Anda di halaman 1dari 206

PEDOMAN No.

010/BM/2009
Konstruksi dan Bangunan

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan


Hidup Bidang Jalan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PRAKATA

Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan


Lingkungan Hidup Bidang Jalan Nomor: 012/PW/04 yang merupakan bagian dari
Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan berisi tentang


uraian kegiatan pembangunan jalan yang potensial menimbulkan dampak lingkungan
dan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan penerapannya dalam setiap kegiatan
tahap pelaksanaan konstruksi pembangunan jalan.

Pertimbangan perlunya dilakukan pemutakhiran terhadap Pedoman Pelaksanaan


Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan tersebut diantaranya karena:

1. Adanya perubahan dan pergantian peraturan perundang-undangan yang terkait


dengan pengelolaan lingkungan hidup dan penyelenggaraan jalan.

2. Adanya perubahan dan pergantian, pedoman, prosedur dan manual yang terkait
dengan penyelenggaraan jalan.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Pedoman
Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disampaikan terima kasih.

Jakarta, 2009

Direktur Jenderal Bina Marga

A. Hermanto Dardak

i
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PENDAHULUAN

Dalam mengupayakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan agar dapat


dilaksanakan dengan baik dan memenuhi azas pembangunan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, perlu disusun Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang
Jalan

Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan Lingkungan
Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari 4 (empat) pedoman yaitu:
1. Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
2. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
3. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
4. Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tujuan Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan adalah


untuk memberikan petunjuk bagi pemrakarsa atau penyelenggara jalan dan semua
pihak yang bertanggung jawab atau pihak terkait penyelenggaraan jalan dalam
memenuhi azas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.
Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai salah satu acuan dalam
pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan di tingkat pusat, provinsi, maupun
kabupaten dan kota, dalam mencegah dampak lingkungan yang mungkin terjadi pada
tahap pelaksanaan konstruksi jalan.
Lingkup dari pedoman ini menguraikan mengenai kegiatan pembangunan jalan yang
berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup dan penerapan kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup pada: penyiapan dokumen lelang, kegiatan pengadaan
tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan mencakup penerapan
pertimbangan lingkungan pada tahap pelaksanaan pembangunan jalan, sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

ii
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR ISI

Halaman

Prakata ....................................................................................................... i
Pendahuluan ................................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................... iii
Daftar Tabel ................................................................................................ v
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran .......................................................................................... vi

1. RUANG LINGKUP .................................................................................. 1-90


2. ACUAN NORMATIF ................................................................................ 1-90
3. ISTILAH DAN DEFINISI ......................................................................... 3-90

4. PEMBANGUNAN JALAN DAN POTENSI DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN


HIDUP .......... ....................................................................................... 4-90
4.1 Kegiatan Pembangunan Jalan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak
Lingkungan Hidup .......................................................................... 4-90
4.2 Komponen Lingkungan Hidup yang Berpotensi Terkena Dampak
Pembangunan Jalan ....................................................................... 10-90

5. PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA PEMBANGUNAN


JALAN .......... ....................................................................................... 17-90
5.1 Penyusunan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak Kerja
Pelaksanaan Konstruksi Jalan........................................................... 17-90
5.2 Pengadaan Tanah ........................................................................... 19-90
5.3 Pelaksanaan Konstruksi Jalan........................................................... 20-90
5.4 Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan ............................................ 38-90
5.5 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Daerah Sensitif 46-90

6. PELAKSANA . ....................................................................................... 82-90


6.1 Pemrakarsa Pembangunan Jalan ...................................................... 82-90
6.2 Instansi Terkait ............................................................................... 83-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7. PEMBIAYAAN DAN KOORDINASI ............................................................ 84-90


7.1 Pembiayaan .................................................................................. 84-90
7.2 Koordinasi Pelaksanaan .................................................................. 86-90

8. DOKUMENTASI DAN PELAPORAN ............................................................ 87-90


8.1 Penyiapan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak yang Memuat
Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup ............................................... 87-90
8.2 Kegiatan Pengadaan Tanah ............................................................. 87-90
8.3 Pelaksanaan Konstruksi Jalan, Pengoperasian Jalan dan Pemeliharaan
Jalan .............................................................................................. 88-90

9. PENUTUP .............................................................................................. 88-90

- LAMPIRAN
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1. Kegiatan Pembangunan Jalan dan Potensi Dampak Terhadap


Lingkungan Hidup .................................................................... 14-90
Tabel 2. Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan
Lingkungan ............................................................................ 40-90
Tabel 3. Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Hutan dan
Arahan Pengelolaan Lingkungan ............................................... 49-90
Tabel 4. Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan
Arahan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Lindung di Luar
Kawasan Hutan ...................................................................... 51-90
Tabel 5. Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan
Arahan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Bencana Alam ........ 57-90
Tabel 6. Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Cagar Budaya
dan Arahan Pengelolaannya ...................................................... 61-90
Tabel 7. Potensi Dampak Sosial Budaya Pembangunan Jalan di Daerah
Komunitas rentan dan Arahan Pengelolaannya ........................... 64-90
Tabel 8. Potensi Dampak Sosial Pembangunan Jalan Di Kawasan
Komersial, Permukiman dan Arahan Pengelolaannya .................. 66-90
Tabel 9. Prasarana Spesifik Kawasan Komersial/Permukiman dan
Rujukan Perencanaan .............................................................. 71-90
Tabel 10. Pengelolaan Dampak Spesifik Pembangunan Jalan di Kawasan
Khusus ................................................................................... 73-90

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 9.1 Bagan Peran Unit/Penanggung Jawab/Pimpinan Proyek dalam


Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan .................... 90-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh Klausul-Klausul Spesifikasi Pekerjaan Jalan yang Terkait


dengan Penanganan Dampak Lingkungan

Lampiran 2. Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Tahap Konstruksi


a. Prosedur Penanganan Lalu Lintas
b. Prosedur Penanganan Base Camp
c. Prosedur Penanganan Stockpile
d. Prosedur Penanganan Pengambilan Material di Quarry
e. Prosedur Penanganan Limbah
f. Prosedur Penanganan Erosi dan Sedimentasi
g. Prosedur Penanganan Vegetasi
h. Prosedur Penanganan Utilitas

Lampiran 3. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Sensitif


(Ringkasan)
a. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan
Hutan
1. Prosedur Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Pembangunan
Jalan
2. Manual Pelaksanaan Konstruksi Jalan di Kawasan Hutan
3. Manual Penanganan Dampak Pembangunan Jalan terhadap Flora
dan Fauna di Kawasan Hutan
b. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan
Lindung di Luar Kawasan Hutan
- Manual Penanganan Dampak Pembangunan jalan Terhadap
Sumber Daya Air
c. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan
Rawan Bencana Alam
d. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan
Cagar Budaya
e. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah
Komunitas Rentan
- Prosedur Konsultasi Masyarakat Dalam Pembangunan Jalan
f. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan
Komersial/Pemukiman dan Lahan Produktif
- Manual Penanganan Dampak Pencemaran Udara dan Kebisingan
Lalu Lintas
g. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan
Khusus

Lampiran 4. Prosedur Konsultasi Masyarakat (Ringkasan)


PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1. RUANG LINGKUP

Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini memberikan


petunjuk dan penjelasan tentang ketentuan-ketentuan yang harus diacu pada
pelaksanaan pembangunan jalan.
Lingkup dari pedoman ini menguraikan mengenai kegiatan pembangunan jalan yang
berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup dan penerapan kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup pada: penyiapan dokumen lelang, kegiatan pengadaan
tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Di
samping itu juga membahas mengenai pelaksana, biaya dan koordinasi pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan bagi pihak yang
bertanggung jawab dan terkait dalam penyelenggaraan jalan, baik di tingkat pusat,
provinsi, maupun di tingkat kabupaten dan kota, guna mempermudah dan
memperlancar tugasnya dalam mengantisipasi dan menangani dampak yang
diakibatkan pembangunan jalan.
Tujuan disusunnya pedoman ini adalah agar kinerja dari para pihak yang terkait
dengan pelaksanaan pembangunan bidang jalan dapat ditingkatkan, dalam upaya
mewujudkan pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

2. ACUAN NORMATIF

Acuan dalam penyusunan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang


jalan antara lain adalah:
• Undang-Undang
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2007 tentang Perkereta
Apian
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

• Peraturan Pemerintah
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan
• Peraturan Presiden
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
• Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2008 tentang Penetapan
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi
Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup
- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2003 tentang
Pedoman Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun 2006 tentang
Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pinjam
Pakai Kawasan Hutan
- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2006 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman
Pinjam Pakai Kawasan Hutan
- Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006
tentang Perubahan atas Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum
• Pedoman
- Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (08/BM/05)
- Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(011/PW/04)
- Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(012/PW/04)
- Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan
(013/PW/04)

2-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3. ISTILAH DAN DEFINISI

3.1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)


Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

3.2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)


Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)


Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan
penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.5. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan


Lingkungan Hidup (UPL)
Berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dilaksanakan
oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL

3.6. Masyarakat Terkena Dampak

Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau
kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat
yang akan mengalami kerugian.

3.7. Penduduk Terkena Proyek (PTP)


Penduduk yang sebagian atau seluruh tanah, bangunan, tanaman dan asset lain
miliknya, atau tanah dan bangunan yang dipergunakannya akan dipakai untuk
keperluan proyek pembangunan jalan.

3.8 Masyarakat Pemerhati Lingkungan


Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan,
tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun
dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.

3.9 Pelaksanaan Konstruksi Jalan


Kegiatan fisik pekerjaan jalan untuk memenuhi kebutuhan transportasi jalan.

3.10. Pengoperasian Jalan


Kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas jalan.

3-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3.11. Pemeliharaan Jalan


Penanganan jalan yang meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan
rehabilitasi.

3.12 Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan


Pedoman yang memuat prosedur pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup
yang dilakukan pada tahap pelaksanaan konstruksi jalan.

4. PEMBANGUNAN JALAN DAN POTENSI DAMPAK TERHADAP


LINGKUNGAN HIDUP

4.1 Kegiatan Pembangunan Jalan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak


Lingkungan Hidup

Sebelum melaksanakan pekerjaan konstruksi, pemrakarsa pembangunan jalan


menyiapkan dokumen lelang dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi jalan.
Dokumen lelang dan dokumen kontrak disiapkan dalam rangka menetapkan ketentuan
dalam pelaksanaan konstruksi jalan yang harus dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan
konstruksi jalan.
Dokumen lelang dan dokumen kontrak perlu memuat gambar-gambar dan desain
teknis sebagai hasil penjabaran RKL-RPL atau UKL-UPL. Dokumen lelang dan dokumen
kontrak yang memuat aspek pengelolaan lingkungan hidup tersebut perlu disiapkan
dalam menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup.
Apabila penjabaran RKL-RPL atau UKL-UPL tidak dimasukkan dalam dokumen lelang
dan dokumen kontrak, maka akan berpotensi terhambatnya atau terabaikannya
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada saat pekerjaan konstruksi.
Komponen kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup, berdasarkan jenis kegiatan adalah sebagai berikut:

4.1.1 Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan tanah dalam rangka


pembangunan jalan dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan
atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan
dengan tanah.
Kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan, dilakukan sesuai
peraturan yang berlaku, yaitu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 36 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Kegiatan pengadaan tanah berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap sosial
ekonomi budaya masyarakat yang terkena pembebasan tanah, antara lain hilangnya
aset, hilangnya mata pencaharian, terganggunya kegiatan sosial ekonomi budaya
masyarakat, terjadinya keresahan masyarakat dan dapat mengganggu kamtibmas.

4-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Pengadaan tanah dilaksanakan mengacu pada Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan
Pemukiman Kembali dan perlu dilakukan secara tuntas sebelum pekerjaan konstruksi
jalan dimulai agar tidak terjadi kendala pada pelaksanaan konstruksi.

4.1.2 Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Potensi dampak yang ditimbulkan saat pelaksanaan konstruksi jalan mencakup


kegiatan yang berlokasi di daerah yang tergolong bukan sensitif dan di daerah
sensitif. Karena karakteristiknya yang khas/spesifik, maka dampak negatif yang akan
timbul oleh suatu kegiatan di daerah sensitif potensinya lebih besar dibandingkan di
daerah bukan sensitif. Bila kegiatan pembangunan jalan melalui daerah sensitif, maka
harus memenuhi ketentuan perizinan yang diatur oleh pemerintah daerah menurut
kewenangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4.1.2.1 Persiapan Pekerjaan Konstruksi Jalan

1) Mobilisasi Tenaga Kerja


Kegiatan mobilisasi tenaga kerja mencakup pengadaan tenaga kerja oleh
kontraktor pelaksana proyek. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang
dibutuhkan proyek dengan berbagai kualifikasi keahlian dan atau keterampilan
maka pemrakarsa dan atau kontraktor memberi kesempatan yang sama bagi
masyarakat setempat yang ada di lokasi proyek maupun dari luar lokasi proyek.
Penerimaan tenaga kerja berpotensi menimbulkan dampak terjadinya
kecemburuan sosial dan keresahan masyarakat. Di samping itu juga berpotensi
terjadinya penyebaran penyakit menular antara lain HIV/AIDS, hepatitis, penyakit
genitalis terhadap masyarakat setempat akibat interaksi sosial.
2) Mobilisasi Peralatan Berat
Kegiatan mobilisasi peralatan berat mencakup pengadaan peralatan berat yang
akan dipakai untuk pelaksanaan proyek, diantaranya: bulldozer, exacavator, wheel
loader, dump truck, vibrator roller, truck mixer, dan lain-lain.
Termasuk dalam mobilisasi peralatan berat adalah kegiatan demobilisasi peralatan
berat setelah pelaksanaan proyek selesai. Potensi dampak lingkungan yang terjadi
adalah kerusakan jalan dan terganggunya lalu lintas.
3) Pembangunan Jalan Masuk atau Jalan Akses
Pembangunan jalan masuk atau jalan akses diperlukan untuk mobilisasi peralatan
dan kendaraan masuk ke lokasi proyek.
Pembangunan jalan akses ini dapat berupa pembuatan jalan baru atau
peningkatan kondisi jalan yang ada, sehingga dapat dilalui oleh peralatan dan
kendaraan proyek. Dampak lingkungan yang potensial terjadi adalah pencemaran
udara (sebaran debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu lintas.
4) Pembangunan Base Camp
Pembangunan base camp untuk menunjang kegiatan pelaksanaan konstruksi jalan
umumnya dibangun di sekitar lokasi proyek. Pembangunan base camp mencakup
kantor proyek, gudang material, bengkel, stone crusher, batching plan, stockpile,
penyimpanan peralatan berat dan barak untuk pekerja.

5-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Potensi dampak lingkungan akibat pembangunan base camp antara lain


berubahnya penggunaan lahan, pencemaran udara (sebaran debu) dan
meningkatnya kebisingan.

4.1.2.2 Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jalan

a. Di Lokasi Tapak Proyek


1) Pembersihan Lahan
Pekerjaan pembersihan lahan merupakan tahap awal pelaksanaan konstruksi
jalan yang mencakup pembersihan vegetasi (semak belukar, perdu dan pohon-
pohon), bangunan, saluran dan utilitas (jaringan listrik, jaringan
telekomunikasi, jaringan air bersih/air minum, jaringan gas, jaringan bahan
bakar minyak dan gas) dan penanganan sisa pembersihan lahan. Peralatan
yang digunakan adalah alat manual (antara lain gergaji, kapak, sabit dan lain-
lain) dan peralatan mekanik (chain saw dan buldozer) untuk pembersihan
lahan yang relatif luas.
Potensi dampak akibat pembersihan lahan adalah hilangnya vegetasi, rusak
dan atau terganggunya utilitas umum, pencemaran udara, meningkatnya
kebisingan dan pencemaran kualitas air permukaan. Dampak lanjut dari
terganggunya atau rusaknya utilitas umum adalah terganggunya kegiatan
sosial ekonomi masyarakat pengguna utilitas umum.
2) Pekerjaan Tanah
Pekerjaan tanah mencakup pengupasan tanah atas (top soil), penggalian dan
penimbunan tanah. Pengupasan tanah atas dilakukan sebelum pekerjaan
galian dan timbunan yaitu dengan cara memindahkan atau menyingkirkan
lapisan tanah atas yang subur biasanya dimanfaatkan untuk menyuburkan
tanaman pada pekerjaan lansekap. Penggalian dan penimbunan dimaksudkan
untuk mengurangi atau menambah tanah atau batuan dari elevasi tanah asli,
sehingga mencapai tanah dasar yang direncanakan.
Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan tanah antara lain: bulldozer,
loader, penggilas, motor grader, scraper, dump truck dan excavator. Pada
kondisi lahan berbatu biasanya dilakukan peledakan untuk selanjutnya
memudahkan dalam perataan (grading).
Potensi dampak lingkungan pada pekerjaan tanah adalah pencemaran udara
(debu), meningkatnya kebisingan, pencemaran air permukaan dan air tanah,
terganggunya stabilitas lereng (longsor dan erosi), perubahan bentang alam
dan terganggunya situs atau cagar budaya.
3) Pekerjaan Drainase
Pembuatan saluran drainase bertujuan untuk menyalurkan air dari badan jalan
ke pembuangan. Saluran drainase terletak pada tepi jalan (side drain),
memotong jalan (cross drain) dan median jalan (median drain) dengan jenis
bangunannya berupa parit dan gorong-gorong (box culvert dan pipe culvert).
Peralatan yang digunakan antara lain adalah peralatan manual yaitu pacul,
sekop dan peralatan mekanis yaitu excavator.
Pada waktu pelaksanaan pekerjaan drainase dibuatkan saluran sementara
untuk mengalirkan air yang ada di sekitar lokasi proyek, untuk mencegah
terjadinya genangan atau banjir. Pekerjaan galian saluran dilakukan dengan

6-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

excavator dan tenaga manusia, kemudian tanah galian pekerjaan ini diangkut
dengan dump truck untuk ditempatkan di tempat yang telah ditentukan sesuai
dengan perencanaan.
Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan drainase adalah terganggunya
pola aliran permukaan alami, pencemaran kualitas air permukaan dan
gangguan lalu lintas.

4) Pekerjaan Badan Jalan


Pekerjaan konstruksi badan jalan dan lapis perkerasan dengan jenis dan
ketebalan yang disesuaikan dengan rencana dapat berupa:
a) Lapis atas permukaan;
b) Lapis pondasi atas;
c) Lapis pondasi bawah;
d) Tanah dasar.
Pekerjaan pondasi mencakup penghamparan material, pencampuran,
penataan dan pemadatan material. Peralatan yang digunakan antara lain alat
penghampar, alat perata dan alat pemadat material.
Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan konstruksi badan jalan adalah
pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu
lintas.
5) Pekerjaan Jembatan
Pekerjaan jembatan mencakup pembuatan bangunan bawah/pondasi (antara
lain yaitu tiang pancang, abutment, poer, pilar, oprit) dan bangunan
atas/rangka baja atau beton termasuk lantai jembatan.
Pemancangan tiang pancang umumnya menggunakan bor (bor pile) atau
paku bumi (pile hummer). Bor pile umumnya digunakan atas pertimbangan
kondisi tanah dan kondisi lingkungan di sekitarnya yang relatif dekat dengan
bangunan rumah, dan utilitas umum. Pile hummer umumnya digunakan
berdasarkan pertimbangan kondisi lapisan tanah dan kondisi eksisting
kegiatan sekitarnya yang relatif jauh dari bangunan rumah dan utilitas umum,
sehingga dapat terhindar dari gangguan getaran yang dapat menimbulkan
kerusakan terhadap bangunan dan utilitas umum.
Potensi dampak lingkungan pada pekerjaan jembatan adalah meningkatnya
kebisingan, meningkatnya getaran, terganggunya lalu-lintas dan pencemaran
kualitas air permukaan.
6) Penghijauan dan Pertamanan
Penghijauan dan pertamanan mencakup pemasangan gembalan rumput,
penanaman tanaman berupa semak, perdu dan pohon di tepi jalan dan
median jalan serta pulau jalan. Jenis tanaman yang ditanam harus memenuhi
kriteria manfaatnya dan pertimbangan keselamatan pengguna jalan. Tujuan
penghijauan ini adalah untuk mengurangi pencemaran udara, mengurangi
tingkat kebisingan, mencegah erosi dan longsor serta fungsi estetika.
Potensi dampak positif lingkungan pada penghijauan dan pertamanan adalah
mencegah dan mengurangi longsor dan erosi, mengurangi kebisingan,
mengurangi pencemaran udara, meningkatkan estetika lingkungan dan
kenyamanan para pemakai jalan.

7-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7) Pemasangan Perlengkapan Jalan


Pemasangan perlengkapan jalan antara lain adalan pemasangan pagar, guard
rail, trotoir, rambu lalu lintas, penerangan jalan dan marka jalan. Tujuannya
adalah untuk melancarkan lalu lintas dan mencegah kecelakaan lalu lintas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah arus lalu lintas di
sekitar lokasi kegiatan yang dapat terganggu.
Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan ini adalah terganggunya lalu-
lintas dan kecelakaan lalu lintas.
8) Pembuangan Material Sisa Pembersihan Lahan dan Sisa Pekerjaan
Konstruksi
Material sisa pembersihan lahan yang berupa vegetasi (semak belukar dan
pohon), puing-puing sisa bangunan yang telah dibongkar ditangani dengan
cara dibuang atau ditempatkan sesuai ketentuan atau memanfaatkan material
sisa yang masih bisa dimanfaatkan. Demikian juga halnya terhadap material
sisa pekerjaan konstruksi antara lain kayu, kerikil, batu, material timbun, aspal,
pasir, baja dan lain-lain dapat dimanfaatkan kembali (re use) atau tidak
dibuang.
Potensi dampak dari material sisa tersebut bila tidak ditangani, maka akan
menimbulkan genangan air dan menurunnya estetika lingkungan serta
terganggunya kenyamanan masyarakat.

b. Di Lokasi Quarry dan Jalur Pengangkutan Material


1) Pengambilan Material Bangunan dari Quarry
Pengambilan material bangunan yaitu tanah, agregat (pasir dan batu) dari
lokasi quarry atau borrow area yang ditangani proyek dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, di antaranya tidak membahayakan kestabilan lereng
yang terbentuk, tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta
melakukan reklamasi setelah kegiatan selesai.
Lokasi quarry dan borrow area bisa berada di sungai, darat atau bukit.
Peralatan yang digunakan untuk pengambilan material ini antara lain exavator,
peralatan manual atau menggunakan bahan peledak.
Potensi dampak lingkungan akibat pengambilan material di sungai adalah
degradasi dasar sungai, pencemaran kualitas air sungai dan terganggunya
biota air serta longsor tebing sungai. Bila pengambilan material dari bukit atau
gunung maka potensi dampaknya adalah perubahan bentang lahan, erosi dan
longsor. Sedangkan bila pengambilan material di daratan maka dapat
menimbulkan dampak perubahan bentang alam, terbentuknya lubang-lubang
besar, longsor dan genangan air.
2) Pengangkutan Material Bangunan
Pengangkutan material bangunan yang diperlukan dalam pekerjaan konstruksi
jalan umumnya diangkut menggunakan truk dari sumbernya ke lokasi proyek
melalui jalan akses dan/atau jalan umum.
Potensi dampak akibat kegiatan ini adalah terganggunya lalu-lintas,
pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya
kenyamanan masyarakat.

8-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c. Di Lokasi Base Camp


- Pengoperasian Base Camp
Di dalam base camp terdapat kegiatan kantor kontraktor, gudang, bengkel,
batching plant, stone crusher, stockpile dan mungkin pembuatan beton pracetak,
penyimpanan peralatan berat, dan barak tempat istirahat tenaga kerja yang
terlibat dalam kegiatan konstruksi jalan.
Base camp juga dilengkapi dengan bangunan sanitasi antara lain tempat sampah,
jamban (MCK) dengan spesifikasi yang mengacu kepada standar yang ada
mengenai kapasitas, sistem penyediaan air bersih, bahan bangunan, konstruksi,
plumbing (air bersih, air kotor, drainase).
Kegiatan karyawan kantor di base camp umumnya menghasilkan limbah domestik
berupa sampah padat, cair dan tinja, hasil pencucian peralatan dan kendaraan
proyek dan ceceran sisa pelumas.
Pada pengoperasian base camp juga umumnya dilakukan pengaturan lalu lintas di
sekitarnya, karena banyaknya kendaraan dan peralatan proyek yang keluar masuk
ke base camp, di antaranya dengan rambu-rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas
dan petugas pengatur lalu lintas.
Potensi dampak pengoperasian base camp terhadap lingkungan adalah
pencemaran udara, meningkatnya kebisingan, pencemaran air, pencemaran tanah
dan menurunnya estetika.

4.1.3 Pengoperasian Jalan dan Pemeliharaan Jalan

Pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai tahap konstruksinya
berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.
a. Pengoperasian Jalan
Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu
lintas jalan. Pengoperasian jalan harus memenuhi standar pelayanan minimal
jalan. Pada awal pengoperasian jalan, frekuensi lalu lintas di jalan masih belum
terlalu padat tetapi seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan
daerah sekitar, volume kendaraan makin meningkat, yang akan mempengaruhi
pelayanan jalan .
Pertumbuhan lalu lintas yang meningkat akan berpotensi menimbulkan
peningkatan pencemaran kualitas udara (debu, partikel, CO2, SO2, NO2, CO, HC)
dan meningkatnya kebisingan serta meningkatnya getaran akibat kendaraan
bermotor. Dampak lain adalah terhadap mobilitas penduduk, perubahan
penggunaan lahan dan kegiatan informal di sekitar RUMIJA menimbulkan
pengurangan atau gangguan kapasitas jalan (side friction) yang berpotensi
mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas.
b. Pemeliharaan Jalan
Setelah dioperasikan beberapa waktu, jalan akan mengalami kerusakan dengan
demikian perlu dilakukan upaya pemeliharaan agar tidak terjadi kerusakan yang
lebih lanjut. Kegiatan pemeliharaan pada umumnya ditujukan untuk mencegah
setiap kerusakan lebih lanjut sehingga fungsi pelayanan jalan tidak menurun.
Kegiatan pemeliharaan jalan meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala
dan rehabilitasi jalan.

9-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Potensi dampak akibat pemeliharaan jalan adalah terjadinya gangguan lalu-lintas,


kecelakaan lalu lintas dan berkurangnya kenyamanan pengguna jalan.

4.2 Komponen Lingkungan Hidup yang Berpotensi Terkena Dampak


Pembangunan Jalan

Komponen lingkungan hidup yang berpotensi dapat terkena dampak akibat kegiatan
pembangunan jalan yaitu komponen fisik kimia, biologi, sosial ekonomi budaya dan
kesehatan masyarakat.

4.2.1 Komponen Fisik Kimia

a. Kualitas udara
Kualitas udara yang dimaksud adalah kualitas udara ambien yaitu udara bebas di
permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi
kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
Kualitas udara yang dimaksud dalam pedoman ini mencakup parameter gas,
partikel dan debu.
- Parameter gas mencakup Sulfur Dioxida (SO2), Karbon Monoksida (CO),
Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrokarbon (HC) dalam µg/Nm3.
- Parameter partikulat mencakup Partikulat Matter (PM10) < 10 µm dan
Partikulat Matter (PM2.5) < 2.5 µm.
- Parameter debu (µg Nm3).
Parameter-paremeter tersebut di atas adalah komponen unsur yang akan
terpengaruh/terkena dampak langsung akibat kegiatan pembangunan jalan. Kadar
unsur-unsur tersebut akan meningkat jika dalam pelaksanaan pembangunan jalan
tidak diikuti upaya pengelolaan dampak.
Kualitas udara dapat terganggu oleh sumber pencemar antara lain mesin yang
menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang penyebarannya berasal dari
sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (antara lain
generator set, mesin pemecah batu/ stone crusher dan lain-lain). Dampak lanjut
dari terganggunya kualitas udara terhadap kesehatan dan kenyamanan manusia
antara lain:
- Debu : menyebabkan iritasi kulit, iritasi mata, sesak nafas, bronchitis dan
fibriosis paru-paru.
- SO2 : menyebabkan bau yang tidak enak, konjungtiva mata, pusing, mual,
batuk dan oedema paru-paru.
- CO : mengurangi kandungan O2 dalam darah, sehingga menimbulkan
nafas pendek, sakit kepala, pusing, melemahnya daya penglihatan
dan pendengaran.
- NO2 : mengganggu sistem pernafasan.
- HC : menyebabkan leukemia dan kanker.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 19991 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara menjelaskan antara lain: setiap orang atau
penanggung jawab kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara
wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara dan biaya

1 Apabila ada Peraturan Gubernur setempat tentang baku mutu yang lebih ketat nilainya,maka yang dipakai sebagai

acuan adalah baku mutu dengan nilai yang lebih ketat tersebut.
10-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

pemulihannya atau diancam dengan pidana. Tindakan penanggulangan dan


pemulihan pencemaran udara tersebut diatur dengan Pedoman Teknis yang
dikeluarkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman
tersebut. Apabila akibat pencemaran udara tersebut ada pihak-pihak yang
dirugikan maka penanggung jawab kegiatan wajib membayar ganti rugi kepada
pihak yang dirugikan. Tata cara penetapan besarnya ganti rugi dan cara
pembayarannya ditetapkan oleh menteri.
b. Kebisingan
Kebisingan yang dimaksud adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan manusia. Tingkat
kebisingan dinyatakan dalam satuan desibel (Db(A)).
Kegiatan yang dapat menimbulkan kebisingan antara lain pengoperasian
kendaraan dan peralatan. Dampak dari kebisingan adalah terganggunya kesehatan
dan kenyamanan antara lain: gangguan pendengaran, gangguan percakapan,
gangguan tidur, gangguan psikologis, gangguan produktivitas kerja dan gangguan
emosional.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 48/MENLH/ XI/19961
tentang Baku Tingkat Kebisingan menjelaskan bahwa setiap penanggung jawab
kegiatan wajib mentaati baku tingkat kebisingan, memasang alat pencegah
kebisingan dan melaporkan hasil pemantauan tingkat kebisingan.
c. Getaran
Getaran yang dimaksud adalah getaran mekanik yang ditimbulkan oleh peralatan
kegiatan. Getaran dapat menimbulkan gangguan kesehatan, gangguan
kenyamanan dan gangguan keutuhan bangunan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 49/MENLH/XI/19961
menjelaskan antara lain bahwa setiap penanggung jawab kegiatan wajib mentaati
baku tingkat getaran, memasang alat pencegah getaran dan melaporkan hasil
pemantauan tingkat getaran.
d. Kualitas air
Kualitas air yang dimaksud adalah kondisi kualitas air yang diukur dan diuji
berdasarkan parameter-parameter dan metode tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Parameter kualitas air berdasarkan kelas yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 20011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air mencakup parameter fisik, kimia organik,
mikrobiologi, radioaktivitas dan kimia organik. Parameter kualitas air yang terkait
dengan kegiatan pembangunan jalan antara lain adalah parameter fisik (residu
terlarut, residu tersuspensi), kimia organik (Ph, BOD, DO, NO3, NH3), mikrobiologi
(coliform dan coli tinja), kimia organik (minyak dan lemak, detergen) dan
parameter lain yang relevan.
Pencemaran air dapat terjadi di sungai, danau, rawa, di laut akibat pekerjaan
konstruksi jalan, pengambilan material bangunan dan pengoperasian base camp.

1 Apabila ada Peraturan Gubernur setempat tentang baku mutu yang lebih ketat nilainya,maka yang dipakai sebagai acuan
adalah baku mutu dengan nilai yang lebih ketat tersebut.

11-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dampak lanjut pencemaran kualitas air antara lain gangguan kehidupan biota air
dan terhadap penduduk yang menggunakan perairan dalam kehidupannya.
e. Tanah
Tanah yang dimaksud adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan atas
bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik yang mempunyai sifat
fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia.
Kerusakan tanah atau pencemaran tanah terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan
perubahan sifat dasar tanah yang melampaui baku kerusakan tanah.
Parameter tanah mencakup ketebalan solum, kebatuan permukaan, komposisi
fraksi, berat isi, porositas total, derajat pelulusan air, Ph, daya hantar listrik (DHL),
redoks dan jumlah mikroba serta jumlah erosi.
Pembangunan jalan yang berpotensi dapat merusak atau mencemari tanah adalah
pembersihan tanah, pekerjaan tanah dan pengoperasian base camp.
f. Lahan
Lahan yang dimaksud adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya mencakup
semua sifat biosfer, atmosfer, tanah, geologi, topografi, hidrologi, populasi flora,
fauna dan hasil kegiatan manusia. Pembangunan jalan yang berpotensi
menimbulkan dampak terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah pengadaan
lahan, pekerjaan tanah, pembangunan base camp, pengambilan material dan
pengoperasian jalan.

