Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

INFEKSI MENULAR SEKSUAL

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Pemeriksaan Laboratorium Sistem Reproduksi

Dosen Pengampu: Yuyun Nailufar, S.Si., M.Biomed

Disusun oleh:
Denifasius laro gudipun
1911304018

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN AHLI TEKNOLOGI


LABORATORIUM MEDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.


Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepa baginda Nabi Agung Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ynag berjudul ―Macam-Macam Infeksi Menular Seksual‖.
Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Rabbku yang Maha Esa, kedua orang
tua, sanak saudara dan teman-teman yang penuh partisipasi mendukung kelancaran
proses pembuatan makalah. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis dengan kebaikan yang lebih besar disertai dengan curahan
rahmat dan kasih sayang-Nya.
Penulis menyadari makalah ini masih tidak sempurna, baik dari materi, penulisan
maupun dari segi penyajian karena keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah.
Semoga dengan adanya tugas makalah ini, saya dapat belajar lebih baik dan menjadi
pribadi yang lebih bertakwa serta banyak mengucap syukur Alhamdulillah.
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Yogyakarta, 6 Desember 2021


DAFTAR ISI
BAB I ............................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ........................................................................................................... 4

LATAR BELAKANG ................................................................................................. 4

TUJUAN ...................................................................................................................... 6

MANFAAT .................................................................................................................. 6

RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 6

BAB II .............................................................................................................................. 7

ISI ..................................................................................................................................... 7

MACAM-MACAM INFEKSI MANULAR SEKSUAL.............................................. 7

1. Gonore ................................................................................................................... 7

2. Klamidia .............................................................................................................. 10

3. Sifilis.................................................................................................................... 12

4. Human Papiloma Virus (HPV) ............................................................................ 15

5. Trikomoniasis ...................................................................................................... 19

6. Human Immunodeficiency Virus (HIV) .............................................................. 20

BAB III .......................................................................................................................... 25

PENUTUP ..................................................................................................................... 25

KESIMPULAN ......................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 26


BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara tropis nan berkembang dengan banyak pulau
diperairan, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk (SP2020)
tercatat sebesar 270,20 juta jiwa. Hasil SP2020 dibandingkan dengan SP2010
memperlihatkan penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,56 juta jiwa atau rata-rata
sebanyak 3,26 juta setiap tahun. Jumlah ini berkembang seiring berjalannya waktu karena
jumlah perkembangbiakan biologis namun dapat menurun apabila terdapat kendala yang
diakibatkan oleh situasi negara. Laju pertumbuhan penduduk per Tahun selama 2010-
2020 rata-rata sebesar 1,25 persen, melambat dibanding periode 2000-2010 yang sebesar
1,49 persen (BPS, 2020).

Pada tahun 2019 Indonesia dan seuluruh penduduk dunia dikejutkan dengan
wabah yang mendunia yaitu covid-19. Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia
untuk menekan peningkatan penyebaran virus agar penduduk Indonesia tidak terinfeksi
secara brutal. Hal ini dilakukan dengan menerapkan protocol Kesehatan dengan memakai
masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) hingga kini masih menjadi jalur utama untuk memberhentikan alur
penularan virus covid-19. Hal ini menjadikan masyarakat harus beraktifitas di dalam
rumah, baik sekolah, perkantoran dan semua masyarakat. Banyak sekolah, para pekerja
dan masyarakat yang menjalani kegiatan secara daring (dalam jaringan) atau dilakukan
secara online. Hal ini memicu tingkat stress masyarakat dan akhirnya memilih untuk
melakukan pekerjaan atau belajar online secara bebas atau sesuka hati. Kegiatan
masyarakat yang dilakukan secara online tersebut sungguh berdampak pada angka
perkawinan anaj di masa pandemi yang tetap meroket. Hal ini dikutip dalam Kementrian
PPN/Bappenas yang menyebutkan sebanyak 400-500 anak perempuan usia 10-17 tahun
beresiko menikah dini akibat pandemu Covid-19. Hal ini terbukti dengan adanya 34.000
permohonan dispensasi kawin yang diajukan kepada Pengadilan Agama pada Januari
hingga Juni 2020, yang 97% dikabulkan. Angka ini meningkat dari tahun 2019 yaitu
sebanyak 23.126 perkara dispensasi yang diajukan kepada Pengadilan Agama (Andina,
2021).
Peningkatan angka pernikahan di masa pandemi ini tidak lebih karena krisis
ekonomi dan kurangnya Pendidikan. Pembelajaran yang dilakukan dirumah secara daring
atau online juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka pernikahan. Hal ini
ternyata karena aktivitas belajar di rumah yang mengakibatkan remaja memiliki
keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar termasuk pacaran. Keluarga yang minim
Pendidikan akan takut jika anak-anak berpacaran melewati batas maka memilih untuk
segera menikahkan. Pada keluarga yang lemah pengawasan orang tua terhadap anak
berdampak terjadinya pergaulan yang bebas dan mengakibatkan kehamilan di luar nikah.
Hal ini justru akan mengancam nyawa dan mental bagi anak-anak. Karena kondisi anak-
anak yang belum siap untuk menikah dan kondisi keuangan yang masih terbilang krisis.
Berhubungan seksual sebelum menikah juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan
mental, kebersihan dan kesehatan alat kelamin serta cenderung akan terjadi secara
berulang karena saat berhubungan badan, tubuh akan mengeluarkan hormone tertentu dan
manusia normal cenderung akan meminta melakukan kembali (Kasih, 2020).

Kebersihan dan Kesehatan alat kelamin menjadi salah satu kunci utama dalam
melakukan hubungan seksual yang sehat dan aman. Hal ini dibuktikan dengan preventif
dengan cek secara rutin dan berkala yang dilakukan baik sebelum dilakukan pernikahan
maupun sesudah dilakukan pernikahan. Melakukan hubungan seksual dengan pasangan
yang kondisi kesehatannya belum diketahui pasti akan menimbulkan rasa cemas,
khawatir dan tidak nyaman secara jangka panjang. Perasaan tersebut timbul karena efek
dalam diri yang cenderung meningkat saat mengetahui kondisi pasangan yang
mempunyai infeksi menular seksual atau penyakit yang menular ketika seseorang
berhubungan seksual tanpa keamanan.

