PEDOMAN Konstruksi Dan Bangunan DEPARTEM
PEDOMAN Konstruksi Dan Bangunan DEPARTEM
010/BM/2009
Konstruksi dan Bangunan
PRAKATA
2. Adanya perubahan dan pergantian, pedoman, prosedur dan manual yang terkait
dengan penyelenggaraan jalan.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Pedoman
Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disampaikan terima kasih.
Jakarta, 2009
A. Hermanto Dardak
i
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
PENDAHULUAN
Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari 4 (empat) pedoman yaitu:
1. Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
2. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4. Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
ii
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR ISI
Halaman
Prakata ....................................................................................................... i
Pendahuluan ................................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................... iii
Daftar Tabel ................................................................................................ v
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran .......................................................................................... vi
- LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1. RUANG LINGKUP
2. ACUAN NORMATIF
1-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
• Peraturan Pemerintah
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan
• Peraturan Presiden
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
• Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2008 tentang Penetapan
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi
Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup
- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2003 tentang
Pedoman Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun 2006 tentang
Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pinjam
Pakai Kawasan Hutan
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2006 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman
Pinjam Pakai Kawasan Hutan
- Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006
tentang Perubahan atas Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum
• Pedoman
- Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (08/BM/05)
- Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(011/PW/04)
- Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(012/PW/04)
- Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(013/PW/04)
2-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau
kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat
yang akan mengalami kerugian.
3-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
4-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Pengadaan tanah dilaksanakan mengacu pada Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan
Pemukiman Kembali dan perlu dilakukan secara tuntas sebelum pekerjaan konstruksi
jalan dimulai agar tidak terjadi kendala pada pelaksanaan konstruksi.
5-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
6-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
excavator dan tenaga manusia, kemudian tanah galian pekerjaan ini diangkut
dengan dump truck untuk ditempatkan di tempat yang telah ditentukan sesuai
dengan perencanaan.
Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan drainase adalah terganggunya
pola aliran permukaan alami, pencemaran kualitas air permukaan dan
gangguan lalu lintas.
7-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
8-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai tahap konstruksinya
berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
a. Pengoperasian Jalan
Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu
lintas jalan. Pengoperasian jalan harus memenuhi standar pelayanan minimal
jalan. Pada awal pengoperasian jalan, frekuensi lalu lintas di jalan masih belum
terlalu padat tetapi seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan
daerah sekitar, volume kendaraan makin meningkat, yang akan mempengaruhi
pelayanan jalan .
Pertumbuhan lalu lintas yang meningkat akan berpotensi menimbulkan
peningkatan pencemaran kualitas udara (debu, partikel, CO2, SO2, NO2, CO, HC)
dan meningkatnya kebisingan serta meningkatnya getaran akibat kendaraan
bermotor. Dampak lain adalah terhadap mobilitas penduduk, perubahan
penggunaan lahan dan kegiatan informal di sekitar RUMIJA menimbulkan
pengurangan atau gangguan kapasitas jalan (side friction) yang berpotensi
mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas.
b. Pemeliharaan Jalan
Setelah dioperasikan beberapa waktu, jalan akan mengalami kerusakan dengan
demikian perlu dilakukan upaya pemeliharaan agar tidak terjadi kerusakan yang
lebih lanjut. Kegiatan pemeliharaan pada umumnya ditujukan untuk mencegah
setiap kerusakan lebih lanjut sehingga fungsi pelayanan jalan tidak menurun.
Kegiatan pemeliharaan jalan meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala
dan rehabilitasi jalan.
9-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Komponen lingkungan hidup yang berpotensi dapat terkena dampak akibat kegiatan
pembangunan jalan yaitu komponen fisik kimia, biologi, sosial ekonomi budaya dan
kesehatan masyarakat.
a. Kualitas udara
Kualitas udara yang dimaksud adalah kualitas udara ambien yaitu udara bebas di
permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi
kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Kualitas udara yang dimaksud dalam pedoman ini mencakup parameter gas,
partikel dan debu.
- Parameter gas mencakup Sulfur Dioxida (SO2), Karbon Monoksida (CO),
Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrokarbon (HC) dalam µg/Nm3.
- Parameter partikulat mencakup Partikulat Matter (PM10) < 10 µm dan
Partikulat Matter (PM2.5) < 2.5 µm.
- Parameter debu (µg Nm3).
Parameter-paremeter tersebut di atas adalah komponen unsur yang akan
terpengaruh/terkena dampak langsung akibat kegiatan pembangunan jalan. Kadar
unsur-unsur tersebut akan meningkat jika dalam pelaksanaan pembangunan jalan
tidak diikuti upaya pengelolaan dampak.
Kualitas udara dapat terganggu oleh sumber pencemar antara lain mesin yang
menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang penyebarannya berasal dari
sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (antara lain
generator set, mesin pemecah batu/ stone crusher dan lain-lain). Dampak lanjut
dari terganggunya kualitas udara terhadap kesehatan dan kenyamanan manusia
antara lain:
- Debu : menyebabkan iritasi kulit, iritasi mata, sesak nafas, bronchitis dan
fibriosis paru-paru.
- SO2 : menyebabkan bau yang tidak enak, konjungtiva mata, pusing, mual,
batuk dan oedema paru-paru.
- CO : mengurangi kandungan O2 dalam darah, sehingga menimbulkan
nafas pendek, sakit kepala, pusing, melemahnya daya penglihatan
dan pendengaran.
- NO2 : mengganggu sistem pernafasan.
- HC : menyebabkan leukemia dan kanker.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 19991 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara menjelaskan antara lain: setiap orang atau
penanggung jawab kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara
wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara dan biaya
1 Apabila ada Peraturan Gubernur setempat tentang baku mutu yang lebih ketat nilainya,maka yang dipakai sebagai
acuan adalah baku mutu dengan nilai yang lebih ketat tersebut.
10-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
1 Apabila ada Peraturan Gubernur setempat tentang baku mutu yang lebih ketat nilainya,maka yang dipakai sebagai acuan
adalah baku mutu dengan nilai yang lebih ketat tersebut.
11-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dampak lanjut pencemaran kualitas air antara lain gangguan kehidupan biota air
dan terhadap penduduk yang menggunakan perairan dalam kehidupannya.
e. Tanah
Tanah yang dimaksud adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan atas
bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik yang mempunyai sifat
fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia.
Kerusakan tanah atau pencemaran tanah terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan
perubahan sifat dasar tanah yang melampaui baku kerusakan tanah.
Parameter tanah mencakup ketebalan solum, kebatuan permukaan, komposisi
fraksi, berat isi, porositas total, derajat pelulusan air, Ph, daya hantar listrik (DHL),
redoks dan jumlah mikroba serta jumlah erosi.
Pembangunan jalan yang berpotensi dapat merusak atau mencemari tanah adalah
pembersihan tanah, pekerjaan tanah dan pengoperasian base camp.
f. Lahan
Lahan yang dimaksud adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya mencakup
semua sifat biosfer, atmosfer, tanah, geologi, topografi, hidrologi, populasi flora,
fauna dan hasil kegiatan manusia. Pembangunan jalan yang berpotensi
menimbulkan dampak terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah pengadaan
lahan, pekerjaan tanah, pembangunan base camp, pengambilan material dan
pengoperasian jalan.
Komponen biologi yang dimaksud dalam pedoman ini mencakup flora dan fauna yang
ada di dalam lokasi dan sekitar lokasi pembangunan jalan.
a. Flora
Flora yang dimaksud adalah tumbuhan dan tanaman yang hidup pada suatu
ekosistem, di antaranya hutan, sungai, pantai, rawa, mangrove, perkebunan,
sawah, pekarangan dan lainnya.
Parameter flora mencakup keberadaan jenis, status keberadaan jenis, kelimpahan
(populasi), fungsi dan habitat.
- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status dari jenis tumbuhan
atau tanaman tergolong langka, dilindungi undang-undang atau endemik.
- Manfaat atau fungsi mencakup fungsi ekologis, ekonomis dan estetis.
- Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan
jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil penghitungan menggunakan metode
ilmiah yang lazim melalui observasi atau berdasarkan informasi yang telah ada
dari data sekunder.
- Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup tumbuhan termasuk
melangsungkan daur hidupnya.
b. Fauna
Fauna yang dimaksud adalah hewan atau satwa yang tergolong liar (tidak di
budidaya) dan satwa budidaya:
12-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status jenis satwa yang ada
pada suatu daerah antara lain langka, dilindungi undang-undang atau
endemik.
- Manfaat atau fungsi mencakup fungsi sebagai satwa mempunyai nilai ekologis,
ekonomi dan estetis.
- Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan
jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil penghitungan menggunakan metode
ilmiah yang lazim melalui survai observasi atau informasi data sekunder.
- Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup satwa termasuk melangsungkan
daur hidupnya.
c. Biota Air
Biota air yang dimaksud adalah organisme (makhluk hidup) yang hidup di air baik
di dalam air (submerged), di dasar (benthic) atau di permukaan air (emerged)
yang termasuk flora maupun fauna. Komponen biota air yang mencakup plankton,
nekton dan benthos.
- Plankton adalah organisme air yang hidup melayang di dalam atau permukaan
air baik hewan atau tumbuhan yang mempunyai ukuran mikroskopis atau
dapat dilihat langsung. Plankton berperan dalam keseimbangan ekosistem
perairan antara lain dalam rantai makanan (food web).
- Benthos adalah organisme air yang hidup di dasar perairan (media dasar
perairan) baik hewan atau tumbuhan yang berukuran mikroskopis atau dapat
dilihat langsung. Benthos berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan
antara lain dalam rantai makanan.
- Nekton adalah organisme air yang hidup melayang dan aktif di dalam air. Pada
pedoman ini yang termasuk nekton adalah difokuskan pada perikanan. Nekton
berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai
makanan.
- Kelimpahan biota air yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis (populasi)
yang dapat dihitung berdasarkan hasil perhitungan dengan mengambil
cuplikan (sampel) maupun informasi data sekunder menggunakan metode
yang lazim.
- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status jenis yang ada pada
daerah tertentu yang tergolong langka, dilindungi undang-undang atau
endemik.
- Manfaat atau fungsi dari biota air mencakup fungsi ekologis, ekonomis atau
estetis.
- Habitat yang dimaksud adalah tempat biota air hidup termasuk
melangsungkan daur hidupnya.
a. Keresahan masyarakat
Keresahan masyarakat yang dimaksud adalah perasaan resah yang timbul karena
khawatir sehingga menimbulkan tidak tenang, tidak nyaman, tertekan dan gelisah
yang terjadi pada orang atau sekelompok orang (penduduk).
b. Kecemburuan sosial
Kecemburuan sosial yang dimaksud adalah perasaan yang timbul pada orang atau
sekelompok orang yang merasa hak-haknya tidak diperoleh atau berkurang dan
beranggapan hak tersebut diambil oleh orang lain atau sekelompok orang lain.
13-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c. Utilitas Umum
Utilitas yang dimaksud adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan
masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar
bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Termasuk dalam utilitas adalah
jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas
dan bahan bakar minyak, jaringan sanitasi dan lain-lain.
d. Mata pencaharian
Mata pencaharian adalah kegiatan pokok untuk menopang kehidupan seseorang
atau keluarga.
e. Aset
Aset yang dimaksud adalah lahan, bangunan, tanaman dan benda-benda yang
terkait dengan tanah yang mempunyai nilai finansial atau sosial.
f. Kegiatan sosial ekonomi budaya
Kegiatan sosial ekonomi budaya yang dimaksud adalah kegiatan orang atau
sekelompok orang yang terkait dengan aspek sosial ekonomi budaya.
g. Lalu lintas
Lalu lintas yang dimaksud adalah lalu lintas kendaraan pada suatu ruas jalan.
h. Mobilitas
Mobilitas yang dimaksud adalah pergerakan atau mobilitas orang atau sekelompok
orang sesaat atau rutin pada suatu tempat ke tempat lain.
a. Kesehatan
Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi organ-
organ tubuh yang mencakup sistem pernafasan (respirasi), sistem peredaran
darah (transportasi), sistem pencernaan (digestiva), sistem syaraf (neuron),
sistem hormonal dan sistem lainnya.
b. Kenyamanan
Kenyamanan yang dimaksud adalah keadaan lingkungan dari orang atau kelompok
orang yang dapat menimbulkan rasa tenang, aman, sehat sehingga dapat
melakukan kegiatan setiap saat dengan sebaik-baiknya tanpa merasa khawatir.
Komponen kegiatan pembangunan jalan dan potensi dampak lingkungan digambarkan
secara singkat pada Tabel 1.
Tabel 1: Kegiatan Pembangunan Jalan dan Potensi Dampaknya Terhadap
Lingkungan Hidup
14-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
15-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
16-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dokumen lelang pekerjaan jalan adalah untuk pelaksanaan konstruksi jalan. Dokumen
lelang disiapkan oleh penyelenggara jalan atau penanggung jawab pembangunan jalan
dalam rangka mengundang penyedia jasa konstruksi jalan (kontraktor pelaksana
konstruksi jalan) untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan.
Apabila pihak penanggung jawab atau penyelenggara jalan telah menentukan
penyedia jasa konstruksi (kontraktor pelaksana konstruksi jalan), maka dibuat
kesepakatan kerja yang dituangkan dalam dokumen kontrak kerja.
Dokumen kontrak kerja merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam pelaksanaan konstruksi jalan.
Tujuan dari penyiapan dokumen lelang dan kontrak kerja yang memuat aspek
pengelolaan lingkungan adalah agar pihak kontraktor pelaksana konstruksi jalan atau
penyedia jasa konstruksi menjamin pelaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada
saat pekerjaan konstruksi jalan. Tahapan ini perlu mendapat perhatian khusus karena
pada umumnya belum dilaksanakan dengan baik, dan menyebabkan biaya pengelolaan
dampak lingkungan belum diakomodasi dalam dokumen kontrak sehingga menjadi
salah satu titik lemah pelaksanaan pengelolaan dampak lingkungan bidang jalan.
Pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilaksanakan antara lain adalah:
a. Penyusunan dokumen lelang pekerjaan konstruksi jalan yang mencantumkan
persyaratan pengelolaan lingkungan hidup sesuai yang diuraikan dalam RKL-RPL
atau UKL-UPL dan telah dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis atau
desain teknis;
17-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
18-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Dokumen terkait dan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam penyiapan dokumen
lelang dan dokumen kontrak yang memuat aspek pengelolaan lingkungan hidup,
antara lain:
- Dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL
- Dokumen rencana teknis pembangunan jalan
- Pedoman Mitigasi Dampak Standar pada Pekerjaan Konstruksi Jalan
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara ganti
rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Jalan umum dibangun di atas tanah yang dikuasai oleh negara. Apabila dalam rencana
pembangunan jalan lokasinya berada di atas tanah orang, instansi pemerintah atau
institusi bukan pemerintah, maka untuk mendapatkan tanah tersebut harus melakukan
pengadaan tanah. Pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru, pelebaran
jalan atau perbaikan alinyemen.
a. Potensi Dampak
Potensi dampak lingkungan dan sosial yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan
pengadaan tanah antara lain:
1) Terjadinya keresahan penduduk yang tanahnya berada di lokasi pembangunan
jalan dan dibebaskan;
2) Hilangnya aset, mata pencaharian, pendapatan dan terganggunya kegiatan
sosial ekonomi budaya PTP, karena terkena pembebasan tanah;
b. Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Kegiatan Pengadaan Tanah
Tujuan dari pengelolaan ini adalah dalam rangka mengurangi dan menanggulangi
dampak yang diakibatkan pembebasan tanah terutama dampak sosial ekonomi
budaya masyarakat terkena proyek (PTP). Pengelolaan lingkungan yang perlu
dilaksanakan antara lain:
1) Pengadaan tanah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam proses pengadaan tanah yaitu mengacu pada:
- Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas
Tanah dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya;
- Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden nomor 65
19-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
a. Potensi Dampak
Persiapan pekerjaan konstruksi jalan mencakup kegiatan mobilisasi tenaga kerja,
mobilisasi peralatan, pembangunan jalan masuk/akses dan pembangunan base
camp. Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan persiapan konstruksi jalan
antara lain adalah timbulnya kecemburuan sosial, adanya kesempatan kerja,
potensi penyebaran penyakit menular, kerusakan jalan, terganggunya lalu lintas,
meningkatnya sebaran debu, meningkatnya kebisingan dan berubahnya
penggunaan lahan.