4.2.2 Komponen Biologi

Komponen biologi yang dimaksud dalam pedoman ini mencakup flora dan fauna yang
ada di dalam lokasi dan sekitar lokasi pembangunan jalan.
a. Flora
Flora yang dimaksud adalah tumbuhan dan tanaman yang hidup pada suatu
ekosistem, di antaranya hutan, sungai, pantai, rawa, mangrove, perkebunan,
sawah, pekarangan dan lainnya.
Parameter flora mencakup keberadaan jenis, status keberadaan jenis, kelimpahan
(populasi), fungsi dan habitat.
- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status dari jenis tumbuhan
atau tanaman tergolong langka, dilindungi undang-undang atau endemik.
- Manfaat atau fungsi mencakup fungsi ekologis, ekonomis dan estetis.
- Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan
jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil penghitungan menggunakan metode
ilmiah yang lazim melalui observasi atau berdasarkan informasi yang telah ada
dari data sekunder.
- Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup tumbuhan termasuk
melangsungkan daur hidupnya.
b. Fauna
Fauna yang dimaksud adalah hewan atau satwa yang tergolong liar (tidak di
budidaya) dan satwa budidaya:

12-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status jenis satwa yang ada
pada suatu daerah antara lain langka, dilindungi undang-undang atau
endemik.
- Manfaat atau fungsi mencakup fungsi sebagai satwa mempunyai nilai ekologis,
ekonomi dan estetis.
- Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan
jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil penghitungan menggunakan metode
ilmiah yang lazim melalui survai observasi atau informasi data sekunder.
- Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup satwa termasuk melangsungkan
daur hidupnya.
c. Biota Air
Biota air yang dimaksud adalah organisme (makhluk hidup) yang hidup di air baik
di dalam air (submerged), di dasar (benthic) atau di permukaan air (emerged)
yang termasuk flora maupun fauna. Komponen biota air yang mencakup plankton,
nekton dan benthos.
- Plankton adalah organisme air yang hidup melayang di dalam atau permukaan
air baik hewan atau tumbuhan yang mempunyai ukuran mikroskopis atau
dapat dilihat langsung. Plankton berperan dalam keseimbangan ekosistem
perairan antara lain dalam rantai makanan (food web).
- Benthos adalah organisme air yang hidup di dasar perairan (media dasar
perairan) baik hewan atau tumbuhan yang berukuran mikroskopis atau dapat
dilihat langsung. Benthos berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan
antara lain dalam rantai makanan.
- Nekton adalah organisme air yang hidup melayang dan aktif di dalam air. Pada
pedoman ini yang termasuk nekton adalah difokuskan pada perikanan. Nekton
berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai
makanan.
- Kelimpahan biota air yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis (populasi)
yang dapat dihitung berdasarkan hasil perhitungan dengan mengambil
cuplikan (sampel) maupun informasi data sekunder menggunakan metode
yang lazim.
- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status jenis yang ada pada
daerah tertentu yang tergolong langka, dilindungi undang-undang atau
endemik.
- Manfaat atau fungsi dari biota air mencakup fungsi ekologis, ekonomis atau
estetis.
- Habitat yang dimaksud adalah tempat biota air hidup termasuk
melangsungkan daur hidupnya.

4.2.3 Komponen Sosial Ekonomi Budaya

a. Keresahan masyarakat
Keresahan masyarakat yang dimaksud adalah perasaan resah yang timbul karena
khawatir sehingga menimbulkan tidak tenang, tidak nyaman, tertekan dan gelisah
yang terjadi pada orang atau sekelompok orang (penduduk).
b. Kecemburuan sosial
Kecemburuan sosial yang dimaksud adalah perasaan yang timbul pada orang atau
sekelompok orang yang merasa hak-haknya tidak diperoleh atau berkurang dan
beranggapan hak tersebut diambil oleh orang lain atau sekelompok orang lain.

13-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c. Utilitas Umum
Utilitas yang dimaksud adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan
masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar
bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Termasuk dalam utilitas adalah
jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas
dan bahan bakar minyak, jaringan sanitasi dan lain-lain.
d. Mata pencaharian
Mata pencaharian adalah kegiatan pokok untuk menopang kehidupan seseorang
atau keluarga.
e. Aset
Aset yang dimaksud adalah lahan, bangunan, tanaman dan benda-benda yang
terkait dengan tanah yang mempunyai nilai finansial atau sosial.
f. Kegiatan sosial ekonomi budaya
Kegiatan sosial ekonomi budaya yang dimaksud adalah kegiatan orang atau
sekelompok orang yang terkait dengan aspek sosial ekonomi budaya.
g. Lalu lintas
Lalu lintas yang dimaksud adalah lalu lintas kendaraan pada suatu ruas jalan.
h. Mobilitas
Mobilitas yang dimaksud adalah pergerakan atau mobilitas orang atau sekelompok
orang sesaat atau rutin pada suatu tempat ke tempat lain.

4.2.4 Kesehatan Masyarakat

a. Kesehatan
Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi organ-
organ tubuh yang mencakup sistem pernafasan (respirasi), sistem peredaran
darah (transportasi), sistem pencernaan (digestiva), sistem syaraf (neuron),
sistem hormonal dan sistem lainnya.
b. Kenyamanan
Kenyamanan yang dimaksud adalah keadaan lingkungan dari orang atau kelompok
orang yang dapat menimbulkan rasa tenang, aman, sehat sehingga dapat
melakukan kegiatan setiap saat dengan sebaik-baiknya tanpa merasa khawatir.
Komponen kegiatan pembangunan jalan dan potensi dampak lingkungan digambarkan
secara singkat pada Tabel 1.
Tabel 1: Kegiatan Pembangunan Jalan dan Potensi Dampaknya Terhadap
Lingkungan Hidup

Kegiatan yang Berpotensi


Potensi Dampak Lingkungan
Menimbulkan Dampak Lingkungan
A. Pengadaan Tanah a. Keresahan masyarakat;
b. Hilangnya aset;
c. Hilangnya mata pencaharian;
d. Terganggunya kegiatan sosial
ekonomi budaya.

14-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kegiatan yang Berpotensi


Potensi Dampak Lingkungan
Menimbulkan Dampak Lingkungan
B. Pelaksanaan Konstruksi Jalan
Persiapan Pekerjaan Konstruksi
1. Mobilisasi tenaga kerja a. Kecemburuan sosial;
b. Peningkatan kesempatan kerja
(dampak positif);
c. Potensi penyebaran penyakit
menular antara lain: HIV/AID,
hepatitis, dan lain-lain.
2. Mobilisasi peralatan berat a. Kerusakan jalan;
b. Terganggunya lalu lintas.
3. Pembuatan jalan masuk/akses a. Pencemaran udara (debu);
b. Meningkatnya kebisingan;
c. Terganggunya lalu lintas.
4. Pembangunan base camp a. Berubahnya penggunaan lahan;
b. Pencemaran udara (debu);
c. Meningkatnya kebisingan.
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
a. Di lokasi proyek
1. Pembersihan lahan a. Hilangnya vegetasi;
b. Pencemaran udara (debu);
c. Meningkatnya kebisingan;
d. Terjadinya longsor dan erosi;
e. Kerusakan atau terganggunya
utilitas umum jaringan listrik,
telekomunikasi, air minum/bersih,
gas, bahan bakar minyak (BBM) dan
gas (BBG).
2. Pekerjaan tanah a. Pencemaran udara (debu);
b. Meningkatnya kebisingan;
c. Terganggunya stabilitas lereng,
longsor dan erosi;
d. Pencemaran air permukaan dan air
tanah;
e. Terganggunya pola aliran air tanah
dan air permukaan;
f. Perubahan bentang alam atau
lansekap.
3. Pekerjaan drainase a. Terganggunya aliran air permukaan
dan pencemaran kualitas air;
b. Terganggunya lalu lintas;
c. Terganggunya aksesibilitas.
4. Pekerjaan badan jalan a. Pencemaran udara (debu);
b. Meningkatnya kebisingan;
c. Terganggunya lalu lintas.

15-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kegiatan yang Berpotensi


Potensi Dampak Lingkungan
Menimbulkan Dampak Lingkungan
5. Pekerjaan jembatan a. Meningkatnya kebisingan;
b. Meningkatnya getaran;
c. Terganggunya lalu lintas;
d. Pencemaran kualitas air sungai.
6. Penghijauan dan pertamanan a. Mengurangi longsor dan erosi;
b. Peningkatan estetika;
c. Menurunkan pencemaran udara
(debu, CO, SO2, NO2, HC).
7. Pemasangan perlengkapan jalan - Terganggunya lalu lintas dan
kecelakaan lalu lintas
8. Pembuangan sisa pembersihan a. Terganggunya aliran permukaan;
lahan dan sisa pekerjaan b. Menurunnya estetika;
konstruksi c. Terganggunya kenyamanan
masyarakat;
d. Pencemaran tanah.
b. Di lokasi Quarry dan jalur
pengangkutan material
1. Pengambilan material
1.1. Pengambilan material di quarry a. Pencemaran udara (debu);
(di darat/di bukit atau b. Meningkatnya kebisingan;
gunung) c. Terjadinya lubang dan genangan;
d. Terganggunya aliran air permukaan;
e. Longsor dan erosi.
1. 2.Pengambilan material a. Degradasi sungai yang dapat
bangunan di quarry (di mengganggu stabilitas bangunan
sungai) sungai;
b. Pencemaran air sungai;
c. Terganggunya biota air.
2. Pengangkutan material bangunan a. Pencemaran udara (debu, CO, SO2,
NO2, HC);
b. Meningkatnya kebisingan;
c. Kerusakan jalan;
d. Terganggunya lalu lintas;
e. Terganggunya kenyamanan
masyarakat.
c. Di lokasi Base camp
1. Pengoperasian base camp (barak a. Pencemaran udara (debu);
pekerja, kantor, stockpile, bengkel, b. Meningkatnya kebisingan;
gudang, stone crusher dan AMP) c. Pencemaran air permukaan ;
d. Pencemaran tanah ;
e. Terganggunya lalu lintas ;
f. Kondisi kamtibmas.

16-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kegiatan yang Berpotensi


Potensi Dampak Lingkungan
Menimbulkan Dampak Lingkungan

C. Pengoperasian dan Pemeliharaan


Jalan a. Pencemaran udara (debu/partikel,
1. Pengoperasian jalan CO2, SO2, NO2, CO, HC);
b. Meningkatnya kebisingan;
c. Meningkatnya getaran;
d. Kecelakaan lalu lintas;
e. Perubahan penggunaan lahan yang
tak terkendali di RUMIJA (side
friction);
f. Meningkatnya mobilitas penduduk;
g. Terganggunya jalur
perlintasan/mobilitas satwa
dilindungi;
h. Potensi genangan atau banjir.
2. Pemeliharaan jalan - Terganggunya lalu lintas dan
kecelakaan lalu lintas.

5. PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA


PEMBANGUNAN JALAN

5.1 Penyusunan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak Kerja Pelaksanaan


Konstruksi Jalan

Dokumen lelang pekerjaan jalan adalah untuk pelaksanaan konstruksi jalan. Dokumen
lelang disiapkan oleh penyelenggara jalan atau penanggung jawab pembangunan jalan
dalam rangka mengundang penyedia jasa konstruksi jalan (kontraktor pelaksana
konstruksi jalan) untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan.
Apabila pihak penanggung jawab atau penyelenggara jalan telah menentukan
penyedia jasa konstruksi (kontraktor pelaksana konstruksi jalan), maka dibuat
kesepakatan kerja yang dituangkan dalam dokumen kontrak kerja.
Dokumen kontrak kerja merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam pelaksanaan konstruksi jalan.
Tujuan dari penyiapan dokumen lelang dan kontrak kerja yang memuat aspek
pengelolaan lingkungan adalah agar pihak kontraktor pelaksana konstruksi jalan atau
penyedia jasa konstruksi menjamin pelaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada
saat pekerjaan konstruksi jalan. Tahapan ini perlu mendapat perhatian khusus karena
pada umumnya belum dilaksanakan dengan baik, dan menyebabkan biaya pengelolaan
dampak lingkungan belum diakomodasi dalam dokumen kontrak sehingga menjadi
salah satu titik lemah pelaksanaan pengelolaan dampak lingkungan bidang jalan.
Pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilaksanakan antara lain adalah:
a. Penyusunan dokumen lelang pekerjaan konstruksi jalan yang mencantumkan
persyaratan pengelolaan lingkungan hidup sesuai yang diuraikan dalam RKL-RPL
atau UKL-UPL dan telah dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis atau
desain teknis;

17-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Penyusunan dokumen kontrak kerja pelaksanaan konstruksi jalan yang


mencantumkan persyaratan pengelolaan lingkungan hidup yang dijabarkan dalam
gambar kerja dan spesifikasi teknis sesuai dengan yang telah diuraikan dalam
dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL yang telah dimuat dalam dokumen lelang.
c. Ketentuan atau persyaratan pengelolaan lingkungan hidup dalam dokumen lelang
dan dokumen kontrak harus diuraikan secara rinci dan jelas agar tidak terjadi
adanya salah pengertian oleh pelaksana pekerjaan konstruksi jalan. Hal-hal yang
perlu dicantumkan dalam kontrak antara lain:
1. Pada bagian: Syarat Kontrak
Pada bagian ini perlu dicantumkan adanya definisi pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup. Selain itu perlu dicantumkan dengan jelas,
ketentuan bahwa kontraktor pelaksana harus bertanggung jawab menangani
dampak dampak yang timbul akibat pekerjaan konstruksi, termasuk biaya yang
diperlukan, dan ketentuan bila dalam pelaksanaan pekerjaan ditemukan daerah
sensitif di lokasi kegiatan atau di sekitarnya.
2. Pada bagian: Spesifikasi
Untuk setiap komponen pekerjaan yang berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan, perlu dicantumkan tata cara pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup untuk menangani dampak lingkungan hidup yang terjadi.
Salah satu acuan yang perlu dicantumkan adalah Pedoman Mitigasi Dampak
Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan. Di samping itu juga perlu dicantumkan
penggunaan material atau bahan yang ramah lingkungan.
3. Pada bagian: Daftar kuantitas (Bill of Quantities)
Untuk setiap komponen pekerjaan yang perlu melakukan kegiatan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup dapat mencantumkan biaya yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan tersebut (bila ada).
4. Pada bagian: Gambar
Pada bagian ini perlu dicantumkan gambar kerja untuk menangani dampak
lingkungan hidup yang terjadi, yang merupakan penjabaran dari dokumen RKL-
RPL atau UKL-UPL dalam perencanaan teknis.
d. Rencana Kerja Kontraktor.
Penyusunan rencana kerja yang disusun oleh kontraktor harus mencantumkan
aspek pengelolaan lingkungan hidup sesuai dalam dokumen kontrak. Hal tersebut
diperlukan untuk dapat memberi jaminan bahwa aspek pengelolaan lingkungan
hidup yang telah diuraikan dalam dokumen kontrak akan dilaksanakan oleh
kontraktor pelaksana.
Bila dalam dokumen kontrak belum atau tidak tercantum aspek pengelolaan
lingkungan hidup, maka kontraktor pelaksana dalam menyusun rencana kerjanya
dapat mengacu pada Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi
Jalan.
Rencana kerja kontraktor akan dibahas pada rapat persiapan pelaksanaan
konstruksi (Pre Construction Meeting/PCM) setelah penandatanganan kontrak
kerja. Hasil rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan termasuk rencana pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup akan menjadi masukan dan dibahas serta disepakati
dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi jalan.

18-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dokumen terkait dan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam penyiapan dokumen
lelang dan dokumen kontrak yang memuat aspek pengelolaan lingkungan hidup,
antara lain:
- Dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL
- Dokumen rencana teknis pembangunan jalan
- Pedoman Mitigasi Dampak Standar pada Pekerjaan Konstruksi Jalan

Contoh klausul-klausul spesifikasi pekerjaan jalan yang terkait dengan


penanganan dampak lingkungan beserta penjelasannya dapat dilihat pada
Lampiran 1.

5.2 Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara ganti
rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Jalan umum dibangun di atas tanah yang dikuasai oleh negara. Apabila dalam rencana
pembangunan jalan lokasinya berada di atas tanah orang, instansi pemerintah atau
institusi bukan pemerintah, maka untuk mendapatkan tanah tersebut harus melakukan
pengadaan tanah. Pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru, pelebaran
jalan atau perbaikan alinyemen.
a. Potensi Dampak
Potensi dampak lingkungan dan sosial yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan
pengadaan tanah antara lain:
1) Terjadinya keresahan penduduk yang tanahnya berada di lokasi pembangunan
jalan dan dibebaskan;
2) Hilangnya aset, mata pencaharian, pendapatan dan terganggunya kegiatan
sosial ekonomi budaya PTP, karena terkena pembebasan tanah;
b. Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Kegiatan Pengadaan Tanah
Tujuan dari pengelolaan ini adalah dalam rangka mengurangi dan menanggulangi
dampak yang diakibatkan pembebasan tanah terutama dampak sosial ekonomi
budaya masyarakat terkena proyek (PTP). Pengelolaan lingkungan yang perlu
dilaksanakan antara lain:
1) Pengadaan tanah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam proses pengadaan tanah yaitu mengacu pada:
- Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas
Tanah dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya;
- Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden nomor 65

19-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 36 tahun


2005.
2) Menerapkan hasil analisis dampak sosial (ANDAS) dan rencana kerja
pengadaan tanah dan pemukiman kembali (LARAP).
3) Proses pengadaan tanah mulai dari perencanaan penetapan lokasi hingga tata
cara pengadaan tanah harus melalui musyawarah dan prinsip penghormatan
terhadap hak atas tanah.
4) Proses pengadaan tanah sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 tahun 2007 perlu memperhatikan:
a. Tata cara pengadaan tanah mencakup 2 (dua) kriteria yaitu:
- Tata cara pengadaan tanah yang luasnya lebih dari satu hektar, maka
perlu dibentuk Panitia Pengadaan Tanah (PPT).
- Untuk pengadaan tanah yang luasnya kurang dari 1 (satu) Ha, dapat
dilakukan secara langsung dengan pemegang hak atas tanah, dengan
cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati bersama.
b. Dalam proses pengadaan tanah, maka perlu dilakukan kegiatan konsultasi
dengan masyarakat terutama PTP dalam rangka musyawarah dan
menjaring informasi secara langsung.
c. Dokumen Terkait
Dokumen yang terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam
kegiatan pengadaan tanah antara lain yaitu:
- Analisis Dampak Sosial (ANDAS)
- Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARAP)

5.3 Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan meliputi pengelolaan dampak


di daerah bukan sensitif dan di daerah sensitif. Acuan yang digunakan untuk
pengelolaan lingkungan pada daerah yang bukan tergolong sensitif menggunakan
Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan (pedoman ini disajikan
pada Lampiran 2) dan pedoman lain yang relevan terkait dengan pekerjaan
konstruksi jalan. Sedangkan bila pelaksanaan konstruksi jalan berada di daerah yang
tergolong sensitif, maka pengelolaan lingkungan dan sosial mengacu pada Pedoman
Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Sensitif (ringkasan pedoman ini
disajikan pada Lampiran 3).

5.3.1 Persiapan Pekerjaan Konstruksi Jalan

a. Potensi Dampak
Persiapan pekerjaan konstruksi jalan mencakup kegiatan mobilisasi tenaga kerja,
mobilisasi peralatan, pembangunan jalan masuk/akses dan pembangunan base
camp. Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan persiapan konstruksi jalan
antara lain adalah timbulnya kecemburuan sosial, adanya kesempatan kerja,
potensi penyebaran penyakit menular, kerusakan jalan, terganggunya lalu lintas,
meningkatnya sebaran debu, meningkatnya kebisingan dan berubahnya
penggunaan lahan.

20-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Persiapan Konstruksi Jalan


Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Persiapan Konstruksi Jalan yang pertama-
tama perlu dilakukan adalah konsultasi masyarakat. Kegiatan konsultasi
masyarakat diperlukan sebelum pelaksanaan konstruksi jalan dimulai. Kegiatan
konsultasi ini harus sudah tercantum dalam rencana kerja (work plan) yang
disusun oleh kontraktor dengan tujuan:
1) Penjelasan maksud dan tujuan pembangunan jalan yang akan dilaksanakan.
2) Pelibatan masyarakat untuk turut berperan serta dalam pembangunan jalan.
3) Transparansi informasi kepada masyarakat dalam rangka mencegah dan
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Masyarakat yang terkena dampak serta masyarakat yang terkait dengan
pembangunan jalan perlu dilibatkan dalam kegiatan konsultasi ini. Aspirasi yang
muncul dari masyarakat berupa saran, tanggapan, keinginan dan harapan perlu
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan konstruksi jalan.
Kegiatan konsultasi dapat dilakukan dengan cara rapat, diskusi terbuka atau
dengar pendapat (public hearing) pada tempat tertentu secara formal atau
informal. Konsultasi masyarakat juga termasuk pada kelompok masyarakat rentan.
Acuan yang digunakan dapat dilihat pada Prosedur Konsultasi Masyarakat dalam
Pembangunan Jalan.

1. Pengelolaan pada Mobilisasi Tenaga Kerja


a) Terjadinya kecemburuan sosial
Dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya kecemburuan sosial
masyarakat setempat dalam mempekerjakan tenaga kerja untuk pekerjaan
konstruksi jalan, antara lain dapat dikelola dengan cara:
(1) Memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat setempat
untuk menjadi tenaga kerja di proyek sesuai tingkat ketrampilan dan
pendidikannya.
(2) Meningkatkan interaksi sosial antara penanggung jawab
pembangunan jalan, kontraktor dan tenaga kerja pendatang dengan
masyarakat setempat.
b) Meningkatnya kesempatan kerja
Dalam rangka meningkatkan dampak positif yaitu meningkatnya
kesempatan kerja karena mobilisasi tenaga kerja pada kegiatan konstruksi
jalan, antara lain dapat dikelola dengan cara:
(1) Mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja setempat dan bahan
material setempat sesuai yang diperlukan untuk menunjang
pelaksanaan konstruksi jalan.
(2) Peningkatan sumber daya melalui pelatihan ketrampilan pada
masyarakat agar mereka dapat terlibat dalam pelaksanaan konstruksi
jalan.
(3) Konsultasi dengan masyarakat tentang peluang usaha (saat konstruksi
dan setelah konstruksi jalan), agar mereka dapat memanfaatkan
keberadaan proyek untuk meningkatkan kesejahteraannya, antara lain
menyediakan akomodasi dan keperluan para pekerja sehari-hari.

21-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

c) Penyebaran penyakit menular


Apabila melakukan penerimaan tenaga kerja, antara lain perlu persyaratan
mengenai catatan kesehatan calon tenaga kerja. Hal ini untuk
menghindari potensi penyebaran penyakit yang tergolong menular
(penyakit HIV/AIDS, kelamin, hepatitis, dan lain-lain) karena adanya
interaksi sosial masyarakat. Di samping itu kontraktor perlu melakukan
kampanye pencegahan penyakit menular.

2. Pengelolaan pada Mobilisasi Peralatan Berat


a) Terjadinya kerusakan jalan
Dalam rangka mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan jalan,
maka perlu memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Sebelum melakukan mobilisasi peralatan berat, maka perlu
mengidentifikasi kondisi jalan dan kondisi lalu lintas, sehingga dapat
memilih rute jalan yang resiko kerusakan jalan dan gangguan lalu
lintasnya minimal.
(2) Mempertimbangkan kapasitas peralatan berat atau membatasi beban
gandar sesuai dengan kapasitas jalan yang akan digunakan untuk
mobilisasi peralatan berat.
(3) Apabila terjadi kerusakan jalan dan terganggunya lalu lintas akibat
mobilisasi peralatan berat yang melalui jalan umum, antara lain dapat
dikelola dengan cara perbaikan kondisi jalan yang rusak akibat
mobilisasi peralatan berat selama pekerjaan konstruksi jalan.
b) Terganggunya lalu lintas
Dalam rangka mencegah dan mengurangi terjadinya gangguan lalu lintas
maka perlu:
(1) Menugaskan pengatur lalu lintas pada lokasi rawan kemacetan dan
kecelakaan lalu lintas.
(2) Memasang rambu-rambu lalu lintas sementara pada lokasi rawan
kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.
Acuan yang digunakan dalam penanganan lalu lintas adalah Pedoman Mitigasi
Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan yaitu mengenai Prosedur
Penanganan Lalu Lintas pada Lampiran 2.

3. Pengelolaan pada Pembuatan Jalan Masuk atau Jalan Akses.


a) Terjadinya sebaran debu
Dalam rangka mencegah dan meminimalkan sebaran debu bila jalan akses
tersebut melalui atau dekat lokasi permukiman, antara lain dapat dikelola
dengan cara:

(1) Penyiraman secara berkala di lokasi pekerjaan untuk mencegah


sebaran debu atau penyiraman saat kondisi berdebu.
(2) Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material untuk mengurangi
sebaran debu dan suara bising mesin kendaraan proyek.
(3) Pengaturan pelaksanaan waktu bekerja (jam kerja yaitu jam 07.00 –
17.00).

22-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b) Meningkatnya kebisingan
Dalam rangka meminimalkan kebisingan saat pembuatan jalan masuk atau
akses, upaya pengelolaannya antara lain:
(1) Pengaturan pelaksanaan waktu bekerja (jam kerja yaitu jam 07.00 –
17.00).
(2) Perawatan peralatan dan kendaraan.
c) Terganggunya lalu lintas
Untuk mencegah dan mengurangi terganggunya lalu lintas antara lain
dengan cara:
(1) Menugaskan petugas pengatur lalu lintas pada lokasi rawan
kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.
(2) Memasang rambu-rambu lalu lintas sementara pada lokasi rawan
kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.
Acuan yang digunakan dalam rangka mencegah dan mengurangi sebaran
debu dan kebisingan adalah prosedur penanganan penurunan kualitas udara
(debu) dan kebisingan disajikan pada Pedoman Mitigasi Dampak Standar
Pekerjaan Konstruksi Jalan Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan
Limbah dan mengenai Prosedur Penanganan lalu lintas.

4. Pengelolaan pada Pembangunan Base Camp


a) Terjadinya perubahan penggunaan lahan
Dalam rangka mencegah dan mengurangi perubahan fungsi lahan akibat
berubahnya penggunaan lahan dapat dikelola dengan cara:
(1) Pemilihan lokasi base camp harus dekat dengan lokasi proyek dan
diupayakan jauh dari permukiman penduduk.
(2) Membatasi luas base camp sesuai kebutuhan proyek.
(3) Lokasi base camp diupayakan tidak dilokasi yang tergolong daerah
sensitif.
b) Terjadinya pencemaran udara (sebaran debu/partikulat)
Dalam rangka mengurangi pencemaran udara khususnya parameter
debu/partikulat dapat dilakukan antara lain dengan cara penyiraman
permukaan tanah di lokasi pembangunan base camp dan segera
membangun pagar pembatas base camp.
c) Meningkatnya kebisingan
Kebisingan dapat dikurangi antara lain dengan cara:
(1) Perawatan berkala perawatan dan kendaraan proyek.
(2) Pengaturan jam kerja yaitu jam 07.00 – 17.00 (jam kerja).

5.3.2 Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jalan

5.3.2.1 Di Lokasi Proyek

Pelaksanaan konstruksi jalan kegiatannya mencakup pembersihan lahan, pekerjaan


tanah, pekerjaan drainase, konstruksi badan jalan, pekerjaan jembatan, penghijauan
dan pertamanan, perlengkapan jalan, penanganan sisa pembersihan lahan dan sisa
pekerjaan konstruksi.

23-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

a. Potensi Dampak
Potensi dampak negatif akibat pelaksanaan konstruksi jalan antara lain adalah
terganggunya utilitas, hilangnya vegetasi, pencemaran kualitas udara (sebaran
debu), meningkatnya kebisingan, meningkatnya getaran, pencemaran kualitas air,
terganggunya stabilitas lereng, longsor dan erosi, terganggunya aliran air
permukaan, terganggunya lalu lintas, berubahnya penggunaan lahan, perubahan
bentang alam dan terganggunya situs budaya (bila ada).
b. Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pelaksanaan Konstruksi Jalan
1. Pengelolaan pada Pembersihan Lahan
a) Hilangnya vegetasi
Hilangnya vegetasi akibat pembersihan lahan, dapat dikelola dengan cara
antara lain:
(1) Apabila lokasi proyek yang akan dibersihkan merupakan daerah hutan
produksi, perkebunan atau ladang yang relatif luas yang dikelola oleh
instansi pemerintah atau penduduk, maka pelaksanaannya harus
mengikuti prosedur yang berlaku pada instansi yang bersangkutan.
Hal tersebut terkait dengan fungsi vegetasi yang mempunyai nilai
ekologis, ekonomis dan estetis.
(2) Sebelum melakukan pembersihan, maka penanggung jawab kegiatan
pembangunan jalan harus berkoordinasi dengan pengelola lahan agar
pelaksanaan pembersihan lahan sesuai prosedur yang berlaku antara
lain mengenai:
- Tata cara kegiatan pembersihan lahan di hutan, perkebunan dan
pertanian.
- Tata cara penanaman kembali (revegetasi) daerah yang rawan
longsor dan erosi di sekitar lokasi proyek.
- Tata cara penanganan jenis-jenis tumbuhan atau satwa liar yang
tergolong dilindungi, langka maupun endemik (bila ada).
(3) Tidak melakukan pembakaran vegetasi hutan, perkebunan atau
pertanian untuk membersihkan lahan.
(4) Setelah lokasi dibersihkan, maka seiring dengan pekerjaan konstruksi
jalan perlu melakukan revegetasi di daerah rawan longsor dan erosi
yang sesuai dan seimbang dalam rangka mencegah atau mengurangi
longsor dan erosi.
(5) Apabila lokasi jalan di daerah hutan, perkebunan atau pertanian
sudah dibersihkan, maka harus dilakukan upaya pencegahan
terjadinya perambahan hutan dan perambahan perkebunan
(penebangan liar dan pembakaran hutan). Pengelolaannya antara
lain:
- Membuat batas RUMIJA dan RUWASJA yang jelas.
- Memasang papan peringatan, himbauan dan larangan kegiatan
yang dapat mengganggu kelestarian hutan.
Penanganan vegetasi antara lain mengacu pada Pedoman Mitigasi
Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi mengenai Prosedur
Penanganan Vegetasi pada Lampiran 2.

24-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b) Pencemaran udara (debu)


Dalam rangka mengurangi pencemaran udara berupa debu atau partikel
yang tersebar ke lingkungan, dapat dikelola dengan cara antara lain:
(1) Pengaturan waktu pelaksanaan pekerjaan pada jam kerja yaitu jam
07.00 – 17.00. Apabila akan melakukan kegiatan di luar jam kerja,
maka perlu diadakan konsultasi/ musyawarah dengan masyarakat dan
aparat pemerintah setempat.
(2) Pengaturan kecepatan kendaraan proyek.
(3) Penyiraman secara berkala, saat lokasi kegiatan dalam kondisi
berdebu.
Pengelolaan lingkungan antara lain mengacu pada Pedoman Mitigasi
Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan disajikan pada Lampiran 2,
mengenai Prosedur Penanganan Limbah.
c) Meningkatnya kebisingan
Untuk mengurangi tingkat kebisingan dan mengurangi terganggunya
kenyamanan masyarakat akibat kebisingan dari suara mesin peralatan dan
kendaraan, maka perlu:
(1) Perawatan berkala terhadap peralatan dan kendaraan proyek.
(2) Pengaturan jam kerja, yaitu jam 07.00 – 17.00. Apabila akan
melakukan kegiatan di luar jam kerja, maka perlu konsultasi atau
musyawarah dengan masyarakat.
d) Terjadinya longsor dan erosi
Mencegah dan mengurangi terjadinya longsor, erosi dan sedimentasi dan
pencemaran kualitas air serta terganggunya biota air, antara lain dapat
dikelola dengan cara:
(1) Mempertimbangkan kondisi musim yang ada di lokasi proyek terhadap
pekerjaan pembersihan lahan dengan terutama pada musim hujan
dengan kecenderungan longsor, erosi, sedimentasi dan pencemaran
air.
(2) Pembuatan saluran drainase sementara untuk mencegah atau
mengalihkan masuknya aliran air permukaan dari lokasi pekerjaan
langsung ke badan air permukaan (sungai, parit, kolam, danau).
(3) Pada daerah yang permukaan tanahnya berubah akibat penyiapan
lahan antara lain daerah bergelombang, berbukit, tebing sungai perlu
dibangun bangunan pencegah longsor, erosi dan saluran drainase.
(4) Setelah melakukan pembersihan lahan, maka perlu segera menanam
tanaman yang mempunyai nilai ekologis (menahan atau mengurangi
erosi dan longsor) pada tempat-tempat yang rawan longsor dan erosi.
(5) Tanah humus sebaiknya tidak dibuang tetapi dapat digunakan untuk
penghijauan dan pertamanan (lanscaping jalan).
(6) Tanah bukan humus yang tidak digunakan dalam konstruksi jalan
harus ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah
setempat (disposal area) sesuai Peraturan Daerah yang berlaku.
Apabila belum ada ketetapan yang mengatur hal tersebut, maka
penanggung jawab pembangunan jalan melakukan konsultasi dengan
Pemerintah Daerah dan masyarakat serta instansi terkait untuk
menangani masalah tersebut. Antara lain menentukan lokasi buangan

25-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

sisa material yang sesuai (dampaknya kecil) dengan cara menyewa


lahan pemerintah, perorangan atau swasta dalam waktu tertentu dan
lain-lain.
Salah satu acuan dalam pengelolaan lingkungan dalam rangka mencegah,
mengurangi dan menanggulangi longsor dan erosi adalah Pedoman
Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan pada Lampiran 2
mengenai Prosedur Penanganan Longsor dan Erosi.
e) Kerusakan atau terganggunya utilitas
Dalam rangka mencegah dan mengurangi kerusakan atau terganggunya
fungsi utilitas umum, yang ada di lokasi pekerjaan, antara lain dapat
dikelola dengan cara:
(1) Berkoordinasi dengan pengelola utilitas yang akan terganggu atau
rusak sebelum melakukan pembersihan lahan dan pada saat
pembersihan lahan.
(2) Pada umumnya penanganan utilitas umum baik pemindahan,
penggantian maupun perbaikan bagian-bagian utilitas umum yang
terganggu tersebut dilakukan oleh pengelola utilitas yang
bersangkutan. Penanggung jawab pembangunan jalan membiayai
pemindahan, perbaikan atau penggantian utilitas tersebut kepada
pengelola sesuai dengan biaya yang diajukan oleh pengelola utilitas
umum tersebut. Berita acara kesepakatan penggantian biaya
pemindahan, perbaikan atau penggantian utilitas harus dilakukan
seusai aturan-aturan yang ada pada instansi yang bersangkutan dan
penyelenggara jalan.
(3) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan
dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan, para
pengelola utilitas harus minta ijin kepada pengelola jalan kalau akan
menempatkan utilitas di RUMIJA. Pada umumnya, ijin akan
dikeluarkan oleh penyelenggara jalan dengan beberapa persyaratan,
antara lain bersedia memindahkan utilitas apabila jalan tersebut akan
ditingkatkan/dilebarkan dengan biaya pengelola utilitas.
Acuan yang dapat digunakan dalam pengelolaan terganggunya utilitas
antara lain adalah:
- Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan pada
Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan Utilitas.
- Pedoman Penempatan Utilitas Pada Daerah Milik Jalan mengacu pada
pedoman nomor : Pd.T-13-2004.

