(TLI-342)
OLEH:
KELOMPOK X B
ASISTEN:
HERLAND TRIADI
DOSEN:
YENNI, Ph.D
Dr. Ir. PUTI SRI KOMALA, M.T.
5.
6.
26 Februari 2021 Asistensi Laporan + ACC
26 Maret 2021
Asistensi Bab 5.5 Bangunan Pelengkap
28 Maret 2021
Asistensi Bab 5.5 Bangunan Pelengkap
+ ACC
Syukur Alhamdulillah penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Besar Teknik
Penyaluran Air Buangan ini. Shalawat beriring salam penulis persembahkan kepada Nabi
besar kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kebodohan ke zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Dalam penulisan Tugas Besar ini, penulis mendapat banyak bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan saudara tercinta yang telah memberikan dorongan moril dan materil
dalam menempuh perjuangan ini.
2. Ibu Yenni, Ph.D dan ibu Dr. Ir. Puti Sri Komala, M.T, sebagai dosen Mata Kuliah
Teknik Penyaluran Air Buangan yang telah memberikan bimbingan serta ilmu
pengetahuan kepada Penulis.
3. Uda Herland Triadi selaku asisten Tugas Besar Teknik Penyaluran Air Buangan yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pemahaman
kepada Penulis.
4. Tim asisten Tugas Besar Teknik Penyaluran Air Buangan yang telah ikut membantu
pembuatan tugas besar ini.
5. Seluruh rekan anggota kelompok X (sepuluh) B yang telah berjuang bersama demi
penulisan tugas besar ini. Terima kasih atas kerjasama dan semangatnya, serta tidak lupa
rekan-rekan ÉLEPHASE yang telah memberikan banyak bantuan, perhatian, pengertian
dan motivasi dalam pembuatan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Besar ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak
sangat diharapkan demi penyempurnaan untuk masa yang akan datang. Akhirnya hanya
kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan dengan segala kerendahan hati.
Semoga tugas besar ini dapat bermanfaat, Aamiin.
Kelompok X B
DAFTAR ISI
ii
BAB IV SKENARIO SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN
4.1 Periode Desain ......................................................................................... IV-1
4.2 Proyeksi Penduduk .................................................................................. IV-1
4.2.1 Metode Aritmatika ......................................................................... IV-1
4.2.2 Metode Logaritma .......................................................................... IV-4
4.2.3 MetodeEksponensial ...................................................................... IV-7
4.2.4 Metode Geometri ........................................................................... IV-10
4.2.5 Perbandingan Analisis Pertumbuhan Penduduk Kota Payakumbuh IV-11
4.3 Daerah Pelayanan ..................................................................................... IV-17
4.4 Tingkat Pelayanan .................................................................................... IV-21
4.5 Alternatif Sistem Penyaluran Air Buangan pada Setiap Blok Pelayanan IV-25
4.5.1 Sistem Penyaluran Air Buangan Blok A ....................................... IV-31
4.5.2 Sistem Penyaluran Air Buangan Blok B ....................................... IV-31
4.5.3 Sistem Penyaluran Air Buangan Blok C ....................................... IV-32
4.5.4 Sistem Penyaluran Air Buangan Blok D ....................................... IV-33
4.5.5 Sistem Penyaluran Air Buangan Blok E........................................ IV-34
4.6 Skema Penyaluran Air Buangan Kota Payakumbuh ............................... IV-37
BAB V RANCANGAN SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN
5.1 Umum ...................................................................................................... V-1
5.2 Proyeksi Fasilitas ..................................................................................... V-2
5.3 Perhitungan Debit Air Buangan ............................................................... V-7
5.4 Perhitungan Diameter Saluran Air Buangan ............................................ V-50
5.4.1 Penentuan Dimensi Pipa Blok ...................................................... V-50
5.5 Bangunan Pelengkap ............................................................................... V-61
5.6 Profil Hidrolis .......................................................................................... V-98
5.7 Rekapitulasi Rencana Sistem Penyaluran Air Buangan .......................... V-104
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ............................................................................................... VI-1
6.2 Saran ......................................................................................................... VI-1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Air sisa yang dihasilkan dari suatu proses atau jenis kegiatan yang menggunakan air namun
tidak dapat dipergunakan kembali disebut air buangan. Air buangan berasal dari aktivitas
penggunaan air oleh manusia seperti kegiatan domestik dan non domestik. Air buangan akan
semakin meningkat kuantitasnya seiring bertambahnya jumlah penduduk dengan berbagai
kegiatannya. Menurut Permen PUPR No. 4 tahun 2017, air limbah domestik adalah air limbah
yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran,
perniagaan, apartemen dan asrama.
Kuantitas air buangan yang dihasilkan setiap hari di suatu wilayah/ kota biasanya berkisar
antara 60%-80% dari jumlah air bersih yang dikonsumsi setiap harinya. Jumlah air limbah
yang melebihi kapasitas yang dapat diterima alam akan menimbulkan kerusakan lingkungan,
seperti pencemaran bau, sumber vektor penyakit dan timbulnya banjir. Untuk menghindari
dampak buruk terhadap lingkungan, maka diperlukan perencanaan sistem distribusi air limbah
sebagai suatu metode pembinaan dan pengelolaan air buangan yang berasal dari berbagai
sumber di kota. Pengelolaan yang baik dan sistem penyaluran buangan yang terencana dengan
baik akan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta menguntungkan bagi makhluk
hidup khususnya manusia (Eveline,2018).
Perenacanaan sistem penyaluran air buangan adalah rancangan dalam suatu rangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu
kawasan/lahan baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri.Sistem penyaluran
biasanya menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi
menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke saluran
utama atau saluran drainase. Sistem distribusi air buangan merupakan kebutuhan vital untuk
mengumpulkan dan menyalurkan air buangan (sewage) ke tempat pengolahan dengan sistem
higienis dan terhindar dari kontak antara air buangan dengan masyarakat agar tercipta sanitasi
yang layak (Sucipto,2013).
Perwujudan kondisi lingkungan yang baik dan sehat berkaitan dengan penanganan dan
pengelolaan lingkungan. Pemerintah Indonesia berharap dapat mencapai akses universal air
minum dan sanitasi demi kesejahteraan masyarakat indonesia. Hal tersebut dijelaskan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menjelaskan
bahwa Pemerintah Indonesia memiliki kewenangan untuk mencapai Universal Access diaman
100% akses air minum yang aman, 0% di daerah kumuh dan 100% menikmati kondisi
sanitasi yang layak, lalu mengikuti kampanye 100-0-100. Untuk mewujudkan cita-cita
tersebut, partisipasi seluruh lapisan masyarakat tentunya diperlukan. Ini menjadi tantangan
bagi kita semua dalam mengelola air limbah, sehingga dapat meminimalkan kerusakan
sumber daya air. Apabila sistem distribusi air limbah diterapkan untuk mengurangi kebutuhan
air bersih yang harus dipenuhi di suatu wilayah tertentu, maka air bersih juga dapat digunakan
untuk kegiatan tertentu. Oleh sebab itu perlu dirancang sistem penyaluran air buangan agar
tidak mencemari lingkungan. Hal itu terwujud dengan dirancangnya Sistem Penyaluran Air
Buangan Kota Payakumbuh.
1.2.1 Maksud
Maksud dari penulisan Tugas Besar Teknik Penyaluran Air Buangan (TB TPAB) ini yaitu
untuk mendapatkan suatu perancangan sistem penyaluran air buangan yang tepat untuk Kota
Payakumbuh dengan memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi penyaluran air
buangan.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan Tugas Besar Teknik Penyaluran Air Buangan ini adalah:
1. Memperkirakan air buangan yang dihasilkan Kota Payakumbuh berdasarkan jumlah
penduduk yang diproyeksikan untuk 15 tahun mendatang;
2. Merancang sistem penyaluran air buangan Kota Payakumbuh meliputi alternatif sistem
penyaluran air buangan berdasarkan kriteria desain dan, bangunan pelengkap yang
digunakan serta merancang sistem penyaluran air buangan Kota Payakumbuh yang sesuai
dengan kondisi lokasi perencanaan.
Ruang lingkup Tugas Besar Teknik Penyaluran Air Buangan ini terdiri dari:
1. Data-data yang digunakan untuk perencanaan sistem penyaluran air buangan di Kota
Payakumbuh;
2. Proyeksi penduduk, deskripsi daerah perencanaan dan, tingkat pelayanan serta pemilihan
sistem air buangan berdasarkan kriteria desain perencanaan;
3. Proyeksi fasilitas, pelayanan dan tahapan perencanaan;
Sistematika penulisan Tugas Besar Teknik Penyaluran Air Buangan ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup,
dan sistematika penulisan.
BAB VI PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran-saran untuk perbaikan sistem penyaluran air
buangan yang telah maupun akan dilakukan.
2.1 Umum
Air limbah merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Jenis limbah cair ini dibedakan menurut sumber kegiatannya yaitu limbah cair
kegiatan industri dan limbah cair domestik dari kegiatan rumah tangga. Sebelum
dikembalikan ke lingkungan, limbah cair harus melalui tahapan pengolahan untuk mencegah
pencemaran lingkungan yang membahayakan kehidupan manusia. Air limbah yang telah
diolah dilepaskan ke badan air penerima melalui saluran pengeluaran (Aryad, 2015).
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Air Limbah, air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair dan
air limbah domestik adalah air limbah yang berasaldari usaha dan/atau kegiatan pemukiman,
rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama (PermenLH No.5, 2014). Air
limbah merupakan air yang telah mengalami penurunan kualitas karena pengaruh manusia.
Air limbah tesebut biasanya dialirkan ke saluran air kombinasi atau saluran sanitasi, dan
diolah di fasilitas pengolahan air limbah atau septic tank. Limbah cair memiliki karakteristik
tertentu, sehingga jenis pengolahannya juga dapat disesuaikan dengan karakteristik tersebut
(Arsyad,2015).
Karakteristik air limbah perlu diketahui karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang
tepat sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah
ini digolongkan sebagai berikut (Davis, 2010):
1. Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan
suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan
sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas
cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja dan sebagainya. Karakteristik fisik meliputi
berupa padatan, bau, warna, temperatur dan kekeruhan.
2. Karakteristik kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal
dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian urin, tinja dan
sampah-sampah lainnya. Oleh sebab itu pada umumnya bersifat basa pada waktu masih
baru dan cenderung bersifat asam apabila sudah mulai membusuk. Substansi organik
dalam air buangan terdiri dari 2 gabungan, yakni:
a. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya amine, protein, urea dan asam
amino.
b. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya sabun, lemak dan
karbohidrat, termasuk selulosa.
3. Karakteristik biologis
Kandungan bakteri patogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah
tergantung sumber air limbahnya namun hal tersebut tidak berperan dalam proses
pengolahan air buangan.
Air limbah sebagai sumber pencemar dapat berasal dari berbagai sumber yang pada umumnya
karena hasil perbuatan manusia dan kemajuan teknologi. Sumber-sumber tersebut dibedakan
menjadi air buangan domestik, air buangan industri, air dibawah permukaan tanah, air
permukaan dan air hujan, untuk lebih jelasnya sebagai berikut (Hardjosupsapto, 2000):
1. Air buangan domestik
Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah
yang berasal dari pemukiman penduduk. Secara umum air limbah rumah tangga dapat
dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu (Babbit, 1982):
a. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar mandi. Grey
water sering juga disebut dengan istilah sullage. Campuran faeces dan urine disebut
sebagai excreta, sedangkan campuran excreta dengan air bilasan toilet disebut sebagai
black water. Mikroba pathogen banyak terdapat pada excreta. Excreta ini merupakan
cara transport utama bagi penyakit bawaan.
b. Black water, Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba pathogen dan air seni
(urine), umumnya mengandung Nitrogen (N) dan Fosfor, serta mikroorganisme.
2. Air buangan industri
Air buangan industri adalah air buangan yang berasal dari industri dengan komposisi
yang berbeda-beda tergantung kepada jenis produksinya. Setiap industri maupun instansi/
badan usaha harus bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbah yang dihasilkan dari
kegiatannya.
3. Air dibawah permukaan
Hujan yang jatuh ke tanah sebagian ada yang langsung melimpas ke laut dan ada yang
meresap ke dalam tanah. Air yang meresap kedalam tanah ini disebut infiltrasi atau air
dibawah permukaan tanah.
Tingkat pelayanan untuk air limbah di Indonesia memiliki total 60,91%. Akses pelayanan
untuk sistem setempat pada kota memiliki tingkat pelayanan sebesar 77,15% serta untuk desa
tingkat pelayanan air limbahnya adalah sebesar 44,74%. Akses pelayanan untuk sistem
terpusat dikota kecil dari 3%. Pemerintah bertujuan untuk menjadikan akses pelayanan air
limbah baik di perkotaan maupun di pedesaan sebesar 100% pada tahun 2020. Berikut
beberapa bentuk strategi pelaksanaannya (Ditjen Cipta Karya, 2015):
1. Peningkatan kesadaran masyarakat;
2. Peningkatan kepedulian dan komitmen pemda;
3. Peningkatan kelembagaan dan kompetensi SDM;
4. Peningkatan akses air limbah layak;
5. Kerjasama lintas sektor dan kemitraan;
6. Pengembangan skala penanganan;
7. Peningkatan kualitas perencanaan air limbah.
Selain itu terdapat program fisik untuk mewujudkan rencana pemerintah yaitu SPAL setempat
berupa tangki septik individual, tangki septik komunal, sarana pengangkutan dan IPLT dan
adanya program non fisik seperti (Ditjen Cipta Karya, 2015):
1. Kampanye, edukasi dan promosi;
2. Advokasi pemda, eksekutif dan legislative;
3. Bantuan teknis kelembagaan;
4. Pendampingan pemutakhiran SSK;
5. Sinkronisasi lintas sektor (implementasi/pendanaan);
6. Peningkatan kapasitas SDM.
Tingkat pencemaran berbanding lurus dengan angka pertumbuhan penduduk di suatu wilayah.
