Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

“ INFEKSI MENULAR SEKSUAL “

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2
MUHAIMIN JABAR 201814401181131
JOGI PRASETIYO 201814401181119
DINI YULI ARIANTI 201814401181111
HESTI YANDA HIKMAH 201814401181116
SELVIA JANNATUL FITRI 201814401181171

YAYASAN BANJAR INSAN PRESTASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INTAN MARTAPURA
D3 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur  kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “INFEKSI MENULAR SEKSUAL” tepat pada
waktunya.
Dalam penyelesaian tugas kelompok ini, ada begitu banyak tantangan yang dialami.
Namun, karena dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa tugas kelompok ini belum lah sempurna.Untuk itu
segala saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dari semua pihak
demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.
Semoga dengan adanya tugas kelompok ini akan dapat memberikan manfaat besar bagi
kami khususnya, dan bagi pembaca semua pada umumnya.

Martapura, 10 April 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Tujuan Umum..................................................................................................................................7
C. Tujuan Khusus.................................................................................................................................7
BAB II.........................................................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................................8
1. Pengertian.........................................................................................................................................8
2. Bahaya.............................................................................................................................................8
3. Tanda dan Gejala...............................................................................................................................8
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................9
1.    Penyakit HIV/AIDS..........................................................................................................................9
2.    Penyakit Sifilis................................................................................................................................18
3.    Penyakit Gonore.............................................................................................................................22
ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................................................26
BAB III......................................................................................................................................................37
PENUTUP.................................................................................................................................................37
A.      KESIMPULAN............................................................................................................................37
B.       SARAN.......................................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................38
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama melalui

hubungan seksual (Daili, 2007; Djuanda, 2007). Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah

menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik

(Daili, 2009). Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan

parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan

adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis,

infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Dalam semua masyarakat, Infeksi

Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling sering dari semua infeksi (Holmes,

2005; Kasper, 2005).

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama

penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar

pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15- 24 tahun)

merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi

hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus- kasus IMS yang terdeteksi hanya

menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan

keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS (Da Ros, 2008).

Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang dapat disembuhkan (sifilis,

gonore, infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki- laki dan
perempuan usia 15- 49 tahun. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka

kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara,

Amerika Latin, dan Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya

ialah HIV, virus herpes, human papilloma virus, dan virus hepatitis B (WHO, 2007). Di

Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari

seluruh wanita yang menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan kontribusi

yang besar ialah umur 15-24 tahun (CDC, 2008). Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan

mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi

antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi

antara 20%-35% (Jazan, 2003). Selain klamidia, sifilis maupun gonore , infeksi HIV/AIDS saat

ini juga menjadi perhatian karena peningkatan angka kejadiannya yang terus bertumbuh dari

waktu ke waktu. Jumlah penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es,

yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada jumlah sebenarnya. Hal ini

menunjukkan bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui

secara pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada akhir tahun 2003

mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sampai dengan Desember 2008, pengidap HIV positif yang

terdeteksi adalah sebanyak 6.015 kasus. Sedangkan kumulatif kasus AIDS sebanyak 16.110

kasus atau terdapat tambahan 4.969 kasus baru selama tahun 2008. Kematian karena AIDS

hingga tahun 2008 sebanyak 3.362 kematian (Depkes, 2009). Di Propinsi Sumatera Utara

sendiri, dari 12.855.845 jumlah penduduk yang tercatat, ada sedikitnya 2947 yang menderita

infeksi menular seksual (Depkes, 2008).


Penyakit menular seksual juga merupakan penyebab infertilitas yang tersering, terutama

pada wanita. Antara 10% dan 40% dari wanita yang menderita infeksi klamidial yang tidak

tertangani akan berkembang menjadi pelvic inflammatory disease (WHO, 2008).

Dari data dan fakta di atas, jelas bahwa infeksi menular seksual telah menjadi problem

tersendiri bagi pemerintah. Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja

dan dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan

remaja akan infeksi menular seksual. Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi

menular seksual. Hal ini mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan- penyuluhan yang

diakukan oleh pemerintah dan badan-badan kesehatan lainnya. Tidak adanya mata pelajaran

yang secara khusus mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid sekolah menengah atas,

terutama siswi, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian infeksi menular

seksual di kalangan remaja.


B. Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk dapat memperoleh pengetahuan tentang penyakit –
penyakit yang berhubungan dengan penyakit menular seksual.

C. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang distribusi dan frekuensi penyakit HIV/AIDS,


Sifilis dan Gonore.

3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi penyakit HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

4. Mahasiswa dapat mengetahui tentang mekanisme HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

5. Mahasiswa dapat megetahui tentang cara penularan HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.

6. Mahasiswa dapat mengetahui tentang manifestasi klinis HIV/AIDS, Sifilis dan


Gonore.

7. Mahasiswa dapat mengetahui tentang cara pencegahan dan penanggulangan


HIV/AIDS, Sifilis dan Gonore.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

     1. Pengertian
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.

Penyakit menular seksual akan lebih beresiko apabila melakukan hubungan seksual dengan

berganti – ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal (Sjaiful, 2007).

2. Bahaya
Penyakit menular seksual menyebabkan infeksi saluran reproduksi yang harus dianggap

serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit

perkepanjangan, kemandulan dan kematia (Sjaiful, 2007).

