Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PENDEKATAN PRAGMATIK PADA CERPEN “RUMAH-RUMAH

NAYLA” KARYA DJENAR MAHESA AYU

Anggir Egovani Nur Wilda


Mahasaiswa Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas
Siliwangi Surel : egovanianggir76@gmail.com

ABSTRAK
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memberikan keluasan pembaca dalam
memahami dan menghayati karya sastra. Cerpen “Rumah-Rumah Nayla” menceritakan
tentang seorang wanita yang tidak percaya bahwa dirinya dinikahi oleh seorang laki-laki
kaya. Tokoh utama pada cerpen ini adalah Nayla. Dan dibantu oleh tokoh pendukung, seperti
suami Nayla dan kedua putri Nayla. Bahasa yang digunakan pada cerpen ini sangat lugas dan
dapat dipahami oleh pembaca.
Kata Kunci : Pragmatik, Rumah-Rumah Nayla, Nayla

PENDAHULUAN
A. Teeuw (1984) dan Luxemburg (1986) mengemukakan bahwa belum ada seorang
pun yang memberikan jawaban yang ketat untuk pertanyaan tentang definisi sastra. Jika
dilihat secara etimologinya, sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu ‘sas’ dan ‘tra’. Sas
mempunyai arti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk; sedangkan tra mempunyai arti
alat, atau sarana. Dapat disimpulkan bahwa sastra adalah alat yang digunakan untuk
memberikan petunjuk. Dalam karya sastra, ada beberapa macam, salah satunya adalah cerita
pendek (cerpen). Cerpen adalah sebuah karya prosa yang memiliki satu alur. Menurut
wikipedia, cerita pendek (cerpen) adalah salah satu jenis prosa yang isi ceritanya bukan
kejadian nyata dan hanya dibuat-buat. Jumlah kata di dalam cerita pendek tidak lebih dari
10.1 kata. Salah satu contoh cerpen adalah Rumah-Rumah Nayla karya Djenar Mahesa
Ayu. Penulis tertarik untuk menganalisis cerpen ini menggunakan pendekatan pragmatik.
Karena dengan menggunakan pendekatan ini, penulis dapat dengan luas memaknai isi cerita
dari cerpen ini.

METODE PENELITIAN
Dalam menyusun jurnal ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan
makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Kriyantono
menyatakan bahwa riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-
dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian kualitatif menekankan
pada kedalaman data yang didapatkan oleh peneliti.
PEMBAHASAN
1. Teks Cerpen “Rumah-Rumah Nayla” Karya Djenar Mahesa Ayu
Rumah-Rumah Nayla
Entah nama apa yang tepat untuk tempat itu. Bar? Restoran? Warung? Sepertinya pemiliknya
tidak terlalu peduli, sebagai apa kontainer berukuran delapan kali dua puluh meter persegi itu
dimaknai.

Sudah dua jam setelah Nayla membuka tempat usaha barunya yang dinamai Rumah Nayla.
Kedengaran lebih mendekati makna kediaman ketimbang tempat usaha. Dan memang ia
tinggal di sana. Sekitar setahun lalu Nayla membeli sebidang tanah yang tidak terlalu besar—
jika dibandingkan dengan luas tanah rumah sebelumnya, tapi juga tidak terlalu kecil—jika
dibandingkan dengan luas tanah rumah tipe sederhana. Tak sampai seratus lima puluh meter
persegi luas tanahnya. Lalu dibelinya dua kontainer, satu dijadikan tempat usaha bernama
Rumah Nayla, dan satunya lagi dijadikan sebagai tempat tinggalnya.

Dulu sekali saat Nayla menikah muda, ia tinggal di sebuah rumah mewah bersama suaminya.
Terletak di kompleks perumahan elit, dengan pos penjaga di halamannya. Tak banyak
kewajiban yang harus dilakukannya sebagai ibu rumah tangga. Mulai dari membersihkan
rumah, mencuci, memasak, bahkan kopi untuk suaminya pun tinggal minta pembantu untuk
melakukannya. Nayla juga tidak perlu pusing tentang masalah keuangan. Suaminya yang
bekerja di perusahaan keluarga, entah benar bekerja atau cuma supaya kelihatan bekerja,
hartanya tak akan habis walau dimakan tujuh turunan. Hidup begitu ringan. Hidup yang bagi
kebanyakan orang adalah bentuk hidup idaman.