Semakin padat penduduk di suatu wilayah, maka potensi lingkungan tersebut rusak akan
semakin besar. Penambahan ini menyebabkan meningkatnya kuantitas dan kualitas air limbah
yang dihasilkan, sehingga diperlukan adanya sistem pengelolaan air limbah. Sistem
pengelolaan air limbah di bagi menjadi dua yaitu pengelolaan limbah setempat (on site) dan
pengelolaan limbah terpusat (off site) (Hardjosuprapto,2000).
Sistem pengelolaan on site merupakan sistem pengelolaan air buangan diamana air tersebut
langsung diolah secara individual yang dialirkan ke dalam suatu tempat penampungan seperti
tangki septik sebagai tempat pengolahan. Sistem ini biasanya digunakan pada daerah yang
tidak ada riol kota. Kriteria perencanaan untuk sistem setempat (on site system) meliputi
kemampuan ekonomi rendah, pemakaian air kurang dari 120 liter/orang/hari, jumlah
penduduk yang terlayani kurang dari 200 jiwa/ha, pendapatan ekonomi penduduk rendah,
persyaratan badan air penerima rendah (Marhadi, 2016).
Pengelolaan pada saat ini cara air kotor yang ada kebanyakan masih belum memenuhi syarat
kesehatan, baik di perkotaan maupun di pedesaan, masih menggunakan sistem pengolahan air
limbah sistem setempat (on-site). Pengolahan ini dipilih karena pengolahan air limbah (air
kotor) secara terpusat masih belum banyak tersedia di Indonesia. Selain itu, sistem setempat
juga tidak memerlukan biaya yang besar jika dibandingkan dengan sistem terpusat. Baik biaya
pembangunan maupun operasional masih dapat ditanggung oleh para pemakainya.
Pelaksanaan dan pengoperasian sistem setempat juga lebih sederhana sehingga dapat diterima
dan dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara individual, keluarga ataupun sekelompok
masyarakat (komunal). Teknologi dalam pengolahan air limbah dapat dibagi menjadi 2 (dua)
jenis berdasarkan pengguna fasilitas tersebut yaitu pengolahan air limbah domestik individual
(on site individual) dan pengolahan air limbah domestik komunal (on site komunal)
(Soeparman, 2001).
1. On Site Individual
On site individual contohnya adalah tangki septik dan jamban cubluk. Berikut adalah
keterangan lebih lanjut menganai on site individual.
a. Tangki septik
Tangki septik adalah suatu ruangan yang terdiri dari beberapa kompartemen yang
berfungsi sebagai bangunan pengendap untuk menampung kotoran padat agar mengalami
Febrina Nasution (1810941025) II-4
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
pengolahan biologis oleh bakteri anaerob dalam jangka waktu tertentu. Untuk
mendapatkan proses biologis yang baik, sebuah tangki septik harus hampir terisi penuh
dengan cairan, jadi tangki septik harus kedap air. Prinsip operasional tangki septik adalah
pemisahan partikel-partikel, cairan partikel yang mengendap (lumpur) dan partikel yang
mengapung (scum) disisihkan dan diolah dengan proses dekomposisi anaerobik. Pada
umumnya bangunan tangki septik dilengkapi dengan sarana pengolahan effluent berupa
bidang resapan (sumur resapan). Tangki septik dengan peresapan merupakan jenis fasilitas
pengolahan air limbah rumah tangga yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pada
umumnya diterapkan di daerah pemukiman yang berpenghasilan menengah ke
atas,perkotaan, serta pelayanan umum. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penggunaan tangki septik (Herliana, 2009):
a. Kecepatan daya serap tanah > 0.0146 cm/menit;
b. Cocok diterapkan di daerah yang memiliki kepadatan penduduk < 500 jiwa/ha;
c. Dapat dijangkau oleh truk penyedot tinja;
d. Tersedia lahan untuk bidang resapan.
Perhitungan volume tangki septik dapat mengunakan rumus di bawah ini (DPU, 2002):
b. Beerput
Sistem beerput ini merupakan gabungan antara bak septik dan peresapan. Bentuknya
hampir seperti sumur resapan. Untuk penerapan sistem beerput, terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi, yaitujarak dengan sumur minimal 8 m tinggi air dalam
saluran beerput pada musim kemarau tidak kurang dari 1,3 m dari dasar, volume
diameternya tidak boleh <1m dan jika dibuat segi empat maka sisi-sisinya harus lebih besar
dari 0,9 m
c. Jamban Cubluk
Cubluk atau pit privy adalah pembuangan tinja yang paling sederhana. Cubluk terdiri dari
lubang yang digali dan kemudian dilapisi oleh dinding rembes berupa pasagan batu kali,
anyaman bamboo ataupun batu berongga. Penggunaan cubluk yang yang berkontak
lansung dengan tanah dapat merembes ke air tanah yang nantinya dapat menyebabkan
pencemaran air tanah. Selain itu, jika perembesan sampai ke badan air dapat menimbulkan
dampak yang lebih buruk (Alfrida, 2016).
2. On Site Komunal
Sistem pembuangan Limbah yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah sistem
pengelolaan on site. Hal ini dikarenakan dapalm pembuatan, pengoperasian, biaya dan
pemeliharaan masih dapat ditanggung oleh masyarakat Indonesia baik digunakan scara
individual ataupun dalam kelompok (komunal). Penerapan Onsite komunal dalam
masyarakat harus memerhatikan beberapa hal berikut seperti kesanggupan masyarakat
dalam mebayar iuran, aspek sosial apabila sistem onsite komunal tersebut dibangun serta
pemilihan lokasi yang tepat untuk pembangunan sistem onsite komunal tersebut.
Penentuan lokasi untuk sistem onsite komunal ini adalah (Ananda, 2016):
1. Kecocokan lokasi dapat diketahui melalui bagan alir pengolahan limbah seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.3. Bagan Alir Jenis Penentuan Pengolahan Limbah
Domestik. Hal yang harus diperhatikan adalah jumlah penduduk, jika jumlah
penduduk >50 jiwa/ha maka dilanjutkankepada analisis kualitas standar BOD, analisis
sumber air minum, kemampuan infiltrasi dan tinggi muka air, luas wilayah studi, dan
jumlah penduduk . Jika kepadatan penduduk > 200 jiwa/Ha dan kepadatan penduduk >
100 Jiwa/Ha, maka analisis yang dilakukan langsung kepada analisis luas wilayah
studi dan seterusnya. Selanjutnya akan diketahui apakah lokasi tersebut dapat
digunakan untuk sistem on site dan sistem off site.
2. Apabila telah diketahui dapat digunakan untuk on site sistem, maka untuk mengetahui
apakah dapat digunakan untuk sistem on site komunal dapat dilihat berdasarkan
beberapa parameter yang terdapat pada Gambar 2.4 Bagan Alir Pemilihan Indikasi
Untuk Air Limbah Manusia Setempat.
Gambar 2.4 Bagan Alir Pemilihan Indikasi Untuk Air Limbah Manusia Setempat
Sumber: Hardjosuprapto,2000
Pengolahan air buangan dari sistem on site komunal dapat dilakukan dengan menerapkan
anaerobic baffled reactor (ABR). Anaerobic baffled reactor (ABR) adalah pengolahan air
limbah dengan menggunakan beberapa bak/kompartemen yang fungsinya berbeda-beda. Air
limbah yang masuk pada tangki akan diolah secara bertahap. Bak pertama akan menguraikan
materi organik yang mudah teruraidan bak berikutnya akan menguraikan material yang lebih
Febrina Nasution (1810941025) II-9
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
sulit terurai. ABR terdiri atas sebuah tangki septik dengan sekat tegak yang terpasang dalam
kompartemen dan aliran air bergerak secara naik-turun dari satu kompartemen ke
kompartemen lain. Dengan cara ini maka air limbah dipertemukan dengan sisa lumpur yang
mengandung mikroorganisme yang berfungsi menguraikan polutan dalam kondisi anaerobic.
Desain ABR menjamin masa tinggal air limbah yang lebih lama sehingga menghasilkan
pengolahan dengan kualitas tinggi dan kadar lumpur yang dihasilkan rendah (Departemen
Pekerjaan Umum-Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2012).
Zona pengendapan pada ABR digunakan untuk mengendapkan padatan yang besar sebelum
melewati kompartemen selanjutnya. Pada setiap kompartemen, air mengalir ke bawah
disebabkan oleh dinding penyekat atau pipa yang mengarah ke bawah. Pencegahan masuknya
scum yang terbentuk di aliran up-flow dilakukan dengan outlet dari masing-masing tangki
diletakkan sedikit dibawah muka air. Hal yang paling menguntungkan dari ABR adalah
kemampuan untuk membagi proses asidogenesis dan metanogenesis pada reaktor, yang mana
memungkinkan berbagai macam kelompok bakteri berkembang biak pada kondisi favoritnya
(Hardjosuprapto,2000).
ABR memiliki banyak variasi kompartemen (2-11 kompartemen). Umumnya ABR memiliki
4 kompartemen yang dirangkai secara seri. Kompartemen terakhir dapat ditambahkan filter di
bagian atas unit, dengan maksud untuk menyisihkan partikel padatan yang masih ada.
Perawatan pada unit ABR cukup mudah. Tangki ABR diharuskan untuk dicek ketinggian
scum dan lumpur agar ABR ini berfungsi dengan baik. Lumpur pada ABR diambil
menggunakan tangki penghisap, interval pengambilan lumpur dapat diatur sewaktu
mendesain ABR (Fair, 1968). Kriteria desain untuk Anaerobic Baffled Reactor meliputi:
Tabel 2.1 Kriteria Desain ABR
Parameter Nilai Satuan
Hidraulic Retention Time (HRT) 1-3 hari
Kedalaman efektif (He) dan lebar bak Tergantung ketersediaan lahan yang ada meter
Laju aliran ke atas (velocity upflow) 1,4 - 2 m/jam
% Penyisihan BOD 70 - 95 %
% Penyisihan COD 65 - 90 %
Ketebalan filter 40 – 60 % He meter
Debit Lumpur 30 - 40 Lt/org/thn
Masa Kuras 1-3 tahun
BOD5 Perorangan 45-55 gr/org/hari
Ratio COD : BOD 2:1
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum-Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2012
Sistem sanitasi terpusat adalah sistem pembuangan limbah baik dari domestic dan industri
(mandi, cuci, dapur, limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi perkarangan masing-
masing rumah atau kantor maupun industry ke saluran pengumpul air buangan dan
selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum dibuang
ke badan perairan. Proses pengolahan air limbah sistem terpusatumumnya dibagi menjadi
empat tahapan, yaitu (Herliana, 2009) :
1. Pengolahan awal (pre treatment);
2. Pengolahan tahap pertama (primary treatment);
3. Pengolahan tahap kedua (secondary treatment);
4. Pengolahan tahap akhir (tertiary treatment).
Sistem Penyaluran terpisah, sistem ini dikenal dengan separate system/full sewerage adalah
sistem dimana air buangan dan limpasan air hujan dialirkan secara terpisah melalui aliran
yang berbeda. Air buangan akan dialirkan ke jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air
hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar.
Sistem ini digunakan dengan pertimbangan antara lain (Herliana, 2009):
1. Periode musim kemarau dan hujan yang lama;
2. Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air limbah domestik dan air hujan;
3. Air hujan harus secepatnya dibuang ke badan penerima, sedangkan air buangan umumnya
memerlukan pengolahan terlebih dahulu;
4. Fluktuasi debit (limpasan air hujan dan air buangan domestik) pada musim kemarau dan
musim hujan relatif besar;
5. Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat berupa berupa
parit terbuka (ditch) atau polongan (conduit).
Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air buangan yang tercampur
dengan air limpasan hujan. Sistem ini digunakan apabila daerah pelayanan merupakan daerah
padat dan sangat terbatas untuk membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran
air hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, memiliki
kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah
hujan yang relatif kecil dari tahun ke tahun (Herliana, 2009).
Syarat yang harus dipenuhi untuk penerapan sistem ini (Herliana, 2009):
1. Diperlukannya tangki septik, tangka ini berfungsi untuk memisahkan padatan dan cairan;
2. Karena tidak membawa padatan sebaiknyadiameter pipa minimal 50 mm;
3. Aliran yang terjadi dapat bervariasi;
4. Aliran yang terjadi dalam pipa tidak harus memenuhi kecepatan self cleansing karena tidak
harus membawa padatan;
5. Kecepatan maksimum 3m/det.
Sistem ini cocok diterapkan sebagai sewerage di daerah perkampungan dengan kepadatan
tinggi, tidak di lewati oleh kendaraan berat dan memiliki kemiringan tanah sebesar 1%.
Shallow sewer harus dipertimbangkan untuk daerah perkampungan dengan kepadatan
penduduk tinggi dimana sebagian besar penduduk sudah memiliki sambungan air bersih dan
kamar mandi pribadi tanpa pembuangan setempat yang memadai. Sistem ini melayani air
buangan dari kamar mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapi
dengan pengolahan mini(Herliana, 2009).