3. Tanda dan Gejala


a.       Rasa sakit atau nyeri pada saat kencing atau berhubungan seksual.

b.      Rasa nyeri pada perut bagian bawah.

c.       Pengeluaran lender pada vagina/alat kelamin.

d.      Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada

alat kelamin atau sekitarnya.

e.       Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal.

f.       Timbul becak-bercak darah setelah berhubungan seks.

g.      Bintil – bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin.
PEMBAHASAN

1.    Penyakit HIV/AIDS


a.    Definisi HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari

sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit

yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit.

Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah

putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh

manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.

Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang

terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus

bisa sampai nol) (KPA, 2007c).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini

secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase

untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi

secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup

mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat

mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan

lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).


AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti

kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi

virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar

seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh

ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media

hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa

pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat

virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi

oportunistik (Zein, 2006).

b.      Distribusi Frekuensi

Penyakit ini sudah lama ada hanya saja belum disadari oleh para ilmuwan bahwa kasus–

kasus yang ditemukan adalah kasus AIDS. Baru pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan

kasus–kasus penyakit infeksi yang jarang terjadi ditemukan dikalangan homoseksual, yang

kemudian dirumuskan sebagai penyakit Gay Related Immune Deficiency (GRID), yakni

penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan kaum gay/homoseksual.

Kemudian pada tahun 1982, CD–USA (Centers for Disease Control) Amerika Serikat

untuk pertama kali membuat definisi AIDS. Sejak saat itulah survailans AIDS dimulai. Dan juga

ditemukan penyebab kelainan ini adalah LAV (Lymphadenophaty Associaterd Virus ) oleh Luc

Montagnier dari pasteur Institut, Paris.


Pada tahun 1984 Gallo dan kawan–kawan dari National Institute of Health, Bethesda,

Amerika Serikat menemukan HTLV III ( Human T Lymphotropic Virus type III) sebagai sebab

kelainan ini.

Pada tahun 1985 ditemukan Antigen untuk melakukan tes ELISA, suatu tes untuk

mengetahui terinfeksi virus itu atau tidaknya seseorang.

Pada tahun 1986, International Commintte on Taxonomi of Viruses, memutuskan nama

penyebab penyakit AIDS adalah HIV sebagai pengganti nama LAV dan HTLV III.

15 April 1987, Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan

berusia 44 tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Kematian

lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada enam orang yang didiagnosis HIV

positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.

Sejak ditemukan tahun 1978, secara kumulatif jumlah kasus AIDS di Indonesia sampai

dengan 30 September 2009 sebanyak 18.442 kasus. jumlah ini semakin meningkat dari tahun ke

tahun.

Data Kementerian Kesehatan akhir 2009 menyebutkan penderita AIDS kelompok umur

20-29 tahun di Indonesia mencapai 49,07 persen. Berikutnya kelompok umur 30-39 tahun

dengan 30,14 persen. Berdasarkan jenis kelamin 14720 kasus atau 73,7 persen diderita pria dan

5163 kasus adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan, kasus AIDS kumulatif tertinggi

melalui hubungan heteroseksual (50,3 persen), pengguna napza suntik/ penasun (40,2 persen),

dan hubungan homoseksual (3,3 persen).Jumlah kasus AIDS kumulatif 19.973 kasus yang

tersebar di 32 Provinsi di Indonesia. Penderita HIV positif terbanyak berada di DKI Jakarta dari

Propinsi DKI Jakarta (7766), disusul Jawa Timur (4553), Jawa Barat (3077), Sumatera Utara

(2783), dan Kalimantan Barat (1914).


Pada tahun 2014 diproyeksikan jumlah infeksi baru HIV usia 15-49 tahun sebesar 79.200

dan proyeksi untuk ODHA usia 15-49 tahun sebesar 501.400 kasus. Demikian laporan triwulan

ketiga tahun 2009 Surveilans AIDS Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(PP &PL) Depkes.

c.    Etiologi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini

termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari

HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung

3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen

tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein

replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus

terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat

efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi

protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus.

Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang

lain (Brooks, 2005).

d.   Mekanisme Penyakit (RAP)

a.       Tahap Pre Patogenesis

Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS. Hal ini karena penularan penyakit

HIV terjadi secara langsung (kontak langsung dengan penderita). HIV dapat menular dari suatu

satu manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada alat reproduksi, kontak darah
(misalnya trafusi darah, kontak luka, dll), penggunaan jarum suntik secara bergantian dan

kehamilan.

b.      Tahap Patogenesis

Pada fase ini virus akan menghancurkan sebagian besar atau keseluruhan sistem imun penderita

dan penderita dapat dinyatakan positif mengidap AIDS. Gejala klinis pada orang dewasa ialah

jika ditemukan dua dari tiga gejala utama dan satu dari lima gejala minor. Gejala utamanya

antara lain demam berkepanjangan, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu

tiga bulan, dan diare kronis selama lebih dari satu bulan secara berulang-ulang maupun terus

menerus. Gejala minornya yaitu batuk kronis selama lebih dari 1 bulan, munculnya Herpes

zoster secara berulang-ulang, infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh Candida

albicans, bercak-bercak gatal di seluruh tubuh, serta pembengkakan kelenjar getah bening secara

menetap di seluruh tubuh. Akibat rusaknya sistem kekebalan, penderita menjadi mudah terserang

penyakit-penyakit yang disebut penyakit oportunitis. Penyakit yang biasa menyerang orang

normal seperti flu, diare, gatal-gatal, dan lain-lain. Bisa menjadi penyakit yang mematikan di

tubuh seorang penderita AIDS.