Hanya dalam beberapa bulan menikah, Nayla hamil dan melahirkan bayi perempuan. Dan
hanya dalam beberapa bulan setelah melahirkan, Nayla lagi-lagi hamil dan melahirkan lagi-
lagi bayi perempuan. Kendati mempunyai dua balita tak membuat Nayla kerepotan karena
lagi- lagi pengasuh bagi masing-masing bayinya disediakan. Ia pun memutuskan untuk punya
dua anak saja padahal biasanya bagi keluarga peranakan, kehadiran bayi laki-laki amatlah
diharapkan. Tapi lagi-lagi Nayla diberkati keberuntungan. Suaminya sama sekali tidak
keberatan. Hidup begitu ringan. Hidup yang bagi kebanyakan orang adalah bentuk hidup
idaman.

Sering Nayla tak percaya dengan apa yang dialaminya. Di kala media memberitakan tentang
peliknya perekonomian, agama diatas-namakan untuk membenarkan kejahatan, perkosaan
yang berakhir dengan pembunuhan, pembakaran hidup-hidup terduga maling perabotan,
patung dirubuhkan, hewan disiksa tanpa alasan, dan segudang kekacauan yang terkadang
sama sekali tak masuk akal bisa dilakukan oleh makhluk yang konon nyaris mendekati
kesempurnaan Tuhan, hidup Nayla benar-benar steril tanpa noda. Bisa dibilang tak nyata
dalam kehidupan nyata.

Maka, sering Nayla tak percaya dengan apa yang dirasakannya. Bagaimana rumah yang
demikian nyamannya, bagaimana suami yang begitu pengertian dan mencintainya,
bagaimana kedua anak perempuan cantik, pintar, dan sehat walafiat keadaannya, bagaimana
materi bukanlah sesuatu yang harus dirisaukannya, bagaimana segala yang didambakan
kebanyakan orang terjadi di dalam hidupnya, semua itu tak cukup membuatnya bahagia?

Nayla selalu bahagia ketika berada di depan laptopnya. Ketika jari jemarinya mengetik kata
demi kata. Rasa itu sama seperti apa yang ia rasakan semasa kecil saat menulis di buku
catatannya. Di buku itu, Nayla membuat cerita. Jika ia tinggal di sebuah rumah yang selalu
dipenuhi aroma cinta. Di pagi hari saat ia membuka mata, selalu tercium aroma kopi dan roti
bakar yang sudah dipersiapkan Ibu untuk ayahnya. Renyah tawa mereka selalu membuat
Nayla ingin buru-buru bangun dari tidurnya. Bergabung dan bercanda. Begitu pun saat Nayla
sedang di sekolah. Yang ada di pikirannya hanyalah buru-buru pulang ke rumah. Di mana
aroma kopi dan roti panggang sudah berganti dengan aroma sosis yang digoreng dalam
minyak panas hingga melepuh kulit luarnya. Tak seperti ibu-ibu temannya yang memaksa
bahkan memukul jika anaknya tak mau makan sayuran, ibunya hanya menghidangkan apa
yang Nayla suka. Dan sedemikian enggannya Nayla saat waktu tidur tiba. Rasanya baru
sebentar kebersamaan yang dilewatkannya sehabis Ayah pulang dan makan bersama. Mereka
akan duduk di sebuah meja makan bundar, tertawa, bercanda. Rumah yang dipenuhi aroma
cinta itu dinamai kedua orang tuanya, Rumah Nayla. Dan itulah nama, yang diberikan Nayla
bagi buku catatannya,