4. Pressure Sewer
Pressure sewer adalah sistem saluran pembuangan terpusat yang memanfaatkan kecil,
bertenaga, pompa penggiling rendah setiap properti yang kemudian terhubung ke jaringan
debit terpusat. Tekanan dibuat pada setiap sambungan properti memungkinkan limbah yang
akan diangkut ke pabrik pengolahan. Jaringan ini dibangun dari diameter kecil poli pipa yang
dipasang di parit sempit dan dangkal atau melalui directional drilling dan memungkinkan
jaringan yang akan dibangun dengan minimal fokus pada kelas dan memungkinkan untuk
kontrol yang lebih besar dari desain dan tata letak jaringan (Hardjosuprato,2000).
Sebuah Pressure sewer system (PSS) terdiri dari tangki koleksi sering berada di rumah-
individu memegang memanfaatkan pompa penggiling yang efektif mengurangi makanan
padat untuk bubur. Beberapa tank pengumpulan dan garis debit yang terhubung untuk
membangun jaringan tekanan limbah. Sistem ini adalah alternatif yang cerdas dan
ekonomis. Sistem tekanan limbah menggunakan garis debit kecil, dan diletakkan di parit
sempit dangkal yang mengikuti kontur alami dari tanah (Hardjosuprato,2000).
5. Vaccum Sewer
Sewer vacum sistem menggunakan tekanan diferensial antara tekanan atmosfer dan vakum
parsial dipertahankan dalam stasiun vakum kapal koleksi dan jaringan pipa. Tekanan
diferensial ini memungkinkan stasiun vakum sentral untuk mengumpulkan air limbah dari
rumah masing-masing yang banyaknya ribuan, tergantung pada medan dan situasi
setempat. Vacuum selokan memanfaatkan alam yang tersedia seperti medan yang lereng dan
yang paling ekonomis di flat berpasir tanah dengan tinggi air tanah (Hardjosuprato,2000).
Sewer vacum sudah bertahan sampai 30 tahun terakhir danpertama kali dipasang
di Eropa pada tahun 1882. Pertama kali yang telah menerapkan drainase tekanan negatif
Febrina Nasution (1810941025) II-15
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
(disebut pembuangan kotoran vakum) adalah insinyur Belanda Charles Liernur pada paruh
kedua abad ke-19. Hal ini hanya digunakan pada kereta api, kapal dan pesawat terbang untuk
waktu yang lama. Implementasi teknis sistem saluran vakum air limbah dimulai setelah 1959
di Swedia oleh Joel Liljendahl dan kemudian dibawa ke pasar dengan Electrolux. Saat ini
beberapa pemasok sistem menawarkan berbagai macam produk untuk banyak aplikasi
(Hardjosuprato,2000).
11. Diameter pipa saluran pembuangan kecil HDPE, bahan PVC; penghematan biaya
bahan;
12. Tidak ada bau sepanjang selokan vakum tertutup;
13. Tidak ada infiltrasi, kurang beban hidrolik di stasiun pengobatan dan selokan
pembuangan;
14. Biaya yang lebih rendah untuk mempertahankan dalam jangka panjang karena
penggalian yang dangkal dan mudah identifikasi masalah;
15. Selokan dapat diletakkan di parit yang sama dengan induk lain, juga dengan air minum
atau air hujan, serta di daerah-daerah perlindungan air;
16. Benar-benar tidak ada kebocoran (vakum menghindari exfiltration);
Febrina Nasution (1810941025) II-16
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
Kerugian dari Sewer vacum (wiki, 2006) :
1. Sistem vakum tidak mampu mengangkut limbah jarak yang sangat panjang, tetapi dapat
memompa jarak jauh dari stasiun vakum ke STP berikutnya atau selokan gravitasi
utama;
2. Sistem saluran air limbah vakum hanya mampu untuk pengumpulan limbah dalam
sistem terpisah (tidak untuk koleksi air hujan);
3. Energi eksternal diperlukan di stasiun vakum sentral. Namun, lubang koleksi tidak
memerlukan energi listrik;
4. Baris hanya dapat mencapai hingga 3-4 km diletakkan di daerah datar (pembatasan dari
sistem karena headlosses (3-4,5 m) (gesekan dan statis);
5. Katup vakum bisa terjebak terkemuka terbuka untuk penurunan tekanan di seluruh
sistem. Namun, sistem pemantauan dapat membantu mengidentifikasi terjebak katup
terbuka segera.
6. Bau dekat dengan stasiun vakum dapat terjadi, biofilter yang mungkin diperlukan;
7. Sistem harus dirancang dengan bantuan produsen berpengalaman (konsep biasanya
gratis);
8. Integritas sambungan pipa yang terpenting;
9. Grease dapat menyumbat tabung sensor (jika diatur dengan benar) sehingga
membutuhkan pembersihan pemeliharaan preventif;
10. Pengendali mekanik (switch float) membutuhkan perawatan pencegahan untuk bagian
usang dan segel;
Profil hidrolis merupakan titik letak penanaman pipa air limbah yang akan dipasang pada
jalan. Berdasarkan profil hidrolis, dapat diketahui kedalaman penanaman yang harus di gali
pada saat konstruksi dan peletakan serta kebutuhan bangunan pelengkap. Bentuk kurva
hidrolik dapat dilihat pada Gambar 2.9 Kurva Hidrolik Pipa Air Buangan. Perhitungan
hidrolika perpipaan dapat dilakukan secara manual maupun degan menggunakan aplikasi.
Berikut adalah beberapa persamaan hidrolika dalam penentuan diameter saluran air limbah
(Pratiwi, 2015):
1. Debit full (Qf) (m3/s)
Qp
Qfull = ……………………………………………………………………………………..(2.1)
Qp/Qf
Perhitungan debit air limbah berdasarkan pada konsumsi air bersih per orang per hari.
Besarnya air bersih yang akan menjadi air limbah tersebut diperkirakan sebanyak 70%
hingga80% dari penggunaan air bersih. Estimasi debit air limbah diperoleh dengan persamaan
berikut (Hardjosuprato,2000):
1. Q ave air bersih = Kebutuhan air bersih per orang x Jumlah penduduk …………….... (2.6)
Sistem jaringan perpipaan dalam air limbah berfungsi untuk mengumpulan air limbah dari
masing-masing rumah didaerah pelayanan kemudian disalurkan menuju instalasi pengolahan
air limbah (IPAL). Perencanaan yang komprehensif ini akan sangat penting mengingat
kaitannya dengan masalah kebijakan tata guna lahan, pembangunan, pembiayaan, operasional
dan pemeliharaan, keberlanjutan penggunaan fasilitas dan secara umum akan berpengaruh
juga pada perencanaan infrastruktur daerah layanan. Perencanaan sistem perpipaan ini akan
menyangkut dua hal penting yakni perencananaan jaringan perpipaan dan perencanaan
perpipaannya sendiri (PPLP Pekerja Umum, 2006).
Kecepatan aliran air buangan dalam suatu pipa tergantung kepada jenis pipa yang digunakan.
Kecepatan maksimum aliran dalam pipa pada umumnya sekitar 2-4 m/s dan untuk kecepatan
minimum diharapkan dapat menghindari terjadinyapengendapan dalam pipa sehingga
kecepatan aliran minimum harus lebih besar dari 0,6 m/det. Kecepatan suatu aliran
dipengaruhi oleh kemiringan saluran dan koefisien gesekan dan lainnya. Kecepatan
pengaliran pipa minimal saat aliran penuh (fiull flow) atas dasar tractive force dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
Kedalaman air minimum saluran adalah 50 mm pada saat Qmin. Tinggi renang minimum 50
mm adalah hasil dari penelitian yang memperhitungkan bahwa pada kedalaman tersebut
bahan limbah padat terendam seluruhnya sehingga dalam jarak beberapa meter semuanya
dapat hancur dengan segera. Kedalaman aliran minimum (dmin) bisa saja sama dengan
kedalaman berenang. Pipa jenis PVC dmin-nya adalah 5 cm, sedangkan untuk pipa beton
adalah 7,5-10 cm. Kedalaman yang dianggap mampu membawa partikel-partikel mengikuti
aliran pada saat kecepatan minimum disebut sebagai kedalaman berenang . Perbandingan
antara kedalaman (d) aliran terhadap diameter (D) saluran adalah (Babbit, 1982):
1. Awal saluran d/D = 0,6;
2. Akhir saluran d/D = 0,8;
3. Jika d/D > 0,8, maka D harus diperbesar atau kemiringan (S) diperbesar;
4. Kedalaman maksimum (dmaks) = 2/3D.
Kemiringan sangat berpengaruh kepada saluran air buangan. Kemiringan yang baik adalah
kemiringan yang dapat memberikan kecepatan 0,6 m/s - 3 m/s dan tidak terlalu miring agar
tidak membutuhkan galian yang dalam. Kemiringan pipa minimal diperlukan agar di dalam
pengoperasiannya diperoleh kecepatan pengaliran minimal dengan daya pembilasan sendiri
(tractive force) guna mengurangi gangguan endapan di dasar pipa. Kemiringan pipa untuk
macam-macam diameter dapat dilihat pada Tabel 2.3. Berikut adalah beberapa faktor yang
mempengaruhi kemirigan (Babbit, 1982):
1. Debit aliran;
2. Diameter pipa;
3. Profil dan bahan pipa;
Febrina Nasution (1810941025) II-20
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
4. Kecepatan yang diinginkan;
5. Karakteristik air buangan;
6. Kondisi daerah dan topografi.
Tabel 2.3 Kemiringan Pipa untuk Berbagai Diameter
Diameter
No Kemiringan
(inchi) (mm)
1 8 200 0,0040
2 10 250 0,0030
3 12 300 0,0022
4 15 375 0,0015
5 18 450 0,0012
6 21 525 0,0010
7 24 600 0,0009
8 > 27 675 0,0008
Sumber: Design and Construction of Sanitary and Storm Sewer, 1968
Perletakan saluran sangat penting karena nantinya akan mempengaruhi kecepatan, arah aliran
dan kekuatan dari saluran. Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
perletakan saluran (Babbit, 1992):
1. Jaringan jalan yang ada;
2. Pengaruh bangunan yang ada;
3. Jenis dan kondisi topografi tanah;
4. Adanya saluran air; jika ada maka saluran air buangan diletakkan paling bawah;
5. Keteranganebalan tanah urugan dan kedalaman pipa (min. 1,2 meter, maks. 7 meter).
Alternatif penempatan dan pemasangan saluran berdasarkan kondisi atau keadaan daerah
pelayanan adalah sebagai berikut:
1. Pinggir jalan, dengan pertimbangan mudah diperbaiki bila ada kerusakan;
2. Tengah jalan, dengan syarat jalan tidak terlalu lebar, lalu lintas tidak ramai, serta di kiri
dan di kanan jalan sama banyak jumlah pemukimannya;
3. Jika di kiri dan di kanan jalan jumlah bangunannya tidak sama maka penempatan pipa
adalah pada pinggir jalan yang banyak perumahannya;
4. Apabila elevasi jalan lebih rendah maka saluran diletakkan pada daerah yang lebih tinggi;
5. Apabila kedua sisi jalan daerahnya padat maka bisa diletakkan di pinggir kiri dan kanan
jalan.
Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh air limbah untuk mengalir ke badan
pengumpul limbah. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam waktu tempuh saluran adalah
sebagai berikut (Babbit, 1982):
1. Waktu tempuh tidak dianjurkan lebih dari 1
2. 8 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya proses penguraian/
pembusukan zat organik oleh mikroorganisme.
Zat organik + mikroorganisme + O2 CO2 + H2O
Waktu tempuh merupakan perbandingan antara jarak tempuh tiap segmen dengan kecepatan
aliran air tiap segmen pipa. Secara matematis dapat dituliskan dengan:
Li
t= 18 jam .......................................................................................……………...................….. (2.13)
Vi
Salah satu komponen yang dibutuhkan saat membangun penyaluran air buangan yaitu pipa.
Fungsi pipa itu sendiri beragam sesuai dengan jenisnya. Untuk itu, sangat penting mengetahui
berbagai jenis pipa agar dapat mengetahui apa saja jenis pipa yg digunakan
Berikut adalah jenis pipa dalam sistem penyaluran air buangan (Masduki, 2000):
1. Pipa persil
Pipa persil adalah pipa yang terletak dalam rumah dan lansung menerima air buangan
dari instalasi pembuangan bangunan. Diameter pipa persil ini 3”–4” dengan kemiringan
pipa 2%. Teknis penyambungan pipa persil dengan pipa servis adalah membentuk sudut
45° dan apabila perbandingan antara debit dari persil dengan debit dari saluran
pengumpul sangat kecil maka penyambungannya tegak lurus.
2. Pipa servis
Pipa servis adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa persil yang
kemudian akan menyalurkan air buangan tersebut ke pipa lateral. Diameter pipa servis
sekitar 6”–8”, kemiringan pipa 0,5–1 %. Lebar galian pemasangan pipa servis minimal
0,45 m dan dengan kedalaman benam awal 0,6 m. Sebaiknya pipa ini disambungkan ke
pipa lateral di setiap manhole.
3. Pipa lateral
Pipa lateral adalah pipa saluran yang menerima aliran dari pipa servis untuk dialirkan ke
pipa cabang, terletak di sepanjang jalan sekitar daerah pelayanan. Diameter awal pipa
lateral minimal 8”, dengan kemiringan pipa sebesar 0,5–1%.
