Anda di halaman 1dari 22

TUGAS REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT


DAN KELAMIN

GONORE

Pembimbing:
dr. Lilik Karsono, Sp. KK
NIP. 19691009 198801 1 001

Disusun Oleh :
Ghalia Yasmin G4A018046
Kus Patrisia Brilianti G4A019008
Alfredo Fernanda G4A019021

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
PURWOKERTO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS REFERAT
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT
DAN KELAMIN

GONORE

Disusun Oleh :
Ghalia Yasmin G4A018046
Kus Patrisia Brilianti G4A019008
Alfredo Fernanda G4A019021

Disusun dan diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan


untuk mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah
Jurusan Kedokteran UmumFakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Telah diterima dan disahkan pada


Purwokerto, Juni 2020

Pembimbing

dr. Lilik Karsono, Sp. KK


NIP. 19691009 198801 1 001

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi .............................................................................................. 3
B. Epidemiologi ..................................................................................... 3
C. Etiolgi ................................................................................................ 4
D. Patofisiologi ....................................................................................... 5
E. Manifestasi Klinis .............................................................................. 6
F. Penegakkan Diagnosis ....................................................................... 8
G. Diagnosis Banding ........................................................................... 11
H. Penatalaksanaan ............................................................................... 13
I. Pencegahan ...................................................................................... 14
J. Komplikasi ...................................................................................... 15
K. Prognosis ......................................................................................... 16
III. KESIMPULAN ..................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 18

iii
1

I. PENDAHULUAN

Gonore merupakan suatu infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan


oleh bakteri Neisseria goonorrheae, sebuah bakteri Gram-negatif, aerobik,
berbentuk diplokokus. Gonore merupakan penyakit menual seksual yang
menjangkit laki-laki maupun perempuan, terutama remaja dan dewasa muda. Pada
pasien dewasa, infeksi gonokokus dapat menyerang genitalia, anus, maupun faring
(Kang et al., 2020). Transmisi gonore relatif mudah terjadi melalui hubungan
seksual pervaginam, peroral, maupun peranal. Transmisi via penis-ke-vagina
diperkirakan mencapai 50% per aktivitas seksual, sedangkan transmisi via vagina-
ke-penis kira-kira sebesar 20% aktivitas seksual. Probabilitas infeksi melalui
aktivitas seksual tanpa pengaman peroral (63% transmisi uretra-ke-faring dan 9%
transmisi faring-ke-uretra) dan peranal (84% transmisi uretra-ke-rektum dan 2%
transmisi rektal-ke-uretral) juga telah diperkirakan melalui model matematik
(Kirkcaldy et al., 2019). Gonore juga dapat ditransmisikan secara vertikal dari ibu
ke anak selama proses kelahiran pervaginam, yang bermanifestasi sebagai infeksi
mata inflamatorik (oftalmia neonatorum) (Kang et al., 2020).
Gonore merupakan infeksi tersering kedua di dunia setelah infeksi klamidia
yang berpengaruh besar terhadap morbiditas dan pengeluaran biaya ekonomi
(Kemenkes, 2016). WHO (2018) melaporkan bahwa perkiraan prevalensi global
yang terhimpun pada kasus gonore per tahun 2016 berkisar antara 0,9% pada
perempuan dan 0,7% pada laki-laki, dengan perkiraan jumlah kasus yang
dilaporkan mencapai 30,6 juta kasus. Angka ini meningkat dibandingkan tahun
2012 yang melaporkan prevalensi gonore sebesar 0,8% pada wanita dan 0,6% pada
laki-laki (Rowley et al., 2019). Rerata penyakit pada kebanyakan negara tidak
diketahui secara pasti karena inadekuasi sistem pelaporan dan surveilans yang ada,
namun diperkirakan bahwa angka kejadian penyakit dan komplikasinya didapatkan
tertinggi di negara-negara berkembang Afrika, Asia, dan Amerika Latin (Griffiths
et al., 2020). Situasi kejadian gonore di Indonesia tidak didokumentasikan dengan
baik dalam satu dekade terakhir, namun terdapat pustaka yang menyebutkan bahwa
urethritis gonore menempati urutan pertama IMS dengan prevalensi 7,4-50% dari
keseluruhan IMS (Putranti et al., 2018).
2

