Anda di halaman 1dari 9

Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1

Januari 2015
ISSN : 2338 - 4336

HUBUNGAN KETEBALAN LAPISAN EPIDERMIS DAUN TERHADAP


SERANGAN JAMUR (Mycosphaerella musicola) PENYEBAB PENYAKIT
BERCAK DAUN SIGATOKA PADA SEPULUH KULTIVAR PISANG
Nurul Umayatul Aliah, Liliek Sulistyowati, Anton Muhibbudin.
Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan hama dan Penyakit Tumbuhan,
Universitas Brawijaya. Jln. Veteran, Malang 65145, Indonesia

ABSTRACT
Banana leaf spot or Sigatoka disease occurs in all part of the world. It is one of the most
destructive diseases on banana plants. Sigatoka is derived from the name of South
Pacific land in Fiji island where the disease had been initially (Agrios, 2005). This
disease causes harm of plant surface function decrement, a large number of premature
death in banana leaves, causes smaller bunches with little strokes, and incomplete
banana individu (Rosmahani, 1999). Thickness of the epidermis is one of the structural
defenses contained in plants, even before the pathogen comes in contact with plants
(Agrios, 1996). This research aimed to determine the resilience of some banana
cultivars to ward Sigatoka diseases and to determine the effect of the leaf epidermal
thickness to ward Sigatoka leaf spot disease. Based on this research, it was found that
some banana cultivars showed correlation between the thickness leaf epidermal layer
and Sigatoka disease intensity. Resistant cultivars of banana had thicker epidermis than
susceptible cultivars.
Keywords: Sigatoka, structural defense, epidermal tickness of leaf, intensity of sigatoka
attack

ABSTRAK
Bercak daun pisang atau penyakit Sigatoka terjadi di seluruh dunia dan
merupakan salah satu penyakit yang paling merusak tanaman pisang. Sigatoka berasal
dari nama dataran Pasifik Selatan pulau Fiji dimana penyakit ini pertama kali diamati
(Agrios, 2005). Penyakit ini menyebabkan kerugian pengurangan fungsi permukaan dari
tanaman, kematian dini sejumlah besar daun pisang, menyebabkan tandan buah
mengecil dengan sedikit sisiran, dan individu buah pisang yang kurang penuh
(Rosmahani, 1999). Tebal epidermis merupakan salah satu pertahanan struktural yang
terdapat pada tumbuhan, bahkan sebelum patogen datang dan berkontak dengan
tumbuhan (Agrios, 1996). Penelitian ini brtujuan untuk mengetahui ketahanan beberapa
kultivar pisang terhadap penyakit sigatoka dan untuk mengetahui pengaruh ketebalan
lapisan epidermis daun terhadap serangan penyakit bercak daun sigatoka. Berdasarkan
penelitian ini diketahui hanya beberapa kultivar pisang yang menunjukkan berkorelasi
antara ketebalan epidermis daun dengan intensitas serangan penyakit sigatoka. Kultivar
pisang tahan memiliki epidermis lebih tebal dari pada kultivar rentan.
Kata kunci : Sigatoka , pertahanan struktural, ketebalan epidermis daun, intensitas
serangan