4. Pipa cabang
Pipa cabang adalah pipa saluran yang menerima air buangan dari pipa-pipa lateral.
Diameternya bervariasi tergantung dari debit yang mengalir pada masing-masing pipa.
Kemiringan pipa sekitar 0,2–1%.
5. Pipa induk
Pipa induk adalah pipa utama yang menerima aliran air buangan dari pipa-pipa cabang
dan meneruskannya ke lokasi instalasi pengolahan air buangan.
Material saluran yang digunakan dalam penyaluran air buangan terbagi atas (PPLP Pekerja
Umum, 2006):
1. Pipa PVC (poly vinyl chloride)
Pipa ini banyak digunakan karena mempunyai unggulan, antara lain mudah dalam
penyambungan, ringan, tahan korosi, tahan asam, flexibel, karaktristik aliran sangat baik,
kekuatannya cukup besar dan mudah dibentuk. Namun pipa PVC memiliki kelemahan,
Material saluran yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat secara teknis yaitu saluran
harus tertutup dan kedap air, sehingga kemungkinan terjadinya infiltrasi bisa diatasi.Selain
syarat-syarat diatas, dalam pemilihan material saluran harus diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut (Hardjosuprato,2000):
1. Material saluran yang dipakai harus dapat mengalirkan air buangan dengan baik;
2. Memiliki kekuatan dan daya tekan yang tinggi;
3. Tahan terhadap asam dan korosi;
4. Kekasaran pipa, yang akan mempengaruhi aliran dalam saluran;
5. Kemudahan dalam konstruksi, mudah didapat di pasaran;
6. Tanah tempat penanaman pipa.
Pola jaringan saluran merupakan gambaran secara fisik dari pola hubungan antara komponen
saluran. Pola-pola jaringan yang umum diterapkan pada sistem penyaluran air buangan
(Marhadi, 2016):
1. Pola interceptor
Pola interceptor adalah pola sistem campuran terkendali yaitu ke dalam pipa riol hulu
dimasukkan sejumlah tertentu air hujan dengan pemasukan terkendali. Pemasukan air
hujan terjadi, pipa riol hulu penuh dan bertekanan dari awal sampai pipa riol interceptor,
tetapi dibatasi dan tidak mempunyai gradien hidrolis yang mengakibatkan peluapan atau
air balik ( back water) pada perlengkapan saniter daerah pelayanan. Ujung akhir riol hulu
didesain melintas di atas riol interceptor, sedangkan outfall bypassnya menuju badan air
penerima terdekat. Pola ini cocok untuk diterapkan di daerah pantai. Pola jaringan ini
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
4. Pola kipas
Pola Kipas adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan yang terletak di suatu
lembah. Pada pola ini pengumpulan aliran ke arah dalam dapat melalui lebih dari dua
5. Pola radial
Pada pola radial, pengumpulan aliran dilakukan ke segala arah, ke arah luar dimulai dari
daerah tinggi, jalur yang ditempuh pendek-pendek sehingga diperlukan banyak BPAB.
Pola jaringan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Kedalaman perletakan pipa minimal diperlukan untuk perlindungan pipa dari beban di
atasnya dan gangguan lain. Kedalaman ekonomis dengan pertimbangan biaya dan kemudahan
atau resiko pelaksanaan galian dan pemasangan pipa Kedalaman galian pipa (PPLP Pkerja
Umum, 2006):
1. Persil > 0,4 m (bila beban ringan) dan >0,8 m (bila beban berat);
2. Pipa service 0,75 m;
3. Pipa lateral (1-1,2) m
4. Kedalaman maksimal pipa induk untuk saluran terbuka (open trench) 7m atau dipilih
Banguan pelengkap merupakan bangunan yang dipasang pada saluran air buangan sebagai
komponen pendukung saluran air buangan. Beberapa bangunan pelengkap yang dipergunakan
dalam sistem perpipaan air limbahdiantaranya (PPLP Pekerja Umum, 2006):
Febrina Nasution (1810941025) II-30
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
1. Manhole;
2. Ventilasi udara;
3. Terminal Clean out;
4. Drop Manhole;
5. Tikungan (Bend);
6. Transition dan Junction;
7. Bangunan penggelontor;
8. Siphon
2.7.1 Manhole
Manhole merupakan bak kontrol berupa sumuran dimana orang bisa masuk yang berfunsi
sebagai tempat memelihara dan memperbaiki pipa air limbah secara periodik, terutama
apabila terjadi penyumbatan. Manhole dipasang dengan jarak tertentu mulai dari pipa service
hingga pipa induk. Adapun penjalasan lebih lanjut mengenai manhole sebagai berikut.
1. Lokasi manhole
a. Pada jalur saluran yang lurus, dengan jarak tertentu tergantung diameter saluran,
seperti pada Tabel 2.4, tapi perlu disesuaikan juga terhadap panjang peralatan
pembersih yang akan dipakai;
b. Pada setiap perubahan kemiringan saluran, perubahan diameter, dan perubahan arah
aliran, baik vertikal maupun horizontal;
c. Pada lokasi sambungan, persilangan atau percabangan (intersection) dengan pipa
ataubangunan lain.
Tabel 2.4 Kemiringan Pipa untuk Berbagai Diameter
Diameter pipa (mm) Jarak manhole (m)
< 200 50 – 100
200 – 500 100 – 125
500 – 1000 125 – 150
>1000 150 – 200
Sumber: PPLP Pekerja Umum, 2006
2. Klasifikasi manhole
a. Manhole dangkal : kedalaman (0,75-0,9) m, dengan cover kedap;
b. Manhole normal : kedalaman 1,5 m, dengan cover berat;
c. Manhole dalam : kedalaman di atas 1,5 m, dengan cover berat
Khusus ’MH dalam’ dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan kedalaman, ketebalan
dinding, keberadaan drop, keberadaan pompa, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan.
2. Cara Penggelontaran
a. Perode waktu tetap
1) Dipilih pada waktu keadaan debit aliran minimum tiap harinya, di mana pada saat
itu kedalaman renang air limbah tidak cukup untuk membersihkan tinja/endapan-
endapan;
Febrina Nasution (1810941025) II-32
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
2) Air untuk penggelontoran dapat menggunakan air sungai yang terdekat dengan
persyaratan air yang cukup bersih. Kebutuhan air untuk penggelontoran
dimasukkan kedalam perhitungan dimensi pipa;
3) Bila menggunakan tangki gelontordapatdioperasikan secara otomatis dan
dilakukan pada saat tengah malam, di mana bangunan penggelontor dengan
peralatan syphon diatur pada kran pengatur, tepat penuh mengisi bak penggelontor
sesuai jadwal waktu periodik penggelontoran tiap harinya. Kapasitas tangki
minimal 1 m3 dan/atau 10 % dari kapasitas pipa yang disuplai sesuai dengan
kebutuhan.
b. Perode waktu insidentil
1) Metode ini dipilih jika ujung atas (awal) pipa lateral tidak dilengkapi dengan
bangunanpenggelontor, biasanya air dapat diambil dari kran kebakaran terdekat
denganmenggunakan selang karet. Air dimasukkan ke dalam bangunan
perlengkapan pipaterminal cleanout, dengan debit 15 liter/detik, selama (5 -15)
menit. Bila tidak ada krankebakaran, dapat menggunakan tangki air bersih;
2) Alternatif lain adalah dengan pintu-pintu pada pipa air limbah dapat dioperasikan
secara otomatis, pintu-pintu dipasang pada inlet dan outlet saluran di setiap
bukaan dalam manhole. Pintu segera dibuka begitu terjadi akumulasi air limbah di
dalam suatu seksi saluran,dan gelombang aliran akan menghanyutkan endapan
kotoran;
3) Disediakan bangunan sadap dengan perlengkapan bar screen (tralis), bangunan
ukur, bangunan pelimpah, pintu air, bangunan peninggi muka air.
4) Rumus penggelontoran:
Qg
Vg L L (Ag A min ) ............................................................................. (2.14)
Vw
g(Ag.dg - Amin.dmin)
Vw Vmin .............................................................. (2.16)
A min (1 A min )
Ag
Keterangan:
Vg = Volume air penggelontor (m3);
Qg = Debit penggelontor (m3/dt);
Vw = Kecepatan air gelontor (m/s);
2.7.3 Siphon
Siphon merupakan bangunan perlintasan aliran dengan defleksi vertikal/miring. Misalnya,
bila saluran harus melintasi sungai, jalan kereta api, jalan raya rendah, saluran irigasi, lembah,
dan sebagainya, dimana elevasi dasarnya lebih rendah dari elevasi dasar saluran riol
(Zevri,2010).
1. Kriteria perencanaan
a. Diameter minimum 15 cm namun untuk memberikan kecepatan yang lebih tinggi
diameter bisa lebih kecil (minimal 10 cm) namun untuk menghindari penyumbatan
siphon harus dilengkapi pipa penguras (drain);
b. Pipa harus terisi penuh;
c. Kecepatan pengaliran harus konstan agar mampu menghanyutkan kotoran atau
buangan padat, kecepatan desain biasanya lebih besar (0,6-0,9) m/detik;
d. Dibuat tidak terlalu tajam agar mudah dalam pemeliharaan;
e. Perencanaan harus mempertimbangkan debit minimum, rata-rata, dan maksimum;
f. Pada awal dan akhir siphon harus dibuat sumur pemeriksaan untuk memudahkan
pembersihan.
2. Dimensi Pipa
Dimensi pipa siphon dapat dihitung dengan persamaan kontinuitas
Keterangan:
Q : Debit air buangan (m3/detik);
V : Kecepatan aliran dalam siphon (m/detik);
D : Diameter pipa siphon (m).
3. Kehilangan tekanan
Kehilangan tekanan dalam siphon berperan dalam perencanaan siphon, dengan
mengetahui kehilangan tekanan maka perbedaan Keteranganinggian awal dan akhir
v2
H (1 a b L ) ………………………………………….................................... (2.18)
2g D
1
a 1 .……..…………………………...……..............…............................................. (2.19)
μ
Keterangan:
H = Kehilangan tekanan sepanjang siphon (m);
v = Kecepatan aliran dalam siphon (m/dt);
g = Percepatan gravitasi (m/dt 2);
a = Koefisien kontraksi pada mulut dan belokan pipa;
b = Koefisien gaya gesek antara air dan pipa;
L = Panjang pipa (m);
D = Diameter pipa (m).
Agar pengaliran berjalan lancar, elevasi awal siphon harus lebih tinggi dari elevasi akhir
siphon. Tinggi yang dibutuhkan adalah headloss selama pengaliran yang berasal dari
entrance loss, headloss sepanjang pipa dan headloss dibelokan.
4. Inlet chamber
Inlet chamber berfungsi sebagai bangunan peralihan dari pipa air buangan yang sifat
alirannya terbuka menuju pipa siphon yang sifat alirannya bertekanan, selain itu inlet
Pompa merupakan suatu mesin sebagai penggerak untuk memindahkan air buangan melalui
pipa ke suatu tempat yang lain. Fungsi pompa dalam penyaluran air buangan ialah (PPLP
Pekerja Umum, 2006):
1. Mengangkat air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi;
2. Memindahkan air buangan dari suatu zona ke zona lain;
3. Menghindari galian yang lebih dalam.
Rumah pompa dilengkapi dengan sumur pengumpul atau wet well dengan waktu detensi 10-
30 menit. Pompa yang biasa digunakan adalah pompa sentrifugal non clogging yang terbagi
atas:
3.1 Umum
Kota Payakumbuh merupakan salah satu kota yang berada di Sumatera Barat, Indonesia. Kota
Payakumbuh secara geografis terletak pada 00o 10’ – 00o 17’ LS dan 100o 35’ – 100o 45’ BT
(RPJM 2017-2021). Kota Payakumbuh memiliki ketinggian 500-753 meter diatas permukaan
laut (dpl). Luas Kota Payakumbuh adalah 80,43 km2 yang terdiri dari 5 kecamatan dan 47
kelurahan, kecamatannya antara lain kecamatan Payakumbuh Barat, Payakumbuh Timur,
Payakumbuh Selatan, Paykumbuh Utara dan Lamposi Tigo Nagori. Lokasi kota Payakumbuh
sangat strategis, karena terletak pada persimpangan jalan antar provinsi dan antar
kabupaten/kota. Mayoritas penduduknya bekerja pada sektor perdagangan dan sektor
pertanian. Kota Payakumbuh sebagai kota perdagangan, jasa dan pendidikan berbasis
agribisnis melalui optimasi penyediaan prasarana dan sarana perkotaan dengan tetap
memperhatikan daya dukung lingkungan.
Pertumbuhan penduduk di Kota Payakumbuh dari tahun 2012 sampai 2021 mengalami
peningkatan dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya dengan jumlah penduduk pada
tahun 2021 adalah 139.004 jiwa. Rincian jumlah penduduk di Kota Payakumbuh dapat dilihat
dalam Tabel 3.1 dan jumlah penduduk setiap kelurahan dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Kota Payakumbuh Tahun 2012 – 2021
No Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
1 2012 120.051
2 2013 122.450
3 2014 123.654
4 2015 125.690
5 2016 127.826
6 2017 129.807
7 2018 131.819
8 2019 133.703
9 2020 135.573
10 2021 139.004
Sumber : BPS Kota Payakumbuh Dalam Angka Tahun 2021
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Setiap Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2021
Kecamatan Persebaran Penduduk (%) Jumlah Penduduk (jiwa)
3.4.1 Topografi
Kota Payakumbuh merupakan salah satu kota yang berada di Sumatera Barat, Indonesia. Secara
geografis letak Kabupaten Payakumbuh berada antara 00o 10’ – 00o 17’ LS dan 100o 35’ – 100o
45’ BT. Topografi wilayahnya sangat bervariasi antara dataran, lembah dan berbukit-bukit,
dengan ketinggian antara 500-753 meter di atas permuakaan laut. Kota Payakumbuh terdapat 4
aliran sungai yaitu Batang Agam, Mata Air Bulakan, Batang Lampasi, dan Batang Sinamar .