20-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
21-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
22-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b) Meningkatnya kebisingan
Dalam rangka meminimalkan kebisingan saat pembuatan jalan masuk atau
akses, upaya pengelolaannya antara lain:
(1) Pengaturan pelaksanaan waktu bekerja (jam kerja yaitu jam 07.00 –
17.00).
(2) Perawatan peralatan dan kendaraan.
c) Terganggunya lalu lintas
Untuk mencegah dan mengurangi terganggunya lalu lintas antara lain
dengan cara:
(1) Menugaskan petugas pengatur lalu lintas pada lokasi rawan
kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.
(2) Memasang rambu-rambu lalu lintas sementara pada lokasi rawan
kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.
Acuan yang digunakan dalam rangka mencegah dan mengurangi sebaran
debu dan kebisingan adalah prosedur penanganan penurunan kualitas udara
(debu) dan kebisingan disajikan pada Pedoman Mitigasi Dampak Standar
Pekerjaan Konstruksi Jalan Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan
Limbah dan mengenai Prosedur Penanganan lalu lintas.
23-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
a. Potensi Dampak
Potensi dampak negatif akibat pelaksanaan konstruksi jalan antara lain adalah
terganggunya utilitas, hilangnya vegetasi, pencemaran kualitas udara (sebaran
debu), meningkatnya kebisingan, meningkatnya getaran, pencemaran kualitas air,
terganggunya stabilitas lereng, longsor dan erosi, terganggunya aliran air
permukaan, terganggunya lalu lintas, berubahnya penggunaan lahan, perubahan
bentang alam dan terganggunya situs budaya (bila ada).
b. Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pelaksanaan Konstruksi Jalan
1. Pengelolaan pada Pembersihan Lahan
a) Hilangnya vegetasi
Hilangnya vegetasi akibat pembersihan lahan, dapat dikelola dengan cara
antara lain:
(1) Apabila lokasi proyek yang akan dibersihkan merupakan daerah hutan
produksi, perkebunan atau ladang yang relatif luas yang dikelola oleh
instansi pemerintah atau penduduk, maka pelaksanaannya harus
mengikuti prosedur yang berlaku pada instansi yang bersangkutan.
Hal tersebut terkait dengan fungsi vegetasi yang mempunyai nilai
ekologis, ekonomis dan estetis.
(2) Sebelum melakukan pembersihan, maka penanggung jawab kegiatan
pembangunan jalan harus berkoordinasi dengan pengelola lahan agar
pelaksanaan pembersihan lahan sesuai prosedur yang berlaku antara
lain mengenai:
- Tata cara kegiatan pembersihan lahan di hutan, perkebunan dan
pertanian.
- Tata cara penanaman kembali (revegetasi) daerah yang rawan
longsor dan erosi di sekitar lokasi proyek.
- Tata cara penanganan jenis-jenis tumbuhan atau satwa liar yang
tergolong dilindungi, langka maupun endemik (bila ada).
(3) Tidak melakukan pembakaran vegetasi hutan, perkebunan atau
pertanian untuk membersihkan lahan.
(4) Setelah lokasi dibersihkan, maka seiring dengan pekerjaan konstruksi
jalan perlu melakukan revegetasi di daerah rawan longsor dan erosi
yang sesuai dan seimbang dalam rangka mencegah atau mengurangi
longsor dan erosi.
(5) Apabila lokasi jalan di daerah hutan, perkebunan atau pertanian
sudah dibersihkan, maka harus dilakukan upaya pencegahan
terjadinya perambahan hutan dan perambahan perkebunan
(penebangan liar dan pembakaran hutan). Pengelolaannya antara
lain:
- Membuat batas RUMIJA dan RUWASJA yang jelas.
- Memasang papan peringatan, himbauan dan larangan kegiatan
yang dapat mengganggu kelestarian hutan.
Penanganan vegetasi antara lain mengacu pada Pedoman Mitigasi
Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi mengenai Prosedur
Penanganan Vegetasi pada Lampiran 2.
24-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
25-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
26-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
28-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
30-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(1) Penggunaan jenis tiang pancang (bor pile atau pile hummer) yang
tepat dan sesuai dengan kondisi tanah, daya dukung tanah dan
penggunaan lahan setempat untuk mencegah gangguan pada
bangunan lain dan gangguan kenyamanan.
(2) Apabila terjadi kerusakan pada bagian bangunan atau fasilitas umum
akibat pekerjaan pemancangan tiang pancang, maka penanggung
jawab kegiatan harus memberikan kompensasi pada penduduk
terkena proyek (PTP) yang sesuai.
c) Terganggunya lalu lintas
Mencegah dan mengurangi terjadinya gangguan lalu lintas karena
pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola dengan
cara:
(1) Pengaturan arus lalu lintas oleh petugas pengatur lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu lalu lintas sementara.
(3) Pengaturan jadwal/waktu pekerjaan.
Prosedur penanganan lalu lintas disajikan pada Lampiran 2.
d) Pencemaran kualitas air sungai
Dalam rangka mengurangi pencemaran kualitas air sungai terutama yaitu
terjadinya kekeruhan dan terganggunya biota air, maka pengelolaannya
antara lain:
- Perlu mempertimbangkan pengalihan aliran air sungai dengan
menggunakan peralatan atau bangunan tanggul sementara, agar air
sungai tidak tercemar oleh material bangunan atau material hasil
galian pondasi yang masuk ke perairan sungai.
1. Di Lokasi Quarry
Sumber material yang diperlukan untuk konstruksi jalan lokasinya dapat berbeda yaitu
quarry di darat, gunung atau bukit dan sungai.
32-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
a. Potensi Dampak
Potensi dampak lingkungan yang dapat terjadi antara lain adalah: pencemaran
udara, meningkatnya kebisingan, terjadinya lubang dan genangan, longsor dan
erosi, sedimentasi, berubahnya bentang lahan, hilangnya vegetasi penutup,
pencemaran kualitas air, terganggunya kehidupan biota air dan terganggunya
kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
b. Pengelolaan Lingkungan pada Pengambilan Material di Lokasi Quarry
Pengelolaan lingkungan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi
dampak pengambilan material di quarry antara lain yaitu :
a) Pemilihan Lokasi Quarry
(1) Memilih lokasi sesuai dengan peruntukan lokasi tambang galian C yang
telah ditetapkan oleh pemerintah setempat (berdasarkan Peraturan
Daerah atau Keputusan Kepala Daerah mengenai Tata Ruang yang
mencantumkan penggunaan lahan untuk kegiatan penambangan galian
C);
(2) Lokasi quarry yang diutamakan yaitu jaraknya relatif dekat dengan lokasi
proyek dan relatif jauh dari permukiman;
(3) Deposit yang terkandung di quarry dapat memenuhi untuk pembangunan
jalan baik volume, jenis maupun kualitas materialnya;
(4) Lokasi quarry bukan merupakan daerah yang tergolong daerah sensitif;
(5) Sesuai dengan asas pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka
bila terdapat 3 ( tiga ) lokasi quarry yaitu di daerah gunung berbukit,
daratan dan sungai, maka perlu memilih quarry berdasarkan
pertimbangan dampak lingkungan yang paling sedikit bila dibandingkan
dengan lokasi lainnya;
(6) Apabila sudah ditetapkan lokasi quarry yang sesuai, maka tata cara
penambangan atau penggalian material harus mengikuti tata cara yang
ditetapkan pemerintah daerah atau Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.
b) Pengelolaan Lingkungan pada Lokasi Quarry Daratan
Bila lokasi terpilih adalah quarry daratan, maka pengelolaan lingkungan harus
mencakup:
(1) Mencegah dan mengurangi sebaran debu dengan cara penyiraman pada
musim kemarau di lokasi penambangan dan area masuk-keluarnya
kendaraan angkutan material;
(2) Mengurangi tingkat kebisingan yang bersumber dari peralatan berat dan
kendaraan angkutan material dengan cara:
- Membatasi muatan sesuai kendaraan angkutan material;
- Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material;
- Pemeliharaan rutin terhadap peralatan dan kendaraan proyek
(3) Pada saat pembukaan lapisan tanah atas (top soil), termasuk tanah
humus, maka humus tersebut harus dipindahkan ke lokasi sekitarnya yang
terlindung dari kerusakan atau tercemar dan terhindar dari erosi;
(4) Melakukan pengambilan material harus sesuai dengan tata cara yang
ditetapkan dan jumlah pengambilan material di quarry harus sesuai
dengan ijin dan kebutuhan pembangunan jalan;
33-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
34-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
35-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(1) Memilih jalur angkutan material yang tidak melalui daerah pemukiman dan
fasilitas umum;
(2) Mengatur jam kerja atau pengangkutan material sesuai jam kerja yaitu jam
07.00 sampai jam 17.00;
(3) Apabila akan dilakukan kegiatan di luar jam kerja, maka kontraktor atau
penanggung jawab perlu berkonsultasi dengan aparat dan masyarakat
setempat;
(4) Pemeliharaan kendaraan angkut material secara berkala.
c) Kerusakan jalan umum yang dilalui kendaraan pengangkut material, dapat
dikelola antara lain:
(1) Membatasi muatan kendaraan/truk pengangkut material sesuai dengan
kapasitas jalan.
(2) Apabila terjadi kerusakan jalan akibat kendaraan proyek maka perlu segera
memperbaiki kondisi jalan yang rusak oleh penanggung jawab
pembangunan jalan.
d) Terganggunya lalu lintas
Dalam rangka mencegah terjadinya gangguan lalu lintas dan kecelakaan lalu
lintas karena kendaraan angkutan material melalui jalan umum dapat dikelola
melalui:
(1) Penyuluhan kepada pengemudi untuk mematuhi peraturan lalu lintas dan
menaati tata tertib yang dikeluarkan oleh manajemen proyek;
(2) Pengaturan arus lalu lintas antara lain dengan cara menugaskan penjaga
pengatur lalu lintas pada lokasi rawan kemacetan dan kecelakaan;
(3) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas pada jarak + 50-100 m sebelum
lokasi proyek dan lokasi quarry.
a. Potensi Dampak
Pengoperasian base camp berpotensi dapat menimbulkan dampak pencemaran
kualitas udara (sebaran debu), meningkatnya kebisingan, terganggunya drainase,
pencemaran kualitas air, pencemaran tanah, menurunnya sanitasi, estetika dan
kamtibmas.
b. Pengelolaan Lingkungan pada Kegiatan di Lokasi Base Camp
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan akibat pengoperasian base camp dapat
dilakukan sebagai berikut:
a) Pencemaran udara (debu)
Mencegah dan mengurangi terjadinya pencemaran udara, antara lain:
(1) Pemasangan alat pengumpul debu (dust collector) pada pengoperasian
AMP untuk mencegah dan mengurangi penyebaran partikel debu ke
lingkungan;
(2) Melakukan penyiraman lokasi base camp terutama pada jalan masuk dan
keluar kendaraan dan peralatan proyek;
(3) Membatasi ketinggian penumpukan material (pasir) dan penutupan
(dengan terpal) untuk mencegah sebaran debu oleh angin.
b) Meningkatkan kebisingan
36-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
37-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
(2) Menugaskan petugas pengatur lalu lintas pada lokasi masuk atau keluar
kendaraan atau peralatan dari atau ke base camp;
(3) Melakukan penyuluhan pada petugas/operator peralatan berat dan
kendaraan proyek dalam hal ketertiban lalu lintas di sekitar base camp dan
lokasi proyek.
f) Kondisi kamtibmas
Menjaga kondisi kamtibmas di lingkungan base camp dan lingkungan
masyarakat antara lain dengan cara:
(1) Melibatkan penduduk setempat dalam kegiatan yang sesuai pada
pengoperasian base camp;
(2) Turut serta dalam kegiatan sosial yang dilakukan oleh penduduk setempat
antara lain peringatan hari besar dan kegiatan sosial lainnya;
(3) Membatasi base camp dengan pagar pembatas, menggunakan ocia dan
ketinggian pembatas yang memadai untuk mengurangi sebaran debu,
kebisingan dan sebagai pengaman.
Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas
jalan. Pengoperasian jalan perlu diusahakan agar sesuai dengan kemampuan
kapasitas jalan sehingga dapat melayani lalu lintas dengan baik dan menjamin
keselamatan pengguna jalan.
a. Potensi Dampak
Potensi dampak pengoperasian jalan adalah pencemaran udara, meningkatnya
kebisingan, timbulnya getaran, potensi genangan air, kecelakaan atau kemacetan
lalu lintas dan berubahnya penggunaan lahan di RUMIJA atau RUWASJA.
b. Pengelolaan Lingkungan pada Pengoperasian Jalan
Pengelolaan lingkungan yang perlu dilakukan dalam rangka mengurangi dampak
lingkungan antara lain:
a) Pencemaran kualitas udara (Nox, CO, SO2, debu/patikulat)
Mengurangi pencemaran udara dengan cara memelihara tanaman yang sudah
ditanam pada kegiatan penghijauan dan pertamanan dan bila perlu menambah
tanaman sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kondisi lalu lintas. Jenis
yang ditanam dan dipelihara mempunyai fungsi ekologis, estetis dan
kenyamanan (peneduh). Sebagai acuan pemilihan tanaman untuk mengurangi
pencemaran udara antara lain adalah penerapan Pedoman Pemilihan Tanaman
Untuk Mengurangi Polusi Udara (Nox, CO, SO2) Nomor 011/T/BM/1999 dan
menerapkan Tata Cara Pemeliharaan Tanaman Lansekap Jalan nomor
009/T/Bt/1995.
b) Meningkatnya kebisingan
Mengurangi tingkat kebisingan di antaranya memanfaatkan tanaman tepi jalan
sebagai penyerap kebisingan dan bila perlu pada lokasi jalan yang berdekatan
dengan fasilitas umum (sekolah, rumah ibadah, rumah sakit, pasar, dan lain-
38-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
39-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
40-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
41-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
43-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
c. Di lokasi Base
camp a. Pencemaran udara a. Perawatan peralatan, pemasangan
1. Pengoperasian (debu/partikel, dust collector, penyiraman berkala,
base camp SO2, NO2, CO, membatasi ketinggian tumpukan
(barak pekerja, HC) material, uji emisi kendaraan
kantor, stockpile, b. Meningkatnya b. Perawatan peralatan, menyimpan
bengkel, gudang, kebisingan genset pada tempat kedap suara
stone crusher dan jauh dari pemukiman
dan AMP)
44-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
C. Tahap
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan a. Pencemaran udara a. Pemeliharaan tanaman di jalur
Jalan (debu, partikel, tanaman (penghijauan di median,
1. Pengoperasian SO2, NO2, CO, HC) pulau jalan dan teoi jalan)
jalan b. Meningkatnya b. Pemeliharaan tanaman di jalur
kebisingan tanaman dan pembuatan noise
barrier (pada lokasi tertentu/
fasilitas umum, tempat ibadah,
rumah sakit, sekolah)
c. Meningkatnya c. Pembuatan dan perawatan
getaran parit/saluran tepi
d. Kecelakaan lalu d. Pengaturan lalu lintas, pemasangan
lintas rambu lalu lintas yang tepat,
penertiban pedagang kaki lima
45-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Daerah sensitif terdiri dari kawasan lindung dan kawasan/areal tertentu yang memiliki
fungsi atau karakteristik lingkungan dan sosial-budaya khas, yang sangat potensial
mengalami dampak negatif penting akibat pembangunan jalan.
