170501053
1. Tahap Prodomal
Tahap prodomal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirine
tanda bahaya mengenai sintom-sintom yang harus segera diatasi. Mengacu
pada definisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari turning point bila
manajemen gagal mengartikan atau menangkap signal ini, krisis akan
bergeser ke tahap yang lebih serius: tahap akut. Sering pula tahap prodomal
sebagai tahap sebelum krisis atau precrisis. Tetapi sebutan ini hanya dapat
dipakai untuk melihat krisis secara keseluruhan dan disebut demikian setelah
krisis memasuki tahap akut sebagai retrospeksi. Krisis yang terjadi pada
tahap ini kadang diabaikan karena perusahaan (sepertinya) masih berjalan
secara normal meskipun krisis belum meledak, namun krisis sudah muncul,
yakni gejala-gejala yang harus segera diatasi. Tahap prodromal biasanya
muncul dalam salah satu dari tiga bentuk ini:
a. Jelas sekali.
Gejala-gejala awal terlihat jelas. Misalnya ketika karyawan datang ke
manajemen untuk meminta kenaikan gaji, perbedaan pendapat di antara
direksi, kerusakan alat di pabrik (internal); selebaran gelap di masyarakat
(eksternal).
b. Samar-samar.
Gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit
menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya
deregulasi, munculnya pesaing baru, ucapan pembentuk opini kadang-
kadang tidak langsung terasa dampaknya pada perusahaan, namun dapat
menjadi masalah besar di kemudian hari.
c. Sama sekali tidak terlihat.
Gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Misalnya kerugian yang
dialami salah satu produk atau salah satu lini yang dirasakan wajar oleh
sebuah perusahaan. Namun yang terpikirkan oleh perusahaan tersebut
adalah seberapa jauh kerugian itu dapat menjadi kanibal.
2. Tahap Akut
Inilah tahap ketika orang mengatakan : “telah terjadi krisis”. Tahap ini terjadi
karena tidak berhasil mendeteksi atau menangani gejala-gejala krisis yang
terjadi pada tahap prodromal. Meski bukan disini awal mulanya krisis, orang
menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar
atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas. Pada tahap ini krisis
akan dipindahtangankan ke Crisis Management Team (CMT). Dalam banyak
hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya,
sekali signal-signal yang muncul pada tahap peringatan atau prodomal stage
tidak digubris, tidak terdeteksi dan tidak tertangani maka krisis akan masuk
ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai
bermunculan, reaksi mulai berdatangan, dan isu menyebar luas. Namun,
beberapa kerugian lain yang akan muncul bergantung dari aktor yang
mengendalikan krisis. Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis
pada tahap akut sekalipun sangat siap adalah intensitas dan kecepatan
serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini.
Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan
intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan. Tahap akut adalah
tahap antara, yang paling pendek waktunya bila dibandingkan dengan tahap
lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki tahap kronis
3. Tahap Kronik
Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean of phase atau the post
mortem. Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self
analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan
struktural baik penggantian manajemen, penggantian pemilik, memasukkan
nama-nama baru sebagai pemilik atau dilikuidasi. Crisis manager harus
mampu memperpendek tahap ini karena semua orang sudah merasa letih,
juga pers sudah mulai bosan memberitakan kasus ini. Namun, yang paling
penting adalah perusahaan harus memutuskan mau hidup terus atau tidak.
Kalau ingin hidup terus tentunya ia harus sehat dan mempunyai reputasi yang
baik. Tahap kronik adalah tahap yang terenyuh. Kadang-kadang dengan
bantuan konsultan krisis yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan
yang lebih baik, sehingga pujian berdatangan dan penyembuhan atau
resolution mulai berlangsung.
Pasal II
PERILAKU TERHADAP KLIEN ATAU ATASAN
Anggota PERHUMAS INDONESIA harus:
1. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan
2. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang
bersaing tanpa persetujuan semua pihak yang terkait
3. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau
atasan, maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau mantan
atasan
4. Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung
merendahkan martabat, klien atau atasan, maupun mantan klien atau
mantan atasan
5. Dalam memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima
pembayaran, komisi atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien
atau atasannya yang telah memperoleh kejelasan lengkap
6. Tidak akan menyerahkan kepada calon klien atau calon atasan bahwa
pembayaran atau imbalan jasa-jasanyaharus didasarkan kepada hasil-hasil
tertentu, atau tidak akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah
kepada hal yang serupa
Pasal III
PERILAKU TERHADAP MASYARAKAT DAN MEDIA MASSA
Anggota PERHUMAS INDONESIA harus:
1. Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat
2. Tidak melibatkan diri dalam tindak memanipulasi intergritas sarana
maupun jalur komunikasi massa
3. Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang
menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan
4. Senantiasa membantu untuk kepentingan Indonesia
Pasal IV
PERILAKU TERHADAP SEJAWAT
Praktisi Kehumasan Indonesia harus:
1. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tindak
professional sejawatnya. Namun bila ada sejawat bersalah karena
melakukan tindakan yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang
tidak jujur, termasuk melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia, maka
bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan PERHUMAS
INDONESIA
2. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk
menggantikan kedudukan sejawatnya Membantu dan berkerja sama
dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi dan
mematuhi Kode Etik Kehumasan ini.