2. Pengelolaan Lingkungan pada Pekerjaan Tanah.


Pekerjaan tanah yang mencakup pekerjaan pengupasan tanah atas, galian dan
timbunan berpotensi menimbulkan dampak terjadinya sebaran debu,
kebisingan, longsor dan erosi, terganggunya aliran permukaan, serta
pencemaran air permukaan.
a) Pencemaran udara (debu)
Dalam upaya mencegah dan mengurangi sebaran debu di lokasi
pekerjaan, dapat dikelola dengan cara:

26-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(1) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan pada saat kondisi


berdebu.
(2) Pengaturan waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai jam kerja jam 07.00
– 17.00. Apabila akan melakukan pekerjaan di luar jam kerja, maka
perlu dilakukan konsultasi dengan masyarakat dan aparat pemerintah
setempat.
b) Meningkatnya Kebisingan
Untuk mencegah dan mengurangi kebisingan dan terganggunya
kenyamanan masyarakat akibat kebisingan dari suara mesin peralatan dan
kendaraan, antara lain dengan cara:
(1) Perlunya perawatan berkala terhadap peralatan dan kendaraan
proyek.
(2) Pengaturan jam kerja, yaitu jam 07.00 – 17.00. Apabila akan
melakukan kegiatan di luar jam kerja, maka perlu konsultasi atau
musyawarah dengan masyarakat setempat yang terkena dampak.
c) Terganggunya stabilitas lereng, longsor dan erosi
Dalam rangka mencegah dan mengurangi terjadinya longsor dan erosi
yang dapat menimbulkan pencemaran air permukaan dan air tanah,
berubahnya pola aliran air permukaan dan aliran air tanah serta
sedimentasi akibat pekerjaan tanah antara lain dengan cara:

(1) Mengubah geometri lereng


Mengubah geometri lereng dapat dilakukan dengan cara pemotongan
dan penimbunan pada ujung kaki lereng. Prinsip dari metode ini
adalah mengurangi daya dorong dari masa tanah yang longsor dan
menambah gaya penahan dengan cara penimbunan pada ujung kaki
lereng, sehingga faktor keamanan lereng bertambah. Tujuan dari
metode ini adalah penanggulangan longsor secara permanen.
(2) Mengendalikan air permukaan
Air permukaan merupakan salah satu faktor penyebab ketidak
mantapan lereng, karena akan meninggikan tekanan air pori. Aliran air
permukaan dapat juga menimbulkan erosi sehingga akan
mengganggu kemantapan lereng. Oleh karena itu air permukaan perlu
dikendalikan untuk mencegah atau mengurangi rembesan air
permukaan ke daerah longsoran. Caranya adalah dengan menanam
tanaman, menutup rekahan, tata air dan perbaikan permukaan lereng.
(3) Mengendalikan air rembesan
Mengendalikan air rembesan (drainase bawah permukaan) adalah
untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran. Caranya
adalah membuat parit pencegat aliran air, parit mendatar dan lain-
lain.
(4) Penambatan masa tanah yang bergerak
Penambatan merupakan cara penanggulangan longsor yang bersifat
menahan masa tanah yang bergerak. Cara penambatan untuk
menanggulangi longsoran terdapat 2 (dua) jenis yaitu:
1. Penambatan tanah yaitu bangunan penahan masa tanah antara
lain bronjong, tembok penahan, sumuran, tiang (pancang, bor,
turap baja), tanah bertulang dan dinding penopang isian batu.
27-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2. Penambatan batuan yaitu berfungsi penahan masa batuan yang


bergerak, antara lain jala kawat, tembok penahan batu, jangkar
kabel dan beton semprot.
(5) Tindakan lain
Apabila cara penanggulangan longsor dengan cara mengubah
geometri, lereng, mengendalikan air dan penambatan tidak dapat
diterapkan maka perlu dilakukan tindakan lain yaitu antara lain
stabilisasi, jembatan atau relokasi.
Acuan yang digunakan dalam pengelolaan lingkungan pada pekerjaan
tanah antara lain adalah :
- Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi pada
Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan Erosi dan Sedimentasi.
- Petunjuk perencanaan penanggulangan longsoran mengacu pada SKB
1-2-3-06-1987 dan Rekayasa Penanganan Keruntuhan Lereng Jalan
pada Tanah Residual dan Batuan Pd T-09-2005B.
- Tata cara identifikasi awal daerah longsoran (Pt T-03-2002-B).
- Rekayasa Penanganan Keruntuhan Lereng Jalan pada Tanah Residual
dan Batuan (Pd T-09-2005-B).
- Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsoran (SKBI-
2.3.06.1987).
- Penanggulangan erosi permukaan lereng jalan dengan tanaman,
mengacu pada pedoman teknis Pt-T-04-2002B.
d) Terganggunya pola aliran air tanah dan air permukaan.
Dalam rangka upaya mencegah dan mengurangi terjadinya gangguan
terhadap aliran air tanah dan air permukaan yang dapat menimbulkan
longsor, genangan dan kekeringan, maka dapat dilakukan upaya sebagai
berikut:
(1) Mengendalikan air rembesan (drainase bawah permukaan) dengan
cara membuat parit pencegah aliran air rembesan.
(2) Membuat dan memeriksa bangunan drainase antara lain saluran
samping dan saluran lainnya.
(3) Membuat drainase temporer antara lain berm-berm sepanjang sisi
timbunan agar air permukaan mengalir dan tidak meresap ke dalam
timbunan/galian tanah.
e) Perubahan bentang alam
Perubahan bentang alam terjadi akibat pekerjaan tanah dan dampak ini
tidak dapat dicegah. Perubahan bentang alam akibat penataan lereng,
pekerjaan galian, pekerjaan timbunan sehingga terbangunnya badan jalan
dan pelengkap jalan akan mengubah estetika yang alami (panorama
alami) menjadi estetika buatan (panorama buatan). Dalam rangka
mengurangi dampak terhadap estetika maka perlu lansekap yang
mempertimbangkan aspek estetis dan ekologis serta keselamatan.

3. Pengelolaan Lingkungan pada Pekerjaan Drainase


Pekerjaan drainase bertujuan untuk mengalirkan air permukaan dalam rangka
mencegah kerusakan badan jalan dan mencegah longsor serta erosi, namun
berpotensi mengganggu lalu lintas.

28-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dalam rangka meningkatkan dampak positif dan mencegah atau mengurangi


dampak negatif, maka pengelolaan yang perlu dilakukan antara lain adalah
terhadap:
a) Terganggunya aliran permukaan
Untuk mencegah terganggunya aliran air permukaan atau aliran limpasan
air sekaligus mencegah pencemaran kualitas air permukaan maka:
- Pekerjaan drainase dilakukan sesuai dengan disain yang telah
mempertimbangkan aspek lingkungan terutama jenis saluran, dimensi
saluran, kemiringan jumlah saluran dan lokasi saluran yang tepat
sehingga air permukaan dapat mengalir dengan cepat agar tidak
meresap ke badan jalan dan daerah longsoran.
- Pekerjaan drainase harus mempertimbangkan waktu/musim yang
antara lain pekerjaan diupayakan tidak dilakukan pada musim hujan.
b) Terganggunya lalu lintas
Dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya gangguan lalu lintas
antara lain dapat dikelola dengan cara:
(1) Pengaturan arus lalu lintas oleh petugas pengatur lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu lalu lintas sementara sekitar lokasi pekerjaan.
c) Terganggunya aksesibilitas
Pekerjaan drainase antara lain pekerjaan saluran tepi jalan dan saluran
yang memotong jalan sehingga akan mengganggu aksesibilitas penduduk
yang masuk atau keluar rumah, pertokoan, tempat ibadah dan fasilitas
umum. Untuk mencegah atau mengurangi gangguan terhadap
aksesibilitas penduduk antara lain:
(1) Tidak menimbun material hasil galian atau material bangunan di
sekitar permukiman, pertokoan, dan fasilitas umum yang lokasinya di
tepi jalan yang dapat mengganggu aksesibilitas dan timbulnya
genangan dan becek saat hujan.
(2) Memasang atau membuat jembatan/akses sementara dari papan atau
plat baja atau bahan lain untuk menutup saluran drainase tepi jalan,
sehingga penduduk dapat melewatinya sebelum bangunan penutup
saluran yang permanen selesai.
Acuan yang dapat digunakan adalah Pedoman Mitigasi Dampak Standar
Pekerjaan Konstruksi Jalan mengenai Prosedur Penanganan Lalu Lintas
disajikan pada Lampiran 2.

4. Pengelolaan Lingkungan pada Pekerjaan Badan Jalan


Pekerjaan badan jalan mencakup pembuatan pondasi bawah, pondasi atas dan
lapis permukaan. Pekerjaan ini berpotensi menimbulkan dampak pencemaran
udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu lintas. Upaya
pencegahan dan penanggulangan dampaknya adalah sebagai berikut:
a) Pencemaran udara (debu)
Dalam rangka mengurangi sebaran debu ke lingkungan akibat kegiatan,
antara lain dapat dikelola dengan cara:
(1) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan terutama saat kondisi
berdebu (musim kemarau).
29-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(2) Mengatur atau membatasi kecepatan kendaraan proyek.


(3) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang sesuai jam kerja yaitu jam
07.00 -17.00.
b) Meningkatnya kebisingan
Dalam rangka upaya mengurangi tingkat kebisingan yang bersumber dari
peralatan dan kendaraan proyek saat pekerjaan badan jalan, maka perlu
dilakukan antara lain:
(1) Membatasi kecepatan kendaraan proyek yang masuk dan keluar lokasi
proyek jalan.
(2) Pemeliharaan peralatan dan kendaraan proyek secara berkala.
(3) Pengaturan jam kerja yaitu jam 07.00 – 17.00.
c) Terganggunya lalu lintas
Dalam rangka mencegah dan mengurangi terganggunya lalu lintas karena
pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, antara lain dapat dikelola
dengan cara:
(1) Pengaturan arus lalu lintas dengan cara menugaskan pengatur lalu
lintas.
(2) Pemasangan rambu lalu lintas sementara terutama pada lokasi rawan
kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.
Acuan yang dapat digunakan dalam penanganan lalu lintas antara lain
adalah:
- Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan
mengenai Prosedur Penanganan Lalu Lintas disajikan pada Lampiran
2.
- Pedoman perambuan sementara untuk pekerjaan jalan mengacu pada
pedoman nomor: PdT-12-2003.

5. Pengelolaan Lingkungan pada Pekerjaan Jembatan


Pengelolaan lingkungan pada pekerjaan jembatan bertujuan untuk mencegah
atau mengurangi dampak meningkatnya kebisingan, getaran, terganggunya
lalu lintas dan pencemaran kualitas air sungai. Upaya pencegahan dan
penanggulangan dampaknya adalah sebagai berikut:
a) Meningkatnya kebisingan
Dalam rangka mengurangi kebisingan dan kenyamanan di sekitar lokasi
pekerjaan jembatan terutama pada saat pengoprasian peralatan dan
pekerjaan konstruksi jembatan, maka pengelolaan lingkungan yang perlu
dilakukan antara lain:
(1) Sebelum melakukan pekerjaan jembatan, maka perlu memberitahukan
kepada penduduk sekitar akan adanya kegiatan dan gangguan
kenyamanan.
(2) Pengaturan waktu pekerjaan yaitu pada jam kerja jam 07.00 – 17.00.
b) Meningkatnya getaran
Dalam rangka mencegah dan mengurangi getaran mekanik yang potensial
mengganggu kerusakan bangunan dan kenyamanan di lokasi pekerjaan,
dapat dikelola dengan cara:

30-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(1) Penggunaan jenis tiang pancang (bor pile atau pile hummer) yang
tepat dan sesuai dengan kondisi tanah, daya dukung tanah dan
penggunaan lahan setempat untuk mencegah gangguan pada
bangunan lain dan gangguan kenyamanan.
(2) Apabila terjadi kerusakan pada bagian bangunan atau fasilitas umum
akibat pekerjaan pemancangan tiang pancang, maka penanggung
jawab kegiatan harus memberikan kompensasi pada penduduk
terkena proyek (PTP) yang sesuai.
c) Terganggunya lalu lintas
Mencegah dan mengurangi terjadinya gangguan lalu lintas karena
pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola dengan
cara:
(1) Pengaturan arus lalu lintas oleh petugas pengatur lalu lintas.
(2) Pemasangan rambu lalu lintas sementara.
(3) Pengaturan jadwal/waktu pekerjaan.
Prosedur penanganan lalu lintas disajikan pada Lampiran 2.
d) Pencemaran kualitas air sungai
Dalam rangka mengurangi pencemaran kualitas air sungai terutama yaitu
terjadinya kekeruhan dan terganggunya biota air, maka pengelolaannya
antara lain:
- Perlu mempertimbangkan pengalihan aliran air sungai dengan
menggunakan peralatan atau bangunan tanggul sementara, agar air
sungai tidak tercemar oleh material bangunan atau material hasil
galian pondasi yang masuk ke perairan sungai.

6. Pengelolaan Lingkungan pada Penghijauan dan Pertamanan.


Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencegah longsor, erosi, mengurangi
pencemaran udara dan kebisingan serta meningkatkan estetika dan
kenyamanan para pengguna jalan, sehingga mempunyai dampak yang positif
dalam mengurangi pencemaran udara (debu, CO2, SO2, NO2, HC) dan
kebisingan, serta mencegah erosi. Untuk dapat meningkatkan dampak positif
tersebut, maka upaya pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilakukan
antara lain:
(1) Penanaman pohon pelindung atau peneduh dan tanaman hias pada
lansekap jalan termasuk pada median jalan dan tepi jalan, dengan jenis
dan karakteristik yang disesuaikan dengan kondisi RUMIJA dan RUWASJA,
dan tidak mengganggu keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan, serta
dapat memperindah estetika lingkungan.
(2) Jenis tanaman yang ditanam sebaiknya jenis tanaman setempat, dan
mempunyai ciri khas daerah, mudah ditanam dan dipelihara serta tidak
mengganggu bangunan jalan.
Acuan yang dapat digunakan dalam rangka pengelolaan penghijauan dan
pertamanan antara lain:
- Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan Lampiran
2 mengenai Prosedur Penanganan Vegetasi.
- Tata cara perencanaan teknik lansekap jalan (033/T/BM/1996).
31-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

- Pedoman Pemilihan berbagai jenis tanaman untuk jalan nomor:


034/T/BM/1999.
- Pedoman penataan tanaman untuk jalan nomor: 035/T/BM/1999.
- Spesifikasi perencanaan lansekap jalan pada persimpangan nomor: Pd-
NN2
7. Pengelolaan Lingkungan pada Pemasangan Perlengkapan Jalan
Pemasangan perlengkapan jalan bertujuan untuk mendukung kelancaran arus
lalu lintas, keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan pada saat
pengoperasian jalan. Dalam rangka meningkatkan dampak positif maka
pengelolaan yang perlu dilakukan antara lain:
(1) Pemasangan perlengkapan jalan harus sesuai dengan disain yang telah
memasukkan aspek lingkungan hidup.
(2) Penempatan jenis perlengkapan jalan dan lokasi penempatannya
disesuaikan dengan kondisi RUMIJA dan RUWASJA, termasuk di antaranya
pada daerah yang berdekatan dengan daerah sensitif.
Pemasangan perlengkapan jalan di antaranya mengacu pada petunjuk lokasi
dan standar spesifikasi bangunan pengamanan tepi jalan nomor: Pd-NN21.
8. Pengelolaan Material Sisa Pembersihan Lahan dan Material Sisa
Pekerjaan Konstruksi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya timbunan sisa pembersihan
lahan maupun sisa pekerjaan konstruksi. Potensi dampak yang timbul di lokasi
kegiatan dan sekitarnya adalah menimbulkan genangan air, terganggunya
aksesibilitas penduduk, menurunnya estetika lingkungan dan terganggunya
kenyamanan. Pengelolaan lingkungan antara lain dilakukan dengan:
(1) Pemanfaatan material sisa pembersihan lahan secara maksimal oleh
masyarakat yang terkena proyek (PTP) atau pemrakarsa.
(2) Apabila masih tedapat sisa material yang harus dibuang, maka harus
menyediakan tempat penumpukan (disposal area). Pemilihan lokasi
disposal area yang tepat, pada areal yang tidak subur, daerah cekungan
dan tidak mengganggu drainase alami.
(3) Penanganan material sisa pekerjaan konstruksi diantaranya dapat
dilakukan dengan cara prinsip reduce, reuse dan recycle (3 R).

- Reduce : memperhitungkan penyediaan (suplai) material bangunan


sesuai dengan keperluan volume pekerjaan untuk
mencegah pemborosan material agar tidak bersisa.
- Reuse : memanfaatkan kembali material sisa (bila ada) dan
material penunjang setelah digunakan pada pekerjaan
utama konstruksi.
- Recycle : mengolah kembali material bekas pakai dan material sisa
(bila ada) untuk kegiatan pembangunan jalan atau
kegiatan lain.

5.3.2.2 Di Lokasi Quarry dan Jalur Pengangkutan Material

1. Di Lokasi Quarry
Sumber material yang diperlukan untuk konstruksi jalan lokasinya dapat berbeda yaitu
quarry di darat, gunung atau bukit dan sungai.

32-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

a. Potensi Dampak
Potensi dampak lingkungan yang dapat terjadi antara lain adalah: pencemaran
udara, meningkatnya kebisingan, terjadinya lubang dan genangan, longsor dan
erosi, sedimentasi, berubahnya bentang lahan, hilangnya vegetasi penutup,
pencemaran kualitas air, terganggunya kehidupan biota air dan terganggunya
kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
b. Pengelolaan Lingkungan pada Pengambilan Material di Lokasi Quarry
Pengelolaan lingkungan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi
dampak pengambilan material di quarry antara lain yaitu :
a) Pemilihan Lokasi Quarry
(1) Memilih lokasi sesuai dengan peruntukan lokasi tambang galian C yang
telah ditetapkan oleh pemerintah setempat (berdasarkan Peraturan
Daerah atau Keputusan Kepala Daerah mengenai Tata Ruang yang
mencantumkan penggunaan lahan untuk kegiatan penambangan galian
C);
(2) Lokasi quarry yang diutamakan yaitu jaraknya relatif dekat dengan lokasi
proyek dan relatif jauh dari permukiman;
(3) Deposit yang terkandung di quarry dapat memenuhi untuk pembangunan
jalan baik volume, jenis maupun kualitas materialnya;
(4) Lokasi quarry bukan merupakan daerah yang tergolong daerah sensitif;
(5) Sesuai dengan asas pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka
bila terdapat 3 ( tiga ) lokasi quarry yaitu di daerah gunung berbukit,
daratan dan sungai, maka perlu memilih quarry berdasarkan
pertimbangan dampak lingkungan yang paling sedikit bila dibandingkan
dengan lokasi lainnya;
(6) Apabila sudah ditetapkan lokasi quarry yang sesuai, maka tata cara
penambangan atau penggalian material harus mengikuti tata cara yang
ditetapkan pemerintah daerah atau Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.
b) Pengelolaan Lingkungan pada Lokasi Quarry Daratan
Bila lokasi terpilih adalah quarry daratan, maka pengelolaan lingkungan harus
mencakup:
(1) Mencegah dan mengurangi sebaran debu dengan cara penyiraman pada
musim kemarau di lokasi penambangan dan area masuk-keluarnya
kendaraan angkutan material;
(2) Mengurangi tingkat kebisingan yang bersumber dari peralatan berat dan
kendaraan angkutan material dengan cara:
- Membatasi muatan sesuai kendaraan angkutan material;
- Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material;
- Pemeliharaan rutin terhadap peralatan dan kendaraan proyek
(3) Pada saat pembukaan lapisan tanah atas (top soil), termasuk tanah
humus, maka humus tersebut harus dipindahkan ke lokasi sekitarnya yang
terlindung dari kerusakan atau tercemar dan terhindar dari erosi;
(4) Melakukan pengambilan material harus sesuai dengan tata cara yang
ditetapkan dan jumlah pengambilan material di quarry harus sesuai
dengan ijin dan kebutuhan pembangunan jalan;

33-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(5) Apabila terbentuk lubang besar akibat penggalian/penambangan, maka


harus segera di reklamasi dan revegetasi untuk mencegah terjadinya
genangan akibat air hujan dan mencegah terjadinya longsor serta
kecelakaan. Penimbunan bekas lokasi tambang tersebut termasuk antara
lain memanfaatkan tanah humus untuk permukaan atasnya sebagai media
untuk penanaman kembali (revegetasi).
c) Pengelolaan Lingkungan pada Lokasi Quarry Bukit atau Gunung
Bila lokasi terpilih adalah daerah bukit atau gunung, maka pelaksanaan
pengelolaan lingkungan antara lain:
(1) Mencegah dan mengurangi sebaran debu ke lingkungan perlu dilakukan
antara lain:
- Penyiraman secara berkala pada saat musim kemarau;
- Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material di lokasi quarry
dan jalan angkutan material.
(2) Mengurangi tingkat kebisingan di lokasi quarry antara lain:
- Membatasi muatan angkutan material sesuai kapasitas kendaraan
angkutan material;
- Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material;
- Pemeliharaan rutin terhadap peralatan dan kendaraan angkutan
material.
(3) Pada saat pembukaan lapisan tanah atas (top soil) yang mengandung
tanah humus, maka harus dipindahkan ke lokasi sekitarnya yang
terlindung untuk mencegah terjadinya pencemaran tanah dan mencegah
terjadinya erosi tanah humus;
(4) Penambangan material harus sesuai dengan tata cara penambangan yang
ditetapkan instansi yang bersangkutan dan jumlah pengambilan material di
quarry harus sesuai dengan ijin dan kebutuhan untuk pembangunan jalan;
(5) Untuk mencegah terjadinya erosi maka dibuat saluran air sementara di
sekitar lokasi quarry dan dilengkapi bak penampungan sedimen untuk
menampung tanah yang terbawa aliran air permukaan sehingga tidak
masuk dan tidak mencemari ke perairan umum (sungai, danau dan lain-
lain);
(6) Bila penambangan material telah selesai dan kelerengan bukit menjadi
terjal akibat dari pengambilan material maka perlu dilakukan pengamanan
lereng antara lain:
- Membuat sudut lereng yang aman dengan mempertimbangakan faktor
keamanan lereng (safety factor) dan dibuat berteras/bertangga;
- Menutup lereng dengan tanah humus yang telah disiapkan pada saat
pembersihan tanah atas dan menanam kembali (revegetasi) dengan
jenis tanaman pelindung tanah antara lain lamtorogong, rumput, akasia
dan jenis lainnya.
d) Pengelolaan Lingkungan pada Lokasi Quarry Sungai
Apabila lokasi quarry terpilih adalah sungai, maka pengelolaan lingkungan
yang perlu dilaksanakan antara lain:
(1) Lokasi quarry di sungai harus sesuai dengan peruntukan penambangan
berdasarkan keputusan instansi pemerintah daerah yang berwenang serta

34-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

berjarak + (satu) kilometer ke hulu dan 1 (satu) kilometer ke hilir dari


jembatan yang ada;
(2) Perlu melakukan konsultasi masyarakat sebelum dilakukan pengambilan
material terutama bagi penduduk yang mencari mata pencaharian
(perikanan) di sungai yang menjadi lokasi quarry;
(3) Pengambilan material harus sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang untuk mencegah degradasi sungai, pencemaran
kualitas air, terganggunya biota air yang memiliki nilai sosial ekonomi dan
ekologi penting.
- Upaya pencegahan dan penanggulangan kerusakan tebing sungai
antara lain dengan cara pemasangan bronjong atau bangunan penguat
tebing
- Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pencemaran kualitas
air sungai terutama kekeruhan dan meningkatnya kandungan padatan
terlarut/tersuspensi pada air sungai antara lain dengan pemilihan teknik
penambangan yang tepat sesuai tata cara ijin penambangan.
- Upaya pencegahan terganggunya keberadaan biota air pada sungai
antara lain adalah pemilihan lokasi yang aman dan tidak terdapat biota
perairan yang tergolong endemik dan dilindungi.
Acuan yang dapat digunakan dalam rangka pengelolaan lingkungan di quarry
adalah Pedoman Mitigasi Dampak Standar pada Pekerjaan Konstruksi Jalan yaitu
mengenai Prosedur Penanganan Dampak Pengambilan Material di Quarry
Lampiran 2
2. Di Lokasi Pengangkutan Material Bangunan
a. Potensi Dampak
Potensi dampak kegiatan pengangkutan material bangunan yaitu pencemaran
kualitas udara, meningkatnya kebisingan, terjadinya kerusakan jalan umum dan
terganggunya lalu lintas.
b. Pengelolaan Lingkungan pada Pengangkutan Material Bangunan
Kegiatan pengelolaan ini bertujuan untuk mengurangi pencemaran kualitas udara,
mengurangi tingkat kebisingan dan mencegah kerusakan jalan yang digunakan
untuk pengangkutan material yang berpotensi mengganggu kenyamanan
penduduk.
a) Pencemaran udara (debu/partikel, CO2, SO2, NO2, CO, HC) dapat dikelola
dengan cara:
(1) Diupayakan memilih jalur angkutan material yang tidak melalui daerah
permukiman dan fasilitas umum;
(2) Penyiraman jalur angkutan di jalan umum yang dilalui kendaraan angkutan
material secara berkala pada saat berdebu serta pembersihan terhadap
ceceran tanah agar jalan tidak menjadi licin saat hujan;
(3) Membatasi kecepatan kendaraan proyek yang menggunakan jalan umum
yang dilintasi;
(4) Menutup bak truk kendaraan pengangkut material menggunakan terpal,
bila perlu mencuci ban sebelum keluar dari quarry (pada saat musim
hujan).
b) Meningkatnya tingkat kebisingan dapat dikelola antara lain dengan cara:

35-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(1) Memilih jalur angkutan material yang tidak melalui daerah pemukiman dan
fasilitas umum;
(2) Mengatur jam kerja atau pengangkutan material sesuai jam kerja yaitu jam
07.00 sampai jam 17.00;
(3) Apabila akan dilakukan kegiatan di luar jam kerja, maka kontraktor atau
penanggung jawab perlu berkonsultasi dengan aparat dan masyarakat
setempat;
(4) Pemeliharaan kendaraan angkut material secara berkala.
c) Kerusakan jalan umum yang dilalui kendaraan pengangkut material, dapat
dikelola antara lain:
(1) Membatasi muatan kendaraan/truk pengangkut material sesuai dengan
kapasitas jalan.
(2) Apabila terjadi kerusakan jalan akibat kendaraan proyek maka perlu segera
memperbaiki kondisi jalan yang rusak oleh penanggung jawab
pembangunan jalan.
d) Terganggunya lalu lintas
Dalam rangka mencegah terjadinya gangguan lalu lintas dan kecelakaan lalu
lintas karena kendaraan angkutan material melalui jalan umum dapat dikelola
melalui:
(1) Penyuluhan kepada pengemudi untuk mematuhi peraturan lalu lintas dan
menaati tata tertib yang dikeluarkan oleh manajemen proyek;
(2) Pengaturan arus lalu lintas antara lain dengan cara menugaskan penjaga
pengatur lalu lintas pada lokasi rawan kemacetan dan kecelakaan;
(3) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas pada jarak + 50-100 m sebelum
lokasi proyek dan lokasi quarry.

5.3.2.3 Di Lokasi Base Camp

a. Potensi Dampak
Pengoperasian base camp berpotensi dapat menimbulkan dampak pencemaran
kualitas udara (sebaran debu), meningkatnya kebisingan, terganggunya drainase,
pencemaran kualitas air, pencemaran tanah, menurunnya sanitasi, estetika dan
kamtibmas.
b. Pengelolaan Lingkungan pada Kegiatan di Lokasi Base Camp
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan akibat pengoperasian base camp dapat
dilakukan sebagai berikut:
a) Pencemaran udara (debu)
Mencegah dan mengurangi terjadinya pencemaran udara, antara lain:
(1) Pemasangan alat pengumpul debu (dust collector) pada pengoperasian
AMP untuk mencegah dan mengurangi penyebaran partikel debu ke
lingkungan;
(2) Melakukan penyiraman lokasi base camp terutama pada jalan masuk dan
keluar kendaraan dan peralatan proyek;
(3) Membatasi ketinggian penumpukan material (pasir) dan penutupan
(dengan terpal) untuk mencegah sebaran debu oleh angin.
b) Meningkatkan kebisingan

36-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Mengurangi tingkat kebisingan antara lain dengan cara:


(1) Pemeliharaan peralatan dan kendaraan secara berkala agar mesin-mesin
terawat;
(2) Menyimpan generator pada ruang yang tertutup dan kedap suara serta
diletakkan relatif jauh dari barak, kantor base camp dan permukiman
penduduk;
c) Pencemaran kualitas air permukaan
Mencegah terjadinya pencemaran kualitas air permukaan yang berakibat
menurunnya sanitasi antara lain:
(1) Menyediakan tempat mandi cuci dan kakus (MCK) untuk keperluan
karyawan dan pengunjung base camp;
(2) Lokasi MCK diupayakan relatif jauh dari sumber air bersih (bila di dalam
base camp dibangun sumur untuk sumber air bersih) dan membuat septic
tank;
(3) Menata jaringan drainase untuk mengalirkan air buangan dari tempat
mandi dan mencuci ke tempat yang memadai dan tidak mencemari air
permukaan;
(4) Menyediakan tempat sampah di dalam kantor, barak dan halaman base
camp;
(5) Menyediakan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) secara
tertutup di area base camp;
(6) Menyediakan air bersih antara lain sumur tanah atau air bersih dan air
minum dari perusahaan pengolah air bersih (PAM/PDAM) dan disediakan
tangki penampungnya di area base camp;
(7) Menugaskan petugas khusus untuk kebersihan lingkungan base camp;
(8) Memasang papan peringatan, himbauan yang berlaku bagi karyawan dan
pengunjung base camp mengenai kebersihan lingkungan;
(9) Bekerja sama dengan aparat setempat (kecamatan, desa) dalam
pembuangan sampah dari base camp ke tempat pembuangan akhir (TPA).
d) Pencemaran tanah
Mencegah pencemaran tanah dan air antara lain dengan cara berikut ini:
(1) Limbah pelumas bekas dari peralatan dan kendaraan proyek ditampung di
dalam penampung tertutup (drum). Selanjutanya diserahkan pada
perusahaan resmi pengumpul limbah pelumas untuk didaur ulang;
(2) Melengkapi saluran (selokan/parit) di base camp termasuk lokasi AMP,
bengkel serta tempat parkir kendaraan dan peralatan proyek untuk
mencegah terjadinya genangan air saat hujan dan pencemaran tanah;
(3) Pembinaan pada karyawan di base camp untuk mencegah terjadinya
ceceran bahan bakar, pelumas dan cat ke permukaan tanah atau tidak
dibuang ke lingkungan antara lain sungai, lahan terbuka dan lingkungan
lainnya.
e) Terganggunya lalu lintas
Dalam rangka mencegah terjadinya gangguan terhadap lalu lintas akibat
kegiatan di base camp, maka penanganannya antara lain:
(1) Memasang rambu lalu lintas di sekitar jalan eksisting sebelum lokasi base
camp dan memasang lampu peringatan untuk dinyalakan pada malam hari;

37-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(2) Menugaskan petugas pengatur lalu lintas pada lokasi masuk atau keluar
kendaraan atau peralatan dari atau ke base camp;
(3) Melakukan penyuluhan pada petugas/operator peralatan berat dan
kendaraan proyek dalam hal ketertiban lalu lintas di sekitar base camp dan
lokasi proyek.
f) Kondisi kamtibmas
Menjaga kondisi kamtibmas di lingkungan base camp dan lingkungan
masyarakat antara lain dengan cara:
(1) Melibatkan penduduk setempat dalam kegiatan yang sesuai pada
pengoperasian base camp;
(2) Turut serta dalam kegiatan sosial yang dilakukan oleh penduduk setempat
antara lain peringatan hari besar dan kegiatan sosial lainnya;
(3) Membatasi base camp dengan pagar pembatas, menggunakan  ocia dan
ketinggian pembatas yang memadai untuk mengurangi sebaran debu,
kebisingan dan sebagai pengaman.

