MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Kesehatan Reproduksi
yang dibina oleh dr. Anindiya Hapsari, M.Kes
Oleh :
Alfanny Kuswanda 160612613603
Asmaul Nur Fitria 160612613651
Rosyada Firdausi 160612613664
Yunita Yunita arviolika 160612613607
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Penyakit Gonorrhea” ini dapat tersusun dan terselesaikan tepat
waktu.
Makalah ini disusun guna untuk menyelesaikan tugas matakuliah
Kesehatan Reproduksi dimana dalam proses pembuatannya penulis menemui
banyak kendala yang tanpa bantuan dari berbagai pihak tentu saja makalah ini
tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan
memberikan penghargaan serta memohon maaf atas kesalahan yang telah penulis
lakukan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini, adapun pihak-pihak tersebut adalah:
1. dr. Anindya Hapsari, M.Kes selaku dosen matakuliah Kesehatan Reproduksi
2. Orang tua yang telah mendukung secara moril maupun materiil.
3. Teman-teman yang sudah memberikan pendapat, saran, kritikan atas tugas
yang telah di berikan ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kekurangan, untuk
itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan,
semoga makalah “Penyakit Gonorrhea” ini bermanfaat bagi para pembacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 2007, dinas kesehatan provinsi Bali mencatat sebanyak 4971
kasus IMS. Di Kota Denpasar pada tahun 2006 terdapat 3488 kasus IMS, dan
kecamatan Denpasar Selatan adalah kecamatan di Denpasar dengan kasus IMS
terbanyak Berdasarkan data yang didapat dari RS seluruh kota Semarang tahun
2010, terdapat sebanyak 140 kasus menderita gonore, sedangkan tahun 2011
mengalami penurunan menjadi 97 kasus (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2007).
3
faring pada lakilaki tahun 1997-2006 meningkat lebih dari 10 kali lipat. Dari
seluruh kasus gonore ditemukan gonore faring sebesar 3-7% pada pria
heteroseksual, 10-20% pada wanita heteroseksual, dan 10-25% pada LSL aktif
(Hook and Handsfield, 2008).
1.3 Tujuan
1.3.1. Mahasiswa dapat memahami pengertian penyakit Gonore.
1.3.2. Mahasiswa dapat memahami epidemiologi penyakit Gonore.
1.3.3. Mahasiswa dapat memahami etiologi penyakit Gonore.
1.3.4. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi penyakit Gonore.
1.3.5. Mahasiswa dapat memahami gejala penyakit Gonore.
1.3.6. Mahasiswa dapat memahami terapi dalam penyakit Gonore.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahun 2007, dinas kesehatan provinsi Bali mencatat sebanyak 4971
kasus IMS. Di Kota Denpasar pada tahun 2006 terdapat 3488 kasus IMS, dan
kecamatan Denpasar Selatan adalah kecamatan di Denpasar dengan kasus IMS
terbanyak (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2007). Salah satu manifestasi klinis
infeksi gonore yaitu gonore faring. Gonore faring adalah suatu penyakit menular
seksual yang berupa gonore pada daerah tenggorokan dan merupakan sumber
penularan asimptomatik serta dikaitkan dengan perilaku hubungan seksual secara
oral (Kinghorn, 2010). Banyak penelitian tentang gonore faring telah dilakukan di
dunia. Menurut data CDC 2003, kejadian gonore faring di San Fransisco pada
LSL sebesar 3-15%. Di Swedia meningkat secara signifikan dari 15% menjadi
38% selama 7 tahun terakhir (Berglund et al., 2007). Di San Diego, California
kejadian gonore faring pada lakilaki tahun 1997-2006 meningkat lebih dari 10 kali
lipat. Dari seluruh kasus gonore ditemukan gonore faring sebesar 3-7% pada pria
5
heteroseksual, 10-20% pada wanita heteroseksual, dan 10-25% pada LSL aktif
(Hook and Handsfield, 2008).
Pada umumnya diderita oleh laki-laki muda usia 20 sampai 24 tahun dan
wanita muda usia 15 sampai 19 tahun . Gonore merupakan infeksi tersering kedua
di Amerika Serikat yaitu sekitar lebih dari 333.004 kasus dilaporkan pada tahun
6
2013. Center for disease control and prevention (CDC) memperkirakan sekitar
820.000 kasus gonore muncul setiap tahunnya di AS (CDC, 2015). Terjadi
penurunan angka infeksi gonore dari 106,7 kasus per 100.000 populasi pada tahun
2012 menjadi 106,1 kasus per 100.000 populasi pada tahun 2013, namun selama
periode 2009 hingga 2013 angka infeksi meningkat sekitar 8,2% Di Amerika,
insidensi terbanyak terjadi pada usia 15–24 tahun, hal ini diaitkan dengan
bertambahnya jumlah pasangan seksual dan makin menurunnya kesadaran untuk
menggunakan kontrasepsi barier.
7
meningkat menjadi 7,6 % dari 5,1 % pada isolat yang dideteksi pada tahun 2009.
Sepuluh isolat didapatkan resisten terhadap seftriakson pada tahun 2011, tujuh
diantaranya juga resisten terhadap sefiksim. Angka resistensi terhadap pengobatan
siprofloksasin adalah 48,7 % dan asitromisin didapatkan 5,3 % (Michelle dkk.,
2014). Penelitian mengenai uji kepekaan terhadap sefiksim pada wanita penjaja
seks di Surabaya didapatkan 3 dari 12 isolat resisten terhadap sefiksim dan 9 dari
12 isolat (75 %) sensitif terhadap sefiksim. Beberapa faktor yang menyebabkan
peningkatan resistensi antibiotika antara lain akibat pengobatan sendiri oleh
penderita, adanya reinfeksi, penggunaan antibiotika yang tidak rasional, infeksi
gonore pada heterokseksual, usia lebih dari 25 tahun, dan koinfeksi gonore
dengan klamidia (Cole dkk, 2014).
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8
u, panjang 1,6 u, dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat negatif- Gram,
tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati
pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 derajat celcius, dan tidak tahan
zat desinfektan (Daili,2009).
Gonokok terdiri atas 4 tipe secara morfologik, yaitu tipe 1 dan 2 yang
mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai
pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang (Daili, 2009).
Kuman ini menyerang membrana mukosa dengan epitel kolumner. Pada
wanita endoserviks merupakan tempat primer dari infeksi gonore, juga bisa
didapatkan pada uretra, sedangkan pada pria terdapat di uretra. Selain itu bisa
didapatkan pada rektum dan faring baik wanita maupun pria. Pada wanita dengan
8
gejala asimtomatis dan tanpa komplikasi secara mikroskopis dapat ditemukan
sekitar 50-75% kuman Gonokok gram negative dan pada penderita pria yang
dicurigai menderita gonore dapat ditemukan 95% kuman tersebut secara
mikroskopis (Daili, 2009).
9
1) Gejala pada pria pada pria:
Masa inkubasi berkisar antara 1 sampai 14 hari atau lebih lama. Gejala yang
sering ditimbulkan adalah sekret dari uretra dan disuria. Keluhan subjektif
berupa rasa gatal, panas di bagia distal uretra di sekitar orifisium uretra
eksternum kemerahan, dapat pula disertai nyeri pada waktu ereksi. Pada
sebagian besar kasus, laki-laki akan segera berobat karena gejala yang
menganggu. Uretritis pada pria yang tidak diobati dapat ebrkurang dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu, tetapi biasanya telah terjadi komplikasi
lokal seperti epididimitis, seminal vesikulitis, dan prostatitis.
10
Ciri-ciri gonore pada pria:
a. Keluarnya cairan bewarna kehijauan atau kekuningan dari penis.
b. Pada saat buang air kecil akan terasa nyeri.
c. Pada daerah tenggorokan akan terasa terbakar, namun jika penularannya
terjadi karena oral seks.
d. Testis akan bengkak yang menyakitkan.
e. Kemerahan pada ujung penis.
f. Pembengkakan kelenjar di tenggorokan yang disebabkan karena oral seks.
g. Adanya cairan yang keluar dari anus disertai rasa tidak nyaman.
2) Gejala pada wanita
Kanalis endoservikalis merupakan tempat yang paling utama untuk infeksi
Gonokokus pada wanita. Pada wanita gejala dan tanda timbul dalam tujuh
sampai dua puluh satu hari. Gejala yang muncul yaitu peningkatan sekret
vagina, disuria, perdarahan uterus diluar siklus menstruasi.
11
2.4.2 Terapi Gonorrhea
1. Antibiotika
a. Definisi
Menurut Goodman & Gilman (2012), pengertian antibiotika secara
sempit adalah senyawa yang dihasilkan oleh berbagai jenis
mikroorganisme (bakteri, fungi dan aktinomisetes) yang menekan
pertumbuhan mikroorganisme lainnya, namun penggunaannya secara
umum seringkali memperluas istilah antibiotik sehingga meliputi
senyawa antimikroba sintetik, seperti sulfonamida dan kuinolon.
