Anda di halaman 1dari 10

Semua Hal Seputar Ruptur Uteri,

Komplikasi Saat Melahirkan Karena Rahim Robek

Nama anggota: 1. Aradea Putri Ayu Wardani (03)


Kelas: XI MIPA 2
Semua Hal Seputar Ruptur Uteri, Komplikasi Saat Melahirkan Karena Rahim Robek

Kelancaran proses persalinan diiringi dengan lahirnya bayi yang sehat merupakan
dambaan semua ibu. Namun terkadang, melahirkan bayi yang sehat bisa tidak disertai dengan
persalinan yang lancar karena adanya komplikasi persalinan. Salah satu yang mungkin terjadi
yakni ruptur uteri (rupture uteri). Pengertian ruptur uteri adalah rahim yang robek saat
melahirkan.
Bukan hanya berbahaya bagi ibu, ruptur uteri saat melahirkan juga dapat mengancam
kesehatan bayi. Agar dapat mencegah risikonya simak ulasan selengkapnya mengenai rupture
uteri berikut ini.

Apa itu ruptur uteri?

Pengertian rahim robek atau yang dalam istilah medis disebut dengan ruptur uteri adalah
kondisi yang terjadi ketika ada robekan pada dinding rahim. Sesuai dengan namanya, rupture
uteri adalah kondisi yang dapat membuat seluruh lapisan dinding rahim robek sehingga
membahayakan kesehatan ibu dan bayinya. Tidak menutup kemungkinan, ruptur uteri bisa
mengakibatkan perdarahan hebat pada ibu dan bayi yang tertahan di dalam rahim. Meski begitu,
risiko terjadinya rupture uteri atau rahim robek selama proses persalinan sangatlah kecil. Angka
ini berkisar kurang dari 1 persen atau hanya 1 dari 3 wanita yang berisiko mengalami ruptur uteri
saat melahirkan.

Komplikasi melahirkan ruptur uteri ini biasanya terjadi selama proses melahirkan normal
atau melalui vagina dalam posisi persalinan apa pun. Risiko juga meningkat bagi Anda yang
menjalani proses melahirkan normal setelah caesar (VBAC). Vaginal birth after caesar (VBAC)
atau dikenal sebagai melahirkan normal setelah caesar dapat meningkatkan risiko ibu mengalami
ruptur uteri. Peluang terjadinya rahim robek dapat semakin meningkat setiap kali Anda
menjalani operasi melahirkan caesar dan kemudian beralih ke persalinan normal.

Itulah mengapa umumnya dokter lebih cenderung menyarankan ibu hamil untuk
menghindari persalinan normal melalui vagina bila sebelumnya pernah operasi caesar. Namun,
bukan berarti benar-benar tidak ada kesempatan bagi ibu hamil untuk melahirkan normal setelah
pernah caesar sebelumnya. Hanya saja, tidak semua kondisi tubuh wanita memungkinkannya
untuk melakukan persalinan normal jika sebelumnya pernah melahirkan dengan operasi
caesar.Dokterlah yang akan mempertimbangkan dan menentukan pilihan metode persalinan
terbaik sesuai kondisi kesehatan Anda dan bayi di dalam kandungan.
Penting untuk dipahami, ruptur uteri adalah komplikasi melahirkan yang sangat jarang
terjadi. Terutama jika Anda belum pernah melahirkan dengan operasi caesar sebelumnya,
menjalani operasi pada rahim, maupun mengalami rahim robek. Risiko untuk mengalami ruptur
uteri saat melahirkan normal tentu sangatlah kecil. Meski sebagian besar ruptur uteri biasanya
terjadi selama proses persalinan, tapi kondisi ini juga bisa berkembang sebelum persalinan.

Apa saja gejala ruptur uteri saat melahirkan?