Curah hujan rata-rata Kota Payakumbuh 253 hari per tahun. Struktur geologi Kota Payakumbuh
bervariasi karena terdiri dari beberapa jenis bebatuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
peta topografi Kota Payakumbuh pada Gambar 3.2.
3.4.2 Hidrologi
Kondisi hidrologi di Kota Payakumbuh terdapat empat buah sungai utama yaitu Batang Agam,
Batang Air Bulakan, Batang Lampasi, dan Batang Sinamar. Sungai Batang Agam merupakan
sumber air yang berasal dari air permukaan dengan debit air mencapai 3,38 m3/detik sampai 6,30
m3/detik dan pada saat kemarau debit air sebesar 4,40 m3/detik. Mata Air Bulakan ini sebagai
sumber air baku, mata air ini juga dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan perikanan. Sumber air
mempunyai tiga buah outlet dari dua bangunan penangkap mata air tersebut dengan debit sebesar
325 liter/detik. Lebih jelas Hidrologi kota Payakumbuh dapat dilihat pada Gambar 3.3.
3.4.3 Permeabilitas Tanah
Berdasarkan hasil perhitungan uji permeabilitas tanah dapat dilihat bahwa kondisi permeabilitas
tanah di Kota Payakumbuh berkisar antara kedalaman 30-120 cm yang termasuk dalam kriteria
jenis tanah lempung liat, lempung, lempung berdebu, dan lempung berpasir dengan identifikasi
medium permeabilitas. Permeabilitas tanah di Kota Payakumbuh dapat dilihat pada Tabel 3.3
dan Gambar 3.4.
Tabel 3.3 Permeabilitas Tanah di Kota Payakumbuh
Bentuk Kesuburan Permeabilitas
No Tekstur Tanah pH
Tanah Tanah Ket cm
Lempung liat dan lempung liat Sedang- lambat, agak
1. Aluvial 4,5-5,5 Rendah 60-80
berdebu dalam
Liat, lempung liat, dan lempung Sangat lambart dan
2. Gleisol < 4,5 Rendah 51-75
liat berdebu agak dalam
Payakumbuh tercatat memiliki luas wilayah 80,43 Km2 atau setara dengan 0,19% dari luas
wilayah Sumatera Barat, yang terdiri dari 17,3% wilayah yang telah terbangun, bagian yang tidak
terbangun digunakan untuk kegiatan pertanian, hutan, perikanan, rawa-rawa dan lain-lain Lahan
di Kota Payakumbuh didominasi oleh pemukiman yang memiliki persentase sekitar 50%,
perkantoran dan pertokoan sekitar 20%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar Gambar
3.4 Peta Tata Guna Lahan dan Tabel 3.4.
Berdasarkan data statistik didapatkan jumlah penduduk Kota Payakumbuh tahun 2021
sebanyak 139.004 jiwa yang tersebar di seluruh wilayah Kota Payakumbuh. Tabel 3.2
menunjukkan jumlah penduduk Kota 10 tahun terakhir. Persebaran penduduk Kota Payakumbuh
tahun 2012-2021 dapat dilihat pada Tabel 3.5 dan Gambar 3.6.
Payakumbuh
21,15% 29.399 2.273 13
Timur 139.004
Paykumbuh Utara 23,65% 32.874 1.453 23
Limposi Tigo
7,79% 10.828 943 11
Nagari
Total 139.004 100% 139.004 8.043 83
Sumber: Outline Plan, 2021
Mata pencaharian penduduk di Kota Payakumbuh cukup beragam, seperti petani, pedagang,
pegawai negeri dan berbagai jenis pekerjaan lainnya. Jika dilihat dari persentasenya penduduk
banyak yang bekerja sebagai pegawai negeri, yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Kota Payakumbuh merupakan salah satu kota maju di Provinsi Sumatera Barat. Kota
Payakumbuh memiliki sarana dan prasarana untuk mendukung aktivitas masyarakat. Berikut data
statistik Kota Payakumbuh tahun 2021 yang dapat dilihatpada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Fasilitas Perkotaan Kota PayakumbuhTahun 2021
No. Jenis Fasilitas Jumlah Kapasitas
1. Sekolah
a. TK 56 100 Jiwa/unit
b. SD 80 600 Jiwa/unit
c. SMP 25 800 Jiwa/unit
d. SMU 25 800 Jiwa/unit
e. PT/Akademi 7 1.500 Jiwa/unit
2. Peribadatan
a. Mesjid 82 400 Jiwa/unit
b. Mushalla 306 100 Jiwa/unit
c. Gereja 1 400 Jiwa/unit
3. Kesehatan
a. Puskesmas Pembantu 23 40 tt/unit
b. Klinik 14 15 tt/unit
c. Apotik 34 5 tt/unit
4. Perdagangan
a. Pasar 13 700 m2/unit
b. Toko 148 50 m2/unit
c. Restoran 27 50 m2/unit
5. Perkantoran
a. Kantor Besar 13 1.000 m2/unit
b. Kantor Menengah 22 600 m2/unit
c. Kantor Kecil 27 300 m2/unit
6. Lain-lain
a. Hotel Berbintang 3 22 200 tt/unit
b. Hotel Melati/Wisma 25 50 tt/unit
c. Bioskop 1 500 td/unit
d. StadiunOlahraga 1 4 Ha
e. Terminal Bus 9 200 unit bus/hari
Sumber: BPS Kota Payakumbuh
Periode desain yang direncanakan pada sistem penyaluran air buangan Kota Payakumbuh
yaitu untuk 15 tahun dimulai dari tahun 2022 sampai 2036. Periode desain ini dibagi dalam
tiga tahap, yaitu tahap I dimulai dari tahun 2022 sampai 2026, tahap II dimulai dari tahun
2027 sampai 2031, dan tahap III dimulai dari tahun 2032 sampai 2036. Pembagian tahapan ini
bertujuan untuk evaluasi terhadap tahapan awal perhitungan kebutuhan air.
Kebutuhan air semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, oleh
karena itu dibutuhkan proyeksi jumlah penduduk yang akan datang untuk memperkirakan
kebutuhan air yang akan digunakan sebagai gambaran perancangan Sistem Penyediaan Air
Buangan. Penduduk Kota Payakumbuh akan diproyeksikan untuk 15 tahun sesuai dengan
periode desain yang direncanakan dengan menggunakan dua metode proyeksi yang sudah
dijelaskan yaitu:
1. Metode aritmatika;
2. Metode eksponensial;
3. Metode logaritma;
4. Metode geometri.
Penentuan metode terbaik didapatkan dengan cara membandingkan keempat metode tersebut,
yaitu dengan melihat nilai simpangan baku (S) yang paling kecil dan koefisien korelasi (R)
yang mendekati 1 untuk masing-masing metode.
Jumlah Penduduk
130000
Data Awal
125000 y = 2018.5x + 117856 Proyeksi (Aritmatika)
R² = 1
120000
115000
0 5 10 15
Tahun
135000
Jumlah Penduduk
130000
y = 2016.2x - 4E+06
R² = 0.9996
Data Awal
125000
Proyeksi (Eksponensial)
120000
115000
2010 2012 2014 2016 2018 2020 2022
Tahun
n (∑ xi ln yi ) - (∑ xi )(∑ ln yi ) (∑ ln yi ) - b (∑ xi )
b= 2 ln a =
n ( ∑ xi 2 ) - ( ∑ xi ) n
10 (648,43) – (55) (117,66) 117,66-0,004 (55)
b= ln a =
10 (385) - (55)2 10
b = 0,016 ln a = 11,680
y = 1940.5x + 118143
135000 R² = 0.9979
Jumlah Penduduk
130000
y = 1807.5x + 119017
Data Awal
125000 R² = 0.9057
Proyeksi (Logaritmik)
120000
115000
0 5 10 15
Tahun
Contoh perhitungan:
10(1.985.766,31)-(15,10)(1.289.577)
= S = 2115,80
10(27,65)-(15,1)2
= 7844,638 (Yi - Y' )2
R= 1
(Yi - Yrata)2
Y′-(b lnXi )
ln a =
n R = 0,94
1.289,577-(7.844,638)(15,10)
ln a = =117.108,84
10
Y’=a + (b ln Xi)
penduduk 135000
130000
125000
Pndd
120000 Proyeksi
Linear (Proyeksi)
115000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Tahun
Tabel 4.6 Hasil Analisis Pertumbuhan Jumlah Penduduk dengan Metode Terpilih
Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari perhitungan proyeksi penduduk pada metode terpilih
jumlah penduduk Kota Payakumbuh pada akhir periode yakni tahun 2036 berjumlah 174.771
jiwa. Setelah mengetahui jumlah penduduk hasil proyeksi, maka kemudian dihitung berapa
kepadatan penduduk per kecamatan di Kota Payakumbuh kepadatan penduduk ini dihitung
berdasarkan persebaran penduduk dibagi dengan luas daerah per blok.
Blok A merupakan Kecamatan Payakumbuh Barat. Luas Blok A yang dilayani adalah 979,1
Ha. Sedangkan luas wilayah keseluruhan Blok A adalah 1.906 Ha. Sehingga didapatkan
jumlah penduduk Blok A Kota Payakumbuh pada tahap III adalah:
Blok B merupakan Kecamatan Payakumbuh Utara. Luas Blok B yang dilayani adalah 595,5
Ha. Sedangkan luas wilayah keseluruhan Blok B adalah 1.453 Ha. Sehingga didapatkan
jumlah penduduk Blok B Kota Payakumbuh pada tahap III adalah:
Berikut adalah tabel persebaran dan kepadatan penduduk Kota Payakumbuh dari tahap I
sampai tahap III atau dari tahun 2021 sampai 2036 bisa dilihat pada Tabel 4.7.
Tingkat pelayanan didasarkan pada jumlah populasi penduduk yang semakin meningkat,
artinya kebutuhan akan air bersih juga akan meningkat, dan kuantitas air buangan juga akan
semakin banyak. Rencana tingkat pelayanan pada tahap I adalah 80%, tahap II 90%, dan
tahap III 100%. Daerah Pelayan tidak termasuk sawah, hutan, dan kebun. Perbedaan
persentase pelayanan tiap tahap dikarenakan adanya perbedaan jumlah daerah yang dilayani.
Tiap tahapnya tingkat pelayanan di kota ini semakin lama semakin naik sesuai kebutuhan dan
untuk meminimalkan dampak pencemaran lingkungan akibat air buangan. Tingkat Pelayanan
ketiga tahap di Kota Payakumbuh Blok A, B, C, D, dan E dapat dilihat pada Tabel 4.8, Tabel
4.9, Tabel 4.10, Tabel 4.11, dan 4.12.
Tabel 4.8 Tabel Peningkatan Penduduk yang Terlayani di Blok A
Periode Desain
NO Uraian Satuan
Tahap I Tahap II Tahap III
1 Jumlah Penduduk Jiwa 58.680 63.453 68.615
2 Tingkat Pelayanan % 80 90 100
3 Penduduk yang Terlayani Jiwa 46.944 57.108 68.615
Perencanaan SPAB Kota Payakumbuh akan dibagi atas beberapa blok pelayanan,
pertimbangan dalam pemilihan blok pelayanan mempertimbangkan beberapa aspek.
1. Pembagian Blok Perencanaan
Pembagian blok-blok perencanaan ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:
a. Keseragaman tingkat kepadatan penduduk;
b. Keseragaman bentuk topografi dan kemiringan lahan;
c. Keseragaman tingkat kepadatan bangunan;
d. Keseragaman tingkat permasalahan pencemaran air tanah dan permukaan;
e. Kesamaan badan air penerima;
f. Batas administrasi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan sistem penyaluran air buangan adalah
kepadatan penduduk, sumber air yang ada, permeabilitas tanah, kemiringan tanah, biaya yang
dibutuhkan dan lain-lain. Berdasarkan kriteria tersebut, maka daerah perencanaan sistem
penyaluran air buangan Kota Payakumbuh dibagi menjadi 5 blok pelayanan dimana sistem
pengelolaan air buangannya disesuaikan dengan kondisi eksisting masing-masing blok
pelayanan. Peta pembagian blok pelayanan dapat dilihat pada pemilihan alternatif sistem
pengelolaan air buangan Kota Payakumbuh tiap blok yang dapat dilihat pada Gambar 4.6
dan Gambar 4.7.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan sistem penyaluran air buangan adalah
kepadatan penduduk, sumber air yang ada, permeabilitas tanah, kemiringan tanah, biaya yang
dibutuhkan dan lain-lain. Pemilihan alternatif sistem pengelolaan air buangan dan teknologi
pengolahan air buangan dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.
Saluran air buangan dibagi menjadi dua jenis, yaitu grey water dan black water. Black water
adalah air kotor yang berakhir di tangki septik, sedangkan grey water merupakan air bekas
yang disalurkan menuju Bangunan Pengolahan Air Buangan (BPAB) untuk diolah sebelum
menuju ke badan air penerima. Saluran black water dari rumah harus disalurkan ke septic tank
untuk diendapkan dan diuraikan oleh bakteri.