Gonore, bersama dengan infeksi menular seksual lainnya, meningkatkan


beban kesehatan dan ekonomi secara keseluruhan. Infeksi gonokokal tanpa
komplikasi biasanya bermanifestasi sebagai urethritis pada laki-laki dan dapat
menyebabkan servisitis mukopurulen pada perempuan, sedangkan infeksi rektal
dan faring baik pada laki-laki maupun perempuan bersifat asimptomatik (WHO,
2016). Infeksi gonokokal yang biasa timbul tanpa gejala menyebabkan kebanyakan
penyakit tidak dikenali sehingga tidak tertangani dengan baik. Infeksi yang tidak
ditangani dengan baik berpotensi menimbulkan komplikasi serius. Pada wanita,
infeksi gonokokal yang tidak tertangani dapat menyebabkan komplikasi asenden
berupa pelvic inflammatory disease, kehamian ektopik, hingga infertilitas. Infeksi
gonokokal yang tidak tertangani pada laki-laki dapat menyebabkan epididimitis,
striktur uretra, serta infertilitas. Selain itu, tanpa penanganan yang adekuat, bayi
dari ibu dengan infeksi gonokokal berpotensi terjangkit konjungtivits neonatorum,
yang dapat menyebabkan kebutaan (Bennet, Dolin, dan Blaser, 2020).
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Gonore merupakan serangkaian kondisi klinis yang melibatkan
infeksi seksual dari bakteri pathogen Neisseria gonorrhoeae, dan
diidentifikasi secara mikrobiologis merupakan diplokokus gram negatif. N.
gonorrhoeae dapat diperoleh dari beberapa membrane mukosa di saluran
genital bawah, termasuk uretra, serviks, kelenjar bartholin, serta melalui
kanal anorektal, faring, dan konjungtiva. Bakteri ini juga dapat menyebar
ke saluran genital bagian atas, saluran rahim, dan rongga perut serta jalur
sistemik lainnya. Gonore merupakan penyakit yang sudah ada lebih dari
2000 tahun, dimana manusia berperan sebagai natural host. (Piszczek, Jean,
& Khaliq, 2015)
Gonore adalah penyakit infeksi menular secara seksual yang dapat
menginfeksi pria dan wanita. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang
melalui kontak atau aktivitas seksual yang melibatkan mukosa (vagina, oral,
anal). Gonore merupakan penyakit kelamin yang ditandai dengan keluarnya
cairan putih kental dari OUE (Orifisium Uretra Eksternum). (Fyle-Thorpe,
2019).
B. Epidemiologi
Gonore merupakan permasalahan global yang sulit untuk
dihilangkan, hal ini terjadi karena kurangnya kemampuan diagnostik dan
buruknya system pelaporan di banyak bagian dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan insiden global beberapa infeksi
menular seksual (IMS) terjadi pada individu berusia 15 hingga 49 tahun
berdasarkan data dari daerah yang memiliki system pengawasan berbasis
kasus yang baik serta studi berbasis populasi (Satterwhite, et al., 2013).
Gonore adalah penyakit terbanyak kedua yang ditemukan di
Amerika Serikat, penyakit ini memiliki prevalensi tertinggi di Negara
berkembang. Pada tahun 2017, total 555.608 kasus gonore dilaporkan di
Amerika Serikat, dan menghasilkan angka 171,9 kasus per 100.000
populasi. Selama 2016-2017 kasus gonore yang dilaporkan meningkat
4