Ruptur uteri atau robekan pada rahim adalah komplikasi yang biasanya sudah mulai
muncul di awal persalinan. Selanjutnya, robekan tersebut dapat semakin berkembang seiring
berjalannya persalinan normal. Dokter mungkin akan menyadari gejala awal ruptur uteri karena
adanya kelainan pada detak jantung bayi di dalam kandungan. Bukan itu saja, ibu juga akan
mengalami gejala berupa sakit perut hebat, perdarahan pada vagina, hingga nyeri di dada. Anda
bisa merasakan nyeri pada dada karena adanya iritasi diafragma akibat perdarahan internal
tubuh. Atas dasar inilah, kondisi ibu hamil dan bayinya yang menjalani persalinan normal setelah
sebelumnya pernah operasi caesar perlu terus diperhatikan.

Pemantauan yang dilakukan oleh dokter beserta tim medis ini bertujuan untuk
mendeteksi kalau-kalau muncul komplikasi berbahaya. Dengan begitu, tindakan medis bisa
dilakukan secepat mungkin. Secara keseluruhan, berbagai gejala ketika ibu mengalami ruptur
uteri atau rahim robek selama persalinan adalah sebagai berikut:

 Perdarahan dari vagina dalam jumlah yang berlebihan

 Timbul rasa sakit hebat di sela-sela kontraksi saat melahirkan normal

 Kekuatan kontraksi persalinan cenderung melambat, melemah, dan kurang intens

 Nyeri atau sakit pada perut yang tidak biasa

 Kepala bayi terhenti di jalan lahir ketika dikeluarkan melalui vagina

 Timbul rasa sakit tiba-tiba pada bekas sayatan operasi caesar sebelumnya di rahim

 Kekuatan otot-otot pada rahim menghilang

 Detak jantung ibu berubah menjadi lebih cepat

 Tekanan darah ibu rendah

 Denyut jantung bayi abnormal

 Persalinan normal tidak mengalami perkembangan

Sebaiknya segera periksakan diri ke dokter bila ibu mengalami beragam gejala yang
mengarah pada ruptur uteri ditambah muncul berbagai tanda-tanda melahirkan. Selain kontraksi
asli, tanda-tanda persalinan juga meliputi pembukaan lahiran dan air ketuban pecah. Ibu dengan
kondisi ini sangat disarankan untuk melahirkan di rumah sakit dan bukan melahirkan di rumah.
Karena proses melahirkan bisa datang kapan saja, pastikan ibu telah mempersiapkan berbagai
persiapan persalinan dan perlengkapan melahirkan sejak jauh-jauh hari. Bila ibu memiliki doula,
pendamping persalinan ini umumnya terus menemani ibu sejak hamil hingga selesai persalinan.

Apa penyebab ruptur uteri saat melahirkan?

Kebanyakan kasus ruptur uteri saat proses persalinan terjadi tepat di area bekasi luka dari
operasi caesar sebelumnya. Kemudian ketika menjalani persalinan normal, pergerakan bayi akan
memberikan tekanan kuat pada rahim. Saking kuatnya, tekanan yang ditimbulkan dari pergerkan
bayi tersebut dapat memengaruhi bekas luka operasi caesar. Hal inilah yang membuat ruptur
uteri karena rahim seolah menahan berat dan tekanan dari pergerakan bayi. Robekan pada rahim
ini biasanya sangat terlihat di area bekas luka pada operasi caesar sebelumnya.
Ketika ruptur uteri terjadi, bayi yang ada di dalam rahim dapat naik dan mengarah
kembali ke perut ibu. Ya, alih-alih keluar dari rahim, seluruh isi rahim termasuk bayi justru akan
masuk ke perut ibu. Kondisi rahim robek paling berisiko terjadi pada ibu yang memiliki sayatan
vertikal bekas operasi caesar di bagian atas rahim. Selain itu, jika Anda pernah melakukan
berbagai jenis operasi pada rahim sebelumnya, hal ini bisa menjadi penyebab ruptur uteri.
Operasi pengangkatan tumor jinak atau fibroid pada rahim dan melakukan perbaikan pada rahim
yang bermasalah bisa jadi salah satu penyebabnya.