Konsep sistem penyaluran air limbah yang diterapkan pada blok A, blok B, blok C, blok D,
dan blok E adalah sistem onsite komunal, onsite individual dan offsite, namun dalam sistem
ini yang terpilih adalah sistem offsite dengan Small Bore Sewer (SBS). Konsep onsite
individual adalah terdapat tempat pengolahan air buangan di tempat masing-masing dari
masyarakat itu sendiri. Konsep sistem onsite komunal, black water ditampung di septic tank
dengan ukuran lebih besar dari sistem onsite individual kemudian lumpur disedot secara
berkala oleh mobil pengangkut tinja kemudian dibawa ke IPLT, sedangkan grey water
disalurkan ke bidang resapan. Sistem offsite yang dipakai adalah Small Bore Sewer. Sistem ini
cocok untuk daerah dengan kerapatan penduduk sedang sampai tinggi terutama daerah yang
telah menggunakan tangki septik tapi tanah sekitarnya sudah tidak mampu lagi menyerap
effluent tangki septik. Oleh karena itu, sistem ini biasanya dibutuhkan di daerah yang tidak
mempunyai lahan untuk bidang resapan atau bidang resapannya tidak efektif karena
permeabilitasnya jelek. Sistem ini memerlukan adanya bangunan IPLT.
Blok A
Jumah penduduk di tahap I masih relatif sedikit dan penyebarannya tidak merata sehingga
sistem onsite masih digunakan. Sistem offsite yang dipilih untuk diterapkan di Blok A ini
adalah small bore sewer. Tangki septik yang ada pada kondisi eksisting dimanfaatkan untuk
memisahkan padatan dan cairan yang selanjutnya efluen tangki septik akan disalurkan ke
BPAB dengan sistem SBS ini.
Tingkat pelayanan tahap I dengan rincian sistem offsite diterapkan 80% dan sistem onsite
masih digunakan 20%. Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua sistem, yaitu sistem onsite
individual 40% dan sistem onsite komunal 60%. Persentase onsite komunal lebih besar
dibandingkan dengan onsite individual dikarenakan penggunaan sistem tersebut lebih bayak
Febrina Nasution (1810941025) IV-29
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
dunakan akibat aspek teknis dan non teknis terhadap sistem penyaluran air buangan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Jumah penduduk di tahap I masih relatif sedikit dan penyebarannya tidak merata sehingga
sistem onsite masih digunakan. Tangki septik yang ada pada kondisi eksisting dimanfaatkan
untuk memisahkan padatan dan cairan yang selanjutnya efluen tangki septik akan disalurkan
ke BPAB dengan sistem onsite ini. Tingkat pelayanan tahap I sebesar 80% menggunakan
sistem onsite. Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua sistem, yaitu sistem onsite individual
30% dan sistem onsite komunal 70%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Blok C
Jumah penduduk di tahap I masih relatif sedikit dan penyebarannya tidak merata sehingga
sistem onsite masih digunakan. Sistem offsite yang dipilih untuk diterapkan di Blok B ini
adalah small bore sewer. Tingkat pelayanan tahap I sebesar 80% menggunakan sistem onsite.
Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua sistem, yaitu sistem onsite individual 30% dan sistem
onsite komunal 70%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Blok D
Jumah penduduk di tahap I masih sedikit dan penyebarannya tidak merata sehingga sistem
onsite masih digunakan. Sistem offsite yang dipilih untuk diterapkan di Blok A ini adalah
small bore sewer. Tangki septik yang ada pada kondisi eksisting dimanfaatkan untuk
memisahkan padatan dan cairan yang selanjutnya efluen tangki septik akan disalurkan ke
BPAB dengan sistem SBS ini.
Tingkat pelayanan tahap I dengan rincian sistem offsite diterapkan 80% dan sistem onsite
masih digunakan 20%. Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua sistem, yaitu sistem onsite
individual 40% dan sistem onsite komunal 60%. Persentase onsite komunal lebih besar
dibandingkan dengan onsite individual dikarenakan penggunaan sistem tersebut lebih bayak
dunakan akibat aspek teknis dan non teknis terhadap sistem penyaluran air buangan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Jumah penduduk di tahap I masih sedikit dan penyebarannya tidak merata sehingga sistem
onsite masih digunakan. Tangki septik yang ada pada kondisi eksisting dimanfaatkan untuk
memisahkan padatan dan cairan yang selanjutnya efluen tangki septik akan disalurkan ke
BPAB dengan sistem onsite ini. Tingkat pelayanan tahap I sebesar 80% menggunakan sistem
onsite. Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua sistem, yaitu sistem onsite individual 30% dan
sistem onsite komunal 70%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.12
Blok A
Blok B
Jumlah penduduk di tahap II sudah mulai bertambah sehingga sistem penyaluran air
buangannya sudah sedikit berubah dari sebelumnya. Tahap II tingkat pelayanannya menjadi
95%, dimana persentase masing-masing sistemnya yaitu sistem offsite menjadi 90% dan
sistem onsite menjadi 10%. Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua sistem, yaitu sistem onsite
individual 20% dan sistem onsite komunal 80%. Karena pertambahan penduduk, maka
diperlukannya perubahan sistem penyaluran air buangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.14
Blok C
Jumlah penduduk di tahap II sudah mulai bertambah. Tahap II tingkat pelayanannya menjadi
95%, dimana persentase masing-masing sistemnya yaitu sistem offsite menjadi 90% dan
sistem onsite menjadi 10%. Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua sistem, yaitu sistem onsite
individual 20% dan sistem onsite komunal 80%. Karena adanya pertambahan penduduk,
maka diperlukannya perubahan sistem penyaluran air buangan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 4.15
Febrina Nasution (1810941025) IV-33
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
Gambar 4.15 Persentase Sistem Penyaluran Air Buangan Blok C Tahap II
Blok D
Pada tahap II tingkat pelayanannya menjadi 90%, dimana persentase sistemnya yaitu sistem
offsite menjadi 90% dan sistem onsite menjadi 10%. Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua
sistem, yaitu sistem onsite individual 20% dan sistem onsite komunal 80%. Persentase
bertambah diakibatkan jumlah penduduk di tahap II sudah mulai bertambah sehingga sistem
penyaluran air buangan yang akan digunakan sudah sedikit berubah dari sebelumnya serta
daerah pelayanan yang dilayani juga diperluas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.16
Jumlah penduduk di tahap II sudah mulai bertambah sehingga sistem penyaluran air
buangannya sudah sedikit berubah dari sebelumnya. Tahap II tingkat pelayanannya menjadi
95%, dimana persentase masing-masing sistemnya yaitu sistem offsite menjadi 90% dan
sistem onsite menjadi 10%. Sistem onsite terbagi lagi menjadi dua sistem, yaitu sistem onsite
Blok A
Pada tahap 3 tingkat pelayanan menjadi 100%, dimana persentase masing-masingnya yaitu
sistem offsite meningkat menjadi 100% dan sistem onsite sebesar 0%. Peningkatan persentase
diakibatkan penambahan jumlah penduduk yang cukup signifikan sehingga daerah pelayanan
menjadi bertambah luas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.18
Gambar 4.18 Persentase Sistem Penyaluran Air Buangan Blok A Tahap III
Blok B
Jumlah penduduk di tahap III semakin meningkat dan tingkat pelayanannya naik menjadi
100%, dimana persentase masing-masingnya yaitu sistem onsite meningkat menjadi 100%
karena pertambahan penduduk, maka diperlukannya perubahan sistem penyaluran air buangan
sehingga tidak ada daerah yang tidak dilayani. . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.19
Blok C
Jumlah penduduk di tahap III semakin meningkat dan tingkat pelayanannya naik menjadi
100%, dimana persentase masing-masingnya yaitu sistem onsite meningkat menjadi 100%
dan tidak ada daerah yang tidak dilayani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
4.20
Gambar 4.20 Persentase Sistem Penyaluran Air Buangan Blok C Tahap III
Blok D
Pada tahap 3 tingkat pelayanan menjadi 100%, dimana persentase masing-masingnya yaitu
sistem offsite meningkat menjadi 100% dan sistem onsite sebesar 0%. Peningkatan persentase
diakibatkan penambahan jumlah penduduk yang cukup signifikan sehingga daerah pelayanan
menjadi bertambah luas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.21
Blok E
Jumlah penduduk di tahap III semakin meningkat dan tingkat pelayanannya naik menjadi
100%, dimana persentase masing-masingnya yaitu sistem onsite meningkat menjadi 100%
karena pertambahan penduduk, maka diperlukannya perubahan sistem penyaluran air buangan
sehingga tidak ada daerah yang tidak dilayani. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.22
Gambar 4.22 Persentase Sistem Penyaluran Air Buangan Blok E Tahap III
SEPTIC
TANK
Cairan
IPAL
Grey Water
Black Water
Gambar 4.25 Layout Sistem Off-site Small Bore Sewer Kota Payakumbuh Blok A dan D
Febrina Nasution (1810941025) IV-40
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
Gambar 4.26 Skema Sistem Penyaluran Air Buangan on-site di Kota Payakumbuh
IV-41
BAB V
RANCANGAN SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN
5.1 Umum
Perencanaan sistem penyaluran air buangan diperlukan rencana layout jalur perpipaan air
buangan yang dibuat berdasarkan jaringan jalan yang ada, topografi daerah rencana
perencanaan dan lokasi Bangunan Pengolahan Air Buangan (BPAB). Pemilihan lokasi BPAB
diusahakan pada elevasi yang lebih rendah agar pada penyaluran air buangan tidak
membutuhkan pompa, dan pengaliran air buangan dari pipa induk dilakukan dengan sistem
gravitasi. Pemilihan lokasi BPAB sengaja ditempatkan lebih dekat dengan sungai agar air
buangan hasil pengolahan di BPAB dapat langsung dibuang ke sungai.
Sistem Penyaluran Air Buangan diperlukan suatu rancangan yang dapat mendukung
kelancaran dalam menyalurkan buangan ke bangunan pengolahannya. Bab ini akan
menjelaskan beberapa hal yang mendukung dalam penyaluran air buangan, yaitu perhitungan
jumlah air buangan, perencaaan jalur sistem penyaluran air buangan, pemilihan jalur
alternatif, perhitungan panjang saluran, perhitungan blok pelayanan dan ekivalensi penduduk
terpilih, penentuan dimensi pipa, cek penggelontoran dan waktu tempuh sampai ke BPAB.
Selanjutnya akan dibahas kriteria penyaluran air buangan Kota Payakumbuh.
5.2 Proyeksi Fasililitas
Perdagangan
Perkantoran
Peribadatan
Perdagangan
Perkantoran
Perdagangan
Perkantoran
Perdagangan
Perkantoran
Peribadatan
Perdagangan
Perkantoran
Peribadatan
Perdagangan
Perkantoran
Untuk menentukan jumlah air buangan pada Kota Payakumbuh, berdasarkan range rasio air
buangan 60%-80% (Waste Water Engineering, 1978), diasumsikan rasio air buangan untuk
Indonesia adalah 80% dari debit air minum.
Secara kuantitas jumlah kebutuhan air untuk rumah tangga per kapita tidaklah sama di setiap
daerah. Untuk itu, Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum juga
membagi standar kebutuhan air minum berdasarkan lokasi wilayah sebagai berikut:
• Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter/kapita/hari.
• Kota Kecil dengan kebutuhan 90 liter/kapita/hari.
• Kota Sedang dengan kebutuhan 110 liter/kapita/hari.
• Kota Besar dengan kebutuhan 130 liter/kapita/hari.
• Kota Metropolitan dengan kebutuhan 150 liter/kapita/hari.
Hasil Lokakarya II Dasawarsa Air Bersih untuk tahun 1981-1990 juga telah menetapkan
target konsumsi air bersih berdasarkan lokasi wilayah sebagai berikut (Sonny H. Kusuma,
1985:7 dalam Suhandri, 1996:20):
• Untuk kota metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa, harus diupayakan
satandar pemenuhan air bersih sebesar 120 liter per jiwa per hari
• Untuk kota besar dengan penduduk 500.000 jiwa hingga 1 juta jiwa adalah 100 liter/jiwa per
hari
• Untuk kota sedang yaitu kota-kota yang berpenduduk 100.000 jiwa hingga 500.000 jiwa,
kebutuhan dasar air yang harus dipenuhi adalah 90 liter per jiwa per hari.
• Untuk kota kecil yaitu kota-kota yang berpenduduk 20.000 jiwa hingga 100.000 jiwa,
kebutuhan dasar air yang harus dipenuhi adalah 60 liter per jiwa per hari
• Untuk kota semi urban yaitu ibu kota kecamatan dengan junlah penduduk 3000 jiwa hingga
20.000 jiwa, maka kebutuhan dasar air yang harus dipenuhi adalah 45 liter per jiwa per hari.