Infeksi menular seksual hingga saat ini masih merupakan masalah Kesehatan
masyarakat yang terdapat di seluruh dunia, baik dalam negara maju maupun negara
berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat lebih dari 340
juta kasus yang terbaru dari infeksi menular seksual yang dapat diobat seperti sifilis,
gonorrhea, klamidia trakomatis dan trikomona vaginalis yang terjadi pada tiap tahunnya,
terutama yang terjadi pada pria dan Wanita yang berusia 15-49 tahun. Berdasarkan data
yang diperoleh dari CDC pada tahun 2012 lebih dari 2,8 juta kasus Chlamydia dan lebih
dari 700.000 kasus gonorrhea yang terjadi pada remaja di Amerika Serikat (Robert, 2012).
TUJUAN
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui macam-macam infeksi menular seksual pada pria dan wanita.
2. Untuk mengetahui penyebaran penyakit infeksi manular seksual pada pria dan
wanita.
3. Untuk mengetahui diagnosis laboratorium pada penyakit infeksi menular seksual
pria dan wanita.
MANFAAT
Pembuatan makalah ini, diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Dapat membantu dan menyelesaikan kesulitan dalam pembelajaran mata kuliah
pemeriksaan laboratorium reproduksi, khususnya materi macam-macam infeksi
menular seksual pada pria dan wanita.
2. Sebagai wahana pembelajaran diri untuk berbagi antara mahasiswa dan
menyadarkan mahasiswa bahwa belajar merupakan pendekatan hati ke hati bukan
berorientasi pada nilai namun tetap memegang teguh kejujuran dan optimis yang
tinggi.
3. Memberikan pengetahuan serta masukan kepada mahasiswa, dosen, guru maupun
siswa.
4. Sebagai referensi bahan pembuatan makalah lainnya maupun bahan ajar dosen.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka rumusan masalah dalam
makalah ini antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan infeksi menular seksual (IMS)?
2. Sebutkan macam-macam penyakit infeksi menular yang terdapat baik pada pria
maupun wanita?
3. Factor penularan apa saja yang dapat menyebabkan menularnya infeksi menular
seksual?
4. Apa saja diagnosis yang dapat menetapkan hasil apabila pasien tersebut mengidap
infeksi menular seksual?
BAB II
ISI

MACAM-MACAM INFEKSI MANULAR SEKSUAL


Infeksi menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual dan akan lebih beresiko jika melakukan hubungan seksual secara berganti-ganti
pasangan baik melalui oral, vagina maupun anal. Infeksi menular seksual menyebabkan
infeksi serius pada saluran reproduksi dan apabila ridak segera diobati maka dapat
menjalar dan menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan dan
kematian. Tanda dan gejala infeksi menular seksual yaitu rasa sakit atau nyeri pada saat
kencing atau berhubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah, pengeluaran
lendir pada vagina/alat kelamin, keputihan berwarna susu, bergumpal dan disertai rasa
gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya, keputihan yang berbusa,
kehijauan, berbau busuk dan gatal, timbul bercak darah setelah berhubungan seksual, dan
bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin (Sjaiful, 2007)

Macam-macam infeksi menular seksual antara lain:


1. Gonore
Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2015, gonore
merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Nesseria gonorrhoeae
yang daoat menginfeksi baik pada pria maupun Wanita dan mengakibatkan infeksi pada
alat kelamin, rectum serta tenggorokan. Penyakit ini disebabkan oleh Neiseria gonorrhoe
yang berbentuk seperti buah kopi yang berpasangan (Cinta, 2017).

Gambar 0.1 Nesseria gonorrheae


Factor resiko penyebaran dan penularan pada infeksi gonorrheae menurut Manhart et
al, 2004 yaitu:
a. Usia muda (18-39 tahun)
b. Berganti-ganti pasangan seksual, homoseksual
c. Status social ekonomi yang rendah
d. Mobilitas penduduk yang tinggi
e. Tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual dengan pasangan yang
rentan
f. Seks secara anal
g. Memiliki riwayat penyakit menular seksual lainnya
h. Terinfeksi namun tidak terasa dan melakukan hubungan seksual
i. Lahir dari ibu yang terinfeksi gonorrheae
j. Kontak langsung secara seksual
Pathogenesis pada Neisseria gonorrheae dibagi menjadi 5 tahapan. Pada fase 1
bakteri menginfeksi permukaan selaput lendir dan dapat ditemukan di uretra, endoserviks
serta anus. Fase 2 bakteri ini ke microvillus sel epitel kolumnar untuk kolonisasi selama
infeksi, bakteri dibantu oleh fimbriae, pili. Fimbriae terdiri dari protein pilin oligomer
yang digunakan untuk melekatkan bakteri ke sel-sel dari permukaan selaput lendir.
Protein membrane luar PII Opacitu associated protein (OPA) kemudian membantu
bakteri mengikat dan menyerang sel inang. Fase 3 yaitu fase masuknya bakteri ke dalam
sel kolumnar dengan proses yang disebut endositosis dimana bakteri yang ditelan oleh
membrane sel kolumnar, membentuk vakuola. Fase 4 adalah vakuola ini kemudian
dibawa ke membrane basal sel inang, dimana bakteri berkembanag biak setelah
dibebaskan ke dalam jaringan subepitel dengan roses eksositosis. Peptidoglikan dan
bakteri LOS (Lipo Oligo Sakharida) dilepaskan selama infeksi. Gonococcus dapat
memiliki dan mengubah banyak jenis antigen dari Neisseria LOS. LOS merangsang
tumor necrosis factor atau TNF yang akan mengakibatkan kerusakan sel. Fase 5 yaitu
reaksi inflamasi yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi neutrophil. Selaput lendir hancur
mengakibatkan akumulasi Nesseria gonorrheae dan neutrophil pada jaringan ikat
subepitel. Respon imun host memicu Nesseria gonorrheae untuk menghasilkan protease
IgA ekstraseluler yang akan menyebabkan hilangnya aktivitas antibody dan
mempromosikan virulensi (Firdiana, 2016).
Gambar 0.2 Tanda-tanda terinfeksi gonorrheae
Menurut Daili, 2009 pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan guna diagnosis
Gonorrheae adalah dengan cara:
a. Pemeriksaan Gram
Pemeriksaan ini menggunakan sediaan langsung dari duh uretra yang memiliki
sensitivitas dan spesifisitas tinggi terutama pada duh uretra pria sedangkan duh
endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak terlalu tinggi. Pemeriksaan ini akan
menunjukan Neisseria gonorrheae yang merupakan bakteri gram negative dan
dapat ditemukan di dalam maupun luar sel leukosit.
b. Kultur Bakteri
Kultur untuk bakteri N. gonorrheae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan
Thayer-Martin yang mengandung vankomisin yang berguna untuk menekan
pertumbuhan kuman gram positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan
gram negative dan nystatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan
kultur ini merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi,
sehingga sangat dianjutkan dilakukan pada pasien Wanita.
c. Tes Definitive
Tes ini menggunakan oksidasi yang akan ditemukan Neisseria gonorrheae yang
mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah
muda sampai merah lembayung, sedangkan pada tes fermentasi dapat di bedakan
N. gonorrheae yang hanya dapat meragikan glukosa.
d. Tes Betalaktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna koloni
dari kuning menjadi merah.
e. Tes Thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urin setelah bangun pagi ke dalam 2 gelas
dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua. Hasil
dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak
jernih.
f. Pemeriksaan lain
Jenis pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menunjang diagnosis gonore sesuai
Kementrian Kesehatan RI (2011) yang terdiri dari pemeriksaan bimanual dan
pemeriksaan anoskopi.
2. Klamidia
Penyakit ini disebabkan oleh Clamydia trachomatis dengan masa tanpa gejala
berlangsung 7-21 hari. Clamydia trachomatis ini merupakan bakteri intra seluler kecil
yang membutuhkan sel-sel hidup untuk bermultiplikasi.

Gambar 0.3 Clamydia trachomatis


Siklus perkembangan Clamydia trachomatis yaitu tahap pertama terjadi pada
Badan Elementer (EB) dibawa ke dalam endosome dari sel penjamu, kemudian endosome
melebur, dan badan elementer berdifferensiasi menjadi Badan Retikulat (TB), badan ini
kemudian bereplikasi dan menyebabkan membrane endoplasmic membesar sampai
mengisi hampir semua rongga sitoplasma, Badan Retikulat berubah menjadi badan
elementer. Membran endoplasmic akan rupture dan melepaskan badan elementer ke
dalam sitoplasma sel penjamu atau melebur dengan membrane sitoplasma dan badan
elementer akan dikeluarkan ke lingkungan bebas (Joyee et al., 2003).
Factor resiko dan factor penularan terjadinya infeksi klamidia menurut Lanjouw
(2015), yaitu,
a. Wanita seksual aktif termasuk usia muda (usia 15-24 tahun)
b. Riwayat infertilitas
c. Memiliki lebih dari 1 parter seksual
d. Adanya partner seks yang baru
e. Tidak menikah
f. Ras kulit hitam
g. Mempunyai Riwayat atau sedang menderita penyakit infeksi menular
h. Riwayat keguguran
i. Riwayat infeksi saluran kemih
j. Penggunaan tidak teratur dari kontrasepsi barrier
k. Lahir melalui cervical yang terinfeksi

Gambar 0.4 Infeksi Clamydia trachomatis


Diagnosis pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui infeksi Clamydia trachomatis
adalah dengan melakukan kultur agen penyebab. Namun pemeriksaan ini tidak mudah
dilakukan karena memerlukan keahlian khusus, sehingga sulit dilakukan pada praktik
klinis. Metode diagnosis infeksi Clamydia trachomatis antara lain dengan melakukan
Direct Flouresence Assay (DFA), Enzim Immuno Assay (EIA), deteksi asam nukleat,
pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan serologi. Pengambilan specimen dan transportasi
yang tepat memiliki peranan yang penting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosis
pada infeksi Clamydia trachomatis. Sensitivitas dan spesifisitas setiap uji diagnosis telah
terbukti berhubungan langsung dengan kecukupan specimen. Pada infeksi oleh Clamydia
trachomatis, yang merupakan pathogen bersifat obligat intraseluler maka pada
pengambilan specimen harus termasuk pengambilan sel-sel penjamu yang mengandung
organisme penyebab. Cara pengambilan dan transportasi specimen pada pemeriksaan
laboratorium ini akan berbeda dan tergantung pada jenis uji yang dilakukan. Specimen
dapat diambil melalui apusan endoserviks untuk pemeriksaa kultur, gram maupun deteksi
antigen namun pengambilan ini bersifat invasive dan tidak nyaman bagi pasien.
Pengambilan yang bersifat noninvasive dapat dilakukan pasien yaitu dengan pengambilan
sendiri seperti oengambilan urin atau apusan vagina (Reza, 2015).
3. Sifilis
Sifilis merupakan penyakit kronis yang bersifat sistemik dan disebabkan oleh
Treponema pallidum. Treponema pallidum ini merupakan spesies Treponema dari famili
Spirochaeta, ordo Spirochaetales. Treponema pallidum berbentuk spiral dan gram
negative yang panjang.

Gambar 0.5 Treponema pallidum


Penularan sifilis melalui hubungan seksual dan dapat terjadi secara vertical dari
ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah atau transfer
jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat Kesehatan.
Pathogenesis Treponema pallidum yaitu dapat masuk melalui selaput lendir yang utuh,
atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian masuk kedalam
pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi
menjadi sistemik walaupun tanda-tanda klinis dan serologis belum jelas. Kisaran satu
minggu setelah terinfeksi oleh Treponema pallidum maka akan timbul lesi primer berupa
ulkus yang kemudian akan muncul selama satu hingga lima minggu dan kemudian
menghilang (Suryani, et al., 2014).
Cara penularan penyakit ini sangat bervarisi tergantung aktifitas penderitanya.
Menurut Prawirohardjo 2007, cara penularan sifilis dibedakan menjadi dua, yakni:
a. Sifilis kongenital atau bawaan akibat dari penularan spirokaeta tranplasenta. Bayi
jarang berkontak langsung dengan Chancre (infeksi) ibu yang menimbulkan
infeksi pasca lahir. Resiko penularan transplasenta bervariasi menurut stadium
penyakit yang diderita oleh ibu. Bila wanita hamil dengan sifilis primer dan
sekunder serta spirokaetamia yang tidak diobati, besar kemungkinan untuk
menularkan infeksi pada bayi yang belum dilahirkan dari pada wanita dengan
infeksi laten. Penularan dapat terjadi selama kehamilan. Insiden dari infeksi sifilis
kongenital tetap paling tinggi selama 4 tahun pertama sesudah mendapat infeksi
primer, sekunder dan penyakit laten awal.
b. Sifilis Akuisita (dapatan) dengan penularan hampir selalu akibat dari kontak
seksual walupun penangananya secara kuratif telah tersedia untuk sifilis selama
lebih dari empat dekade, sifilis tetap penting dan tetap merupakan masalah
kesehatan yang lazim di Indonesia. Pembagian sifilis dapatan berdasarkan
epidemiologi, tergantung sifat penyakit tersebut menular atau tidak. Stadium
menular bila perjalanan penyakit kurang dari 2 tahun dan stadium tidak menular
perjalanan penyakit lebih dari 2 tahun.Infeksi Menular Seksual (IMS) menyebar
cukup mengkhawatirkan di Indonesia. Sifilis adalah penyakit kelamin menular
yang disebabkan oleh bakteri spiroseta, Treponema pallidum. Penularan biasanya
melalui kontak seksual; tetapi, ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung
dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).

Gambar 0.6 Tanda-tanda sifilis


Diagnosis laboratorium sifilis yaitu dibagi menjadi 3 pemeriksaan, pemeriksaan
sifilis stadium dini, uji serologis, dan metode biologi molekuler. Untuk menegakkan
diagnosis sifilis maka diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap (dark field) merupakan metode
paling spesifik dan sensitive untuk memastikan diagnosis sifilis. Pada diagnosis sifilis
primer adalah menemukan treponema dengan gambaran karakteristik yang terlihat pada
pemeriksaan mikroskopis lapangan gela[ dari cairan yang diambil dari permukaan
chancre.
Uji serologis sifilis pada sifilis meliputi Uji serologis non treponema seperti
pemeriksaan Rapid Plasma Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL), dan pemeriksaan Automated Reagin Test (ART), ketiganya
merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya ‖reagin‖ terhadap antibodi dimana
antigennya disebut cardiolipin. Antibodi cardiolipin dapat dideteksi pada serum pasien
dengan sifilis aktif dan dibeberapa kondisi lainnya. Namun, pada beberapa individu yang
memiliki riwayat sifilis dengan kesuksesan terapi mempertahankan kadar antibodi
cardiopilin rendah untuk waktu yang lama. Uji serologis non treponema berfungsi untuk
mengidentifikasi sifilis kasus baru, untuk memantau progresifitas dari sifilis, dan
memantau respon dari terapi antibiotic (Suryani, et al., 2014).
Uji serologis treponema meliputi Enzym Immunioassay (EIA), Chemiluminescence
Immunoassay (CIA), Flurescent Treponema Antibody ”Absorbed” Assay (FTA-ABS),
Treponema Palidum Particle Agglutination Assay (TP-PA) dan Treponema Palidum
Hemaglinination Assay (MHA-TPA). Uji serologis treponema adalah pemeriksaan
terhadap antigen antibody yang spesifik terhadap treponema. Digunakan untuk
identifikasi sifilis dan monitoring terhadap terapi antibiotik. Uji serologik Anti-T.Palidum
IgM antibodi spesifik seperti EIA atau IgM, 19S-IgM-FTA-abs test, IgM-immunoblot
untuk T. Palidum. Sensivitas dari uji tersebut rendah pada sifilis aktif. IgM tidak efektif
dalam mengetahui stadium dari sifilis maupun montitoring terapi. Uji serologis tersebut
digunakan pada penilaian sifilis pada bayi baru lahir dan CSF. Many rapid Point of Care
(POC) digunakan untuk mendeteksi antigen treponemal pada individu dengan Riwayat
sifilis 20 tahun sebelumnya. Namun uji serologis ini tidak untuk mendeteksi antibodi
cardiopilin (pada pasien dengan sifilis aktif) (Suryani, et al., 2014).
4. Human Papiloma Virus (HPV)
Human Papiloma Virus (HPV) adalah virus DNA sirkuler berantai ganda,
memiliki ukuran kecil, tidak memiliki selubung (envelope) dan termasuk dalam keluarga
Papillomaviridae. Genom HPV berbentuk sirkuler dengan 7,9 kb, mempunyai 8 open
reading frames (ORF) dan dibagi menjadi gen early (E) dan late (L). Gen E kemudian
mensintesis sejumlah 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkaitnya
dalam proses replikasi virus ini serta onkogen, sedangkan gen L mensintesis 2 protein L
yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan membentuk kapsid. E3 dan E8 tidak terdapat pada
semua genom, dan tidak selalu mengkode protein virus.2 Segmen sekitar 850 bp antara
L1 dan E6 adalah tidak mengandung ORF dan dirancang sebagai non coding region
(NCR), upstream regulatory region (URR) atau long control region (LCR), yang
diperlukan untuk replikasi DNA virus dan transkripsi. Saat ini lebih dari 100 tipe HPV
dikenal atas dasar data sekuens namun lebih dari 30 tipe HPV menginfeksi traktus
genitalia. HPV dapat diklasifikasikan menjadi Low Risk-HPV (LR-HPV), potensial High-
Risk-HPV (pHR-HPV) dan High Risk-HPV (HR-HPV). LR-HPV tipe 6 dan 11 dapat
menyebabkan kutil kelamin yang umum atau lesi hierpoliferatif jinak dengan
kecemderungan tidak berkembang menjadu ganas, sementara infeksi HR-HPV, terutama
HPV tipe 16 dan 18, merupakan penyebab utama terjadinya lesi pra-ganas dan ganas pada
kanker serviks invasive (Evriarti, 2019).

Pathogenesis pada Human Papilloma Virus ini berawal dari virus ini menginfeksi
sel basal yang kemudian akan melalui mikroabrasi pada kulit. Mekanisme masuknya
virus belum diketahui dengan pasti karena asimptomatic, perlekatan kemungkinan dapat
dimediasi oleh heparin sulfat proteoglikan. Masuknya virus ke dalam sel melalui
endositosis yang dimediasi oleh chlatrin. Genom virus kemudian ditranslokasikan ke
nukleus, setelah itu gen E1 dan E2 diekspresikan untuk mempertahankan salinan genom
dalam jumlah yang rendah. Salinan protein ini berikatan dengan daerah asal replikasi
virus dan menarik DNA polimerase seluler serta protein lain yang dibutuhkan untuk
replikasi DNA. Pada lapisan suprabasal, ekspresi gen E1, E2, E5, E6 dan E7 berkontribusi
untuk mempertahankan genom virus dan menginduksi proliferasi sel, meningkatkan
jumlah sel terinfeksi HPV pada epitel, menghasilkan sel dalam jumlah besar yang pada
akhirnya memproduksi virion infeksius. Pada sel yang lebih berdiferensiasi terjadi
aktivasi promotor diferensiasi dan mempertahankan ekspresi gen E1, E2, E6 dan E7.
Selanjutnya, terjadi aktivasi gen E4, yang produknya akan menginduksi amplifikasi
replikasi genom virus, meningkatkan jumlah salinan virus per sel dalam jumlah besar,
dan dalam waktu bersamaan juga terjadi ekspresi gen L1 dan L2. Produksi gen L1 dan
L2 yaitu protein kapsid mayor dan minor, bergabung untuk pembentukan kapsid virus
dan pembentukan virion pada lapisan granular, yang kemudian mencapai lapisan tanduk
yang kemudian dilepaskan bersama dengan deskuamasi sel epitel. Induksi pada
karsinogenesis oleh HPV ini memiliki tipe risiko tinggi yang merupakan proses beberapa
langkah dimana infeksi persisten merupakan kejadian awal yang menyebabkan inisiasi,
namun perubahan genetik lanjutan diperlukan untuk transformasi sel yang terinfeksi
menjadi ganas. Efek onkogenik ini disebabkan oleh ekspresi protein E6 dan E7, yang
berikatan dengan dan menyebabkan inaktivasi gen supresor tumor p53 dan pRb. Human
papilloma virus onkogenik juga mengganggu kontrol siklus sel dan apoptosis melalui
gangguan jalur cyclin-dependent kinases (CDK) (Wijaya, 2016).

Gambar 0.7 Patogenesis Human Papillomavirus (HPV)

Cara penularan virus ini yaitu dari berbagai jalur, diantaranya ada melalui seksual,
Wanita yang telah berhubungan intim berisiko terinveksi HPV, apalagi yang sering
berganti pasangan dan kehidupan seksual tidak bersih, maka lebih dar 75% pernah
terinveksi HPV. Melalui jalur non seksual dengan cara penularan langsung. Misalnya
yaitu dari ibu kebayinya pada saat persalinan, pada ibu yang telah tertular virus HPV.
Kemudian terdapat penularan tidak melalui kelamin misalnya pakaian dalam, alat-alat
kedokteran yang tidak steril (Sukaca, 2009).
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis Human Papillomavirus (HPV antara lain:
a. HPV DNA
HPV DNA merupakan suatu test skrinning yang menggunakan alat khusus untuk
mengambil specimen cairan di sekitar ostium serviks. Teknik pemeriksaan ini
adalah dengan mengambil sampel dari bagian atas vagina dan ostium serviks yang
selanjutnya memasukkan sampel tersebut kedalam wadah khusus yang telah
diberi cairan pengawet. Kemudian melakukan pemeriksaan nonamplifikasi
dengan metode hibridisasi in situ atau pemeriksaan amplifikasi dengan
Polymerase Chain Reaction (PCR), Ligase Chain Reaction (LCR) dan Hybrid
Capture (HC). Metode Tes HPV DNA antara lain metode hibridisasi asam nukleat
secara langsung (contoh: Southern Blot hybridization), Hybrid capture II assay
(HC II), metode amplifikasi target (Polimerase Chain Reaction/PCR), PCR-
Reverse Line Hybridization (contoh: Linear Array HPV Genotyping test).
b. Pap Smear
Pemeriksaan HPV dengan Pap smear mempunyai spesifitas hingga lebih dari
90%. Sensitivitas Pap smear bila dikerjakan setiap tahun mencapai 90%, setiap 2
tahun 87%, setiap 3 tahun 78% dan bila 5 tahun mencapai 68%. Teknik
pengambilan spesimen untuk Pap smear didahului dengan pemeriksaan dalam,
dengan menggunakan speculum untuk membuka liang vagina sehingga tampak
serviks. Pemeriksa akan mengambil sel serviks menggunakan suatu alat yang
disebut spatula, dioles pada objek gelas dan difiksasi dengan alkohol 95%
kemudian dibawa ke laboratorium untuk diproses. Waktu yang diperlukan untuk
proses sampai dengna pembacaan hasil secara mikroskopik oleh ahli patologi
adalah sekitar sekira 3 ± 7 hari. Berdasarkan hasil pemeriksaan bisa diketahui
apakah sel-sel rahim yang tampak normal atau menunjukkan kelainan (Lipinwati,
2014).
Gambar 0.8 Teknik Pap Smear
c. IVA Test
Pemeriksaan HPV dengan metode ini merupakan metode dini yang cukup baik
dalam mendeteksi kanker serviks. IVA test memiliki sensitivitas sekitar 66-96%
dan spesifitas 64- 98%. Sedangkan nilai prediksi positif 10-20% dan nilai prediksi
negatif 92-97%. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) merupakan pemeriksaan
leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang)
setelah memulas leher rahim dengan larutan Asam Asetat 3-5%. Alat dan bahan
untuk melakukan pemeriksaan IVA test, yaitu ruangan tertutup, meja periksa,
sumber cahaya, spekulum vagina, Asam Asetat 3-5%, swab lidi kapas dan sarung
tangan. : IVA test dilakukan dengan cara mengoleskan Asam Asetat 3-5% pada
permukaan mulut rahim. Pada lesi pra-kanker serviks akan menampilkan bercak
putih yang disebut aceto white epithelium (IVA test positif) (Sudarman, 2014).

Gambar 0.9 IVA Test


5. Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah ―IMS yang disebabkan oleh infeksi protozoa, yaitu
Trichomonas vaginalis. Trikominiasis ditularkan melalui hubungan seksual, yang dapat
menyebabkan vaginitis pada Wanita dan urethritis non-gonococcoal pada pria.
Trichomonas vaginalis berbentuk oval, panjang 4-32 μm dan lebar 2,4-14,4 μm, memiliki
flagella dan undulating membran yang panjangnya hanya setengah panjang tubuhnya.
Intinya berbentuk oval dan terletak di bagian atas tubuhnya, di belakang inti terdapat
blepharoblast sebagai tempat keluarnya 4 buah flagella yang menjuntai bebas dan
melengkung di ujungnya sebagai alat geraknya yang ‗maju-mundur‘. Flagella kelima
melekat ke undulating membrane dan menjuntai ke belakang sepanjang setengah panjang
tubuh protozoa ini. Sitoplasma terdiri dari suatu struktur yang berfungsi seperti tulang
yang disebut sebagai axostyle (Krieger, 1999).

Gambar 1.0 Trichomonas vaginalis

Trikomoniasis merupakan penyakit protozoa persisten yang umum menyerang


saluran urogenital pada wanita dengan ditandai timbulnya vaginitis dengan bercak-bercak
berwarna merah seperti ―strawberry‖ disertai dengan discharge berwarna hijau dan
berbau. Penyakit ini dapat menimbulkan urethritis atau cystitis serta dapat menyebabkan
terjainya komplikasi obstetric dan memfasilitasi terjadinya infeksi HIV (Agustini, 2013).
Trichomonas vaginalis ditularkan khususnya melalui kontak seksual secara langsung.
Penyakit ini juga dapat ditularkan melalui mutual masturbation dan berbagai sex toys (alat
bantu seks) (Daili, 2002; Kornia dkk, 2006).
Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis penyakit ini yaitu berdasarkan
―keluhan keputihan atau fluor albus, rasa panas pada genital pada vulva/vagina dan
adanya secret encer, berbusa, bau tidak sedap, adanya lesi bekas garukan karena gatal dan
hiperemi pada vagina. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan parasit T.vaginalis
dalam bahan sekret vagina, sekret uretra, sekret prostat dan urin. Pemeriksaan pap smear
merupakan pemeriksaan yang sering digunakan dalam praktik klinik dan ditemukan T.
vaginalis. Tetapi pemeriksaan pap smear tidak dapat diandalkan untuk mendiagnosis T.
vaginalis karena hanya memiliki sensitivitas 57-61% dan spesifisitas 83-97%. Jenis
pewarnaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan acridine orange dan
giemsa. Oleh karena itu diperlukan tes yang lebih sensitif dan spesifik untuk mendeteksi
trikomoniasis pada wanita asimptomatik. Metode biakan air daging merupak standar baju
untuk mendiagnosis trikomoniasis karena mudah dan memerlukan sedikitnya 300-500
trikomonas/ml untuk mulai pertumbuhan dalam biakan, namun diperlukan waktu biakan
2-7 hari. Selain itu ada juga metode sampul plastic (in pouch system) yaitu pemeriksaan
langsung dari biakan dan ada juga pemeriksaan PCR menggunakan sekret vagina dan
urin. Sensitivitas PCR menggunakan sekret vagina lebih tinggi dibandingkan dengan
urin‖. Adapaun pemeriksaan kultur guna menunjang pemeriksaan T. Vaginalis.
Pemeriksaan kultur menggunakan media Diamond‘s, Trichosel, dan InPouchTM. Kultur
merupakan metode yang direkomendasikan sebagai ―Gold standard‖ dalam diagnosis
trikomoniasis karena hasilnya mudah diinterpretasikan, diinkubasi pada suhu 37°C dan
hanya memerlukan sekitar 300-500 trikomonas/ml dan diperlukan waktu sekitar 2-7 hari
untuk deteksi T.vaginalis (Ihsan, 2018).

6. Human Immunodeficiency Virus (HIV)


Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah pathogen yang menyerang sistem
imun terutama semua sel yang memiliki penanda CD4+ dipermukaannya seperti
makrofag dan limfosit T. Virus ini merupakan retrovirus yang berarti terdiri atas untai
tunggal RNA, virus yang masuk ke dalam inti sel penjamu dan ditranskripkan kedalam
DNA pejamu ketika menginfeksi pejamu. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
adalah suatu penyakit virus yang menyebabkan kolapsnya sistem imun disebabkan oleh
infeksi immunodefisiensi manusia (HIV), dan bagi kebanyakan penderita kematian dalam
10 tahun setelah diagnosis (Kapita Selekta, 2014).
Gambar 1.1 Virus HIV

Menurut Hasdianah & Dewi (2014), klasifikasi HIV dapat dibedakan menjadi 4 fase,
yaitu:
a. Fase 1
Fase ini terinfeksi pada umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) yang sudah
terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri - ciri terinfeksi belum terlihat atau bersifat
asimptomatic meskipun telah melakukan tes darah. Pada fase ini antibody
terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala
ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan dapat sembuh sendiri).
b. Fase 2
Fase ini ialah fase dengan umur infeksi 2- 0 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada
fase kedua ini sudah diketahui positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit.
Sudah dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala -
gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).
c. Fase 3
Pada fase ini mulai muncul gejala - gejala awal penyakit. Belum disebut gejala
AIDS. Gejala - gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada
waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang
tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta
berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai
berkurang.
d. Fase 4
Fase ini merupakan fase akhir yaitu fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa
setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul
penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru
- paru yang menyebabkan radang paru - paru dan kesulitan bernafas, kanker,
khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang
menyebabkan diare parah hingga berminggu – minggu kemudian infeksi otak
yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.
Penularan HIV ditularkan dari orang ke orang mrlalui pertukaran cairan tubuh seperti
darah, semen, cairan vagina, dan ASI. Ada tidaknya infeksi HIV pada tubuh tergantung
pada status imunitas, gizi, Kesehatan umum dan usia serta jenis kelamin merupakan factor
resiko. Seseorang akan beresiko tinggi terinfeksi HIV bila bertukar darah dengan orang
yang terinfeksi, pemakaian jarum suntik yang bergantian terutama pada penggunaan
narkoba, hubungan seksual. Virus HIV terdapat dalam saliva, air mata, dan urin (sangat
rendah). HIV juga dapat ditularkan melalui:
a. Ibu hamil
1. Secara intrauterine, intrapartum, postpartum (ASI)
2. Angkat transmisi mencapai 20-50%
3. Angka transmisi melalui ASI dilaporkan dari sepertiga.
4. Laporan lainnya menyatakan resiko penularan yang melalui ASI adalah 11-
29%.
5. Kemudian terdapat laporan dari studi meta-analisis prospektif yang
melibatkan penelitian pada dua kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang
menyusui sejak awal kelahiran bayi dan kelompok ibu yang menyusui setelah
beberapa waktu usia bayinya, melaporkan bahwa angka penularan HIV pada
bayi yang belum disusui adalah 14% (yang diperoleh dari penularan melalui
mekanisme kehamilan dan persalinan), dan angka penularan HIV meningkat
menjadi 29% setelah bayinya disusui. Bayi normal dengan ibu HIV bisa
memperoleh antibodi HIV dari ibunya selama 6-15 bulan.
b. Jarum suntik
Pravelensi penularan pada jarum suntik sekitar 5-10%.
c. Transfuse Darah
1. Resiko penularan sebesar 90%.
2. Pravelensi 3-5%.
d. Hubungan Seksual
1. Pravelensi 70-8-%
2. Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200kali hubungan intim (Widoyono,
2011).
Diagnosis pemeriksaan laboratorium menurut Meliani (2013), ada 7 jenis tes
HIV/AIDS yaitu:
a. ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibody yang
dibuat tubuh terhadap virus HIV. Antibody tersebut biasanya diproduksi mulai
minggu ke-2, atau bahkan minggu ke-12 setelah terpapar virus HIV. Karena
alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan ELISA dilakukan setelah
minggu ke-12 sesudah melakukan aktivitas hubungan seksual berisiko tinggi atau
tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi. Tes ELISA dapat dilakukan dengan
sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Hasil positif pada ELISA belum
memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV. Masih diperlukan
pemeriksaan lainnya, yaitu Western Bolt datau IFA, untuk mengonfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA ini. Jadi, walaupun ELISA menunjukkan hasil positif , masih
ada dua kemungkinan orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-
betul telah terinfeksi HIV. Jika diperoleh tes ELISA negatif maka kembali
melakukan konseling untuk penataan perilaku seks yang lebih aman. Pemeriksaan
diulang kembali dalam waktu 3-6 bulan.
b. Westen Bolt Sama halnya dengan etes ELISA, Western Bolt juga mendeteksi
antibody terhadap HIV. Western bolt menjadi ters konfirmasi bagi ELISA karena
pemeriksaan ini lebih sensitive dan lebih spesifik, sehingga kasus yang tidak dapat
disimpulkan sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan
butuh keahlian lebih dalam melakukannya.
c. Rapid Tes Saat ini telah tersedia tes HIV cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini
sangat mirip dengan ELISA. Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel
darah dan air liur.
d. IFA (Indirect Fluorescent Antibody) IFA atau indirect fluorescent antibody juga
merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. IFA juga mendeteksi antibody
terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya yang
mahar.
e. PCR Test PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa
langsung keberadaan virus HIV di dalam darah. Tes ini dapt dilakukan lebih cepat
yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV. Tes ini sangat mahal dan
memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan jika
diuji antibody diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga
dilakukan secara rutin untuk uji penapisan (screeing test) darah atau organ yang
akan didonorkan.
f. Tes CD4 Satu akibat dari infeksi HIV adalah kerusakan pada sistem kekebalan
tubub kita. HIV membunuh satu jenis sel darah putih yang disebut sel CD4. Sel
ini bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, dan jika ada jumlahnya yang
kurang, sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi. Jumlah sel
CD4 dapat diukur melalui tes darah khusus. Jumlah normal pada orang sehat
antara 500 sampai 1.500. setelah terinfeksi HIV, jumlah ini biasanya turun terus.
Jadi jumlah ini mencerminkan sistem kekebalan tubuh kita : semakin rendah,
semakin rusak sistem kekebalan. Jika jumlah CD4 turun dibawah 200, ini
menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh cukup rusak sehingga infeksi
oportunistik dapat menyerang tubuh. Ini berarti sudah sampai masa AIDS.
g. Tes TLC Karena sel CD4 adalah anggota golongan sel darah putih yang disebut
limfosit, jumlah limfosit total juga dapat memberi gambaran tentang kesehatan
sistem kekebalan tubuh. Tes ini yang disebut sebagai lymphocyte count atau TLC,
adalah murah dan bisa dilaksanaan pada hampir semua laboratorium. Seperti
jumlah CD4, semain rusak sistem kekebalan, semakin rendah TLC.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan makalah yang telah disusun dapat diperoleh kesimpulan yaitu Infeksi
Menular Seksual adalah Infeksi yang ditularkan kebanyakan melalui hubungan seksual
dan masih menjadi masalah baik di Negara Indonesia maupun dunia. Infeksi Menular
Seksual terdiri dari Klamidia, Sifilis, Trikomoniasis, HPV, Gonore, dan HIV. Penyebaran
penyakit infeksi menular tersebut cenderung hampir sama yaitu dengan berhubungan
seksual secara tidak sehat dan berganti-ganti pasangan. Diagnosis pemeriksaan pada
berbagai macam penyakit juga cenderung sama.
DAFTAR PUSTAKA

Andina, Elga. 2021. Meningkatkan Angka Perkawinan Anak Saat Pandemi Covid-19.
Bidang Kesejahteraan Sosial Info Singkat Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual
dan Strategis. Vol. 13(4). Hlm: 13-18.

Badan Pusat Statistik. 2021. Hasil Sensus Penduduk 2020. Jakarta: Berita Resmi Statistik
(Kementrian Dalam Negeri).

Cinta, Yosephina M., 2017. Penyakit Gonore/Penyakit Menular Seksual. Institute Ilmu
Kesehatan Strada Indonesia.

Daili S.F. 2002. Tinjauan Penyakit Menular Seksual (PMS) dalam Buku Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Editor: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Edisi ke-3. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Daili, Sjaiful Fahmi. (2007). Infeksi Menular Seksual. Jakarta: FKUI .

Daili, S.F. 2009. Pemeriksaan Klinis pada Infeksi Menular Seksual, In ; Daili,.F.,et,al.,
Infeksi Menular Seksual.4th ed. Jakarta. Balai Penerbitan FK UI,h. 65-76.

Evriarti, P., R & Andi Y. 2019. Pathogenesis Human Papillomavirus (HPV) pada kanker
serviks. Jurnal Biotek Medisiana Indonesia. Vol. 8(1). Hlm: 23-32.

Firdiana, Sela E., 2016. Perbandingan Efektivitas Seftriakson dengan Siprofloksasin Pada
Kuman Neisseria Gonorrhoeae Secara In Vitro. Karya Tulis Ilmiah:UNDIP.

Hasdianah dan Dewi. 2014. Virologi Mengenal Virus, Penyakit, dan Pencegahannya.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Ihsan, M, F. 2018. Karakteristik Psien Infeksi Menular Seksual di RSPTN Unibversitas


Hasanuddin Makassar Periode Januari 2018-Desember 2018. SKRIPSI:
Universitas Hasanuddin.

Joyee AG, Thyagarajan SP, Sowmya B, Venkatesan C,Ganapathy M. Need for specific
& routine strategy for the diagnosis of genital chlamydial infection among
patients with sexually transmitted diseases in India. Indian J Med Res. 2003;118;
152-7.
Kasih, A. P. 2020. Angka Pernikahan Dini Melonjak Selama Pandemi. Bandung:
Universitas Padjajaran.
Krieger JN., Alderete JF . Trichomonas vaginalis and Trichomoniasis. In: Holmes KK.,
Mardh P., Sparling PF. Sexually Transmitted Disease. International Edition.
New Yor. Mc-Graw Hill. 1999 : 587-98
Lanjouw E, Ouburg S, Vries HJ, Stary A, Radcliffe K, Unemo M.. 2015 European
guideline on the management of Chlamydia trachomatis infections.
International Journal of STD & AIDS. 2015; 0(0)1-16.
doi:10.1177/0956462415618837. Diunduh Desember 2021.
Kornia Karkata., Edi Tiro. 2006. Penyakit Menular Seksual dalam Kehamilan. Denpasar:
Bagian/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNUD-RSUP
Sanglah.
Lipinwati. 2014. Diagnosis Molekuler Human Papilloma Virus (HPV) Penyebab Kanker
Serviks. JMJ. Volume 2(1); hal 78—86.
Manhart, L.E., Sevgi, O.A., King, K.H., Cathy, W.C., James, P.H., William, L.H.W. dan
Betsy, F., 2007. Influence Of Study Population on The Identification of Risk
Factors For Sexually Transmitted Diseases Using A Case-Control Design: The
Example Of Gonorrhea. American Journal of Epidemiology. 160 (4): 393-402.
Marcelena R, Rengganis I. Kapita Selekta Kedokteran : Infeksi HIV/AIDS. Jilid 2. Edisi
4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014. Hlm 572.
Meliani, N., Setiyawati, N., & Widyasih, H. 2013. HIV & AIDS Kita Perlu Tahu. Penerbit
Fitramaya. Yogyakarta.
Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka. Jakarta.
Robert, A, Mckie, MD. 2012. Sexually Transmitted Diseases. Prymary Care Reports. The
Pratical, Peer-Reviewed Journal for Primary Care and Family Physicians.
Reza, Novianti, R., Tantari,. 2015. Pemeriksaan Laboratorium Infeksi Clamydia
trachomatis Pada Saluran Genital (Laboratory Examination in genital Clamydia
trachomatis Infection). BIKKK-Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin-
Periodical of Dermatology and Venereology. Vol. 27(2). Hlm: 144-149.
Suryani, Devi P. A,. Hendar T., S. 2014. Syphilis. Journal Majoriy. Vol. 3(7). Hlm: 7-
16.
Sukaca, B. E. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks. Genius Publisher.
Yogyakarta.
Sudarman, C.M. 2014. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas Kesehatan
Primer terhadap Perilaku Pemeriksaan Deteksi Dini Kanker Serviks di
Puskesmas Kota Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Yogyakarta.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasaanya. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga.
Wijaya, C. P,. 2016. Tantangan Dalam Terapi Infeksi Human Papillomavirus Genital
Pada Pasien Imunokompromais. SKRIPSI: UNUD.

Anda mungkin juga menyukai