Sementara kemungkinan rahim robek padahal kondisinya tergolong sehat sangat jarang
terjadi. Kondisi rahim sehat di sini maksudnya belum pernah melahirkan sebelumnya, tidak
pernah menjalani operasi pada rahim, maupun pernah melahirkan tapi dengan metode normal.
Akan tetapi, meski kondisi rahim ibu sehat, tetap tidak menutup kemungkinan komplikasi
melahirkan yang satu ini bisa saja terjadi.Hal ini tergantung dari faktor risiko yang ibu miliki.

Apa saja faktor yang meningkatkan risiko rupture uteri?

Beberapa faktor risiko yang dapat memperbesar peluang terjadinya ruptur uteri saat
melahirkan meski rahim dalam kondisi sehat adalah seperti:

 Pernah melahirkan 5 kali atau lebih

 Posisi plasenta yang berada terlalu masuk di dalam dinding rahim


 Kontraksi yang terlalu sering dan kuat entah karena pengaruh pemberian obat-obatan
seperti oksitosin dan prostaglandin, maupun lepasnya plasenta dari dinding rahim
(solusio plasenta)
 Proses persalinan memakan waktu cukup lama karena ukuran bayi terlalu besar
ketimbang ukuran panggul ibu

Selain itu, masih ada faktor risiko lain dari ruptur uteri, meliputi:

 Pernah melakukan operasi caesar sebelumnya

 Pernah melahirkan normal atau melalui vagina

 Melakukan induksi persalinan


 Ukuran bayi terlalu besar

Lagi-lagi, pernah menjalani operasi caesar sebelumnya dan menempuh metode


melahirkan normal di kelahiran selanjutnya menempatkan Anda pada risiko tinggi mengalami
rahim robek. Bahkan, melahirkan dengan metode normal sebelumnya turut menempatkan Anda
pada peluang mengalami rahim robek. Hanya saja, melansir dari South Australian Perinatal
Practice Guideline, peluang terjadinya kondisi tersebut berbeda pada metode melahirkan normal
dan caesar. Kemungkinan terjadinya ruptur uteri cenderung lebih besar jika Anda pernah
melahirkan caesar sebelumnya dan menjalani persalinan normal setelahnya. Sementara pada
persalinan normal di kehamilan pertama dan kedua, peluang ruptur uteri jauh lebih kecil.

Kondisi rahim terlalu buncit atau besar juga bisa menjadi salah satu faktor risiko ruptur
uteri atau rahim robek. Perubahan pada bentuk rahim ini biasanya terjadi karena pengaruh dari
jumlah cairan ketuban yang terlalu banyak maupun pernah hamil anak kembar dua, tiga, atau
lebih. Pernah mengalami kecelakaan mobil yang berpengaruh pada rahim maupun menjalani
tindakan external cephalic version dapat menjadi faktor risiko ruptur uteri. External cephalic
version adalah prosedur untuk mengubah posisi bayi sungsang saat persalinan.

Apa komplikasi rupture uteri?

Kemungkinan terjadinya rahim robek selama proses persalinan sebenarnya jarang sekali
terjadi. Komplikasi yang mungkin muncul karena rahim robek ketika melahirkan dapat berisiko
fatal bagi ibu dan bayi di dalam kandungan. Bagi ibu, misalnya, dapat menyebabkan perdarahan
dalam jumlah banyak. Sementara pada bayi, ruptur uteri dapat menimbulkan masalah kesehatan
yang jauh lebih besar.

Setelah menemukan adanya ruptur uteri selama persalinan, dokter dan tim medis akan
segera bertindak cepat untuk mengeluarkan bayi dari dalam rahim ibu. Ini karena jika tidak
segera dikeluarkan dalam kurun waktu sekitar 10-40 menit, hal ini bisa berakibat fatal pada bayi.
Kemungkinan besar bayi akan meninggal karena kekurangan oksigen di dalam kandungan. Itu
sebabnya, sebelum waktu melahirkan dokter biasanya akan menentukan metode persalinan yang
tepat sesuai dengan kondisi kesehatan Anda dan bayi.
Jika Anda memang memiliki faktor risiko yang memperbesar peluang munculnya ruptur
uteri, dokter dan tim medis biasanya menyarankan untuk tidak melahirkan normal. Namun,
apabila karena satu dan lain hal dokter memperbolehkan Anda untuk menempuh metode
melahirkan normal, pengawasan akan selalu dilakukan selama persalinan berlangsung.

