Disusun oleh:
Denifasius laro gudipun
1911304018
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 4
TUJUAN ...................................................................................................................... 6
MANFAAT .................................................................................................................. 6
BAB II .............................................................................................................................. 7
ISI ..................................................................................................................................... 7
1. Gonore ................................................................................................................... 7
2. Klamidia .............................................................................................................. 10
3. Sifilis.................................................................................................................... 12
5. Trikomoniasis ...................................................................................................... 19
PENUTUP ..................................................................................................................... 25
KESIMPULAN ......................................................................................................... 25
LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara tropis nan berkembang dengan banyak pulau
diperairan, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk (SP2020)
tercatat sebesar 270,20 juta jiwa. Hasil SP2020 dibandingkan dengan SP2010
memperlihatkan penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,56 juta jiwa atau rata-rata
sebanyak 3,26 juta setiap tahun. Jumlah ini berkembang seiring berjalannya waktu karena
jumlah perkembangbiakan biologis namun dapat menurun apabila terdapat kendala yang
diakibatkan oleh situasi negara. Laju pertumbuhan penduduk per Tahun selama 2010-
2020 rata-rata sebesar 1,25 persen, melambat dibanding periode 2000-2010 yang sebesar
1,49 persen (BPS, 2020).
Pada tahun 2019 Indonesia dan seuluruh penduduk dunia dikejutkan dengan
wabah yang mendunia yaitu covid-19. Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia
untuk menekan peningkatan penyebaran virus agar penduduk Indonesia tidak terinfeksi
secara brutal. Hal ini dilakukan dengan menerapkan protocol Kesehatan dengan memakai
masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) hingga kini masih menjadi jalur utama untuk memberhentikan alur
penularan virus covid-19. Hal ini menjadikan masyarakat harus beraktifitas di dalam
rumah, baik sekolah, perkantoran dan semua masyarakat. Banyak sekolah, para pekerja
dan masyarakat yang menjalani kegiatan secara daring (dalam jaringan) atau dilakukan
secara online. Hal ini memicu tingkat stress masyarakat dan akhirnya memilih untuk
melakukan pekerjaan atau belajar online secara bebas atau sesuka hati. Kegiatan
masyarakat yang dilakukan secara online tersebut sungguh berdampak pada angka
perkawinan anaj di masa pandemi yang tetap meroket. Hal ini dikutip dalam Kementrian
PPN/Bappenas yang menyebutkan sebanyak 400-500 anak perempuan usia 10-17 tahun
beresiko menikah dini akibat pandemu Covid-19. Hal ini terbukti dengan adanya 34.000
permohonan dispensasi kawin yang diajukan kepada Pengadilan Agama pada Januari
hingga Juni 2020, yang 97% dikabulkan. Angka ini meningkat dari tahun 2019 yaitu
sebanyak 23.126 perkara dispensasi yang diajukan kepada Pengadilan Agama (Andina,
2021).
Peningkatan angka pernikahan di masa pandemi ini tidak lebih karena krisis
ekonomi dan kurangnya Pendidikan. Pembelajaran yang dilakukan dirumah secara daring
atau online juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka pernikahan. Hal ini
ternyata karena aktivitas belajar di rumah yang mengakibatkan remaja memiliki
keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar termasuk pacaran. Keluarga yang minim
Pendidikan akan takut jika anak-anak berpacaran melewati batas maka memilih untuk
segera menikahkan. Pada keluarga yang lemah pengawasan orang tua terhadap anak
berdampak terjadinya pergaulan yang bebas dan mengakibatkan kehamilan di luar nikah.
Hal ini justru akan mengancam nyawa dan mental bagi anak-anak. Karena kondisi anak-
anak yang belum siap untuk menikah dan kondisi keuangan yang masih terbilang krisis.
Berhubungan seksual sebelum menikah juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan
mental, kebersihan dan kesehatan alat kelamin serta cenderung akan terjadi secara
berulang karena saat berhubungan badan, tubuh akan mengeluarkan hormone tertentu dan
manusia normal cenderung akan meminta melakukan kembali (Kasih, 2020).
