PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
Disertasi
Doktor
Program Studi
Pendidikan Matematika
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dosen pasal 1 (2) menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dengan demikian, jelas bahwa guru
Standar peran guru cukup kompleks dan dinamis, sehingga terdapat berbagai
pedoman bagi guru agar tercipta iklim pembelajaran yang efektif dan kondusif.
Kompetensi yang wajib dikuasai oleh guru minimal meliputi kompetensi pedagogik,
Upaya dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, guru adalah target
utama yang diperioritaskan sebagai subjek dalam proses pembelajaran. Guru yang
profesional adalah guru yang kompeten, yakni yang memenuhi standar kompetensi
yang telah ditetapkan berdasarkan aturan dan kebijakan yang berlaku dalam suatu
sistem pendidikan. Dengan kata lain, guru wajib memiliki kompetensi yang
dimiliki, dihayati, dan dikuasi oleh guru dalam melaksanakan keprofesionalan (UU
RI No. 14 Tahun 2006, tentang guru dan Dosen, pasal 1 ayat 10). Sehingga,
kompetensi yang perlu dimiliki adalah kompetensi yang utuh serta integratif sebagai
28 (3), yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, pengembangan diri yang baik;
pembelajaran; serta kemauan dan kemampuan lain yang terkait dengan tugas dan
tanggung jawab.
Salah satu bentuk pembinaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah
pelatihan. Pelatihan guru yang berkualitas dapat menghasilkan guru yang kompeten
Masalah yang muncul adalah pelatihan seperti apa yang dapat menjamin peningkatan
Pertanyaan ini muncul sebagai akibat dari relevansi riset yang telah dilakukan
guru adalah pelatihan (Hermanto & Santika, 2016; Yanto, Fatchiya, & Anwas,
2017) . Dalam pelaksanaanya, pelatihan guru yang telah dilaksanakan selama ini oleh
pelatihan klasikal. Adapun strategi yang diterapkan dalam model tersebut disesuaikan
pada materi dan peserta pelatihan, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
model khusus yang digunakan dalam pelatihan guru selama ini. Fakta tersebut
menjadi dasar bahwa penelitian ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelatihan
erat dengan kualitas proses dan hasil sebuah pelatihan. Dengan kata lain, yang
memiliki peran utama dalam pelatihan ini ialah terletak pada model pelatihan yang
digunakan. Oleh karena itu, berbagai faktor terkait kompetensi dan pelatihan
dijadikan tolok ukur dalam merumuskan model yang tepat sesuai kebutuhan guru.
Guru tidak hanya pendidik, namun juga pemimpin yang berperan penting
mengembangkan norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal inilah yang menjadi
poin penting dalam kompetensi kepribadian bagi guru. Sedangkan urgensi dari
kompetensi pedagogik terletak pada substansi materi ajar serta tindakan yang reflektif
guru dalam proses pembelajaran pada bidang studi masing-masing. Oleh karena itu,
secara tidak langsung terdapat kaitan antara moral dan kompetensi kepribadian dan
sosial guru.
Sejalan dengan hal tersebut, maka penulis hendak meneliti lebih lanjut terkait
professional guru yang nantinya diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi dalam
pengembangan terkait.
B. Rumusan Masalah
masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana proses dan hasil pengembangan
C. Tujuan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Produk utama dari hasil penelitian ini adalah model pelatihan guru
studi lainnya.
3. Keseluruhan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber kajian
professional.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
Masalah utama yang selalu menjadi perhatian utama adalah hubungan antar
bersosialisasi dengan orang lain menjadi penting untuk dipelajari, baik itu di
rumah, sekolah, tempat ibadah, ataupun lingkungan masyarakat. Hal ini menjadi
landasan utama pemikiran bahwa belajar dan kebutuhan adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, sehingga belajar kini tak mengenal usia ataupun dimana tempat
menimba ilmu melainkan kesiapan dan kesadaran diri untuk membenahi serta
belajar perlu difokuskan, sehingga dalam proses dan hasil dari belajar terstruktur
dengan jelas. Konsep teori belajar tak lepas dari paradigma pemikiran para ahli
motivasi dan kontekstual (Schunk, 2012). Kemudian, pandangan ahli tentang teori
belajar diklasifikasikan menjadi : teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif,
teori belajar humanistic, teori belajar konstruktivisme dan teori belajar sibernetik.