Menurut Syarif et al (2008), antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh
suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau
membasmi mikroba jenis lain. Banyaknya antibiotik yang berhasil
dikembangkan dan diidentifikasi menjadi dasar dalam pengobatan
penyakit infeksi. Perbedaan sifat antibiotik secara kimia, fisika, serta
mekanisme kerjanya dapat digunakan dalam membantu pembuatan
senyawa yang dapat mengganggu siklus hidup mikroorganisme, seperti
mengahambat replikasi bakteri, fungi dan virus secara molekular
(Goodman & Gilman, 2012). Menurut Permatasari (2013), antibiotika
memiliki dua tipe selektifitas yaitu antibiotik bakteriostatika dan
bakterisida. Antibiotik bakteriostatika memiliki kemampuan
12
menghambat aktivitas dari bakteri untuk bereplikasi, sedangkan
antibiotik bakterisida memiliki kemampuan membunuh bakteri.
b. Dasar Penggunaan
Dipiro (2012) menjelaskan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
apabila akan melakukan pengobatan dengan menggunakan antibiotik
antara lain:
1) Antibiotik umumnya hanya berguna untuk pengobatan infeksi
bakteri. Tandatanda infeksi bakteri secara umum adalah demam (suhu
tubuh diatas 37oC), peningkatan jumlah sel darah putih/ leukosit diatas
normal (range normal jumlah sel darah putih adalah 4000-10.000
sel/mm3 ), rasa nyeri dan terjadi inflamasi/ pembengkakan pada
tempat infeksi.
2) Faktor pasien Faktor pasien antara lain adanya interaksi obat, alergi,
hipersensitivitas, umur pasien, kehamilan, kelainan metabolik,
gangguan fungsi ginjal/ gangguan fungsi hati, dan tempat terjadinya
penyakit/ infeksi
3) Faktor obat Faktor obat adalah interaksi farmakodinamik dan
interaksi farmakokinetik obat. Interaksi farmakodinamik mencakup
kesesuaian ketersediaan dosis antibiotik untuk mencapai tempat
kerjanya dan menimbulkan efek. Interaksi farmakokinetik obat dalam
tubuh meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi yang
disesuaikan dengan kondisi pasien. Pasien yang mengalami gangguan
ginjal dianjurkan untuk menggunakan antibiotik yang tidak memiliki
efek samping nefrotoksik seperti antibiotik golongan aminoglikosida
karena berpotensi toksik didalam tubuh.
c. Kegagalan Terapi
Menurut Sumiwi (2014), penggunaan antibiotik yang irasional dapat
menyebabkan resistensi antibiotik. Resistensi merupakan dampak negatif
dari penggunaan antibiotik yang irasional, penggunaan antibiotik dengan
indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama penggunaan yang tidak sesuai,
cara penggunaan yang kurang tepat, status obat yang tidak jelas, serta
penggunaan antibiotik secara berlebihan. Dampak negatif lain dari
13
pemakaian antibiotik secara irasional yaitu dapat meningkatkan toksisitas
dan efek samping serta biaya rumah sakit. Penggunaan antibiotik harus
berdasarkan diagnosis oleh tenaga medis profesional, dilakukan
monitoring, dan dilakukan regulasi penggunaan antibiotik untuk
meningkatkan penggunaan antibiotik yang rasional. Dalam pemberian
terapi dengan menggunakan antibiotik, seringkali menggunakan beberapa
dasar terapi yaitu, terapi empiris, terapi definitif, dan terapi profilaksis.
1) Terapi empiris antibiotik Terapi empiris antibiotik merupakan terapi
antibiotik yang digunakan sebelum penyebab patogen suatu penyakit
diketahui secara pasti. Penggunaan terapi empiris bertujuan untuk
memberikan intervensi awal dengan harapan mendapatkan hasil yang
terbaik. Pemilihan terapi empiris dapat didasarkan pada diagnosis klinis
penyakit yang diderita pasien contohnya infeksi oleh Neisseria
gonorrhoeae dengan melihat tanda klinis bagian genital mengeluarkan
cairan nanah, tanpa petunjuk hasil uji mikrobiologik. Antibiotik yang
digunakan harus mencakup semua bakteri yang potensial (spektrum luas),
karena bakteri penyebab belum diketahui penggunaan terapi empiris
digunakan sampai hasil uji bakteri yang spesifik diketahui secara pasti
(Katzung et al., 2014).
2) Terapi definitif antibiotik Terapi definitif merupakan lanjutan dari terapi
empiris ketika patogen penyebab suatu penyakit diketahui secara pasti
melalui uji kultur. Antibiotik yang digunakan untuk terapi definitif adalah
antibiotik spektrum sempit yang disesuaikan dengan jenis bakteri
penginfeksi dari hasil uji mikrobiologi dan diberikan dalam waktu tertentu
sesuai standar penggunaan jenis antibiotiknya. Lama terapi definitif yang
diperlukan untuk menghasilkan kesembuhan tergantung pada jenis
patogen, letak infeksi, dan fakor host. Pasien yang menderita gangguan
imunitas secara umum mendapatkan terapi definitif antibiotik yang lebih
lama dibandingkan dengan infeksi lainnya seperti sifilis, gonore, dan
infeksi saluran kemih (Katzung et al., 2014).