Kebersihan dan Kesehatan alat kelamin menjadi salah satu kunci utama dalam
melakukan hubungan seksual yang sehat dan aman. Hal ini dibuktikan dengan preventif
dengan cek secara rutin dan berkala yang dilakukan baik sebelum dilakukan pernikahan
maupun sesudah dilakukan pernikahan. Melakukan hubungan seksual dengan pasangan
yang kondisi kesehatannya belum diketahui pasti akan menimbulkan rasa cemas,
khawatir dan tidak nyaman secara jangka panjang. Perasaan tersebut timbul karena efek
dalam diri yang cenderung meningkat saat mengetahui kondisi pasangan yang
mempunyai infeksi menular seksual atau penyakit yang menular ketika seseorang
berhubungan seksual tanpa keamanan.
Infeksi menular seksual hingga saat ini masih merupakan masalah Kesehatan
masyarakat yang terdapat di seluruh dunia, baik dalam negara maju maupun negara
berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat lebih dari 340
juta kasus yang terbaru dari infeksi menular seksual yang dapat diobat seperti sifilis,
gonorrhea, klamidia trakomatis dan trikomona vaginalis yang terjadi pada tiap tahunnya,
terutama yang terjadi pada pria dan Wanita yang berusia 15-49 tahun. Berdasarkan data
yang diperoleh dari CDC pada tahun 2012 lebih dari 2,8 juta kasus Chlamydia dan lebih
dari 700.000 kasus gonorrhea yang terjadi pada remaja di Amerika Serikat (Robert, 2012).
TUJUAN
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui macam-macam infeksi menular seksual pada pria dan wanita.
2. Untuk mengetahui penyebaran penyakit infeksi manular seksual pada pria dan
wanita.
3. Untuk mengetahui diagnosis laboratorium pada penyakit infeksi menular seksual
pria dan wanita.
MANFAAT
Pembuatan makalah ini, diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Dapat membantu dan menyelesaikan kesulitan dalam pembelajaran mata kuliah
pemeriksaan laboratorium reproduksi, khususnya materi macam-macam infeksi
menular seksual pada pria dan wanita.
2. Sebagai wahana pembelajaran diri untuk berbagi antara mahasiswa dan
menyadarkan mahasiswa bahwa belajar merupakan pendekatan hati ke hati bukan
berorientasi pada nilai namun tetap memegang teguh kejujuran dan optimis yang
tinggi.
3. Memberikan pengetahuan serta masukan kepada mahasiswa, dosen, guru maupun
siswa.
4. Sebagai referensi bahan pembuatan makalah lainnya maupun bahan ajar dosen.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka rumusan masalah dalam
makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan infeksi menular seksual (IMS)?
2. Sebutkan macam-macam penyakit infeksi menular yang terdapat baik pada pria
maupun wanita?
3. Factor penularan apa saja yang dapat menyebabkan menularnya infeksi menular
seksual?
4. Apa saja diagnosis yang dapat menetapkan hasil apabila pasien tersebut mengidap
infeksi menular seksual?
BAB II
ISI
Pathogenesis pada Human Papilloma Virus ini berawal dari virus ini menginfeksi
sel basal yang kemudian akan melalui mikroabrasi pada kulit. Mekanisme masuknya
virus belum diketahui dengan pasti karena asimptomatic, perlekatan kemungkinan dapat
dimediasi oleh heparin sulfat proteoglikan. Masuknya virus ke dalam sel melalui
endositosis yang dimediasi oleh chlatrin. Genom virus kemudian ditranslokasikan ke
nukleus, setelah itu gen E1 dan E2 diekspresikan untuk mempertahankan salinan genom
dalam jumlah yang rendah. Salinan protein ini berikatan dengan daerah asal replikasi
virus dan menarik DNA polimerase seluler serta protein lain yang dibutuhkan untuk
replikasi DNA. Pada lapisan suprabasal, ekspresi gen E1, E2, E5, E6 dan E7 berkontribusi
untuk mempertahankan genom virus dan menginduksi proliferasi sel, meningkatkan
jumlah sel terinfeksi HPV pada epitel, menghasilkan sel dalam jumlah besar yang pada
akhirnya memproduksi virion infeksius. Pada sel yang lebih berdiferensiasi terjadi
aktivasi promotor diferensiasi dan mempertahankan ekspresi gen E1, E2, E6 dan E7.
Selanjutnya, terjadi aktivasi gen E4, yang produknya akan menginduksi amplifikasi
replikasi genom virus, meningkatkan jumlah salinan virus per sel dalam jumlah besar,
dan dalam waktu bersamaan juga terjadi ekspresi gen L1 dan L2. Produksi gen L1 dan
L2 yaitu protein kapsid mayor dan minor, bergabung untuk pembentukan kapsid virus
dan pembentukan virion pada lapisan granular, yang kemudian mencapai lapisan tanduk
yang kemudian dilepaskan bersama dengan deskuamasi sel epitel. Induksi pada
karsinogenesis oleh HPV ini memiliki tipe risiko tinggi yang merupakan proses beberapa
langkah dimana infeksi persisten merupakan kejadian awal yang menyebabkan inisiasi,
namun perubahan genetik lanjutan diperlukan untuk transformasi sel yang terinfeksi
menjadi ganas. Efek onkogenik ini disebabkan oleh ekspresi protein E6 dan E7, yang
berikatan dengan dan menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor p53 dan pRb. Human
papilloma virus onkogenik juga mengganggu kontrol siklus sel dan apoptosis melalui
gangguan jalur cyclin-dependent kinases (CDK) (Wijaya, 2016).
Cara penularan virus ini yaitu dari berbagai jalur, diantaranya ada melalui seksual,
Wanita yang telah berhubungan intim berisiko terinveksi HPV, apalagi yang sering
berganti pasangan dan kehidupan seksual tidak bersih, maka lebih dar 75% pernah
terinveksi HPV. Melalui jalur non seksual dengan cara penularan langsung. Misalnya
yaitu dari ibu kebayinya pada saat persalinan, pada ibu yang telah tertular virus HPV.
Kemudian terdapat penularan tidak melalui kelamin misalnya pakaian dalam, alat-alat
kedokteran yang tidak steril (Sukaca, 2009).
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis Human Papillomavirus (HPV antara lain:
a. HPV DNA
HPV DNA merupakan suatu test skrinning yang menggunakan alat khusus untuk
mengambil specimen cairan di sekitar ostium serviks. Teknik pemeriksaan ini
adalah dengan mengambil sampel dari bagian atas vagina dan ostium serviks yang
selanjutnya memasukkan sampel tersebut kedalam wadah khusus yang telah
diberi cairan pengawet. Kemudian melakukan pemeriksaan nonamplifikasi
dengan metode hibridisasi in situ atau pemeriksaan amplifikasi dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR), Ligase Chain Reaction (LCR) dan Hybrid
Capture (HC). Metode Tes HPV DNA antara lain metode hibridisasi asam nukleat
secara langsung (contoh: Southern Blot hybridization), Hybrid capture II assay
(HC II), metode amplifikasi target (Polimerase Chain Reaction/PCR), PCR-
Reverse Line Hybridization (contoh: Linear Array HPV Genotyping test).
b. Pap Smear
Pemeriksaan HPV dengan Pap smear mempunyai spesifitas hingga lebih dari
90%. Sensitivitas Pap smear bila dikerjakan setiap tahun mencapai 90%, setiap 2
tahun 87%, setiap 3 tahun 78% dan bila 5 tahun mencapai 68%. Teknik
pengambilan spesimen untuk Pap smear didahului dengan pemeriksaan dalam,
dengan menggunakan speculum untuk membuka liang vagina sehingga tampak
serviks. Pemeriksa akan mengambil sel serviks menggunakan suatu alat yang
disebut spatula, dioles pada objek gelas dan difiksasi dengan alkohol 95%
kemudian dibawa ke laboratorium untuk diproses. Waktu yang diperlukan untuk
proses sampai dengna pembacaan hasil secara mikroskopik oleh ahli patologi
adalah sekitar sekira 3 ± 7 hari. Berdasarkan hasil pemeriksaan bisa diketahui
apakah sel-sel rahim yang tampak normal atau menunjukkan kelainan (Lipinwati,
2014).
Gambar 0.8 Teknik Pap Smear
c. IVA Test
Pemeriksaan HPV dengan metode ini merupakan metode dini yang cukup baik
dalam mendeteksi kanker serviks. IVA test memiliki sensitivitas sekitar 66-96%
dan spesifitas 64- 98%. Sedangkan nilai prediksi positif 10-20% dan nilai prediksi
negatif 92-97%. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) merupakan pemeriksaan
leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang)
setelah memulas leher rahim dengan larutan Asam Asetat 3-5%. Alat dan bahan
untuk melakukan pemeriksaan IVA test, yaitu ruangan tertutup, meja periksa,
sumber cahaya, spekulum vagina, Asam Asetat 3-5%, swab lidi kapas dan sarung
tangan. : IVA test dilakukan dengan cara mengoleskan Asam Asetat 3-5% pada
permukaan mulut rahim. Pada lesi pra-kanker serviks akan menampilkan bercak
putih yang disebut aceto white epithelium (IVA test positif) (Sudarman, 2014).
Menurut Hasdianah & Dewi (2014), klasifikasi HIV dapat dibedakan menjadi 4 fase,
yaitu:
a. Fase 1
Fase ini terinfeksi pada umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) yang sudah
terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri - ciri terinfeksi belum terlihat atau bersifat
asimptomatic meskipun telah melakukan tes darah. Pada fase ini antibody
terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala
ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan dapat sembuh sendiri).
b. Fase 2
Fase ini ialah fase dengan umur infeksi 2- 0 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada
fase kedua ini sudah diketahui positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit.
Sudah dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala -
gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).
c. Fase 3
Pada fase ini mulai muncul gejala - gejala awal penyakit. Belum disebut gejala
AIDS. Gejala - gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada
waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang
tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta
berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai
berkurang.
d. Fase 4
Fase ini merupakan fase akhir yaitu fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa
setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul
penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru
- paru yang menyebabkan radang paru - paru dan kesulitan bernafas, kanker,
khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang
menyebabkan diare parah hingga berminggu – minggu kemudian infeksi otak
yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.
Penularan HIV ditularkan dari orang ke orang mrlalui pertukaran cairan tubuh seperti
darah, semen, cairan vagina, dan ASI. Ada tidaknya infeksi HIV pada tubuh tergantung
pada status imunitas, gizi, Kesehatan umum dan usia serta jenis kelamin merupakan factor
resiko. Seseorang akan beresiko tinggi terinfeksi HIV bila bertukar darah dengan orang
yang terinfeksi, pemakaian jarum suntik yang bergantian terutama pada penggunaan
narkoba, hubungan seksual. Virus HIV terdapat dalam saliva, air mata, dan urin (sangat
rendah). HIV juga dapat ditularkan melalui:
a. Ibu hamil
1. Secara intrauterine, intrapartum, postpartum (ASI)
2. Angkat transmisi mencapai 20-50%
3. Angka transmisi melalui ASI dilaporkan dari sepertiga.
4. Laporan lainnya menyatakan resiko penularan yang melalui ASI adalah 11-
29%.
5. Kemudian terdapat laporan dari studi meta-analisis prospektif yang
melibatkan penelitian pada dua kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang
menyusui sejak awal kelahiran bayi dan kelompok ibu yang menyusui setelah
beberapa waktu usia bayinya, melaporkan bahwa angka penularan HIV pada
bayi yang belum disusui adalah 14% (yang diperoleh dari penularan melalui
mekanisme kehamilan dan persalinan), dan angka penularan HIV meningkat
menjadi 29% setelah bayinya disusui. Bayi normal dengan ibu HIV bisa
memperoleh antibodi HIV dari ibunya selama 6-15 bulan.
b. Jarum suntik
Pravelensi penularan pada jarum suntik sekitar 5-10%.
c. Transfuse Darah
1. Resiko penularan sebesar 90%.
2. Pravelensi 3-5%.
d. Hubungan Seksual
1. Pravelensi 70-8-%
2. Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200kali hubungan intim (Widoyono,
2011).
Diagnosis pemeriksaan laboratorium menurut Meliani (2013), ada 7 jenis tes
HIV/AIDS yaitu:
a. ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibody yang
dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibody tersebut biasanya diproduksi mulai
minggu ke-2, atau bahkan minggu ke-12 setelah terpapar virus HIV. Karena
alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah
minggu ke-12 sesudah melakukan aktivitas hubungan seksual berisiko tinggi atau
tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan
sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belum
memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan
pemeriksaan lainnya, yaitu Western Bolt datau IFA, untuk mengonfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA ini. Jadi, walaupun ELISA menunjukkan hasil positif , masih
ada dua kemungkinan orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-
betul telah terinfeksi HIV. Jika diperoleh tes ELISA negatif maka kembali
melakukan konseling untuk penataan perilaku seks yang lebih aman. Pemeriksaan
diulang kembali dalam waktu 3-6 bulan.
b. Westen Bolt Sama halnya dengan etes ELISA, Western Bolt juga mendeteksi
antibody terhadap HIV. Western bolt menjadi ters konfirmasi bagi ELISA karena
pemeriksaan ini lebih sensitive dan lebih spesifik, sehingga kasus yang tidak dapat
disimpulkan sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan
butuh keahlian lebih dalam melakukannya.
c. Rapid Tes Saat ini telah tersedia tes HIV cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini
sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel
darah dan air liur.
d. IFA (Indirect Fluorescent Antibody) IFA atau indirect fluorescent antibody juga
merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. IFA juga mendeteksi antibody
terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya yang
mahar.
e. PCR Test PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa
langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapt dilakukan lebih cepat
yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan
memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika
diuji antibody diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga
dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screeing test) darah atau organ yang
akan didonorkan.
f. Tes CD4 Satu akibat dari infeksi HIV adalah kerusakan pada sistem kekebalan
tubub kita. HIV membunuh satu jenis sel darah putih yang disebut sel CD4. Sel
ini bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, dan jika ada jumlahnya yang
kurang, sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi. Jumlah sel
CD4 dapat diukur melalui tes darah khusus. Jumlah normal pada orang sehat
antara 500 sampai 1.500. setelah terinfeksi HIV, jumlah ini biasanya turun terus.
Jadi jumlah ini mencerminkan sistem kekebalan tubuh kita : semakin rendah,
semakin rusak sistem kekebalan. Jika jumlah CD4 turun dibawah 200, ini
menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh cukup rusak sehingga infeksi
oportunistik dapat menyerang tubuh. Ini berarti sudah sampai masa AIDS.
g. Tes TLC Karena sel CD4 adalah anggota golongan sel darah putih yang disebut
limfosit, jumlah limfosit total juga dapat memberi gambaran tentang kesehatan
sistem kekebalan tubuh. Tes ini yang disebut sebagai lymphocyte count atau TLC,
adalah murah dan bisa dilaksanaan pada hampir semua laboratorium. Seperti
jumlah CD4, semain rusak sistem kekebalan, semakin rendah TLC.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan makalah yang telah disusun dapat diperoleh kesimpulan yaitu Infeksi
Menular Seksual adalah Infeksi yang ditularkan kebanyakan melalui hubungan seksual
dan masih menjadi masalah baik di Negara Indonesia maupun dunia. Infeksi Menular
Seksual terdiri dari Klamidia, Sifilis, Trikomoniasis, HPV, Gonore, dan HIV. Penyebaran
penyakit infeksi menular tersebut cenderung hampir sama yaitu dengan berhubungan
seksual secara tidak sehat dan berganti-ganti pasangan. Diagnosis pemeriksaan pada
berbagai macam penyakit juga cenderung sama.
DAFTAR PUSTAKA
Andina, Elga. 2021. Meningkatkan Angka Perkawinan Anak Saat Pandemi Covid-19.
Bidang Kesejahteraan Sosial Info Singkat Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual
dan Strategis. Vol. 13(4). Hlm: 13-18.
Badan Pusat Statistik. 2021. Hasil Sensus Penduduk 2020. Jakarta: Berita Resmi Statistik
(Kementrian Dalam Negeri).
Cinta, Yosephina M., 2017. Penyakit Gonore/Penyakit Menular Seksual. Institute Ilmu
Kesehatan Strada Indonesia.
Daili S.F. 2002. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (PMS) dalam Buku Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Editor: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Edisi ke-3. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Daili, S.F. 2009. Pemeriksaan Klinis pada Infeksi Menular Seksual, In ; Daili,.F.,et,al.,
Infeksi Menular Seksual.4th ed. Jakarta. Balai Penerbitan FK UI,h. 65-76.
Evriarti, P., R & Andi Y. 2019. Pathogenesis Human Papillomavirus (HPV) pada kanker
serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia. Vol. 8(1). Hlm: 23-32.
Firdiana, Sela E., 2016. Perbandingan Efektivitas Seftriakson dengan Siprofloksasin Pada
Kuman Neisseria Gonorrhoeae Secara In Vitro. Karya Tulis Ilmiah:UNDIP.
Hasdianah dan Dewi. 2014. Virologi Mengenal Virus, Penyakit, dan Pencegahannya.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Joyee AG, Thyagarajan SP, Sowmya B, Venkatesan C,Ganapathy M. Need for specific
& routine strategy for the diagnosis of genital chlamydial infection among
patients with sexually transmitted diseases in India. Indian J Med Res. 2003;118;
152-7.
Kasih, A. P. 2020. Angka Pernikahan Dini Melonjak Selama Pandemi. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Krieger JN., Alderete JF . Trichomonas vaginalis and Trichomoniasis. In: Holmes KK.,
Mardh P., Sparling PF. Sexually Transmitted Disease. International Edition.
New Yor. Mc-Graw Hill. 1999 : 587-98
Lanjouw E, Ouburg S, Vries HJ, Stary A, Radcliffe K, Unemo M.. 2015 European
guideline on the management of Chlamydia trachomatis infections.
International Journal of STD & AIDS. 2015; 0(0)1-16.
doi:10.1177/0956462415618837. Diunduh Desember 2021.
Kornia Karkata., Edi Tiro. 2006. Penyakit Menular Seksual dalam Kehamilan. Denpasar:
Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNUD-RSUP
Sanglah.
Lipinwati. 2014. Diagnosis Molekuler Human Papilloma Virus (HPV) Penyebab Kanker
Serviks. JMJ. Volume 2(1); hal 78—86.
Manhart, L.E., Sevgi, O.A., King, K.H., Cathy, W.C., James, P.H., William, L.H.W. dan
Betsy, F., 2007. Influence Of Study Population on The Identification of Risk
Factors For Sexually Transmitted Diseases Using A Case-Control Design: The
Example Of Gonorrhea. American Journal of Epidemiology. 160 (4): 393-402.
Marcelena R, Rengganis I. Kapita Selekta Kedokteran : Infeksi HIV/AIDS. Jilid 2. Edisi
4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014. Hlm 572.
Meliani, N., Setiyawati, N., & Widyasih, H. 2013. HIV & AIDS Kita Perlu Tahu. Penerbit
Fitramaya. Yogyakarta.
Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka. Jakarta.
Robert, A, Mckie, MD. 2012. Sexually Transmitted Diseases. Prymary Care Reports. The
Pratical, Peer-Reviewed Journal for Primary Care and Family Physicians.
Reza, Novianti, R., Tantari,. 2015. Pemeriksaan Laboratorium Infeksi Clamydia
trachomatis Pada Saluran Genital (Laboratory Examination in genital Clamydia
trachomatis Infection). BIKKK-Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-
Periodical of Dermatology and Venereology. Vol. 27(2). Hlm: 144-149.
Suryani, Devi P. A,. Hendar T., S. 2014. Syphilis. Journal Majoriy. Vol. 3(7). Hlm: 7-
16.
Sukaca, B. E. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks. Genius Publisher.
Yogyakarta.
Sudarman, C.M. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas Kesehatan
Primer terhadap Perilaku Pemeriksaan Deteksi Dini Kanker Serviks di
Puskesmas Kota Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Yogyakarta.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasaanya. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga.
Wijaya, C. P,. 2016. Tantangan Dalam Terapi Infeksi Human Papillomavirus Genital
Pada Pasien Imunokompromais. SKRIPSI: UNUD.