POKOK BAHASAN 3 :
POKOK MATERI
URAIAN MATERI
Dugaan terhadap suatu KLB mungkin muncul ketika aktifitas surveilans rutin
mendeteksi adanya isolat mikroba atau kluster kasus yang tidak biasa, atau terjadinya
peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah yang biasa. Gambar dibawah
menunjukan bentuk kurva epidemi, deteksi dini KLB dapat menjelaskan kemungkinan
adanya peningkatan sejak ditemukan kasus pertama bahkan sebelum kasus pertama
di temukan dengan melihat faktor resiko atau tanda-tanda epidemiologi kasus tertentu.
Gambar :Deteksi dini KLB dan besaran masalah jika tidak dilakukan antisipasi KLB
Sampel
Kasus Kasus pertama diambil Sampel
pertama di Pkm Laporan Respon
R
dikirim dilakukan
90
80
masalah
70
60
Kasus
50
40 Kasus
30 dapat di
kontrol
20
10
0
1
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
Sumber : Modul Pelatihan Surveilans Puskesmas,2018
Gambar diatas menunjukan betapa pentingnya deteksi dini KLB. Semakin awal dapat
mendeteksi potensi KLB, makin besar potensi dampak negatif akibat KLB yang dapat
dicegah.
Waspada & amati Kejadian antara lain:
Penyakit
Gejala/tanda (AFP, bercak merah)
Masalah Kesehatan (gizi buruk, perilaku)
Kondisi Lingkungan (vektor, udara, air)
Prilaku
2) Indikator
a. Adalah tanda-tanda terjadinya peningkatan kesakitan, kematian, atau perubahan
faktor risiko yang dipantau secara terus menerus dan sistematis untuk mengetahui
terjadinya perubahan atau penyimpangan terhadap kemungkinan terjadinya KLB.
Kewaspadaan berbasis indikator merupakan cara rutin pelaporan penyakit ke Dinas
Kesehatan. Data yang dilaporkan rutin oleh puskesmas merupakan indikator yang
diamati di puskesmas, merupakan data terstruktur sesuai standarisasi dalam
penyampaian laporan. Diantara sistem kewaspadaan dini yang sedang
diimplementasikan adalah SKDR.
Kewaspadaan dini berbasis kejadian dimaksud dilakukan untuk menangkap dan
memberikan informasi secara cepat tentang suatu penyakit, faktor risiko, dan
masalah kesehatan dengan menggunakan sumber data berdasarkan kejadian.
Misalnya: pada rumor ataupun kejadian KLB keracunan pangan atau penyakit.
1) Penetapan Daerah Rawan KLB suatu Penyakit Menular atau keracunan tertentu.
2) Penetapan bulan atau minggu rawan KLB berdasarkan kajian data KLB beberapa
tahun sebelumnya.
3) Penetapan unsur dasar penyebab terjadinya KLB suatu penyakit tertentu,
berdasarkan hasil kajian data KLB beberapa tahun sebelumnya dan kondisi saat
sekarang.
4) Mengajukan rencana kegiatan (anggaran) untuk menghadapi kemungkinan
terjadinya KLB, baik untuk pemantapan SKD-KLB dan kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan adanya KLB (penyelidikan dan penanggulangan yang berupa
pelayanan pengobatan dan manipulasi faktor risiko dari masing-masing program
terkait).
5) Pemantauan terhadap peningkatan kasus atau kematian. Pemantauan ini bersifat
dinamis artinya pada tahun dan atau bulan rawan KLB maka pemantauan dilakukan
lebih ketat. Misalnya pada SKD-KLB diare, dilaksanakan pemantauan mingguan
wabah (W2), dan pada musim kemarau panjang atau adanya KLB di sekitarnya,
maka pemantauan dilakukan tiap hari di Puskesmas dan Rumah Sakit dengan
pemantauan terhadap peningkatan kasus diare dan munculnya kasus diare dehidrasi
berat.
6) Pemantauan terhadap kondisi lingkungan pemukiman, kondisi masyarakat dan
kondisi pelayanan kesehatan.
7) Penyelidikan situasi rawan KLB atau ada dugaan terjadinya KLB
8) Kesiapsiagaan menghadapi KLB, pada saat ancaman adanya KLB meningkat :
a. Memperbaiki kondisi rawan dan mengingatkan petugas serta masyarakat akan
adanya kemungkinan terjadinya KLB serta tindakan pencegahan dan pengobatan
segera yang harus dilakukan.
b. Peningkatan aktivitas surveilans.
c. Tindakan cepat pada peningkatan kasus yang cenderung KLB serta pemberian
terapi untuk mempercepat penyembuhan, sehingga penderita tidak lagi menjadi
sumber penularan. Pada beberapa kasus, isolasi penderita di rumah atau rumah
sakit dapat dilakukan.
EWARS merupakan salah satu perangkat dalam surveilans untuk mengetahui secara
dini keberadaan sinyal peringatan/ ancaman penyakit menular potensial KLB.
Sebagian besar penyakit menular yang masuk dalam sistem kewaspadaan dini adalah
penyakit menular dengan rata-rata masa inkubasi selama 1 minggu.
1) SKDR Berbasis Website
Pada saat ini SKDR sudah berbasis website. SKDR Berbasis Website untuk
memudahkan dalam operasional pelaporan, analisis dan penyimpanan data.
Tampilan Grafik
KETEPATAN LAPORAN
1) Unit Pelapor
2) Alur Data
Alur data berupa periode mingguan (minggu-sabtu), yang dapat dilihat
dalam tabel berikut:
Proses pengiriman data pelaksanaan SKDR dapat di gambarkan pada bagan berikut :
Menurut Kemenkes RI (2012 : 14-15) peran setiap unit pelaksana SKDR (EWARS)
dapat dijelaskan sbb :
a. Pustu, Bidan Desa :
1) Setiap Sabtu dokter atau perawat/asisten kesehatan yang bertugas akan
mengisi format mingguan berdasarkan buku registrasi harian
2) Setiap Sabtu mengirim format mingguan yang telah diisi kepada petugas
surveilans di puskesmas melalui SMS
b. Puskesmas :
1) Menerima SMS dari unit kesehatan (bidan, Pustu, Polindes, dan lain-lain ) dan
dibuat transkrip setiap SMS ke dalam format mingguan.
2) Hubungi unit kesehatan yang tidak mengirimkan format mingguan tepat waktu
3) Siapkan format mingguan puskesmas yang berisi agresi data dari Puskesmas
tersebut dan semua unit pelapor dibawahnya (seperti bidan/pustu)
4) Cek kemungkinan adanya kesalahan
5) Puskesmas mengirim laporan mingguan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan juga mengirim format mingguan melalui SMS ke petugas surveilans Pusat.
c. Kabupaten/Kota
1) Menerima SMS dari semua Puskesmas
2) Membuat transkrip ke dalam format mingguan
3) Mengirim format atau file ke petugas surveilans propinsi melalui email
4) Kabupaten/Kota jangan menunda mengirim laporan ke Dinkes Kesehatan
Prvovinsi
5) Membuat output laporan mingguan melalui aplikaasi EWARS dan cek indikator
kelengkapan dan ketepatan laporan
6) Bila ada alert, lakukan respon dan kontrol sesuai dengan SOP
7) Bila ada indikasi KLB, maka ambil dan kirim spesimen ke laboratorium rujukan
sesuai SOP
8) Diskusikan dengan laboratorium hasil dari spesimen
9) Membuat buletin mingguan dan mengirimkan ke puskesmas.
d. Provinsi
1) Masukan data kedalam PC, import file elektronik yang dikirim oleh
kabupaten/kota
2) Cek data yang telah diimport
3) Hubungi petugas kabupaten yang belum mengirirmkan file tepat waktu atau
kala ada pertanyaan tentang data
4) Membantu kabupaten/kota ketika terjadi KLB
5) Mengumpulkan semua file elektronik dari setiap kabupaten/kota dan krim ke
pusat Subdit Surveilans dan Respon KLB
6) Membuat bulletin mingguan dan mengirimnya ke kabupaten/kota
e. Laboratorium Provinsi
1) Melakukan pengambilan 2 sampel dari jenis spesimen yang sama ketika KLB
atau adanya sinyal/alert.
2) Cek label dan semua informasi yang diminta unutk masing-masing spesimen
sesuai petunjuk
3) 1 set sampel diperiksa/disimpan di laboratorium provinsi dan 1 set sampel
dikirim ke laboratorium pusat (rujukan)
4) Memberikan informasi segera kepada Dinas Kabupaten/Kota dan Provinsi
tentang hasil pemeriksaan laboratorium.
PWS pertama kali di gunakan di Indonesia pada tahun 1985 yang di kenal
dengan nama Local Area Monitoring (LAM). LAM telah terbukti efektif dan
kemudian diakui oleh WHO untuk diperkenalkan di negara lain. Grafik LAM
kemudian disempurnakan menjadi Pemantauan Wilayah Setempat seperti
yang saat ini digunakan.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) selama ini digunakan oleh program
Imunisasi dan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sebagai alat
pemantauan hasil program Imunisasi berupa grafik atau gambar pencapaian
hasil Imunisasi di masing-masing wilayah (Desa,Posyandu atau lainnya).
Dengan PWS akan dapat menentukan tindak lanjut yang akan dilakukan,
sehingga hasil imunisasi dapat di perbaiki dan akhirnya secara kumulatif dapat
mencapai target yang diharapkan. Begitu pula PWS yang digunakan untuk
program KIA atau program lainnya.
- Untuk lebih jelasnya bagaimana membuat PWS ,mari kita ikuti langkah-
langkahnya sbb:
20 20
18 17
16 16
15
14
12
Kasus
10 10
8 8 8
7 7
6 6 6
4 4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Minggu
Contoh PWS KLB Tifus perut per minggu ,RS Islam Jakarta