18,6%, dan meningkat 75,2% sejak terjadi kasus terendah pada tahun 2009
(Centers for Disease Control and Prevention, 2017).
Pengamatan yang dilakukan selama 2013-2016, tingkat kasus
gonore yang dilaporkan diantara laki-laki lebih tinggi daripada tingkat
diantara perempuan pada tahun 2017. Selama 2016-2017, tingkat gonore di
antara laki-laki meningkat 19,3% (169,7 menjadi 202,5 kasus per 100.000
laki-laki) dan tingkat di antara perempuan meningkat 17,8% kasus (120,4
menjadi 141,8 kasus per 100.000 perempuan). Besarnya peningkatan di
kalangan laki – laki menunjukkan peningkatan penularan atau peningkatan
kepastian kasus (melalui peningkatan skrining ekstra genital) diantara gay,
biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan pria (male sex male)
(Centers for Disease Control and Prevention, 2017).
Tahun 2017, tingkat kasus gonore yang dilaporkan paling banyak
terjadi pada remaja dan dewasa muda. Tingkat tertinggi diantara wanita
diamati diantara mereka yang berusia 20-24 tahun (684,8 kasus per 100.000
wanita) dan 15-19 tahun (557,4 kasus per 100.000 wanita). Diantara pria
paling tinggi adalah usia 20-24 tahun (704,2 kasus per 100.000 pria) dan 25-
29 tahun (645,9 kasus per 100.000 pria) (Centers for Disease Control and
Prevention, 2017).

C. Etiologi
Gonore disebabkan oleh bakteri Gonococcus yang intraselular,
aerob dan mempunyai 4 spesies yaitu N. gonorrhoeae, N. menigitidis, N.
pharyngis,dan N. catarrhalis. Bakteri ini pertama kali ditemukan pada
tahun 1879 oleh Albert Ludwig Sigismund Neisser. Gonokok termasuk
golongan diplococcus berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8u dan
panjang 1,6u bersifat tahan asam dan berpasangan. Pada sediaan langsung
dengan pewarnaan gram bersifat Gram negatif terlihat diluar dan didalam
leukosit, tidak tahan lama diudara bebas, cepat mati dalam keadaan kering,
tidak tahan suhu diatas 39ºC dan tidak tahan cairan desinfektan (Nyoman
K, 2011).

Secara morfologik gonococcus ini terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1


5

dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang
tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Banyak faktor yang
memediasi virulensi dan patogenitas gonococcus. Pili akan melekat pada
mukosa epitel kuboid yang akan menimbulkan reaksi radang dan
mencegah hancurnya oleh neutrofil. Infeksi biasanya diikuti oleh inokulasi
mukosa selama kontak seksual anal, vaginal dan oral.OPA (Opacity-
associated protein) meningkatkan ikatan antara gonokok dan fagosit,
mempromosikan invasi ke sel host dan biasanya dapat menurunkan reaksi
imun. Gonore juga dapat ditularkan secara vertikal dari ibu ke anak selama
proses kelahiran vaginal, karateristiknya akan menyebabkan infeksi mata
dan inflamasi. (ophthamia neonatorum) (Fahmi, 2015)
D. Patofisiologi
Neisseria gonorrhoeae dapat ditularkan melalui kontak
seksual atau melalui penularan vertikal pada saat melahirkan. Bakteri ini
terutama mengenai epitel kolumnar dan epitel kuboidal manusia.
Patogenesis gonore terbagi menjadi 5 tahap sebagai berikut (Hill, Masters,
& Watcher, 2016) :
1. Fase 1 adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae menginfeksi permukaan
selaput lendir dapat ditemukan di uretra, endoserviks dan anus.
2. Fase 2 adalah bakteri ke microvillus sel epitel kolumnar untuk
kolonisasi selama infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae
terutama terdiri dari protein pilin oligomer yang digunakan untuk
melekatkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput lendir. Protein
membran luar PII Oppacity associated protein (OPA) kemudian
membantu bakteri mengikat dan menyerang sel inang.
3. Fase 3 adalah masuknya bakteri ke dalam sel kolumnar dengan proses
yang disebut endositosis di mana bakteri yang ditelan oleh membran sel
kolumnar, membentuk vakuola.
4. Fase 4 adalah vakuola ini kemudian dibawa ke membran basal sel
inang, dimana bakteri berkembang biak setelah dibebaskan ke dalam
jaringan subepitel dengan proses eksositosis. Peptidoglikan dan bakteri
LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama infeksi. Gonococcus
6

dapat memiliki dan mengubah banyak jenis antigen dari Neisseria LOS.
LOS merangsang tumor necrosis factor, atau TNF, yang akan
mengakibatkan kerusakan sel.

Gambar 2.1 Patogenesis Infeksi Neisserria gonorrhea

5. Fase 5 reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi


neutrofil. Selaput lendir hancur mengakibatkan akumulasi Neisseria
gonorrhoeae dan neutrofil pada jaringan ikat subepitel. Respon imun
host memicu Neisseria gonorrhoeae untuk menghasilkan protease IgA
ekstraseluler yang menyebabkan hilangnya aktivitas antibodi dan
mempromosikan virulensi.
E. Manifestasi Klinis
Masa tunas gonorrhoeae sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari
pada pria. Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat
adanya kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita (Manuaba,
2008).
Keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal,
disuria, polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang
kadang-kadang dapat disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada
7

pemeriksaan orifisium uretra eksternum tampak kemerahan, edema,


ekstropion dan pasien merasa panas. Pada beberapa kasus didapati pula
pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral maupun bilateral
(Manuaba, 2008).
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari
pria. Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak
pernah didapati kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin dikeluhkan
oleh penderita wanita adalah rasa nyeri pada panggul bawah, dan dapat
ditemukan serviks yang memerah dengan erosi dan sekret mukopurulen
(Manuaba, 2008).

1. Gejala Pada Pria


Urethritis anterior merupakan manifestasi yang paling sering di
jumpai dan dapat menjalar ke proksimal selanjutnya mengakibatkan
komplikasi lokal, asenden, dan diseminata. Keluhan ubjektif berupa rasa
gatal, panas dibagian distal urethra disekitar orifisium uretra ekternum,
kemudian disusul disuria, keluar duh dari ujung urethra yang kadang-
kadang disertai darah, dan disertai perasaan nyeri pada waktu ereksi
(Tony, 2010).

Gambar 2.2 Uretritis gonokokal (Griffiths et al, 2016)

Selain urethritis, ada beberapa komplikasi yang dapat di


timbulkan oleh Gonore diataranya tysonitis, Paraurethritis, Littritis,
8

Cowperitis, Prostatitis, Veskulitis, Funikulitis, Serta Epididimitis


namun manifestasi lain seperti infeksi rectal maupun faring juga sering
terjadi khususnya bagi pada pria yang sering berhubungan sesama jenis
(Adhi, 2011).
2. Gejala Pada Wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda
dengan pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi
alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita, baik penyakitnya akut
maupun kronik, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tiada
pernah di dapat kelainan objektif. Pada umumnya wanita datang kalau
sudah ada komplikasi. Namun, jika ditemukan gejala biasanya
manifestasinya berupa keputihan berlebih, dysuria, dyspareunia,
perdarahan postcoital serta perdarahan diluar siklus menstruasi (Tony,
2010).

Gambar 2.3 Servisitis gonokokkal (Griffiths et al, 2016)

Pada mulanya haya serviks uteri yang terkena infeksi. Duh tubuh
yang mukopurulen dan mengandung banyak gonokok juga dapat
menyerang uretra, ductus paraurethra, kelenjar bartolin, rectum, dan
dapat juga naik keatas sampai pada daerah kandung telur (Adhi, 2011).
F. Penegakkan Diagnosis
Penegakan diagnosis dilakukan dengan cara yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Daili, 2009).
9

1. Anamnesis
Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan dugaan IMS
gonorrhoeae meliputi:
a. Keluhan dan riwayat penyakit saat ini.
b. Keadaan umum yang dirasakan.
c. Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik
dengan penekanan pada antibiotik.
d. Riwayat seksual yaitu kontak seksual baik di dalam maupun di luar
pernikahan, berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan
pasangan setelah mengalami gejala penyakit, frekuensi dan jenis
kontak seksual, cara melakukan kontak seksual, dan apakah
pasangan juga mengalami keluhan atau gejala yang sama.
e. Riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan IMS atau
penyakit di daerah genital lain.
f. Riwayat penyakit berat lainnya.
g. Riwayat keluarga yaitu dugaan IMS yang ditularkan oleh ibu kepada
bayinya.
h. Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS,
misalnya erupsi kulit, nyeri sendi dan pada wanita tentang nyeri
perut bawah, gangguan haid, kehamilan dan hasilnya.
i. Riwayat alergi obat.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien harus
memperhatikan hal penting seperti kerahasiaan pribadi pasien. Pada
pasien pria, organ reproduksi lebih mudah diraba. Mula-mula inspeksi
daerah inguinal dan raba adakah pembesaran kelenjar dan catat
konsistensi, ukuran, mobilitas, rasa nyeri, serta tanda radang pada kulit
di atasnya. Pada waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis dan kulit
sekitarnya, adanya pedikulosis, folikulitis atau lesi kulit lainnya.
Lakukan inspeksi skrotum, apakah asimetris, eritema, lesi superfisial
dan palpasi isi skrotum dengan hati-hati. Perhatikan keadaan penis
mulai dari dasar hingga ujung. Inspeksi daerah perineum dan anus
10