kemampuan professional guru, maka akan dibahas dan diuraikan lebih lanjut
mengenai beberapa teori yang mendukung yakni teori belajar humanistic oleh
Maslow, teori belajar kognitif sosial oleh Albert Bandura kemudian dilanjutkan
Istilah belajar tidak terbatas pada usia, tempat ataupun gender. Dalam
pengetahuan yang lahir dari berbagai hasil riset, studi dilakukan terhadap orang
pedagogy diartikan sebagai memimpin anak. Istilah pedagogi telah jauh lebih
lama digunakan yakni sejak zaman Yunani kuno, sedangkan istilah andragogy
pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Kapp pada tahun 1833 yang
mereka. Ketiga, orang dewasa, menaruh minat yang lebih besar terhadap sesuatu
yang berkaitan dengan pribadi atau pekerjaannya. Dan yang keempat, orang
yang mandiri, (b) pengalaman pelajar dewasa (adult learner experience) yakni
pengalaman tersebut menjadi sumber utama dalam belajar, (c) kesiapan belajar
pembelajaran yang berpusat pada masalah atau kinerja, dan (e) motivasi belajar
(motivation to learn) seorang pembelajar dewasa adalah berasal dari dalam
Jika dalam proses pembelajaran yang digunakan pada asumsi pedagogy sangat
sederhana, yaitu: pendidik menyampaikan materi belajar kepada peserta didik dan
peserta didik menerima saja apa yang disampaikan oleh pendidik, dalam
andragogy tidaklah demikian. Dibutuhkan daur belajar yang lebih kompleks yang
kepada peserta yang lain untuk kemudian diolah menjadi pengetahuan baru. Bila
digambarkan dengan skema maka daur belajar andaragogi adalah sebagai berikut:
menerapkan mengalami
menyimpulkan mengungkapkan
menganalisis
pembelajaran diawali dengan proses mengalami. Pada tahap ini peserta diajak
untuk mencoba mengalami situasi yang akan dijadikan sebagai dasar dalam
dengan apa yang mereka alami pada tahap sebelumnya. Setelah tahap ini
pengetahuan yang mereka dapatkan. Dari hasil analisis inilah, peserta kemudian
masuk ke tahap berikutnya, yaitu menyimpulkan apa yang menjadi hasil belajar
berkutnya. Ketika mereka sampai pada tahap menerapkan, peserta berada kembali
Dengan daur belajar seperti di atas, peran peserta adalah melibatkan diri
fasilitasi itu diantaranya adalah menciptakan iklim belajar yang kondusif yang
trainer harus dapat mengidentifikasi isi materi dan teknik pematerian yang sesuai
pribadi dan pekerjaan sebagai pengalaman yang dapat dijadikan sumber belajar
merupakan hal penting yang dapat mengembangkan potensi maksimal dan untuk
2012).
yang mewakili untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya (Maslow & Frager,
aktualisasi diri.
Pertama, kebutuhan fisiologis termasuk makanan, air, dan oksigen. Kebutuhan ini
Kedua, kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan dipenuhi jika kebutuhan
pertama yakni fisiologi telah terpenuhi. Pada anak-anak, kebutuhan rasa aman jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Pada orang dewasa, kebutuhan
ini hanya terjadi saat dalam keadaan darurat, bencana atau dalam tatanan struktur
sosial masyarakat.
