang telah disusun
dan LKG
4. Mengembangkan Format Pengamatan
Mengembangkan format pengamatan mengacu pada skenario yang disusun dan LKG
d. Model Hipotetik Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Anak tunagrahita
Berikut adalah model hipotetik peningkatan profesional guru anak tunagrahita

Perencanaan

Studi Lapangan dan Studi Literatur

Model Hipotetik Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Anak Tunagrahita

Merencanakan Pelatihan

Menentukan Pokok Bahasan atau Materi 1. Skenario Pelatihan


Pelatihan 2. Mengembangkan
Lembar Kerja Guru
3. Mengembangkan Format
Mengembangkan Skenario Pelatihan Evaluasi tindakan
4. Mengembangkan Format
Pengamatan
Model hipotetik Peningkatan Kompetensi
Profesional Guru anak Tunagrahita
SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis pendahuluan diperoleh temuan bahwa belum ada model faktual peningkatan
kompetensi profesional guru anak tunagrahita di Bandar lampung. Berdasarkan kajian dari sisi teknologi
pembelajaran dan studi literatur (lapangan) maka dihasilkan model hipotetik peningkatan profesional guru
anak tunagrahita.

DAFTAR PUSTAKA

Bafadal, Ibrahim (2003). Peningkatan Profesional guru Sekolah Dasar Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara.

Baharuddin dan Wahyuni, N. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media Group: Yogjakarta
Gredler, M. E. (2013). Learning and instruction: Teori dan aplikasi
(edisi keenam). Kencana Prenada Media Group: Jakarta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta

Daryanto. (2013). Strategi dan Tahapan Mengajar (Bekal Keterampilan Dasar Bagi Guru). Bandung: Cv Yrama
Widya.

Febrianti, W. A. (2016). Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Menumbuhkan Sikap Rasa Ingin
Tahu Dan Percaya Diri Serta Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Doctoral dissertation, FKIP UNPAS).

Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Alfabeta: Bandung.

Kemendikbud. (2013). Permendikbud No.65 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Muhtadin, M. (2016). Pengaruh Pelaksanaan Praktik Secara Terintegrasi Terhadap Prestasi Belajar Dasar–Dasar
Otomotif Siswa Kelas X Jurusan Teknik Kendaraan Ringan Smk Piri 1 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 (Doctoral
dissertation, UNY).

Musfah,Jejen. (2011). Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik.
Jakarta: Kencana.
Rahmat, A., MB, Smith., dan M, Rahim. 2015. Perilaku Hidup Sehat dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar
(Jurnal). Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
Siregar, J.(2016). Penerapan Metode Simulasi Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Pkn Siswa Di Sd
Negeri 187/Iv Kota Jambi.

Suryadi, S. (2016). Peranan Perkembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Kegiatan Pembelajaran Dan
Perkembangan Dunia Pendidikan. Informatika, 3(3), 63-75.
UNDANG-UNDANG NO.14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN

Utami, A. C., Purnomo, E., & Rizal, Y. (2016). Efektivitas Vct Dan Ctl Dalam Menumbuh Kembangkan Sikap
Terhadap Wirausaha Siswa. Jee (Jurnal Edukasi Ekobis), 4(4).

Wahyuni, L. N. (2013). Kompetensi Pedagogik Guru di Taman Kanak-kanak Labschool Unesa. Jurnal Mahasiswa
Teknologi Pendidikan, 1(1).
Siregar, J.(2016). Penerapan Metode Simulasi Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Pkn Siswa Di Sd
Negeri 187/Iv Kota Jambi.

Suryadi, S. (2016). Peranan Perkembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Kegiatan Pembelajaran Dan
Perkembangan Dunia Pendidikan. Informatika, 3(3), 63-75.
UNDANG-UNDANG NO.14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN

Utami, A. C., Purnomo, E., & Rizal, Y. (2016). Efektivitas Vct Dan Ctl Dalam Menumbuh Kembangkan Sikap
Terhadap Wirausaha Siswa. Jee (Jurnal Edukasi Ekobis), 4(4).

Wahyuni, L. N. (2013). Kompetensi Pedagogik Guru di Taman Kanak-kanak Labschool Unesa. Jurnal Mahasiswa
Teknologi Pendidikan, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai