DI SUSUN OLEH :
Manajemen Risiko
Manajemen Risiko menjadi bagian dalam menciptakan tata kelola perusahaan yang baik.
Penerapan prinsip-prinsip GCG diharapkan mampu mendorong akurasi dalam menyusun peta
risiko, menekan kemungkinan terjadinya risiko dan dampak risiko serta menyusun upaya
mitigasi risiko yg tepat dan efisien, sehingga kegiatan pengelolaan Perseroan berjalan lancar dan
mampu meningkatkan kinerja operasional dan keuangan Perseroan. Keberhasilan pencapaian
suatu aktivitas Perseroan juga sangat dipengaruhi oleh bagaimana suatu risiko dikelola dengan
baik. Manajemen sangat menyadari pentingnya manajemen risiko untuk mencapai tujuan sesuai
dengan harapan yang ingin dicapai. Sehingga diperlukan komitmen untuk menerapkan
manajemen risiko tidak hanya pada manajemen puncak, tetapi juga diterapkan oleh seluruh
organ Perseroan dalam melaksanakan aktivitas Perseroan.
Untuk meningkatkan budaya sadar risiko di perusahaan maka dilakukan sosialisasi dan pelatihan
dilakukan sosialisasi serta pelatihan manajemen risiko terkait yang dibutuhkan sesuai porsinya.
Untuk memastikan bahwa pelaksanaan aktivitas manajemen risiko berjalan dengan baik, maka
manajemen memandang perlu untuk dilakukan pengawasan dalam bentuk audit internal yang
terintegrasi dalam program Perseroan yaitu Audit Mutu Internal (“AMI”), serta audit dari Satuan
Pengawasan Intern yang berbasis risiko.
Investasi pada saham Perseroan tidak terlepas dari berbagai risiko, calon investor harus
mempertimbangkan dengan cermat faktor-faktor risiko berikut, serta informasi - informasi
lainnya yang disebutkan dalam laporan tahunan ini, sebelum melakukan investasi dalam saham
Perseroan. Risiko-risiko yang dijelaskan di bawah ini bukan satu-satunya risiko yang dapat
mempengaruhi investasi saham Perseroan. Risiko-risiko lain yang saat ini tidak diketahui oleh
Perseroan atau yang saat ini tidak dianggap penting juga dapat mempengaruhi bisnis, arus kas,
hasil usaha, kondisi keuangan, atau prospek usaha Perseroan. Risiko-risiko yang diungkapkan
dalam laporan tahunan berikut ini merupakan risiko-risiko yang material bagi Perseroan, serta
telah disusun oleh Perseroan sesuai dengan bobot risiko yang dimulai dari risiko utama
Perseroan.
Industri konstruksi menjadi salah satu industri terbesar di dunia yang sangat kompetitif.
Bagaimana tidak, konstruksi memiliki bidang proyek yang luas dan selalu dibutuhkan di
sepanjang masa dan di semua tempat. Teknologi yang digunakan juga tak sedikit dan terus
berkembang. Berbagai teknik baru muncul sebagai jawaban agar pekerjaan proyek dapat lebih
cepat dan efisien.
Sebanding dengan besarnya keuntungan yang didapat, risiko yang dihadapi oleh perusahaan
konstruksi juga sangat besar. Risiko yang melekat ini tidak terlepas dari karakteristik utama
kegiatan perusahaan tersebut yaitu penyedia jasa konstruksi. Jika tidak dipegang oleh orang-
orang yang andal, perusahaan konstruksi bisa dengan mudah untuk bangkrut. Oleh karena itu,
pemahaman akan aspek-aspek teknis dari konstruksi sangat diperlukan.
1. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri
2. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari lingkungan luar perusahaan
3. Risiko Keuangan, yaitu risiko yang disebabkan oleh faktor ekonomi seperti perubahan
harga, tingkat suku bunga, dan mata uang
4. Risiko Operasional, yaitu risiko dari faktor-faktor lain seperti manusia, alam, dan
teknologi.
Dalam upaya menghindari risiko yang timbul, maka perusahaan konstruksi akan melakukan
sebuah manajemen risiko. Manajemen risiko ini didefinisikan sebagai proses mengidentifikasi,
menilai, mengontrol, dan meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi. Tujuan dari manajemen
risiko pada perusahaan konstruksi adalah untuk membantu manajer atau pimpinan perusahaan
dalam mengambil keputusan serta mengembangkan strategi untuk mengelola risiko tersebut.
Identifikasi risiko adalah usaha untuk mengetahui atau menemukan risiko-risiko yang mungkin
timbul dalam kegiatan yang dilakukan perusahaan. Pengidentifikasian risiko dilakukan oleh
manajer perusahaan dengan mencari tahu kemungkinan-kemungkinan terjadinya suatu
kerugian, memperkirakan frekuensi dan besar kecilnya risiko, memutuskan pemakaian metode
antisipasi risiko paling efektif, serta mengadministrasikan program-program manajemen risiko.
Informasi soal risiko sendiri bisa didapatkan dari dokumen internal seperti laporan keuangan,
standar operasional prosedur, dokumen SDM, dan lainnya. Selain itu bisa juga didapat dari
dokumen eksternal seperti koran, majalah, artikel publikasi, dan lain-lain. Menanyakan dan
mencari informasi dari pihak internal perusahaan atau pihak eksternal juga bisa menjadi
sumber informasi risiko.
Proses identifikasi risiko harus dilakukan secara komprehensif atau secara menyeluruh untuk
meminimalisasi peluang risiko yang tidak teridentifikasi. Dalam pelaksanaannya, identifikasi
risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik seperti brainstorming (saling bertukar pikiran),
questionnaire (kuisioner atau membuat tanya-jawab), industry benchmarking (membandingan
industri), scenario analysis (analisis skenario), risk assessment workshop (lokakarya penilaian
risiko), incident investigation (investigasi insiden), auditing (audit), inspection (inspeksi),
checklist (membuat daftar pemeriksaan), hazard and operability studies (studi bahaya dan
pengoperasian), dan lain sebagainya.
1. Menghindari risiko
Menghindari risiko tentu menjadi tujuan utama dari perusahaan konstruksi. Menghindari risiko
merupakan strategi penting agar perusahaan dapat mengetahui bahwa perusahaannya tidak
akan mengalami kerugian akibat risiko yang telah diidentifikasi. Namun untuk melakukan hal
tersebut perusahaan juga mungkin harus merelakan adanya keuntungan yang mungkin hilang.
Sebagai contoh perusahaan harus menolak tender proyek jembatan karena ada gejolak politik
yang diprediksi akan membuat jalannya proyek menjadi rumit dan peluang risiko kerugian
yang besar. Meskipun harus membuang kesempatan keuntungan, tetapi penolakan tersebut
harus dilakukan sebagai upaya menghindari risiko.
Strategi berikutnya yaitu dengan mencegah risiko terjadi sekaligus mengurangi adanya
kerugian. Sebagai contoh perusahaan konstruksi harus menggunakan peralatan proyek baru
yang lebih aman. Meskipun harus mengeluarkan budget lebih tinggi, tetapi hal tersebut lebih
baik dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan mengurangi kerugian yang
mungkin bisa lebih besar jika tidak menggunakannya.
3. Meretensi Risiko
Retensi risiko artinya memperkirakan risiko secara internal baik secara utuh maupun sebagian
dari dampak finansial yang akan dialami oleh perusahaan. Strategi retensi risiko ini dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu retensi yang terencana dan yang tidak terencana.
Retensi risiko terencana adalah asumsi yang dengan sengaja dilakukan oleh perusahaan
konstruksi untuk menahan risiko dengan berbagai upaya sesuai kemampuan finansial
perusahaan. Sedangkan retensi risiko yang tidak terencana adalah pengendalian risiko dari
perusahaan yang secara tidak sadar mengasumsikan kerugian yang akan muncul.
4. Mentransfer Risiko
Transfer risiko maknanya adalah memindahkan semua atau sebagian dari kemungkinan risiko
kepada pihak lain. Strategi ini dilakukan melalui negosiasi antara perusahaan konstruksi
dengan pihak lain seperti pemilik, sub kontraktor, atau supplier. Biasanya, transfer risiko ini
dilakukan melalui persyaratan yang tertuang dalam kontrak
Contoh dari mentransfer risiko adalah perusahaan membuat perjanjian dengan pemberi proyek
dimana apabila ada perbedaan kondisi lapang di suatu proyek dengan perjanjian awal, maka
boleh melakukan penyesuaian harga penawaran.
5. Asuransi
Melakukan asuransi adalah salah satu strategi yang kerap digunakan untuk menanggulangi
risiko. Hal ini mirip dengan transfer risiko dimana pihak asuransi bersedia menerima beban
finansial apabila terjadi kerugian. Secara formal, asuransi merupakan kontrak persetujuan
antara pengasuransi dengan pihak asuransi. Melalui kontrak tersebut, pihak asuransi setuju
untuk mengganti rugi jika ada kerugian namun dengan balasan pengasuransi harus membayar
sejumlah premi tiap periodenya.