Moslow mengungkapkan bahwa setiap orang akan mencari cara untuk mengatasi rasa
lain, dipercaya oleh orang lain, dan stabil diri. Ketika kebutuhan ini sudah dicapai
maka tingkat percaya diri seseorang tersebut juga akan meningkat dan memiliki harga
diri yang tinggi. Hal ini akan berpengaruh terhadap peran sosial dan aktivitas
seseorang dalam interaksi sosial. Apabila kebutuhan ini tidak tercapai, maka akan
menyebabkan depresi, kurangnya rasa percaya diri, harga diri rendah, dan merasa
oleh manusia dan akan menjadi penyebab penyakit mental apabila salah satu
diantaranya tidak terpenuhi (Maslow & Frager, 1981). Pada tingkat tertinggi
merupakan manifestasi dari kebutuhan seseorang, dengan kata lain pikiran seseorang
akan turut mempengaruhi perilaku dalam proses pembelajaran. Teori kognitif sosial
2004, 2011).
terjadi antara pengalaman lingkungan dan perilaku (Bandura, 1997, 2010). Sehingga
utama yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya seperti pada gambar
berikut :
Perilaku
Person/Kognitif Lingkungan
Alur dalam model teori kognitif Bandura tersebut terlihat bahwa adanya
kompetensi professional guru berbasis moral yang berkaitan dengan psikologi sosial.
Pada gambar 3, kognisi mempengaruhi perilaku. Hal ini dapat direpresentasikan pada
kasus guru di kelas, dalam proses pembelajaran misalnya, dalam menyusun strategi
pemecahan masalah matematika, diperlukan suatu pengetahuan (kognisi) mendalam
pengambilan keputusan yang tepat (perilaku) bahwa strategi apa yang seharusnya
diri dan penuh dengan energy positif dalam dirinya tentang seberapa jauh
kemampuannya (kognitif).
ini akan berdampak pada pencapaian kemampuan para pendidik yang mengikuti
mendidik.
para pendidik, maka akan lebih banyak lagi instansi/sekolah yang turut
menyebarluaskannya.
Kognisi mempengaruhi lingkungan, ekspektasi penyelenggara program
pembinaan tersebut, berdasarkan perencanaan yang matang oleh kepala sekolah dan
para pendidik sehingga memungkinkan program tersebut berjalan dengan baik dan
pendiri program pembinaan pelatihan guru serta menyediakan berbagai layanan tutor
memiliki tujuan sesuai dengan teori kognitif sosial Bandura bahwa untuk
meningkatkan kemampuan diri dalam hal ini yang dimaksud adalah kompetensi
kesadaran atau keyakinan bahwa dirinya mampu menguasai situasi dan menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan lingkungan. Kemampuan ini kemudian
berkaitan dengan aktualisasi diri dari Maslow yang menekankan kesadaran diri
4. Kecerdasan Moral
dalam kelas, atau seperti apa guru berperilaku, memberi aturan dan bagaimana cara
berkomunikasi yang benar bahkan memberikan nilai dengan adil kepada siswa
perkembangan moral anak yakni tahap pertama disebut heteronomous moralitas, dan
tahap kedua disebut otonom moralitas (Moreno, 2015). Tahap pertama heteronomous
dimulai dari tahap sensorimotorik (usia 0-2 tahun) kemudian dilanjutkan pada tahap -
otonom moralitas dimulai pada saat anak memasuki tahap perkembangan kognitif
operasional konkret (usia 7-11 tahun) hingga operasional formal (usia 11 tahun ke
atas) (Moreno, 2015; L. Nucci, Narvaez, & Krettenauer, 2014; L. P. Nucci, 2009).
Dengan kata lain bahwa konsep perkembangan moral seseorang menurut Piaget
yang bergerak dari tahapan satu ketahapan selanjutnya dan akan mengalami
perkembangan hanya apabila telah mengalami konflik kognitif akibat tidak mampu
menjelaskan atau memecahkan masalah menggunakan skema yang saat ini ia miliki
(Clarken R, Rivenbark, 2005; Moreno, 2015; Pfister, Wirth, Weller, Foerster, &
Schwarz, 2018).
memfokuskan pada moral anak, sedangkan Kohlberg tidak hanya pada anak
melainkan penelitiannya dilakukan pula pada kalangan remaja dan orang dewasa.
Selain itu, Kohlberg mengajukan tiga tingkat utama dari moral : penalaran pra-
kapasitas yang diperlukan bagi berlangsungnya moral yang efektif diantaranya: (a)
sensitivitas moral, (b) pertimbangan moral, (c) motivasi moral dan komitmen, (d)
karakter moral dan kecakapan. Model keempat komponen ini berasumsi bahwa
kognitif dan afektif terjadi bersamaan disemua bidang pelaksanaan fungsi moral (L.
Nucci et al., 2014). Maka, tindakan moral bukan hanya sekadar hasil dari proses
afektif dan proses kognitif terpisah yang bekerja sebagai bagian dari sebuah interaksi.
Sebaliknya keempat komponen tersebut merupakan perpaduan dari proses afektif dan
kognitif.
Kajian Pustaka
1. Tahap Analysis
model pelatihan mahasiswa PPG/ Calon guru profesional berbasis moral dan
diantaranya: model pelatihan, teori pendukung, materi pelatihan dan iklim pelatihan
2. Tahap Design
tahap ini adalah untuk menyiapkan rancangan model pelatihan yang akan
diintegrasikan mahasiswa PPG/ Calon guru profesional. Tahap ini meliputi langkah-
3. Tahap Development
pelatihan yang digunakan untuk penyampaian isi atau materi program pelatihan dari
pelatihan yang sudah ada meliputi buku panduan, silabus, skenario kegiatan
pembelajaran dan modul, format yang digunakan sesuai dengan format modul
1) Komponen Model
(a) Sintaks
berikut :
peserta
3. Membimbing pelatihan
hubungan dua-arah antara (F-P, P-P, P-F) seperti pada gambar berikut :
Pelatih
(Fasilitator
)
2. Menyediakan sumber belajar yang relevan dalam hal ini adalah modul
pelatihan.
proses moral.
berikut:
pelatihan.
diantaranya:
Berikut gambar kerangka model pelatihan mahasiswa PPG/ Calon guru profesional
Pengembanganmodel
modelpelatihan
pelatihanPGBM
PGBM
Pengembangan
Peserta
Pesertapelatihan
pelatihan Teori-teori
Teori-teori pada
pada
Komponen
Komponen (analisis
(analisiskinerja) materi pelatihan Analysis
kinerja) materi pelatihan
Model
Model (analisis
Fasilitator (analisis
Fasilitator
kebutuhan)
kebutuhan)
Perancangan
PerancanganModel
Model Instrumen
Instrumen Evaluasi
Evaluasi
Pelatihan:
Pelatihan: proses pelatihan:
proses pelatihan:
Buku
BukuPanduan
Panduan Instrumen
Instrumen
Isi
Isi Model
Model kevalidan,
kevalidan, Design &
Model
Model Modul
ModulPelatihan
Pelatihan keefektifan
keefektifan dan
dan Develop
Silabus
Silabus kepraktisan
kepraktisan model
model
Skenario
SkenarioKegiatan
Kegiatan pelatihan
pelatihan PGBM
PGBM
Pembelajaran
Pembelajaran
Pelaksanaan
Pelaksanaan Evaluasi
Evaluasiprogram
program
Proses
Proses pelatihan: pelatihan:
pelatihan: Implementatio
pelatihan: Tes
model
model Tesobjektif
objektifdan
dan n & Evaluation
Teori
Teori kinerja
kinerja
Praktek
Praktek
Tujuan
Tujuan Model
Model pelatihan
pelatihan PGBM
PGBM memenuhi
memenuhi
kriteria
kriteria valid,
valid, praktis
praktis dan
dan efektif
efektif
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
mengajar. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and
Development) versi kombinasi ADDIE dan Dick and Carey, dengan asumsi bahwa
metode ini digunakan untuk menghasilkan produk berupa buku panduan dan materi
pelatihan model PGBM dan dilakukan pengujian terhadap materi atau model tersebut.
B. Subjek Penelitian
Fokus utama penelitian ini adalah moral. Sedangankan variable lain yang
diperhatikan atau dilibatkan adalah variable (1) gambaran kecerdasan moral guru, (2)
keefektifan normatif model, yakni kesesuaian antara model pelatihan secara teoritis
dengan implementasinya di lapangan, dan (3) keefektifan korelatif model yang dapat
1. Perangkat Pelatihan
d. Respon Peserta
e. Respon Instruktur
f. Lembar Evaluasi
2. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu:
sebagai berikut :
MODEL PELATIHAN
BERBASIS MORAL (PGBM)
ANALISIS KEBUTUHAN
PELATIHAN
DESAIN MODEL
PELATIHAN Prototipe
PENGEMBANGAN
MODEL PELATIHAN
VALIDASI AHLI
IMPLEMENTASI
PROGRAM PELATIHAN
Tidak
VALID REVISI
EVALUASI MODEL
PELATIHAN
Ya
Prototipe
UJI COBA
1,2,3
: Proses Kegiatan
: Syarat Produk
: Hasil Kegiatan
4. Tahap Implementasi
yang telah dibuat dalam situasi nyata, yakni uji coba perorangan yang melibatkan 3
orang mahasiswa PPG, uji coba kelompok kecil yang melibatkan 7 orang mahasiswa
PPG, dan uji coba lapangan yang melibatkan 30 orang mahasiswa PPG.
5. Tahap Evaluasi
Setelah dilakukan uji coba, tahap berikutnya adalah mempelajari apakah produk
model pelatihan PGBM sudah sesuai dengan tujuan yang ditentukan sebelumnya
dalam hal ini meningkatkan kompetensi professional mahasiswa calon guru untuk
pada tahap ini dilakukan klarifikasi data yang didapat dari instrumen penelitian
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H Freeman
and Co.
Bandura, A. (2010). Self-Efficacy. In The Corsini Encyclopedia of Psychology (pp.
1–3). https://doi.org/10.1002/9780470479216.corpsy0836
Clarken R, Rivenbark, L. (2005). Moral Intelligence Holistic Ed. HRMagazine, 50,
179–180.
Clarken, R. H. (2009). Moral Intelligence in schools. Moral Intelligence, 1–9.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Hermanto, R., & Santika, S. (2016). Analisis hasil uji kompetensi guru matematika
sekolah menengah pertama ( SMP ) di Kota Tasikmalaya. 2(2), 135–142.
Knowles, M. S. (1978). Andragogy : Adult Learning Theory in Perspective. 9–20.
Knowles, M. S. (1984). The Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy to
Andragogy. New York: Cambridge Book Co.
Mahasneh, A. M. (2014). The Level of Moral Competence Among Sample of
Hashemite University Students. Canadian Social Science, 10(1), 159–164.
https://doi.org/10.3968/j.css.1923669720141001.4096
Maslow, A. H., & Frager, R. (1981). Motivation und Persönlichkeit // Motivation and
personality.
Moreno, R. (2015). Educationmal Psychology. PhD Proposal, 1.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Nucci, L., Narvaez, D., & Krettenauer, T. (2014). Handbook of moral and character
education. In Handbook of Moral and Character Education.
https://doi.org/10.4324/9780203114896
Nucci, L. P. (2009). Education in the Moral Domain. Education in the Moral
Domain. https://doi.org/10.1017/cbo9780511605987
Pfister, R., Wirth, R., Weller, L., Foerster, A., & Schwarz, K. (2018). Taking
shortcuts: Cognitive conflict during motivated rule-breaking. Journal of
Economic Psychology, (August 2017).
https://doi.org/10.1016/j.joep.2018.06.005
Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan (Second). Jakarta: Pranadamedia Grup.
Santrock, J. W. (2011). Educational Psychology. New York: McGraw-Hill Higher
Education.
Schunk, D. (2012). Learning Theories: An Educational Perspective (6th ed.; P. Smith
& M. Buchholz, eds.). Boston: Pearson Education.
Smith, M. (2002). Malcolm Knowles, informal adult education, self-direction and
andragogy. The Encyclopedia of Informal Education. Retrieved from
http://www.infed.org/thinkers/et-knowl.htm
Willemse, M., Lunenberg, M., & Korthagen, F. (2008). The moral aspects of teacher
educators’ practices. Journal of Moral Education, 37(4), 445–466.
https://doi.org/10.1080/03057240802399269
Yanto, N., Fatchiya, A., & Anwas, O. M. (2017). Analisis kompetensi pedagogik dan
profesional guru . . . 5, 123–140.