Jadi dapat disimpulkan bahwa besar dan standar konsumsi air bersih untuk setiap ukuran kota
berbeda-beda dan untuk Kota Payakumbuh sendiri termasuk ke dalam kota sedang yaitu kota
yang berpenduduk 100.000 jiwa hingga 500.000 jiwa, kebutuhan dasar air mengacu pada
Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dimana standar konsumsi yang
harus dipenuhi adalah 110 liter per jiwa per hari
Perhitungan debit air buangan rata-rata (Qab) di Blok A dapat dicari dengan menggunakan
range rasio air buangan 60-80% (Metcalf, 1978). Berdasarkan Kementrian PU, rasio air
buangan yang digunakan adalah 80%. Qam yang digunakan didapatkan dari data Tugas Besar
Teknik Penyediaan Air Minum. Penentuan Qab penduduk suatu daerah pelayanan dapat dicari
dengan rumus:
Qab = fab x Qam ......................................................................................................... (5.1)
Penentuan jumlah penduduk non domestik yang akan dilayani SPAB perlu diperhitungkan
berapa ekivalensi penduduknya. Perhitungan ekivalensi penduduk (EP) dapat dicari dengan
rumus:
Pop ND x Qab ND
EP=
Qab D ................................................................................................(5.2)
Blok A
1. Domestik
Rekapitulasi perhitungan debit air buangan rata-rata di Blok A dapat dilihat pada Tabel 5.6
Sekolah:
Blok B
3. Domestik
Rekapitulasi perhitungan debit air buangan rata-rata di Blok A dapat dilihat pada Tabel 5.8
Sekolah:
a. TK 100 jiwa/unit 12 12 13 20 80 16 88 218 218 236
b. SD 600 jiwa/unit 17 18 18 20 80 16 88 1855 1964 1964
1 c. SMP 800 jiwa/unit 5 5 5 20 80 16 88 727 727 727
d. SMU 800 jiwa/unit 5 5 5 20 80 16 88 727 727 727
e.
1.500jiwa/unit 1 1 2 20 80 16 88 273 273 542
PT/Akademi
Peribadatan:
a. Mesjid 400 jiwa/unit 18 19 20 70 80 56 88 4582 4836 5091
2
b. Mushalla 100 jiwa/unit 66 67 68 70 80 56 88 4200 4264 4327
c. Gereja 400 jiwa/unit 0 0 0 70 80 56 88 0 0 0
Kesehatan:
a. Puskesmas
40 tt/unit 5 5 5 250 80 200 88 455 455 455
3 Pembantu
b. Klinik 15 tt/unit 3 3 4 250 80 200 88 102 102 136
c. Apotek 5 tt/unit 8 9 9 250 80 200 88 91 102 102
Perdagangan:
4
a. Pasar 700 m2/unit 3 3 3 5 80 4 88 95 95 95
b. Toko 50 m2/unit 34 36 39 5 80 4 88 77 82 89
c. Restoran 50 m2/unit 7 7 7 15 80 12 88 48 48 48
Perkantoran:
a. Kantor
1.000 m2/unit 3 3 3 50 80 40 88 1364 1364 1364
Besar
5 b. Kantor
600 m2/unit 5 5 6 50 80 40 88 1364 1364 1636
Menengah
c. Kantor
300 m2/unit 6 7 7 50 80 40 88 818 955 955
Kecil
Lain-lain:
a. Hotel
200 tt/unit 5 5 6 200 80 160 88 1818 1818 2182
Berbintang 3
b. Hotel
50 tt/unit 6 6 7 200 80 160 88 545 545 636
Melati/Wisma
6
c. Bioskop 500 td/unit 0 0 0 5 80 4 88 0 0 0
d. Stadion
4 Ha 0 0 0 5 80 4 88 0 0 0
Olahraga
e. Terminal 200 Unit
2 2 2 2,5 80 2 88 91 91 91
Bus bus/hari
Total 19.450 20.030 21.407
BLOK C
5. Domestik
Rekapitulasi perhitungan debit air buangan rata-rata di Blok C dapat dilihat pada Tabel 5.10
Kesehatan:
a. Puskesmas
40 tt/unit 5 6 6 250 80 200 88 455 545 545
3 Pembantu
b. Klinik 15 tt/unit 4 4 4 250 80 200 88 136 136 136
c. Apotek 5 tt/unit 9 9 10 250 80 200 88 102 102 114
Lain-lain:
a. Hotel
200 tt/unit 6 7 7 200 80 160 88 2182 2545 2545
Berbintang 3
b. Hotel
50 tt/unit 6 7 7 200 80 160 88 545 636 636
Melati/Wisma
6
c. Bioskop 500 td/unit 0 0 1 5 80 4 88 0 0 23
d. Stadion
4 Ha 0 0 1 5 80 4 88 0 0 1818
Olahraga
200 Unit
e. Terminal Bus 2 2 3 2,5 80 2 88 91 91 136
bus/hari
Total 22.568 23.711 26.914
BLOK D
a. Domestik
Rekapitulasi perhitungan debit air buangan rata-rata di Blok B dapat dilihat pada Tabel 5.12
a. TK 100 jiwa/unit 5 5 5 20 80 16 88 91 91 91
Lain-lain:
a. Hotel
200 tt/unit 2 2 2 200 80 160 88 727 727 727
Berbintang 3
b. Hotel
50 tt/unit 2 3 3 200 80 160 88 182 273 273
Melati/Wisma
6
c. Bioskop 500 td/unit 0 0 0 5 80 4 88 0 0 0
d. Stadion
4 Ha 0 0 0 5 80 4 88 0 0 0
Olahraga
e. Terminal 200 Unit
1 1 1 2,5 80 2 88 45 45 45
Bus bus/hari
Total 7.634 8.189 8.239
Tabel 5.13 Rekapitulasi Jumlah Penduduk Sistem Pelayanan Air Buangan Blok D
BLOK E
7. Domestik
Rekapitulasi perhitungan debit air buangan rata-rata di Blok A dapat dilihat pada Tabel 5.14
Lain-lain:
a. Hotel
200 tt/unit 2 2 2 200 80 160 88 727 727 727
Berbintang 3
b. Hotel
50 tt/unit 2 2 2 200 80 160 88 182 182 182
Melati/Wisma
6
c. Bioskop 500 td/unit 0 0 0 5 80 4 88 0 0 0
d. Stadion
4 Ha 0 0 0 5 80 4 88 0 0 0
Olahraga
200 Unit
e. Terminal Bus 1 1 1 2,5 80 2 88 45 45 45
bus/hari
Total 7.168 7.252 7.825
= 12.548 rumah
1 ABR melayani 75 rumah.
12.548 rumah
Jumlah ABR = = 167 ABR
75 rumah
= 12.776 rumah
1 ABR melayani 75 rumah.
12.776 rumah
Jumlah ABR = = 170 ABR
75 rumah
= 4.288 rumah
1 ABR melayani 75 rumah.
4.288 rumah
Jumlah ABR = = 57 ABR
75 rumah
Tabel 5.19 Debit Air Buangan Sistem Small Bore Sewer Blok A
Tahap I Tahap II Tahap III
Tabel 5.20 Debit Air Buangan Sistem Small Bore Sewer Blok D
Tahap I Tahap II Tahap III
Rekapitulasi hasil perhitungan jalur perpipaan sistem penyaluran air buangan Blok A, B, C, D,
dan E Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 5.21-5.30 berikut. Gambar jalur SPAB Blok A, B,
C, D, dan E dapat dilihat pada Gambar 5.1-5.5.
Tabel 5.27 Penentuan Diameter Saluran Air Buangan Tahap III Blok D
Febrina Nasution (1810941025) V-61
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
Manhole Elevasi Elevasi Slope
Panj Blok Jumlah Q ab Slope
Qr ab Qmd ab Qpeak Q min d Jalan Jalan Saluran
ang Jenis Pipa Pelayana Pendud Domestik Jalan
Dari Ke (m3/det) (m3/det) (m3/det) (m3/det) (mm) Awal Akhir Minimum
(m) n uk (L/o/h) (m/m)
(m) (m) (m/m)
4 3 56,4 Pipa Utama 25,00 5621 88 0,006 0,007 0,011 0,0046 250 700 695 0,089 0,050
3 2 49,0 Pipa Utama 33,33 37214 88 0,038 0,045 0,076 0,0303 300 650 645 0,102 0,040
2 1 31,2 Pipa Utama 50,00 55821 88 0,057 0,068 0,114 0,0455 300 625 620 0,160 0,050
1 BPAB 54,3 Pipa Utama 100,00 111642 88 0,114 0,136 0,227 0,0910 250 600 595 0,092 0,040
3 2 37,8 Pipa Utama 33,33 37214 88 0,038 0,045 0,076 0,0303 250 550 545 0,132 0,050
2 1 39,8 Pipa Utama 50,00 55821 88 0,057 0,068 0,114 0,0455 300 525 520 0,126 0,050
1 BPAB 46,3 Pipa Utama 100,00 111642 88 0,114 0,136 0,227 0,0910 300 515 510 0,108 0,050
Tabel 5.28 Penentuan Diameter Saluran Air Buangan Tahap III Blok D (lanjutan)
Manhole Elevasi
Veloc Tinggi Elevasi
Q full V full Q/Q V/V Cek Saluran Kedal
(m/de Cek Penggelontoran Jatuh AB Saluran Bangunan
Dari Ke (m3/det) (m3) full full Veloc Akhir aman
t) (m) Awal (m)
(m)
4 3 0,133 2,70993 0,09 0,750 2,03 ok tidak ada penggelontoran 2,82 697,0 694,18 2,821 Manhole
3 2 0,194 2,73710 0,39 0,560 1,53 ok tidak ada penggelontoran 1,96 694,2 692,22 1,960 Drop Manhole
2 1 0,216 3,06018 0,53 0,650 1,99 ok tidak ada penggelontoran 1,56 692,2 690,66 1,558 Manhole
1 BPAB 0,119 2,42384 1,91 0,537 1,30 ok tidak ada penggelontoran 2,17 597,6 595,43 2,170 Manhole
3 2 0,133 2,70993 0,57 0,480 1,30 ok tidak ada penggelontoran 1,89 547,0 545,11 1,888 Manhole
2 1 0,216 3,06018 0,53 0,440 1,35 ok tidak ada penggelontoran 1,99 545,1 543,12 1,990 Manhole
1 BPAB 0,216 3,06018 1,05 0,790 2,42 ok tidak ada penggelontoran 2,32 543,1 540,81 2,316 Manhole
Tabel 5.29 Penentuan Diameter Saluran Air Buangan Tahap III Blok E
Febrina Nasution (1810941025) V-63
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
Manhole Elevasi Elevasi Slope
Q ab Slope
Panjan Blok Jumlah Qr ab Qmd ab Qpeak Q min d Jalan Jalan Saluran
Jenis Pipa Domestik Jalan
Dari Ke g (m) Pelayanan Penduduk (m3/det) (m3/det) (m3/det) (m3/det) (mm) Awal Akhir Minimum
(L/o/h) (m/m)
(m) (m) (m/m)
4 3 66,2 Pipa Utama 25,00 5360 88 0,005 0,007 0,011 0,0044 250 545 540 0,076 0,050
3 2 119,0 Pipa Utama 33,33 7147 88 0,007 0,009 0,015 0,0058 250 535 530 0,042 0,040
2 1 80,8 Pipa Utama 50,00 10720 88 0,011 0,013 0,022 0,0087 250 525 520 0,062 0,050
1 BPAB 50,4 Pipa Utama 100,00 21440 88 0,022 0,026 0,044 0,0175 250 510 505 0,099 0,050
Tabel 5.30 Penentuan Diameter Saluran Air Buangan Tahap III Blok E (lamjutan)
Manhole Tinggi Elevasi Elevasi
Q full V full Q/Q V/V Veloc Cek Jatuh Saluran Saluran
Cek Penggelontoran Kedalaman Bangunan
Dari Ke (m3/det) (m3) full full (m/det) Veloc AB Awal Akhir
(m) (m) (m)
4 3 0,133 2,70993 0,08 0,680 1,84 ok tidak ada penggelontoran 3,31 542,0 538,69 3,310 Manhole
3 2 0,119 2,42384 0,12 0,714 1,73 ok tidak ada penggelontoran 4,76 538,7 533,93 4,760 Manhole
2 1 0,133 2,70993 0,16 0,360 0,98 ok tidak ada penggelontoran 4,04 533,9 529,89 4,040 Manhole
1 BPAB 0,133 2,70993 0,33 0,540 1,46 ok tidak ada penggelontoran 2,52 529,9 527,37 2,520 Drop Manhole
5.5.1 Manhole
Manhole digunakan sebagai sarana pemeliharaan dan pengawasan dalam penyaluran air
buangan. Manhole yang biasa digunakan dalam perencanaan penyaluran air buangan yaitu:
1. Tipe A
- Untuk saluran persil dan sekunder
- Kedalaman bagian atas diameter terdalam soffit dari muka tanah adalah 0,45-1,5 meter
- Lebar bangunan 1,1 meter
- Tutup berukuran 0,9 x 0,5 meter yang terbuat dari beton cetek, akan tetapi jika
manhole terletak di jalan maka terbuat dari besi tuang.
2. Tipe B
- untuk saluran yang berdiameter sampai dengan 1200 mm
- kedalaman bagian atas diameter terdalam (soffit) 0,8 – 2,7 meter
- dinding bulat terbuat dario beton dengan ketebalan dinding 20 cm, diameter manhole
tergantung dari ukuran dan jumlah pipa yang masuk
- untuk saluran persil dan sekunder tutup berukuran 0,9 x 0,5 meter terbuat dari beton
cetak, sedangkan untuk saluran induk terbuat dari besi tuang.
3. Tipe C
- untuk saluran yang berdiameter sampai dengan 1200 mm
- kedalaman bagian atas diameter terdalam (soffit) 2,7 – 5 meter
- dinding bulat terbuat dari beton dengan ketebalan dinding 20 cm, diameter manhole
tergantung dari ukuran dan jumlah pipa yang masuk
- dinding bagian atas dikurangi diameternya untuk menghemat biaya
- tutup bagian atas berukuran 0,6 x 0,6 meter dari besi tuang, kecuali untuk saluran persil
dan sekunder digunakan tutup yang terbuat dari beton cetak.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun Manhole ini adalah :
- pintu masuk kedalam manhole
- tangga pada bangunan manhole
- diameter manhole
Pada perencanaan ini, digunakan Manhole tipe A, B dan C karena diameter yang digunakan
dalam saluran perencanaan ini tidak terlalu besar dan akan digunakan terminal clean out
untuk membantu sistem penggelontoran jikadi perlukan.
Ketinggiaan manhole = 2 m
Volume manhole = 2 m3
Penutup manhole berbentuk lingkaran dengan diameter 0,8 m maka luas penutup manhole
adalah:
= 0,502 m2
Terdapat beberapa bentuk manhole yang dapat digunakan untuk daerah pelayanan dengan
kondisi tertentu (Arsyad, 2015):
Ketentuan:
0,8-2,5 1,00-1,20
Daftar drop manhole yang digunakan di setiap blok dapat dilihat pada Tabel 5.50. Ilustrasi
gambar drop manhole dapat diligat pada Gambar 5.10.
Grease trap digunakan oleh setiap rumah yang air buangannya akan dibawa ke Tangki Septik
individual maupun komunal. Tujuannya adalah agar lemak yang berasal dari dapur dan kamar
mandi tidak masuk ke dalam Tangki Septik. Berikut adalah contoh perhitungan dimensi dari
grease trap:
Waktu tinggal air buangan dalam grease trap (td) : 2 menit (asumsi)
1. Perhitungan total laju aliran air buangan (Qab) yang mengandung lemak:
a. Air buangan mengandung lemak berasal dari limbah cuci piring.
b. Laju aliran air buangan (Qab) dari alat plambing dengan unit beban 1,5 = 90
L/menit.
2. Kapasitas bak untuk air buangan
Karena waktu tinggal air buangan dalam grease trap adalah 2 menit, maka kapasitas
yang dibutuhkan untuk air buangan adalah:
V = Qab x td
= 90 L/menit x 2 menit
= 180 liter
= 0,18 m3
= 4500 mg/menit
= 4,5 gr/menit
= 6,48 liter
= 0,00648 m3
= (0,72 + 0,00648) m3
= 0,73 m3
Dimensi perhitungan:
Asumsi:
p : l = 2 : 1, t = 1
A =V/t
= 0,73 m3 / 1 m
= 0,73 m2
Maka:
A = p x l dimana p = 2l
A=2lxl
= 2 x l2
A 0,73 m 2
l = = = 0,604 m
2 2
Febrina Nasution (1810941025) V-74
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
p = 2 x l = 2 x 0,604 m = 1,21 m
Maka :
- Panjang : 1,21 m
- Lebar : 0,604 m
- Tinggi :1m
Dimensi desain:
- Panjang : 1,21 m
- Lebar : 0,604 m
Cek volume:
Gambar dari bangunan Grease Trap dapat dilihat pada Gambar 5.8
HERLAND TRIADI
- Debit air limbah tercampur (QA) = (60-80) % x pemakaian air ; diambil 80%
= 880 L = 0,88 m3
=pxlxt(
Asumsi :
t diambil = 1,6 m
P:L = 2:1
l( lebar ) = 0,8 m
= 1,6 x 0,8
= 1,28 m2
Febrina Nasution (1810941025) V-77
Suci Keiva Mulyana (1810941034)
Haris Alraafi (1810942042)
Fakhirah Salsabila (1810943004)
Volume lumpur (VL) = Qa × n ×P
= 300 L = 0,3 m3
= 0,3 m3 : 1,28 m2
= 0,234 m
= 0,384 m3
Gambar dari bangunan tangki septik dapat dilihat pada Gambar 5.9
Bak kontrol digunakan pada jalur perpipaan untuk mengontrol pertemuan aliran air buangan agar
tidak terjadi penyumbatan. Pada perencanaan ini digunakan bak control berbentuk persegi
dengan tipe 1 dan dan tipe 2 karena kedalaman pipa berada dalam rentang 0,4 –1,35 meter.
Untuk pipa dengan kedalaman ≤ 0,75 m digunakan bak kontrol tipe 1 persegi sedangkan untuk
pipa dengan kedalaman antara 0,75 – 1,35 m digunakan bak kontrol tipe 2 persegi. Gambar bak
kontrol dapat dilihat pada Gambar 5.10
Desain tiga saluran siphon dari bak inlet adalah untuk membawa aliran minimum, untuk
membawa aliran minimum-rata-rata, dan untuk membawa semua aliran di atas aliran rata-rata.
AliranDesain :
R = D/4
= 250 mm/4
= 62,5 mm
= 0,063 m
V = (1/n) R2/3S1/2
= (1/0,013) (0,063)2/3(0,05)1/2
= 2,72 (m/s)
Q = A.V
= 0,342 m3/s
(b) Tentukan ukuran pipa saluran siphon ukuran kecil untuk membawa aliran minimum (d =
diameter pipa)
Q = π(d/2)2(1/n)(d/4)2/3S1/2
Kemudian
d8/3 = 0,039
Cek kecepatan
V = (0,397/n) d2/3S1/2
0,397 = 1/42/3
Q = π(d/2)2(1/n)(d/4)2/3S1/2
(c) `Tentukan ukuran saluran siphon kedua untuk aliran kemarau maksimum (aliran rata-rata) di
atas aliran minimum
= 0,0072 m3/s
Digunakan sebuah pipa standar 200 mm. Cek kecepatan pipa 200 mm, dari Langkah 1 (b)
(d) Tentukan ukuran pipa ketiga untuk membawa aliran puncak, dari langkah (a) dan (c)
Pipa ketiga harus membawa (0,133 – 0,034 – 0,0284) m3/s = 0,0706 m3/s
Ukuran diameter standar 300 mm dipilih. Kapasitas dan kecepatan pipa 300 mm dengan
kemiringan hidrolik 0,01
(e) Hitung total kapasitas dari ke tiga pipa (300-, 200-, dan 300-mm)
1. Pipa saluran sipon ini terhubung dari ruang inlet dan ruang outlet.
2. Pelimpah (panjang 2 m) dipasang untuk membagi ruangan menjadi tiga bagian.
Desain rinci dapat dicari di literatur lain (Metcalf dan Eddy, Inc 1981) dan dapat dilihat pada
Gambar 5.11.
ABR digunakan pada blok yang menggunakan sistem on site komunal pada blok B, C dan E.
ABR atau tangki septik bersusun adalah teknologi tangki septik yang dimodifikasi dengan
menambah beberapa kompartemen untuk menghasilkan aliran keatas (upflow) melalui lumpur
aktif anaerob dan meningkatkan waktu kontak antara biomas aktif dengan air limbah. ABR harus
dilengkapi dengan saluran pembuangan gas (ventilator) untuk melepaskan biogas yang
dihasilkan selama proses anaerobik. Gambar ABR dapat dilihat pada Gambar 5.12
Untuk gambar profil hidrolis dapat dilihat pada Gambar 5.13 – Gambar 5.17
Rekapitulasi rencana sistem penyaluran air buangan di blok-blok Kota Payakumbuh dapat dilihat
pada tabel di bawah ini
12 SPAB Offsite Small Bore Sewer Onsite Komunal Onsite Komunal Onsite Komunal Onsite Komunal
Jumlah Tangki Tahap I = 15.553 tangki Tahap I = 117 tangki Tahap I = 117 tangki Tahap I = 3.170 tangki Tahap I = 30 tangki
13 Tangki Septik / Tahap II = 18.652 tangki Tahap II = 140 tangki Tahap II = 140 tangki Tahap II = 3.845 tangki Tahap II = 36 tangki
ABR Tahap III = 22.147 tangki Tahap III = 167 tangki Tahap III = 167 tangki Tahap III = 4.497 angki Tahap III = 43 tangki
14 Bentuk Saluran Bulat lingkaran Bulat lingkaran Bulat lingkaran Bulat lingkaran Bulat lingkaran
15 Pola Saluran Pola Zona Pola Zona Pola Zona Pola Zona Pola Zona
17 Jumlah BPAB 1 2 2 2 1
1. Manhole;
Tipe A & B
1. Manhole; 1. Manhole; 1. Manhole; 1. Manhole;
2. Drop Manhole
Bangunan Tipe A, B dan C Tipe A, B dan C Tipe B dan C Tipe C
18 3. Tangki Septik
Pelengkap 2. Drop Manhole 2. Drop Manhole 2. Drop Manhole 2. Drop Manhole
4. Grease Trap
3. Tangki Septik 3. Tangki Septik 3. Tangki Septik 3. Tangki Septik
5. Bak Kontrol
6. Siphon
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian perencanaan teknik penyaluran air buangan Kota Solok, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Perencanaan sistem penyaluran air buangan di Kota Payakumbuh direncanakan dalam jangka
waktu 15 tahun yang terbagi menjadi 3 tahap dimulai pada tahun 2022-2036 dengan jumlah
penduduk terlayani di akhir periode desain pada Blok A adalah 110.733 jiwa, Blok B adalah
62.740jiwa; Blok C adalah 63.878 jiwa, Blok D adalah 22.483 jiwa dan Blok E adalah
21.440 jiwa;
2. Sistem penyaluran air buangan di Blok A dan Blok D adalah Offsite Small Bore Sewer dan
pada Blok B, C dan Blok E adalah Onsite Komunal;
3. Bentuk saluran air buangan yang digunakan adalah bulat lingkaran dengan pola saluran yang
dipilih adalah pola zona;
4. Debit air buangan pada sistem SBS pada Blok A, yaitu tahap I adalah 7.776,4 m3/h, tahap II
adalah 9.325,9 m3/h dan tahap III 11.073 m3/h dan Blok D, yaitu tahap I adalah 1.585,2
m3/h, tahap II adalah 1.922,5 m3/h dan tahap III adalah 2.248,3 m3/h
5. Pada Sistem Penyeluran Air Buangan sistem offsite SBS menggunakan tangki septik yang
kemudian lumpur tinja akan dibawa ke IPLT setiap 2 tahun dan grey water-nya akan
dialirkan ke IPAL dan pada sistem penyeluran air buangan onsite komunal menggunakan
Anaerobic Baffled Reactor (ABR) yang dapat digunakan sebanyak 100 rumah tiap 1 ABR
sedangkan pada sistem offsite SBS menggunakan tangki septik yang kemudian lumpur tinja
akan dibawa ke IPLT setiap 2 tahun dan grey water-nya akan dialirkan ke IPAL;
6. Jenis pipa yang dipakai adalah pipa PVC;
7. Bangunan pelengkap yang digunakan adalah manhole, drop manhole, tangki septik dan
grease trap, bak kontrol, dan siphon.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pelaksanaan Tugas Besar selanjutnya adalah:
1. Memperhatikan antara nilai yang didapat dengan kriteria desain, apakah sesuai atau tidak,
dan apabila tidak sesuai maka sebaiknya melakukan peninjauan ulang terhadap perhitungan
yang telah dilakukan;
2. Lebih banyak membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan sistem penyaluran air
buangan agar tidak terjadi perbedaan pendapat;
3. Penggunaan bangunan pelengkap harus disesuaikan dengan kondisi jalur serta kedalaman
dari saluran.
Alfrida. 2016. Karakteristik Air Limbah Rumah Tangga (grey water) pada Salah Satu
Perumahan Menengah Keatas yang Berada diI Tangerang Selatan. Serpong: Puslitbang
Kualitas dan Laboratorium Lingkungan
Ananda, Rizki. 2016. Rancangan Sistem Penyaluran Air Buangan Offsite Sanitation
Kawasan untuk Mendukung Program Green City Kota Solok. Universitas Andalas:
Juusan Teknikk Lingkungan
Arsyad, Muh. 2015. Perencanaan Sistim Perpipaan Air Limbah Kawasan Pemukiman Penduduk.
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.6 No.1,
Babbit, H.E. 1982. Sewage and Sewerage Treatment Plant. NewYork : McGraw Hill
Davis, M.L. 2010. Water and Waswater Engineering: Design Principless and Practice.
McGrawHill: NewYork
Herliana, Erika. 2009. Perencanaan Sistem Penyaluran dan Pengolahan Air Buangan Domestik
Ujung Berung Regency Menggunakan Constructed Wetland. ITB: Teknik Lingkungan
Fair, Geyer, and D. A. Okun. 1968. Water and Wastewater Engineering, Volume 2. John Willey
and Sons, Inc. New York
Hardjosuprapto, Moh. Masduki.2000. Penyaluran Air Buangan (PAB), Volume 2.Bandung : ITB
Herlan, Dedeng. 2011. Analisis Unjuk Kerja Jaringan Pipa Siphon. Vol. 3, No 1. Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Marhadi. 2016. Analisis Sistem Penyaluran Air Buangan Domestik dengan Off Site System.
Universitas Batanghari: Teknik Lingkungan
Metcalf & Eddy. 1979. Wastewater Engineering Treatment and Reuse 4th Edition. New York :
McGraw Hill
Pramadhita, Adhitia. 2006. Perencanaan Sistem Penyaluran Air Buangan Domestik Kecamatan
Bekasi Timur. Bandung : ITB
Soeparman, Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta
USDA. 2013. Water Handling Equiment Guide-6th Edition. NWCG Equipment Technology
Committee (ETC).