dengan posisi pasien sebaiknya bertumpu pada siku dan lutut (Daili,
2009).
Pada pasien wanita, pemeriksaan meliputi inspeksi dan palpasi
dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya. Untuk menilai keadaan di
dalam vagina, gunakan spekulum dengan informed consent kepada
pasien terlebih dahulu. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai
ukuran, bentuk, posisi, mobilitas, konsistensi dan kontur uterus serta
deteksi kelainan pada adneksa (Daili, 2009).
3. Pemeriksaan penunjang
Pengambilan bahan duh tubuh uretra pria, dapat dilakukan
dengan menggunakan lidi kapas yang dimasukkan ke dalam uretra.
Sedangkan pengambilan duh tubuh genital pada wanita dilakukan
dengan spekulum dan mengusapkan kapas lidi di dalam vagina dan
kemudian dioleskan ke kaca objek bersih (Daili, 2009).
a. Pemeriksaan Gram
Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung
dari duh uretra memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh endoserviks memiliki
sensitivitas yang tidak begitu tinggi. Pemeriksaan ini akan
menunjukkan N.gonorrhoeae yang merupakan bakteri gram negatif
dan dapat ditemukan baik di dalam maupun luar sel leukosit (Daili,
2009).

Gambar 2.4 Pewarnaan Gram dari eskudat uretra yang


menunjukkan N. gonorrhea dalam sel PMN

b. Kultur
Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan
pada media pertumbuhan Thayer-Martin yang mengandung
11

vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif dan


kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-gram dan
nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini
merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi, sehingga sangat dianjurkan dilakukan terutama pada pasien
wanita (Daili, 2009).
c. Tes definitif
Tes oksidasi akan ditemukan semua Neisseria akan
mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening
menjadi merah muda hingga merah lembayung. Sedangkan dengan
tes fermentasi dapat dibedakan N. gonorrhoeae yang hanya dapat
meragikan glukosa saja (Daili, 2009).
d. Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak
perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah (Daili, 2009).
e. Tes Thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urine setelah bangun
pagi ke dalam 2 gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas
pertama ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama
tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak jernih (Daili, 2009).

G. Diagnosis Banding
1. Trichomoniasis
Trichomoniasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Trichomonas vaginalis dimana penyakit ini memiliki
manifestasi klinis yang hampir sama dengan Gonore. Namun yang
menjadi pembeda antara kedua penyakit ini adalah pada Trichomoniasis
manisfestasi klinisnya lebih terlihat jelas pada mereka yang berjenis
kelamin perempuan sedangkan laki-laki terkadang bersifat
asimptomatik. Duh tubuh yang berbusa, busuk serta eritema dan edema
12

Gambar 2.5 Gambaran strawberry cervix pada Trichomoniasis

pada serviks dan vagina yang memberikan gambaran “strawberry


cervix” juga menjadi ciri khas dari penyakit Trichomoniasis.
2. Vaginosis Bakterial
Bacterial Vaginosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Gardnerella Vaginalis. Manifestasi klinis yang menjadi pembeda antara
Bacterial Vaginosis dan Gonore adalah Sekret yang berwarna putih atau
abu-abu, pada pemeriksaan fisis ditemukan lapisan vagina homogen
yang seperti susu menempel pada dinding vagina. Adanya Clue cell
yang terlihat pada pemeriksaan mikroskopik, whiff test positif serta PH
cairan vagina yang berada > 4.5 juga menjadi ciri khas dari penyakit
BV.