Daerah sensitif dikelompokkan dalam tujuh kategori, yang didasarkan atas
pertimbangan kesamaan karakteristik biogeofisik dan sosialnya, atau
kesamaan/kekhasan tujuan perlindungan/pengelolaan lingkungannya yaitu:
- Kawasan Hutan
- Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan,
- Kawasan Rawan Bencana Alam
- Kawasan Cagar Budaya
- Daerah Komunitas Rentan
- Kawasan Komersial, Permukiman dan Lahan Produktif
- Kawasan Khusus
1. Persebaran daerah sensitif
a) Lokasi tiap jenis daerah sensitif di tiap provinsi dapat dilihat pada contoh Peta
Daerah Sensitif yang dibuat/dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Bina
Marga.
b) Informasi mengenai peta daerah sensitif tersebut dapat diperoleh dari Sub
Direktorat Teknik Lingkungan, Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Bina
Marga, atau melalui internet (www.pu.go.id).
c) Informasi yang lebih rinci dapat diperoleh dari instansi pengelola atau yang
berkaitan dengan pengelolaan daerah sensitif yang bersangkutan baik di
tingkat pusat maupun provinsi dan kabupaten/kota.
2. Ketentuan umum tentang pembangunan jalan di daerah sensitif
46-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
48-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
49-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
50-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
51-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Arahan Pengelolaan
Sumber dampak Potensi Dampak
Lingkungan
• Meningkatnya dan memperkuat aspek
pembukaan dan pengawasan dan penegakan
penebangan liar hukum (termasuk hukum adat)
• Perpindahan/migrasi terhadap perlindungan dan
satwa liar serta pengelolaan lahan gambut dan
perburuan satwa liar rantai perdagangan illegal
• Perubahan peruntukan logging
lahan tidak sesuai • Koordinasi dengan instansi
dengan RTRW terkait untuk melakukan
pemantauan dan pengawasan
secara periodik diikuti
penertiban, penegakan hukum
atas penggunaan lahan di
sekitar kawasan yang tidak
sesuai RTRW
52-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
54-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
55-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
C. Tahap
Pengoperasian
dan pemeliharaan
jalan
• Pengoperasian jalan • Gangguan fungsi • Koordinasi dengan instansi
kawasan terkait untuk memperbaharui
• Perubahan aliran air Perda untuk melindungi
permukaan kawasan danau/waduk
• Koordinasi dengan instansi
terkait untuk melakukan
pengendalian dan penertiban
penggunaan lahan di kawasan
sekitar danau
• Koordinasi dengan instansi
terkait untuk pengaturan
zonasi pemanfaatan ruang
yang sangat strategis dalam
mengendalikan masuknya
polutan ke perairan danau
56-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
• Mempertahankan vegetasi
alami di daerah resapan
• Revegetasi (penanaman
kembali), di kiri kanan jalan di
sepanjang kawasan resapan
C. Tahap
Pengoperasian
dan
pemeliharaan
jalan
• Pengoperasian jalan • Perubahan peruntukan • Koordinasi dengan instansi
lahan terkait untuk melakukan
• Meningkatnya run off pengendalian dan penertiban
• Banjir di daerah hilir penggunaan lahan di daerah
dan terjadi kekeringan kawasan resapan air
terutama musim • Mengevaluasi dan memelihara
kemarau sumur resapan atau
bendung/situ, apakah sumur
resapan atau bendung/ situ
berfungsi atau tidak agar air
larian tidak langsung masuk ke
sungai
• Koordinasi dengan instansi
terkait untuk meningkatkan
dan memperkuat aspek
pengawasan dan penegakan
hukum terhadap perlindungan
daerah kawasan resapan air
59-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
61-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
62-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Mengidentifikasi diri sendiri dan diidentifikasi oleh lainnya sebagai kelompok yang
berbeda budaya,
Memiliki bahasa asli yang berbeda dari bahasa nasional,
Adanya lembaga sosial, ekonomi, dan budaya secara adat,
Produksi terutama untuk kebutuhan sendiri (subsisten).
Dari sisi pandang kondisi keterbatasan aksesibilitasnya, komunitas adat ini secara legal
disebut komunitas adat terpencil yang mencakup 7 (tujuh) kriteria:
Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen,
Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan,
Pada umumnya menetap dan bergerak di daerah yang terpencil secara geografis
dan relatif sulit dijangkau,
Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten,
Peralatan teknologinya sederhana,
Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumberdaya alam setempat relatif
tinggi,
Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik
Komunitas adat terpencil dikelompokkan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
Kategori kelana, belum ada kontak (interaksi) dengan dunia luar dari komunitas
mereka, komunitas yang hanya dapat diketahui oleh kelompok/etnis mereka
sendiri.
Kategori menetap sementara, sudah ada kontak (interaksi) dengan dunia luar dari
komunitas mereka, mulai mengenal sistem bercocok tanam.
Kategori menetap, sudah ada interaksi dengan dunia luar dari komunitas mereka
mulai melemahnya peran tokoh adat dalam kehidupan masyarakat.
Ciri-ciri fakir miskin (FM) mencakup 8 (delapan) kriteria, yaitu:
Penghasilan rendah, atau berada dibawah garis sangat miskin,1)
Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/beras
untuk orang miskin/santunan sosial),
Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun (hanya
mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun),
Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga sakit,
Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya,
Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk
membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat
miskin,
Tinggal di rumah yang tidak layak huni,
Sulit memperoleh air bersih.
Tujuan perlindungan kelompok fakir miskin adalah mencegah peniadaan akses
pengembangan harga diri (pendidikan, ketrampilan, kesehatan, sarana usaha
ekonomi, dan modal) sebagai prasyarat untuk mandiri dalam pemenuhan kebutuhan
dasar manusia.
Catatan: 1): a) yang dimaksud batas garis sangat miskin adalah tingkat pengeluaran/orang/hari
berdasarkan standar BPS di wilayah provinsi atau kabupaten/kota,
b) ukurannya bahwa orang tersebut tidak mampu memenuhi kecukupan konsumsi
makanan setara dengan 1800 kalori/hari.
2) Jika 3 (tiga) kriteria tersebut diatas terpenuhi, sudah dapat dikategorikan sebagai
keluarga fakir miskin.
63-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
64-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
65-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
66-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
Pengelolaan sisa Gangguan kesehatan quarry, borrow area dan
material pekerjaan masyarakat disposal area tidak boleh
konstruksi Kerusakan jalan berada dan/atau berbatasan
eksisting langsung dengan kawasan
Getaran/kerusakan komersial/permukiman
bangunan 4) Batas areal kerja harus
Rawan kecelakaan berada di dalam batas koridor
Keresahan masyarakat rumija, dalam hal arahan butir
Konflik sosial ini tidak dapat dilaksanakan,
maka pemrakarsa jalan wajib
meminta ijin pemilik lahan
dan semua implikasi berkaitan
dengan penggunaan lahan
tersebut menjadi
tanggungjawab pemrakarsa
jalan.
5) Kegiatan transportasi material
harus dilaksanakan dengan
truck berpenutup terpal dan
kondisi roda yang bebas dari
ceceran tanah.
6) Pemasangan penahan
kebisingan sementara untuk
mengurangi intensitas
kebisingan di areal kerja.
7) Material timbunan harus
bebas dari unsur logam berat
dan/atau bahan beracun
berbahaya (B3)
8) Perlindungan fisik dan fungsi
jaringan utilitas/prasarana
umum dari kerusakan akibat
pekerjaan.
9) Penggunaan peralatan
pemancangan yang dapat
meminimalisasi getaran, serta
pemberian kompensasi
terhadap kerusakan
bangunan.
10) Penerapan klausul-klausul
spesifikasi khusus lingkungan
yang relevan untuk
penanganan dampak pada
pelaksanaan konstruksi
C. Tahap
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan
Jalan
67-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
Pengoperasian jalan Pencemaran udara 1) Penegakan tertib
(debu/partikulat, CO, pemanfaatan jalan, melalui
NO2, SO2, HC, Pb) pengawasan dan penindakan
Meningkatnya hukum terhadap pemanfaatan
kebisingan rumija yang tidak sesuai
Timbulnya getaran dengan tertib pemanfaatan
Terganggunya jalan, dengan merujuk pada
kenyamanan Manual Tertib Pemanfaatan
Menurunnya kesehatan Jalan No.004/T/BNKT/902)
2) Sinkronisasi/paduserasi
perencanaan jaringan jalan
dengan pembatasan akses ke
ruas jalan di kawasan
komersial, untuk menjamin
dan mempertahankan kinerja
dan kapasitas jalan, sesuai
dengan fungsi jalan yang
bersangkutan.
3) Penambahan prasarana
keselamatan lalulintas (road
safety), seperti rambu,
marka, dan/atau lampu
lalulintas pada kawasan yang
diidentifikasi rawan
kecelakaan.
68-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
69-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
70-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
71-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
No.06/BM/05
• Perencanaan Median Jalan No.Pd.T/17-2004-B
4. Trotoar • Perencanaan Trotoar No.007/T/BNKT/90
• Perencanaan Fasilitas Pejalan kaki di Kawasan
Perkotaan No.011/T/BM/1995
• Pedoman Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki
Pada jalan Umum No. 032/T/BM/1999
5. Penahan kebisingan • Perencanaan Teknis Bangunan Peredam Bising
No. 036/T/BM/1999
6. Pondasi borepile • Kriteria Perencanaan Survey dan Design
Jembatan 1993
7. Lansekap jalan • Perencanaan Teknik Lansekap Jalan
No.033/T/BM/ 96
• Perencanaan Tanaman Lansekap Jalan
Perkotaan No.03/T/BNKT/92
• Lansekap Jalan No.08/M/BNKT/91
• Tanaman Lansekap Jalan No. 09/S/BNKT/1991
8. Lampu penerangan jalan • Lampu Penerangan jalan Perkotaan
No.012/T/BNKT/91
Catatan: Beberapa rujukan pada Tabel 9. Di atas dalam waktu dekat akan direvisi
72-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
73-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
76-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.3.24 Tahap
Konstruksi
Pekerjaan
Jalan
Pembersihan lahan
Kecelakaan lalu lintas 1) Pemrakarsa kegiatan
Pekerjaan tanah
Terganggunya pembangunan jalan baru harus
Pekerjaan drainase
kelancaran lalu lintas memberitahukan kepada
Pekerjaan badan
Rusak/terganggunya Direktorat Jenderal
jalan
utilitas KA/utilitas jalan Perkeretaapian dan PT Kereta
Pekerjaan jembatan
Api Indonesia (KAI) melalui
77-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
78-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5.3.25 Tahap
Pengoperasi
1) Penambahan rambu-rambu
an dan
jalan dan/atau bangunan
Pemelihara
pelengkap jalan lainnya di
an Jalan
sekitar perlintasan tak
sebidang untuk meningkatkan
keselamatan jalan (road
safety)
2) Kolaborasi antara
penyelenggara jalan dengan
PT. Kereta Api Indonesia (KAI)
untuk menempatkan petugas
PT. Kereta Api Indonesia (KAI)
sebagai pengatur lalu lintas di
sekitar perlintasan tak
sebidang untuk mengurangi
kemacetan serta meningkatkan
keselamatan jalan (road
safety)
79-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
80-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
kebisingan langkah-langkah sebagai
Timbulnya getaran berikut:
Terganggunya lalu • pemasangan dan/atau
lintas penambahan penahan
Terganggunya kebisingan permanen di
kenyamanan sepanjang kawasan rumah
Menurunnya Kesehatan sakit
• memperbanyak penanaman
jenis vegetasi yang mampu
mereduksi emisi gas buang
kendaraan, sekaligus
berfungsi mereduksi
kebisingan.
2) Apabila intensitas kecelakaan
masih tinggi maka
penyelenggara jalan disarankan
melakukan pemasangan
dan/atau penambahan fasiltas
keselamatan jalan, antara lain:
rambu lalu lintas; lampu lalu
lintas; marka jalan; zebra cross
atau jembatan penyeberangan
orang
D. Kawasan Sekolah
Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
5.3.29 Tahap Pra-
konstruksi
Pembersihan lahan Pencemaran 1) Pelaksanaan konstruksi jalan di
Pekerjaan tanah udara(debu, sekitar kawasan sekolah
Pengangkutan partikulat, CO, NO2, sebaiknya dilaksanakan di luar
material bangunan SO2, HC, Pb) jam kegiatan belajar mengajar
Pekerjaan drainase Meningkatnya dan/atau pada malam hari,
Pekerjaan badan kebisingan khusunya untuk pelaksanaan
jalan Timbulnya getaran item pekerjaan yang sangat
Pekerjaan jembatan Terganggunya lalu berpotensi menimbulkan
Pengelolaan lintas kebisingan dan pencemaran
material sisa Terganggunya udara seperti: pekerjaan tanah
pekerjaan konstruksi kenyamanan dan pekerjaan struktur
Menurunnya Kesehatan perkerasan.
2) Seluruh butir-butir teknik
penanganan dampak
pembangunan jalan di kawasan
rumah sakit pada tahap
konstruksi, dapat diaplikasikan
sepenuhnya untuk penanganan
81-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
6. PELAKSANA
Kegiatan pembangunan jalan diselenggarakan oleh instansi atau unit kerja pemerintah
di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota, yang bertindak selaku pemrakarsa atau
pengelola kegiatan pembangunan jalan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
kegiatan pembangunan jalan pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemrakarsa
kegiatan tersebut.
Sesuai dengan sistem pembagian tugas dalam pembangunan jalan, maka pemrakarsa
kegiatan pembangunan jalan ini adalah:
82-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Bappeda di tingkat provinsi, kabupaten dan kota antara lain mempunyai tugas
melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah antara
lain:
Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor (termasuk
kegiatan kebinamargaan);
Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah provinsi, kabupaten dan kota;
Melakukan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi, kabupaten dan
kota;
Melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
wilayah.
Institusi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau swasta baik di tingkat pusat
maupun daerah, yang terkait dengan kegiatan pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup pembangunan bidang jalan, di antaranya:
Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor Pertanahan Provinsi atau
Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah;
Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Provinsi atau Kabupaten/Kota,
dalam kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan
langsung dengan kawasan hutan;
Departemen Perhubungan atau Dinas Perhubungan Provinsi atau Kabupaten/Kota,
dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah perlintasan
antara jalan dengan jalur kereta api;
Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan
jalan yang melewati lokasi cagar budaya;
Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten dan
Kota dalam kaitannya dengan pembangunan jalan;
Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam
kaitannya dengan pembangunan jalan di kawasan Rumah Sakit;
Departemen Sosial dan/atau Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam
kaitannya dengan masalah dampak ocial yang mungkin timbul terhadap
masyarakat adat, dampak kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk;
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral kaitannya dengan perlintasan jalan
dengan instalasi jaringan migas dan jaringan listrik;
Departemen Pertanian kaitannya dengan tumpang tindih penggunaan lahan dan
infrastruktur pertanian dengan jalan dan lain-lain;
Pengelola utilitas yaitu pengelola jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, jaringan
air bersih dan/atau air minum, jaringan gas dan lain-lain.
7.1 Pembiayaan
84-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
85-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
b. Biaya Perjalanan
Komponen biaya perjalanan bagi tenaga ahli dan petugas mencakup biaya untuk
melakukan survai dan pengamatan kondisi lingkungan hidup yang dikelola, dan
melakukan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait di lokasi kegiatan.
c. Biaya Penanganan Dampak
Komponen biaya penanganan dampak ditentukan oleh jenis dampak yang
ditangani dan metode penanganannya, meliputi pemasangan bangunan/struktur
pengendali dampak, perbaikan prasarana umum atau kondisi lingkungan hidup
yang rusak, serta pengadaan bahan dan peralatan untuk mengendalikan dampak
lingkungan hidup.
d. Biaya Konsultasi dan Koordinasi
Komponen biaya konsultasi dengan masyarakat dan koordinasi dengan instansi/
institusi terkait dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan, mencakup biaya rapat konsultasi, dan sebagainya.
e. Biaya Penyusunan Laporan
Komponen biaya penyusunan laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan meliputi biaya penggandaan, penjilidan dan penyampaian laporan
kepada para pihak yang terkait.
Pembangunan jalan dilaksanakan oleh beberapa unit kerja pada berbagai tingkat
instansi pemerintahan, baik tingkat pusat, provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.