c.       Tahap Inkubasi

Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan

menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat

mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala

sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa

dimana virus HIV tidak dapat tedeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan

sejak tertular virus HIV. Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk

menularkan virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV.
Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala

sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini.

d.      Tahap Penyakit Dini

Penderita mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat

mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV

akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebalan tubuhnya menurun/ lemah hingga

jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah

dengan menjalani uji antibody HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas

yang beresiko terkena virus HIV.

e.       Tahap Penyakit Lanjut

Pada tahap ini penderita sudah tidak bias melakukan aktivitas apa-apa. Penderita mengalami

nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk serta nyeri dada. Penderita mengalami jamur pada

rongga mulut dan kerongkongan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central mengakibatkan

kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon

anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung (peripheral) akan menimbulkan nyeri

dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang selalu mengalami tensi

darah rendah dan impotent. Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau

cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada

jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (folliculities), kulit

kering berbercak-bercak.

f.       Tahap Post Patogenesis (Tahap Penyakit Akhir)

Fase ini merupakan fase terakhir dari perjalanan penyakit AIDS pada tubuh penderita. Fase akhir

dari penderita penyakit AIDS adalah meninggal dunia.


e.    Mekanisme Penularan Penyakit

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung

HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007).

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan

darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian

ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006).

a)      Seksual

Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara

penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan

perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi

vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal

atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

b)      Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.

c)      Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang

terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara

bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai

kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.

d)      Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena

dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum

digunakan.

e)      Melalui transplantasi organ pengidap HIV.

f)       Penularan dari ibu ke anak.


g)      Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan

sesudah lahir melalui ASI.

f.     Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari asimtomatis sampai penyakit

berat yang dinamakan AIDS. AIDS pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian

besar (>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh persen

kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga

bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10

tahun.

Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh mikroorganisme yang ada di

lingkungan anak. Oleh karena itu, manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa

gagal tumbuh, berat badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan

hepatosplenomegali. Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV adalah adanya

infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman, parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya

tidak memberikan penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama

imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada organisme tersebut, yang

biasanya lebih lama, lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis

mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang paru

karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang Mycobacterium

tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak

sering juga menderita diare berulang.


g.    Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

Program pencegahan penularan dan penyebaran HIV lebih dipusatkan pada pendidikan

masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV. Dengan demikian, masyarakat (terutama

kelompok perilaku resiko tinggi) dapat mengubah kebiasaan hidup mereka sehingga tidak mudah

terjangkit HIV. Dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari HIV/AIDS adalah

sebagai berikut :

a.         Membiasakan Diri dengan Perilaku Seks yang Sehat

Sebagian besar penularan HIV terjadi melalui hubungan seksual. Oleh karena itu,

membiasakan diri dengan perilaku seks yang sehat dapat menjauhkan diri dari penularan HIV.

Misalnya, dengan tidak berhubungan seks di luar nikah, tidak berganti-ganti pasangan, dan

menggunakan pengaman (terutama pada kelompok perilaku beresiko tinggi) sewaktu melakukan

aktivitas seksual.

b. Menggunakan Jarum Suntik dan Alat-alat Medis yang Steril

Para tenaga medis hendaknya memperhatikan alat-alat kesehatan yang mereka gunakan.

Jarum suntik yang digunakan harus terjamin sterilitasnya dan sebaiknya hanya sekali pakai. Jadi,

setiap kali menyuntik pasien, seorang tenaga medis harus memakai jarum suntik yang haru. Hal

ini dimaksudkan untuk mencegah penularan HIV melalui jarum suntik. Selain itu, penggunaan

sarung tangan lateks setiap kontak dengan cairan tubuh juga dapat memperkecil peluang

penularan HIV.

c. Menjauhi Segala Bentuk Penggunaan Narkoba

Para pangguna narkoba sangat rentan tertular HIV, terutama pengguna narkoba suntik.

Fakta menunjukkan bahwa penyebaran HIV di kalangan pengguna narkoba suntik tiga sampai

lima kali lebih cepat dibanding perilaku resiko lainnya.


d. Tidak Terima Transfusi Darah dari Orang yang Mengidap HIV

Pemeriksaan medis yang ketat pada setiap transfusi darah dapat mencegah penularan

HIV. Sebelum transfusi darah berlangsung, para ahli kesehatan sebaiknya melakukan tes HIV

untuk memastikan bahwa darah yang akan didonorkan bebas dari HIV.

e. Menganjurkan Wanita Pengidap HIV untuk Tidak Hamil

Meskipun hamil adalah hak setiap wanita, namun bagi wanita pengidap HIV dianjurkan

untuk tidak hamil. Sebab, wanita hamil pengidap HIV dapat menularkan virus kepada janin yang

dikandungnya. Jika ingin hamil, sebaiknya mereka selalu berkonsultasi.

Program penanggulangan HIV/AIDS yaitu lewat jalur pendidikan mempunyai arti yang

sangat strategis karena besarnya populasi remaja di jalur sekolah dan secara politis kelompok ini

adalah aset dan penerus bangsa. Salah satu kelompok sasaran remaja yang paling mudah

dijangkau adalah remaja di lingkungan sekolah (closed community) (Muninjaya, 1998).

Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa menyebabkan remaja

berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup dan ingin diterima dalam lingkungan atau

kelompok tertentu. Oleh karena itu diperlukan peningkatan keimanan dan ketaqwaan melalui

ajaran-ajaran agama. (BNN, 2009)

Sebagian masyarakat Indonesia menggangap bahwa seks masih merupakan hal yang

tabu. Termasuk diantaranya dalam pembicaraan, pemberian informasi dan pendidikan seks.

Akibatnya jalur informasi yang benar dan mendidik sulit dikembangkan (Zulaini, 2000).

Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman yaitu dengan

melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam vagina, anus, ataupun

mulut.
2.    Penyakit Sifilis
a.    Definisi Penyakit Sifilis

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit

ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh.

Penyakit sifilis adalah penyakit kelamin yang bersifat kronis dan menahun walaupun

frekuensi penyakiti ini mulai menurun, tapi masih merupakan penyakit yang berbahaya karena

dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, saraf dan dapat

ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang di kandungnya. Sehingga menyebabkan kelainan

bawaan pada bayi tersebut. Sifilis sering disebut sebagai “Lues Raja Singa”.

b.   Distribusi Frkuensi

Data yang dilansir Departemen Kesehatan menunjukkan penderita sifilis mencapai 5.000

– 10.000 kasus per tahun. Sementar di Cina, laporan menunjukkan jumlah kasus yang diaporkan

naik dari 0,2 per 10.000 jiwa pada tahun 1993 menjadi 5,7 kasus per 100.000 jiwa pada tahun

2005. di Amerika Serikat, dilaporkan sekitar 36.000 kasus sifilis tiap tahunnya, dan angka

sebenarnya diperkirakan lebih tinggi. Sekitar tiga per lima kasus terjadi kepada lelaki.

Penyakit menular sexual (PMS) didunia kesehatan sekarang sudah banyak dibahas dan

menjadi percakapan. Hali ini dikarenakan semakin bertambahnya penderita PMS. Baik menimpa

secara langsung maupun tidak langsung.

c.    Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk golongan

Spirochaeta dan genus treponema yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20

mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak

seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah

dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang

disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat

ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar ( Soedarto, 1990 ).

d.   Gejala

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi. Infeksi bisa

menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak

maupun kematian. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu

makan, mual, lelah, demam dan anemia. Sedangkan pada fase laten dimana tidak nampak gejala

sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan

sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul.

Gejala dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan; sebelum perkembangan tes serologikal.

e.    Mekanisme Penyakit ( RAP )

a)      Tahap1

9-90 hari setelah terinfeksi. Timbul: luka kecil, bundar dan tidak sakit chancre- tepatnya

pada kulit yang terpapar/kontak langsung dengan penderita. Chancre tempat masuknya penyakit

hampir selalu muncul di dalam dan sekitar genetalia, anus bahkan mulut. Pada kasus yang tidak
diobati (sampai 1 tahun berakhir), setelah beberapa minggu, chancre akan menghilang tapi

bakteri tetap berada di tubuh    penderita.

b)      Tahap 2

1-2 bulan kemudian, muncul gejala lain: sakit tenggorokan, sakit pada bagian dalam

mulut, nyeri otot, demam, lesu, rambut rontok dan terdapat bintil. Beberapa bulan kemudian

akan menghilang. Sejumlah orang tidak mengalami gejala lanjutan.

c)      Tahap 3

Dikenal sebagai tahap akhir sifilis. Pada fase ini chancre telah menimbulkan kerusakan

fatal dalam tubuh penderita. Dalam stase ini akan muncul gejala: kebutaan, tuli, borok pada kulit,

penyakit jantung, kerusakan hati, lumpuh dan gila.

f.     Mekanisme Penularan Penyakit

Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak

langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus). Luka terjadi

terutama pada alat kelamin eksternal, vagina, anus, atau di dubur. Luka juga dapat terjadi di bibir

dan dalam mulut, Wanita hamil dengan penyakit ini dapat terbawa ke bayi. Spirochaeta

penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-

genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh

seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.

Harus terjadi kontak langsung dengan kulit orang yang telah terinfeksi disertai dengan lesi

infeksi sehingga bakteri bisa masuk ke tubuh manusia. Pada saat melakukan hubungan seksual

(misal) bakteri memasuki vagina melalui sepalut lendir dalam vagina, anus atau mulut melalui
lubang kecil. Sifilis sangan infeksius pada tahap 1 dan 2. selain juga dapat disebarkan per-

plasenta.

g.    Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

Sama seperti penyakit menular seksual lainnya, sifilis dapat di cegah dengan cara

melakukan hubungan seksual secara aman misalkan menggunakan kondom.

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit

sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain :

a.       Tidak berganti-ganti pasangan.

b.      Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.

c.       Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah

terinfeksi.

3.    Penyakit Gonore


a.    Definisi Penyakit Gonore

Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae

yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih

mata (konjungtiva).

Gonore (GO) adalah penyakit Menular Seksual yang paling sering terjdi dan paling

mudah terjadi. Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan secara langsung

dari seseorang ke orang lain melalui kontak seks. Namun penyakit gonore ini dapat juga

ditularkan melalui ciuman atau kontak badan yang dekat. Kuman  patogen tertentu yang mudah
menular dapat ditularkan melalui makanan, transfusi darah, alat suntik yang digunakan untuk

obat bius.

b.   Distribusi Frekuensi

Infeksi gonore ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga ditularkan kepada janin

pada saat proses kelahiran berlangsung. Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit

ini, tetapi insidens tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita pada

tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6 per 100.000) sebaliknya pada

laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000).