Bagaimana cara mendiagnosis ruptur uteri?

Adanya ruptur uteri biasanya baru bisa didiagnosis selama proses melahirkan. Ini karena
gejala ruptur uteri baru bisa dengan mudah terlihat ketika proses persalinan sedang berlangsung.
Sementara sebelum persalinan dimulai, adanya robekan pada rahim cenderung sulit dideteksi
karena gejalanya tidak terlalu spesifik. Dokter dapat mencurigai adanya ruptur uteri selama
proses persalinan. Untuk memastikan hal tersebut, biasanya dokter akan melihat gejala ruptur
uteri pada ibu dan bayi.

Berbagai gejala tersebut seperti detak jantung bayi yang tampak melambat, penurunan
tekanan darah ibu, perdarahan vagina dalam jumlah banyak, dan lain sebagainya. Intinya,
diagnosis rahim robek hanya bisa dilakukan oleh dokter selama persalinan berlangsung. Sebab,
di sinilah gejala rahim robek sangat mudah terlihat ketimbang sebelum masuk waktu melahirkan.

Bagaimana cara menangani ruptur uteri saat melahirkan?

Jika dokter melihat rahim Anda robek saat proses melahirkan normal sedang
berlangsung, operasi caesar akan segera dilakukan. Itu artinya, proses melahirkan normal dengan
vagina tidak bisa terus dilanjutkan, dan diganti dengan persalinan caesar. Melahirkan dengan
operasi caesar bertujuan untuk mencegah risiko fatal pada ibu dan bayi. Cara ini dapat menarik
bayi keluar dari dalam rahim ibu sehingga peluangnya untuk bertahan hidup bisa lebih besar.
Dokter kemudian akan memberikan perawatan lanjutan untuk bayi seperti pemberian oksigen
tambahan.

Dalam kasus lain, bila rahim robek atau rupture uteri ini menimbulkan perdarahan yang
sangat banyak, dokter mungkin akan menempuh prosedur histerektomi. Histerektomi adalah
prosedur medis untuk mengangkat rahim dari sistem reproduksi wanita. Bukan hanya oleh
dokter, keputusan untuk melakukan histerektomi ini juga harus dipertimbangkan dengan matang
oleh Anda. Pasalnya, setelah menempuh operasi angkat rahim, otomatis Anda sudah tidak bisa
lagi hamil. Bahkan, menstruasi yang seharusnya rutin Anda alami setiap bulan juga akan ikut
terhenti. Dokter juga dapat memberikan transfusi darah guna mengganti darah yang hilang dari
tubuh Anda.

Apakah semua ibu yang melakukan VBAC berisiko ruptur uteri?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, melahirkan normal setelah pernah operasi
caesar adalah kondisi yang berpeluang mengakibatkan ruptur uteri. Meski begitu, tidak semua
kasus melahirkan normal setelah caesar (VBAC) selalu dapat menyebabkan rupture uteri. Ada
kondisi operasi caesar yang masih diperbolehkan dokter untuk melahirkan normal di kehamilan
selanjutnya. Ini biasanya terjadi jika bekas sayatan operasi caesar yang Anda miliki berbentuk
garis horizontal, yang terletak rendah di bawah perut.

Dijelaskan oleh American College of Obstetricians and Gynecologits (ACOG), dalam


American Pregnancy Association. Jika Anda memiliki riwayat operasi caesar dengan sayatan
horizontal dibagian bawah perut dan ingin melahirkan normal pada anak berikutnya, ada risiko
tersendiri. Dalam hal ini, risiko terjadinya ruptur uteri adalah 0,2%-1,5% atau sama dengan 1 per
500 persalinan. Sementara itu, dokter tidak menganjurkan Anda untuk melakukan VBAC bila
bekas sayatan operasi caesar berbentuk garis vertikal. Berbeda dengan sayatan horizontal,
sayatan vertikal ini terletak di bagian atas rahim dan perut. Bentuk sayatan vertikal atau ‘klasik’
dengan bentuk huruf T inilah yang paling berisiko tinggi untuk mengalami ruptur uteri.
Robekan pada rahim dengan sayatan vertikal bisa dengan mudah terjadi saat Anda sedang
mengejan guna mengeluarkan bayi selama melahirkan normal.