86-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Untuk mencapai sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang efektif dan efisien, maka
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan diperlukan koordinasi
yang baik antar instansi yang terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang
pembangunan jalan.
Instansi-instansi pemerintah dan swasta yang perlu dikoordinasi adalah yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan pembangunan jalan yaitu antara lain
BAPPEDA, BAPEDALDA/Dinas Lingkungan Hidup, BPN, Dinas Kehutanan, Dinas
Perhubungan, Dinas Sosial, Instansi Pengelola Utilitas (PT. PLN Persero, PT. Telkom,
PDAM, PT. Pertamina Persero), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat dan
stakeholder lainnya.
Masyarakat yang dimaksud adalah baik perorangan maupun kelompok/organisasi
masyarakat yang berkepentingan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
serta organisasi yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup, pengendalian
kerusakan lingkungan hidup atau pencemaran lingkungan hidup. Termasuk dalam
kelompok masyarakat ini adalah masyarakat yang terkena dampak kegiatan, lembaga
swadaya masyarakat, tokoh dan pemuka masyarakat, serta masyarakat pemerhati
lingkungan.
Peran masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini,
antara lain:
1) Memberi masukan, tanggapan dan perbaikan terhadap rencana kegiatan
pembangunan jalan.
2) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan.
3) Mengawasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dalam upaya
mengendalikan dampak lingkungan hidup.
4) Turut serta dalam pengendalian lingkungan termasuk sosial ekonomi budaya.
Dokumen lelang dan dokumen kontrak yang disiapkan oleh Pemrakarsa atau
Pengelola Kegiatan harus sudah mencantumkan ketentuan yang jelas dan rinci
tentang pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh kontraktor
pelaksana, sesuai dengan hasil desain teknis yang telah menerapkan atau
menjabarkan aspek lingkungan yang tercantum dalam dokumen RKL-RPL atau UKL-
UPL.
Ketentuan tersebut harus menyatakan perintah atau instruksi kegiatan yang harus
dilakukan oleh kontraktor pelaksana dengan aturan yang jelas agar tidak terjadi salah
pengertian dan terdokumentasi dengan baik.
87-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
9. PENUTUP
88-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
89-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Gambar 9.1
Bagan Peran Unit/Penanggung Jawab/Pimpinan Proyek dalam
Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan
Unit/Penanggung Unit/Penanggung
Unit/Penanggung
Jawab/Pemimpin Jawab/Pemimpin
Jawab/Pemimpin
Proyek Pengadaan Proyek Pemeliharaan
Proyek Konstruksi
Tanah dan Rehabilitasi
Pengadaan
Tanah
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Laporan Pelaksanaan
Pelaksanaan Pekerjaan
Pengadaan Konstruksi
Tanah, termasuk
termasuk Pengelolaan
Laporan Lingkungan
Pelaksanaan Hidup
Pengelolaan
dan
Pemantauan Pemanfaatan,
Lingkungan Pemeliharaan,
Hidup Laporan Rehabilitasi
Pelaksanaan termasuk
Pekerjaan Pengelolaan
Konstruksi Lingkungan
termasuk Hidup
Laporan
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan Laporan
Hidup Pelaksanaan
Pemeliharaan
dan
Rehabilitasi
termasuk
Laporan
Evaluasi kualitas lingkungan hidup Pelaksaaan
Pengelolaan
pasca proyek dan
Pemantauan
Lingkungan
Hidup
90-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
Lampiran 1
Contoh Klausul-Klausul Spesifikasi Pekerjaan Jalan yang Terkait dengan Penanganan Dampak Lingkungan
2) Semua kendaraan dan mesin-mesin harus menghasilkan gas buang yang 2) - Simpanlah catatatn tertulis dari pengecekan termasuk identifikasi
cocok dengan standar mutu udara yang ada kendaraan dan mesin, tanggal dan hasil inspeksi serta rekomendasi untuk
peningkatana. Berikan kopi laporan regular tersebut kepada Direksi
Pekerjaan
- Staff kontraktor dan sub kontraktor akan dibiasakan dengan aturan asap
10 detik dan semua staff dan sub kontraktor disarankan bahwa
kendaraan dan mesin di lapangan harus memenuhi aturan tersebut
- Sebelum masing-masing item kendaraan dan mesin memulai pekerjaan,
akan dilakukan test aturan asap 10 detik dari tiap-tiap item dan hasilnya
akan dicatat
- Direksi Pekerjaan akan diberi hasil test secara tertulis
- Pastikan bahwa semua sub kontraktor memahami akan persyaratan
terkait dengan kebisingan dan pengeluaran emisi kendaraan
- Gunakan kendaraan yang terpelihara dengan baik dan peralatan yang
menghasilkan emisi gas buang dan kebisingan standar
3) Operasi dan pemeliharaan semua kendaraan dan mesin-mesin harus 3) - Lokasi bengkel, tempat pengisian bahan bakar dan tempat pencucian
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pabrik pembuatnya dan tidak kendaraan atau mesin harus dilapis aspal dan dilengkapi drainase
mencemari air dan tanah ketempat penampungan bahan cemaran termasuk drainase ketempat
penyimpanan bahan cair
- Tumpahan minyak, aspal atau bahan pencemar lain dalam jumlah besar
harus segera dibersihkan
- Bahan-bahan berbahaya termasuk aspal, minyak atau oli harus disimpan
dalam tangki dengan lantai beton dan berdinding tembok
- Pastikan bahwa setiap pemeliharaan kendaraan dilakukan di atas
permukaan yang keras dengan daerah yang ditanggul sehingga tumpahan
oli dapat mudah dibersihkan serta tidak akan terjadi kontaminasi terhadap
air permukaan dan air tanah
- Semua operator dan mesin akan dibuat peduli pada spesifikasi pabrik
untuk operasi dan pemeliharaan
2
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
5) Kecuali diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan, maka semua kegiatan 5) - Membuat database tentang keterampilan setempat guna merekam
pekerjaan harus dilaksanakan bukan pada malam hari informasi tentang keterampilan yang cocok yang tersedia dalam jumlah
penduduk setempat serta mengikut sertakan orang-orang benar-benar
terampil bila cocok
- Pengadaan tenaga kerja local dikoordinasikan dengan tokoh masyarakat
(formal dan informal) di sekitar lokasi proyek
- Dilakukan sosialisasi rencana proyek, mencakup kriteria tenaga kerja yang
dibutuhkan, jumlah tenaga kerja, jenis-jenis kegiatan yang akan
dilaksanakan serta dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul
dengan melibatkan unsure pemerintah, warga terkena proyek, tokoh
masyarakat, LSM atau masyarakat pemerhati lingkungan
- Dilakukan pelatihan dan penanganan kepada tenaga kerja local yang
dapat dilibatkan
- Dilakukan musyawarah apabila terjadi konflik antara pekerja dan
masyarakat dikarenakan proyek
6) Dalam pengadaan tenaga kerja dengan kemampuan dan keahlian sesuai 6), 7), 8) dan 9) Mengacu pada penanganan dampak pengambilan di quarry
dengan yang diperlukan maka prioritas harus diberikan kepada pekerja a) Manakala sebuah quarry baru dibangun untuk melayani proyek, persyaratan
setempat dari pasal 1.17.2 (6) akan berlaku. Bila tempat baru untuk quarry
dibangun, sediakan rekaman documenter tentang proses pemilihan tempat
untuk menunjukkan kesesuaiannya dengan pasal tersebut. Dalam hal ini
dapat termasuk suatu daftar simak (cek list) dalam format berikut
b) - Sediakan bukti bahwa penggalian quarry perlu untuk proyek ini. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan keluaran dari kalkulasi dari pekerjaan
tanah yang menunjukkan suatu deficit material timbunan. Sebagai
tambahan, dapat ditunjukkan/diperagakan bahwa material yang sesuai
untuk beberapa kategori material pembuat jalan hanya tersedian dari
quarry itu.
- Sediakan dokumen dan bukti foto bahwa lereng quarry telah dikelola
sesuai dengan pasal 1.17.2 (8)
3
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
7) Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di 7) Kontaktor tidak boleh membuka quarry dan areal penambangan baru tanpa
bawah ini harus diperhatikan: izin tertulis. Izin ini hanya diberikan bila kontraktor telah menunjukkan
a) Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah kepada Direksi Pekerjaan, dimana quarry dan areal penambangan dibatasi
dibuka bilamana jumlah mutunya memenuhi untuk kebutuhan suplai material.
b) Lokasi sumber bahan harus dipilih harus memberikan rasio tertinggi
antara kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas)
dan kehilangan sumber daya negara
c) Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan,
yang sangat mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curan
lebih disarankan
d) Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital
harus dihindari, seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat
lainnya maupun daerah-daerah penghasil bahan makanan dan hutan
lindung untuk burung dan hewan lainnya
e) Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi
pemilihan lokasi sumber bahan di dasar sungai. Meskipun pemilihan
lokasi sumber bahan di luar dasar sungan tidak memungkinkan,
sumber bahan yang terletak di sungai atau saluran kecil tetap tidak
boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber bahan di
petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai
tetapi tidak dialiri air pada kondisi air normal.
8) Penggalian di daerah sumber bahan hanya dilaksanakan untuk 8) - Sebelum memulai pengoperasian quarry dan areal penambangan,
pemasokan bahan kebutuhan proyek kontraktor harus merumuskan Rencanan Pengelolaan Rehabilitasi dan
Penanaman Kembali Areal Penambangan dan Quarry. Rencana harus
mencantukan kesanggupan untuk pemeliharaan penanaman kembali
selama 2 tahun setelah penanaman.
- Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan system drainase
sebagaimana juga disyaratkan dalam pasal 3.1.1(12).(d) dari spesifikasi ini,
permukaan tersebut harus dilengkapi sesuai dengan Rencana Pengelolaan
Rehabilitasi dan Penanaman Kembali dengan lapisan rumput dan ditanami
dengan semak maupun pohon. Pemeliharaan tanaman ini diperlukan
4
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
9) Bilamana sumber bahan terletak di daerah bergunung atau berbukit, 9) a) Mulailah rehabilitasi lokasi sumber bahan (quarry) sesegara mungkin dan
atau bilamanan kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, lakukan bersama-sama dengan pengambilan material quarry. Buat dan
maka bertangga harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber bahan yang pelihara dokumen dan rekaman foto untuk menunjukkan kesesuaian
telah dibentuk kembali harus mempunyai kelandaian yang tidak kurang dengan persyaratan ini. Bukti dokumentasi dapat dalam format berikut.
dari nilai rata-rata 1,3. Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan
pembaharuan system drainase sebagaimana juga disyaratkan dalam Kegiatan Kegiatan
Tanggal Foto
pasal 3.1.1 (12).(d) dari Spesifikasi ini, permukaan tersebut harus Penggalian Quarry Rehabilitasi
dilengkapi dengan lapisan rumput dan ditanami dengan semak maupun
pohon. Pemeliharaan tanaman ini diperlukan dalam 2 tahun pertama
setelah penanaman
b) Bilamana bahan diambil dari sumber pasokan pihak ketiga atau pihak luar,
kontraktor harus menyediakan bukti dokumen untuk Direksi Pekerjaan
yang menunjukkan bahwa sumber bahan dan areal galian telah disediakan
dan dioperasikan sesuai dengan semua persyaratan ijin dan standar
lingkungan
c) - Pengupasan lapisan atas/Top Soil dilakukan sampai dengan batas
lapisan akar rumput/humus
- Dilakukan penempatan sementara dan pemeliharaan (penyimpanan)
Top Soil
- Pemanfaatan Top Soil untuk penanaman/penutupan permukaan tanah
di jalur hijau dan lereng hasil timbunan/pemotongan
10) Pembentukan kembali lokasi sumber bahan dilaksanakan dengan 10) - Melengkapi perijinan dari instasi yang berwenang memberikan ijin untuk
kriteria berikut: melakukan penebangan pohon atau ijin kepada pemilik tanaman/pohon
a) Kegiatan rehabilitasi harus dimulai sesegera mungkin setelah yang akan ditebang atau dibongkar, seperti dari Diana Kehutanan dan
pekerjaan selesai dan kegiatan ini harus dilaksanakan bersama- Dinas Pertamanan
sama dengan pengambilan bahan galian berikutnya. - Pastikan bahwa luasnya pembersihan dibatasi secara ketat pada apa
b) Galian di lokasi sumber bahan harus ditimbun kembali dengan yang diperlukan untuk pekerjaan jalan dan pekerjaan tambahan. Hal ini
menggunakan bahan yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan dapat dijelaskan kepada pekerja lapangan dan sub-kontraktor dengan
sebagaimana yang diuraikan dalam seksi 1.16 dari Spesifikasi ini dan meyakinkan bahwa luas pembersihan ditandai denan jelas di lapangan.
bahan galian tidak dapat digunakan untuk bahan konstruksi. Hal in dapat dilakukan dengan pita tanda atau pasak/patok survai yang
dicat atau keduanya. Pastikan bahwa semua pekerja
c) Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan dengan memanfaatkan kembali - Pastikan bahwa area yang diberi tanda sebagai hak milik tetap tidak
bahan humus yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan dan digunakan sebagai lokasi parkir kendaraan dan mesin-mesin atau untuk
pembongkaran pada lapis permukaan tanah asli (kira-kira setebal 50 lokasi penumpukan atau tempat sampah
5
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
11) Kegiatan pembersihan dan pembongkaran hanya dilaksanakan di daerah 11) - Lakukan regenerasi (penanaman kembali) area yang dibersihkan
yang benar-benar diperlukan untuk Pekerjaan sesegera mungkin begitu kegiatan konstruksi mengijinkan. Begitu
regenerasi telah diakukan pada area yang dibersihkan, harus segera
diberi tanda yang jelas sehingga tidak ada kendaraan atau mesin-mesin
memasuki area regenerasi tersebut.
Peliharalah dokumen dan rekaman foto tentang kegiatan-kegiatan
regenerasi tersebut
- Sebelum memulai pembersihan/pembukaan hutan, area yang cocok
penanaman kembali guna menggantikan tumbuh-tumbuhan yang hilang
karena pembukaan hutan/pembersihan akan diidentifikasi
- Kepemilikan lahan akan ditentukan dan dilakukan hubungan/kerjasama
dengan pemilik lahan atau otoritas manajemen lahan untuk memperoleh
persetujuan bagi penanaman kembali vegetasi yang diusulkan
- Rencana dan jadwal untuk persiapan lokasi dan penanaman kembali
vegetasi akan dikembangkan dalam konsultasi dengan staff dinas
Kehutanan dan Sub-Direktorat Lingkungan Bina Marga
- Akan diperoleh persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan
- Area yang teridentifikasi akan ditandai dengan jelas untuk memastikan
dilindungi terhadap gangguan atau pelanggaran selama pembukaan
hutan atau pelaksanaan konstruksi
- Begitu kegiatan pembukaan hutan diselesaikan, pelaksanaan rencana
akan dimulai
- Setelah penanaman kembali tumbuh-tumbuhan, akan dilakukan
pemeliharaan berkelanjutan sebagaimana disyaratkan oleh rencana
12) Pembabatan tanaman selama kegiatan pembersihan dan pembongkaran 12) Mengacu pada prosedur penanganan vegetasi
harus ditindak-lanjuti dengan penanaman kembali sedemikian hingga
mendekati kondisi sebelum pembabatan
6
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
13) Permukaan yang menghasilkan sejumlah debu di atmosfer akibat 13) - Lakukan penyiraman berkala terhadap permukaan yang menghasilkan
kegiatan pekerjaan harus dibasahi secara teratur sebagaimana juga debu terutama bila hal itu menimbulkan gangguan bagi penduduk atau
7
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
14) Kerusakan dan gangguan terhadap utilitas umum seperti jaringan 14) - 14), 15) dan 16) Mengacu pada penanganan kerusakan/gangguan utilitas
telpon, listrik, gas, pipa air, fasilitas irigasi, pipa minyak, pipa - Sebelum konstruksi, konsultasi akan dilakukan dengan yang berwenang
pembuangan, pipa drainase, dan lain sebagainya, harus dicegah dengan sebagai penyedia utilitas untuk memperoleh informasi tentang
upaya mendapatkan informasi tentang keberadaan lokasi utilitas yang penempatan alat dan memperoleh informasi yang dikontak dalam
ada, terutama utilitas apa yang terletak di bawah permukaan tanah. keadaan darurat jika infrastruktur utilitas rusak akiba oleh
operasional/pelaksanaan konstruksi.
- Koordinasi dengan instansi terkait dan perusahaan bidang utilitas guna
memperoleh informasi keberadaan lokasi utilitas seperti jaringan kabel
telpon, pipa air, fasilitas irigasi, pipa-pipa minyak dan gas, pipa-pipa
pembuangan air kotor, pipa drainase dsb.
- Pastikan bahwa para operator peralatan paham akan kemungkinan
adanya lokasi tempat ditanamnya layanan utilitas serta sangat berhati-
hati sewaktu beroperasi di area tersebut.
15) Kontraktor harus bertanggung jawab atas perlindungan terhadap setiap 15) - Jika ada mesin dari kontraktor atau sub-kontraktor menyebabkan
fasilitas pipa kabel bawah tanah, saluran kabel bawah tanah atau kerusakan terhadap layanan utilitas, mesin tersebut harus secepatnya
jaringan bawah tanah lainnya ataustruktur yang mungkin ditemukan berhenti bekerja dan kerusakan segera dilaporkan kepada Direksi
dan perbaikan atas setiap kerusakan yang diakibatkan operasi Pekerjaan serta pemberi layanan utilitas.
kegiatannya. - Direksi Pekerjaan akan diberi tahu secepat mungkin tentang setiap
keruskan yang terjadi pada prasarana utilitas.
16) Bilamana sumur yang terletak di dekat lokasi pekerjaan yang 16) - Sebelum memulai kegiatan konstruksi pastikan bahwa lokasi mata air
dipengaruhi oleh kegiatan galian dan timbunan, maka sumur pengganti (sumur) dan sumber pemasokan air diidentifikasi dan bahwa para
yang setara harus disediakan, meskipun harus membuat sumur baru, operator mesin-mesin milik benar-benar menyadari/memahami tentang
baik sengan penggalian maupun pengeboran, yang terletak sedekat lokasi mereka serta memahami persyaratan mengenai prosedur
mungkin dengan sumur lama. pengoperasian yang hati-hati di sekitar lokasi tersebut.
- Sumur baru akan diberikan secepat mungkin sesuai jangka waktu yang
disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan pemakai.
- Direksi Pekerjaan akan diberi tahu ketika sumur baru selesai dan mulai
beroperasi.
17) Tumpahan minyak dan polusi bahan buangan yang berasal dari 17) - 17), 18 dan 19) Mengacu ada penanganan limbah
pekerjaan harus dicegah. - Sebelum pembuakaan lokasi konstruksi untuk kendaraan dan peralatan
penambahan bahan baker akan diidentifikasi. Lokasinya akan jauh dari
8
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN
18) Aspal dan minyak pemanas harus disimpan dalam tanki yang terletak 18) Kontraktor harus menjamin bahwa aspal dan minyak pemanas disimpan
diatas lantai beton yang lebih tinggi dari tanah sekitarnya dan dikelilingi dalam tanki yang terletak diatas lantai beton yang lebih tinggi dari tanah
dinding yang cukup tinggi sehingga dapat menghalangi tersebarnya sekitarnya dan dikelilingi dinding yang cukup tinggi, dengan volume yang
cairan yang bocor atau tumpah. cukup berisi cairan sehingga dapat menghalangi tumpahnya cairan.
19) Bahan aspal (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak 19) - Pastikan bahwa limbah dari fasilitas pencucian mobil atau oli bekas tidak
pemanas buangan tidak boleh dituangkan ke dalam saluran air ataupun akan dibuang kedalam saluran air atau jaringan drainase atau tidak
dibuang diatas tanah sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 6.1.1 (7) dituang ke tanah dimana bisa menyebabkan polusi pada air permukaan
(c) dari Sepsifikasi ini. atau air tanah.
- Periksa SIM operator dan dalam pengoperasiannya tidak boleh
menghasilkan endapan dan cemaran seperti minyak di aliran sungai yang
dimanfaatkan di daerah hilirnya.
- Sediakan fasilitas seperti drum kosong untuk menampung oli bekas
kemudian buang ke luar lokasi proyek sesuai dengan peraturan-
peraturan Nasional dan Perda.
- Pastikan bahwa semua pekerja lapangan termasuk operator masin-mesin
kontraktor dan sub-kontraktor benar-benar memahami akan persyaratan
ini.
9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
PRAKATA
Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Pada Tahap Konstruksi ini disusun
untuk memberikan petunjuk dan tata cara pelaksanaan penanganan dampak-dampak
lingkungan hidup yang timbul karena kegiatan pembangunan prasarana jalan dan
jembatan terutama pada tahap konstruksi.
Pedoman ini merupakan salah satu pedoman yang dapat dipakai sebagai acuan dalam
mempersiapkan dokumen lelang dan dokumen kontrak, kegiatan pelaksanaan konstruksi
fisik jalan yang penerapannya harus memperhatikan berbagai peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan hidup dan ketentuan terkait lainnya.
Semoga Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Pada Tahap Konstruksi ini
dapat bermanfaat bagi para pihak yang terlibat dan terkait kegiatan pembangunan jalan
dalm menangani dampak-dampak yang ditimbulkannya dalam rangka ikut mendukung
terwujudnya upaya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Jakarta, 2009
A. Hermato Dardak
i
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
DAFTAR ISI
Prakata ............................................................................................................ i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
PENDAHULUAN ..........................................................................................
ii
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
iii
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
iv
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
v
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
PENDAHULUAN
Untuk menangani berbagai dampak negatif penting yang timbul akibat suatu
pekerjaan konstruksi jalan, diperlukan suatu pedoman pengelolaan lingkungan yang
disusun melalui AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL); atau UKL dan UPL yang dibutuhkan
berdasarkan prosedur penyaringan yang diatur dalam berbagai peraturan
perundangan yang berlaku.
Bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan jalan yang tidak termasuk kategori wajib
AMDAL atau UKL dan UPL, tetap diperlukan upaya mitigasi dampak lingkungan agar
kegiatan pembangunan jalan yang dilakukan tidak sampai menimbulkan kerugian
yang berarti bagi masyarakat.
Berdasarkan hasil Studi yang telah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
juga menunjukkan bahwa 75 % keseluruhan isi dokumen AMDAL pembangunan
jalan yang dibahas oleh komisi AMDAL di tingkat pusat memiliki substansi yang
hampir sama, yang dapat dikelompokkan sebagai pekerjaan dan dampak standar
pekerjaan jalan.
Pelaksanaan mitigasi dampak standar dari pekerjaan jalan pada tahap konstruksi
perlu dilakukan karena adanya kurang sempurnanya disain dari kegiatan
pembangunan jalan, dan masih dijumpainya dampak lingkungan hidup yang terjadi
dalam pelaksanaan, sehingga kegiatan penanganannya tidak masuk dalam analisa
biaya yang diusulkan para pelaksana pekerjaan.
Di samping itu juga masih adanya ketidak pahaman dari para pelaksana baik pihak
pemilik kegiatan (proyek), kontraktor pelaksana, dan konsultan pengawas terhadap
dokumen kontrak yang memuat hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan
penanganan dampak dari pekerjaan jalan yang dilakukan.
Seiring berjalannya waktu Sub Direktorat Teknik Lingkungan, Direktorat Bina Teknik
terus berusaha untuk melakukan penyempurnaan terhadap PMDS yang berisikan
pedoman mitigasi dampak standar pekerjaan pembangunan jalan. Upaya mitigasi
dampak lingkungan pada tahap konstruksi tersebut akan memuat deskripsi kegiatan
pekerjaan jalan dimana kontraktor harus menangani dampak lingkungan standar
yang muncul.
Namun untuk dapat diimplementasikan oleh berbagai pihak baik oleh para perencana
maupun pelaksana kegiatan pembangunan jalan dan jembatan, masih diperlukan
pembaharuan dengan melakukan pemutakhiran terhadap prosedur yang sudah
tersedia.
2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
PROSEDUR
PENANGANAN LALU-LINTAS
I. RUANG LINGKUP
Prosedur penanganan lalu lintas ini adalah prosedur penanganan dampak lingkungan
hidup yang terjadi terhadap sub komponen lalu lintas sebagai akibat dari pekerjaan-
pekerjaan konstruksi fisik jalan pada kegiatan pembangunan jalan tahap konstruksi.
Pekerjaan yang dapat menimbulkan dampak terhadap sub komponen lalu lintas
diantaranya mobilisasi peralatan berat; pembuatan jalan masuk/access road,
pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan, pekerjaan tanah, pekerjaan drainase,
pekerjaan lapis perkerasan, pekerjaan pemancangan tiang pancang, pekerjaan
bangunan atas dan bawah jembatan/jalan layang, pekerjaan pemasangan bangunan
pelengkap, kegiatan peng-angkutan material bangunan dan limbah, serta
pengoperasian base camp.
1-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Jalan Eksisting adalah jalan umum yang sudah ada dan dimanfatkan pengguna
jalan, sebelum kegiatan pembangunan jalan tersebut dimulai.
1. Terjadinya kemacetan lalu lintas, sebagai akibat dari kegiatan mobilisasi dan
demobilisasi peralatan yang berjalan lambat dan memakan lajur jalan yang ada,
pekerjaan pembersihan lahan, pekerjaan tanah, pekerjaan lapis perkerasan,
pekerjaan pemancangan tiang pancang, pekerjaan struktur, pekerjaan
pemasangan bangunan pelengkap, yang memanfaatkan sebagian lajur atau
badan jalan untuk kerja dan penempatan bahan material bangunan, sehingga
2-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
2. Terjadinya kecelakaan lalu lintas, karena kondisi licin dari jalan eksisting karena
adanya lumpur atau ceceran tanah di jalan sebagai akibat dari pekerjaan
pembersihan lahan, pekerjaan pemancangan, pekerjaan tanah dan
pengoperasian kendaraan kerja penumpukan material (stockpile), serta karena
jatuhnya material bangunan atau peralatan kerja ke jalan eksisting di bawahnya
pada pekerjaan bangunan atas jembatan atau jalan layang.
V. PROSEDUR PENANGANAN
• Identifikasi kondisi prasarana jalan yang akan digunakan sebagai jalan kerja.
• Identifikasi kondisi lalu lintas di jalan yang akan digunakan sebagai jalan kerja
3-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
8) Koordinasi ekternal dengan instansi yang terkait dalam penanganan lalu lintas
dan angkutan khususnya DLLAJ dan Polantas Setempat (terkait dalam
pengaturan jalan, pengaturan lalu lintas dan pengamanananya dalam pelaksanan
kegiatan pembangunan jalan).
9) Melaksanakan rencana penangnan lalu lintas dari kegiatan pekerjaan jalan pada
tahap konstruksi.
10) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan lalu lintas dari
pekerjaan jalan pada tahap konstruksi tersebut.
11) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan lalu lintas yang dilaksanakan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun
Tangan.
13) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan adalah :
• Mobilisasi alat-alat berat yang tidak mampu bergerak cepat, perlu dikawal
oleh petugas/ Polantas untuk menghindarkan kemacetan dan kecelakaan lalu
lintas.
• Mengatur batas beban dan muatan sumbu untuk melindungi jalan atau
jembatan yang ada di lingkungan kegiatan pembangunan jalan.
4-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Mengusahakan agar lumpur dari material galian tanah tidak mengotori jalan
khususnya pada musim hujan dengan: pembersihan roda kendaraan
angkutan sebelum masuk ke jalan umum, penempatan kantong-kantong pasir
pada lokasi penempatan sementara sisa galian, dan pembersihan ceceran
tanah di jalan.
• Menjaga agar perkerasan jalan, bahu jalan, dan area Rumaja setiap saat
bebas dari material, puing, atau barang lain yang membahayakan pemakai
jalan dan dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
5-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Pengumpulan data :
o Jadwal rencana kerja dan peta kerja kegiatan pembangunan jalan dan
fasillitas penunjangnya (yang menunjukkan lokasi kegiatan, jalur
transportasi material, quarry area/borrow pit, Base Camp, AMP,
Batching Plant dan daerah sensitif terkena dampak negatif akibat
pekerjaan jalan).
6-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
o Gambar dan jenis rambu lalu lintas dan petugas bendera pengatur lalu
lintas sementara yang digunakan selama kegiatan pekerjaan jalan
serta peta lokasi penempatannya.
Bagan alir prosedur penanganan lalu-lintas disajikan pada Gambar 1.1. dan
Gambar 1.2. berikut :
7-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
MULAI
Pengumpulan data :
1. Identifikasi prasarana jalan rencana jalan kerja
2. Identifikasi lalu lintas di rencana jalan kerja
3. Identifikasi area sensitif
Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait
Persetujuan
Tidak
Koordinasi Dengan
Ya Instansi Terkait
Pelaksanaan
Rencana Penanganangan Lalu Lintas
Tidak
Evaluasi
Ya
SELESAI
8-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Pembatasan Beban
Muatan Kendaraan
Masih terjadi Tidak Jalan Licin karena Tumpukan Pejalan Lubang Kecepatan Jatuhnya
kemacetan Lumpur/ Ceceran Stockpile Kaki galian Kendaraan Material atau
? Tanah alat ke jalan
yang ada
Ya
Masih kerjadi Tidak
Pengaluhan rute dan atau kerusakan jalan
pengaturan Pemagaran/Pemberian ?
tanda pada tumpukan Pemagaran dan atau Pemasangan Jaring
Stockpile dan atau Penutupan lubang galian Pengaman
penempatan di luar lajur Ya
jalan
Masih terjadi Tidak
kemacetan
?
Pembersihan jalan dan
Ya Roda Kendaraan Kerja Penyediaan Fasilitas Pengaturan Kecepatan Perbaikan jalan yang ada
serta penutupan bak Pejalan Kaki Kendaraan akibat pekerjaaan jalan
Penambahan lajur sementara dengan terpal
untuk Jalan Kerja
SELESAI
PELEBARAN SEMENTARA
LOKASI PEKERJAAN
PONDASI
PELEBARAN SEMENTARA
Keterangan:
1. 500 m didepan ada pekerjaan jalan 13. Membelokkan kekanan 24. Penutup Jalan
2. Jalan Menyempit 14. Membelokkan Kekiri 25. Penutup jalur untuk Pengalihan Jalan
3. Jalan Menyempit Kekiri 15. Jalan satu arah 26. Bendera untuk tanda hati-hati
4. Jalan Menyempit Kekanan
5. Kendaraan Bergantian 16. Jalan dua arah 27. Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 15 cm
6. Jalan Dikiri 17. Hati-hati 28. Lampu (semua ukuran dalam mm)
7. Jalan Dikanan 18. Semua Jenis Kendaraan Dilarang Masuk Untuk tanda-tanda lalu lintas menggunakan plat alumunium dengan
8. Maximum Kecepatan 40 Km/Jam 19. Larangan Masuk Bagi Kendaraan dengan berat lapisan refleksi tebal plat 2 mm
(Penempatannya disesuaikan dilapangan) maximum 5 ton
9. Akhir Daerah Pekerjaan Cat warna hitam
10. 100 M didepan ada pengalihan jalan 20. Dilarang mendahului
Cat Warna kuning
11. Dialihkan kekanan 21. Peringatan Pengurangan Kecepatan
Cat Warna Merah/Jingga
12. Dialihkan kekiri 22. Tanda Stop/Jalan untuk mengatur Lalu lintas
Cat Warna Hijau
23. Peringatan adanya pekerjaan/perbaikan jalan
Cat Warna Biru
Gambar
Gambar 2.1. Standar
1.5 Standar Rambu
Rambu Lalu
Lalu Lintas
Lintas SelamaPekerjaan
Selama Pekerjaan Konstruksi
KonstruksiJalan/Jembatan
Jalan/Jembatan
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Hitam
Kuning
Dilapisi Pipa Plastik
060
JALAN 4 LAJUR 2 ARAH
TANPA PENGALIHAN JALAN TAMPAK MUKA PAGAR
250 250
085
1 4 16 23 30 30 Konstruksi 9 CATATAN:
7
200
1. Semua ukuran dalam meter kecuali
Karung tertera
Pasir
085
23 2. Berat karung pasir tidak lebih dari
25 60 kg perpanel
AREAL
030
25 3. Areal konstruksi ditutup dengan
6 23 KONSTRUKSI pagar sementara atau atas instruksi
Perkerasan Existing
25 engineer
27 4.