Tapi ia tidak menamakan laptopnya seperti buku catatannya. Walaupun keduanya


membuatnya merasa bahagia. Sebab seperti apa yang Nayla tulis di buku catatannya yang
sebetulnya sangat bertolak belakang dengan apa yang dialaminya, demikian pula yang ia tulis
di laptopnya. Ketika rumah yang dihuni dengan suami dan kedua putrinya saat itu adalah
rumah beraroma cinta yang nyaris seperti apa yang Nayla tulis di buku catatannya, tapi
penderitaanlah yang Nayla tulis di laptopnya. Tentang sebuah rumah di masa kecilnya yang
tak bernama. Di rumah itu tak ada sedikit pun aroma cinta. Kedua orang tuanya pemakai
narkoba. Jika mereka sedang dalam pengaruh narkoba, semuanya baik-baik saja. Tapi jika
mereka kehabisan narkoba, mereka menjadi bukan seperti manusia. Nayla sering mendapat
cacian bahkan pukulan untuk kesalahan yang tidak diperbuatnya. Di usianya yang sepuluh
tahun Nayla sudah melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Mulai dari membersihkan
rumah, mencuci pakaian, hingga memasak seadanya. Jika mereka merasa rumah tidak terlalu
bersih, maka Nayla menjadi sasaran kekesalan mereka. Padahal Nayla merasa sudah
melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Awalnya mereka hanya memakai narkoba berdua saja.
Tapi lama kelamaan rumah mereka tak pernah sepi dari tamu. Ada yang datang hanya
sebentar lalu segera pergi. Ada yang menginap dan mabuk bersama hingga berhari-hari. Ada
pernah juga yang datang menagih uang sehingga mereka harus bersembunyi di dalam rumah
yang terkunci. Terjadi seperti itu berulang kali. Hingga suatu hari tiga orang laki-laki
berbadan besar mendobrak masuk. Mereka memukuli kedua orang tuanya hingga ambruk.
Tak berhenti di sana, mereka bergantian meniduri Nayla.
Aroma alkohol menyeruak dari desahan mereka. Nayla menangis dan mengiba. Tapi tak ada
iba di mata mereka. Tak ada aroma cinta.

Semua yang Nayla tulis di dalam laptopnya yang tak bernama itu dibaca suaminya.

“Kamu masih enggak bahagia.”

Nayla tak bisa menjawabnya.

“Bisa enggak kamu melupakannya.”

Nayla masih terdiam sejenak sebelum menggelengkan kepala pada akhirnya.

“Bisa enggak saya membuat kamu melupakannya?”

Nayla menggelengkan kepalanya.

“Bisa enggak saya membuat kamu bahagia?”

Nayla tak bisa menjawabnya.

Itu sudah cukup untuk membuat hidup yang didambakan kebanyakan orang berubah seketika.
Suaminya tak lagi bicara. Ia juga tak lagi pulang selepas jam kerja. Nayla tak bisa dan tak
mau menyalahkannya. Ia hanya mencoba memperbaiki dengan tak lagi menulis di laptopnya.
Sepenuhnya waktu ia habiskan dengan kedua putrinya. Tapi semakin lama, suaminya tak
hanya tak pulang selepas jam kerja. Kadang ia pergi berhari-hari, berminggu-minggu, lantas
berbulan-bulan lamanya. Di bulan ketiga suaminya pulang dan bicara, adalah hari di mana ia
menceraikan Nayla. Sudah ada perempuan lain dalam hidupnya. Yang membahagiakan dan
bisa dibahagiakan, katanya. Lucunya, Nayla bisa mengerti sepenuhnya. Nayla tahu persis
rasanya mencoba mencintai dan dicintai tapi diabaikan. Sama persis seperti apa yang kedua
orang tuanya lakukan.

Dengan segala kesadaran Nayla menyetujui untuk meninggalkan rumah dan membawa hanya
sedikit uang tabungan yang hanya cukup untuk membayar sewa apartemen kecil dengan dua
kamar untuk satu tahun ke depan. Walaupun tak ada hak asuh anak dalam perjanjian cerai,
kedua putri Nayla kelihatannya lebih betah tinggal di rumah ayahnya dan Nayla cukup
mengerti keadaan. Selain rumah itu adalah rumah yang mereka tinggali semenjak lahir,
rumah itu juga jauh lebih nyaman. Tapi mengerti bukan berarti tidak menyakitkan. Terlebih
jika harus mengerti karena itulah harga yang harus ia bayar untuk menebus kesalahan. Atau
katakanlah, menebus kekalahan.

Saat kedua putrinya bersama ayah dan ibu baru mereka, Nayla sering membayangkan.
Sebuah rumah bertingkat dua dengan kolam renang membelah di tengah-tengahnya sehingga
bisa dilihat dari segala ruangan. Di lantai dua sisi kiri adalah kamar-kamar kedua putrinya,
dan kamar tamu di sisi kanannya. Di lantai bawah sisi kiri adalah kamar tidur dan kamar studi
Nayla, sementara dapur dan ruang keluarga berada di sisi kanannya. Nayla membayangkan,
jika rumah itu sudah menjadi nyata, ia tak lagi mau menggunakan jasa asisten rumah tangga.
Ia akan melakukan segalanya sendiri untuk menunjukkan cintanya. Ia akan membersihkan
rumah, mencuci pakaian, memasak segala yang mengeluarkan aroma cinta. Ia pun mulai
kembali membuka laptopnya yang tak bernama. Dibacanya ulang catatan-catatan pendek dan
dijadikannya menjadi beberapa cerita. Setelah terkumpul beberapa, ia kirimkan ke penerbit
buku yang dengan segera mau menerbitkannya. Bukan dari buku itu benar Nayla
mendapatkan uang sebesar yang diharapkannya. Tapi, walaupun buku yang diterbitkannya
dicetak ulang berkali-kali, ia juga mendapat banyak pekerjaan sampingan yang lebih
menghasilkan. Menuliskan buku orang tanpa namanya disebutkan, ternyata jauh lebih
menguntungkan. Sedemikian menguntungkannya hingga ia bisa membangun rumah seperti
yang ia bayangkan.

Rumah itu beraroma cinta. Dengan kolam renang yang membelah di tengahnya. Kedua
putrinya sudah lebih banyak tinggal di rumah itu ketimbang di rumah ayahnya yang sudah
memiliki seorang putra. Sebelum mereka pulang dan saat mereka pulang sekolah ada aroma
roti panggang, sosis goreng, apa pun yang mereka minta. Nayla pun membersihkan dan
merawat rumah itu dengan segenap tenaga dan cinta. Nayla juga hanya membuka laptopnya
jika ada tawaran saja. Ia tak tahu mengapa rasanya lebih mudah bahagia bersama kedua
putrinya saja. Mengapa bahagia itu tidak Nayla rasakan saat ia bersama kedua putri dan
suaminya? Mengapa Nayla merasa bahagia hanya saat berada di depan laptopnya seperti apa
yang ia rasakan semasa kecil saat menulis di buku catatannya yang dinamakan Rumah
Nayla? Apakah hati Nayla sudah sejak lama bercerai dengan laki-laki jauh sebelum mantan
suaminya menceraikannya?

Nayla tetap tidak menemukan jawabannya. Walaupun waktu perlahan menggerogoti usia dan
kedua putrinya mulai asyik dengan dunianya yang remaja. Dan aroma cinta perlahan padam
sebesar apa pun Nayla berusaha menghidupkannya. Mereka lebih senang berada di luar, atau
jika tinggal di rumah mereka lebih memilih diam di kamar. Lalu satu per satu dilamar. Yang
tertinggal dari mereka hanyalah sejumput rambut di saringan air ataupun sisir. Sepatu-sepatu
kulit usang yang tak pernah lagi mereka semir. Album foto. Kaos polo. Gincu yang hampir
habis. Bantal yang busanya sudah menipis. Penjepit bulu mata yang setengah patah. Hati
Nayla yang berdarah.
Dan stamina yang melemah.

Rasanya tak ada lagi daya untuk membersihkan dan merawat rumahnya itu. Berbagai
penyakit pun mulai diidapnya sejak menginjak umur empat puluh lima tahun awal tahun lalu.
Mulai dari kolesterol, hipertensi, hingga paru-paru. Tapi yang terutama adalah tak adanya
alasan ataupun motivasi. Tak ada desakan kebutuhan bagi dirinya sendiri.

Lalu Nayla membuka kembali laptopnya yang tak bernama seperti rumah yang ditinggalinya.
Di laptop itu ia kembali membuat cerita. Tentang sebuah rumah kontainer berlantai dua. Di
bawahnya adalah tempat usaha, dan Nayla tinggal di atasnya. Tempat itu menjual apa yang
disukai dan tak akan merepotkannya. Kopi bungkusan, bir kalengan, dan makanan yang
hanya pada hari itu ia ingin masak saja. Jika tak ada yang datang, paling tidak ia bisa
menikmati dan mengonsumsi apa yang ia sukai sendiri. Jika ada yang datang anggap saja ada
yang menemani.

Di bagian itu jari Nayla berhenti mengetik. Menemani? Entah sudah berapa lama Nayla
sendiri. Tak berteman, tak juga terlibat asmara dengan laki-laki. Kebutuhan seksual tak
pernah terlalu berarti, karena Nayla sudah kehilangan birahi sejak perkosaan yang ia alami.

Nayla menatap laptopnya. Sudah dua jam setelah Nayla membuka tempat usaha barunya
yang dinamai Rumah Nayla. Tapi tak ada satu pun yang sepertinya berminat untuk singgah di
sana. Entah nama apa yang tepat untuk tempat itu. Bar? Restoran? Warung? Kontainer
berukuran delapan kali dua puluh meter persegi itu hanya berisi lima meja. Dua meja cukup
besar untuk empat kursi, dan dua meja kecil untuk dua kursi di sisi kiri dan kanannya. Ke
empat meja itu terletak di depan dapur terbuka dengan satu penggorengan dan kulkas berisi
bir kalengan. Ruangan itu didominasi warna putih dan abu-abu. Demikian pula dengan meja
dan kursi di ruangan itu. Tapi ada satu meja di sudut dekat jendela, tepat sebelum pintu
masuk yang berwarna coklat tua. Berisi satu kursi seolah menegaskan jika meja itu itu tak
untuk berbagi dengan siapa pun juga. Meja itu miliknya.

Pintu terbuka, membuyarkan perhatian Nayla. Yang membuka pintu terlihat ragu karena tak
ada siapa-siapa selain Nayla di dalamnya.

“Buka?”

Nayla menutup laptopnya.

2. Analisis Cerpen “Rumah-Rumah Nayla” menggunakan Pendekatan Pragmatik


Dari cerpen tersebut, penulis memaknai tokoh Nayla sebagai sosok wanita yang
berani dan bertanggung jawab, meskipun masa lalunya kelam. Tokoh Nayla juga
termasuk sosok yang kurang bersyukur karena dinikahi oleh seorang laki-laki kaya
yang hartanya tidak akan habis. Hal ini dibuktikan dengan tulisan-tulisan Nayla di
laptopnya yang membuat suaminya menceraikan Nayla. Setelah perceraian mereka,
Nayla pun tinggal sendiri karena kedua putrinya lebih betah tinggal bersama ayahnya.
Namun, setelah perceraian itu Nayla mulai menerbitkan cerita-cerita di laptopnya.
Dan setelah menerbitkan cerita-ceritanya, Nayla pun memutuskan untuk membuka
tempat makan yang diberi nama Rumah Nayla. Namun, Nayla tidak tahu tempat itu
apakah warung? Bar? Atau restoran? Yang pasti tempat itu adalah tempat makan yang
hanya berisi lima meja. Dari cerita tersebut, dapat diambil hikmah bahwa kita harus
bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan kepada kita.
SIMPULAN
Cerpen “Rumah-Rumah Nayla” menceritakan tentang seorang wanita yang tak percaya
bahwa dirinya dinikahi oleh seorang laki-laki kaya yang hartanya tidak akan habis.
Pernikahan wanita tersebut dikaruniai dua orang putri. Alur yang digunakan pada cerita ini
adalah alur maju yang membuat cerita ini sangat runtut alurnya. Dengan gaya bahasa yang
sedikit lugas dan tidak terlalu vulgar. Penulis juga ingin menyampaikan sebuah pesan atau
amanat bahwa kita harus bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepada kita.
DAFTAR PUSTAKA
Share, Roi. 2013. Pengertian Sastra secara Etimologi. [Daring]. Tersedia :
https://roishare.blogspot.com/2013/11/pengertian-sastra.html?m=1 (Diakses pada 7 April
2021)
Gervant of Shiganshina (Penyunting). 2021. Cerita Pendek. [Daring]. Tersedia :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendek (Diakses pada 7 April 2021)
Mahesa Ayu, Djenar. 2017. Rumah-Rumah Nayla. [Daring]. Tersedia :
https://lakonhidup.com/2017/12/24/rumah-rumah-nayla/#comments (Diakses pada 7 April
2021)

Anda mungkin juga menyukai