Gambar 2.6 Gambaran clue cells pada pemeriksaan mikroskopis


13

3. Herpes Simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus herpes simpleks tipe 1 dan 2 dimana manifestasi utamanya adalah
infeksi mukokutan. HSV tipe 1 lebih sering menyerang daerah oral serta
facial. sedangkan HSV tipe 2 berhubungan dengan infeksi perigenital.
Manifestasi klinis yang disebabkan oleh HSV khususnya pada tipe 2
adalah vesikel, pustul, ulkus eritematous yang membutuhkan waktu 2-3
minggu proses penyembuhan. Terdapat juga nyeri, gatal, disuria, sekret
vaginal dan sekret uretral dan limfadenopati inguinal. Sering juga
ditemukan gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, malaise dan
mialgia.

Gambar 2.7 A. Infeksi Rekuren pada penis B. Infeksi Rekuren pada Vulva

H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa (Wilson, 2009)
Walaupun semua gonokokus sebelumnya sangat sensitf terhadap
pencilin, banyak strain yang sekarang relative resisten. Terapi
penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih tetap merupakan
pengobatan pilihan.
a. Untuk sebagian besar infeksi, penicillin G dalam aqua 4,8 unit
ditambah dengan 1 gr probonesid peroral sebelum penyuntikan
penicillin merupakan pengobatan yang memadai.
14

b. Pada kasus dimana penicillin dikontraindikasikan, maka alternatif


medikamentosa yang dapat diberikan meliputi:
1) Spectinomycin, untuk penderita alergi penisilin, penyakit
gonokokus resisten, dan penderita yang diduga menderita sifilis
karena obat ini tidak menutupi gejala sifilis. Dosis terapi yang
diberikan sebanyak 2 gr secara intramuscular untuk pria dan 4 gr
intramuscular untuk wanita.
2) Kanamisin, baik untuk penderita yang alergi penisilin, gagal
dengan pengobatan penisilin, dan tersangka sifilis. Dosis terapi
yang diberikan sebanyak 2 gram secara intramuscular.
2. Non-medikamentosa (Wilson, 2009)
a. Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan
tentang:
1) Bahaya penyakit menular seksual (PMS) dan komplikasinya
2) Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan
seks tetapnya.
4) Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai
kondom jika tidak dapat dihindarkan
1) Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa datang
b. Pengobatan pada pasangan seksual tetapnya.
c. Tindak lanjut (follow-up) dilakukan pada hari ke-7 untuk diperiksa
klinis maupun laboratoris. Penderita uretritis gonore dianyatakan
sembuh apabila terdapat perbaikan klinis maupun laboratorik
setelah 7 hari sesudah pengobatan tanpa hubungan seksual. Bila
dalam waktu kurang dari 7 hari pasien tidak abstinensia, ternyata
dalam pemeriksaan klinis dan laboratoris masih positif, maka
penderita dinyatakan mengalami reinfeksi. Status relaps ditegakkan
apabila pasien tidak memenuhi keadaan yang sembuh atau reinfeksi.
I. Pencegahan
Pencegahan LGV berfokus pada identifikasi dan terapi pada pasien
yang terinfeksi LGV atau terduga LGV. Pasien harus segera mendapatkan
15

terapi antibiotik jika gejala klinis mendukung ke arah infeksi LGV. Hal ini
untuk mencegah reinfeksi dan mengeliminasi sumber penularan. Mengingat
adanya peningkatan prevalensi dari anorektal LGV pada kalangan LSL di
Eropa Barat dan Amerika Serikat, maka setiap pasien yang datang dengan
gejala proktitis patut diwaspadai. Penggunaan kondom dan tidak berganti-
ganti pasangan merupakan pencegahan yang paling utama (Ceovic, 2015).

J. Komplikasi
1. Komplikasi pada pria (Devrajani, 2010)
a. Uretritis
Uretritis yang paling sering dijumpai adalah retritis anterior akut
yang dapat menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan
komplikasi lokal, asenden, dan diseminata.
b. Tysonitis
Kelenjar Tyson adalah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi
biasanya terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat
panjang dan kebersihan kurang baik. Diagnosa dibuat berdsaarkan
ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum
yang nyeri tekan. Bila ductus tertutup akan timbul abses dan
merupakan sumber infeksi laten.
2. Komplikasi pada wanita (Devrajani, 2010)
Gambaran klinis dan perjalann penyakit apda wanita berbeda
dengan pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi
alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita, gejala subyektif jarang
ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan obyektif. Pada
umumnya, wannita dating kalua sudah ada komplikasi. Sebagaian
penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau
pemeriksaan keluarga berencana.
Pada mulanya hanya serviks uteri yang terkena infeksi. Duh
tubuh yang mukopurulen dan mengandung banyak gonokokus mengalir
keluar dan menyerang uretra, ductus parauretra, kelenjar Bartholin,
rectum, dan dapat juga naik ke atas sampai pada daerah kandung telur.
16

a. Uretritis, ditandai dengan eritema dan pruritus pada ujung uretra


(orifisium urethra inferior), edematorsa, serta disertai sekret
mukopurulen.
b. Parauretritis
c. Servisitis, kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung bawah.
Serviks tampak merah dengan erosi dan secret mukopurulen. Sekret
vagina semakin berlimpah jika terjadi servisitis akut disertai dengan
vaginitis.
d. Bartholinitis, ditandai dengan pembengkakan labium mayor, kadang
dijumpai kissing lips, disertai dengan nyeri terutama saat berjalan
dan duduk. Bisa saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan
dapat pecah menjadi mukosa atau kulit.
e. Salfingitis, peradangan bisa bersifat akut, subakut, atau kronik.
Inflamasi asendens yang terjadi dapat menyebabkan penyakit
radang panggul (pelvic inflammatory disease). Hal ini dapat
berdampak terhadap terjadinya kehamilan ektopik dan sterilitas.
K. Prognosis
Jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika terjadi
komplikasi lanjut dapat menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps
mungkin terjadi, terutam pada pasien human immunodeficiency virus (HIV),
pada pasien ini dapat berkembang dengan multipel abses, sehingga
memerlukan terapi yang lebih lama karena resolusinya terlambat (Dougan,
2007).
III. KESIMPULAN
Gonore merupakan suatu infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
diplokokkus Gram-negatif anaerob spesifik Neisseria gonorrheae. Gonore adalah
penyakit infeksi menular seksual yang dapat menginfeksi pria dan wanita. Penyakit
ini ditularkan melalui kontak atau aktivitas seksual yang melibatkan mukosa.
Gonore terdistribusi secara luas di seluruh dunia sebagai penyakit menular seksual
terbanyak kedua setelah infeksi non-gonokokal. Gonore dapat ditularkan melalui
kontak seksual maupun secara vertical dari ibu yang terinfeksi ke janin melalui
persalinan pervaginam. Patogenesis infeksi gonore melibat 5 tahapan yang secara
garis besar meliputi adhesi bakteri di permukaan selaput lendir, invasi bakteri ke
sel epitel yang rentan, kolonisasi, dan inisiasi respons inflamasi. Manifestasi klinis
dari gonore pada fase akut kadang bersifat asimtomatis, terutama pada wanita.
Keluhan subjektif meliputi pruritus, polakisuria, dan keluarnya duh mukopurulen
dari ujung uretra, kadang bisa disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada
wanita, gejala subjektif mungkin tidak dikeluhkan, namun kadang terdapat keluhan
nyeri panggul bawah disertai kemerahan serviks dengan erosi dan secret
mukopurulen.
Penegakkan diagnosis gonore dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang. Diagnosis definitif ditegakkan apabila ditemukan diplokokus
gonokokal spesifik pada preparat basah dengan pewarnaan Gram disertai dengan
hasil positif pada uji oksidasi dan uji fermentasi. Diagnosis banding dari gonore
meliputi trikomoniasis, vaginosis bacterial, dan herpes simpleks. Penatalaksanaan
gonore dilakukan secara medikamentosa dengan injeksi benzatin penisilin G
sebanyak 4,8 juta unit dengan premedikasi 1 gr probonesid peroral, sedangkan
tatalaksana non-medikamentosa dilakukan dengan pengobatan terhadap mitra
seksualnya, abstinensia, dan penggunaan pengaman seksual (kondom). Komplikasi
gonore meliputi timbulnya urethritis pada laki-laki maupun perempuan. Uretritis
dapat mengalami perluasan asendens, menjalar ke proksimal dan mengakibatkan
komplikasi local, asenden, dan diseminata. Jika infeksi mengenai organ reproduksi,
maka dapat meningkatkan risiko sterilitas atau infertilitas.

17
18

DAFTAR PUSTAKA

Kirkcaldy, RD, Weston, E, Segurado, AC, Hughes, G. 2020. Epidemiology of


Gonorrhea: A Global Perspective. Sex Health. 16(5):401-411.

Kang, S. 2019. Fitzpatrick’s Dermatology. McGraw-Hill Education.

World Health Organization. 2016. WHO guidelines for the treatment of Neisseria
gonorrheae. Geneva: WHO Document Production Service.

World Health Organization. 2018. Report on global sexually transmitted infection


surveillance. Diakses dari who.int/reproductivehealth/publications/stis-
surveillance-2018/ , pada 22 Juni 2020 20:10 WIB.

Rowley, J, Hoorn, SV, Korenkomp, E, Low, N, Unemo, M, Abu-Raddad, LJ,


Chico, RM, Smolak, A, Newman, L, Gottlieb, S, Thwin, SS, Broutet, N,
Taylor, MM. 2019. Chlamydia, gonorrhea, trichomoniasis, and syphilis:
global prevalence and incidence estimates, 2016. Bull World Hearth Organ.
97(8):548-562P.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pedoman Nasional


Penanganan Infeksi Menular Seksual. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Putranti, IO, Primanita, C, Karsono, L, Rahardjo, AB. 2018. Perbedaan Prevalensi


Penyakit Infeksi Menular Seksual di Instalasi Rawat Jana RSUD Prof. dr.
Margono Soekarjo Periode 2010-2014. Manda of Health a Scientific
Journal. 11(11):1-8.

Griffiths, CEM, Barker, J, Bleiker, T, Chalmers, R, Creamer, D. 2016. Rook’s


Textbook of Dermatology, Ninth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons.

Bennet, JE, Dolin, R, Blaser, MJ. 2020. Madell, Douglas, and Bennett’s Principles
and Practice of Infectious Diseases, Ninth Edition. Philadelphia: Elsevier.

Budkaew, J., Chumworathayi, B., Pientong, C., & Ekalaksananan, T. (2019).


Prevalence and Factors Associated with Gonorrhea Infection with Respect
to Anatomic Distribution among Men Who have Sex with Men. Journal
Pone, 1371.

Centers for Disease Control and Prevention. (2017, Desember 18). Sexually
Transmitted Disease Surveillance 2017. Retrieved June 19, 2020, from
Centers for Disease Control and Prevention:
https://www.cdc.gov/std/stats17/gonorrhea.htm#:~:text=In%202017%2C
%20a%20total%20of,the%20historic%20low%20in%202009.
19

Dela, H., Atrram, N., Behene, E., Kumordjie, S., Addo, K. K., Kyei, N. N., et al.
(2019). Risk Factors Assosiated with Gonorrhea and Clamydia
Transmission Selected Helath Facilities in Ghana. BMC Infect Dissease,
425.

Fahmi, D. (2015). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI.

Fyle-Thorpe, O. (2019). Chlamydia and Gonorrhea: An Update. The Journal for


Nurse Practicioners, 424-428.

Heijine, J. C., Van den Broek, I. V., Bruisten, S. M., Van Bergen, J. E., De Graaf,
H., & Van Benthem, B. H. (2019). National Prevalence Estimates of
Clamydia and Gonore in Netherlands. BMJ Journals, 53-59.

Hill, S. A., Masters, T. L., & Watcher, J. (2016). Gonorrhea-sn Evolving Disease
of The New Millennium. Microbial Cell, 371-389.

Nyoman K, N. (2011). Infeksi Menular Seksual dan Infeksi Saluran Reproduksi.


Bali: Diskes Bali.

Piszczek, J., Jean, R. S., & Khaliq, Y. (2015). Gonorrhea Treatment Update for An
Increasingly Resistant Organism. Canadian Pharmacists Journal, 82-89.

Satterwhite, C. L., Torrone, E., Meites, E., Dunne, E. F., Mahajan, R., Ocfemia, M.
C., et al. (2013). Sexually Transmitted Infection Among Women and Men:
Prevalence and Incidence Estimates, 2008. Journal of The American
Sexually Transmitted Disease Association, 187-193

Anda mungkin juga menyukai