60
9 40 30 TAMPAK MUKA
25 3
100 200
300
DETAIL PAGAR PEMBATAS
500
Gambar 1.6 Penempatan Rambu lalu Lintas Selama Pekerjaan Konstruksi Jalan/Jembatan
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
PROSEDUR
PENANGANAN BASE CAMP
I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini adalah suatu prosedur tindakan penanganan dampak lingkungan hidup
yang terjadi akibat pengoperasian Base Camp pada kegiatan pembangunan jalan pada
tahap konstruksi, antara lain : pencemaran kualitas air dan tanah, pencemaran kualitas
udara /debu, keresahan dan kecemburuan sosial. Adapun kegiatan pengoperasian
Base Camp yang menimbulkan dampak adalah :
Penanganan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas serta kerusakan prasarana jalan
yang diakibatkan oleh pengoperasian base camp dapat dilakukan sesuai dengan
prosedur penanganan lalu lintas.
Prosedur ini dapat diterapkan pada kegiatan pengoperasian Base Camp yang berada di
satu tempat atau lebih.
Gangguan estetika.
1-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
° Base Camp adalah Suatu areal yang merupakan tempat mengendalikan kegiatan
pembangunan jalan, yang meliputi direksi kit, bengkel, AMP dan stone crusher,
barak tenaga kerja dan gudang penyimpanan serta kelengkapan sanitasi
lingkungan.
° Stone Crusher adalah instalasi pemecah batu menjadi butiran yang dibutuhkan
sebagai bahan konstruksi jalan.
2-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di luar
kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan antara
lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan lindung,
hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal, sempadan sungai atau
sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan, kawasan industri,
permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah sakit, area cagar
budaya, dan komunitas adat terpencil.
1. Terjadinya pencemaran udara oleh gas buang/debu, sebagai akibat dari kegiatan
pengoperasian bengkel, AMP, stone crusher, dan batching plant.
3-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
2. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat limbah cair dari
pengoperasian bengkel antara lain limbah olie bekas, tumpahan atau ceceran
bahan bakar dan oli, serta limbah domestik dapur dan MCK dari barak tenaga kerja.
3. Gangguan aliran air permukaan atau sistem drainase akibat timbunan bahan dan
material..
V. PROSEDUR PENANGANAN
2) Penentuan lokasi base camp dan fasilitas penunjangnya atas persetujuan Direksi
Pekerjaan.
o Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami di sekitar base
camp.
o Identifikasi kondisi kualitas air yang akan digunakan sebagai badan air
penerima limbah dari base camp.
4) Identifikasi kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya (AMP, stone crusher,
dan Batching Plant, bengkel, gudang, dan barak tenaga kerja) yang berpotensi
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya.
4-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
10) Melaksanakan penanganan dampak negatif akibat kegiatan base camp dan fasilitas
penunjangnya pada tahap konstruksi.
12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan base camp yang dilaksanakan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun Tangan.
14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan base camp adalah :
a. Pemilihan lokasi yang disetujui direksi pekerjaan dan jauh dari lokasi area
sensitif.
Menjaga agar saluran air dan sistem drainase di sekitar base camp tetap
berfungsi dan bebas dari kotoran dan bahan yang lepas.
5-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Tidak mengubur sampah atau sisa bahan bangunan di lokasi proyek tanpa
persetujuan dari Direksi Pekerjaan.
Tidak membuang sisa bahan bangunan ke dalam sungai atau saluran air.
6-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
V. PIHAK TERKAIT
1. Pengumpulan data :
Data kualitas air dan kondisi perairan atau badan air di sekitar base camp
yang menjadi badan air penerima limbah cair dari base camp.
Ijin tertulis dari pemilik lahan dan atau aparat yang berwenang memberikan
pendirian base camp dan fasilitas penunjangnya
Jumlah dan jenis tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan pekerjaan jalan
dan berada di base camp selama bekerja.
Rencana penanganan sampah dan limbah cair, dan kualitas udara dari base
camp dan fasilitas penunjangnya.
7-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Bagan alir prosedur penanganan base camp disajikan pada gambar 2.1. dan
Gambar 2.2. berikut :
8-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
MULAI
Pengumpulan data :
1. Identifikasi saluran air/drainase
2. Identifikasi kualitas air dan tanah
3. Identifikasi kualitas udara dan kebisingan
4. Identifikasi area sensitif
Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait
Tidak
Persetujuan
Koordinasi dengan
Ya
instansi terkait
Pelaksanaan
Rencana Penanganan Base Camp
Tidak
Evaluasi
Ya
SELESAI
9-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Gas Buang Air Oli Bekas, Bahan Material Penumpukan Penanganan Sanitasi Penanganan
Debu Cucian Ceceran Oli dan Cair dan Mudah Bahan Material Tenaga Kerja
bahan Bakar Rusak Bangunan Batu,
Pasir, Aspal
Besi Beton
SELESAI
11-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
PROSEDUR
PENANGANAN STOCKPILE
I. RUANG LINGKUP
Maksud dan tujuan penanganan stockpile ini adalah untuk mencegah dan memperkecil
dampak yang dapat mengganggu dan merugikan masyarakat/penduduk yang
berdomisili di sekitar tapak kegiatan pembangunan jalan terutama yang menjadi lokasi
stockpile.
3-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Potensi dampak negatif akibat kegiatan stockpile pada pekerjaan jalan adalah:
3-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
3. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat ceceran aspal atau tumpahan
bahan bakar atau minyak pelumas dari timbunan aspal dan bahan bakar atau
minyak pelumas di gudang atau lapangan.
4. Terjadinya pencemaran udara oleh debu yang tertebar ke udara ambien akibat
timbunan material tanah, pasir dan agregat yang tertiup angin pada musim
kemarau.
V. PROSEDUR PENANGANAN
• Estetika lingkungan.
• Aksesibilitas penduduk.
3-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
9) Konsultasi dengan pihak yang terkait dalam penanganan stockpile (pemilik lahan
yang akan menjadi lokasi stockpile, tokoh masyarakat serta aparat pemerintah
daerah setempat desa/kelurahan setempat, dan kecamatan.).
12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan stockpile yang dilaksanakan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun
Tangan.
14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan stockpile adalah :
a. Membuat jadwal dan peta lokasi kerja pekerjaan jalan yang membutuhkan
material, sehingga pengiriman bahan/material dapat diatur sesuai kebutuhan.
3-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
i. Menyimpan bahan bakar dan minyak pelumas ditempat yang aman untuk
mencegah agar tidak mencemari lingkungan bila terjadi kebocoran atau
tumpah.
1. Pengumpulan data :
• Data daerah sensitif di sekitar gudang atau tempat penyimpanan bahan atau
material/Stockpile.
• Data kualitas udara di sekitar gudang atau tempat penyimpanan bahan atau
material/Stockpile.
• Data kualitas air dan kondisi perairan di sekitar gudang atau tempat
penyimpanan bahan atau material/Stockpile.
• Data dan kondisi saluran air dan drainase eksisting di sekitar gudang atau tempat
penyimpanan bahan atau material/Stockpile.
2. Persiapan rencana penyimpanan bahan atau material/Stockpile :
• Ijin secara tertulis dari pemilik lahan atau aparat pemerintahan desa setempat
yang lahan atau daerahnya akan digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan
atau material/Stockpile.
• Daftar bahan atau material yang dibutuhkan oleh pekerjaan jalan.
• Daftar dan peta lokasi kerja yang membutuhkan bahan atau material (stockpile).
• Denah base camp dan gudang penyimpanan bahan atau material serta akses
jalan dan fasilitas penunjangnya.
3-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Bagan alir prosedur penanganan stockpile disajikan pada Gambar 3.1. dan Gambar
3.2 berikut.
3-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
MULAI
Pengumpulan data :
1. Identifikasi Saluran air dan drainase
2. Identifikasi Aksesibilitas Penduduk
3. Identifikasi Estetika Lingkungan
4. Identifikasi Daerah Sensitif
Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait
Tidak
Persetujuan
Tidak
Evaluasi
Ya
SELESAI
3-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Ada lahan/
ya tempat untuk
stockpile
?
Tidak
Tidak
Mengakibatkan
Gangguan drainase
?
3-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
PROSEDUR PENANGANAN
DAMPAK PENGAMBILAN MATERIAL DI QUARRY
I. RUANG LINGKUP
Material adalah material bangunan yang diperoleh dari hasil penambangan bahan
galian C berupa tanah, agregat, pasir dan batu yang digunakan untuk kegiatan
pembangunan jalan. Material diperoleh dari quarry area atau borrow pit yang dapat
dikelola oleh pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan itu sendiri atau pihak lain.
Quarry area yang dikelola oleh pemrakarsa kegiatan harus dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, antara lain tidak membahayakan kestabilan lereng yang
terbentuk, tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta melakukan
reklamasi setelah kegiatan tersebut selesai.
Prosedur ini mencakup prosedur atau tindakan penanganan untuk meminimilisasi dan
menanggulangi dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan pengambilan material galian
C di quarry area atau borrow pit baik yang terdapat di sungai, di darat, maupun di
gunung.
4-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1999 tentang Penetapan Baku Mutu Udara
Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan.
• Material adalah material bangunan galian C yang berupa agregat, tanah, pasir
dan batu yang digunakan untuk kegiatan pembangunan jalan.
• Aliran air permukaan adalah aliran air permukaan tanah yang ada pada kontur
awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan jalan
4-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan
lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitaan yang terjal, sempadan
sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan,
kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah
sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.
• Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan tanah yang ada pada
lokasi kegiatan penggalian dan sekitarnya sebelum dilakukan kegiatan
penggalian.
Potensi dampak negatif yang dapat terjadi akibat kegiatan pengambilan material pada
quarry adalah :
• Rusaknya lansekap setempat terutama pada lokasi yang khas dan mempunyai
aspek estetika.
4-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Hilangnya vegetasi lokal, dan terganggunya habitat satwa liar akibat ditebang
atau digali.
V. PROSEDUR PENANGANAN
• Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami di sekitar lokasi
quarry /borrow pit.
• Identifikasi jenis batuan dan tanah yang rawan longsor di lokasi quarry/
borrow pit dan sekitarnya.
4-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
4) Identifikasi kondisi perairan/sungai yang terpilih sebagai lokasi quarry area atau
borrow pit dan bangunan air serta bangunan lain yang berada di sekitar lokasi
tersebut serta penggunaanya oleh penduduk.
5) Identifikasi biota perairan dan habitatnya yang terdapat di sungai yang terpilih
sebagai lokasi quarry area/borrow pit.
6) Identifikasi flora dan fauna yang terdapat di lokasi quarry area atau borrow pit dan
sekitarnya terutama terhadap flora dan fauna yang endemik dan dilindungi.
11) Penyusunan rencana penanganan dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan
pengambilan material di quarry area atau borrow pit
14) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pekerjaan jalan (untuk pengaturan jadwal
pengiriman materialdan pengaturan kegiatan pengambilan material di quarry area
atau borrow pit).
4-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
17) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan dampak negatif akibat
kegiatan pengambilan material di quarry area/borrow pit yang dilaksanakan dinilai
tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun Tangan.
19) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan pengambilan material di
quarry/borrow pit adalah:
4-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Dinas Pertambangan
• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.
• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor
4-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
1. Pengumpulan data:
° Data lokasi quarry area dan atau borrow pit yang terdapat di sekitar lokasi
kegiatan pembangunan jalan.
° Data dan kondisi saluran air/ sistem drainase di sekitar lokasi quarry area
atau borrow pit yang berada di darat dan gunung/bukit.
° Data kondisi perairan/sungai yang terpilih sebagai lokasi quarry area atau
borrow pit dan bangunan air di sekitar lokasi tersebut serta
penggunaannya oleh penduduk.
° Biota perairan dan habitatnya yang terdapat di sungai yang terpilih sebagai
lokasi quarry area atau borrow pit.
° Data flora dan fauna yang terdapat di lokasi quarry area atau borrow pit dan
sekitarnya terutama terhadap flora dan fauna yang endemik dan dilindungi.
° Ijin secara tertulis dari pemilik lahan atau aparat pemerintahan desa
setempat yang lahan atau daerahnya akan digunakan sebagai tempat
pengambilan materialatau material.
4-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
MULAI
Pengumpulan data :
1. Identifikasi saluran air dan sistem drainase
2. Identifikasi stabilitas tanah
3. identifikasi kualitas udara, kebisingan, dan getaran
4. Identifikasi flora dan fauna
5. Identifikasi daerah sensitif
Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait
Tidak
Persetujuan
Koordinasi dengan
Ya instansi terkait
Tidak
Evaluasi
Ya
SELESAI
Gambar 4.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Dampak Pengambilan Material di Quarry
4-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Di Darat
Di Perairan/ Sungai
Di Gunung / Di Dataran
Bukit
4-10
Gambar 4.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Pengambilan Material di Quarry 4-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
PROSEDUR
PENANGANAN LIMBAH
I. RUANG LINGKUP
Limbah adalah suatu zat, unsur, bahan, atau material yang tidak dimanfaatkan lagi
dalam suatu proses produksi atau kegiatan pembangunan jalan baik berupa zat
cair, gas dan debu maupun zat padat yang harus dibuang ke luar dari lokasi
kegiatan. Limbah tersebut dapat berupa debu dan gas buang, limbah cair, limbah
padat serta benda-benda hasil kegiatan pekerjaan pembersihan lahan dan
pembersihan akhir. Limbah cair dapat berasal dari kegiatan di base camp baik dari
bengkel, gudang maupun dari barak tenaga kerja. Limbah cair dari bengkel berupa
oli bekas, minyak bekas bahan pencuci mesin peralatan atau kendaraan, ceceran
bahan bakar dan minyak pelumas, serta air bekas cucian. Sedangkan dari barak
tenaga kerja berupa air kotor dan limbah MCK. Dari gudang berupa tumpahan atau
ceceran bahan bakar, material cair, dan minyak pelumas. Dari AMP berupa ceceran
dan sisa aspal cair (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak
pemanas. Limbah padat dapat berupa tanah hasil pembersihan lahan berupa tanah
dan puing, material bekas bangunan dan tumbuhan, serta dari pekerjaan tanah
(limbah galian) berupa tanah yang tidak memenuhi persyaratan teknis untuk
pekerjaan jalan, di samping limbah sampah dari barak tenaga kerja. Debu dan gas
buang berasal dari pengoperasian AMP, batching plant dan stone crusher, serta
pengoperasian peralatan dan kendaraan.
5-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
padat dari base camp, hasil pembersihan dan penyiapan lahan serta limbah
galian.
• Meminimalisir pencemaran air dan tanah akibat limbah cair dari pekerjaan jalan.
• Base Camp adalah Suatu areal yang merupakan tempat mengendalikan kegiatan
pembangunan jalan, yang meliputi direksi kit, bengkel, AMP dan stone crusher,
barak tenaga kerja dan gudang penyimpanan serta kelengkapan sanitasi
lingkungan.
5-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Stone Crusher adalah instalasi pemecah batu menjadi butiran yang dibutuhkan
sebagai bahan konstruksi jalan.
• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan
lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal, sempadan
sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan,
kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah
sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.
• Limbah adalah suatu zat, unsur, bahan, atau material yang tidak dimanfaatkan
lagi dalam suatu proses produksi atau kegiatan pembangunan jalan baik berupa
zat cair (minyak, pelumas dan air limbah domestik ), gas dan debu maupun zat
padat (sisa beton, sisa campuran aspal dan lain-lain).
5-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
1. Terjadinya pencemaran udara oleh gas buang/debu, sebagai akibat dari kegiatan
pengoperasian bengkel, AMP, stone crusher, dan batching plant.
2. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat pembuangan limbah cair dari
pengoperasian bengkel antara lain olie bekas, tumpahan atau ceceran bahan bakar
dan oli, minyak bekas cucian peralatan dan mesin, serta limbah cair dari dapur dan
MCK barak tenaga kerja.
3. Gangguan aliran air permukaan atau sistem drainase akibat pembuangan limbah
padat berupa tanah dari hasil pembersihan lahan dan limbah galian, limbah puing
dari bongkaran bangunan pada pekerjaan pembersihan lahan, serta sampah dari
base camp dan lokasi kerja.
4. Terganggunya estetika lingkungan akibat sampah dari base camp lokasi kerja serta
limbah hasil pembersihan lahan dan pembersihan akhir berupa tumbuhan, puing-
puing dan material bekas bongkaran bangunan, serta limbah galian berupa
timbunan tanah yang tidak terpakai dari pekerjaan tanah (galian).
V. PROSEDUR PENANGANAN
• Identifikasi kondisi kualitas air yang akan digunakan sebagai badan air
penerima limbah cair dari pekerjaan jalan.
5-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
9) Konsultasi dan ijin dari instansi/pihak yang terkait. (aparat pemerintah daerah
setempat desa/kelurahan, dan kecamatan, serta tokoh masyarakat setempat,
Dinas Kebersihan, Dinas Lingkungan Hidup/BPLHD) dalam penanganan limbah
yang akan dibuang ke luar lokasi Rumija.
10) Melaksanakan rencana penanganan limbah akibat pekerjaan jalan pada tahap
konstruksi.
12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan limbah yang dilaksanakan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun
Tangan.
14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan penanganan limbah
adalah:
5-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
c. Pada saat selesainya pekerjaan konstruksi, semua sisa bahan bangunan dan
bahan-bahan tak terpakai, sampah, perlengkapan, peralatan dan mesin-
mesin harus disingkirkan, seluruh permukaan yang tampak harus dibersihkan
dan lokasi jalan yang selesai dikerjakan ditinggal dalam kondisi siap pakai
dan diterima oleh Direksi Pekerjaan.
5-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
n. Bahan aspal (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak
pemanas tidak boleh dibuang ke dalam saluran air ataupun dibuang diatas
tanah yang dapat mencemari wilayah sekitarnya.
o. Seluruh bahan hasil galian harus dibuang di lokasi yang ditunjukkan oleh Direksi
Pekerjaan dan diratakan oleh Kontraktor sedemikian rupa, sehingga dapat
mencegah setiap dampak lingkungan yang mungkin terjadi.
p. Bahan yang tertinggal di daerah aliran sungai akibat pembuatan pondasi atau
akibat galian lainnya, atau akibat penempatan cofferdam harus dibuang selu-
ruhnya setelah pekerjaan selesai.
q. Setiap bahan galian yang melebihi kebutuhan timbunan, atau tiap bahan
galian yang tidak disetujui oleh Direksi Pekerjaan untuk digunakan sebagai
bahan timbunan, harus dibuang dan diratakan oleh Kontraktor di luar RUMIJA
seperti yang diperintahkan Direksi Pekerjaan.
5-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Melakukan pemisahan antara sisa bangunan yang bisa di daur ulang atau
dimanfaatkan kembali baik oleh kegiatan itu sendiri maupun masyarakat
sekitar dengan material yang tidak bisa dimanfaatkan kembali atau
dibuang.
5-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
1. Pengumpulan data :
• Data lokasi tempat penanganan limbah/disposal area yang jauh dari area
sensitif lengkap dengan peta lokasi.
• Data kualitas air dan kondisi perairan atau badan air penerima limbah
• Ijin tertulis dari pemilik lahan dan atau aparat yang berwenang memberikan
ijin pembuangan limbah ke suatu tempat.
Bagan alir prosedur penanganan limbah disajikan pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2.
berikut.
5-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Pengumpulan data :
1. Identifikasi saluran air/drainase
2. Identifikasi kualitas air dan tanah
3. Identifikasi kualitas udara dan estetika
4. Identifikasi area sensitif
Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait
Tidak
Persetujuan
Koordinasi dengan
Ya instansi terkait
Pelaksanaan
Rencana Penanganangan Limbah
Tidak
Evaluasi
Ya
SELESAI
5-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Selesai
5-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
PROSEDUR PENANGANAN
EROSI DAN SEDIMENTASI
I. RUANG LINGKUP
Prosedur ini mencakup upaya penanganan terhadap dampak erosi dan sedimentasi
yang diakibatkan oleh pekerjaan konstruksi jalan yaitu pekerjaan pembersihan dan
penyiapan lahan dan pekerjaan tanah (pekerjaan timbunan dan galian). Pekerjaan
pembersihan dan penyiapan lahan akan menyebabkan terbukanya lahan dan
terganggunya stabilitas lereng, sehingga jika hujan turun dapat menimbulkan erosi
dan longsor. Demikian halnya dengan pekerjaan timbunan dan galian yang dilakukan
di sepanjang trase jalan dalam pembentukan alinyemen jalan juga dapat
menimbulkan erosi dan longsor apabila dilakukan tanpa prosedur teknik yang sudah
baku. Sedang pekerjaan galian yang dilakukan pada pekerjaan drainase dan
pengambilan bahan di quarry juga dapat mengakibatkan erosi dan longsor jika tidak
memperhatikan kondisi stabilitas lereng dan jenis tanah yang digali.
Dampak selanjutnya dari erosi yang terjadi akan menimbulkan penurunan kualitas air
(meningkatnya parameter kekeruhan) karena material tanah yang terhanyut ke badan
air sungai dan saluran drainase dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi di sungai
dan saluran drainase. Hal ini apabila terjadi terus, maka lama kelamaan akan
menyebabkan pendangkalan sungai dan saluran drainase, serta menimbulkan
berkurangnya kapasitas pengaliran dari sungai dan saluran drainase yang pada
gilirannya dapat mengakibatkan terjadinya banjir.
Maksud dan tujuan prosedur penanganan erosi dan sedimentas ini adalah :
6-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
• Sudut geser dalam yang dimaksud adalah hasil penyelidikan tanah dan tes di
laboratorium yang menunjukkan sudut geser yang terbentuk saat tes tekanan
triaksial, dan berhubungan dengan sudut kemiringan maksimal yang dapat
dilakukan dilapangan
• Pipa buangan air rembesan yang dimaksud adalah pipa yang ditempatkan
pada tanah timbunan untuk mengalirkan air tanah agar tidak mengurangi daya
dukung tanah di atas nya
• Aliran air permukaan adalah aliran air permukaan tanah yang ada pada kontur
awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan jalan
6-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan
(hutan lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal,
sempadan sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan
pekuburan, kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat
ibadah, rumah sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.
• Tanaman yang dimaksud meliputi rerumputan dan tanaman bambu, dan bilamana
diperkenankan oleh Direksi Pekerjaan, dapat meliputi tanaman jenis lain yang
mampu memberikan stabilitas yang efektif pada lereng yang memerlukan
stabilisasi.
Potensi dampak negatif erosi dan sedimentasi yang dapat terjadi akibat kegiatan
pembersihan dan penyiapan lahan serta pekerjaan tanah (timbunan dan galian).
Pekerjaan pembersihan lahan dan penyiapan lahan yang dilakukan di sepanjang trase
jalan dapat menyebabkan terbukanya lahan sedemikian rupa yang dapat
menimbulkan erosi dan terganggunya stabilitas lereng. Air hujan yang jatuh akan
mengenai langsung butiran tanah dan mengakibatkan lepasnya ikatan dari butiran-
butiran penyusun tanah, sehingga butiran tersebut mudah larut terbawa air hujan
yang mengalir di atas permukaan tanah (run off) dan selanjutnya akan mengendap di
tempat rendah, yang pada akhirnya akan masuk dan mengendap di saluran alami
dan atau saluran drainase yang ada di sekitarnya. Kondisi ini lama kelamaan akan
membentuk sedimentasi yang dapat mengakibatkan pendangkalan dan menurunkan
kapasitas pengaliran dari sungai dan saluran drainase. Terganggunya stabilitas lereng
dapat terjadi akibat pekerjaan pembukan lahan yang menebang atau membabat
vegetasi dan pepohonan yang tumbuh di lereng yang dapat merusak atau
membongkar perakaran dari vegetasi yang sebelumnya berfungsi memperkuat lereng
tersebut.
Pekerjaan tanah (galian dan timbunan) juga dapat mengakibatkan dampak erosi dan
sedimentasi. Pekerjaan galian yang berpotensi menimbulkan erosi terjadi terutama
yang dilakukan di daerah perbukitan dengan kelerengan yang tinggi/terjal. Sedang
6-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
untuk pekerjaan timbunan, erosi dapat terjadi akibat kurang sempurnanya kegiatan
penimbunan dan pemadatan yang dilakukan, di samping kondisi cuaca. Penimbunan
yang terlalu tinggi yang tidak dilakukan sesuai metode penimbunan yang baku dapat
mengakibatkan rawan erosi dan longsor.
Dampak erosi dan sedimentasi juga dapat terjadi akibat pengambilan bahan (galian)
namun hal ini tidak dibahas pada prosedur ini melainkan telah di bahas pada prosedur
penanganan dampak pengambilan material di quarry.
V. PROSEDUR PENANGANAN
• Identifikasi kondisi topografi dan kelerengan lahan yang dibuka atau dilakukan
pekerjaan tanah.
2. Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif erosi dan
sedimentasi antara lain pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan, serta
pekerjaan tanah (timbunan dan galian).
5. Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang Rencana penanganan dampak erosi dan
sedimentasi
6-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
9. Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan erosi dan sedimentasi yang
dilaksanakan dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak
Turun Tangan.
11. Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan adalah:
6-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
3) Untuk menjaga stabilitas lereng galian dan keamanan pekerja, maka galian
tanah yang lebih dari 5 meter harus dibuat bertangga dengan teras
selebar 1 meter atau sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan
7) Peledakan sebagai cara pembongkaran batu atau galian pada lapisan keras
yang sukar dibongkar hanya boleh digunakan jika menurut pendapat
Direksi Pekerjaan, tidak praktis menggunakan alat bertekanan udara atau
suatu penggaru (ripper) hidrolis berkuku tunggal. Direksi Pekerjaan dapat
melarang peledakan dan memerintahkan untuk menggali batu dengan cara
yang lain jika, menurut pendapatnya, peledakan tersebut berbahaya bagi
manusia atau struktur di sekitarnya, atau bilamana dirasa kurang cermat
dalam pelaksanaannya.
8) Restorasi lereng galian atau timbunan yang tidak stabil harus dilaksanakan
sesuai dengan perintah Direksi Pekerjaan. Pekerjaan yang harus dikerjakan
sepenuhnya meliputi penggalian pada bahan yang tidak stabil,
penghamparan bahan timbunan pilihan untuk membentuk lereng timbunan
yang stabil, pelaksanaan pasangan batu dengan mortar pada kaki lereng
atau tembok penahan.
6-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
10) Bilamana penggalian atau penggantian bahan yang tidak stabil telah
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, semua bahan yang tidak stabil harus
dibuang. Permukaan lereng timbunan yang terekspos dan masih utuh harus
dibuat bertangga. Perhatian khusus harus diberikan pada lereng galian
maupun timbunan untuk menjamin, bahwa kaki timbunan cukup stabil dan
mempunyai drainase yang baik. Penimbunan kembali pada suatu lereng
harus dimulai dari kaki lereng dan harus dikerjakan dalam lapisan-lapisan
horisontal yang masing-masing harus dipadatkan sampai memenuhi standar
yang disyaratkan dari spesifikasi ini. Drainase bawah permukaan harus
disediakan di lokasi yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
13) Drainase bawah permukaan (pipa rembesan) harus disediakan di lokasi yang
berpotensi terjadi rembesan air tanah atau yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan.
14) Lereng timbunan atau galian yang telah selesai dikerjakan harus dilindungi
dengan tanaman atau bilamana timbunan itu tidak begitu stabil atau
bilamana erosi yang cukup besar diperkirakan akan terjadi, maka
pemasangan batu-batu (stone pitching) atau bentuk pelindung lereng
lainnya harus dipasang.
6-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
22) Pelaksanaan galian dan timbunan pada daerah alur sungai atau area
terbatas dengan cara pembuatan turap, cofferdam, tembok penahan,
bronjong kawat, penanaman tanaman ekosistem tepi sungai dan cara cara
lainnya untuk menghindarkan penetrasi sungai ke bidang urugan atau
urugan utuk mencegah terjadinya erosi.
• Dinas Pertambangan
• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.
• Satker Pembangunan/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor
6-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Bagan alir prosedur penanganan erosi dan sedimentasi disajikan pada Gambar 6.1 dan
Gambar 6.2.
6-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
MULAI
Pengumpulan data :
1. Identifikasi Kondisi Topografi
2. Identifikasi Jenis tanah dan struktur geologi
3. Identifikasi Kondisi saluran air dan sistem drainase
4. Identifikasi flora dan fauna
5. Identifikasi area sensitif
Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait
Tidak
Persetujuan
Koordinasi dengan
Ya
instansi terkait
Pelaksanaan Rencana Penanganan
Erosi dan Sedimentasi
Evaluasi Tidak
Ya
SELESAI
6-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Selesai
6-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
Gambar 6.3.
6-12
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
6-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI
6-14
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
PROSEDUR
PENANGANAN VEGETASI
I. RUANG LINGKUP
Vegetasi adalah berbagai jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman baik yang liar maupun
dibudidaya dan terdapat di sepanjang tapak/trase kegiatan pembangunan jalan dan
sekitarnya. Keberadaan vegetasi tersebut mempunyai berbagai fungsi terhadap
lingkungan sekitarnya, antara lain fungsi konservasi terhadap tanah dan lahan serta
habitat satwa liar, fungsi penyerap polusi udara dari gas buang dan debu akibat
operasional kendaraan dan peralatan, serta fungsi barier kebisingan akibat
pengoperasian genset, stone crusher, batching plant dan lain-lain. Di samping fungsi
keindahan/estetika lingkungan di sekitar lokasi pekerjaan jalan, juga fungsi habitat
satwa liar baik yang endemik, langka, dilindungi dan satwa liar lainnya. Hilangnya
vegetasi atau tidak adanya vegetasi pada lokasi pekerjaan jalan baik di base camp,
quarry area maupun sepanjang trase jalan akan mengakibatkan timbulnya dampak
antara lain pencemaran udara akibat debu dan gas-gas buang, berkurangnya
kenyamanan dan estetika lingkungan, terganggunya habitat satwa liar yang
mengakibatkan gangguan terhadap keberadaan satwa liar, erosi dan longsor karena
hilangnya vegetasi pelindung tanah dan lahan.
• Mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan habitat satwa liar yang endemik,
langka, dan dilindungi.
• Menciptakan suasana sejuk dan indah serta nyaman di tapak kegiatan pekerjaan
jalan baik di base camp, quarry maupun sepanjang trase jalan.
7-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
• Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1999 tentang Penetapan Baku Mutu Udara
Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan.
• Vegetasi adalah berbagai jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman baik yang liar
maupun tanaman budidaya yang terdapat di tapak kegiatan pembangunan jalan
dan sekitarnya.
7-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
• Flora dan Fauna Endemik adalah jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman dan
hewan atau binatang yang hanya dapat hidup dengan habitat tertentu yang
khas dan biasanya hanya terdapat di suatu daerah tertentu.
• Flora dan Fauna Langka adalah jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman dan
hewan atau binatang yang jumlah populasinya dinilai sudah sangat sedikit atau
terancam punah.
• Lansekap jalan adalah suatu pemandangan sejauh mata memandang dari dan
ke jalan, serta sepanjang koridor jalan.
• Jalan Eksisting adalah jalan umum yang sudah ada dan dimanfatkan pengguna
jalan, sebelum rencana kegiatan pembangunan jalan.
• Penataan Ruang adalah proses rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan
(hutan lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal,
sempadan sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan
pekuburan, kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat
ibadah, rumah sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.
7-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
Potensi dampak negatif yang terjadi akibat hilangnya vegetasi yang diakibatkan oleh
pekerjaan pembersihan lahan pada pekerjaan jalan adalah:
• Meningkatnya pencemaran udara dan debu serta kebisingan yang terjadi akibat gas
buang dari knalpot kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk pekerjaan jalan
dan pengguna jalan lain.
• Rusaknya lansekap setempat terutama pada lokasi yang khas dan mempunyai
aspek estetika.
V. PROSEDUR PENANGANAN
1) Melakukan identifikasi lokasi vegetasi/tumbuhan serta fauna yang langka dan atau
dilindungi (ketentuan Perda Setempat) yang terdapat di lokasi kegiatan
pembangunan jalan baik di base camp, quarry, maupun sepanjang trase jalan.
2) Melakukan identifikasi daerah sensitif yang potensi terkena dampak negatif jika
dilakukan kegiatan penebangan pohon atau pembersihan lahan antara lain
pencemaran kualitas udara (gas dan debu), peningkatan kebisingan, serta erosi
dan longsor serta hilangnya estetika.
7-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
9) Koordinasi internal pelaksana pekerjaan jalan baik di base camp, quarry maupun
sepanjang trase pekerjaan jalan terkait dengan kegiatan penanganan vegetasi
pada pekerjaan jalan terutama pada waktu pembersihan dan penyiapan lahan,
pembangunan dan pengoperasian base camp, dan pengambilan material di
quarry.
11) Melaksanakan penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.
13) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun
Tangan.
15) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan dalam penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan khususnya
yang terkait dengan kegiatan pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan dan
lansekap, antara lain :
b). Penebangan pohon tidak boleh dilaksanakan bilamana kestabilan lereng lama
menjadi terganggu.
7-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
d). Membentuk permukaan lereng untuk ketahanan hidup vegetasi yang ditanam
dan untuk konservasi lahan dan meningkatkan estetika lingkungan sesuai
dengan Pedoman Tata Cara Lansekap Jalan nomor: 033/T/BM/1996, dan
Pedoman Pemilihan Tanaman untuk Mengurangi Polusi Udara (Nox, CO, dan
SO2) nomor : 011/T/BM/1999.
7-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
7-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
7-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
V. PIHAK TERKAIT
Data jenis vegetasi terutama yang endemik, langka dan dilindungi di lokasi
pekerjaan jalan baik di sepanjang trase jalan, quarry, maupun base camp
dan sekitarnya
Data jenis satwa liar yang endemik, langka, dan dilindungi di sepanjang trase
pekerjaan jalan dan sekitarnya.
Data daerah sensitif dan rawan erosi dan longsor di sepanjang trase jalan
yang dikerjakan dan di lokasi quarry
7-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
Bagan alir prosedur penanganan vegetasi disajikan pada Gambar 7.1. dan Gambar
7.2.
7-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
MULAI
Pengumpulan data :
1. Identifikasi flora dan fauna yang endemik, langka &
dilindungi
2. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Sebagai Konservasi
Tanah dan Lahan
3. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Sebagai Pelindung
Penanggulangan Pencemaran Udara dan Kebisingan
4. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Estetika
5. Identifikasi area sensitif
Penyusunan Rencana
Penanganan Vegetasi
Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait
Tidak
Persetujuan
Koordinasi dengan
Ya
instansi terkait
Pelaksanaan
Rencana Penanganangan Vegetasi
Tidak
Evaluasi
Ya
SELESAI
7-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
Inventarisasi Vegetasi :
- Penanaman vegetasi sesuai fungsinya dan dapat sebagai habitat satwa liar yang ada.
- Melakukan pemeliharaan tanaman yang ditanam selama jangka waktu kontrak.
- Bila memungkinkan pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan penduduk setempat.
SELESAI
7-12
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
7-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
Gambar 7.4.:
Skematis Tirai Emisi Gas Buang Kendaraan dan Peredam Kebisingan dengan
sistem penghijauan
Keterangan Gambar
(1). Ditanam hanya diarea yang berdekatan dengan pemukiman penduduk RUWASJA
dimana tidak
7-14
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
PROSEDUR PENANGANAN
KERUSAKAN/GANGGUAN TERHADAP UTILITAS
I. RUANG LINGKUP
Utilitas umum merupakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat baik
listrik, telepon, air bersih, gas dan minyak dan lain-lain. Pada umumnya utilitas umum
tersebut sudah ada di lingkungan baik di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah.
Kegiatan pekerjaan jalan baik pembangunan jalan maupun peningkatan jalan dan
jembatan dapat mengakibatkan kerusakan/gangguan terhadap fungsi utilitas umum
tersebut. Untuk mempermudah pelaksanaan dan pemeliharaan terhadap jalan dan
fasilitas umum tersebut, maka utilitas umum yang ada perlu dipindahkan ke lokasi yang
lebih aman.
Maksud dan tujuan dari penanganan kerusakan/ gangguan terhadap utilitas adalah agar
pekerjaan jalan yang dilakukan tidak menimbulkan terganggunya fungsi utilitas umum
yang sudah ada
Prosedur penanganan utilitas umum ini ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi
kemungkinan terjadinya kerusakan/gangguan terhadap fungsi utilitas yang ada di lokasi
tapak kegiatan pembangunan jalan akibat pekerjaan tersebut di atas
8-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
• Utilitas Umum adalah semua jaringan prasarana dan pelayanan umum baik yang
berada di bawah tanah seperti jaringan pipa air minum, telepon, listrik, gas, fasilitas
irigasi, pipa minyak, pipa pembuangan, pipa drainase maupun yang terdapat di atas
permukaan tanah seperti tiang listrik, tiang telepon, tiang dan lampu penerangan
jalan dan lampu pengatur lalu lintas beserta seluruh perlengkapannya yang terdapat
di lokasi pekerjaan jalan.
• Kawasan spesifik adalah daerah atau kawasan tertentu yang dikelola secara
khusus oleh suatu Instansi Terkait atau pihak tertentu dan memiliki jaringan utilitas
tersendiri yang dikelola oleh Instansi Terkait atau pihak tersebut (seperti pelabuhan,
pangkalan udara, stasiun Kereta Api, depo bahan bakar, industri, dan lain
sebagainya).
• Instansi Terkait adalah instansi atau perusahaan pengelola setiap utilitas umum
dan instansi pemasok, atau instansi lain yang bertanggungjawab terhadap utilitas
dan pelayanan umum.
8-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
• Pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan serta pekerjaan tanah yang dapat
mengakibatkan kerusakan/gangguan utilitas umum baik yang berada di atas
permukaan tanah maupun yang ada di dalam tanah.
• Pekerjaan relokasi utilitas dan pelayanan umum baik yang berada di atas permukaan
tanah maupun yang di dalam tanah beserta seluruh perlengkapannya, sehingga
mengakibatkan kerusakan/gangguan utilitas umum.
V. PROSEDUR PENANGANAN
1) Identifikasi lokasi utilitas umum yang terdapat di sepanjang alinyemen jalan baik
yang berada di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah.
3) Identifikasi jenis dan dimensi serta fungsi dan jangkauan layanan utilitas umum.
8-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan penanganan
kerusakan/gangguan utilitas umum akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi,
adalah :
a). Koordinasi dan sosialisasi tentang rencana pekerjaan jalan dan peraturan
perundang-undangan di bidang jalan, antara lain Undang-undang no.38
tahun 2004 tentang Jalan, serta Peraturan Pemerintah no. 34 tahun 2006
tentang Jalan yang terkait dengan utilitas umum terutama perihal
penempatan dan letak jaringan utilitas yang berada di RUMIJA.
b). Kerusakan dan gangguan terhadap utilitas umum seperti jaringan telepon,
listrik, gas, pipa air, fasilitas irigasi, pipa minyak, pipa pembuangan, pipa
drainase, dan lain sebagainya, harus dicegah dengan upaya mendapatkan
8-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
informasi tentang keberadaan lokasi utilitas yang ada tentang terutama yang
terletak dibawah tanah.
i). Detail lokasi dari semua utilitas umum yang akan dipindahkan,
ditempatkan atau terganggu sementara akibat pelaksanaan pekerjaan
jalan yang direncanakan.
iii). Rencana kerja yang terinci yang menunjukkan relokasi utilitas dan
pelayanan umum yang diperlukan..
iv). Persetujuan tertulis atas rencana kerja terinci tersebut dari setiap
Instansi Terkait.
v). Persetujuan atau perijinan dari Instansi Terkait yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
d). Koordinasi antar Instansi Terkait dengan pengelola jaringan utilitas dalam
sosialisasi kepada masyarakat pengguna utilitas umum dan penanganan
pemindahan jaringan utilitas umum, sesuai tercantum pada Spesifikasi
Umum Kontrak Kerja Konstruksi tentang Relokasi Utilitas dan Pelayanan yang
ada terutama butir Umum dan butir Pelaksanaan.
f). Kontraktor bertanggungjawab atas setiap kerusakan utilitas umum yang ada,
yang disebabkan oleh kegiatan kontraktor dengan biaya sendiri.
8-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
i). Bila pekerjaan ini dikerjakan oleh badan yang kurang sesuai, maka
Kontraktor harus bertanggung jawab untuk melakukan pengaturan hal-hal
yang perlu dengan Instansi Terkait untuk menjamin agar penyambungan
kembali atas fasilitas tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan
memenuhi ketentuan setelah penyelesaian pekerjaan relokasi.
k). Bila gangguan sementara terhadap pelayanan yang ada tidak dapat
dihindarkan selama pelaksanaan dalam kontrak, maka Kontraktor harus
membuat pengaturan yang diperlukan dengan Instansi Terkait, dan
menyerahkan program atas pekerjaan tersebut kepada Direksi Pekerjaan,
dalam 30 hari setelah pemberitahuan tertulis dari Direksi Pekerjaan atas
persetujuan tersebut.
l). Bila tidak diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan, pemindahan, relokasi dan
penyambungan kembali utilitas dan pelayanan yang ada harus menjadi
tanggung jawab, dan atas biaya Pemilik dan Instansi Terkait yang
bersangkutan. Akan tetapi, Kontraktor harus bertanggung jawab untuk
membuat semua pengaturan yang diperlukan, menjaga fasilitas yang
terekspos dari kerusakan, pembayaran biaya perijinan dan hal-hal lain
sebagaimana terinci dalam spesifikasi.
m). Bila terjadi keterlambatan atas program yang disebutkan diatas, atau
keterlambatan pengaturan dengan Instansi Terkait oleh kontraktor,
menyebabkan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan jalan dan jembatan
akibat dari kinerja pekerjaan relokasi tersebut atau gangguan sementara
terhadap pelayanan yang ada, tidak akan dianggap sebagai alasan untuk
memperpanjang waktu penyelesaian kontrak.
8-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
p). Utilitas umum yang ada harus diputus baik sementara atau permanen, harus
dialihkan atau dipotong dengan tepat dan aman dibawah pengawasan
Instansi Terkait, dan semua barang bongkaran harus dibersihkan dengan
cermat dan disimpan dilapangan untuk pemulihan oleh pemilik (baik Instansi
Terkait atau pemilik, sebagaimana memungkinkan)
q). Bahan dengan permukaan lama yang dilapisi (coating) yang akan dipasang
kembali dilokasi baru yang harus disiapkan, sebagaimana diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan dan sesuai dengan ketentuan Instansi Terkait, dengan
perlindungan atau pencegahan terhadap karat dan selanjutnya harus dicat
ulang sebelum dipasang kembali.
r). Bahan lama yang sangat rusak atau lapuk harus dibuang dari lapangan oleh
kontraktor, dan diganti dengan bahan baru sebagaimana diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan. Bila bahan lama menjadi tidak dapat digunakan karena
kerusakan yang disebabkan oleh kontraktor, harus diperbaiki atau diganti
dengan biaya sendiri, kecuali jika terdapat perjanjian dua belah pihak yang
menyatakan bahwa kerusakan tersebut memang tidak dapat dihindarkan.
s). Lubang atau kerusakan lainnya yang terjadi di lapangan harus dikembalikan
kondisinya oleh kontraktor sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan
dan sesuai dengan persyaratan yang relevan dengan Dokumen Kontrak.
t). Mata pembayaran yang terpisah untuk tiap Instansi Terkait yang relevan
disediakan untuk pemindahan, relokasi atau gangguan terhadap utilitas dan
pelayanan yang ada. Pekerjaan yang diukur untuk pembayaran menurut
8-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
u). Pengukuran untuk pembayaran menurut kontrak ini untuk bagian relokasi
yang dilaksanakan oleh Instansi Terkait atau Perusahaan Utilitas yang
berkaitan haruslah harga sebenarnya (at cost). Kontraktor harus melakukan
pembayaran langsung kepada Instansi Terkait berdasarkan perintah dari
Direksi Pekerjaan. Pembayaran kembali (reimbursement) haruslah dengan
harga sebenarnya (at cost) berdasarkan persetujuan antara Direksi Pekerjaan
dengan Instansi Terkait, setelah menerima atau dokumentasi yang
sebagaimana mestinya disediakan oleh kontraktor.
v). Ongkos untuk perijinan dari Instansi Terkait, salinan peraturan yang
berkaitan, dan sebagainya yang telah dibayar oleh Kontraktor dan
merupakan pembayaran yang diperlukan menurut ketentuan spesifikasi harus
dibayar kembali (reimbursed) kepada kontraktor, pada harga yang sesuai
sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Pemerintah atau Instansi Terkait
setelah menerima atau dokumentasi yang sesuai telah disediakan oleh
kontraktor. Pembayaran kembali akan diperoleh dari jumlah yang ditentukan
untuk pekerjaan relokasi oleh Instansi Terkait yang relevan, menggunakan
variasi sebagaimana yang disyaratkan dalam pasal-pasal yang relevan dalam
syarat-syarat Kontraktor untuk menetukan dan memerintahkan jumlah yang
harus dibayar.
8-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
• Data semua jaringan utilitas yang terdapat di lokasi rencana pekerjaan jalan dan
luas wilayah pelayanan serta jumlah konsumen yang dilayani.
• Data tentang koordinat letak dan dimensi jaringan utilitas yang terdapat di lokasi
pekerjaan jalan baik yang di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah atau
udara.
• Gambar detail desain dari pekerjaan jalan dimana terdapat jaringan utilitas
umum.
• Berita acara hasil kesepakatan penanganan jaringan utilitas yang akan terkena
dampak dari pekerjaan jalan pada rapat koordinasi dengan pihak pengelola
jaringan utilitas yang ada dan terkena kegiatan pekerjaan jalan.
8-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
• Gambar detail lokasi dan dimensi jaringan utilitas umum yang akan terkena
pekerjaan jalan.
• Rencana kerja terinci tentang rencana penanganan dan atau relokasi jaringan
utilitas umum yang terkerna dampak dari pekerjaan jalan.
• Surat persetujuan dari Direksi Pekerjaan dan Instansi Terkait yang bertanggung
jawab terhadap utilitas umum.
8-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
MULAI
Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Instansi Terkait
Persetujuan Tidak
Koordinasi dengan
Ya
Instansi terkait
Pelaksanaan Rencana Penanganan Kerusakan/Gangguan
terhadap Utilitas Umum
Evaluasi Tidak
Ya
SELESAI
8-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU
Pelaksanaan Penanganan
Kerusakan/Gangguan terhadap Utilitas Umum
Apakah Perlu
Pemindahan ?
Ya
Pemberitahuan/pengumuman tidak
kepada konsumen/pengguna
tidak
Perlu Pengamanan ?
Pemindahan Jaringan Utilitas
di dalam dan di atas
permukaan tanah Ya
Kerjasama dengan Ya
Instansi Terkait ?
Selesai Ya
Perbaikan
sesuai bukti
8-12