Epidemiologi N. gonorrhoeae berbeda pada tiap – tiap negara berkembang. Di Swedia, insiden

gonore dilaporkan sebanyak 487/100.000 orang yang menderita pada tahun 1970. Pada tahun

1987 dilaporkan sebanyak 31/100.000 orang yang menderita, pada tahun 1994 dilaporkan

penderita gonore semakin berkurang yaitu hanya sekitar 31/100.000 orang yang menderita. Di

Amerika Serikat, insiden dari kasus gonore mengalami penurunan. Di dunia diperkirakan

terdapat 200 juta kasus baru setiap tahunnya.

c.    Etiologi

Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae

yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih

mata (konjungtiva).

Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan

persendian.Pada wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam

panggul sehingga timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.


d.   Gejala

Gejala dari penyakit ini tebagi atas dua yaitu gejala yang terdapat pada laki – laki dan

perempuan, dimana gejala tersebut adalah sebagai berikut :

a.         Gejala pada laki – laki

         Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi.

         Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra, yang beberapa jam kemudian diikuti

oleh nyeri ketika berkemih dan keluarnya nanah dari penis.

         Penderita sering berkemih dan merasakan desakan untuk berkemih, yang semakin memburuk

ketika penyakit ini menyebar ke uretra bagian atas. Lubang penis tampak merah dan

membengkak.Pada wanita, gejala awal bisa timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi.

b.      Gejala pada wanita

         Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan

diketahui menderita penyakit ini hanya setelah mitra seksualnya tertular.

         Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Tetapi beberapa penderita menunjukkan gejala yang

berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan

demam.

         Infeksi bisa menyerang leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra dan rektum;

menyebabkan nyeri pinggul yang dalam atau nyeri ketika melakukan hubungan seksual.

         Nanah yang keluar bisa berasal dari leher rahim, uretra atau kelenjar di sekitar lubang vagina.

         Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seksual melalui anus (lubang dubur)

bisa menderita gonore pada rektumnya.


         Penderita merasakan tidak nyaman di sekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah

di sekitar anus tampak merah dan kasar, tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah.

         Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak lendir dan cairan di dinding rektum penderita.

         Melakukan hubungan seksual melalui mulut (oral sex) dengan seorang penderita gonore bias

menyebabakn gonore pada tenggorokan (faringitis gonokokal).

         Biasanya infeksi ini tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang menyebabkan nyeri tenggorokan

dan gangguan menelan.

         Jika cairan yang terinfeksi mengenai mata maka bisa terjadi infeksi mata luar (konjungtivitis

gonore).

         Bayi baru lahir bisa terinfeksi oleh gonore dari ibunya selama proses persalinan, sehingga terjadi

pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah.

         Pada dewasa, bisa terjadi gejala yang sama, tetapi seringkali hanya 1 mata yang terkena.

         Jika infeksi ini tidak diobati bisa terjadi kebutaan.

e.    Cara Penularan Penyakit

Orang yang terkena gonore umumnya tertular pertama kali dengan orang yang terinfeksi

saat melakukan hubungan seksual melalui vagina, oral, anus.

Sedangkan kontak non seksual terjafi pada ibu hamil yang terkena gonore kemudian

menularkan pada anaknua saat prose persalinan.

Bakteri ini masuk melalui lapisam dalam uretra (saluran kemih), leher rahim, rektum

(jalur usus besar ke anus) dan tenggorokkan atau bagian putih mata (konjungtiva). Gonore bisa

menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian. Pada
wanita, gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga

timbul nyeri panggul dan gangguan reproduksi.

f.     Manifestasi Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap nanah, dimana

ditemukan bakteri penyebab gonore.Jika pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan bakteri,

maka dilakukan pembiakan di laboratorium.Jika diduga terjadi infeksi tenggorokan atau rektum,

diambil contoh dari daerah ini dan dibuat biakan.

g.    Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit gonore ini adalah menghindari gaya hidup

aseks bebas dan selalu setia kepada pasangan. Dengan melakukan seks bebas, kita bisa dengan

mudah tertutar penyakit gonore ini. Oleh karena itu , untuk memutus rantai penyakit gonore ini,

kita tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual. Karena kita tidak pernah tahu

seseorang tersebut menderita penyakit gonore maupun penyakit menular seksual yang lainnya.

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1    Biodata
a.       Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien, umur pasien
biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma
sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab
pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas
kesehatan.
3.1.2           Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan Utama
(keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian). Apakah ada gejala: keputihan tidak
biasa jumlah banyak atau terus keluar warna tidak biasa, rasa gatal, bau busuk amis atau asam.

b.      Riwayat penyakit Sekarang


(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit).
Apakah ada gejala: keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus keluar warna tidak biasa,
rasa gatal, bau busuk amis atau asam. Apakah nyeri saat BAK, apakah ada pembengkakan
kelenjar lipat paha, nyeri perut bagian bawah (nyeri berkepanjangan, hanya saat haid, hanya saat
hubungan seksual), apakah ada daging atau kutil pada alat kelamin, gangguan menstruasi, kapan
terjadi haid terakhir (sedang haid sekarang atau sedang hamil)

c.       Riwayat penyakit keluarga


(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat
penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak).
Apakah ada anggota keluarga yang juga pernah terkena penyakit tumor mata, tumor lain, atau
penyakit degeneratif lainnya
d.      Riwayat penyakit dahulu
(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien). Apakah klien
ada riwayat terkena penyakit menular seksual.
Faktor resiko (pasien sendiri bukan pasangannya) lebih dari satu pasangan seksual dalam satu
bulan terakhir, hubungan seksual dengan pekerja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami 1 atau
lebih episode PMS dalam 1 tahun terakhir, pekerjaan suami beresiko tinggi.

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


a.       Sistem integument
Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
b.      Kepala dan Leher
1)      Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala
2)      Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
3)      Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
4)      Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
5)      Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi Hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri bentuknya
seperti obeng).
6)      Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
c.       Sistem Pernafasan : kelelahan terus menerus, kaku kuduk, malaise. Tanda (kelemahan,
perubahan tanda-tanda vital)
d.      Sistem kardiovaskuler : Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung
reumatik sebelumnya.
e.       Sistem penceranaan : Biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
f.       Sistem musculoskeletal : Pada neurosifilis terjadi athaxia.
g.      Sistem Neurologis : Biasanya terjadi parathesia.
h.      Sistem perkemihan : penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluat nanah.
Tanda : kencing bercampur nanah, nyeri pada saat kencing.
i.        Sistem Reproduksi : Biasanya terjadi impotensi.

3.1.4        Pengkajian 11 Fungsional Gordon


1.      Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
a.       Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan
pentingnya kesehatan bagi klien?
b.      Kaji apakah klien merokok atau minum alkohol?
c.       Apakah klien mengetahui tanda dan gejala penyakitnya?
2.      Pola nutrisi metabolik
a.       Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan setelah sakit?
b.      Apakah ada perubahan pola makan klien?
c.       Kaji apa makanan kesukaan klien?
d.      Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu.
e.       Biasanya klien mengalami gejala: anoreksia, nausea
f.       Tanda: vomiting
3.      Pola eliminasi
a.       Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien apakah mengalami gangguan?
b.      Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?
c.       Apakah klien merasakan nyeri saat BAK dan BAB?
d.      Apakah penyakit ini mengganggu kenyamanan saat BAK dan BAB?
e.       Biasanya klien mengalami gejala: penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluar
Nanah.
f.       Tanda: kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing.
4.      Pola aktivas latihan
a.       Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum menghadapi pembedahan,
apakah klien dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?
b.      Apakah aktivitas terganggu karena penyakit  yang dihadapinya?
c.       Biasanya klien mengalami gejala: kelelahan terus- menerus, kaku kuduk, malaise.
d.      Tanda: kelemahan, perubahan tanda- tanda vital (tekanan darah kadang-kadang naik)
5.      Pola istirahat tidur
a.       Kaji perubahan pola tidur klien, berapa lama klien tidur dalam sehari?
b.      Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri ?
6.      Pola kognitif persepsi
a.       Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan pada panca indra?
b.      Bagaimana kemampuan berkomunikasi, memahami serta berinteraksi klien terhadap orang lain?
7.      Pola persepsi diri dan konsep diri
a.       Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya apakah klien
merasa rendah diri ?
b.      Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena penyakit yang dideritanya?
c.       Apakah klien merasa kurang percaya diri karena penyakitnya?
8.      Pola peran hubungan
a.       Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah Sakit
dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat sekitarnya?
b.      Biasanya klien akan  kurang percaya diri bergaul dengan masyarakat
9.      Pola reproduksi dan seksualitas
a.       Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?
b.      Apakah ada perubahan kepuasan pada seksualitas klien
c.       Kaji pasien, apakah saat berhubungan memakai alat pelindung?
d.      Apakah klien mengganti-ganti pasangannya?
e.       Biasanya pada pemeriksaan alat kelamin bagian luar ditemukan:
1)      Ulkus genital: sakit bila disentuh, tepi luka jelas atau tepi mengantong
Pembengkakan Kelenjar Inguinal: sakit bila disentuh, bekas luka kelenjar lipat paha
2)      Kutil Genital: vulva vagina, anus.
3)      Keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus keluar warna tidak biasa, rasa gatal, bau busuk
amis atau asam, ada daging atau kutil pada alat kelamin 
10.  Pola koping dan toleransi stress
a.       Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah?
b.      Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
c.       Biasanya klien akan mengalami stres dan depresi karena penyakitnya, takut tidak diterima dalam
masyarakat.
11.  Pola nilai dan kepercayaan
a.       Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?
b.      Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?Kaji bagaimana pengaruh
agama terhadap klien menghadapi pembedahan?       

3.2  Diagnosis Keperawatan


1.      Nyeri akut b.d kerusakan jaringan sekunder.
2.      Hipertermi b.d respon sistemik ulkus mole
3.      Gangguan integritas jaringan kulit b.d adanya ulkus pada genitalia.
4.      Resiko tinggi infeksi b.d ulkus merah pada penis dan anus serta demam subfebris
5.      Kurang pengetahuan tentang penyakit dan resiko penyebaran infeksi dan infeksi berulang.

3.3  Intervensi Keperawatan


No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tanda-tanda vital; (TD, 1. Tanda-tanda vital dapat
keperawatan selama 8 jam N, RR) menunjukkan tingkat
diharapkan nyeri perkembangan pasien
berkurang/hilang, dengan 2. Kaji keluhan, lokasi, 2. mengindikasikan kebutuhan
kriteria hasil : intensitas, frekuensi dan untuk intervensi dan tanda-
1.      Pasien tidak mengeluh waktu terjadinya nyeri tanda perkembangan atau
nyeri (PQRST) resolusi komplikasi
2.      Skala nyeri 0-1 (0-4) 3. Mengalihkan perhatian
3.      Pasien tidak gelisah 3. Lakukan dan awasi latihan terhadap nyeri
rentang gerak aktif dan pasif
4. Dorong ekspresi, perasaan 4. Pernyataan memungkingkan
tentang nyeri pengungkapan emosi dan
dapat meningkatkan
mekanisme koping
5. Memfokuskan kembali
5. Ajarkan teknik relaksasi, perhatian rasa control yang
distraksi, massage, dapat menurunkan
ketergantungan farmakologis
6. Pendekatan dengan
menggunakan relaksasi dan
6.    Jelaskan dan bantu pasien nonfarmakologi lainnya telah
dengan tindakan pereda nyeri menunjukkan keefektifan
nonfarmakologi dan dalam mengurai nyeri.
noninvasive
Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau suhu pasien (derajat 1. Suhu 38,9-41 derajat C
keperawatan selama 12 dan pola) menunjukkan proses infeksius
jam, diharapkan suhu tubuh 2. Membantu mengurangi
rentang normal, dengan 2. Berikan kompres hangat demam
kriteria hasil : 3. Anjurkan pasien untuk 3. Untuk mengganti cairan tubuh
1.Suhu tubuh normal (36-37 C) banyak minum 1500-2000 yang hilang akibat evaporasi
2.Kulit tidak panas, tidak cc/hari.
kemerahan. 4. Memberikan rasa nyaman dan
3.Turgor kulit elastic pakaian yang tipis mudah
4.Mukosa bibir lembab 4. Anjurkan pasien untuk menyerap keringat dan tidak
menggunakan pakaian yang merangsang peningkatan suhu
tipis dan mudah menyerap tubuh
keringat 5. Pemberian cairan sangat
penting bagi pasien dengan
5. Kolaborasi dalam pemberian suhu tubuh yang tinggi.
cairan intravena dan Antipiretik untuk menurunkan
antipretik panas tubuh pasien.
Setlah dilakukan asuhan 1. Kaji kerusakan kulit yang 1. Menjadi data dasar untuk
keperawatan 1-2 minggu, terjadi pada klien memberikan informasi
diharapkan integritas kulit intervensi perawatan luka,
membaik secara optimal, alkat apa yang akan dipakai
dengan kriteria hasi : dan jenis larutan apa yang
1.      Pertumbuhan jaringan akan digunakan.
meningkat
2.      Keadaan luka membaik 2. Catat ukuran atau warna, 2. Memberikan informasi dasar
3.      Luka menutup kedalam luka dan kondisi tentang kebutuhan dan
4.      Mencapai penyembuhan sekitar luka. petunjuk tentang sirkulasi
luka tepat waktu 3. Perawtan luka dengan
3. Lakukan perawatan luka teknik steril dapat
dengan Teknik steril Mengurangi kontaminasi
kuman langsung ke area luka.

4. Mencegah meserasi dan


4. Bersihkan area perianal menjaga perianal tetap kering
dengan membersihkan feses 5. Diet TKTP diperlukan untuk
menggunakan air. meningkatkan asupan dari
5. Tingkatkan asupan nutrisi kebutuhan pertumbuhan
jaringan
6. Menjaga kebersihan kulit dan
mencegah komplikasi
6. Anjurkan pasien untuk
menjaga kebersihan kulit
dengan cara mandi sehari 2 8. Mencegah atau mengontrol
kali infeksi
8. Kolaborasi dalam
pemberian obat antibiotika
topical
Setelah dilakukan asuhan
1.      Kaji TTV terutama suhu. 1.      Suhu meningkat menunjukan
keperawatan selama 1x24 terjadinya infeksi
jam, diharapkan infeksi 2.      Untuk mengetahui terjadinya
berkurang atau hilang
2.      Kaji adanya tanda-tanda infeksi sehingga dapat di
teratasi, dengan kriteria infeksi tangani
hasil : 3.      Deteksi dini pengembangan
1.      Tidak ada tanda-tanda
3.      Observasi daerah kulit yang infeksi memungkinkan
infeksi mengalami kerusakan,cacat melakukan tindakan
2.      Tidak ada drainase karekteristik drainase dan pencegahan komplikasi.
purulent adanya inflamasi. 4.      Cuci tangan merupakan cara
3.      Suhu tubuh normal 4.      Berikan perawatan dengan pertama untuk menghindari
teknik antiseptic dan aseptic, infeksi nosocomial
pertahankan cuci tangan yang
5.      Dapat mencegah
efektif. penyebaran/melindungi ps
5.      Kolaborasi dalam pemberian dari proses infeksi lain.
antibiotic.
Setelah dilakukan asuhan1.   Beritahukan pasien/orang
1.      Informasi dibutuhkan untuk
keperawatan selam 1x24 terdekat mengenai dosis, meningkatkan perawatan diri,
jam/menit, diharapkan aturan, dan efek pengobatan, untuk menambah kejelasan
terpenuhinya pengetahuan pembatasan aaktivitas seksual efektivitas pengobatan dan
pasien tentang kondisi yang dapat dilakukan. mencegah penularan. Pasien
penyakit, dengan kriteria harus sangat disarankan untuk
hasil : menghindari kontak seksual
1.      Mengungkapkan sementara sampai ulkus sudah
pengertian tentang proses kering karena mereka sangat
infeksi, tindakan yang menular dan menyebabkan
dibutuhkan dengan wabah masyarakat.
kemungkinan penularan. 2.      Sifilis adalah penyakit
2.      Mengenal perubahan gaya menular. Pada beberapa
hidup/tingkah laku untuk fasilitas perawatan kesehatan
mencegah terjadinya harus dapat meyakinkan
penularan 2.   Jelaskan tentang cara bahwa semua pasien yang
menurunkan penularan dari didiagnosis dilaporkan pada
penyakit sifilis depertemen lokal atau Negara
untuk meyakinkan adanya
tindak lanjut. Departemen
kesehatan masyarakat
bertangung jawab untuk
mewawancarai pasien untuk
menentukan kontak seksual,
maka kontak seksual dapat di
catat dan dapat dilakukan
penyaringan. Lesi sifilis
primer dan sekunder sangat
menular. Sarung tangan
digunakan saat melakukan
kontak langsung dengan lesi
dan tangan harus dicuci
setelah sarung tangan dilepas.
Isolasi pada ruangan khsusus
tidak diperlukan.
3.      Pemberian antibiotic dirumah
dibutuhkan untuk mengurangi
invasi bakteri pada kulit.
4.      Menigkatkan sistem imun dan
pertahanan terhadap infeksi.

5.      Dengan mengetahui kondisi


ini, maka perlu diperhatikan
tindakan higenis rutin seperti
pemakaian alat pribadi.
3.   Jelaskan tentang pentingnya
6.      Keterbatasan aktivitas dapat
pengobatan antibiotik. menganggu kemampuan
pasien untuk memenuhi
4.   Meningkatkan cara hidup kebutuhan sehari-hari
sehat seperti intake makanan
yang baik, keseimbangan
antara aktivitas dan istirahat,
serta monitor status kesehatan
dan adanya infeksi.
5.   Beritahu pasien bahwa
mereka dapat menulari orang
lain.

6.   Identifikasi sumber-sumber


pendungkung yang
memungkinkan untuk
mempertahankan perawatan
dirumah yang dibutuhkan.
3.4 Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi yang ada.
3.4  Evaluasi keperawatan
Evaluasi yang diharapkan setelah mendapat intervensi keperawatan, meliputi:
1.      Menurunkan keluhan nyeri.
2.      Terjadi peningkatan intergitas jaringan kulit.
3.      Suhu tubuh dalam rentang normal.
4.      Terpenuhinya informasi pengetahuan tentang penyakit dan resiko penyebaran infeksi.
5.      Pasien tidak mengelami komplikasi ke organ genetalia lain.
6.      Terpenuhinya kepatuhan pasien terhadap program terapi.
7.      Terjadinya peningkatan gambaran diri.
8.      Terjadi penurunan kecemasan.
BAB III

PENUTUP

A.      KESIMPULAN
IMS (Infeksi Menular Seksual) merupakan salah satu penyakit yang mudah ditularkan
melalui hubungan seksual, dengan ciri khas adanya penyebab dan kelainan yang terjadi terutama
di daerah genital. IMS sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.
            Penyakit yang termasuk dalam kelompok IMS di antaranya Gonore (kencing nanah) dan
Kondiloma Akuminata (KA). Prilaku seksual berupa bergonta-ganti pasangan seksual akan
meningkatkan penularan penyakit, Kelompok berisiko tinggi terkena infeksi menular seksual
yaitu PSK (Pekerja Seks Komersial). Angka penyakit IMS di kalangan PSK (Pekerja Seks
Komersial) tiap tahunnya menunjukkan peningkatan. Saat ini diperkirakan 80%-90% PSK
terinfeksi IMS seperti : Neisseria gonorrhoeae, Herpes simplex vinio tipe 2 dan clamidia. Pekerja
seks memerlukan skrining secara rutin untuk IMS seperti penggunaan kondom tidak sepenuhnya
protektif.

B.       SARAN
Sebagai saran dari penulis semoga setelah membaca makalah ini kita semua dapat
mengerti tentang apa yang dimaksud dengan IMS ( Infeksi Menular Seksual ), dan dapat
melakukan berbagai tindak pencegahan, karna ini merupakan kewajiban kita semua untuk
mengurangi tingkat kejadian pada penyakit mematikan tersebut. Menghindari tindakan seks
bebas, meberikan pengetahuan pada seluru remaja agar menghindari tidakan yang tidak bermoral
tersebut karna dapat merusak masa depan mereka  dan dapat menjadi penyesalah seumur hidup.
DAFTAR PUSTAKA

http://ismorosiyadi.blogspot.com/2011/12/jenis-jenis-penyakit-menular-seksual.html

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2022058-jenis-penyakit-
menular-seksual-dan/#ixzz1r41TRnwR

http://www.lusa.web.id/penyakit-menular-seksual/

http://marhamah123.wordpress.com/2011/03/27/macam-macam-penyakit-menular-seksual-dan-cara-
menanggulanginya/

sumber: http://jekethek.blogspot.com/2010/06/tips-mendeteksi-penyakit-seksual.html

Anda mungkin juga menyukai