Maka itu, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan pada kondisi Anda dan bayi.
terlebih dahulu. Jika dirasa tidak memungkinkan untuk melahirkan normal setelah pernah caesar
(VBAC), persalinan selanjutnya tetap akan ditempuh dengan operasi caesar lagi. Namun, bila
dokter mengizinkan Anda untuk melakukan VBAC, dokter dan tim medis akan selalu memantau
kondisi Anda serta bayi selama persalinan berlangsung.
Hasil Analisis Kritis Artikel

1. Bibliografi :
Upahita, Damar, 2019, Semua Hal Seputar Ruptur Uteri Komplikasi Saat Melahirkan
Karena Rahim Robek, (Online), https://hellosehat.com/, diakses tanggal 7 Mei 2021.
2. Tujuan Penulis :
 Memberikan informasi bahwa salah satu penyebab proses persalinan yang tidak lancar
adalah Ruptur Uteri.
3. Fakta-fakta unik :
 Resiko terjadinya ruptur uteri meningkat bagi ibu yang menjalani proses melahirkan
normal setelah caesar ( VBAC).
 Ketika ruptur uteri terjadi, seluruh isi rahim termasuk bayi akan naik dan masuk ke perut
ibu.
 External cephalic version adalah prosedur untuk mengubah posisi bayi sungsang saat
persalinan.
 Histerektomi adalah prosedur medis untuk mengangkat rahim dari sistem reproduksi
wanita.
4. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul:
 Mengapa ruptur uteri dapat menimbulkan dampak yang lebih besar terhadap bayi?
 Bagaimana cara untuk mencegah ruptur uteri saat melahirkan?
 Mengapa ketika terjadi ruptur uteri seluruh isi rahim dan bayi akan masuk ke perut ibu?
5. Konsep yang terkait dengan Sistem Reproduksi:
 Ruptur uteri merupakan salah satu gangguan pada sistem reproduksi yang dialami oleh
wanita yang sedang melakukan persalinan.
 Ruptur uteri dapat terjadi selama periode antenatal (pra-persalinan) saat induksi, selama
proses persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ketiga persalinan
6. Refleksi diri:
 Setelah membaca artikel tersebut saya mengerti tentang resiko yang dapat dialami oleh
seorang ibu ketika melahirkan. Salah satu resiko yang dapat terjadi ketika melahirkan
yaitu Ruptur Uteri. Ruptur uteri merupakan kondisi yang terjadi ketika ada robekan pada
dinding rahim. Ruptur uteri ini sangat beresiko jika pada persalinan sebelumnya
melakukan operasi caesar kemudian setelahnya melakukan persalinan normal. Hal ini
dikarenakan dapat mengganggu kesehatan bayi, sehingga tidak disarankan untuk
melakukan persalinan secara normal jika sebelumnya melakukan operasi caesar. Reptur
uteri ini ternyata memiliki resiko yang lebih besar terhadap bayi daripada terhadap ibu.
7. Nilai Karakter/Sikap yang terkait:
 Ruptur Uteri ini sangat beresiko jika pada persalinan sebelumnya melakukan operasi
caesar kemudian setelahnya melakukan persalinan normal. Hal ini dikarenakan dapat
mengganggu kesehatan bayi, sehingga tidak disaarankan untuk melakukan persalinan
secara normal jika sebelumnya melakukan operasi caesar. Karena ruptur uteri memiliki
resiko yang lebih besar terhadap bayi daripada terhadap ibu.
 Apabila seorang ibu diawal persalinan telah merasakan gejala-gejala dari ruptur uteri.
Maka hendaknya untuk segera berkonsultasi kepada dokter, sebab dokter dapat
mengetahui bahwa seorang ibu mengalami ruptur uteri dari detak jantung bayi dalam
kandungan. Agar tidak terjadi hal yang fatal pada bayi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai