Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

FAKTOR RESIKO OSTEOARTRITIS GENU YANG


BERHUBUNGAN DENGAN FAKTOR PEKERJAAN DAN
PENATALAKSANAAN DIBIDANG REHABILITASI MEDIK

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Pendidikan Dokter Umum Stase Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi

Oleh :

Jimly Asshiddiqie, S.Ked (J510215009)


Shintia Febriani., S.Ked (J510215043)
Alysia Ridharaudha Z., S.Ked (J510215047)
Klaudia Vindy P., S.Ked (J510215068)
Dedek Dani F., S.Ked (J510215087)
ALAMAN JUDUL

Pembimbing :
dr. Liem Kiem San, Sp.KFR

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN


REHABILITASI
RUMAH SAKIT DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
REFERAT
FAKTOR RESIKO OSTEOARTRITIS GENU YANG BERHUBUNGAN
DENGAN FAKTOR PEKERJAAN DAN PENATALAKSANAAN DI
BIDANG REHABILITASI MEDIK
HALAMAN PENGESAHAN

Disusun Oleh:

Jimly Asshiddiqie, S.Ked (J510215009)


Shintia Febriani., S.Ked (J510215043)
Alysia Ridharaudha Z., S.Ked (J510215047)
Klaudia Vindy P., S.Ked (J510215068)
Dedek Dani F., S.Ked (J510215087)

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari, April 2021.

Pembimbing
dr. Liem Kiem San, Sp.KFR (...........................................)

Dipresentasikan di hadapan
dr. Liem Kiem San, Sp.KFR (...........................................)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN


REHABILITASI
RUMAH SAKIT DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
BAB II DAFTAR PUSTAKA............................................................................................6
2.1. Anatomi Genu....................................................................................................6
2.2. Osteoarthritis......................................................................................................9
2.2.1. Definisi.......................................................................................................9
2.2.2. Epidemiologi..............................................................................................9
2.2.3. Etiologi.....................................................................................................10
2.2.4. Faktor risiko.............................................................................................10
2.2.5. Patofisiologi.............................................................................................12
2.2.6. Diagnosis..................................................................................................13
2.2.7. Diagnosis Banding...................................................................................16
2.2.8. Tatalaksana...............................................................................................16
2.2.9. Komplikasi...............................................................................................25
2.2.10. Prognosis..................................................................................................25
BAB III KESIMPULAN..................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................27

3
BAB I

PENDAHULUAN

Oesteoartritis ditemukan oleh American College of Rheumatology sebagai


sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi.
Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif dan progresif yang mengenai dua
per tiga orang yang berumur lebih dari 65 tahun, dengan prevalensi 60,5% pada
pria dan 70,5% pada wanita. Seiring bertambahnya jumlah kelahiran yang
mencapai usia pertengahan dan obesitas serta peningkatannya dalam populasi
masyarakat osteoartritis akan berdampak lebih buruk di kemudian hari. Gejala
utama osteoartritis adalah nyeri sehingga mengakibatkan cacat. Individu yang
menderita osteoarthritis menghadapi kesulitan untuk memanjat tangga dan
berjalan.

Nyeri lutut adalah masalah kesehatan yang umum terjadi di seluruh dunia.
Nyeri lutut dapat memengaruhi activity daily living (ADL) sehingga akan
menyulitkan dalam melaksanakan tugas. Pekerjaan yang memberikan tekanan
terus menerus di lutut seperti berjongkok, berlutut, berdiri, mengemudi, memanjat
dan mengangkat beban berat dapat menimbulkan keluhan nyeri lutut. Keluhan
tersebut seringkali berlangsung kronik atau persisten.

Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan


kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara
degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter
dan orientasi serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang
menjadikan tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.

Osteoarthritis merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak


didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Penelitian tentang prevalensi
Osteoarthritis Genu terhadap 7.577 responden di Amerika, dikatakan bahwa
prevalensi Osteoarthritis Genu 12,2%, perempuan (14,9%) lebih tinggi
dibandingkan laki-laki (8,7%) diikuti peningkatan usia. Adapun prevalensi
Osteoarthritis di Indonesia, mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-
60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun (Lewis, et al, 2011).

4
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang
banyak menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi
menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang
dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti
pekerja administrasi (Hunter et al.,2017)

Penyebab primer dari Osteoarthritis masih belum dapat diketahui secara


pasti namun terdapat beberapa faktor risiko yang berperan yaitu: usia, jenis
kelamin, genetik, kegemukan, dan penyakit metabolik serta faktor lainnya
(Dolenio, 2014). Gejala dan tanda Osteoarthritis adalah nyeri sendi, hambatan
gerak sendi, kaku pagi, krepitasi, deformitas, pembengkakan sendi yang asimetris,
tanda-tanda peradangan, perubahan gaya berjalan (Dolenio, 2014). Latihan Genu
jika dilakukan secara teratur akan meningkatkan peredaran darah sehingga
metabolisme meningkat dan terjadi peningkatan difusi cairan sendi melalui
matriks tulang. Gejala yang timbul dari Osteoarthritis Genu membuat aktivitas
fungsional seseorang terganggu (Dolenio, 2014).

Peternak sapi melakukan pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik berat


seperti mengangkat beban berat, memindahkan peralatan kerja dan posisi kerja
janggal. Akibatnya banyak pekerja mengeluh gangguan muskuloskletal hingga
timbul ketidakmampuan bekerja. Peternak sapi perah harus memerah sapi
setidaknya dua kali sehari untuk mencegah mastitis pada sapi. Pada saat memerah,
peternak sapi harus bekerja dalam posisi janggal yaitu berjongkok atau berlutut
saat memerah. Postur ketika berjongkok atau berlutut berhubungan dengan
keluhan nyeri lutut.

Pekerjaan sebagai petani membutuhkan berbagai pengulangan kegiatan


yang dilakukan terus-menerus, seperti jongkok, berlutut, memanjat tangga,
berjalan di medan miring, dengan postur tubuh yang tidak nyaman, pekerjaan
seperti mengangkat dan membawa beban berat dilakukan setiap sebagian besar
oleh petani. Studi epidemiologi pekerjaan memberikan bukti bahwa kegiatan
seperti jongkok, berlutut, memanjat, mengangkat dan beban kerja fisik dapat
dikaitkan dengan peningkatan risiko OA lutut. Mempertimbangkan aspek-aspek

5
tersebut, pekerjaan pertanian dapat dianggap relevan sebagai faktor risiko untuk
terjadi OA lutut.

Berdasarkan jenis pekerjaan, OA lutut paling banyak terjadi pada pekerja


fisik (petani, buruh, ABRI, dan peternak) (65,3%) dimana sebanyak 68,1%
pekerja fisik (peternak, petani, buruh, dan ABRI) menderita OA lutut. Hasil ini
juga sejalan dengan penelitian Dwipayana G.A, angka kejadian OA dikalangan
petani adalah 57%. Dapat dilakukan suatu edukasi kepada kelompok pekerja fisik
tentang bagaimana tatacara mengurangi beban kerja dan aktivitas apa saja yang
dapat berisiko terjadinya OA serta kegiatan pencegahan yang dapat dilakukan.

Pada kasus osteoatritis peranan fisioterapi yaitu mengguranggi nyeri,


meningkatkan LGS dan meningkatkan aktivitas fungsional. Untuk mengatasi
masalah - masalah tersebut fisioterafi menggunakan berbagai modlitas yaitu Infra
Red (IR) dan Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) yang berfungsi
untuk menguranggi nyeri, meningkatkan LGS dan meningkatkan aktivitas
fungsional. Penggunaan IR pada kasus ini dapat menguranggi nyeri karena dapat
meningkatkan suhu sehingga akan merangsang serabut saraf nosiseptik, yang akan
memperbaiki jaringan yang rusak sehingaa akan memperlancarkan suplai nutrisi
dan aliran peredaran darah sehingga pembuangan zat - zat analgesik menjadi
lancar sehingga menimbulkan efek sedatif dan nyeri dapat berkurang. sedangkan
penggunaan TENS dapat menurunkan nyeri melalui mekanisme periferal yaitu
dengan megaktifkan serabut saraf perifer yang selanjutnya mengihibisi neuron
nosiseptik di medulla spinalis yang akan memberikan rileksasi.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Genu


Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang, sendi genu
merupakan bagian dari ekstremitas inferior, sendi genu adalah sendi paling
besar dalam tubuh, sangat komplek mempunyai otot fleksor dan ekstensor
yang kuat serta mempunyai ligamen yang kuat, fungsi dari sendi genu ini
adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki, tulang-tulang dipadukan dengan
berbagai cara misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon,
fasia, atau otot, terdapat tiga tipe sendi:
1) Sendi fibrosa (sinartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
2) Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat sedikit
bergerak.
3) Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan
dengan bebas
Sebagai sendi sinovial, sendi lutut memiliki suatu membran sinovium
dengan cairan sinovial sebagai suatu lubrikan yang mengurangi friksi beban
kerja dari sendi[ CITATION Pri12 \l 14345 ].

7
Anatomi dari sendi lutut terbagi dalam beberapa struktur jaringan yaitu
komponen tulang, komponen jaringan lunak, dan jaringan saraf serta jaringan
pembuluh darah [ CITATION Fla11 \l 14345 ].

1) Komponen tulang dari sendi lutut antara lain femur, patella, tibia, dan
fibula.
2) Komponen jaringan lunak
3) Sendi lutut adalah sendi yang terdiri dari dua buah sendi condyloid dan
satu buah sendi sellar (artikulasi patellofemoral). Sendi lutut tertutup
dalam kapsul sendi yang memiliki suatu resesus posterolateral dan
posteromedial yang memanjang ke arah distal permukaan subkondral
dari tibial plateu. Condylus femoral lateral dan medial berartikulasi
dengan facet tibial.
a. Kapsul Sendi
Kapsul sendi khusus berisi lapisan fibrous external (kapsul
fibrous) dan membran synovial internal yang melapisi permukaan
internal dari celah artikular yang tidak dilapisi kartilago artikular.
Lapisan fibrous menempel ke femur pada bagian superior, sebelah
proksimal dari margin artikular kondilus. Di bagian inferior lapisan
fibrous berlekatan dengan margin dari permukaan artikular tibia
(tibial plateau) kecuali pada tempat di mana tendon popliteus
menyilang tulang. Tendon quadriceps, patella, dan ligamen patellar
berperan sebagai kapsul di bagian anterior.
b. Membran sinovial
Membran sinovial yang tebal melapisi bagian internal dari
kapsul fibrous dan berlekatan ke perifer dari patella dan tepi
meniskus. Membran synovial melapisi dari aspek posterior sendi ke
anterior menuju regio intercondylar, menutupi igament cruciate dan
lapisan lemak infrapatellar.
c. Meniskus
Meniskus merupakan suatu diskus fibrokartilago berbentuk
bulan sabit yang berada di antara condylus femur dan tibial plateau.
Meniskus bagian medial berbentuk seperti huruf “C” dan kurang

8
mobile karena terfiksir oleh ligamen coronary dan kapsul.
Sedangkan meniskus lateral berbentuk sirkular dan lebih mobile
sehingga lebih sering mengalami robekan pada cedera ligamen
crutiatum anterior.
d. Ligamen
Tulang di ikat bersamaan bukan oleh tulang tetapi oleh ligamen
dan otot. ligamen yang bertugas adalah ligament collateral dan
ligamen cruciatum, ligament cruciatum terletak di dalam kapsul
sendi dan arena itu di sebut ligament intracapsular, terletak antara
condilus medial dan lateral, ligament cruciatum terletak saling
menyilang.
e. Otot Penyusun
Dalam sendi genu terdapat dua gerakan utama, yaitu fleksi dan
ekstensi. untuk dapat melakukan gerakan tersebut di butuhkan
kelompok otot sekitar sendi genu. Otot dan tendon pada sendi lutut
memberikan stabilitas dinamis. Otot pada betis bawah terdiri dari
empat kompartemen yaitu anterior, lateral, posterior superficial,
posterior profundus.
f. Saraf
Saraf dari sendi lutut adalah cabang artikular dari saraf femoral,
tibia, dan fibula communis, serta saraf obturator dan saphena . Tetapi
tiga macam saraf yang penting dalam anatomi sendi lutut yaitu saraf
tibial, saraf common peroneal, dan saraf kutaneous.
g. Vaskular
Vaskularisasi daerah lutut berhubungan dengan vaskularisasi
daerah cruris. Arteri yang menyuplai sendi lutut adalah 10 pembuluh
darah yang membentuk anastomosis genicular periarticular di sekitar
lutut yaitu : cabang genicular dari emoral, poplitea, serta cabang
anterior dan posterior rekuren dari arteri rekuren tibialis anterior dan
arteri fibula sirkumfleks.

9
h. Bursa
Terdapat 12 bursa di sekitar sendi lutut karena sebagian tendon
berjalan sejajar dengan tulang. Bursa prepatellar subkutan dan bursa
infrapatellar terletak di permukaan cembung sendi, yang
memungkinkan kulit untuk dapat bergerak bebas selama gerakan
lutut. Empat bursa berkomunikasi dengan rongga artikular sendi
lutut yaitu: bursa suprapatellar (di dalam quadriceps distal), bursa
popliteus, bursa anserine, dan bursa gastrocnemius [ CITATION Fla11 \l
14345 ].
2.2. Osteoarthritis
2.2.1. Definisi
Osteoarthritis merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling
banyak didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Osteoartritis
adalah suatu kelainan sendi kronis dimana terjadi proses pelemahan dan
disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan
tulang dan tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu
proses degeneratif pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi .
2.2.2. Epidemiologi
Berdasarkan jenis pekerjaan, OA lutut paling banyak terjadi pada
pekerja fisik (petani, buruh, ABRI, dan peternak) (65,3%) dimana
sebanyak 68,1% pekerja fisik (peternak, petani, buruh, dan ABRI)
menderita OA lutut. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Dwipayana
G.A, angka kejadian OA dikalangan petani adalah 57%.
. Penelitian tentang prevalensi Osteoarthritis Genu terhadap 7.577
responden di Amerika, dikatakan bahwa prevalensi Osteoarthritis Genu
12,2%, perempuan (14,9%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (8,7%)
diikuti peningkatan usia. Adapun prevalensi Osteoarthritis di Indonesia,
mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65%
pada usia >61 tahun (Lewis, et al, 2011).
Menurut AAOS (American Academy of Orthopaedic Surgeons),
insidens osteoarthritis lutut di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 240
orang per 100.000 tiap tahunnya [ CITATION San18 \l 1033 ]. Osteoartritis di

10
Indonesia mencapai 5% pada usia 61 tahun. Prevalensi Osteoarthritis Genu
di Indonesia adalah perempuan (14.9%) lebih tinggi dari pada laki-laki
(8.7%) diikuti peningkatan usia [ CITATION Pra19 \l 1033 ].
2.2.3. Etiologi
Osteoarthritis primer disebut juga Osteoarthritis idiopatik adalah
Osteoarthritis yang kausanya tidak diketahui dan tidakada hubungannya
dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
Osteoarthritis sekunder adalah Osteoarthritis yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi
yang lama. Osteoarthritis primer lebih sering ditemukan dari pada
Osteoarthritis sekunder [ CITATION Pra15 \l 1033 ].
2.2.4. Faktor risiko
1. Individu
a) Umur dan gender

Umur merupakan faktor risiko paling kuat. Mekanismenya


masih belum jelas, namun sangat berkaitan dengan proses biologis
pada sendi, proses penuaan akan menurunkan jumlah kondrosit di
kartilago sendi dan akan berkorelasi langsung dengan derajat
kerusakan kartilago. Prevalensi pada wanita lebih besar daripada
pria, tingkat keparahan OA juga lebih besar pada wanita. Penelitian
menunjukkan bahwa hormon berperan dalam mekanisme
terjadinya OA.

b) Obesitas
Seseorang dengan obesitas berisiko 2,96 kali lebih tinggi
terkena OA daripada orang dengan indeks massa tubuh normal;
sedangkan overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena
OA. Obesitas meningkatkan risiko OA dengan beberapa
mekanisme, di antaranya meningkatkan beban sendi terutama pada
weight bearing joint, mengubah faktor perilaku seperti menurunnya
aktivitas fisik yang akhirnya menghilangkan kemampuan dan
kekuatan protektif otot sekitar sendi. Pada OA lutut, obesitas

11
menyebabkan kelemahan otot–otot di sekitar sendi lutut dan
meningkatkan kasus artroplasti. Pada pasien obesitas, jaringan
lemak dapat juga ditemukan di belakang patella di area sendi lutut,
biasa disebut infrapatellar fat pad, jaringan lemak ini dapat
menghasilkan adipokin, yaitu sitokin yang dihasilkan sel lemak,
seperti leptin, adiponektin, resistin, dan visfatin. Adipokin ini dapat
mengalami disregulasi yang dapat mensekresikan faktor–faktor
proinflamasi.
c) Genetik
Faktor genetik sangat mempengaruhi terjadinya OA pada
lutut. Hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas kode genetic
sintesis kolagen yang bersifat diturunkan. Pengaruh faktor genetic
mempunyai konstribusi sekitar 50% terhadap risiko terjadinya OA
tangan dan panggul, sebagian kecil OA lutut.
2. Sendi
a) Aktivitas Fisik

Gerakan sendi berulang dapat menjadi predisposisi OA.


Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap
hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat
barang berat (10kg – 50kg selama 10 kali atau lebih setiap
minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50kg selama 10
kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari
merupakan faktor risiko OA lutut. Namun gerakan sendi lutut dan
otot di sekitar lutut yang tepat dapat memperkuat dan menstabilkan
sendi, sehingga mengurangi risiko OA.

OA lutut bisa juga berkaitan dengan riwayat cedera. Cedera


yang meningkatkan risiko OA lutut adalah robeknya meniskus atau
cedera ligament cruciate anterior. Tetapi, disisi lain seseorang yang
memiliki aktivitas minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA
lutut. Ketika seseorang tidak melakukan gerakan, aliran cairan
sendi akan berkurang dan berakibat alilran makanan yang masuk

12
ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan proses
degenerative menjadi berlebihan.

b) Kekuatan Otot

Kelemahan dan atrofi otot dapat disebabkan karena


berkurangnya aktivitas sendi akibat rasa nyeri OA. Pada beberapa
studi yang mempelajari tentang hubungan kekuatan otot dan sendi
lutut. Kelemahan otot quadriceps meningkatkan risiko terjadinya
OA lutut. Quadriceps merupakan kelompok otot terbesar yang
melewati sendi lutut dan berpotensi besar menyerap energi dan
tekanan pada sendi lutut. Otot ini berperan penting dalam proses
berjalan, berdiri, dan menaiki tangga. Penderita OA lutut akan
mengurangi gerakan pada lutut untuk mengurangi rasa nyeri,
menyebabkan otototot quadriceps mengalami kelemahan dan
atrofi.

c) Keselarasan Lutut
Lutut yang tidak selaras akan menyebabkan kelainan gait
dan berisiko OA lutut di masa mendatang. Bentuk varus pada lutut
dapat menyebabkan kerusakan kartilago sendi dan berujung pada
penyempitan celah sendi jika tidak ditangani dengan tepat
[ CITATION San18 \l 1033 ].
d) Pekerja Berat
Peternak sapi melakukan pekerjaan yang menuntut aktivitas
fisik berat seperti mengangkat beban berat, memindahkan peralatan
kerja dan posisi kerja janggal. Akibatnya banyak pekerja mengeluh
gangguan muskuloskletal hingga timbul ketidakmampuan bekerja.
Peternak sapi perah harus memerah sapi setidaknya dua kali sehari
untuk mencegah mastitis pada sapi. Pada saat memerah, peternak
sapi harus bekerja dalam posisi janggal yaitu berjongkok atau
berlutut saat memerah. Postur ketika berjongkok atau berlutut
berhubungan dengan keluhan nyeri lutut.

13
Pekerjaan sebagai petani membutuhkan berbagai
pengulangan kegiatan yang dilakukan terus-menerus, seperti
jongkok, berlutut, memanjat tangga, berjalan di medan miring,
dengan postur tubuh yang tidak nyaman, pekerjaan seperti
mengangkat dan membawa beban berat dilakukan setiap sebagian
besar oleh petani. Studi epidemiologi pekerjaan memberikan bukti
bahwa kegiatan seperti jongkok, berlutut, memanjat, mengangkat
dan beban kerja fisik dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko
OA lutut.
Berdasarkan jenis pekerjaan, OA lutut paling banyak terjadi
pada pekerja fisik (petani, buruh, ABRI, dan peternak) (65,3%)
dimana sebanyak 68,1% pekerja fisik (peternak, petani, buruh, dan
ABRI) menderita OA lutut.
3. Faktor biomekanis
a) Okupasi
Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut ditemukan pada
kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada pekerja
yang tidak banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja
administrasi. Terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan yang
menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.

2.2.5. Patofisiologi
Gangguan cairan sinovial, tulang, dan kartilago merupakan
pencetus OA. Seperti halnya pada kasus OA lain, kerusakan paling parah
pada kasus OA lutut terjadi pada kartilago. Kerusakan ini terjadi akibat
adanya proses biologis yang teraktivasi karena proses inflamasi. Pada OA
lutut, kondrosit dan sel sinovial menghasilkan sitokin inflamasi, seperti IL-
8 dan TNF-α, yang menurunkan sintesis kolagen dan meningkatkan
mediator katabolik dan zat inflamatori seperti metalloproteases, IL-8, IL-6,
prostaglandin E2 (PGE2), dan nitric oxide (NO). Peningkatan mediator
katabolik mendorong terjadinya apoptosis kondrosit. Sinovial juga
mengalami gangguan seperti halnya kartilago yang ditandai dengan

14
penebalan dan efusi pada sinovium pada fase awal OA lutut. Pada
artroskopi ditemukan kelainan sinovia pada lebih dari 50% penderita OA
lutut, sebagian besar tidak disertai manifestasi klinis sinovitis. Peradangan
sinovial biasanya ditemukan di sekitar kerusakan tulang dan kartilago.
Pada proses degenerasi dari rawan sendi, terjadi reaksi inflamasi
yang meningkatkan enzim proteolitik sehingga terjadi degradasi matriks
ekstraseluler dan menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit akan
mengakibatkan perubahan komposisi molekuler dan matriks di sertai oleh
kelainan fungsi matriks rawan sendi. Proses ini akan menyebabkan
hilangnya tulang rawan dan penyempitan rongga sendi. Tulang akan
berusaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali persendian dengan
cara membentuk osteofit, namun karena tidak berhasil, lesi akan meluas
dan menghasilkan peningkatan tekanan yang melebihi kekuatan
biomekanik tulang. Pada akhirnya rawan sendi menjadi tipis, rusak dan
menimbulkan gejala-gejala osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku dan
deformitas [ CITATION Put18 \l 1033 ].

2.2.6. Diagnosis
Diagnosis Osteoartritis biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan
radiografi. Pada penderita osteoartritis, dilakukannya pemeriksaan
radiografi pada sendi yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu
gambaran diagnostik.
1. Anamnesis
- Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit,
bila disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat,
bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)
- Tidak disertai gejala sistemik
- Nyeri sendi saat beraktivitas
- Sendi yang sering terkena:Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC
I), Proksimal interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan

15
Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama.Sendi lain: lutut, V.
servikal, lumbal, dan hip[CITATION Sud17 \l 14345 ].

2. Pemeriksaan fisik
- Tentukan BMI
- Perhatikan gaya berjalan/pincang?
- Adakah kelemahan/atrofi otot?
- Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
- Lingkup gerak sendi (ROM)
- Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
- Krepitus
- Deformitas/bentuk sendi berubah
- Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
- Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
- Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
- Pembengkakan jaringan lunak
- Instabilitas sendi[CITATION Sud17 \l 14345 ].

Kriteria diagnosis osteoartritis lutut menggunakan kriteria klasifikasi


American College of rheumatology seperti tercantum pada tabel

berikut :

16
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi
yang terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran
diagnostik [CITATION Sud17 \l 14345 ] . Gambaran Radiografi sendi
yang menyokong diagnosis OA adalah :
a) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris lebih berat
pada bagian yang menanggung beban seperti lutut ).
b) Peningkatan densitas tulang subkondral ( sklerosis ).
c) Kista pada tulang d.Osteofit pada pinggir sendi e.Perubahan
struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat


diberikan suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis
dikenal sebagai kriteria Kellgren dan Lawrence yang membagi OA
dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu diingat bahwa
pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat
normal. Menurut Winangun (2019) secara radiologis Oseoartritis
diklasifikasikan menjadi :

a) Grade 0 :Normal, tidak terdapat gambaran osteoarthritis


b) Grade 1 :Ragu-ragu, tanpa osteofit, penyempitan persendian
meragukan
c) Grade 2 :Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan
permukaan sendi menyempit asimetris.
d) Grade 3 :Moderate, adanya osteofit moderate pada beberapa
tempat, permukaan sendi menyempit, dan tampak sklerosis
subkondral.
e) Grade 4 :Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi
menyempit secara komplit, sklerosis subkondral berat, dan
kerusakan permukaan sendi[CITATION Sud17 \l 14345 ].
b. Tes-tes provokasi yang dapat dilakukan untuk memeriksa sendi lutut:
1) Tes McMurray
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mendeteksi lesi
meniskus. Pada tes ini penderita berbaring terlentang. Dengan satu
tangan, pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan lainnya

17
memegang lutut. Tungkai kemudian ditekuk pada sendi lutut. Tungkai
bawah eksorotasi/endorotasi dan secara perlahan diekstensikan.
Kalau terdengar bunyi “klek‟ atau teraba sewaktu lutut diluruskan,
maka meniskus medial atau bagian posteriornya mungkin terobek
(Braunwald & Fauci, 2018).

Pemeriksaan McMurray

2) Anterior Drawer Test


Tes ini merupakan tes untuk mendeteksi ruptur ligamen
cruciatum. Penderita harus dalam posisi terlentang dengan panggul
fleksi 45˚, lutut fleksi dan kedua kaki sejajar. Gerakkan tulang tibia ke
atas maka lutut akan hiperekstresi dan lutut akan terasa kendor. Posisi
pemeriksa di depan kaki penderita. Jika terdorong lebih dari normal,
artinya tes drawer positif (Braunwald & Fauci, 2018).

Pemeriksaan Anterior Drawer Test

3) Posterior Drawer Test

Posterior Drawer Test sama dengan Anterior Drawer Test,


tibia digenggam kemudian didorong kearah belakang (Braunwald
& Fauci, 2018).

18
4) Test Lachman

Test Lachman dilakukan dengan memfleksikan lutut 300 ,


dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan pemeriksa
menstabilkan tungkai bawah dengan memegang ujung distal
tungkai atas dan tangan yang lain memegang bagian proksimal
tulang tibia, kemudian gerakkan ke arah anterior (Braunwald &
Fauci, 2018).

1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak
berguna. Pemeriksaan darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap
darah) masih dalam batas –batas normal. Pemeriksaan imunologi
masih dalam batas –batas normal. Pada OA yang disertai peradangan
sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m )
dan peningkatan nilai protein.Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor
rheumatoid, dan komplemen) masih dalam batas-batas
normal[ CITATION Win19 \l 14345 ].
2.2.7. Diagnosis Banding
1. Misalignment dari tungkai bawah harus diperhatikan (menyebabkan
OA lutut kompartemental misalnya, bentuk kelainan varus/kerusakan
medial tibiofemoral, atau valgus/kerusakan lateral tibiofemoral).

19
2. Genu valgum misalignment: melibatkan kompartemen lateral
tibiofemoral. Kelainan varus atau valgus dapat mempengaruhi lingkup
gerak sendi (range of motion) dan percepatan penyempitan celah sendi
= disebut instabiliti pada sendi lutut (ligamentum laxity)[CITATION
Per14 \l 14345 ].

2.2.8. Tatalaksana
1. Terapi Non Farmakologis
a) Edukasi dan Penerangan
Maksudnya adalah pasien mengetahui sedikit seluk-beluk tentang
penyakitnya, bagaimana menjaga agar penyakitnya tidak bertambah parah
serta persendiannya tetap dapat dipakai.
b) Terapi Fisik dan Rehabilitasi
Terapi modalitas diberikan pada pasien OA untuk melatih pasien agar
persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi
sendi yang sakit. Beberapa terapi modalitas yang sering digunakan adalah
Ultrasound (US), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS),
Short Wave Diathermy ( SWD), dan terapi Exercise (terapi latihan).
a. Ultrasound (US)
Terapi US merupakan jenis thermotherapy dan diklasifikasikan
sebagai “deep heating modality” yang terutama bertujuan untuk
menaikkan suhu jaringan dan mengurangi nyeri akut dan kronis, serta
kekakuan sendi dan memiliki efek anti peradangan lewat energi
mekanis dan panas yang dihasilkan dari gelombang suara. Untuk
terapi dengan keadaan akut dilakukan pendekatan dengan gelombang
intermittent, dimana pendekatan ini dilakukan dengan frekuensi yang
sering dan durasi singkat. Sedangkan untuk keadaan kronik dilakukan
dengan pendekatan gelombang kontinyu karena lebih menimbulkan
efek mekanis seperti meningkatkan permeabilitas membran sel dan
dapat memperbaiki kerusakan jaringan Penelitian terbaru juga
menemukan adanya peningkatan yang signifikan dari kemampuan
fungsional seseorang setelah diberikan teknik mobilisasi.

20
b. Transuctaneous electrical nerve stimulation (TENS)
(TENS) adalah modalitas stimulasi elektrik dengan berbagai
modifikasi dan suatu alat khusus yang mempengaruhi reseptor kutan
untuk menghasilkan efek terapeutik yang diharapkan (mengurangi
nyeri ). TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna
merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif
untuk mengurangi berbagai tipe nyeri. TENS bertujuan untuk
mengurangi nyeri melalui mekanisme menghambat transmisi nyeri ke
otak (gate control theory) dan lewat mekanisme pengeluaran
endorphins (suatu hormon dalam otak yang menurunkan kepekaan
terhadap nyeri dan mempengaruhi emosi).
TENS mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar
maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai
informasi sensoris ke sistem saraf pusat. TENS tipe konvensional
memberikan stimulasi dengan frekuensi tinggi, amplitudo rendah (0-
100 MA) dengan durasi sampai 200 mikro detik dengan waktu 30
menit sampai 60 menit dapat mengurangi nyeri dalam waktu 10-15
menit. Tipe konvensional ini dapat digunakan untuk berbagai nyeri
muskuloskeletal dan menimbulkan perasaan nyaman.

Manfaat TENS terhadap seorang pasien dapat dinilai dengan indikator

(1) Berkurangnya nyeri selama 3 jam atau lebih sesudah penggunaan


TENS
(2) Berkurangnya penggunaan obat analgetika
(3) Perbaikan pola tidur
(4) kemajuan fungsional (peningkatan luas gerak sendi/LGS)
(5) peningkatan kekuatan dan ketahanan.

21
Gambar 2. TENS

c. Short wave diathermy ( SWD)


SWD merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang
menghasilkan panas melalui konversi energi elektromagnetiki menjadi
energi panas dimana frekwensi elektromagnetik yang dihasilkan
adalah 27,12 Mhz dengan panjang gelombang 11 meter ( Klein,
2008). Penetrasi dari SWD terhadap struktur jaringan tubuh lebih
dalam misalnya pada otot , tulang, dan jaringan. Maka SWD sering
digunakan untuk mempercepat pemulihan dan mengurangi nyeri.
Kontraindikasi terapi ini adalah demam, tekanan darah yang
berfluktuasi, kulit sensitif, penderita epilepsi, orang dengan alat pacu
jantung, gangguan ginjal dan hali, wanita hamil, tuberkulosis tulang,
dan kanker.

22
Gambar 3. SWD
d. Exercise
Pemberian terapi Exercise telah menjadi komponen utama dari
setiap upaya konservatif dalam terapi OA. Exercise dapat dilakukan
untuk menurunkan berat badan, mobilitas sendi, memperkuat otot
yang menyokong sendi, mengurangi nyeri dan kaku sendi, dan
melawan atrofi otot.
Terapi Latihan yang direkomendasikan untuk penderita
osteoarthritis meluputi Latihan fleksibilitas, Latihan kekuatan (local),
dan Latihan aerobic (general). Latihan kekuatan meliputi jenis
isometric, isotonic, isokinetic, konsentrik dan eccoconcentric. Jenis
Latihan aerobic yang direkomendasikan adalah berjalan, berenang,
yoga dan Tai Chi.
Latihan kekuatan bermanfaat pada jangka pendek (misalnya
pengurangan nyeri) sedangkan efek Latihan aerobic bermanfaat untuk
meningkatkan fungsi persendian dalam jangka waktu yang lebih
panjang.
Secara keseluruhan, program Latihan paa osteoarthritis meliputi
lima tahap. Tahap I meliputi mobilitas terkontril untuk mengatasi
nyeri. Tahap II dan III dilakukan dengan Latihan bersifat open kinetic-
chain sampai dengan closed kinetic-chain pada sendi yang mengalami
artritis. Tahap IV difokuskan pada olahraga spesifik untuk
meningkatkan koordinasi neuromuscular dan menerusakn Latihan
jenis closed kinetic chain. Pada tahap V (fase pemeliharaan) dilakukan
edukasi kepada penderita untuk mengurangi risiko terjaidnya cedera
Kembali dan memotivasi penderita agar tetap melakukan latihan rutin.
Berikut contoh tahapan terapi Latihan pada penderita osteoartitis
genu.

Latihan Tahap I
Pada tahap ini tujuan utama terapi adlah untuk memulihkan
jangkauan sendi dan penurunan control motoric dan kekuatan otot

23
kuadrisep. Hal yang perlu dicatat adalah, pada tahap ini Latihan harus
dilakukan dengan nintensitas rendah untuk menghindari nyeri dan
proses radang akut yang berkelanjutan. Pada tahap ini perlu
ditingkatkan fleksibilitas dan elastisitas jaringan sekitar persendian
dan otot yang menunjang persendian untuk meningkatkan jangkauan
sendi sekaligus mencegah terjadinya cedera yang berkepanjangan.
Otot-otot utama yang Menyusun lutut antara lain : hamstring,
kuadriceps, dan otot gastrocnemius-soleus. Contoh Latihan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot yang
mendukung kekuatan lutut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Contoh latihan tahap I pada pasien Osteroartritis Genu

Latihan Tahap II
Pada tahap II dilakukan Latihan jenis open kinetic chain tanpa
pembebanan untuk melatih kembali otot yang mendukung sendi lutut.
Latihan untuk otot kuadrisep diawali dengan latihan kontraksi
isometric pada posisi duduk dan latihan elevasi kaki pada posisi duduk
untuk memberikan pembebanan pada otot kuadrisep. Apabila Latihan
tersebut sudah dapat dilakukan tanpa extensor lag (fleksi lutut) selama
elevasi kaki, latihan dapat diteruskan dengan pembebanan di atas lutut

24
untuk melatih kekuatan otot kuadrisep. Program Latihan ini efektif
untuk mengisolasi otot kuadrisep akan tetapi dikontraindikasikan pada
penderita osteoarthritis patella-femoral. Jangkauan sendi yang aman
pada Latihan open-chain kinetic adalah ekstensi lutut 90o sampai
dengan 40o.

Gambar 5. Contoh latihan tahap II pada pasien Osteroartritis Genu

Latihan Tahap III


Pada tahap III Latihan yang dilakukan berjenis closed kinetic-chain.
Prinsip latihan tersebut adalah memfiksasi bagian distal persendian
sedangkan bagian proksimal digerakkan memutari sumbu. Jangkauan
yang paling aman pada latihan closed kinetic-chain adalah sampai
dengan fleksi 60o. Pada saat latihan, dapat dilakukan perabaan sendi
lutut untuk melihat ada tidaknya tanda krepitasi pada sensi lutut
sebagai ciri artritis patella-femoral. Apabila ditemukan adanya
krepitasi, jangkauan gerak harus disesuaikan. Latihan closed kinetic-
chain bermanfaat untuk meningkatkan keseimbangan dan kemampuan
propioseptor. Latihan leg press biasanya dilakukan sebagai latihan
pembuka (gambar 6a). Apabila pasien sudah mampu mengangkat
paling tidak separuh dari berat badanya pada posisi leg press, latihan
dapat ditingkatkan dengan mini-squat dan step down sampai 40o.

25
(gambar 6b). Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah
pembebanan dan peningkatan jangkauan sendir harus dilakukan secara
bertahap untuk melindungi sendi lutut dari cedera berulang.
Latihan propioceptor dilakukan dengan latihan bertukmpu pada satu
kaki pada lempeng yang tidak stabil dengan mata terbuka, tertutup
kemudian ditambah dengan tantangan multidireksional (gambar 6c).
Setelah latihan tersebur dapat dikuasai, dapat dilakukan ‘pro-fitter’
yang efektif untuk melatih stabilitas lateral dan medial dan koordinasi
(gambar 6d). Latihan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah latihan
sepeda statis. Hal ini perlu dilakukan karena lartilago memerlukan
Gerakan teratur (kompresi dan dekompresi) untuk memicu trjadinya
remodeling secara aktif. Latihan ini perlu dilakukan pada tiga haru
dalam seminggu selama 20 sampai dengan 30 menit yangn sekaligus
juga bertujuan untuk meningkatkan ketahanan system kardiovaskular
dan meningkatkan kekuatan otot kuadrisep dan hamstring

Gambar 6. Contoh latihan tahap III pada pasien Osteroartritis Genu

26
Latihan Tahap IV
Pada tahap IV pasien diharapkan dapat kembali melakukan aktivitas
fisik seperti sebelum terjadinya cedera (osteoarthritis) dengan risiko
cedar ulang yang minimal. Pada fase ini dilakukan latihan konsentrik
dan eksentrik pada suatu program latihan closed kinetic chain dengan
pembebanan minimal pada persendian yang mengalami osteoarthritis.
Tahap ini dimulai apabila pasien pating tidak sudah memiliki
jangkauan sebesar 120o, mampu melakukan gerakan brjalan secara
normal, mampu menaiki dan menuruni tangga, dan mampu berlari
tanpa mengalami nyeri. Contoh jenis latihan untuk menguji kesiapan
atlet untuk kembali pad aaktivitas semula dapat dilohat pada gambar
7a dan 7b merupakan latihan lari mengelilingi lintasan berbentuk
angka 8 dan latihan cariokas (gerakan pada lintasan besar ke kecil dan
dari kecepatan tambat ke tinggi). Kedua jenis latihan ini berfungsi
untuk meningkatkan sekaligus menguji kemampuan sendi lutut untuk
beradaptasi pada gerakan lengkung tanpa memotong gerakan dan
tanpa mengurangi kecepatan.

Gambar 7. Contoh latihan tahap IV pada pasien Osteroartritis Genu

Latihan tahap V
Tujuan utama latihan tahap V adalah mempertahankan level aktivitas
pada tahap IV sehingga kekuatan otot pendukung sendi menjadi
optimal dan mengurangi risiko terjadinya cedera ulang. Latihan harus

27
dilakukan 2 sampai 3 kali dalam seminggu dengan melibatkan jenis
latihan yang dapat meningkatkan keseimbangan, kekuatan,
fleksibilitas, ektahanan, dan kemampuan propioseptor otot.

c) Penurunan Berat badan


Berat badan berlebihan ternyata merupakan factor yanngd apat
memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga
agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus
diusahakan penurunan berat bada, bila mungkin mendekati berat badan
ideal.

2. Farmakologi
a) Analgesik Oral Non opiate
b) Analgetik topical
c) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
d) Kortikosteroid
Triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone
e) Chondroprotective Agent
Yang dimaksud chondroprotective agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada
pasien OA. Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam
Slow Acting Anti Osteoarthritis (SAAODs) atau Disease Modifying Anti
Oateoarthritis Drugs (DMAODs). Yang termasuk dalam obat ini adalah :
tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-
C, superoxide dismutase dan sebagainya.

3. Terapi Bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi ras sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
a) Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus
b) Arthroscopic debridement dan joint lavage

28
c) Osteotomi
d) Artoplasti sendi total.

2.2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjai pada penderita osteoarthritis adalah
osteonekrosis spontan sendi lutut, bursitis, artropati mikrokristal (sendi
lutut dan tangan).

2.2.10. Prognosis
Prognosis pasien OA tergantung pada kondisi sendi dan tingkat
keparahan. Sejauh ini belum ada bukti ditemukannya obat modifyinguntuk
OA, treatment secara farmakologi OA ditujukan untuk mengurangi
gejala(Carlos J Lozada et al,2015).
Sebuah systematic reviewmenemukan beberapa hal berikut yang
berhubungan dengan peningkatan progresifitas OA, yaitu:
- Usia tua
- BMI tinggi
- Varus deformity
- Terlibatnya sendi lebih dari Satu
Pasien dengan OA yang diberikan penanganan pembedahan sendi
memiliki prognosis yang baik, dengan rasio keberhasilan untuk lutut
arthroplasty secara umum mencapai 90 %. Namun demikian, prosthesis
sendi mungkin akan mengalami revisi 10-15 tahun setelah tindakan,
tergantung pada level aktivitas pasien. Lebih muda pasien dan lebih aktif
pasien lebih banyak mengalami revisi, sedangan tidak pada mayoritas
pasien yang lebih tua.

29
BAB III
KESIMPULAN

Osteoartritis adalah suatu kelainan sendi kronis dimana terjadi proses


pelemahan dan disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan
pertumbuhan tulang dan tulang rawan baru pada sendi. Faktor yang berpengaruh
menyebabkan terjadinya psteoartrtis adalah faktor individu, faktor sendi dan
faktor biomekanis.
Tatalaksana OA terbagi menjadi 3 yaitu non Farmakologis, farmakologis
dan pembedahan. Terapi non farmakologis terdiri dari edukasi, terapi rehabilitasi
medik (US, TENS,SWD dan Exrecise), dan penurunan berat badan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Arovah., Novita Intan. 2007. Fisioterapi dan Terapi Latihan Pada


Osteoartritis.Medikora, 3(1). pp 18-41.

Dolenio. 2014. Pathophysiology. http://doleni.co.uk/ForDoctors/Pathophysiology

Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014. Rekomendasi IRA untuk Diagnosis


dan Penatalaksanaan Osteoartritis. Divisi Reumatologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI/RSCM; Jakarta.

Pratama, A. D., 2019. Intervensi Fisioterapi Pada Kasus Osteoartritis Genu Di


Rspad Gatot Soebroto. Jurnal Sosial Humaniora Terapan, 1(2), pp. 21-34.

Pratiwi, A. I., 2015. Diagnosis And Treatment Osteoarthritis. Journal Majority,


4(4), pp. 10-17.

Putra, A., Nurmalasari, Y. & Anita, T., 2018 . Gambaran Klinis Osteoarthritis
Primer Pada Usia 40-60 Pada Laki- Laki Dan Perempuan Di Rsud Dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2018. Jurnal Ilmu Kedokteran
Dan Kesehatan, 5(3), pp. 188-194.

Putra, I Putu Yudi Pramana.,Dewa Putu Sutjana, Wahyuddin3, Ketut Tirtayasa4,


Luh Putu Ratna Sundari5, Muh. Irfan. 2019. Intervensi Ultrasound Dan
Perturbation Exercise Lebih Efektif Daripada Ultrasound Dan
Mobilization With Movement Untuk Meningkatan Kemampuan
Fungsional Pada Penderita Osteoarthritis Genu. Sport adan Fitness
Journal, 7(1). pp 68-77.

Litwic A, Edwards MH, Dennison EM, Cooper C. 2013. Epidemiology and


burden of osteoarthritis. British Medical Bulletin. 105(1): 185-199.

Man GS, dan Mologhianu G. 2014. Osteoarthritis pathogenesis - a complex


process that involves the entire joint. Journal of medicine and life. 7(1):37-
41.

31
Sharon Lewis, et al. 2011. Medical Surgical Nursing Assesment And
Management Of Clinical Problems Eight Edition. Elsevier Mosby. USA.

Suhendro., Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T. Pohan., 2015. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.

Wijaya, S., 2018. Osteoartritis Lutut. CDK Journal, 45(6), pp. 424-429.

32

Anda mungkin juga menyukai