35
Aliah et al., Hubungan Ketebalan Lapisan Epidermis Daun…

PENDAHULUAN ketahanan beberapa jenis tumbuhan


Pisang adalah salah satu buah tropis terhadap patogen tertentu (Mariana,
yang sudah populer di masyarakat, 2004). Dari beberapa kultivar pisang
potensial dikembangkan di Indonesia. diharapkan dapat ditemukan kultivar yang
Secara umum produktivitas pisang yang tahan terhadap serangan penyakit sigatoka
dikembangkan oleh masyarakat masih dan terdapat hubungan antara ketebalan
sangat rendah, seperti di Lampung lapisan epidermis daun dengan ketahanan
produktivitas pisang hanya 10-15 ton/ha, tanaman.
padahal potensi produktivitasnya bisa Penelitian ini bertujuan untuk
mencapai 35-40 ton/ha.(BPPP, 2008). mengetahui kultivar pisang yang tahan
Kesenjangan produktivitas tersebut terhadap infeksi jamur Mycosphaerella
terutama disebabkan karena tingginya musicola.
gangguan penyakit terutama oleh serangan Hipotesis yang diajukan dalam
penyakit sigatoka. penelitian ini adalah kelompok kultivar
Bercak daun pisang atau penyakit raja dan kepok tahan terhadap serangan
Sigatoka terjadi di seluruh dunia dan penyakit sigatoka.
merupakan salah satu penyakit yang Manfaat penelitian ini diharapkan
paling merusak tanaman pisang. Sigatoka dapat meningkatkan pengetahuann tentang
berasal dari nama dataran Pasifik Selatan kultivar tanaman pisang yang tahan
pulau Fiji dimana penyakit ini pertama terhadap serangan penyakit sigatoka yang
kali diamati (Agrios, 2005). Penyebab disebabkan oleh jamur Mycosphaerella
penyakit ini adalah jamur musicola.
Mycosphaerella musicola.
Bercak daun ini menyebabkan METODE PENELITIAN
kerugian pengurangan fungsi permukaan Penelitian diawali dengan uji
dari tanaman, kematian dini sejumlah kultivar di Desa Pujiharjo Kecamatan
besar daun pisang, menyebabkan tandan Tirtoyudo Kabupaten Malang dengan
buah mengecil dengan sedikit sisiran, dan suhu 25-29 0 C. Isolasi jamur M. Musicola
individu buah pisang yang kurang penuh dilakukan di laboraturium Penyakit
(Luki Rosmahani, 1999). Tumbuhan Jurusan Hama dan Penyakit
Hampir semua varietas/ kultivar Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
tanaman pisang peka terhadap penyakit Universitas Brawijaya dan pembuatan
bercak daun. Disebutkan bahwa kelompok preparat lapisan epidermis dilaksanakan di
Cavendish dan gross michel peka laboraturium Taksonomi Tumbuhan,
terhadap penyakit bercak daun sedangkan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
kelompok kultivar pisang yang Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
menghasilkan biji dianggap tidak peka ( Brawijaya.Waktu pelaksanaan dimulai
Hahn et al, 1989). Sampai saat ini belum pada bulan Maret 2014 sampai dengan
diketahui kultivar tanaman pisang yang bulan Juni 2014.
benar-benar tahan terhadap penyakit
Pelaksanaan Penelitian
sigatoka.
Tebal epidermis merupakan salah Pada persiapan bahan tanam, bibit
satu pertahanan struktural yang terdapat yang akan ditanam terdiri dari sepuluh
pada tumbuhan, bahkan sebelum patogen kultivar, yaitu: Ambon hijau, Ambon
datang dan berkontak dengan tumbuhan kuning, Barlin, Candi, Kepok, Mas, Raja
(Agrios, 1996). Ketebalan dan kekuatan nangka, Raja talun, Susu, Tanduk yang
dinding bagian luar sel-sel epidermis diulang sebanyak lima kali.
merupakan faktor penting dalam

36
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1 Januari 2015

Bibit yang akan ditanam alkohol 70% dengan perbandingan (5 : 5 :


dimasukkan kedalam polybag berukuran 90). Fiksasi bertujuan untuk mematikan
10 kg yang berisi campuran tanah dan sel tanaman tanpa merusak struktur
pupuk kandang dengan perbandingan 2:1. jaringan. Setelah difiksasi selama 24 jam,
Pengairan dilakukan setiap setiap hari daun dibilas dengan akuades. Kemudian
pada waktu pagi atau sore hari sesuai daun dipotong menggunakan mikrotom
dengan kondisi lingkungan dengan geser secara melintang, dibilas dengan
menggunakan gembor. NaOCl 5% agar jernih, dibilas dengan
Setelah proses penanaman akuades kembali, digunakan pewarna
selanjutnya inokulasi. Bahan inokulasi safranin 0.25%, selanjutnya irisan daun
adalah daun tanaman pisang Mas yang diletakkan di kaca preparat yang telah
menunjukkan gejala serangan M. diberi gliserin 30% lalu ditutup dengan
Musicola (gambar 1). Daun dipotong- gelas penutup yang bagian tepinya telah
potong berukuran 1 cm2, dicampurkan diberi cutek. Pengamatan dilakukan
dengan air, kemudian disemprotkan pada menggunakan mikroskop cahaya dengan
tanaman uji ketika sore hari. perbesaran 40 x 10 untuk mengamati
parameter tebal kutikula adaksial dan
Pembuatan Preparat Mycosphaerella abaksial dan epidermis adaksial dan
musicola abaksial (Andini, 2011).
Tanaman yang menunjukkan gejala Parameter Pengamatan
sigatoka diisolasi dengan disterilisasi
Parameter yang diamati pada
terlebih dahulu menggunakan Clorox,
penelitian ini adalah (1) masa inkubasi
alkohol 70%, akuades selama satu menit.
sebagai data pendukung parameter
Kemudian potongan daun ditanam atau
intensitas serangan dalam menentukan
diletakkan pada media PDA. Kemudian
ketahanan tanaman; (2) intensitas
dipurifikasi untuk mendapatkan biakkan
serangan penyakit bercak daun sigatoka
murni dan sporanya.
untuk menentukan tingkat ketahanan
Selanjutnya pembuatan preparat
varietas. Nilai intensitas serangan
yaitu dengan mengambil bagian
penyakit tiap kultivar digunakan untuk
permukaan koloni dengan jarum ose
menetukan tingkat ketahanan masing-
dsertai media yang baru dan ditempatkan
masing kultivar. Semakin tinggi intensitas
dipermukaan gelas objek, ditutup dengan
serangan bercak daun sigatoka, maka
gelas penutup (cover glass). Kemudian
tanaman tersebut semakin kurang tahan
diamati dibawah mikroskop berdasarkan
terhadap penyakit. (3) pengamatan tebal
kunci identifikasi menurut Barnett and
epidermis daun pisang untuk mengetahui
Barry (1992) serta literatur dan
perbedaan tebal epidermis daun setiap
didokumentasikan.
kultivar pisang serta hubungannya dengan
Pembuatan Preparat Epidermis masa inkubasi dan intensitas gejala
Contoh daun pisang diambil setelah serangan penyakit bercak daun sigatoka.
pengamatan intensitas berakhir, yakni dua Karakteristik jaringan daun yang
belas minggu sesudah tanam.Daun yang diamati adalah pada sayatan melintang
diambil adalah daun yang sehat.Daun daun meliputi ketebalan kutikula adaksial
yang dicuci pada air yang mengalir, dan abaksial dan ketebalan epidermis
difiksasi dengan FAA selama 24 jam. adaksial dan abaksial. Adaksial
FAA merupakan larutan untuk memfiksasi merupakan bagian atas dan abaksial
daun yang terdiri dari campuran adalah bagian bawah dari daun.
formaldehid, asam asetat glasial dan Perhitungan ketebalan lapisan epidermis

37
Aliah et al., Hubungan Ketebalan Lapisan Epidermis Daun…

dapat dilakukan dengan mengalikan tebal hijau zaitun kehitaman, hal ini sesui
kutikula dan epidermis pada micrometer dengan pendapat Crous (2009).Setelah
dengan kalibrasi (1 µm= 0.0025mm). beberapa hari koloni menebal seperti
butiran pasir berwarna hitam dan pada tepi
HASIL DAN PEMBAHASAN
berwarna hijau zaitun.Koloni tidak muda
Masa Inkubasi Penyakit Sigatoka terpencar dan berkembang memenuhi
Gejala serangan penyakit sigatoka cawan petri. Diameter koloni jamur
yang disebabkan oleh jamur M.musicola mencapai 9 cm pada ingkubasi hari ke 14.
mulai terliahat pada permukaan daun Berdasarkan pengamatan
pisang kurang lebih dua minggu setelah mikroskopis, konidia berbentuk tabung,
inokulasi. Gejala yang terlihat berupa bersekat, ujungnya tumpul agak
bintik-bintik kuning muda kemudian melengkung dan berwarna coklat pucat.
kecoklatan, pada perkembangan lebih Menurut Goodwin et al., (2001) konidium
lanjut bercak daun berwana coklat tua M. musicola berbentuk tabung atau
keabu - abuan ditengah dan terdapat berbentuk gada terbalik, lurus,
hallow disekitarnya. Hal ini sesui dengan melengkung, atau bengkok, ujungnya
yang dikemukakan oleh Agrios (2005) tumpul atau membulat, bersekat 3-5 atau
gejala penyakit pertama muncul sebagai lebih. Hifa M. musicola bercabang,
kecil, bintik-bintik kuning muda atau bersekat dan hialin.
goresan sejajar dengan vena sisi daun
yang membentangkan sekitar satu bulan A B
sebelumnya. Beberapa hari kemudian, 1
bintik-bintik menjadi 1 sampai 2 cm
panjang dan berubah menjadi cokelat
dengan pusat abu-abu terang. Bintik-
bintik seperti segera memperbesar,
jaringan di sekitar berubah menjadi
kuning dan mati. C
2

Gambar 2. A. Biakkan murni M.musicola


pada media PDA, B.
konidia (1), C. hifa (2)

Gambar 1. Gejala serangan penyakit Masa Inkubasi


Sigatoka Masa inkubasi adalah adalah waktu
dari permulaan infeksi hingga timbulnya
Warna Koloni dan Bentuk Konidia gejala pertama yang dihitung dari awal
Jamur inokulasi sampai muncul gejala awal pada
daun tanaman pisang. Berdasarkan
Berdasarkan pengamatan secara
pengamatan dilapangan, sepuluh kultivar
makroskopis pada media PDA
pisang yang diuji menunjukkan gejala
pertumbuhan koloni menyebar tidak rata,
sigatoka sekitar 16-47 hari setelah
pada awal pertumbuhan koloni berwarna
inokulasi.

38
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1 Januari 2015

Tabel 1. Rata-rata masa inkubasi penyakit infeksi penyakit sigatoka (M. musicola)
sigatoka. pada sepuluh kultivar pisang berpengaruh
nyata terhadap parameter intensitas
Perlakuan Rata-rata (hari)
serangan.
Ambon Kuning 16 a
Dari tabel 2 dapat diketahui
Barlin 16 ab
Ambon Hijau 17 ab penyakit. menunjukkan intensitas
Mas 18 b serangan 0-5% yaitu Kepok, kultivar yang
Candi 31 c menunjukkan intensitas serangan diatas
Raja Nangka 33 cd 40% yaitu Mas. Kultivar yang
Raja Talun 33 cd menunjukkan intensitas serangan 5-20%
Susu 34 d yaitu Candi, Raja nangka, Raja talun dan
Tanduk 34 d Tanduk. Kultivar yang menunjukkan
Kepok 47 d tingkat intensitas serangan 20-40% yaitu
Gejala penyakit sigatoka yang cepat Ambon hijau, Ambon kuning, Barlin, dan
muncul yaitu pada kultivar Ambon Susu.
Kuning dan Barlin 16 hari setelah Tabel 2. Rata-rata Intensitas Serangan
inokulasi, dan gejala yang paling lama Penyakit Sigatoka dan Kategori
muncul adalah kultivar Kepok yaitu 47 Ketahanan.
hari setelah inokulasi. Hal ini
menunjukkan bahwa ketahanan kultivar Perlakuan Rata-rata Kategori
intensitas ketahanan
Ambon Kuning dan Barlin lebih rendah
seranagan
terhadap serangan M. musicola Mas 41.25 e Rentan
dibandingkan dengan sembilan kultivar Barlin 32.65 de Agak tahan
lain yang diuji. Ambon hijau 35.73 de Agak tahan
Keragaman masa inkubasi diduga Ambon kuning 35.86 de Agak tahan
dikarenakan beberapa kultivar yang diuji Susu 29.47 d Agak tahan
mempunyai ketahanan vertikal. Ketahanan Candi 19.28 c Tahan
vertikal adalah ketahanan yang Tanduk 14.76 bc Tahan
dikendalikan oleh ras tertentu satu gen Raja talun 14.28 bc Tahan
mayor yang bersifat kuat terhadap patogen Raja nangka 10.44 ab Tahan
tertentu saja (Purnomo, 2007). Selain itu Kepok 5.26 a Sangat tahan
jumlah inokulum yang terdapat pada Ketebalan Lapisan Epidermis Daun
masing-masing varietas tidak sama ketika
Kultivar yang memiliki ketebalan
dilakukan inokulasi pada saat
lapisan epidermis paling tipis adalah
penyemprotan. Hal ini juga dapat
ambon hijau, Barlin dan Mas dengan
mempengaruhi ketahanan tanaman. Jika
ketebalan 1.13 x 10 -3 mm, sedangkkan
jumlah inokulum banyak terdapat pada
kultivar yang memiliki ketebalan lapisan
inang, maka peluang infeksi semakin
epidermis paling tebal adalah kultivar
besar. Semakin banyak jumlah spora,
Kepok dengan ketebalan 1.70 x 10 -3 mm.
yang terdapat pada atau dekat tanaman
Kultivar yang memiliki ketebalan
inang, maka inokulum yang mencapai
lapisan epidermis paling tipis adalah
tanaman inang lebih banyak dan lebih
ambon hijau, Barlin dan Mas dengan
awal mencapai tanaman inang (Agrios,
ketebalan 1.13 x 10 -3 mm, sedangkkan
1996).
kultivar yang memiliki ketebalan lapisan
Intensitas Serangan Penyakit Sigatoka epidermis paling tebal adalah kultivar
Berdasarkan hasil pengamatan dan Kepok dengan ketebalan 1.70 x 10 -3 mm.
analisa sidik ragam diketahui bahwa

39
Aliah et al., Hubungan Ketebalan Lapisan Epidermis Daun…

Tabel 5. Rata-rata Ketebalan Lapisan Kultivar Rata-rata tebal epidermis


Epidermis Daun Pisang (10-3 mm)
Ambon hijau 1.13 a
Barlin 1.13 a
Mas 1.13 a
Tanduk 1.16 a
Ambon kuning 1.2 a
Susu 1.5 b
Candi 1.57 bc
Raja nangka 1.6 bc
Raja talun 1.63 bc
Kepok 1.7 c
Ketebalan epidermis, baik ketebalan
kutikula dan kekuatan dinding bagian luar
Gambar 3. Penampang melintang pisang sel-sel epidermis adalah salah satu faktor
kepok dengan perbesaran penting dalam ketahanan beberapa jenis
40x10 tanaman terhadap patogen tertentu. Sel-sel
epidermis yang berdinding kuat dan tebal
akan memebuat penetrasi secara langsung
mengalami kesulitan atau bahkan tidak
mungkin dilakukan sama sekali oleh
patogen. Kutikula yang tebal mungkin
dapat meningkatkan ketahanan tumbuhan
terhadap infeksi penyakit untuk jenis
patogen yang masuk ke tumbuhan
inangnya melalui penetrasi secara
langsung. Akan tetapi, ketebalan kutikula
tidak selalu berhubungan dengan
ketahanan, banyak varietas tanaman
memepunyai kutikula sangat tebal tetapi
Gambar 4. Penampang melintang pisang mudah diserang oleh patogen yang
Ambon kunin dengan penetrasi secara langsung (Agrios, 1996).
perbesaran 40x10
Berdasarkan pengamatan Hubungan Masa Inkubasi dengan
penampang melintang daun pisang Intensitas Serangan Penyakit Sigatoka (
ketebalan epidermis diukur dari (1) M. musicola)
kutikula adaksial dan epidermis adaksial Nilai uji korelasi antara masa
dan (2) kutikula abaksial dan epidermis inkubasi dan intensitas serangan diperoleh
abaksial. Struktur jaringan daun pisang persamaan linier y = -1.056 x 53.36 dan
(gambar 1 ) terdiri dari : (a) sel epidermis nilai koefisien korelasi sebesar 0.78. Hal
adaksial, (b) hipodermis, (c) rongga udara ini menunjukkan bahwa korelasi antara
(d) mesofil, (e) seludang pembuluh, (f) sel masa inkubasi dan intensitas serangan
serat, (g) floem, (h) xilem, (i) epidermis Nilai koefisien korelasi (r) berkisar
abaksial. Penampang melintang jaringan diantara 0.21-0.40 korelasi kerataan
daun (gambar 2) terdiri dari : (a) sel lemah, nilai 0.41-0.70 menunjukkan
epidermis adaksial, (b) hipodermis, (c) korelasi kerataan sedang, dan nilai 0.80-
rongga udara (d) seludang pembuluh, (e) 1.00 korelasi kerataan kuat (Sujianto,
sel serat, (f) floem, (g) xilem (h) sel 2009).
epidermis abaksial.

40
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1 Januari 2015

Gambar 5. Korelasi hubungan masa Gambar 6. Korelasi ketebalan epidermis


inkubasi dengan intensitas dengan intensitas serangan
serangan penyakit sigatoka. penyakit sigatoka.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kutikula yang tebal dan dinding


masa inkubasi dengan intensitas serangan epidermis yang kuat merupakan salah satu
penyakit sigatoka memiliki korelasi yang mekanisme pertahanan struktural yang
sedang. Hal ini ditunjukkan dengan masa terdapat pada tumbuhan untuk
inkubasi kultivar Susu 34 hsi dengan menghambat gerak patogen. Sel-sel
intensitas serangan penyakit 29.47 % epidermis yang kuat dan tebal akan
sedangkan kultivar tanduk dengan masa membuat penetrasi jamur patogen secara
inkubasi 34 his memiliki in tensitas langsung mengalami kesulitan atau
serangan 14.76% Hal ini menunjukkan bahkan tidak mungkin (Agrios, 1996).
bahwa lama masa inkubasi tidak selalu Semakin sulit suatu patogen menembus
berhubungan dengan intensitas penyakit. sel-sel epidermis maka semakin sulit pula
Korelasi tidak selalu berarti salah satu patogen menginfeksi tanaman.
variabel dianggap sebagai sebab atau Pada kultivar pisang Kepok
akibat. Hal ini bisa terjadi karena adanya memiliki ketebalan epidermis 1.7 x 10-
3
kondisi lingkungan yang mendukung mm dan menunjukkan intensitas serangan
bahkan atau tidak mendukung proses 5.26 % dan masuk dalam kategori tahan,
terjadinya infeksi ( Sudarnoto 2011). sedangkan pada kultivar Mas memiliki
Tetes air, angin dan kelembaban ketebalan lapisan epidermis 1.13 x 10-
3
merupakan salah satu faktor lingkungan mm dan masuk dalam kategori tingkat
yang sangat mempengaruhi pertumbuhan rentan, hal ini menunjukkan berhasilnya
dan perkembangan jamur M. musicola. proses infeksi dipengaruhi oleh ketebalan
Penyimpanan embun pagi di permukaan lapisan epidermis. Namun ketebalan
abaxial dan adaxial daun dan penyinaran epidermis bukan hanya satu-satunya
awal matahari, serta besarnya tetesan air faktor yang mempengaruhi intensitas
yang terlepas dari daun menciptakan serangan penyakit. Pada kultivar Ambon
kesan hujan buatan (Wardlaw 1961). kuning memiliki ketebalan epidermis 1.2
x 10-3mm, namun intensitas serangan
Hubungan Ketebalan Lapisan
35.86 % sedangkan pada kultivar tanduk
Epidermis Daun dengan Intensitas
ketebalan epidermisnya 1.16 x 10-3mm
Serangan Penyakit Sigatoka (M.
dengan intensitas serangan 14.76 % . Hal
musicola)
ini menunjukkan bahwa ketebalan
Nilai koefsien korelasi diantara tebal epidermis tidak selalu mempengaruhi
epidermis dan tingkat serangan ialah 0.59 intensitas serangan melainkkan adanya
termasuk dalam korelasi sedang. faktor lain. Ketebalan kutikula tidak selalu
berhubungan dengan ketahanan, banyak

41
Aliah et al., Hubungan Ketebalan Lapisan Epidermis Daun…

varietas tanaman memepunyai kutikula senyawa fenolik terdapat senyawa


sangat tebal tetapi mudah diserang oleh fitoaleksin yang tergolong pertahanan
patogen yang penetrasi secara langsung. tanaman. Fitoalexin adalah senyawa toxin
Tumbuhan berdinding sel demikian sering yang dilepaskan oleh tanaman ditempat
tahan, namun apabila patogen tersebut terjadinya infeksi. Senyawa tersebut
diletakkan diatas epidermis yang dilukai memiliki kemampuan merusak dinding
pada tumbuhanyang sama, maka jaringan sel, memperlambat proses maturasi,
bagian dalam tumbuhan tersebut mudah merusak metabolism atau mencegah
diserang patogen (Agrios, 1996). pathogen. Hasil penelitian Echeverri et al,.
Salah satu faktor yang diduga (2002) ditemukan beberapa jenis
mempengaruhi adalah reaksi-reaksi fitoaleksin dalam kelompok isoflafonoid
biokimia. Reaksi-reaksi biokimia dalam didalam daun dan akar tanaman pisang
sel jaringan tanaman menghasilkan akibat serangan Mycosphaerella fijiensis.
senyawa racun yang dapat meracuni
patogen atau menimbulkan kondisi yang PENUTUP
menghambat pertumbuhan patogen dalam Kesimpulan
tanaman. Pertahanan kimia yang terjadi
secara infeksi meliputi (1) pengenalan Berdasarkan penelitian yang
patogen oleh tanaman inang; (2) respon dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
hipersensitf; (3) fitoaleksin; sepuluh kultivar yang diuji menunjukkan
(4)detoksifikasi toksin patogen; (5) tingkat ketahanan yang berbeda terhadap
protein (6) pertahanan melalui inokulasi serangan penyakit bercak daun sigatoka.
buatan (7) pertahanan melalui plantibodi Kultivar yang sangat tahan terhadap
(Abadi, 2003). Salah satu enzim yang penyakit bercak daun sigatoka yaitu
berperan dalam reaksi biokimia adalah kultivar Kepok dengan intensitas serangan
Phenilalanine Ammonia Liase (PAL) 5.26 % sedangkan kultivar pisang yang
sebagai enzim pertahanan pisang rentan yaitu kultivar Mas dengan
terhadap patogen. PAL adalah enzim intensitas serangan 41. 25 %.
kunci dalam produksi molekul dasar yang Dari hasil uji korelasi terdapat
digunakan untuk biosintesis sebagian hubungan korelasi sedang antara masa
besar fenolik, yang mencakup fitoaleksin inkubasi dengan intensitas serangan
dan lignin. dengan nilai r 0.78 dan antara ketebalan
Bentuk pertahanan tersebut epidermis dengan intensitas serangan
berhubungan dengan peranan peningkatan dengan nilai r 0.59. Dari uji tersebut
sejumlah fenolik umum, fitoaleksin dan dapat disimpulkan masa inkubasi dan
senyawa-senyawa lain serta enzim tebal lapisan epidermis daun tidak selalu
tumbuhan yang digunakan untuk berhubungan dengan intensitas serangan
mensintesis fitoaleksin, walaupun kedua penyakit bercak daun sigatoka. Hal ini
mekanisme tersebut bekerja secara dikarenakan adanya faktor lain yang
terpisah (Agrios, 1996). Senyawa fenolik mempengaruhi ketahanan tanaman pisang,
memainkan peranan penting dalam yaitu kondisi lingkungan dan reaksi-reaksi
perlindungan tanaman terhadap patogen biokimia yang terjadi pada tanaman.
(Grandmaison et al,.1993). Kadar fenolik
yang disintesis oleh tanaman bervariasi DAFTAR PUSTAKA
tergantung pada bebagai faktor seperti Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit
spesies, varietas tanaman, tipe jaringan, Tumbuhan I. Bayu Media.
tipe pathogen dan agen induser tanaman Malang.
(Habazar dan Rivai, 2000). Selain

42
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 1 Januari 2015

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Resistance Expressed by


Tumbuhan (Terjemahan Munzir Endomycorrhizal Roots.
Busnia). Gadjah Mada Mycorrhiza 3:155-164.
University Press. Yogyakarta.
Habazar, T ., and F. Rivai. 2000. Dasar-
Agrios, N. G. 2005. Plant Pathology- Fifth Dasar Bakteri Patogenik
Edition. Departemen of Plant Tumbuhan Fakultas Pertanian.
Pathology. University of Universitas Andalas. Padang.
Florida.United States of America.
Hahn, S., Vuylsteke, D., and Swennen, R.
Andini, A. N. 2011. Anatomi Jaringan 1989. First reactions to ABB
Daun dan Pertumbuhan Tanaman cooking bananas distributed in
Celosiacristata, Catharanthus southeastern Nigeria In:Sigatoka
roseus, dan Gomphrena globosa leaf spot diseases of bananas.
pada lingkungaan. Udara (Fullerton, R. A. and Stover, R.
Tercemar. Bogor. Departemen H., eds.). Proceedings of an
Biologi. international workshop held in
Balai Besar Pengkajian dan San Jose, Costa Rica, 28 March-
Pengembangan Teknologi 1 April 1989. Montpellier,
Pertanian. 2008. Teknologi France. INIBAP, pp 306-315.
Budidaya Pisang. Badan Mariana. 2004. Ketahanan Tanaman Padi
Penelitian dan Pengembangan Terhadap Penyakit Blas
Pertanian. Jawa Timur. (Pyricularia oryzae Cav.)
Crous, P. W. 2009. Taxonomy and DiSawah Pasang Surut
phylogeny of the genus Kalimantan Selatan. Disertasi.
Mycosphaerella and its Program Pascasarjana
anamorpoh. Fungal Diversity. Universitas Brawijaya. Malang.

Echeverri, F., W. Quinones, F. Torres, and Purnomo, B. 2007. Epidemologi Penyakit


B. Scheinede. 2002. Correlation Tanaman. http ://
Betwen Phenylphenalenones www.geocities.ws/bpurnomo51/e
phytoalexin and pi_files/epi2.pdf. Diakses pada
Phytopathological Properties in tanggal 13 Maret 2014.
Musa and Role of a Rosmahani, L. 1996. Aplikasi
Dehydrophenyl phenalenonetriol. Pengendalian Hama dan Penyakit
Molecules. Penting pada Tanaman pisang di
Goodwin, S.B., L. D. Dunkle, and V. L Lahan Kering. Laporan Hasil
Zisman. 2001. Phylogenetic Penelitian.BPTP Karangploso.
analysis of Cercospora and Malang.
Mycosphaerellabased on the Wardlaw C. W. 1961. Leaf spot
internal transcribed spacer region (Sigatoka disease). Banana
of ribosomal DNA. Phytopathol. Diseases: Including Plantains and
91: 648-658. Abaca. Eding-burgh. Longman.
Grandmaison, J., G. M. Olah, M. R. Van pp 314–341.
Calsteren, and V. Furlan. 1993.
Characterisation and Lokalisation
of Plant Phenolics Likely
Involved in The Pathogen

43

Anda mungkin juga menyukai