3) Terapi profilaksis antibiotik Terapi profilaksis antibiotik merupakan
terapi pencegahan yang digunakan dalam banyak situasi yaitu untuk
14
profilaksis bedah dan profilaksis 15 non-bedah. Profilaksis bedah
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi pada saat dilakukan proses
pembedahan. Profilaksis non bedah diberikan untuk mencegah kolonisasi
bakteri pada individu yang memiliki resiko tinggi terpapar patogen virulen
seperti pada penyakit antrax, kolera, malaria, pneumonia, HIV dan lain-
lain. Karakteristik antibiotik profilaksis antara lain antibiotik harus aktif
terhadap patogen luka, terbukti efektif pada uji klinis, memiliki kadar
hambat minimal (KHM) yang tinggi, memiliki t1/2 panjang dalam dosis
tunggal, toksisitas rendah, efektifitas tinggi, dan memiliki spektrum luas.
Sebagai contoh antibiotik yang banyak digunakan untuk profilaksis yaitu
seftriakson (Katzung et al., 2014).
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gonorrhea merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi
diantara infeksimenular seksual lainnya.Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta
kasus gonore di dunia setiap tahunnya, meskipun di beberapa negara cenderung menurun,
namun negara lainnya cenderung meningkat. Perbedaan ini menunjukkan
bervariasinya tingkat keberhasilan sistemdan program pengendalian IMS yang
meliputi peningkatan informasi data, deteksi awal dengan menggunakan fasilitas
diagnosis yang baik, pengobatan dini dan penelusuran kontak. Penyebab gonore
adalah gonokok, gonokok termasuk golongan diplokok, bersifat .
Gram negatif, terlihat diluar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di
udara bebas. Cepat mati dalam keadaaan kering, tidak tahan suhu 39 derejat C,
dan tidak tahan zat desinfektan. Infeksidimulai baik secara langsung maupun
hematogen.
Masa tunas gonore sangat singkat pada pria umumnya berkisar antara 2-5
hari dan pada wanita masa tunas sulit untuk ditentukankarena pada umumnya
asimptomatik. Manifestasi klinis biasanya menimbulkan uretritis dantampak pula
duh tubuh yang mukopurulen. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan laboratorium adanya uretritis, serta
ditemukannya kuman penyebab
3.2 Saran
1. Untuk mencegah terjadinya penyakit Gonore adalah tidak melakukan
seksual bebas dan memakai kondom jika ingin berhubungn seksual.
2. Tidak berganti-ganti pasangan
3. Jika sudah terjadi penyakit ini segera bawa kedokter
16
DAFTAR PUSTAKA
Amelia. 2011. Insidensi, karakteristik, dan penatalaksanaan penderita gonore di
bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin.
(Online)(http://elibrary.unisba.ac.id/files2/skr.11.100.07045.pdf), diakses
pada 15 Maret 2018
Benne NJ. 2008. Penyakit Gonore (Online) (www.emedicine.com/derm/topic).
Diakses Pada 23 Maret 2018
Centers for Disease Control and Prevention, 2015, Sexually Transmitted Diseases
Treatment Guidelines 2015, MMWR Recommendations and Reports,
64(3), 1–137.
Daili, F., 2009.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (Online) Diakses 22 Maret 2018
Dini, 2007.Gonorhea. Angsa Merah (Online)
(http://angsamerah.com/pdf/Angsamerah%20Gonore.pdf), diakses pada 15
Maret 2018
Fraser. 2013. Penyakit Gonorrhea (Online)
(www.journal.unair.ac.id/filerPDF/BIKKK_vol%2020%20no%203_des2
02008_Acc_4.pdf penyakit ginorrhea.pdf. diakses pada 23 Maret 2018
Hook and Handfield, 2008. Penyakit Gonorrhea (Online)
www.journal.unair.ac.id/filerPDF/BIKKK_vol%2020%20no%203_des%2
02008_Acc_4.pdf penyakit ginorrhea.pdf). diakses pada 23 Maret 2018
Jawas, Fitri. 2006 . Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular Seksual Unit
Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 2002–2006 . Dep/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo. Surabaya . Pengarang Utama 5 SKP.
Pengarang Pembantu 1 SKP, (SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)
Sela, 2002. Penyakit Gonorrhea (Online)
(www.journal.unair.ac.id/filerPDF/BIKKK_vol%2020%20no%203_des2
02008_Acc_4.pdf penyakit ginorrhea.pdf). diakses pada 23 Maret 2018
Wong, 2002. Penyakit Gonorrhea (Online)
(www.journal.unair.ac.id/filerPDF/BIKKK_vol%2020%20no%203_des2
02008_Acc_4.pdf penyakit ginorrhea.pdf). diakses pada 23 Maret 2018
17