5.4 Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

5.4.1 Pengoperasian Jalan

Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas
jalan. Pengoperasian jalan perlu diusahakan agar sesuai dengan kemampuan
kapasitas jalan sehingga dapat melayani lalu lintas dengan baik dan menjamin
keselamatan pengguna jalan.
a. Potensi Dampak
Potensi dampak pengoperasian jalan adalah pencemaran udara, meningkatnya
kebisingan, timbulnya getaran, potensi genangan air, kecelakaan atau kemacetan
lalu lintas dan berubahnya penggunaan lahan di RUMIJA atau RUWASJA.
b. Pengelolaan Lingkungan pada Pengoperasian Jalan
Pengelolaan lingkungan yang perlu dilakukan dalam rangka mengurangi dampak
lingkungan antara lain:
a) Pencemaran kualitas udara (Nox, CO, SO2, debu/patikulat)
Mengurangi pencemaran udara dengan cara memelihara tanaman yang sudah
ditanam pada kegiatan penghijauan dan pertamanan dan bila perlu menambah
tanaman sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kondisi lalu lintas. Jenis
yang ditanam dan dipelihara mempunyai fungsi ekologis, estetis dan
kenyamanan (peneduh). Sebagai acuan pemilihan tanaman untuk mengurangi
pencemaran udara antara lain adalah penerapan Pedoman Pemilihan Tanaman
Untuk Mengurangi Polusi Udara (Nox, CO, SO2) Nomor 011/T/BM/1999 dan
menerapkan Tata Cara Pemeliharaan Tanaman Lansekap Jalan nomor
009/T/Bt/1995.
b) Meningkatnya kebisingan
Mengurangi tingkat kebisingan di antaranya memanfaatkan tanaman tepi jalan
sebagai penyerap kebisingan dan bila perlu pada lokasi jalan yang berdekatan
dengan fasilitas umum (sekolah, rumah ibadah, rumah sakit, pasar, dan lain-

38-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

lain) dipasang pagar pembatas/penghalang suara (noise barrier) dari bahan


yang sesuai. Acuan yang digunakan dalam mengurangi kebisingan antara lain
Pedoman Mitigasi Dampak Kebisingan Akibat Lalu Lintas Nomor Pd-T-16-2005B.
c) Meningkatnya getaran
Mengurangi tingkat getaran di antaranya dengan cara pemeliharaan kondisi
selokan atau parit di tepi jalan yang mempunyai fungsi utama mengalirkan air
permukaan, tetapi mempunyai fungsi lain sebagai penghambat atau pemutus
getaran akibat kendaraan.
d) Kecelakaan lalu lintas
Mencegah terjadinya kecelakaan atau kemacetan lalu lintas antara lain:
(1) Pemasangan dan pemeliharaan rambu lalu lintas dan marka jalan pada
lokasi yang tepat;
(2) Penerapan sistem manajemen lalu lintas yang tepat agar jalan dapat
berfungsi sesuai kapasitasnya;
(3) Penertiban pedagang kaki lima (PKL) dan kegiatan informal lainnya pada
lokasi RUMIJA yang mengganggu/mengurangi kapasitas jalan (side
friction);
(4) Pembangunan prasarana atau perlengkapan jalan pada lokasi yang tepat.
e) Perubahan penggunaan lahan di RUMIJA
Mencegah terjadinya penggunaan lahan di RUMIJA antara lain:
(1) Memasang patok batas RUMIJA;
(2) Memasang papan himbauan atau larangan tidak melakukan kegiatan di
RUMIJA;
(3) Penatagunaan lahan sesuai fungsi jalan;
(4) Penyuluhan/sosialisasi peraturan perundangan jalan, termasuk fungsi dan
sanksi.
f) Meningkatnya mobilitas penduduk
Pengoperasian jalan berdampak positif terhadap mobilitas penduduk setempat
maupun dari luar daerah. Potensi dampak antara lain adalah berubahnya
penggunaan lahan sekitar tepi jalan (di dalam atau di luar RUWASJA). Dalam
rangka pengendalian penggunaan lahan dan kegiatan sekitar tepi jalan maka
upaya yang perlu dilakukan adalah:
- Pengawasan penggunaan lahan oleh pemerintah setempat yang
berwenang dalam penatagunaan lahan, agar penggunaan lahan sesuai
peruntukannya, termasuk pencegahan kegiatan perambahan dan
pembalakan hutan dan lahan.
g) Terganggunya mobilitas satwa dilindungi
Lokasi jalan yang berada atau memotong kawasan hutan, perkebunan, rawa,
pantai atau sabana akan mengganggu jalur lintas untuk mobilitas satwa liar.
Hal ini akan mengganggu kehidupan satwa karena adanya jalan dan lalu lintas
kendaraan. Dalam rangka mencegah dan mengurangi terganggunya satwa liar,
perlu upaya pengelolaan lingkungan antara lain:
(1) Berkoordinasi dan berkonsultasi dengan instansi yang bertanggung jawab
dalam konservasi sumber daya alam setempat untuk bekerja sama
menangani keberadaan satwa liar;
(2) Memasang rambu atau tanda lokasi tertentu yang biasa dijadikan jalur
lintas satwa liar yang terpotong oleh jalan;

39-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

(3) Memasang papan peringatan, himbauan atau larangan adanya kegiatan


yang mengganggu kehidupan satwa liar di lokasi habitat satwa liar di
sekitar tepi jalan.
h) Potensi genangan atau banjir
Dalam rangka mencegah terjadinya genangan atau banjir terutama pada lokasi
jalan di daerah rata atau daerah penggunaan lahan yang padat, antara lain
adalah:
- Pemeliharaan saluran drainase (saluran samping, tengah dan saluran
memotong jalan) secara rutin dan berkala serta rehabilitasi.

5.4.2 Pemeliharaan Jalan.

Pemeliharaan jalan meliputi kegiatan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan


rehabilitasi. Pemeliharaan jalan merupakan prioritas utama dari semua kegiatan
penanganan jalan, yang tujuannya adalah agar jalan tetap dapat digunakan sesuai
kapasitas dan fungsinya.
a. Potensi Dampak
Potensi dampak akibat pekerjaan pemeliharaan jalan adalah kemacetan atau
kecelakaan lalu lintas.
b. Pengelolaan Lingkungan pada Pemeliharaan jalan
Pengelolaan lingkungan dalam rangka mencegah terganggunya lalu lintas dan
kecelakaan antara lain:
(1) Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan jalan harus mempertimbangkan
keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan;
(2) Pengaturan waktu pelaksanaan kegiatan pemeliharaan jalan yang tepat;
(3) Pemasangan rambu lalu lintas sementara dan menugaskan petugas pengatur
lalu lintas selama pekerjaan pemeliharaan jalan;
(4) Melakukan pemeliharaan rutin, berkala dan rehabilitasi jalan sesuai program
yang telah direncanakan.
Acuan yang dapat digunakan dalam pemeliharaan jalan untuk menunjang
pengelolaan lingkungan antara lain:
- Pedoman Pemeliharaan Rutin DAMIJA dan DAWASJA (No. UPR.02).
- Pedoman Pemeliharaan Rutin Perlengkapan Jalan ( No. UPR.02.5).
- Pedoman Pemeliharaan Rutin Taman Jalan (UPR.02.6).
Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan
Lingkungan
Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan
A. Pengadaan a. Keresahan a. Konsultasi masyarakat
Tanah masyarakat b. Penetapan ganti rugi atau
b. Hilangnya aset kompensasi berdasarkan hasil
musyawarah
c. Hilangnya mata c. Pemberdayaan masyarakat yang
pencaharian terkena proyek

40-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan


d. Terganggunya d. Pemberdayaan masyarakat yang
kegiatan sosial terkena proyek
ekonomi
B. Tahap
Konstruksi
B1. Persiapan
Pekerjaan a. Kecemburuan a. Memberikan peluang tenaga kerja
Konstruksi sosial setempat yang sama dan
1. Mobilisasi konsultasi masyarakat
tenaga kerja b. Peningkatan b. Pemberian informasi tentang
kesempatan kerja tenaga kerja yang diperlukan dan
dan peluang pemberdayaan masyarakat
usaha (dampak setempat
positif)
c. Potensi c. Perlu keterangan/persyaratan
penyebaran kesehatan calon tenaga kerja
penyakit menular
antara lain
HIV/AID, hepatitis
dan lain-lain
2. Mobilisasi a. Kerusakan jalan a. Perbaikan jalan yang rusak dan
peralatan membatasi tonase peralatan atau
berat membatasi tekanan gandar
b. Terganggunya lalu b. Menugaskan pengatur lalu lintas
lintas dan memasang rambu lalu lintas
sementara
3. Pembuatan a. Pencemaran udara a. Penyiraman jalan secara berkala
jalan masuk (debu)
/akses b. Meningkatnya b. Pengaturan jam kerja dan
kebisingan perawatan kendaraan/ peralatan
c. Terganggunya lalu c. Pengaturan lalu lintas
lintas
4. Pembangunan a. Berubahnya a. Memilih lokasi dekat dengan lokasi
base camp penggunan lahan kegiatan, tidak pada daerah
sensitif, pembatasan luas area base
camp dan jauh dari pemukiman.
b. Pencemaran udara b. Penyiraman permukaan tanah.
(debu)
c. Meningkatnya c. Pengaturan jam kerja dan
kebisingan perawatan kendaraan dan
peralatan proyek.
B2. Pelaksanaan
Pekerjaan
Konstruksi
a. Di lokasi proyek

1. Pembersihan a. Hilangnya vegetasi a. Membatasi luas pembersihan lahan


lahan sesuai desain. Segera memasang

41-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan


patok RUMIJA dan larangan
mengganggu vegetasi dan satwa
liar
b. Pencemaran udara b. Penyiraman secara berkala dan
(debu) membatasi kecepatan kendaraan
proyek
c. Meningkatnya c. Pengaturan jam kerja dan
kebisingan perawatan kendaraan serta
peralatan secara berkala
d. Longsor dan erosi d. Pembuatan saluran drainase
sementara dan segera membangun
bangunan pencegah longsor dan
erosi serta mengamankan tanah
humus
e. Kerusakan atau e. Berkoordinasi dengan pengelola
terganggunya utilitas sebelum pemindahan atau
utilitas umum perbaikan utilitas sesui peraturan
yang berlaku
2. Pekerjaan tanah a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara berkala dan
(debu) membatasi kecepatan kendaraan
proyek
b. Meningkatnya b. Pengaturan jam kerja, perawatan
kebisingan kendaraan dan peralatan secara
berkala
c. Terganggunya c. Mengubah geometri lereng dan
stabilitas lereng, perkuatan lereng, pengendalian
longsor dan erosi aliran air tanah, pengaturan sudut
lereng (safety factor) dan
pembuatan sistem drainase
d. Terganggunya d. Mengendalikan air rembesan,
pola aliran air membuat saluran samping dan
tanah dan air berm sepanjang sisi timbunan
permukaan
e. Perubahan e. Penataan lansekap yang
bentang alam/ memperhatikan nilai ekologis,
lansekap; estetis dan keselamatan serta
kenyamanan
3. Pekerjaan a. Terganggunya a. Membuat saluran air sementara dan
drainase aliran air dimensi saluran air sesuai desain
permukaan dan
pencemaran
kualitas air
b. Gangguan lalu b. Pengaturan lalu lintas dan
lintas (bila dekat pemasangan rambu lalu lintas
jalan eksisting)
c. Terganggunya c. Membuat jalan akses sementara
aksesibilitas

4. Pekerjaan badan a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara berkala pada


jalan (debu) musim kering
42-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan


b. Meningkatnya b. Pengaturan jam kerja, perawatan
kebisingan peralatan dan kendaraan proyek
c. Terganggunya lalu c. Pengaturan lalu lintas dan
lintas pemasangan rambu lalu lintas
sementara
5. Pekerjaan a. Meningkatnya a. Pemberitahuan pada masyarakat
jembatan kebisingan sekitar; dan pengaturan jadwal
kerja
b. Meningkatnya b. Penggunaan bor pile (apabila lokasi
getaran kegiatan dekat pemukiman atau
fasilitas umum)
c. Terganggunya lalu c. Pengaturan lalu lintas dan
lintas pemasangan rambu lalu lintas
d. Pencemaran d. Mengalihkan aliran air sementara
kualitas air sungai sekitar pondasi jembatan dan
mencegah terjadinya
tumpahan/ceceran material ke
perairan

6. Penghijauan dan a. Mengurangi a. Menanam tanaman pelindung tanah


pertamanan longsor dan erosi dan peneduh (jenis setempat, khas
daerah, mudah ditanam dan
dipelihara, tidak mengganggu jalan)
b. Peningkatan b. Penanaman tanaman hias (jenis
estetika setempat, khas daerah, mudah
ditanam dan dipelihara, tidak
mengganggu jalan)
c. Menurunkan c. Menanam tanaman penyerap CO,
pencemaran udara SO2, NO2, HC, debu dan kebisingan
(debu, CO, SO2, (jenis setempat, khas daerah,
NO2, HC) mudah ditanam dan dipelihara,
tidak mengganggu jalan)
7. Pemasangan - Terganggunya lalu - Pengaturan lalu lintas dan
perlengkapan lintas dan pemasangan rambu lalu lintas
jalan kecelakaan lalu sementara
lintas - Pemasangan perlengkapan jalan
harus sesuai desain yang
memasukkan aspek lingkungan
hidup termasuk di daerah sensitif
8. Pembuangan a. Terganggunya a. Pemanfaatan material sisa
material sisa aliran air (penggunaan kembali dan daur
pembersihan permukaan ulang/3 R)
lahan dan sisa b. Terganggunya b. Pembuangan material sisa yang
pekerjaan estetika tidak dapat digunakan pada lokasi
konstruksi pembuangan yang telah ditetapkan
c. Terganggunya oleh pemerintah
kenyamanan
masyarakat
d. Pencemaran tanah

43-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan


b. Di lokasi Quarry
dan jalur
transportasi
material a. Pencemaran udara a. Penyiraman secara berkala pada
1. Pengambilan (debu) musim kering
material
bangunan di b. Meningkatnya b. Pengaturan jam kerja dan
quarry (di kebisingan perawatan peralatan
darat/bukit atau c. Terjadinya lubang c. Reklamasi dan pemanfaatan
gunung) dan genangan kembali lahan

d. Terganggunya d. Pembuatan jaringan drainase


aliran air
permukaan
e. Longsor dan erosi e. Pengaturan kemiringan lereng
sesuai dengan kondisi tanah,
pengendalian air larian dan tebing
dibuat berteras
2. Pengambilan a. Degradasi sungai a. Pemilihan lokasi quarry yang sesuai
material di quarry dan mengganggu berdasarkan kep. Instansi
sungai stabilitas bangunan pemerintah setempat
b. Pencemaran air b. Tata cara penambangan sesuai
sungai yang ditetapkan instansi yang
berwenang
c. Terganggunya c. Tata cara penambangan tepat dan
biota air. melakukan konsultasi masyarakat
yang memanfaatkan sungai
3. Pengangkutan a. Pencemaran udara a. Penyiraman berkala; Bak truk
material (debu) ditutup terpal, memilih jalur
bangunan angkutan, membatasi kecepatan
kendaraan material
b. Meningkatnya b. Perawatan kendaraan angkut
kebisingan material dan pengaturan jam kerja
c. Kerusakan jalan c. Pemeliharaan/Perbaikan jalan
d. Terganggunya lalu d. Pengaturan lalu lintas; Pemasangan
lintas rambu lalu lintas
e. Terganggunya e. Pengaturan waktu pengangkutan
kenyamanan material pada jam kerja dan memilih
masyarakat. jalur angkutan tidak melalui
pemukiman

c. Di lokasi Base
camp a. Pencemaran udara a. Perawatan peralatan, pemasangan
1. Pengoperasian (debu/partikel, dust collector, penyiraman berkala,
base camp SO2, NO2, CO, membatasi ketinggian tumpukan
(barak pekerja, HC) material, uji emisi kendaraan
kantor, stockpile, b. Meningkatnya b. Perawatan peralatan, menyimpan
bengkel, gudang, kebisingan genset pada tempat kedap suara
stone crusher dan jauh dari pemukiman
dan AMP)
44-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan


c. Pencemaran air c. Pengendalian limbah cair (oli/
permukaan pelumas bekas, cat, bahan pelarut
cat, pembersih peralatan dll) dan
membangun MCK dilengkapi septic
tank yang jauh dari sumber air
bersih, menata jaringan drainase,
menyediakan tempat sampah (TPS)
d. Pencemaran tanah d. Menampung pelumas bekas dalam
drum, penyuluhan karyawan untuk
mencegah ceceran/tumpahan
minyak/oli/pelumas/cat/ semen,
dan lain-lain pada tanah
e. Terganggunya lalu e. Pengaturan lalu lintas dan
lintas pemasangan rambu lalu lintas
f. Kondisi kamtibmas f. Pemberdayaan masyarakat
setempat

C. Tahap
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan a. Pencemaran udara a. Pemeliharaan tanaman di jalur
Jalan (debu, partikel, tanaman (penghijauan di median,
1. Pengoperasian SO2, NO2, CO, HC) pulau jalan dan teoi jalan)
jalan b. Meningkatnya b. Pemeliharaan tanaman di jalur
kebisingan tanaman dan pembuatan noise
barrier (pada lokasi tertentu/
fasilitas umum, tempat ibadah,
rumah sakit, sekolah)
c. Meningkatnya c. Pembuatan dan perawatan
getaran parit/saluran tepi
d. Kecelakaan lalu d. Pengaturan lalu lintas, pemasangan
lintas rambu lalu lintas yang tepat,
penertiban pedagang kaki lima

e. Perubahan e. Memasang patok batas RUMIJA dan


penggunaan lahan papan larangan kegiatan
di RUMIJA
(sidefriction)
f. Meningkatnya f. Pengawasan penggunaan lahan
mobilitas sesuai tata guna lahan
penduduk
g. Gangguan g. Pemasangan papan peringatan/
terhadap jalur himbauan/larangan mengganggu
perlintasan/ satwa dilindungi dan memasang
mobilitas satwa tanda/rambu jalur perlintasan
dilindungi satwa
h. Potensi genangan h. Pemeliharaan rutin, berkala
atau banjir jaringan drainase

45-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan


2. Pemeliharaan - Terganggunya lalu - Pengaturan lalu lintas dan
jalan lintas dan pemasangan rambu lalu lintas
kecelakaan lalu sementara
lintas

5.5 Pengelolan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Daerah Sensitif

Daerah sensitif terdiri dari kawasan lindung dan kawasan/areal tertentu yang memiliki
fungsi atau karakteristik lingkungan dan sosial-budaya khas, yang sangat potensial
mengalami dampak negatif penting akibat pembangunan jalan.
Daerah sensitif dikelompokkan dalam tujuh kategori, yang didasarkan atas
pertimbangan kesamaan karakteristik biogeofisik dan sosialnya, atau
kesamaan/kekhasan tujuan perlindungan/pengelolaan lingkungannya yaitu:
- Kawasan Hutan
- Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan,
- Kawasan Rawan Bencana Alam
- Kawasan Cagar Budaya
- Daerah Komunitas Rentan
- Kawasan Komersial, Permukiman dan Lahan Produktif
- Kawasan Khusus
1. Persebaran daerah sensitif

a) Lokasi tiap jenis daerah sensitif di tiap provinsi dapat dilihat pada contoh Peta
Daerah Sensitif yang dibuat/dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Bina
Marga.
b) Informasi mengenai peta daerah sensitif tersebut dapat diperoleh dari Sub
Direktorat Teknik Lingkungan, Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Bina
Marga, atau melalui internet (www.pu.go.id).
c) Informasi yang lebih rinci dapat diperoleh dari instansi pengelola atau yang
berkaitan dengan pengelolaan daerah sensitif yang bersangkutan baik di
tingkat pusat maupun provinsi dan kabupaten/kota.
2. Ketentuan umum tentang pembangunan jalan di daerah sensitif

a) Daerah sensitif memerlukan perlindungan atau pengelolaan khusus untuk


melindungi kelestarian fungsi sumber daya alam, sumber daya buatan, dan
nilai sejarah serta budaya bangsa, untuk kepentingan pembangunan
berkelanjutan.
b) Penetapan rute jalan baru sedapat mungkin menghindari daerah sensitif
terutama kawasan hutan konservasi dan daerah rawan bencana alam.
c) Penetapan koridor jalan di daerah sensitif harus dikoordinasikan dengan semua
instansi terkait, pada tahap prencanaan umum.
d) Penetapan rute jalan di daerah sensitif pada tahap studi kelayakan harus
dikonsultasikan dengan instansi pengelola/pembina daerah sensitif yang
bersangkutan, dan mendapat persetujuan dari instansi tersebut.
e) Pembangunan jalan di kawasan lindung harus mendukung (tidak bertentangan
dengan) sasaran pengelolaan kawasan tersebut, yaitu:

46-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

• meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan


satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa;
• mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan
keunikan alam.
5.3.3 Pembangunan jalan baru tidak boleh dilaksanakan di dalam kawasan hutan
konservasi, tapi boleh dilaksanakan di dalam kawasan hutan lindung dan hutan
produksi, dengan syarat harus mendapat “izin pinjam pakai kawasan hutan”
dari Menteri Kehutanan.
Catatan: Pada saat ini telah ada beberapa ruas jalan yang melalui kawasan
hutan koservasi seperti Taman Nasional dan Taman Hutan Raya yang harus
dipelihara dan mungkin perlu ditingkatkan.
g) Kegiatan pembangunan jalan tidak boleh mengakibatkan rusaknya sumber air
dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau
mengakibatkan pencemaran air.
h) Rencana kegiatan pembangunan jalan baru atau peningkatan dengan
pelebaran jalan yang memerlukan pengadaan lahan di dalam atau berbatasan
langsung dengan kawasan lindung, harus dilengkapi dengan dokumen AMDAL,
kecuali kalau berdasarkan hasil kajian lapangan, diperkirakan tidak
menimbulkan dampak besar dan penting.
i) Rencana kegiatan pembangunan jalan yang dapat mengakibatkan tercemar,
pindah, rusak, berubah, musnah atau hilangnya nilai sejarah benda cagar
budaya, dan situs, wajib dilaporkan kepada Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata. Laporan tersebut harus disampaikan secara tertulis dan dilengkapi
dengan hasil studi AMDAL.
j) Pembangunan jalan di daerah komunitas rentan harus mendukung upaya
pemberian kemudahan untuk pembangunan kualitas masyarakat tersebut.
k) Dalam pelaksanaan pembangunan jalan yang dalam radius 10 km terdapat
komunitas adat, hak-hak adat termasuk hak atas tanah ulayat yang masih
dipegang teguh oleh masyarakat setempat, harus diperhatikan dan dilindungi
sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas negara hukum yang
berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan tersebut, perlu
dilakukan Analisis Dampak Sosial (ANDAS).
l) Pembangunan jalan yang memerlukan pengadaan tanah, perlu dilengkapi
ANDAS, jika jumlah penduduk yang terkena pembebasan tanah lebih besar
atau sama dengan 40 KK.
m) Pembangunan jalan yang memerlukan pengadaan tanah di daerah kelompok
fakir miskin harus mendukung upaya pembinaan kesejahteraan sosial
komunitas tersebut agar mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani
dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan. Untuk
keperluan tersebut, perlu dilakukan ANDAS, kalau jumlah fakir miskin yang
terkena pembebasan tanah lebih besar atau sama dengan 20 KK.
n) Pembangunan jalan yang mengakibatkan alih fungsi lahan beririgasi tidak
boleh dilakukan kecuali terdapat perubahan rencana tata ruang.
o) Perpotongan jalan dengan jalur kereta api harus dibuat tidak sebidang.
Pengecualian terhadap ketentuan tersebut hanya dilakukan dengan tetap
menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api maupun lalu
lintas di jalan.
p) Pembangunan jalan yang memerlukan perpotongan atau persinggungan
dengan jalur kereta api umum wajib mendapat izin dari pemilik prasarana
perkeretaapian.
47-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

q) Rencana kegiatan pembangunan jalan di daerah komunitas rentan, harus


dilengkapi analisis dampak sosial (ANDAS).

3. Potensi dampak spesifik dan pedoman pengelolaannya

a) Pembangunan jalan di tiap jenis daerah sensitif mempunyai potensi “dampak


spesifik” yang memerlukan penanganan khusus sesuai dengan tujuan
perlindungan daerah yang bersangkutan.
b) Potensi dampak lainnya sangat tergantung dari jenis, besaran dan karakteristik
kegiatan pembangunan jalan tertentu, serta kondisi lingkungan di areal tapak
kegiatan proyek jalan dan sekitarnya yang telah diuraikan dalam sub bab 5.2,
5.3 dan 5.4.

4. Pedoman pengelolaan dampak di daerah sensitif


Pedoman pengelolaan dampak lingkungan dan sosial-budaya pembangunan jalan
di daerah sensitif disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, yang terdiri dari:
a) Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah
Sensitif;
b) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Hutan;
c) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Lindung di
Luar Kawasan Hutan;
d) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Rawan
Bencana Alam;
e) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Cagar
Budaya, Bangunan Monumental dan Areal/Tempat Dilindungi;
f) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Komunitas
Rentan;
g) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Komersial,
Permukiman dan Lahan Produktif;
h) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Khusus.
Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut memberikan penjelasan tentang
daerah sensitif dan prinsip dasar pengelolaan lingkungan dalam kaitannya dengan
pembangunan jalan di daerah-daerah sensitif. Ringkasan pedoman, manual dan
prosedur pengelolaan lingkungan di daerah sensitif disajikan pada Lampiran 5 dan
secara lengkap dilampirkan pada buku Pedoman Perencanaan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Bidang Jalan (Buku 2).

5.5.1 Pembangunan Jalan di Kawasan Hutan


Pembangunan jalan di kawasan hutan mencakup daerah:
- Cagar Alam
- Suaka Marga Satwa
- Daerah Pengungsian Satwa
- Taman Nasional
- Taman Hutan Raya
- Taman Wisata Alam
- Taman Buru
- Hutan Lindung
Potensi dampak dan arahan penanganannya pada tahap prakonstruksi, konstruksi,
serta pengoperasian dan pemeliharaan tercantum pada Tabel 3.

48-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tabel 3. Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Hutan dan Arahan


Pengelolaan Lingkungan

Kegiatan (Sumber Arahan Pengelolaan


Potensi Dampak
Dampak) Lingkungan
A. Tahap Pra-
konstruksi
 Pengadaan tanah  Masalah kepentingan • Konsultasi dan koordinasi
antar instansi dengan instansi yang
menangani bidang kehutanan
tingkat pusat dan daerah;
• Konsultasi dan koordinasi
dengan pihak-pihak pemilik
hak pemanfaatan hutan yang
bersangkutan;
• Pengurusan ijin “Pinjam Pakai”
Kawasan Hutan
B. Tahap Konstruksi
• Mobilisasi peralatan • Meningkatnya • Rencana pelaksanaan
berat; kebisingan pekerjaan konstruksi
• Pengangkutan • Perubahan bentang dikoordinasikan dengan
material; alam instansi pengelola dan
• Pekerjaan tanah • Gangguan pada pemanfaat hutan yang
• Pekerjaan badan jalan aliran air permukaan bersangkutan
• Pembersihan lahan • Gangguan pada flora • Basecamp dibuat di luar
dan fauna kawasan hutan konservasi
• Gangguan terhadap • Penggunaan alat berat
kehidupan satwa liar seminimal mungkin
• Semua alat berat yang
digunakan harus dibawa
kembali ke luar kawasan
hutan, setelah selesai
digunakan setiap harinya
• Semua pekerja harus keluar
dari kawasan hutan setelah
selesai melakukan pekerjaan
setiap harinya.
• Lereng galian/timbunan tanah
diperkuat supaya tidak terjadi
erosi/longsor
• Aliran air permukaan yang
terpotong galian/timbunan
tanah harus diusahakan tetap
berfungsi seperti semula
• Pembersihan lahan diusahakan
hanya pada areal tapak
pekerjaan konstruksi
• Pekerjaan konstruksi hanya
dilaksanakan pada siang hari

49-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kegiatan (Sumber Arahan Pengelolaan


Potensi Dampak
Dampak) Lingkungan
C. Tahap
Pengoperasian dan
Pemeliharaan Jalan
• Penggunaan dan • Meningkatnya • Penanaman pohon pelindung
pemanfaatan jalan kebisingan di pinggir kiri-kanan jalan
• Pemeliharaan jalan • Gangguan pada flora • Pemasangan rambu larangan
• Gangguan pada mengambil tumbuhan hutan
satwa liar • Pemasangan rambu lalu lintas
untuk mengurangi kecepatan
kendaraan bermotor sekitar
lintasan satwa
• Pembuatan perintang
kecepatan lalu lintas (speed
trap ) di dekat lokasi lintasan
satwa
• Pembuatan underpass lintasan
satwa

5.5.2 Pembangunan Jalan di Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

Pembangunan jalan di kawasan lindung di luar kawasan hutan mencakup daerah:


- Lahan basah
- Kawasan resapan air
- Kawasan sekitar mata air
- Kawasan sekitar danau/waduk
- Sempadan sungai
- Sempadan pantai
- Pantai berhutan bakau
- Suaka alam laut dan perairan lainnya

Secara ringkas pengelolaan lingkungan pada pembangunan jalan di kawasan lindung


di luar kawasan hutan dapat dilihat pada Tabel 4.

50-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tabel 4. Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan


Arahan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

5.3.4 Kawasan Gambut


Arahan Pengelolaan
Sumber dampak Potensi Dampak
Lingkungan
A. Tahap pra
konstruksi
 Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan • Mengacu pada RTRW
lahan • Konsultasi/koordinasi dengan
 Masalah kepentingan instansi pengelola kawasan
antar instansi lindung di luar kawasan hutan
dan instansi lain terkait
B. Tahap konstruksi
• Pembersihan lahan • Meningkatnya • Tidak melakukan penyiapan
• Pekerjaan tanah kekeringan pada lahan tanah dengan sistem
• Pekerjaan drainase gambut sehingga pembakaran
• Pekerjaan badan mudah terbakar • Mengembangkan sistem untuk
jalan • Subsidensi lahan perbaikan tata air di lahan
• Pekerjaan jembatan gambut gambut misalnya melalui
• Gangguan kemampuan penyekatan saluran-saluran di
fungsi hidrologis lahan lahan gambut yang bersifat
gambut menguras air
• Gangguan hidrologi, • Pada saat merencanakan
over drainase sistem saluran atau drainase
• Menurunnya populasi perlu memperhatikan
vegetasi di lahan ketinggian dari permukaan air
gambut yang bernilai dan tata air di kawasan lahan
ekonomis gambut
• Gangguan terhadap • Mencegah overdrainase dan
satwa liar subsidensi
• Menurunnya biota • Menerapkan teknologi dengan
perairan geotextile, perbaikan sifat
• Perubahan/kerusakan tanah, timbunan ringan, pile
bentang alam slab
• Membatasi pembukaan
kawasan di daerah yang
benar-benar diperlukan untuk
pekerjaan
• Pembabatan tanaman segera
ditindaklanjuti dengan
revegetasi
C. Tahap
Pengoperasian
dan pemeliharaan
jalan
• Pengoperasian jalan • Subsidensi lahan • Koordinasikan kepada instansi
gambut terkait untuk meningkatkan

51-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Arahan Pengelolaan
Sumber dampak Potensi Dampak
Lingkungan
• Meningkatnya dan memperkuat aspek
pembukaan dan pengawasan dan penegakan
penebangan liar hukum (termasuk hukum adat)
• Perpindahan/migrasi terhadap perlindungan dan
satwa liar serta pengelolaan lahan gambut dan
perburuan satwa liar rantai perdagangan illegal
• Perubahan peruntukan logging
lahan tidak sesuai • Koordinasi dengan instansi
dengan RTRW terkait untuk melakukan
pemantauan dan pengawasan
secara periodik diikuti
penertiban, penegakan hukum
atas penggunaan lahan di
sekitar kawasan yang tidak
sesuai RTRW

5.3.5 Kawasan Hutan Bakau


Arahan Pengelolaan
Sumber dampak Potensi Dampak
Lingkungan
A. Tahap pra
konstruksi
 Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan • Mengacu pada RTRW
lahan • Konsultasi/koordinasi dengan
• Masalah kepentingan instansi pengelola kawasan
antar instansi pengelola hutan bakau dan instansi lain
terkait
B. Tahap konstruksi
• Pembersihan lahan • Gangguan fungsi • Hindari semua bentuk kegiatan
• Pekerjaan tanah kawasan sebagai yang mengakibatkan
• Pekerjaan drainase pelindung pantai dari pengurangan areal bakau di
• Pekerjaan badan erosi/abrasi pantai luar Rumija
jalan
• Pekerjaan jembatan • Gangguan terhadap • Hindari penggunaan kawasan
satwa liar hutan bakau sebagai tapak
• Berkurangnya populasi lokasi jalan masuk
flora bakau yang khas • Rehabilitasi kerusakan hutan
dari jenis Rhizophora, dengan penghutanan kembali
sonneratia, api-api dan (reforestration), upayakan
nipah; pemilihan tanaman dengan
• Perubahan jumlah dan jenis bakau yang cepat tumbuh
keanekaan • Transportasi dari material yang
flora/vegetasi bersifat polutan perlu diawasi
• Gangguan terhadap dan diatur dalam peraturan
berbagai jenis biota khusus
akuatik. • Pada area yang terkena
tumpahan minyak supaya

52-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

• Perubahan/kerusakan memiliki rencana


bentang alam penanggulangan seperti kolam
pengendapan dan lainnya
• Menerapkan dan
melaksanakan teknik mitigasi
dampak sesusai ketentuan
Spesifikasi pekerjaan jalan dan
jembatan seksi Aspek
Lingkungan Hidup
• Membatasi pembukaan
kawasan di daerah yang
benar-benar diperlukan untuk
pekerjaan
• Pembabatan tanaman segera
ditindaklanjuti dengan
revegetasi
C. Tahap
Pengoperasian
dan pemeliharaan
jalan
• Pengoperasian jalan • Terjadinya intrusi air • Rehabilitasi kerusakan hutan
laut ke daratan dengan reforestration
• Meningkatnya • Koordinasi dengan instansi
pembukaan dan terkait untuk meningkatkan
penebangan liar dan memperkuat aspek
• Perpindahan/migrasi pengawasan dan penegakan
satwa liar serta hukum (termasuk hukum adat)
perburuan satwa liar terhadap perlindungan dan
• Perubahan peruntukan pengelolaan kawasan dan
lahan tidak sesuai rantai perdagangan ilegal
dengan RTRW logging
• Koordinasi dengan instansi
terkait untuk melakukan
pemantauan dan pengawasan
secara periodik serta diikuti
penertiban, penegakan hukum
atas penggunaan lahan di
sekitar kawasan yang tidak
sesuai RTRW

5.3.6 Sempadan Sungai


Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
A. Tahap pra
konstruksi
 Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan • Mengacu pada RTRW
lahan • Konsultasi/koordinasi dengan
instansi pengelola kawasan
sempadan sungai dan instansi
53-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

 Masalah kepentingan lain terkait


antar instansi pengelola
B. Tahap konstruksi
• Pembersihan lahan • Meningkatnya potensi • Untuk menghindari pengotoran
• Pekerjaan tanah terjadinya erosi, sungai oleh sampah dibuat
• Pekerjaan drainase longsor, sedimentasi pagar sepanjang badan sungai
• Pekerjaan badan dan pelumpuran • Dibuat pagar pembatas
jalan • Menurunnya kualitas pengaman antara sungai dan
• Pekerjaan jembatan dan kuantitas air jalan
permukaan • Dibuat turap batu sepanjang
• Menurunnya populasi tebing sungai
vegetasi • Konservasi lahan pada jalur
• Perubahan aliran air kanan dan kiri sungai yang
permukaan dan air potensi erosi dan longsor
tanah • Menghindari/meminimalkan
• Pencemaran sungai pemotongan vegetasi di daerah
oleh limbah cair/padat buffer zona antara tepi jalan
• Gangguan pada flora dan badan air
dan fauna sungai yang • Transportasi dari material yang
khas bersifat polutan perlu diawasi
• Perubahan/kerusakan dan diatur dalam peraturan
bentang alam khusus
• Pada area yang terkena
tumpahan minyak/olie supaya
dibuat rencana
penanggulangan seperti kolam
pengendapan dan lainnya
• Menerapkan dan
melaksanakan teknik mitigasi
dampak sesuai ketentuan
Spesifikasi pekerjaan jalan dan
jembatan seksi Aspek
Lingkungan Hidup
C. Tahap
Pengoperasian
dan pemeliharaan
jalan
• Pengoperasian jalan • Perubahan peruntukan • Koordinasi dengan instansi
lahan terkait untuk melakukan
• Suksesi sungai menjadi pengendalian dan penertiban
daratan (hilangnya penggunaan lahan di daerah
sungai) sempadan sungai; tidak
• Gangguan fungsi mengeluarkan ijin bangunan
kawasan dan kegiatan yang berdampak
• Perubahan aliran air terhadap gangguan aliran
permukaan sungai
• Meningkatnya terjadi • Koordinasi dengan instansi
potensi erosi dan terkait untuk meningkatkan
longsor dan memperkuat aspek
pengawasan dan penegakan

54-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

hukum terhadap perlindungan


daerah sempadan sungai
• Dibuat pagar pembatas
pengaman antara sungai dan
jalan
• Dibuat turap batu sepanjang
tebing sungai
• Koordinasikan kepada instansi
terkait untuk melakukan
penggerukan secara berkala
terhadap lumpur

D. Kawasan Sekitar Danau/Waduk


Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
A. Tahap pra
konstruksi
 Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan • Mengacu pada RTRW
lahan • Konsultasi/koordinasi dengan
 Masalah kepentingan instansi pengelola kawasan
antar instansi pengelola danau/waduk dan instansi lain
terkait
B. Tahap konstruksi
• Pembersihan lahan • Menurunnya kualitas • Menghambat laju erosi dan
• Pekerjaan tanah dan kuantitas air sedimentasi yang masuk ke
• Pekerjaan drainase danau/waduk dalam danau/waduk selama
• Pekerjaan badan • Meningkatnya potensi pekerjaan konstruksi
jalan terjadinya erosi dan • Hindari pembuangan bahan
• Pekerjaan jembatan pendangkalan beracun dari sisa-sisa
danau/waduk pekerjaan konstruksi ke
• Menurunnya populasi danau/waduk
vegetasi sempadan • Pengerukan sedimentasi
danau/waduk • Mempertahankan vegetasi
• Perubahan/kerusakan alami di sekitar danau
bentang alam • Menghindari/meminimalkan
pemotongan vegetasi di
daerah buffer zone
danau/waduk
• Melakukan penanaman
vegetasi/pohon yang mampu
mencegah terjadinya erosi dan
memperkuat penampang
danau/waduk
• Menerapkan dan
melaksanakan teknik mitigasi
dampak sesuai ketentuan
Spesifikasi Jalan dan Jembatan
Seksi Aspek Lingkungan Hidup

55-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

C. Tahap
Pengoperasian
dan pemeliharaan
jalan
• Pengoperasian jalan • Gangguan fungsi • Koordinasi dengan instansi
kawasan terkait untuk memperbaharui
• Perubahan aliran air Perda untuk melindungi
permukaan kawasan danau/waduk
• Koordinasi dengan instansi
terkait untuk melakukan
pengendalian dan penertiban
penggunaan lahan di kawasan
sekitar danau
• Koordinasi dengan instansi
terkait untuk pengaturan
zonasi pemanfaatan ruang
yang sangat strategis dalam
mengendalikan masuknya
polutan ke perairan danau

E. Kawasan Resapan Air


Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
A. Tahap pra
konstruksi
• Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan • Mengacu pada RTRW
lahan • Konsultasi/koordinasi dengan
• Masalah kepentingan instansi pengelola kawasan
antar instansi pengelola lindung di luar kawasan hutan
dan instansi lain terkait
B. Tahap konstruksi
• Pembersihan lahan • Perubahan aliran air • Membuat sumur resapan atau
• Pekerjaan tanah permukaan dan air bendung/situ, agar air larian
• Pekerjaan drainase tanah tidak langsung masuk ke
• Pekerjaan badan • Meningkatnya run off sungai akan tetapi berhenti
jalan • Berkurangnya ruang sementara di dalam sumur
• Pekerjaan jembatan terbuka hijau, infiltrasi atau bendung/situ sambil
air ke dalam tanah memberi peluang air meresap
terganggu, banjir di ke dalam tanah. Ukuran sumur
bagian hilir resapan atau bendung/situ
• Terputusnya aliran air disesuaikan luas lahan yang
permukaan. Turunnya berubah fungsi dari resapan
muka air tanah menjadi Rumija
• Hilangnya komunitas • Larangan membuang  ocia-
vegetasi pada wilayah bahan berbahaya dari sisa
resapan air pekerjaan konstruksi di daerah
resapan air

56-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

• Mempertahankan vegetasi
alami di daerah resapan
• Revegetasi (penanaman
kembali), di kiri kanan jalan di
sepanjang kawasan resapan
C. Tahap
Pengoperasian
dan
pemeliharaan
jalan
• Pengoperasian jalan • Perubahan peruntukan • Koordinasi dengan instansi
lahan terkait untuk melakukan
• Meningkatnya run off pengendalian dan penertiban
• Banjir di daerah hilir penggunaan lahan di daerah
dan terjadi kekeringan kawasan resapan air
terutama musim • Mengevaluasi dan memelihara
kemarau sumur resapan atau
bendung/situ, apakah sumur
resapan atau bendung/ situ
berfungsi atau tidak agar air
larian tidak langsung masuk ke
sungai
• Koordinasi dengan instansi
terkait untuk meningkatkan
dan memperkuat aspek
pengawasan dan penegakan
hukum terhadap perlindungan
daerah kawasan resapan air

5.5.3 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Kawasan


Rawan Bencana Alam
Pembangunan jalan di Kawasan Rawan Bencana Alam mencakup daerah:
- letusan gunung berapi
- gempa bumi
- tsunami
- longsor
- banjir
Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan Arahan
Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Bencana Alam

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan


A. Letusan gunung  Kerusakan dan/atau 5.3.7 Tahap Pra-Konstruksi
api terputusnya  Survai lapangan rinci mengenai pola
jalan/jembatan. aliran lava pijar, pola aliran banjir
 Korban jiwa lahar dingin, elevasi aliran lava pijar
manusia pengguna dan/atau banjir lahar dingin.
57-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

dan/atau pemanfaat  Trase jalan yang memotong


jalan. dan/atau melewati sungai yang
menjadi aliran lava pijar dan atau
banjir lahar dingin dengan
perencanaan elevasi yang lebih
tinggi.
 Kontruksi jembatan sebaiknya
ditempatkan di hilir setelah
bangunan kantung lahar dingin
(sabo dam).
 Struktur konstruksi bangunan
bawah jembatan sebaiknya
menghindari penggunaan pier (pilar
tengah) jembatan.

5.3.8 Tahap Pasca-Konstruksi


 Menutup segmen jalan dan/atau
jembatan yang mengalami
kerusakan akibat letusan gunung
api dan pengalihan lalu lintas ke
jalan alternatif.
 Perbaikan dan/atau rehabilitasi
segmen jalan dan/atau jembatan
yang rusak.
 Peninggian elevasi jalan dan/atau
jembatan.
 Relokasi segmen jalan dan/atau
jembatan ke lokasi bebas dari
bencana letusan gunung api.
B. Gempa bumi  Kerusakan dan/atau 5.3.9 Tahap Pra-Konstruksi
terputusnya  Survai lapangan rinci pada segmen
jalan/jembatan jalan yang berada dan/atau
 Korban jiwa memotong garis patahan/sesar aktif
manusia pengguna untuk mengetahui batas koridor
dan/atau pemanfaat patahan, arah dan pola patahan,
jalan karakteristik geologi dan tanah,
informasi rekam jejak kerusakan
akibat gempa bumi.
 Struktur konstruksi badan jalan
yang memotong dan/atau melewati
garis patahan/sesar aktif sebaiknya
direncanakan dengan ”konstruksi
khusus”, berupa jembatan bentang
tunggal.

5.3.10 Tahap Pasca-Konstruksi


 Penutupan segmen jalan dan/atau
jembatan yang mengalami
kerusakan akibat gempa bumi dan
pengalihan lalu lintas ke jalan
alternatif.
58-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

 Perbaikan dan/atau rehabilitasi


jalan/jembatan yang rusak akibat
gempa bumi.
 Relokasi/pengalihan lokasi segmen
jalan dan/atau jembatan ke lokasi
yang tidak memotong jalur
patahan.
C. Tsunami  Kerusakan dan/atau 5.3.11 Tahap Pra-Konstruksi
terputusnya  Survai rinci pada segmen jalan yang
jalan/jembatan berada dan/atau memotong
 Korban jiwa kawasan rawan tsunami untuk
manusia pengguna mengetahui batas tsunami,
dan/atau pemanfaat informasi rekam jejak akibat
jalan kerusakan tsunami.
 Trase jalan dan semua struktur
jembatan harus diupayakan bebas
dari kawasan yang pernah
mengalami tsunami.

5.3.12 Tahap Pasca-Konstruksi


 Perbaikan dan/atau rehabilitasi
segmen dan/atau jembatan yang
mengalami kerusakan akibat
tsunami.
 Relokasi segmen jalan dan/atau
jembatan yang hilang dan/atau
rusak karena tsunami.
D. Longsor  Kerusakan dan/atau 5.3.13 Tahap Pra-Konstruksi
terputusnya  Survai lapangan rinci pada segmen
jalan/jembatan jalan yang melalui kawasan rawan
 Korban jiwa bencana longsor, mengenai batas
manusia pengguna daerah rawan lonsor dan jejak
dan/atau pemanfaat kejadian tanah longsor.
jalan  Menyusun rencana teknis rinci
struktur badan jalan dan konstruksi
penahan lereng jalan sesuai
karakteristik geologi dan tanah,
serta pola kelongsoran tanah.

5.3.14 Tahap Pasca-Konstruksi


 Penutupan jalan dan/atau jembatan
yang rusak akibat longsor dan
pengalihan lalu lintas ke jalan
alternatif.
 Perbaikan dan/atau rehabilitasi
segmen jalan dan/atau jembatan
yang rusak.
 Relokasi segmen jalan dan/atau
jembatan yang rusak akibat
longsor.

59-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

E. Banjir  Kerusakan dan/atau 5.3.15 Tahap Pra-Konstruksi


terputusnya  Survai rinci hidrologi untuk
jalan/jembatan mengetahui karakteristik hidrologi,
 Korban jiwa pola aliran, periode banjir dan jejak
manusia pengguna banjir yang pernah terjadi, elevasi
dan/atau pemanfaat tertinggi areal genangan.
jalan  Elevasi jalan harus lebih tinggi dari
elevasi muka air banjir ditambah
dengan ruang bebas (free board).
 Pemilihan bentuk struktur
konstruksi untuk akses pengaliran
air banjir, dapat berupa gorong-
gorong (culvert) dan/atau jembatan
sesuai daerah aliran banjir
eksisting.
 Rencana teknis rinci struktur
konstruksi drainase melintang dan
memanjang jalan sesuai dengan
karakteristik dan debit rencana
rencana.

5.3.16 Tahap Pasca-Konstruksi


 Penutupan segmen jalan dan/atau
jembatan yang terendam banjir dan
pengalihan lalu lintas ke jalan
alternatif.
 Perbaikan dan/atau rehabilitasi
segmen jalan dan/atau jembatan
yang rusak karena banjir.

5.5.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kawasan Cagar Budaya


Yang dimaksud dengan kawasan cagar budaya dalam pedoman ini mencakup lokasi/
ruang sekitar benda cagar budaya tidak bergerak yang dikelompokkan dalam dua
kategori sebagai berikut:
5.3.17 Lokasi bangunan hasil budaya menusia yang bernilai tinggi, seperti:
• bangunan kuno (minimal berumur 50 tahun) yang bernilai sejarah;
• bangunan kuno yang bernilai seni arsitektur bangunan khas;
• monumen;
• candi;
• benteng.
5.3.18 Areal/tempat yang dilindungi, seperti:
• situs purbakala;
• makam keramat;
• tempat acara ritual tradisional.
Kawasan cagar budaya mempunyai fungsi atau nilai manfaat untuk membantu
pengertian manusia mengenai masa lalu, memperkaya masa kini, dan bernilai bagi
generasi-generasi di masa depan. Kawasan cagar budaya juga mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebagai objek wisata budaya.
60-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Jenis-Jenis Situs/Benda Cagar Budaya Tidak Bergerak adalah sebagai


berikut:
- Gedung kuno - Benteng
- Rumah Adat - Batu Bergambar
- Rumah Perjuangan - Menhir
- Rumah Bersejarah - Situs
- Masjid - Makam
- Gereja - Tempat pemujaan
- Kelenteng - Goa
- Candi - Kapal
- Monumen - Kayu
- Tugu - Marmer
- Patung
Kawasan cagar budaya termasuk dalam kategori kawasan lindung yang memerlukan
perlindungan khusus, sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku.
Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk melindungi kekayaan budaya bangsa
berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen nasional dan
areal/tempat yang dilindungi, yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.
Informasi tentang lokasi kawasan cagar budaya dapat dilihat pada Peta Daerah-
Daerah Sensitif yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen
Pekerjaan Umum, atau peta yang diterbitkan oleh instansi bidang kebudayaan di
tingkat pusat atau daerah (provinsi dan kabupaen/kota).
Ringkasan potensi dampak negatif spesifik pada tiap tahap kegiatan proyek dan
arahan penanganannya tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Cagar Budaya dan Arahan
Pengelolaannya

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan


Lingkungan
A. Tahap Pra-
konstruksi
 Pengadaan tanah • Masalah antar sektor; • Konsultasi/koordinasi dengan
• Masalah sosial; instansi bidang kebudayaan
• Berkurang atau yang terkait
hilangnya areal situs. • konsultasi dengan masyarakat
yang terkait dengan keberadaan
cagar budaya yang akan
terkena proyek jalan
• Melaksanakan studi AMDAL
atau kajian khusus bidang
sosial, yang mencakup aspek
kesejarahan dan arkeologi.
• Penggunaan areal situs
seminimal mugkin.

61-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan


Lingkungan
B. Tahap
Konstruksi
 Mobilisasi • Getaran; • Penggunaan peralatan
peralatan berat • Gangguan pada konstruksi yang tidak
 Pengangkutan stabilitas tanah (fondasi menimbulkan vibrasi besar;
material bangunan); • Pengamanan struktur
 Pekerjaan tanah • Perubahan/kerusakan bangunan supaya tidak terjadi
 Pekerjaan badan struktur fisik bangunan keretakan/kerusakan;
jalan momumental/benda • Pemindahan/relokasi benda
cagar budaya; cagar budaya sesuai dengan
• Lenyapnya nilai izin instansi yang berwenang;
sejarah/seni arsitektur • Pengawasan pelaksanaan
bangunan khas; pekerjaan konstruksi, untuk
• Hilangnya mencegah kerusakan dan/atau
tempat/benda/ pohon hilangnya benda cagar budaya;
yang bernilai ritual atau
keramat;
• Hilangnya keotentikan
nilai sejarah/budaya;
• Hilang/punahnya benda
cagar budaya.
C. Tahap
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan
 Pengoperasian • Getaran; • Pembatasan kendaraan berat
jalan • Pencemaran udara untuk menghindari vibrasi
 Pemeliharaan jalan • Gangguan estetika besar
lingkungan • Pemeliharaan pohon pelindung
dan/atau tanaman hias yang
dapat menyerap debu dan gas
polutan emisi kendaraan
bermotor.
• Pengendalian pemanfaatan
ruang milik jalan untuk
menghindari gangguan lalu
lintas dan gangguan estetika
lingkungan.
5.5.5 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pembangunan Jalan di Daerah
Komunitas Rentan
Komunitas rentan mencakup komunitas adat termasuk komunitas adat terpencil
(KAT), dan kelompok fakir miskin.
Karakteristik komunitas adat mencakup 5 (lima) kriteria:
 Masyarakat yang kehidupannya sudah sangat erat dengan wilayah nenek
moyangnya dan sumberdaya alam di dalamnya,

62-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

 Mengidentifikasi diri sendiri dan diidentifikasi oleh lainnya sebagai kelompok yang
berbeda budaya,
 Memiliki bahasa asli yang berbeda dari bahasa nasional,
 Adanya lembaga sosial, ekonomi, dan budaya secara adat,
 Produksi terutama untuk kebutuhan sendiri (subsisten).
Dari sisi pandang kondisi keterbatasan aksesibilitasnya, komunitas adat ini secara legal
disebut komunitas adat terpencil yang mencakup 7 (tujuh) kriteria:
 Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen,
 Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan,
 Pada umumnya menetap dan bergerak di daerah yang terpencil secara geografis
dan relatif sulit dijangkau,
 Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten,
 Peralatan teknologinya sederhana,
 Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumberdaya alam setempat relatif
tinggi,
 Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik
Komunitas adat terpencil dikelompokkan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
 Kategori kelana, belum ada kontak (interaksi) dengan dunia luar dari komunitas
mereka, komunitas yang hanya dapat diketahui oleh kelompok/etnis mereka
sendiri.
 Kategori menetap sementara, sudah ada kontak (interaksi) dengan dunia luar dari
komunitas mereka, mulai mengenal sistem bercocok tanam.
 Kategori menetap, sudah ada interaksi dengan dunia luar dari komunitas mereka
mulai melemahnya peran tokoh adat dalam kehidupan masyarakat.
Ciri-ciri fakir miskin (FM) mencakup 8 (delapan) kriteria, yaitu:
 Penghasilan rendah, atau berada dibawah garis sangat miskin,1)
 Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/beras
untuk orang miskin/santunan sosial),
 Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun (hanya
mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun),
 Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga sakit,
 Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya,
 Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk
membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat
miskin,
 Tinggal di rumah yang tidak layak huni,
 Sulit memperoleh air bersih.
Tujuan perlindungan kelompok fakir miskin adalah mencegah peniadaan akses
pengembangan harga diri (pendidikan, ketrampilan, kesehatan, sarana usaha
ekonomi, dan modal) sebagai prasyarat untuk mandiri dalam pemenuhan kebutuhan
dasar manusia.

Catatan: 1): a) yang dimaksud batas garis sangat miskin adalah tingkat pengeluaran/orang/hari
berdasarkan standar BPS di wilayah provinsi atau kabupaten/kota,
b) ukurannya bahwa orang tersebut tidak mampu memenuhi kecukupan konsumsi
makanan setara dengan 1800 kalori/hari.
2) Jika 3 (tiga) kriteria tersebut diatas terpenuhi, sudah dapat dikategorikan sebagai
keluarga fakir miskin.
63-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat


dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Potensi Dampak Sosial Budaya Pembangunan Jalan di Daerah Komunitas


Rentan dan Arahan Pengelolaannya
Arahan pengelolaan dampak
Sumber dampak Potensi dampak
sosial budaya
A. Tahap
Prakonstruksi
 Pengadaan tanah  Keresahan komunitas  Melaksanakan rekomendasi
rentan, rencana tindak (action plan)
 Timbul masalah sosial. ANDAS.
B. Konstruksi
pekerjaan jalan
 Mobilisasi tenaga  Kecemburuan terhadap  Sosialisasi rencana
kerja pekerja dari luar pelaksanaan konstruksi proyek
 Pembersihan lahan komunitas rentan. jalan.
 Pekerjaan tanah  Masuknya jenis penyakit  Melaksanakan pengembangan
(HIV/AIDS) keterlibatan komunitas rentan
 Pekerjaan badan
 Gangguan pada kearifan dalam pekerjaan konstruksi
jalan
lingkungan proyek jalan.
 Melaksanakan penyuluhan
mengenai pencegahan
HIV/AIDS.
 Konsultasi dengan ketua
adat/tokoh komunitas rentan
sebelum pelaksanaan
pekerjaan pembersihan lahan
 Koordinasi dengan instansi
terkait dalam pelaksanaan
rekomendasi rencana tindak
pada tahap konstruksi.
 Penanganan dampak fisik
proyek terhadap lingkungan
dapat mengacu pada pedoman
yang relevan dengan jenis
dampak fisik yang terjadi.
C. Pengoperasian
dan
pemeliharaan
jalan
 Pengoperasian  Perubahan hak atas Melakukan koordinasi dalam
jalan tanah forum komunikasi dengan
 Lunturnya identitas instansi terkait dalam
budaya pelaksanaan rekomendasi
 Masuknya jenis penyakit rencana tindak pada tahap pasca
(HIV/AIDS) konstruksi, seperti:
 Timbul pandangan  Pengembangan
negatif terhadap pranata/kelembagaan hak atas

64-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Arahan pengelolaan dampak


Sumber dampak Potensi dampak
sosial budaya
keberadaan jalan tanah
 Timbul pandangan  Pelestarian identitas budaya
negatif terhadap  Penyuluhan mengenai
keberadaan jalan penanggulangan HIV/AIDS
 Pengembangan kelembagaan
jaring-jaring sosial dan
kepercayaan komunitas rentan
 Pelatihan berbagai ketrampilan
bagi komunitas rentan.

5.5.6 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Kawasan Komersial,


Permukiman dan Lahan Produktif
Pembangunan jalan yang melalui daerah sensitif berupa kawasan komersial,
pemukiman dan lahan produktif perlu memperhatikan karakteristik sepsifiknya, antara
lain:
- Kawasan sumber bangkitan lalu lintas
- Mobilitas pengguna dan pemanfaat kawasan sangat tinggi
- Rawan kemacetan
- Mempunyai resistensi tinggi terhadap pembebasan tanah dan/atau bangunan
- Sumber produksi pangan
- Sumber mata pencaharian
- Rawan terhadap alih fungsi lahan
- Kawasan komersial
Suatu kawasan dikategorikan sebagai kawasan komersial apabila memenuhi salah
satu dari kriteria di bawah ini:
a) Kawasan kegiatan perdagangan dan jasa (pasar, mal, supermarket, pertokoan
dan sejenisnya)
b) Kawasan CBD/Central Bussiness District
c) Kawasan industri (kawasan industri terpadu, pabrik dan lingkungan industri
kecil)
- Kawasan permukiman
Suatu kawasan dikategorikan sebagai kawasan permukiman apabila memenuhi
salah satu kriteria berikut:
a) Kumpulan rumah tinggal (permanen/semi-permanen/non-permanen) dengan
populasi minimal 100 unit rumah/hektar
b) Areal hunian masyarakat berbentuk apartemen, town house dan/atau rumah
susun
- Lahan produktif
Lahan budidaya dikategorikan sebagai lahan produktif apabila memenuhi salah satu
kriteria berikut:
a) Sawah beririgasi teknis maupun tadah hujan
b) Kebun tanaman komoditas pertanian
c) Tambak untuk budidaya perikanan

65-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Komersial/Permukiman dan Arahan


Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Prasarana Spesifik Kawasan
Komersial/Permukiman dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Potensi Dampak Sosial Pembangunan Jalan Di Kawasan Komersial,


Permukiman dan Lahan Produktif serta Arahan Pengelolaannya

5.3.19 Kawasan Komersial dan Permukiman


Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
A. Tahap Pra-
konstruksi
 Pengadaan tanah  Keresahan masyarakat 1) Konsultasi dan koordinasi
 Masalah kepentingan dengan otoritas yang
dengan instansi berkompeten dengan
pengelola penggunaan kawasan
dan/atau penataan ruang,
yaitu Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
(Bappeda) dan/atau Dinas
Tata Ruang Kabupaten/ Kota.
2) Melaksanakan proses
pembebasan tanah/bangunan
sesuai ketentuan peraturan
perundangan, dengan
merujuk pada Pedoman
Teknis Pengadaan Tanah dan
Permukiman Kembali
3) Perencanaan teknis prasarana
dan/atau konstruksi mitigasi
dampak spesifik kawasan
komersial/permukiman sesuai
dengan kondisi spesifik
kawasan
komersial/permukiman dan
rujukan perencanaan.
B. Tahap Konstruksi
 Mobilisasi peralatan  Pencemaran kualitas 1) Mobilisasi peralatan berat
berat udara (debu) beroda besi harus diangkut
 Pembersihan lahan  Meningkatnya dengan truck trailer untuk
 Pekerjaan tanah kebisingan mencegah kerusakan jalan
 Pembangunan jalan  Terganggunya lalu eksisting.
akses lintas 2) Pembangunan jalan akses
 Pengangkutan  Terganggunya/rusaknya proyek harus dihindari,
material utilitas dengan memanfaatkan dan
 Pekerjaan drainase  Terganggunya memfungsikan jalan eksisting
 Pekerjaan badan aksesibilitas sebagai jalan akses proyek.
jalan  Gangguan estetika 3) Lokasi basecamp, batching
 Pekerjaan jembatan lingkungan plant, AMP, stockpile material,

66-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
 Pengelolaan sisa  Gangguan kesehatan quarry, borrow area dan
material pekerjaan masyarakat disposal area tidak boleh
konstruksi  Kerusakan jalan berada dan/atau berbatasan
eksisting langsung dengan kawasan
 Getaran/kerusakan komersial/permukiman
bangunan 4) Batas areal kerja harus
 Rawan kecelakaan berada di dalam batas koridor
 Keresahan masyarakat rumija, dalam hal arahan butir
 Konflik sosial ini tidak dapat dilaksanakan,
maka pemrakarsa jalan wajib
meminta ijin pemilik lahan
dan semua implikasi berkaitan
dengan penggunaan lahan
tersebut menjadi
tanggungjawab pemrakarsa
jalan.
5) Kegiatan transportasi material
harus dilaksanakan dengan
truck berpenutup terpal dan
kondisi roda yang bebas dari
ceceran tanah.
6) Pemasangan penahan
kebisingan sementara untuk
mengurangi intensitas
kebisingan di areal kerja.
7) Material timbunan harus
bebas dari unsur logam berat
dan/atau bahan beracun
berbahaya (B3)
8) Perlindungan fisik dan fungsi
jaringan utilitas/prasarana
umum dari kerusakan akibat
pekerjaan.
9) Penggunaan peralatan
pemancangan yang dapat
meminimalisasi getaran, serta
pemberian kompensasi
terhadap kerusakan
bangunan.
10) Penerapan klausul-klausul
spesifikasi khusus lingkungan
yang relevan untuk
penanganan dampak pada
pelaksanaan konstruksi
C. Tahap
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan
Jalan
67-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
 Pengoperasian jalan  Pencemaran udara 1) Penegakan tertib
(debu/partikulat, CO, pemanfaatan jalan, melalui
NO2, SO2, HC, Pb) pengawasan dan penindakan
 Meningkatnya hukum terhadap pemanfaatan
kebisingan rumija yang tidak sesuai
 Timbulnya getaran dengan tertib pemanfaatan
 Terganggunya jalan, dengan merujuk pada
kenyamanan Manual Tertib Pemanfaatan
 Menurunnya kesehatan Jalan No.004/T/BNKT/902)
2) Sinkronisasi/paduserasi
perencanaan jaringan jalan
dengan pembatasan akses ke
ruas jalan di kawasan
komersial, untuk menjamin
dan mempertahankan kinerja
dan kapasitas jalan, sesuai
dengan fungsi jalan yang
bersangkutan.
3) Penambahan prasarana
keselamatan lalulintas (road
safety), seperti rambu,
marka, dan/atau lampu
lalulintas pada kawasan yang
diidentifikasi rawan
kecelakaan.

5.3.20 Lahan Produktif


Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan
A. Tahap Pra-
konstruksi
 Pengadaan tanah  Keresahan 1) Konsultasi dan koordinasi
 Pemilihan rute masyarakat mengenai rencana penggunaan
 Hilangnya aset kawasan lahan produktif untuk
 Hilangnya kegiatan proyek jalan, dengan institusi yang
sosial ekonomi bertanggungjawab terhadap
pengelolaan lahan produktif sawah
beririgasi, antara lain: Direktorat
Pengelolaan Lahan, Departemen
Pertanian; Direktorat Irigasi, Ditjen
Sumber Daya Air, Dep. Pekerjaan
Umum; Komisi Irigasi Antar
Provinsi/Provinsi/Kabupaten/Kota;
Dinas Pekerjaan
Umum/Kimpraswil/SDA/Pengairan
Provinsi/Kabupaten/Kota
2) Untuk pembangunan jalan tol, opsi
jalan layang/elevated road

68-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan


disarankan lebih diprioritaskan
daripada jalan pada permukaan
tanah/at grade, untuk
meminimalkan alih fungsi lahan
sawah, sebagai wujud kontribusi
bidang jalan dalam mendukung
kebijakan konservasi sawah
beririgasi untuk ketahanan pangan
nasional.
3) Untuk pembangunan jalan baru
Nasional non-tol; Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota, keberadaan jalan
inspeksi saluran di kawasan sawah
beririgasi dapat dimanfaatkan
sebagai alternatif tapak rute,
sepanjang mendapatkan ijin dari
institusi pengelola jalan inspeksi
saluran, dan/atau dengan
meningkatkan jalan eksisting yang
ada di kawasan ini.
4) Perencanaan teknis rinci harus
dapat menjamin terlindunginya
bentuk fisik dan fungsi jaringan
irigasi/drainase lahan sawah
beririgasi guna meminimalisasi
gangguan fungsi jaringan.
5) Melaksanakan sosialisasi dan
konsultasi masyarakat mengenai
rencana pembangunan jalan
dengan merujuk pada: Prosedur
Konsultasi Masyarakat Dalam
Rencana Pembangunan Jalan Di
Kawasan Sensitif Termasuk
Komunitas Rentan.
6) Melaksanakan pembebasan
tanah/bangunan untuk tapak jalan
dengan merujuk pada: Pedoman
Teknis Pengadaan Tanah dan
Permukiman Kembali.
B. Tahap Konstruksi
 Pembersihan lahan  Rusaknya saluran 1) Penggunaan kawasan sawah
 Pekerjaan tanah irigasi beririgasi dan tambak untuk jalan
 Pekerjaan drainase  Alih fungsi lahan akses, basecamp, AMP, quarry,
 Pekerjaan badan  Pencemaran borrow area dan disposal area,
jalan kawasan harus dihindari untuk mencegah
 Pekerjaan jembatan  Konflik kepentingan alih fungsi lahan dan pencemaran
sektoral kawasan.
 Konflik sosial 2) Material yang digunakan untuk
badan jalan harus bebas dari unsur

69-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan


logam berat dan bahan beracun
berbahaya (B3) untuk mencegah
pencemaran kawasan
3) Metode pelaksanaan konstruksi
harus dapat menjamin fisik, fungsi
dan debit prasarana jaringan
irigasi/drainase, dalam hal terjadi
kerusakan dan/atau gangguan
terhadap fungsi jaringan
irigasi/drainase yang diakibatkan
oleh pelaksanaan konstruksi,
pemrakarsa kegiatan wajib
memperbaiki kerusakan yang
terjadi, dan jika perlu melakukan
tindakan tanggap darurat untuk
mengembalikan ke kondisi semula.
4) Tapak areal kerja harus
diminimalkan sesuai dengan
kebutuhan pelaksanaan konstruksi,
guna meminimalkan pengurangan
areal tanaman dan tambak.
Penggunaan areal sawah dan
tambak untuk tapak areal kerja
harus mendapatkan ijin dari
pemilik lahan dan memberikan
kompensasi yang berkeadilan.
5) Pemrakarsa kegiatan selayaknya
memberikan kompensasi atas
kerusakan/gangguan terhadap
areal tanaman dan/atau tambak
yang disebabkan oleh pelaksanaan
konstruksi sehingga
mengakibatkan menurunnya
produktivitas lahan.
6) Penerapan klausul-klausul
spesifikasi khusus lingkungan yang
relevan untuk penanganan dampak
spesifik pada tahap konstruksi
C. Tahap
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan
Jalan
 Pengoperasian jalan  Potensi alih fungsi 1) Penerbitan Peraturan Daerah
lahan tentang larangan alih fungsi lahan
 Terganggunya tata sawah dan/atau tambak beririgasi,
air ditindaklanjuti dengan penerapan
sanksi hukum bagi pelanggar
ketentuan larangan tersebut.

70-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan


2) Untuk keperluan sosialisasi
peraturan, maka jika perlu
dipasang papan pengumuman
yang berisi informasi mengenai:
• peta Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW)
• ketentuan larangan alih fungsi
lahan sawah dan/atau tambak
beririgasi dan sanksi hukum bagi
pelanggaran ketentuan larangan
tersebut di beberapa lokasi di
koridor jalan.
3) Institusi yang berkewenangan
dalam penerbitan perijinan
penggunaan kawasan di
Kabupaten/Kota, harus menolak
setiap permohonan penggunaan
kawasan lahan sawah dan/atau
tambak beririgasi untuk fungsi dan
peruntukan lain, yang berada di
sepanjang koridor dan di sekitar
ruas jalan.
4) Penerapan/penegakan peraturan
perundangan dengan sanksi
hukum sebagai penindakan
terhadap pelanggaraan larangan
alih fungsi lahan

Tabel 9. Prasarana Spesifik Kawasan Komersial/Permukiman dan Rujukan


Perencanaan
No Prasarana Spesifik Rujukan Perencanaan
1. Jembatan penyeberangan • Spesifikasi Jembatan Penyeberangan
orang No.025/T/Bt/ 1995
• Perencanaan Teknik Jembatan Penyeberangan
Untuk Pejalan Kaki Di Perkotaan No.
027/T/Bt/1995
2. Jalur penyeberangan; rambu • Pedoman Marka Jalan No. Pd T.12 – 2004 – B
dan marka jalan • Pemasangan Marka dan Rambu Jalan Perkotaan
No. 001/P/BNKT/91
3. Jalan samping/frontage; • Aksesibilitas Pada Jalan Umum No.
median; separator; putaran 022/T/BM/1999
balik/U-turn • Perencanaan Pemisah No. 014/T/BNKT/90
• Spesifikasi Bukaan Pemisah Jalur SNI 03-2444-
1991
• Perencanaan Separator Jalan No. Pd T/15–2004
–B
• Pedoman Perencanaan Putaran Balik

71-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

No.06/BM/05
• Perencanaan Median Jalan No.Pd.T/17-2004-B
4. Trotoar • Perencanaan Trotoar No.007/T/BNKT/90
• Perencanaan Fasilitas Pejalan kaki di Kawasan
Perkotaan No.011/T/BM/1995
• Pedoman Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki
Pada jalan Umum No. 032/T/BM/1999
5. Penahan kebisingan • Perencanaan Teknis Bangunan Peredam Bising
No. 036/T/BM/1999
6. Pondasi borepile • Kriteria Perencanaan Survey dan Design
Jembatan 1993
7. Lansekap jalan • Perencanaan Teknik Lansekap Jalan
No.033/T/BM/ 96
• Perencanaan Tanaman Lansekap Jalan
Perkotaan No.03/T/BNKT/92
• Lansekap Jalan No.08/M/BNKT/91
• Tanaman Lansekap Jalan No. 09/S/BNKT/1991
8. Lampu penerangan jalan • Lampu Penerangan jalan Perkotaan
No.012/T/BNKT/91
Catatan: Beberapa rujukan pada Tabel 9. Di atas dalam waktu dekat akan direvisi

5.5.7 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Kawasan


Khusus
Kawasan khusus meliputi kawasan perbatasan negara, sekitar perlintasan kereta api,
kawasan rumah sakit dan kawasan sekolah. Apabila pembangunan jalan melalui atau
sekitar kawasan tersebut maka perlu memperhatikan karakteristik spesifiknya antara
lain:
- Kawasan perbatasan negara
Merujuk pada penjelasan UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
kawasan perbatasan negara termasuk kategori kawasan strategis nasional ditinjau
dari sudut pertahanan dan keamanan.
Kawasan perbatasan negara pada umumnya mempunyai karakteristik spesifik
antara lain:
a) rawan penyelundupan/perdagangan gelap
b) rawan imigran dan/atau pelintas batas gelap
c) rawan pencurian kekayaan hutan
d) rawan penularan penyakit (manusia; hewan dan tanaman)
e) cenderung terisolir dan tingkat aksesibilitas sangat rendah untuk kawasan
perbatasan negara yang jauh dari pos perlintasan batas
f) berfungsi sebagai garis depan pertahanan dan keamanan negara
- Kawasan perlintasan kereta api
Kriteria perlintasan kereta api pada pedoman ini mencakup perlintasan sebidang
dan/atau tak sebidang antara jalur kereta api dengan jalan.
Kawasan perlintasan kereta api dengan jalan mempunyai karakteristik spesifik
antara lain:

72-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

a) pengelolaan kawasan dalam kewenangan PT. KAI (Kereta Api Indonesia)


b) rawan kecelakaan lalu lintas (untuk perlintasan sebidang)
c) rawan kemacetan (untuk perlintasan sebidang)
Tujuan spesifik perlindungan kawasan terkait dengan pengelolaan lingkungan
hidup pembangunan jalan di kawasan perlintasan keretaapi adalah:
a) minimalisasi gangguan terhadap pengoperasian kereta api
b) mengurangi intensitas kecelakaan antara pengguna jalan dengan kereta api
c) mengurangi intensitas kemacetan di sekitar kawasan perlintasan keretaapi
d) meningkatkan aspek keselamatan jalan (road safety)
Sebaran jaringan jalan kereta api di Indonesia sementara hanya terdapat di pulau
Jawa dan Sumatera, yang lokasi jaringannya dapat diperoleh dari peta-peta
tematik pulau Jawa dan Sumatera, atau dengan menghubungi Direktorat Jenderal
Perkeretaapian Departemen Perhubungan dan/atau PT. KAI (Kereta Api
Indonesia).
- Kawasan rumah sakit
Tujuan spesifik perlindungan kawasan terkait dengan pengelolaan lingkungan
hidup pembangunan jalan di kawasan rumah sakit adalah memitigasi kebisingan,
pencemaran (udara; debu; dan air), gangguan kesehatan dan gangguan
aksesibilitas pada pembangunan jalan tahap konstruksi dan pasca-konstruksi
(operasi dan pemeliharaan), sebagai upaya mempertahankan ketenangan dan
kenyamanan kawasan, guna mendukung proses penyembuhan dan pemulihan
kesehatan pasien.
- Kawasan sekolah
Tujuan spesifik perlindungan kawasan terkait dengan pengelolaan lingkungan
hidup pembangunan jalan di kawasan sekolah adalah untuk memitigasi kebisingan,
pencemaran (udara; debu; dan air), gangguan kesehatan dan gangguan
aksesibilitas pada pembangunan jalan tahap konstruksi dan pasca-konstruksi
(operasi dan pemeliharaan), sebagai upaya menciptakan ketenangan dan
kenyamanan kawasan untuk mendukung proses belajar mengajar di kawasan
sekolah.
Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat
dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengelolaan Dampak Spesifik Pembangunan Jalan di Kawasan Khusus


5.3.21 Kawasan Perbatasan Negara
Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
A. Tahap Pra-
konstruksi
 Penentuan  Masalah kepentingan 1) Penetapan koridor rute jalan
rute/koridor jalan antar negara harus mengakomodasikan dan
 Pengadaan tanah mempertimbangkan butir-butir
sebagai berikut:
• arahan lokasi dalam rencana
tata ruang

73-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

• kebijakan kerjasama regional


dengan negara tetangga
• menghindari kawasan yang
ditetapkan sebagai kawasan
konservasi dan kawasan
lindung (rujukan: Sistem
informasi kawasan sensitive
lingkungan dan sosial)
2) Khusus untuk jalan nasional,
hasil penetapan koridor rute
sebaiknya dikonsultasikan
dengan Departemen
Pertahanan Keamanan dan
Ditjen Penataan Ruang
3) Koridor rute jaringan jalan
provinsi dan kabupaten tidak
boleh mengakses langsung ke
garis perbatasan negara,
tetapi harus terintegrasi
dengan jaringan nasional
4) Pelaksanaan survey lapangan
rinci harus didampingi oleh
aparat pemerintah setempat
yang mengetahui persis batas-
batas negara guna menjamin
lokasi dan kawasan yang
disurvey merupakan wilayah
teritorial Indonesia.
5) Perencana teknis sebaiknya
berkoordinasi dengan sektor
lain terkait, dengan tujuan
mengamodasikan kebutuhan
lokasi areal untuk prasarana
pendukung lintas batas negara
ke dalam gambar rencana,
antara lain lokasi areal: pos
keamanan; pos pemeriksaan
imigrasi; pos pemeriksaan
kehutanan; prasarana
karantina hewan dan
tanaman; prasarana karantina
penyakit menular; dan parkir
kendaraan
B. Tahap Konstruksi
Pekerjaan Jalan
 Pembersihan lahan  Pencemaran 1) Tapak areal kerja yang
 Pekerjaan tanah udara(debu) digunakan sebagai lokasi
 Pekerjaan drainase  Meningkatnya kegiatan dari setiap item
 Pekerjaan badan kebisingan pekerjaan dan sebaran
jalan  Terganggunya aliran dampaknya harus berada di
 Pekerjaan jembatan air permukaan dalam wilayah teritorial
74-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

 Pengelolaan  Longsor dari erosi Indonesia


material sisa  Berkurang/hilangnya 2) Untuk meminimalisasi
pekerjaan konstruksi kelimpahan dari jenis terjadinya sebaran dampak di
vegetasi serta luar wilayah teritorial
terganggunya habitat Indonesia, lokasi-lokasi
satwa liar sumber dampak potensial
seperti : basecamp; quarry;
borrow area dan disposal area
disarankan ditempatkan
minimal berjarak 1 km dari
garis perbatasan.
3) Koordinasi dengan instansi
terkait mengenai
pembangunan fisik prasarana
penunjang kawasan lintas
batas, mencakup :
• pos keamanan, dengan
komando teritoral wilayah
yang bersangkutan
(Koramil, Kodim, Korem
dan/atau Kodam)
• pos pemeriksaan imigrasi,
dengan Ditjen Imigrasi
• pos pemeriksaan
kehutanan, dengan
Departemen Kehutanan
dan/atau Dinas Kehutanan
• prasarana karantina hewan
dan tanaman, dengan
Departemen Pertanian
• prasarana karantina
penyakit menular, dengan
Departemen Kesehatan
C. Tahap
Pengoperasian
dan
Pemeliharaan
Jalan
 Pengoperasian jalan  Pencemaran 1) Koordinasi dengan instansi
udara(debu, CO2, NO2, terkait mengenai kesiapan
SO2, HC, Pb) prasarana pendukung dan
 Meningkatnya personil yang akan
kebisingan mengoperasikan prasarana
 Berubahnya pendukung tersebut
penggunaan lahan 2) Pengoperasian jalan lintas
sekitar jalan batas negara sebaiknya
 Potensi pelintas batas dilaksanakan setelah semua
prasarana pendukung dan
personil siap dioperasikan
3) Kerja sama dan koordinasi
dengan sector lain, terkait
75-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

dengan penyelenggaraan jalan


dan implikasi spesifiknya
antara lain: pertahanan dan
keamanan; penyelundupan
dan perdagangan ilegal;
kejadian penyakit menular
pada manusia, hewan dan
tanaman.

5.3.22 Kawasan Perlintasan Kereta Api


Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
5.3.23 Tahap Pra-
konstruksi
 Penentuan  Timbul masalah 1) Pemilihan rute jalan baru
rute/koridor jalan kepentingan dengan sebaiknya menghindari
 Pengadaan tanah pengelola KA dan/atau seminimal mungkin
bersilangan dengan jalan
kereta api
2) Apabila rute jaringan jalan baru
terpaksa bersilangan dengan
jalan kereta api, maka
pemrakarsa jalan harus
berkoordinasi dengan
Direktorat Jenderal
Perkeretaapian dan/atau PT.
Kereta Api Indonesia (KAI),
serta memprogramkan bentuk
persilangan tak sebidang.
3) Pemrakarsa kegiatan
pembangunan jalan baru harus
memberitahukan kepada
Direktorat Jenderal
Perkeretaapian dan/atau PT.
Kereta Api Indonesia (KAI)
mengenai rencana
perencanaan teknis rinci
mencakup: lokasi persilangan;
status jalan; bentuk dasar
persilangan tak sebidang dan
tim perencana teknik rinci
4) Tim perencana rencana teknik
rinci harus berkoordinasi dan
berkonsultasi dengan
Direktorat Jenderal
Perkeretaapian dan/atau PT.
Kereta Api Indonesia (KAI)
mengenai stándar-stándar
perlintasan; ruang bebas

76-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

kereta api dan rencana


pengembangan jalur kereta api
untuk diakomodasikan dalam
gambar rencana teknik rinci
5) Teknis pelaksanaan untuk
perencanaan persilangan jalan
dengan jalan kereta api dapat
merujuk pada Pedoman
perencanaan perlintasan
jalan dengan jalur kereta
api No : 008 /PW/2004
yang diterbitkan oleh Sub Dit
Penyiapan Standar dan
Pedoman Direktorat Bina
Teknik Ditjen Bina Marga
6) Gambar rencana teknik rinci
perlintasan jalan dengan jalur
kereta api harus
mengakomodasikan bangunan
pelengkap jalan dan/atau
ramburambu jalan untuk
keperluan keselamatan
pengguna jalan, serta harus
dimintakan persetujuan dari
Ditjen Perkeretaapian dan/atau
PT. Kereta Api Indonesia (KAI)
7) Spesifikasi teknis sebaiknya
mengakomodasikan klausul
dan/atau ketentuan yang
dituangkan dalam spesifikasi
khusus, yang mengatur
tentang butir-butir berikut:
• keamanan dan keselamatan
lalu lintas perjalanan kereta
api pada jalur rel tersebut
• keamanan dan keselamatan
lalu lintas jalan; pengguna
jalan dan pekerja konstruksi
• kelancaran lalu lintas di
sekitar tapak persilangan

5.3.24 Tahap
Konstruksi
Pekerjaan
Jalan
 Pembersihan lahan
 Kecelakaan lalu lintas 1) Pemrakarsa kegiatan
 Pekerjaan tanah
 Terganggunya pembangunan jalan baru harus
 Pekerjaan drainase
kelancaran lalu lintas memberitahukan kepada
 Pekerjaan badan
 Rusak/terganggunya Direktorat Jenderal
jalan
utilitas KA/utilitas jalan Perkeretaapian dan PT Kereta
 Pekerjaan jembatan
Api Indonesia (KAI) melalui
77-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Kantor Daerah Operasi Kereta


Api, dengan tembusan ke
kepala stasiun besar kereta api
terdekat mengenai rencana
kegiatan konstruksi
pembangunan persilangan
jalan dengan jalan kereta api.
2) Selama pelaksanaan
konstruksi, kontraktor harus
merujuk pada gambar rencana
yang sudah mendapatkan
persetujuan dari Direktorat
Jenderal Perkeretaapian dan
spesifikasi teknisnya.
3) Dalam kondisi apapun, metode
pelaksanaan konstruksi dan
penempatan material
konstruksi tidak boleh merubah
dan/atau mengganggu
prasarana jalan rel & bangunan
pelengkapnya, guna menjamin
kelancaran dan keamanan
perjalanan kereta api pada
jalur kereta tersebut.
4) Untuk keperluan implementasi
butir 3), pemrakarsa kegiatan
jalan disarankan bekerja sama
dengan PT. Kereta Api
Indonesia (KAI) untuk
penempatan personil PT.
Kereta Api Indonesia (KAI)
guna menjamin pelaksanaan
konstruksi dan penempatan
material konstruksi tidak
mengganggu prasarana jalan
rel dan bangunan
pelengkapnya
5) Selama pelaksanaan
konstruksi, kontraktor harus
dapat menjamin:
• keamanan dan keselamatan
lalu lintas perjalanan kereta
api pada jalur rel di
persilangan tersebut
• keamanan dan keselamatan
lalu lintas jalan; pengguna
jalan dan pekerja konstruksi
• kelancaran lalu lintas di
sekitar tapak persilangan
6) Penerapan klausul lingkungan
dengan merujuk pada bagian

78-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

VII Spesifikasi, khususnya


artikel 1.17 Upaya Pengelolaan
Lingkungan, sesuai dengan
jenis dampak spesifik kegiatan
pembangunan jalan di
perlintasan kereta api.

5.3.25 Tahap
Pengoperasi
1) Penambahan rambu-rambu
an dan
jalan dan/atau bangunan
Pemelihara
pelengkap jalan lainnya di
an Jalan
sekitar perlintasan tak
sebidang untuk meningkatkan
keselamatan jalan (road
safety)
2) Kolaborasi antara
penyelenggara jalan dengan
PT. Kereta Api Indonesia (KAI)
untuk menempatkan petugas
PT. Kereta Api Indonesia (KAI)
sebagai pengatur lalu lintas di
sekitar perlintasan tak
sebidang untuk mengurangi
kemacetan serta meningkatkan
keselamatan jalan (road
safety)

5.3.26 Kawasan Rumah Sakit


Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
5.3.27 Tahap Pra-
konstruksi
 Pembersihan lahan  Pencemaran 1) Tapak lokasi base camp;
 Pekerjaan tanah udara(debu, Batching Plant, AMP, Stone
 Pengangkutan partikulat, CO, NO2, crusher dan stock pile tidak
material bangunan SO2, HC, Pb) boleh berada dan/atau
 Pekerjaan drainase  Meningkatnya berbatasan langsung dengan
 Pekerjaan badan kebisingan kawasan rumah sakit.
jalan  Timbulnya getaran 2) Kontraktor wajib menggunakan
 Pekerjaan jembatan  Terganggunya truck dengan bak yang
 Pengelolaan kenyamanan berpenutup terpal pada saat
material sisa  Menurunnya Kesehatan pengangkutan material
pekerjaan konstruksi berbutir, baik material yang
akan digunakan untuk
konstruksi jalan/jembatan
maupun material sisa dan/atau
buangan yang harus diangkut
dari lokasi proyek

79-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan

3) Kontraktor wajib menjaga


kebersihan roda truck
pengangkut material guna
mencegah terjadinya ceceran
tanah di sepanjang jalur
angkutan material
4) Kontraktor wajib memasang
penahan kebisingan sementara
di sekitar kawasan rumah sakit
untuk mengurangi intensitas
kebisingan.
5) Material yang digunakan untuk
badan jalan sebaiknya bebas
dari unsur logam berat dan
bahan beracun berbahaya (B3).
6) Penghindaran pengggunaan
tiang pancang (upaya
preventif), jika tidak tidak dapat
diimplementasikan, maka
kontraktor wajib menggunakan
peralatan dan metode
pemancangan yang dapat
meminimalisasi terjadinya
getaran dan wajib memberikan
kompensasi terhadap semua
kerusakan bangunan yang
diakibatkan oleh pekerjaan
pemancangan pondasi tiang
pancang.
7) Penerapan klausul lingkungan
dengan merujuk pada bagian
VII Spesifikasi, khususnya
artikel 1.17 Upaya Pengelolaan
Lingkungan, sesuai dengan
jenis dampak spesifik kegiatan
pembangunan jalan di kawasan
rumah sakit.
5.3.28 Tahap
Pengoperasi
an dan
Pemelihara-
an Jalan
1) Apabila intensitas kebisingan
 Pengoperasian jalan  Pencemaran
dan pencemaran udara
udara(debu,
partikulat, CO2, NO2, melebihi standar baku mutu
lingkungan kawasan rumah
SO2, HC, Pb)
 Meningkatnya sakit, maka penyelenggara
jalan disarankan melakukan

80-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
kebisingan langkah-langkah sebagai
 Timbulnya getaran berikut:
 Terganggunya lalu • pemasangan dan/atau
lintas penambahan penahan
 Terganggunya kebisingan permanen di
kenyamanan sepanjang kawasan rumah
 Menurunnya Kesehatan sakit
• memperbanyak penanaman
jenis vegetasi yang mampu
mereduksi emisi gas buang
kendaraan, sekaligus
berfungsi mereduksi
kebisingan.
2) Apabila intensitas kecelakaan
masih tinggi maka
penyelenggara jalan disarankan
melakukan pemasangan
dan/atau penambahan fasiltas
keselamatan jalan, antara lain:
rambu lalu lintas; lampu lalu
lintas; marka jalan; zebra cross
atau jembatan penyeberangan
orang

D. Kawasan Sekolah
Arahan Pengelolaan
Sumber Dampak Potensi Dampak
Lingkungan
5.3.29 Tahap Pra-
konstruksi
 Pembersihan lahan  Pencemaran 1) Pelaksanaan konstruksi jalan di
 Pekerjaan tanah udara(debu, sekitar kawasan sekolah
 Pengangkutan partikulat, CO, NO2, sebaiknya dilaksanakan di luar
material bangunan SO2, HC, Pb) jam kegiatan belajar mengajar
 Pekerjaan drainase  Meningkatnya dan/atau pada malam hari,
 Pekerjaan badan kebisingan khusunya untuk pelaksanaan
jalan  Timbulnya getaran item pekerjaan yang sangat
 Pekerjaan jembatan  Terganggunya lalu berpotensi menimbulkan
 Pengelolaan lintas kebisingan dan pencemaran
material sisa  Terganggunya udara seperti: pekerjaan tanah
pekerjaan konstruksi kenyamanan dan pekerjaan struktur
 Menurunnya Kesehatan perkerasan.
2) Seluruh butir-butir teknik
penanganan dampak
pembangunan jalan di kawasan
rumah sakit pada tahap
konstruksi, dapat diaplikasikan
sepenuhnya untuk penanganan

81-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

dampak pembangunan jalan di


kawasan sekolah pada tahap
konstruksi.
5.3.30 Tahap
Pengoperasi
an dan
Pemelihara-
an Jalan
 Pengoperasian jalan  Pencemaran 5.3.31 Apabila intensitas
udara(debu, kebisingan dan
partikulat, CO, NO2, pencemaran udara
SO2, HC, Pb) melebihi standar baku
 Meningkatnya mutu lingkungan kawasan
kebisingan sekolah, maka
 Timbulnya getaran penyelenggara jalan
 Terganggunya disarankan melakukan
kenyamanan langkah-langkah sebagai
 Menurunnya Kesehatan berikut:
• pemasangan dan/atau
penambahan penahan
kebisingan permanen di
sepanjang kawasan sekolah
• memperbanyak penanaman
jenis vegetasi yang mampu
mereduksi emisi gas buang
kendaraan, sekaligus
berfungsi mereduksi
kebisingan.
2) Penerapan ZOSS/Zona Selamat
Sekolah (khusus untuk jalan
Arteri) dan/atau pemasangan
dan/atau penambahan fasiltas
keselamatan jalan, antara lain:
rambu lalu lintas; lampu lalu
lintas; marka jalan; zebra cross
atau jembatan penyeberangan
orang

6. PELAKSANA

6.1 Pemrakarsa Pembangunan Jalan

Kegiatan pembangunan jalan diselenggarakan oleh instansi atau unit kerja pemerintah
di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota, yang bertindak selaku pemrakarsa atau
pengelola kegiatan pembangunan jalan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
kegiatan pembangunan jalan pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemrakarsa
kegiatan tersebut.
Sesuai dengan sistem pembagian tugas dalam pembangunan jalan, maka pemrakarsa
kegiatan pembangunan jalan ini adalah:

82-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

a) Pemimpin Proyek/Satker/PPK Pembangunan Jalan;


b) Pemimpin Proyek/Satker/PPK Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jalan;
c) Pemimpin Proyek/Satker/PPK Pengadaan Tanah;
Tanggung jawab pemrakarsa dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
meliputi:
 Konsultasi dengan masyarakat yang terkena dampak kegiatan pembangunan jalan
dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif dan
meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan hidup;
 Melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk mencegah, mengurangi atau
menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif yang timbul
akibat kegiatan pembangunan jalan, baik pada tahap pengadaan tanah,
pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan sesuai yang
direkomendasikan dalam RKL-RPL atau UKL-UPL;
 Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun
daerah, dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup;
 Melaporkan atau mendokumentasikan hasil pengelolaan lingkungan hidup secara
objektif mengenai keberhasilan ataupun kendala-kendala dalam pengelolaan
lingkungan serta rencana penanganan.

6.2 Instansi Terkait

Instansi terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan


pembangunan jalan, antara lain adalah:

6.2.1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Bappeda di tingkat provinsi, kabupaten dan kota antara lain mempunyai tugas
melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah antara
lain:
 Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor (termasuk
kegiatan kebinamargaan);
 Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah provinsi, kabupaten dan kota;
 Melakukan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi, kabupaten dan
kota;
 Melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
wilayah.

6.2.2 Instansi Penanggung Jawab Pengelolaan Lingkungan Hidup di


Daerah

Instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup di provinsi,


kabupaten dan kota mempunyai nama yang berbeda diantaranya:
- Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA)
- Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
- Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
- Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK)
- Dinas Analisis Dampak Lingkungan
Instansi tersebut berperan dalam pembinaan dan koordinasi pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup di daerah.
83-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Tugas pembinaan dan koordinasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan


lingkungan hidup terkait bidang jalan antara lain:

 Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang


dilaksanakan oleh pemrakarsa;
 Memberi masukan tentang pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang
dilakukan oleh pemrakarsa;

6.2.3 Institusi Terkait Lainnya

Institusi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau swasta baik di tingkat pusat
maupun daerah, yang terkait dengan kegiatan pelaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup pembangunan bidang jalan, di antaranya:
 Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor Pertanahan Provinsi atau
Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah;
 Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Provinsi atau Kabupaten/Kota,
dalam kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan
langsung dengan kawasan hutan;
 Departemen Perhubungan atau Dinas Perhubungan Provinsi atau Kabupaten/Kota,
dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah perlintasan
antara jalan dengan jalur kereta api;
 Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan
jalan yang melewati lokasi cagar budaya;
 Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten dan
Kota dalam kaitannya dengan pembangunan jalan;
 Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam
kaitannya dengan pembangunan jalan di kawasan Rumah Sakit;
 Departemen Sosial dan/atau Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam
kaitannya dengan masalah dampak  ocial yang mungkin timbul terhadap
masyarakat adat, dampak kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk;
 Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral kaitannya dengan perlintasan jalan
dengan instalasi jaringan migas dan jaringan listrik;
 Departemen Pertanian kaitannya dengan tumpang tindih penggunaan lahan dan
infrastruktur pertanian dengan jalan dan lain-lain;
 Pengelola utilitas yaitu pengelola jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, jaringan
air bersih dan/atau air minum, jaringan gas dan lain-lain.

7. PEMBIAYAAN DAN KOORDINASI

7.1 Pembiayaan

7.1.1 Penyiapan Dokumen Lelang

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada saat penyiapan


dokumen lelang dan dokumen kontrak yang memuat aspek pengelolaan lingkungan
hidup, tidak memerlukan biaya khusus, baik untuk biaya personel, pengadaan data
maupun biaya perjalanan, karena hal tersebut harus sudah dianggarkan dalam biaya
penyiapan dokumen lelang proyek.

84-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7.1.2 Kegiatan Pengadaan Tanah

Biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengadaan


tanah meliputi komponen biaya personel, biaya perjalanan, biaya konsultasi
masyarakat, biaya rapat untuk melakukan musyawarah, biaya kompensasi dan biaya
pemukiman kembali dan biaya rehabilitasi.
a. Biaya Personel
Komponen biaya personel mencakup honorarium petugas pelaksana konsultasi
dan sosialisasi kegiatan, musyawarah dengan masyarakat, serta petugas lain yang
terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan
pengadaan tanah.
b. Biaya Perjalanan
Komponen biaya perjalanan bagi petugas yang terlibat dalam kegiatan pengadaan
tanah mencakup biaya perjalanan untuk berkonsultasi dan berkoordinasi dengan
instansi terkait, untuk melakukan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan serta
musyawarah dengan masyarakat di lokasi kegiatan.
c. Biaya Konsultasi Masyarakat
Komponen biaya konsultasi yang terkait dengan kegiatan pengadaan tanah,
mencakup biaya pelaksanaan kegiatan, pembuatan dan pengadaan materi
konsultasi, serta biaya administrasi lainnya.
d. Biaya Musyawarah
Komponen biaya musyawarah dengan masyarakat mencakup biaya rapat,
khususnya untuk mendapatkan kesepakatan tentang jenis dan besaran nilai ganti
rugi tanah, bangunan dan tanaman.
e. Biaya Kompensasi dan Pemukiman Kembali serta Rehabilitasi
Komponen biaya kompensasi dan pemukiman kembali penduduk serta rehabilitasi
dalam kegiatan pengadaan tanah mencakup jenis dan jumlah kompensasi yang
diberikan kepada masyarakat terkena dampak, lokasi dan sistem pemukiman
kembali penduduk serta jenis rehabilitasi sesuai dengan hasil musyawarah, serta
biaya untuk panitia pengadaan tanah.

7.1.3 Kegiatan Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Biaya untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan konstruksi


jalan meliputi biaya personel, biaya menangani dampak yang timbul, biaya perjalanan,
biaya koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait serta biaya untuk pembuatan
laporan.
a. Biaya Personel
Komponen biaya personel mencakup gaji upah dan honorarium tenaga ahli dan
petugas pelaksana pengelolaan lingkungan hidup. Jumlah tenaga ahli dan
petugas yang terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
ditentukan oleh jenis dan besaran dampak yang dikelola, serta metode
pengelolaan lingkungan hidup yang dipergunakan. Termasuk dalam biaya ini
adalah biaya untuk melakukan survai dan pengamatan kondisi  ocial masyarakat.

85-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

b. Biaya Perjalanan
Komponen biaya perjalanan bagi tenaga ahli dan petugas mencakup biaya untuk
melakukan survai dan pengamatan kondisi lingkungan hidup yang dikelola, dan
melakukan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait di lokasi kegiatan.
c. Biaya Penanganan Dampak
Komponen biaya penanganan dampak ditentukan oleh jenis dampak yang
ditangani dan metode penanganannya, meliputi pemasangan bangunan/struktur
pengendali dampak, perbaikan prasarana umum atau kondisi lingkungan hidup
yang rusak, serta pengadaan bahan dan peralatan untuk mengendalikan dampak
lingkungan hidup.
d. Biaya Konsultasi dan Koordinasi
Komponen biaya konsultasi dengan masyarakat dan koordinasi dengan instansi/
institusi terkait dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan, mencakup biaya rapat konsultasi, dan sebagainya.
e. Biaya Penyusunan Laporan
Komponen biaya penyusunan laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
bidang jalan meliputi biaya penggandaan, penjilidan dan penyampaian laporan
kepada para pihak yang terkait.

7.1.4 Kegiatan Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

Komponen biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan


dalam kegiatan pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan, meliputi biaya personel,
biaya perjalanan, biaya untuk menangani dampak, biaya konsultasi dan koordinasi,
serta biaya penyusunan laporan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.
Dampak yang timbul pada pengoperasian jalan adalah menerus dan
berkesinambungan, sehingga pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup juga harus
dilakukan secara menerus dan berkesinambungan. Biaya pelaksanaan pengelolaan
lingkungan dapat mempergunakan anggaran rutin.

7.1.5 Pengajuan Usulan Biaya.

Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak terpisahkan


dengan pelaksanaan pembangunan jalan, maka pengajuan usulan biaya pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup, harus mengikuti tata cara pengajuan usulan biaya
pembangunan jalan yang baku.
Biaya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengadaan tanah dan
pelaksanaan konstruksi fisik, masing-masing harus dimasukan dalam biaya pengadaan
tanah dan biaya pelaksanaan konstruksi fisik. Sedangkan biaya pengelolaan
lingkungan hidup untuk kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan jalan diintegrasikan
dalam biaya rutin pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

7.2 Koordinasi Pelaksanaan

Pembangunan jalan dilaksanakan oleh beberapa unit kerja pada berbagai tingkat
instansi pemerintahan, baik tingkat pusat, provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.

86-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Untuk mencapai sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang efektif dan efisien, maka
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan diperlukan koordinasi
yang baik antar instansi yang terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang
pembangunan jalan.
Instansi-instansi pemerintah dan swasta yang perlu dikoordinasi adalah yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan pembangunan jalan yaitu antara lain
BAPPEDA, BAPEDALDA/Dinas Lingkungan Hidup, BPN, Dinas Kehutanan, Dinas
Perhubungan, Dinas Sosial, Instansi Pengelola Utilitas (PT. PLN Persero, PT. Telkom,
PDAM, PT. Pertamina Persero), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat dan
stakeholder lainnya.
Masyarakat yang dimaksud adalah baik perorangan maupun kelompok/organisasi
masyarakat yang berkepentingan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup,
serta organisasi yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup, pengendalian
kerusakan lingkungan hidup atau pencemaran lingkungan hidup. Termasuk dalam
kelompok masyarakat ini adalah masyarakat yang terkena dampak kegiatan, lembaga
swadaya masyarakat, tokoh dan pemuka masyarakat, serta masyarakat pemerhati
lingkungan.
Peran masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini,
antara lain:
1) Memberi masukan, tanggapan dan perbaikan terhadap rencana kegiatan
pembangunan jalan.
2) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana pengelolaan lingkungan
hidup bidang jalan.
3) Mengawasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dalam upaya
mengendalikan dampak lingkungan hidup.
4) Turut serta dalam pengendalian lingkungan termasuk sosial ekonomi budaya.

8. DOKUMENTASI DAN PELAPORAN

8.1 Penyiapan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak yang Memuat


Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dokumen lelang dan dokumen kontrak yang disiapkan oleh Pemrakarsa atau
Pengelola Kegiatan harus sudah mencantumkan ketentuan yang jelas dan rinci
tentang pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh kontraktor
pelaksana, sesuai dengan hasil desain teknis yang telah menerapkan atau
menjabarkan aspek lingkungan yang tercantum dalam dokumen RKL-RPL atau UKL-
UPL.
Ketentuan tersebut harus menyatakan perintah atau instruksi kegiatan yang harus
dilakukan oleh kontraktor pelaksana dengan aturan yang jelas agar tidak terjadi salah
pengertian dan terdokumentasi dengan baik.

8.2 Kegiatan Pengadaan Tanah

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah harus


terdokumentasi secara tertib dan teratur, sehingga mudah ditelusuri apabila ada
permasalahan di kemudian hari.

87-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengadaan


tanah ini antara lain:
1) Berita acara kegiatan konsultasi masyarakat, dilengkapi dengan materi konsultasi,
daftar hadir dan kesimpulan hasil kegiatan konsultasi masyarakat.
2) Berita acara kegiatan musyawarah dengan masyarakat dalam menentukan
besarnya nilai ganti rugi/kompensasi kepada masyarakat terkena dampak,
dilengkapi dengan hasil kesepakatan dan daftar peserta rapat.
3) Berita acara dan bukti pelaksanaan pengadaan tanah (antara lain pembayaran
ganti rugi/kompensasi).

8.3 Pelaksanaan Konstruksi Jalan, Pengoperasian Jalan dan Pemeliharaan


Jalan

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada pelaksanaan konstruksi jalan,


pengoperasian dan pemeliharaan harus terdokumentasi dengan baik, tertib dan
teratur, sehingga mudah ditelusuri kembali bila terjadi permasalahan di kemudian hari.
Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup adalah Laporan Pelaksanaan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup nomor 45 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL
dan RPL antara lain berisi:
1) Laporan pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dilengkapi dengan tata cara
pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dan foto dokumentasi/visual mengenai
kondisi lingkungan hidup tersebut.
2) Laporan pengendalian pencemaran air, dan atau pengendalian pencemaran udara,
kebisingan, getaran dan tanah dilengkapi dengan tata cara pengendalian dan data-
data kualitas air dan atau kualitas udara.
3) Laporan penanganan masalah atau aspek sosial ekonomi budaya masyarakat,
dilengkapi dengan upaya pendekatan, tata cara penanganan dan hasil yang
dicapai.
4) Laporan pelaksanaan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait dan
masyarakat, dilengkapi dengan masalah lingkungan hidup yang dibahas,
kesepakatan yang dicapai dan tindak turun tangan.

9. PENUTUP

a. Seperti telah dikemukakan bahwa pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan


hidup bidang jalan ini merupakan salah satu dari berbagai pedoman pengelolaan
lingkungan hidup bidang jalan, yang memberikan petunjuk, arahan dan penjelasan
kepada para pihak terkait mengenai pertimbangan aspek-aspek pengelolaan
lingkungan hidup dalam pembangunan jalan, khususnya dalam penyiapan
dokumen lelang dan dokumen kontrak, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan
konstruksi jalan serta pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan.
b. Pertimbangan aspek pengelolaan lingkungan hidup tersebut mencakup identifikasi
komponen kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak,
identifikasi dampak lingkungan yang timbul, serta upaya penanganannya dengan
mempergunakan pendekatan teknologi, institusi dan sosial ekonomi, berupa

88-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

tindakan pencegahan, mengurangi dampak yang terjadi, dan menanggulangi atau


mengendalikan dampak yang mungkin terjadi.
c. Dalam upaya mewujudkan pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan, maka pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan ini harus dipergunakan secara konsisten bersama dengan pedoman
pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan lainnya.
d. Agar sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang
jalan ini sesuai dengan yang diharapkan, maka pelaksanaannya harus terintegrasi
sepenuhnya dalam manajemen pelaksanaan proyek. Dengan demikian maka
koordinasi antar instansi atau para pihak yang terkait diperlukan. Peran
pemrakarsa atau pengelola kegiatan dalam pelaksanaan koordinasi sangat
menentukan keberhasilan koordinasi.
e. Pencapaian sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ini
sangat ditunjang oleh faktor pembiayaan, sistem dokumentasi dan pelaporan yang
baik, tertib dan teratur, serta yang lebih utama adalah tersedianya sumber daya
manusia dengan kapasitas dan kapabilitas yang memadai dan mempunyai
kesadaran terhadap terwujudnya pembangunan jalan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan hidup.
Bagan peran unit/penanggung jawab/pimpinan proyek dalam pelaksanaan
pengelolaan lingkungan bidang jalan dapat dilihat pada gambar 9.1.

89-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Gambar 9.1
Bagan Peran Unit/Penanggung Jawab/Pimpinan Proyek dalam
Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan

Unit/Penanggung Unit/Penanggung
Unit/Penanggung
Jawab/Pemimpin Jawab/Pemimpin
Jawab/Pemimpin
Proyek Pengadaan Proyek Pemeliharaan
Proyek Konstruksi
Tanah dan Rehabilitasi

Pengadaan
Tanah
termasuk
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup

Laporan Pelaksanaan
Pelaksanaan Pekerjaan
Pengadaan Konstruksi
Tanah, termasuk
termasuk Pengelolaan
Laporan Lingkungan
Pelaksanaan Hidup
Pengelolaan
dan
Pemantauan Pemanfaatan,
Lingkungan Pemeliharaan,
Hidup Laporan Rehabilitasi
Pelaksanaan termasuk
Pekerjaan Pengelolaan
Konstruksi Lingkungan
termasuk Hidup
Laporan
Pemantauan
Pengelolaan
Lingkungan Laporan
Hidup Pelaksanaan
Pemeliharaan
dan
Rehabilitasi
termasuk
Laporan
Evaluasi kualitas lingkungan hidup Pelaksaaan
Pengelolaan
pasca proyek dan
Pemantauan
Lingkungan
Hidup

90-90
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Lampiran 1
Contoh Klausul-Klausul Spesifikasi Pekerjaan Jalan yang Terkait dengan Penanganan Dampak Lingkungan

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
1.17 Aspek Lingkungan Hidup
1.17.1 UMUM
(1) Uraian (1) - Pastikan bahwa semua pekerja lapangan dan sub-kontraktor dapat
Kontraktor harus memahami dampak lingkunga yang mungkin terjadi memahami dampak-dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul
akibat pelaksanaan kegiatan konstruksi, serta cara penangannya sesuai selama kegiatan konstruksi.
dengan petunjuk Direksi Pekerjaan. - Dapatkan saran tertulis dari Direksi Pekerjaan tentang metode
Sebelum melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, Kontrkator harus menangani dampak-dampak tersebut.
menyusun program pelaksanaan manajemen lingkungan yang harus - Sebelum memulai pekerjaan konstruksi kontraktor akan membuat
mendapat persetujuan dari DIreksi Pekerjaan. program pelaksanaan pengelolaan lingkungan (PKPPL).
- Pastikan bahwa saran dari Direksi Pekerjaan dimasukkan ke dalam
program pengelolaan lingkungan.
- Program pengelolaan lingkungan harus memasukkan strategi dan
tindakan-tindakan untuk mengarahkan upaya pada:
a. Penanganan erosi
b. Penanganan debu
c. Penanganan kebisingan dan getaran
d. Penanganan sedimentasi dan kualitas air
e. Pengelolaan quarry (bila diperlukan)
f. Penanganan stock pile/tumpukan material, tumpukan barang tak
terpakai dan sisa-sisa adonan
g. Penanganan limbah
h. Pengelolaan daerah sensitif
i. Penanganan isu-isu dan sosial termasuk akses ke tanah-tanah milik
dan fasilitas masyarakat
j. Penanganan lalu lintas dan keselamatan
- Dapatkan persetujuan tertulis untuk program tersebut dari Direksi
Pekerjaan

1.17.2 UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN


1) Semua kendaraan dan mesin-mesin harus mempunyai peredam sehingga 1) - Semua kendaraan dan mesin-mesin harus diredam suaranya
menghasilkan suara yang tidak membisingkan sebagaimana mestinya
- Susun dan pelihara daftar peralatan dan mesin yang digunakan di seluruh
lokasi pekerjaan
1
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
- Memilih alat berat yang digunakan yang sedikit mungkin menghasilkan
getaran-getaran terhadap lingkungan sekitarnya atau memasang
peredam kebisingan pada knalpot kendaraan alat berat dan mengurangi
kecepatan kendaraan
- Diseluruh tahapan konstruksi dilakukan pematauan untuk memastikan
bahwa semua kendaraan dan mesin berkelanjutan memenuhi ketentuan
- Hasil monitoring dicatat dan dilaporkan kepada Direksi Pekerjaan

2) Semua kendaraan dan mesin-mesin harus menghasilkan gas buang yang 2) - Simpanlah catatatn tertulis dari pengecekan termasuk identifikasi
cocok dengan standar mutu udara yang ada kendaraan dan mesin, tanggal dan hasil inspeksi serta rekomendasi untuk
peningkatana. Berikan kopi laporan regular tersebut kepada Direksi
Pekerjaan
- Staff kontraktor dan sub kontraktor akan dibiasakan dengan aturan asap
10 detik dan semua staff dan sub kontraktor disarankan bahwa
kendaraan dan mesin di lapangan harus memenuhi aturan tersebut
- Sebelum masing-masing item kendaraan dan mesin memulai pekerjaan,
akan dilakukan test aturan asap 10 detik dari tiap-tiap item dan hasilnya
akan dicatat
- Direksi Pekerjaan akan diberi hasil test secara tertulis
- Pastikan bahwa semua sub kontraktor memahami akan persyaratan
terkait dengan kebisingan dan pengeluaran emisi kendaraan
- Gunakan kendaraan yang terpelihara dengan baik dan peralatan yang
menghasilkan emisi gas buang dan kebisingan standar

3) Operasi dan pemeliharaan semua kendaraan dan mesin-mesin harus 3) - Lokasi bengkel, tempat pengisian bahan bakar dan tempat pencucian
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pabrik pembuatnya dan tidak kendaraan atau mesin harus dilapis aspal dan dilengkapi drainase
mencemari air dan tanah ketempat penampungan bahan cemaran termasuk drainase ketempat
penyimpanan bahan cair
- Tumpahan minyak, aspal atau bahan pencemar lain dalam jumlah besar
harus segera dibersihkan
- Bahan-bahan berbahaya termasuk aspal, minyak atau oli harus disimpan
dalam tangki dengan lantai beton dan berdinding tembok
- Pastikan bahwa setiap pemeliharaan kendaraan dilakukan di atas
permukaan yang keras dengan daerah yang ditanggul sehingga tumpahan
oli dapat mudah dibersihkan serta tidak akan terjadi kontaminasi terhadap
air permukaan dan air tanah
- Semua operator dan mesin akan dibuat peduli pada spesifikasi pabrik
untuk operasi dan pemeliharaan
2
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
4) - Kegiatan kontruksi yang menimbulkan kebisingan dan dilaksanakan dekat
atau di desa/kota harus dilaksanakan pada jam kerja dan beritahukan
kepada penduduk tentang tanggal yang diusulkan dan lamanya waktu
pekerjaan setempat terhadap kebisingan yang dapat dihindari
- Melakukan pengaturan pelaksanaan kegiatan terutama disekitar daerah
permukiman
- Berikan kepada Direksi Pekerjaan copy laporan inspeksi rutin serta tiap
tindakan korektif yang direkomendasikan dan diimplementasikan

5) Kecuali diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan, maka semua kegiatan 5) - Membuat database tentang keterampilan setempat guna merekam
pekerjaan harus dilaksanakan bukan pada malam hari informasi tentang keterampilan yang cocok yang tersedia dalam jumlah
penduduk setempat serta mengikut sertakan orang-orang benar-benar
terampil bila cocok
- Pengadaan tenaga kerja local dikoordinasikan dengan tokoh masyarakat
(formal dan informal) di sekitar lokasi proyek
- Dilakukan sosialisasi rencana proyek, mencakup kriteria tenaga kerja yang
dibutuhkan, jumlah tenaga kerja, jenis-jenis kegiatan yang akan
dilaksanakan serta dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul
dengan melibatkan unsure pemerintah, warga terkena proyek, tokoh
masyarakat, LSM atau masyarakat pemerhati lingkungan
- Dilakukan pelatihan dan penanganan kepada tenaga kerja local yang
dapat dilibatkan
- Dilakukan musyawarah apabila terjadi konflik antara pekerja dan
masyarakat dikarenakan proyek

6) Dalam pengadaan tenaga kerja dengan kemampuan dan keahlian sesuai 6), 7), 8) dan 9) Mengacu pada penanganan dampak pengambilan di quarry
dengan yang diperlukan maka prioritas harus diberikan kepada pekerja a) Manakala sebuah quarry baru dibangun untuk melayani proyek, persyaratan
setempat dari pasal 1.17.2 (6) akan berlaku. Bila tempat baru untuk quarry
dibangun, sediakan rekaman documenter tentang proses pemilihan tempat
untuk menunjukkan kesesuaiannya dengan pasal tersebut. Dalam hal ini
dapat termasuk suatu daftar simak (cek list) dalam format berikut
b) - Sediakan bukti bahwa penggalian quarry perlu untuk proyek ini. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan keluaran dari kalkulasi dari pekerjaan
tanah yang menunjukkan suatu deficit material timbunan. Sebagai
tambahan, dapat ditunjukkan/diperagakan bahwa material yang sesuai
untuk beberapa kategori material pembuat jalan hanya tersedian dari
quarry itu.
- Sediakan dokumen dan bukti foto bahwa lereng quarry telah dikelola
sesuai dengan pasal 1.17.2 (8)
3
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
c) Pastikan penggunaan quarry yang sudah ada izinnya (lampiran Surat Izin
Penambangan Derah/SIPD quarry yang digunakan)
d) Tidak diperkenankan menggunakan quarry yang berlokasi di kawasan
lindung
e) Operasikan sesuai spesifikasi sehingga selama dan sesudah penggunaan
tidak timbul kubangan dan lakukan rehabilitasi setelah tidak digunakan lagi

7) Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di 7) Kontaktor tidak boleh membuka quarry dan areal penambangan baru tanpa
bawah ini harus diperhatikan: izin tertulis. Izin ini hanya diberikan bila kontraktor telah menunjukkan
a) Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah kepada Direksi Pekerjaan, dimana quarry dan areal penambangan dibatasi
dibuka bilamana jumlah mutunya memenuhi untuk kebutuhan suplai material.
b) Lokasi sumber bahan harus dipilih harus memberikan rasio tertinggi
antara kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas)
dan kehilangan sumber daya negara
c) Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan,
yang sangat mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curan
lebih disarankan
d) Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital
harus dihindari, seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat
lainnya maupun daerah-daerah penghasil bahan makanan dan hutan
lindung untuk burung dan hewan lainnya
e) Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi
pemilihan lokasi sumber bahan di dasar sungai. Meskipun pemilihan
lokasi sumber bahan di luar dasar sungan tidak memungkinkan,
sumber bahan yang terletak di sungai atau saluran kecil tetap tidak
boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber bahan di
petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai
tetapi tidak dialiri air pada kondisi air normal.

8) Penggalian di daerah sumber bahan hanya dilaksanakan untuk 8) - Sebelum memulai pengoperasian quarry dan areal penambangan,
pemasokan bahan kebutuhan proyek kontraktor harus merumuskan Rencanan Pengelolaan Rehabilitasi dan
Penanaman Kembali Areal Penambangan dan Quarry. Rencana harus
mencantukan kesanggupan untuk pemeliharaan penanaman kembali
selama 2 tahun setelah penanaman.
- Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan system drainase
sebagaimana juga disyaratkan dalam pasal 3.1.1(12).(d) dari spesifikasi ini,
permukaan tersebut harus dilengkapi sesuai dengan Rencana Pengelolaan
Rehabilitasi dan Penanaman Kembali dengan lapisan rumput dan ditanami
dengan semak maupun pohon. Pemeliharaan tanaman ini diperlukan
4
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
dalam 2 tahun pertama setelah penanaman

9) Bilamana sumber bahan terletak di daerah bergunung atau berbukit, 9) a) Mulailah rehabilitasi lokasi sumber bahan (quarry) sesegara mungkin dan
atau bilamanan kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, lakukan bersama-sama dengan pengambilan material quarry. Buat dan
maka bertangga harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber bahan yang pelihara dokumen dan rekaman foto untuk menunjukkan kesesuaian
telah dibentuk kembali harus mempunyai kelandaian yang tidak kurang dengan persyaratan ini. Bukti dokumentasi dapat dalam format berikut.
dari nilai rata-rata 1,3. Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan
pembaharuan system drainase sebagaimana juga disyaratkan dalam Kegiatan Kegiatan
Tanggal Foto
pasal 3.1.1 (12).(d) dari Spesifikasi ini, permukaan tersebut harus Penggalian Quarry Rehabilitasi
dilengkapi dengan lapisan rumput dan ditanami dengan semak maupun
pohon. Pemeliharaan tanaman ini diperlukan dalam 2 tahun pertama
setelah penanaman
b) Bilamana bahan diambil dari sumber pasokan pihak ketiga atau pihak luar,
kontraktor harus menyediakan bukti dokumen untuk Direksi Pekerjaan
yang menunjukkan bahwa sumber bahan dan areal galian telah disediakan
dan dioperasikan sesuai dengan semua persyaratan ijin dan standar
lingkungan
c) - Pengupasan lapisan atas/Top Soil dilakukan sampai dengan batas
lapisan akar rumput/humus
- Dilakukan penempatan sementara dan pemeliharaan (penyimpanan)
Top Soil
- Pemanfaatan Top Soil untuk penanaman/penutupan permukaan tanah
di jalur hijau dan lereng hasil timbunan/pemotongan

10) Pembentukan kembali lokasi sumber bahan dilaksanakan dengan 10) - Melengkapi perijinan dari instasi yang berwenang memberikan ijin untuk
kriteria berikut: melakukan penebangan pohon atau ijin kepada pemilik tanaman/pohon
a) Kegiatan rehabilitasi harus dimulai sesegera mungkin setelah yang akan ditebang atau dibongkar, seperti dari Diana Kehutanan dan
pekerjaan selesai dan kegiatan ini harus dilaksanakan bersama- Dinas Pertamanan
sama dengan pengambilan bahan galian berikutnya. - Pastikan bahwa luasnya pembersihan dibatasi secara ketat pada apa
b) Galian di lokasi sumber bahan harus ditimbun kembali dengan yang diperlukan untuk pekerjaan jalan dan pekerjaan tambahan. Hal ini
menggunakan bahan yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan dapat dijelaskan kepada pekerja lapangan dan sub-kontraktor dengan
sebagaimana yang diuraikan dalam seksi 1.16 dari Spesifikasi ini dan meyakinkan bahwa luas pembersihan ditandai denan jelas di lapangan.
bahan galian tidak dapat digunakan untuk bahan konstruksi. Hal in dapat dilakukan dengan pita tanda atau pasak/patok survai yang
dicat atau keduanya. Pastikan bahwa semua pekerja
c) Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan dengan memanfaatkan kembali - Pastikan bahwa area yang diberi tanda sebagai hak milik tetap tidak
bahan humus yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan dan digunakan sebagai lokasi parkir kendaraan dan mesin-mesin atau untuk
pembongkaran pada lapis permukaan tanah asli (kira-kira setebal 50 lokasi penumpukan atau tempat sampah
5
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
cm). Bahan humus ini ditumpuk agak landai dan ditempatkan di - Penumpukan material dan parkir kendaraan tidak diizinkan pada daerah
lokasi yang teduh dan jauh dari lokasi pengambilan bahan galian. yang telah disewa untuk kelestarian vegetasi/tanaman
Tumpukan humus ini ditutup dengan bahan organic seperti rumput - Pemeriksaan regular/berkala akan dilakukan selama kegiatan konstruksi
atau daun. Perumputan dengan jenis herbaceous lebih disaranakan. untuk memastikan pelaksanaan spesifikasi ini
Tumpukan humus tersebut secara bertahap ditempatkan kembali di
lokasi bekas galian pada sumber bahan dan selanjutnya ditutup
dengan tanaman. Rumput, semak dan pohon dapat digunakan
untuk penutupan ini.
Bilamana Kontraktor memperoleh bahan ini dari pemasok maka
ketentuan pada butir (9) (c) diatas tidak digunakan.

11) Kegiatan pembersihan dan pembongkaran hanya dilaksanakan di daerah 11) - Lakukan regenerasi (penanaman kembali) area yang dibersihkan
yang benar-benar diperlukan untuk Pekerjaan sesegera mungkin begitu kegiatan konstruksi mengijinkan. Begitu
regenerasi telah diakukan pada area yang dibersihkan, harus segera
diberi tanda yang jelas sehingga tidak ada kendaraan atau mesin-mesin
memasuki area regenerasi tersebut.
Peliharalah dokumen dan rekaman foto tentang kegiatan-kegiatan
regenerasi tersebut
- Sebelum memulai pembersihan/pembukaan hutan, area yang cocok
penanaman kembali guna menggantikan tumbuh-tumbuhan yang hilang
karena pembukaan hutan/pembersihan akan diidentifikasi
- Kepemilikan lahan akan ditentukan dan dilakukan hubungan/kerjasama
dengan pemilik lahan atau otoritas manajemen lahan untuk memperoleh
persetujuan bagi penanaman kembali vegetasi yang diusulkan
- Rencana dan jadwal untuk persiapan lokasi dan penanaman kembali
vegetasi akan dikembangkan dalam konsultasi dengan staff dinas
Kehutanan dan Sub-Direktorat Lingkungan Bina Marga
- Akan diperoleh persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan
- Area yang teridentifikasi akan ditandai dengan jelas untuk memastikan
dilindungi terhadap gangguan atau pelanggaran selama pembukaan
hutan atau pelaksanaan konstruksi
- Begitu kegiatan pembukaan hutan diselesaikan, pelaksanaan rencana
akan dimulai
- Setelah penanaman kembali tumbuh-tumbuhan, akan dilakukan
pemeliharaan berkelanjutan sebagaimana disyaratkan oleh rencana

12) Pembabatan tanaman selama kegiatan pembersihan dan pembongkaran 12) Mengacu pada prosedur penanganan vegetasi
harus ditindak-lanjuti dengan penanaman kembali sedemikian hingga
mendekati kondisi sebelum pembabatan
6
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial

13) Penanaman kembali dengan pohon atau semak sebagaimana yang


disyaratkan dalam Seksi 4.1 dan 8.3 dari Spesifikasi ini harus mengikuti
arahan berikut :
a) Penggantian dengan tanaman sejenis yang ditebang, bila a) Identifikasi jenis (species) dan banyaknya pohon yang telah ditebang
memungkinkan. sehingga dapat diganti dengan jenis yang sama
b) Bilamana pertumbuhan tanaman dirasa agak lambat, maka tanaman b) - Sebelum memulai kegiatan konstruksi, berkonsultasilah dengan kebun-
yang berumur tiga tahun atau lebih harus digunakan, kecuali jika kebun bibit di sekitar lokasi untuk memperoleh tanaman yang jenis dan
jenis tersebut tidak mampu menciptakan kondisi seperti semula atau tingkat kecepatan tumbuhnya sesuai untuk digunakan dalam regenerasi ini
tidak mampu memberikan perlindungan lereng dalam waktu yang - Bilamana tanaman tumbuh lambat ditebang saat pembersihan, maka
lama. Selanjutnya, jenis tanaman dengan pertumbuhan sedang tanaman yang berumur tiga tahun atau lebih harus digunakan dalam
sampai cepat dapat digunakan. penanaman kembali, kecuali jika jenis tersebut tidak mampu menciptakan
c) Jenis Authochthonous lebih disaranakan untuk tanaman exotic. kondisi seperti semula atau tidak mampu memberikan perlindungan lereng
d) Untuk penanaman kembali semak, pemilihan jenis semak harus dalam waktu yang lama. Selanjutnya, jenis tanaman dengan pertumbuhan
mengutamakan jenis yang dapat memberi makanan dan sedang sampai cepat dapat digunakan
perlindungan bagi binatang. c),d),e),f),g),h) & i) mengacu pada prosedur penanganan vegetasi.
e) Jenis tanaman berakar panjang tetapi tidak membahayakan c) Inventarisasi jenis-jenis flora dan fauna endemic dan dilindungi di lokasi
stabilitas jalan dan tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang quarry.
tinggi lebih diusaranakan. d) Pemilihan tanaman hendaknya diberikan kepada jenis yang dapat
f) Berbagai jenis tanaman yang baik untuk digunakan untuk memberikan habitat fauna.
penanaman kembali adalah: Leucaena leucocephala, Calliandra e) Tidak menanam tanaman yang menyebabkan tanah gembur, seperti
calonthrysus, Acacia auriculi-formis, Acacia ducurrens dan Gliricidia singkong (Manihot eskulenta), sereh dan pisang (Musa paradisiacal) tapi
sepium. lakukan penanaman tanaman yang mempunyai perakaran yang mengikat,
g) Pohon harus ditanam pada jarak yang cukup dari tepi jalan. bermasa daun padat.
h) Jarak antar pohon pada garis yang sama sekitar 15 meter. f) Dilakukan penanaman pohon pelindung yang memiliki ketahanan tinggi
i) Pemeliharaan yang teratur pada tanaman yang ditanam kembali terhadap pengaruh udara, bermasa daun padat dan jarak tanam rapat (6).
sangat diperlukan. g) Pohon harus ditanam pada jarak yang aman.
j) Pohon hasil penanaman kembali yang mati harus diganti dengan h) Pastikan bibit tanaman ditanam di tempat dengan jarak yang cukup dari
yang baru. jalur lalu lintas sesuai dengan persyaratan keselamatan dan ditanam dengan
jarak antar pohon tidak lebih dari 15 meter.
i) - Pelihara dokumen dan rekaman foto tentang kemajuan kegiatan regenerasi
serta laporkan kepada Direksi Pekerjaan secara berkala.
- Bibit akan dirawat, diairi dan dipelihara agar bebas dari rumput liar sampai
kontrak berakhir.
j) Lakukan inspeksi berkala terhadap kegiatan regenerasi dan segera ganti
tanaman yang mati.

13) Permukaan yang menghasilkan sejumlah debu di atmosfer akibat 13) - Lakukan penyiraman berkala terhadap permukaan yang menghasilkan
kegiatan pekerjaan harus dibasahi secara teratur sebagaimana juga debu terutama bila hal itu menimbulkan gangguan bagi penduduk atau
7
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
diisyaratkan dalam Pasal 1.16.2 (4) dari Spesifikasi ini. sekolah, pusat-pusat kegiatan masyarakat atau rumah sakit di sekitar
tempat itu.
- Peliharalah catatan dan rekaman dokumenter tentang penyiraman
tersebut untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan.

14) Kerusakan dan gangguan terhadap utilitas umum seperti jaringan 14) - 14), 15) dan 16) Mengacu pada penanganan kerusakan/gangguan utilitas
telpon, listrik, gas, pipa air, fasilitas irigasi, pipa minyak, pipa - Sebelum konstruksi, konsultasi akan dilakukan dengan yang berwenang
pembuangan, pipa drainase, dan lain sebagainya, harus dicegah dengan sebagai penyedia utilitas untuk memperoleh informasi tentang
upaya mendapatkan informasi tentang keberadaan lokasi utilitas yang penempatan alat dan memperoleh informasi yang dikontak dalam
ada, terutama utilitas apa yang terletak di bawah permukaan tanah. keadaan darurat jika infrastruktur utilitas rusak akiba oleh
operasional/pelaksanaan konstruksi.
- Koordinasi dengan instansi terkait dan perusahaan bidang utilitas guna
memperoleh informasi keberadaan lokasi utilitas seperti jaringan kabel
telpon, pipa air, fasilitas irigasi, pipa-pipa minyak dan gas, pipa-pipa
pembuangan air kotor, pipa drainase dsb.
- Pastikan bahwa para operator peralatan paham akan kemungkinan
adanya lokasi tempat ditanamnya layanan utilitas serta sangat berhati-
hati sewaktu beroperasi di area tersebut.

15) Kontraktor harus bertanggung jawab atas perlindungan terhadap setiap 15) - Jika ada mesin dari kontraktor atau sub-kontraktor menyebabkan
fasilitas pipa kabel bawah tanah, saluran kabel bawah tanah atau kerusakan terhadap layanan utilitas, mesin tersebut harus secepatnya
jaringan bawah tanah lainnya ataustruktur yang mungkin ditemukan berhenti bekerja dan kerusakan segera dilaporkan kepada Direksi
dan perbaikan atas setiap kerusakan yang diakibatkan operasi Pekerjaan serta pemberi layanan utilitas.
kegiatannya. - Direksi Pekerjaan akan diberi tahu secepat mungkin tentang setiap
keruskan yang terjadi pada prasarana utilitas.

16) Bilamana sumur yang terletak di dekat lokasi pekerjaan yang 16) - Sebelum memulai kegiatan konstruksi pastikan bahwa lokasi mata air
dipengaruhi oleh kegiatan galian dan timbunan, maka sumur pengganti (sumur) dan sumber pemasokan air diidentifikasi dan bahwa para
yang setara harus disediakan, meskipun harus membuat sumur baru, operator mesin-mesin milik benar-benar menyadari/memahami tentang
baik sengan penggalian maupun pengeboran, yang terletak sedekat lokasi mereka serta memahami persyaratan mengenai prosedur
mungkin dengan sumur lama. pengoperasian yang hati-hati di sekitar lokasi tersebut.
- Sumur baru akan diberikan secepat mungkin sesuai jangka waktu yang
disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan pemakai.
- Direksi Pekerjaan akan diberi tahu ketika sumur baru selesai dan mulai
beroperasi.

17) Tumpahan minyak dan polusi bahan buangan yang berasal dari 17) - 17), 18 dan 19) Mengacu ada penanganan limbah
pekerjaan harus dicegah. - Sebelum pembuakaan lokasi konstruksi untuk kendaraan dan peralatan
penambahan bahan baker akan diidentifikasi. Lokasinya akan jauh dari
8
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Bagian VII Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam


Penjelasan Tambahan
Artikel No Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
sumber air, sumur atau drainase atau infrastruktur irigasi.
- Persetujuan dari Direksi Pekerjaan akan diperoleh untuk lokasi.
- Jika kendaraan dan mesin-mesin mengisi ulang bahan baker atau diservis
di dalam area yang diberi tanggul dan permukaan lantainya keras
sehingga mencegah terjadinya kontaminasi atas air permukaan maupun
air tanah.
- Semua operator mesin dan kendaraan serta sub-kontraktor akan dibuat
peduli bahwa pengisian bahan baker seharusnya dilakukan hanya di
dalam lokasi pengisian bahan yang telah ditunjuk.
- Rincian tentang segala tumpahan bahan baker akan dilaporkan kepada
Direksi Pekerjaan.

18) Aspal dan minyak pemanas harus disimpan dalam tanki yang terletak 18) Kontraktor harus menjamin bahwa aspal dan minyak pemanas disimpan
diatas lantai beton yang lebih tinggi dari tanah sekitarnya dan dikelilingi dalam tanki yang terletak diatas lantai beton yang lebih tinggi dari tanah
dinding yang cukup tinggi sehingga dapat menghalangi tersebarnya sekitarnya dan dikelilingi dinding yang cukup tinggi, dengan volume yang
cairan yang bocor atau tumpah. cukup berisi cairan sehingga dapat menghalangi tumpahnya cairan.

19) Bahan aspal (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak 19) - Pastikan bahwa limbah dari fasilitas pencucian mobil atau oli bekas tidak
pemanas buangan tidak boleh dituangkan ke dalam saluran air ataupun akan dibuang kedalam saluran air atau jaringan drainase atau tidak
dibuang diatas tanah sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 6.1.1 (7) dituang ke tanah dimana bisa menyebabkan polusi pada air permukaan
(c) dari Sepsifikasi ini. atau air tanah.
- Periksa SIM operator dan dalam pengoperasiannya tidak boleh
menghasilkan endapan dan cemaran seperti minyak di aliran sungai yang
dimanfaatkan di daerah hilirnya.
- Sediakan fasilitas seperti drum kosong untuk menampung oli bekas
kemudian buang ke luar lokasi proyek sesuai dengan peraturan-
peraturan Nasional dan Perda.
- Pastikan bahwa semua pekerja lapangan termasuk operator masin-mesin
kontraktor dan sub-kontraktor benar-benar memahami akan persyaratan
ini.
9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PRAKATA

Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Pada Tahap Konstruksi ini disusun
untuk memberikan petunjuk dan tata cara pelaksanaan penanganan dampak-dampak
lingkungan hidup yang timbul karena kegiatan pembangunan prasarana jalan dan
jembatan terutama pada tahap konstruksi.

Pedoman ini merupakan salah satu pedoman yang dapat dipakai sebagai acuan dalam
mempersiapkan dokumen lelang dan dokumen kontrak, kegiatan pelaksanaan konstruksi
fisik jalan yang penerapannya harus memperhatikan berbagai peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan hidup dan ketentuan terkait lainnya.

Semoga Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Pada Tahap Konstruksi ini
dapat bermanfaat bagi para pihak yang terlibat dan terkait kegiatan pembangunan jalan
dalm menangani dampak-dampak yang ditimbulkannya dalam rangka ikut mendukung
terwujudnya upaya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Jakarta, 2009

Direktur Jenderal Bina Marga

A. Hermato Dardak

i
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

DAFTAR ISI

Prakata ............................................................................................................ i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii

PENDAHULUAN ..........................................................................................

PROSEDUR PENANGANAN LALU LINTAS

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 1-1


II. ACUAN NORMATIF............................................................................ 1-1
III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 1-2
IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 1-2
V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 1-3
VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 1-6
VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 1-6

PROSEDUR PENANGANAN BASE CAMP

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 2-1


II. ACUAN NORMATIF............................................................................ 2-2
III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 2-2
IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 2-3
V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 2-4
VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 2-7
VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 2-7

PROSEDUR PENANGANAN STOCKPILE

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 3-1


II. ACUAN NORMATIF............................................................................ 3-1
III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 3-2
IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 3-3
V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 3-3
VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 3-5
VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 3-5

ii
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PROSEDUR PENANGANAN PENGAMBILAN MATERIAL DI QUARRY

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 4-1


II. ACUAN NORMATIF............................................................................ 4-1
III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 4-2
IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 4-3
V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 4-4
VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 4-7
VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 4-8

PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 5-1


II. ACUAN NORMATIF............................................................................ 5-2
III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 5-2
IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 5-3
V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 5-4
VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 5-8
VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 5-9

PROSEDUR PENANGANAN EROSI DAN SEDIMENTASI

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 6-1


II. ACUAN NORMATIF............................................................................ 6-2
III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 6-2
IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 6-3
V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 6-4
VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 6-8
VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 6-9

PROSEDUR PENANGANAN VEGETASI

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 7-1


II. ACUAN NORMATIF............................................................................ 7-2
III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 7-2
IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 7-3
V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 7-4

iii
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 7-9


VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 7-9

PROSEDUR PENANGANAN KERUSAKAN/GANGGUAN TERHADAP UTILITAS

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 8-1


II. ACUAN NORMATIF............................................................................ 8-1
III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 8-2
IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 8-2
V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 8-3
VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 8-9
VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 8-9

iv
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jadual Pelaksanaan Pekerjaan ........................................................ IV -4


Tabel 4.2 Jadual Pelaporan ........................................................................... IV -5
Tabel 5.1 Jadual Penugasan Tenaga Ahli ....................................................... V -6

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Bagan Alir Proses Pemutakhiran ................................................... III-6


Gambar 5.1. Struktur Organisasi Tim Konsultan ............................................... V-2

v
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PENDAHULUAN

Sesuai dengan visinya, yakni “Terwujudnya sistem penyelenggaraan jaringan jalan


yang handal, bermanfaat, dan berkelanjutan untuk mendukung tercapainya
Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis serta lebih sejahtera
“Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum telah melakukan
berbagai upaya dalam mewujudkan pembangunan jaringan jalan yang
berkelanjutan, diantaranya melalui penyiapan perangkat sistem manajemen
pengelolaan lingkungan berupa dokumen-dokumen praktis perencanaan dan
pelaksanaan proses analisis dampak lingkungan serta sosial yang diaplikasikan ke
dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan jalan dan jembatan.

Untuk menangani berbagai dampak negatif penting yang timbul akibat suatu
pekerjaan konstruksi jalan, diperlukan suatu pedoman pengelolaan lingkungan yang
disusun melalui AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL); atau UKL dan UPL yang dibutuhkan
berdasarkan prosedur penyaringan yang diatur dalam berbagai peraturan
perundangan yang berlaku.

Bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan jalan yang tidak termasuk kategori wajib
AMDAL atau UKL dan UPL, tetap diperlukan upaya mitigasi dampak lingkungan agar
kegiatan pembangunan jalan yang dilakukan tidak sampai menimbulkan kerugian
yang berarti bagi masyarakat.

Berbagai kendala dalam penyiapan dokumen lingkungan pada proyek-proyek jalan


telah menyebabkan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dilaksanakan seadanya,
bahkan cenderung diabaikan. Untuk menjembatani keterbatasan tersebut perlu
disusun suatu pedoman yaitu Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan
pada Tahap Konstruksi, yang tertuang dalam PMDS (Prosedur Mitigasi Dampak
Standar) untuk penanganan dampak lingkungan yang sering terjadi akibat kegiatan
pembangunan jalan khususnya pada tahap konstruksi. Pada tahap konstruksi,
beberapa jenis kegiatan sering menimbulkan dampak yang bersifat standar (tidak
tergantung dari lokasi proyek), sehingga dapat ditangani dengan menggunakan
prosedur yang baku.
1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Berdasarkan hasil Studi yang telah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
juga menunjukkan bahwa 75 % keseluruhan isi dokumen AMDAL pembangunan
jalan yang dibahas oleh komisi AMDAL di tingkat pusat memiliki substansi yang
hampir sama, yang dapat dikelompokkan sebagai pekerjaan dan dampak standar
pekerjaan jalan.

Dengan mengacu pada pedoman tersebut, pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan


juga dapat menangani dampak lingkungan yang bersifat standar, tanpa memerlukan
dokumen spesifik tentang analisis dampak lingkungan secara mendalam maupun
studi lainnya untuk menyusun upaya pengelolaan dampak lingkungan yang
memerlukan biaya tidak sedikit dan waktu yang relatif lama.

Pelaksanaan mitigasi dampak standar dari pekerjaan jalan pada tahap konstruksi
perlu dilakukan karena adanya kurang sempurnanya disain dari kegiatan
pembangunan jalan, dan masih dijumpainya dampak lingkungan hidup yang terjadi
dalam pelaksanaan, sehingga kegiatan penanganannya tidak masuk dalam analisa
biaya yang diusulkan para pelaksana pekerjaan.

Di samping itu juga masih adanya ketidak pahaman dari para pelaksana baik pihak
pemilik kegiatan (proyek), kontraktor pelaksana, dan konsultan pengawas terhadap
dokumen kontrak yang memuat hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan
penanganan dampak dari pekerjaan jalan yang dilakukan.

Seiring berjalannya waktu Sub Direktorat Teknik Lingkungan, Direktorat Bina Teknik
terus berusaha untuk melakukan penyempurnaan terhadap PMDS yang berisikan
pedoman mitigasi dampak standar pekerjaan pembangunan jalan. Upaya mitigasi
dampak lingkungan pada tahap konstruksi tersebut akan memuat deskripsi kegiatan
pekerjaan jalan dimana kontraktor harus menangani dampak lingkungan standar
yang muncul.

Namun untuk dapat diimplementasikan oleh berbagai pihak baik oleh para perencana
maupun pelaksana kegiatan pembangunan jalan dan jembatan, masih diperlukan
pembaharuan dengan melakukan pemutakhiran terhadap prosedur yang sudah
tersedia.

2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PROSEDUR
PENANGANAN LALU-LINTAS

I. RUANG LINGKUP

Prosedur penanganan lalu lintas ini adalah prosedur penanganan dampak lingkungan
hidup yang terjadi terhadap sub komponen lalu lintas sebagai akibat dari pekerjaan-
pekerjaan konstruksi fisik jalan pada kegiatan pembangunan jalan tahap konstruksi.
Pekerjaan yang dapat menimbulkan dampak terhadap sub komponen lalu lintas
diantaranya mobilisasi peralatan berat; pembuatan jalan masuk/access road,
pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan, pekerjaan tanah, pekerjaan drainase,
pekerjaan lapis perkerasan, pekerjaan pemancangan tiang pancang, pekerjaan
bangunan atas dan bawah jembatan/jalan layang, pekerjaan pemasangan bangunan
pelengkap, kegiatan peng-angkutan material bangunan dan limbah, serta
pengoperasian base camp.

Maksud dan tujuan dari penanganan lalu lintas ini adalah :

• Memperkecil terjadinya kemacetan lalu lintas yang dapat merugikan para


pengguna jalan serta dapat mengakibatkan kerusakan jalan.

• Memperkecil terjadinya kecelakaan lalu lintas pada jalan eksisting baik di


lokasi kegiatan pembangunan dan atau yang menjadi jalur transportasi
material bangunan dan atau limbah serta kendaraan kerja.

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang no. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

• Keputusan Presiden RI nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaaan


Barang/jasa Pemerintah beserta seluruh perubahannya.

• Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor: KM.14 Tahun 2006 tentang


Manajemen dan Rekayasa Lalulintas di Jalan.

• Dokumen Lelang/Kontrak Pekerjaan Jalan.

1-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

III. ISTILAH DAN DEFINISI

• Jalan Eksisting adalah jalan umum yang sudah ada dan dimanfatkan pengguna
jalan, sebelum kegiatan pembangunan jalan tersebut dimulai.

• Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi jalan


dilaksanakan.
• Peralatan Berat adalah semua alat/peralatan konstruksi dan kendaraan kerja
yang digunakan selama masa konstruksi .
• Kendaraan Kerja adalah kendaraan yang digunakan untuk kegiatan
pembangunan jalan.
• Ceceran Material adalah tumpahan atau ceceran material bangunan (tanah,
agregat pasir, kerikil, batu, beton, aspal dan lain-lain) konstruksi jalan yang jatuh
dari kendaraan pengangkut.
• Jalur Transportasi Material adalah jalur pengangkutan material bangunan dari
dan menuju lokasi kegiatan pembangunan jalan, lokasi quarry area/ borrow pit,
tempat penyimpanan atau penumpukan material (stockpile).
• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan
dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif
besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.
Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan
lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitaan yang terjal, sempadan
sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan,
kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah
sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak lalu lintas akibat pekerjaan jalan adalah :

1. Terjadinya kemacetan lalu lintas, sebagai akibat dari kegiatan mobilisasi dan
demobilisasi peralatan yang berjalan lambat dan memakan lajur jalan yang ada,
pekerjaan pembersihan lahan, pekerjaan tanah, pekerjaan lapis perkerasan,
pekerjaan pemancangan tiang pancang, pekerjaan struktur, pekerjaan
pemasangan bangunan pelengkap, yang memanfaatkan sebagian lajur atau
badan jalan untuk kerja dan penempatan bahan material bangunan, sehingga

2-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

menyebabkan rendahnya kecepatan kendaraan atau timbulnya kemacetan lalu


lintas dan antrian kendaraan yang melintas, di samping pekerjaan pengangkutan
material bangunan dan limbah yang mengakibatkan bertambahnya volume
kendaraan di jalan raya terutama pada loksi-lokasi yang sensitif terjadi kemacetan
lalu lintas.

2. Terjadinya kecelakaan lalu lintas, karena kondisi licin dari jalan eksisting karena
adanya lumpur atau ceceran tanah di jalan sebagai akibat dari pekerjaan
pembersihan lahan, pekerjaan pemancangan, pekerjaan tanah dan
pengoperasian kendaraan kerja penumpukan material (stockpile), serta karena
jatuhnya material bangunan atau peralatan kerja ke jalan eksisting di bawahnya
pada pekerjaan bangunan atas jembatan atau jalan layang.

3. Terjadinya kerusakan jalan. karena mobilisasi dan demobilisasi peralatan berat


yang bebannya melebihi kapasitas jalan yang dilewati, dan karena tingginya
frekuensi kendaraan kerja,

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Pengumpulan data lingkungan yang diperkirakan terkena dampak terutama


komponen lalu lintas dan prasarana jalan, meliputi :

• Identifikasi kondisi prasarana jalan yang akan digunakan sebagai jalan kerja.

• Identifikasi kondisi lalu lintas di jalan yang akan digunakan sebagai jalan kerja

• Identifikasi area sensitif.

2) Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif


terhadap komponen lalu lintas (kemacetan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas,
kerusakan jalan)

3) Identifikasi lokasi kegiatan pembangunan jalan (lokasi-lokasi pekerjaan jalan


yang akan dan sedang dilakukan) dan fasilitas penunjangnya (lokasi quarry area/
borrow pit, Base Camp, AMP, Stone Crusher, dan Batching Plant), serta daerah
sensitif terkena dampak negatif pekerjaan jalan.

4) Penyusunan rencana penanganan lalu lintas (kemacetan lalu lintas, kecelakaan


lalu lintas, dan kerusakan jalan) oleh kontraktor.

5) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan.

6) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan lalu lintas


(kemacetan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas, dan kerusakan jalan).

3-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

7) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan


jadwal pelaksanaan pekerjaan jalan, penggunaan kendaraan kerja, serta jalur
pengoperasiannya),

8) Koordinasi ekternal dengan instansi yang terkait dalam penanganan lalu lintas
dan angkutan khususnya DLLAJ dan Polantas Setempat (terkait dalam
pengaturan jalan, pengaturan lalu lintas dan pengamanananya dalam pelaksanan
kegiatan pembangunan jalan).

9) Melaksanakan rencana penangnan lalu lintas dari kegiatan pekerjaan jalan pada
tahap konstruksi.

10) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan lalu lintas dari
pekerjaan jalan pada tahap konstruksi tersebut.

11) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan lalu lintas yang dilaksanakan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun
Tangan.

12) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun

13) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan adalah :

• Menjamin agar selama pelaksanaan pekerjaan jalan, semua jalan lama


(eksisting) tetap terbuka untuk lalu lintas dan dijaga dalam kondisi aman dan
dapat digunakan, dan pemukiman di sepanjang atau yang berdekatan dengan
lokasi pekerjaan disediakan jalan masuk yang aman dan nyaman.

• Mobilisasi alat-alat berat yang tidak mampu bergerak cepat, perlu dikawal
oleh petugas/ Polantas untuk menghindarkan kemacetan dan kecelakaan lalu
lintas.

• Kendaraan-kendaraan pengangkut (trailer) harus menyalakan lampu tanda


peringatan yang mudah terlihat oleh sesama pengguna jalan.

• Mengatur batas beban dan muatan sumbu untuk melindungi jalan atau
jembatan yang ada di lingkungan kegiatan pembangunan jalan.

• Dalam keadaan khusus bilamana diperkirakan kegiatan pengangkutan akan


mengakibatkan kerusakan jalan atau jembatan, atau bila terjadi banjir yang
dapat menghentikan kegiatan pengangkutan, dapat menggunakan jalan
alternatif.

4-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

• Mengusahakan agar lumpur dari material galian tanah tidak mengotori jalan
khususnya pada musim hujan dengan: pembersihan roda kendaraan
angkutan sebelum masuk ke jalan umum, penempatan kantong-kantong pasir
pada lokasi penempatan sementara sisa galian, dan pembersihan ceceran
tanah di jalan.

• Pengaturan jam kerja kegiatan-kegiatan pekerjaan jalan yang dapat


mengganggu lalu lintas umum.

• Melakukan pengamanan terhadap pekerja, pengguna jalan, serta penduduk,


atau bangunan yang ada di sekitar galian atau lokasi yang rawan terjadi
kecelakaan lalu lintas dengan pemagaran dengan seng atau beton concret,
pemberian rambu dan tanda peringatan atau lampu berangkai pada malam
hari, dan pengaturan lalu lintas dan penyediaan petugas bendera..

• Memasang jaring pengaman plastik di bawah pekerjaan bangunan atas


jembatan/jalan layang yang melintasi jalan eksisting, guna menghindari
jatuhnya material bangunan dan atau peralatan konstruksi dari atas bangunan
yang dapat menimpa pengguna jalan di bawahnya dan menimbulkan
kecelakaan lalu lintas.

• Menjaga agar perkerasan jalan, bahu jalan, dan area Rumaja setiap saat
bebas dari material, puing, atau barang lain yang membahayakan pemakai
jalan dan dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

• Kontraktor akan bertanggung jawab atas setiap kerusakan jalan maupun


jembatan yang disebabkan oleh pelaksanaan pekerjaan jalan, dengan segera
memperbaiki jalan maupun jembatan yang rusak akibat pekerjaan jalan.

• Menjamin truk pengangkut yang melewati ruas jalan eksisting mematuhi


peraturan lalu lintas termasuk beban, kecepatan, menjaga jarak antar
kendaraan, termasuk saat mendahului.

• Mengusahakan agar bangunan-bangunan darurat (base camp, kantor


lapangan, loading-unloading area dan lain-lain) tidak mengganggu jarak
pandang para pengemudi/ pengguna jalan di sepanjang area tapak kegiatan
pembangunan jalan. Membuat pemutaran arah (U-turn) pada lokasi yang
bersimpangan dengan jalan.

• Mengusahakan tidak terjadi kemacetan dengan antrian kendaraan lebih buruk


dari kondisi eksisting sekitar lebih dari 100 m atau kecepatan kendaraan
kurang dari 10 km/jam.

5-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

• Mengusahakan agar selama pekerjaan jalan tidak terjadi kecelakaan lalu


lintas terutama akibat pekerjaan jalan di sekitar rute lalulintas kendaraan
kerja dan lokasi pekerjaan jalan yang bersilangan atau berada pada jalan
eksisting.

VI. PIHAK TERKAIT

• DLLAJ (Dinas Perhubungan) setempat.


• Satlantas dari Polres/Polsek Setempat.
• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan,
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi.
• Kontraktor

VII. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

• Pengumpulan data :

o Data Volume lalulintas sebelum pelaksanaan kegiatan pembangunan.

o Data kondisi struktur jalan sebelum pelaksanaan kegiatan


pembangunan jalan dilaksanakan.

o Data/gambar rute lalu lintas jalan kerja yang akan dilalui.

• Persiapan rencana kerja kegiatan pekerjaan jalan :

o Jadwal rencana kerja dan peta kerja kegiatan pembangunan jalan dan
fasillitas penunjangnya (yang menunjukkan lokasi kegiatan, jalur
transportasi material, quarry area/borrow pit, Base Camp, AMP,
Batching Plant dan daerah sensitif terkena dampak negatif akibat
pekerjaan jalan).

o Jadwal rencana dan peta jalur kegiatan mobilisasi dan demobilisasi


peralatan

o Jadwal rencana dan peta jalur pengoperasian kendaraan angkutan


material dan atau limbah (termasuk jenis/tipe kendaraan pengangkut
dan jumlah trip, jumlah volume dan jenis material/ limbah yang
diangkut).

o Rencana pengalihan rute selama pelaksanaan pekerjaan jalan


dilengkapi dengan peta penempatan rambu penunjuk jalan.

6-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

o Gambar dan jenis rambu lalu lintas dan petugas bendera pengatur lalu
lintas sementara yang digunakan selama kegiatan pekerjaan jalan
serta peta lokasi penempatannya.

Bagan alir prosedur penanganan lalu-lintas disajikan pada Gambar 1.1. dan
Gambar 1.2. berikut :

7-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Gambar 1.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Lalu Lintas

MULAI

Pengumpulan data :
1. Identifikasi prasarana jalan rencana jalan kerja
2. Identifikasi lalu lintas di rencana jalan kerja
3. Identifikasi area sensitif

Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi


menimbulkan dampak negatif
- Kemacetan lalu litas
- Kecelakaan lalu lintas
- Kerusakan jalan

Penyusunan Rencana Penanganan Lalu lintas

Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Persetujuan
Tidak

Koordinasi Dengan
Ya Instansi Terkait

Pelaksanaan
Rencana Penanganangan Lalu Lintas

Monitoring Dan Pelaporan Rencana Tindak Turun


Pelaksanaan Penanganan Lalu Lintas Tangan

Tidak
Evaluasi

Ya

SELESAI

8-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Pelaksanaan rencana penanganan lalu lintas

Penanganan kemacetan Penanganan kecelakaan Penanganan


Lalu lintas Lalu lintas kerusakan jalan

Pemasangan rambu dan


penempatan petugas pengatur Lalu Identifikasi penyebab kecelakaan Lalu lintas
Lintas

Pembatasan Beban
Muatan Kendaraan

Masih terjadi Tidak Jalan Licin karena Tumpukan Pejalan Lubang Kecepatan Jatuhnya
kemacetan Lumpur/ Ceceran Stockpile Kaki galian Kendaraan Material atau
? Tanah alat ke jalan
yang ada
Ya
Masih kerjadi Tidak
Pengaluhan rute dan atau kerusakan jalan
pengaturan Pemagaran/Pemberian ?
tanda pada tumpukan Pemagaran dan atau Pemasangan Jaring
Stockpile dan atau Penutupan lubang galian Pengaman
penempatan di luar lajur Ya
jalan
Masih terjadi Tidak
kemacetan
?
Pembersihan jalan dan
Ya Roda Kendaraan Kerja Penyediaan Fasilitas Pengaturan Kecepatan Perbaikan jalan yang ada
serta penutupan bak Pejalan Kaki Kendaraan akibat pekerjaaan jalan
Penambahan lajur sementara dengan terpal
untuk Jalan Kerja

SELESAI

Gambar 1.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Lalu Lintas


PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Gambar 1.3 Pemasangan Rambu-Rambu pada Pekerjaan Pelebaran Jalan


PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

TRAFFIC CONE 100 M


JARAK 1 M

PELEBARAN SEMENTARA

LOKASI PEKERJAAN
PONDASI

BARRIER BETON + ZENG & LAMPU KEDIP

PELEBARAN SEMENTARA

Gambar 1.4 Penanganan/Penanganan & Pengendalian Lalu Lintas


Pada Masa Pelaksanaan Konstruksi
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Keterangan:

1. 500 m didepan ada pekerjaan jalan 13. Membelokkan kekanan 24. Penutup Jalan
2. Jalan Menyempit 14. Membelokkan Kekiri 25. Penutup jalur untuk Pengalihan Jalan
3. Jalan Menyempit Kekiri 15. Jalan satu arah 26. Bendera untuk tanda hati-hati
4. Jalan Menyempit Kekanan
5. Kendaraan Bergantian 16. Jalan dua arah 27. Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 15 cm
6. Jalan Dikiri 17. Hati-hati 28. Lampu (semua ukuran dalam mm)
7. Jalan Dikanan 18. Semua Jenis Kendaraan Dilarang Masuk Untuk tanda-tanda lalu lintas menggunakan plat alumunium dengan
8. Maximum Kecepatan 40 Km/Jam 19. Larangan Masuk Bagi Kendaraan dengan berat lapisan refleksi tebal plat 2 mm
(Penempatannya disesuaikan dilapangan) maximum 5 ton
9. Akhir Daerah Pekerjaan Cat warna hitam
10. 100 M didepan ada pengalihan jalan 20. Dilarang mendahului
Cat Warna kuning
11. Dialihkan kekanan 21. Peringatan Pengurangan Kecepatan
Cat Warna Merah/Jingga
12. Dialihkan kekiri 22. Tanda Stop/Jalan untuk mengatur Lalu lintas
Cat Warna Hijau
23. Peringatan adanya pekerjaan/perbaikan jalan
Cat Warna Biru

Gambar
Gambar 2.1. Standar
1.5 Standar Rambu
Rambu Lalu
Lalu Lintas
Lintas SelamaPekerjaan
Selama Pekerjaan Konstruksi
KonstruksiJalan/Jembatan
Jalan/Jembatan
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

JALAN 2 LAJUR 2 ARAH


TANPA PENGALIHAN JALAN JALAN 2 LAJUR 2 ARAH
TANPA PENGALIHAN JALAN
500
300

200 DAERAH KONSTRUKSI


100 Daerah Konstruksi 1 2 15 PAGAR PEMISAH
60 100
  
Pagar 1
30 28 24 28 25
Sementara  25
30
1 4 3 23 24 9 29
    
     
15 12 13 23 1
24 27 50
22
7 6 22 100
23 5 3   
30 200
1 7 7
200 400
300
500

Hitam
Kuning
Dilapisi Pipa Plastik

060
JALAN 4 LAJUR 2 ARAH
TANPA PENGALIHAN JALAN TAMPAK MUKA PAGAR
250 250

500 LEMBARAN GALVANIS


TAMPAK ATAS AREAL LAJUR
400 Dengan θ 20 mm KONSTRUKSI EXISTING
Kayu (5 : 7 Cm)
300 LAMPU LAMPU 060
Pagar Sementara  
200 LEMBARAN GALVANIS
100 Dengan θ 20 mm
150 Daerah TAMPAK SAMPING

085
1 4 16 23 30 30 Konstruksi 9 CATATAN:
7

200
  1. Semua ukuran dalam meter kecuali
    Karung tertera
Pasir

085
23 2. Berat karung pasir tidak lebih dari
25 60 kg perpanel
AREAL

030
25 3. Areal konstruksi ditutup dengan
6 23 KONSTRUKSI pagar sementara atau atas instruksi
Perkerasan Existing
25 engineer
27 4.
60  
9 40 30 TAMPAK MUKA
25 3
100 200
300
DETAIL PAGAR PEMBATAS
500

Gambar 1.6 Penempatan Rambu lalu Lintas Selama Pekerjaan Konstruksi Jalan/Jembatan
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PROSEDUR
PENANGANAN BASE CAMP

I. RUANG LINGKUP

Prosedur ini adalah suatu prosedur tindakan penanganan dampak lingkungan hidup
yang terjadi akibat pengoperasian Base Camp pada kegiatan pembangunan jalan pada
tahap konstruksi, antara lain : pencemaran kualitas air dan tanah, pencemaran kualitas
udara /debu, keresahan dan kecemburuan sosial. Adapun kegiatan pengoperasian
Base Camp yang menimbulkan dampak adalah :

• Pengoperasian barak tenaga kerja.

• Pengoperasian Bengkel, AMP, dan Bantching Plant

• Kegiatan penyimpanan bahan material.

Penanganan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas serta kerusakan prasarana jalan
yang diakibatkan oleh pengoperasian base camp dapat dilakukan sesuai dengan
prosedur penanganan lalu lintas.

Prosedur ini dapat diterapkan pada kegiatan pengoperasian Base Camp yang berada di
satu tempat atau lebih.

Maksud dan tujuan dari penanganan base camp adalah :

• Memperkecil dan menanggulangi dampak yang dapat mengganggu dan merugikan


masyarakat atau penduduk yang berdomisili di sekitar Base Camp, yaitu timbulnya
:keresahan masyarakat dan konflik sosial.

• Terhadap dampak yang tidak mungkin untuk dihindarkan diupayakan agar


pengaruhnya tidak meluas dan dapat dibatasi pada radius yang paling sempit,
diantaranya :

 Gangguan terhadap peningkatan pencemaran udara dan kebisingan.

 Gangguan aliran air permukaan atau sistem drainase.

 Pencemaran kualitas air dan tanah.

 Gangguan estetika.

1-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

II. ACUAN NORMATIF

1. Undang-undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Undang-undang no. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

3. Peraturan Pemerintah RI Nomer 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian


Pencemaran Udara.

4. Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas


Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

5. Keppres RI Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksaaan Barang /Jasa


Pemerintah beserta seluruh perubahannya.

6. Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor: KM.14 Tahun 2006 tentang


Manajemen dan Rekayasa Lalulintas di Jalan.

7. Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 339/KPTS/M/2003


tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi.

8. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 48/MENLH/II/1996, tentang


Baku Tingkat Kebisingan

9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 49/MENLH/II/1996, tentang


Baku Tingkat Getaran.

10. Dokumen Lelang/Kontrak Pekerjaan Jalan.

III. ISTILAH DAN DEFINISI

° Base Camp adalah Suatu areal yang merupakan tempat mengendalikan kegiatan
pembangunan jalan, yang meliputi direksi kit, bengkel, AMP dan stone crusher,
barak tenaga kerja dan gudang penyimpanan serta kelengkapan sanitasi
lingkungan.

° AMP (Aspalt Mixing Plant) adalah instalasi pencampuran aspal panas.

° Stone Crusher adalah instalasi pemecah batu menjadi butiran yang dibutuhkan
sebagai bahan konstruksi jalan.

° Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi jalan


dilaksanakan.

2-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

° Peralatan Berat adalah semua alat/peralatan konstruksi dan kendaraan kerja


yang digunakan selama masa konstruksi

° Dust Collector adalah perangkat/alat penangkap/penyaring debu yang dipasang


di tempat sumber penyebar debu.

° Tumbuhan Pelindung adalah tumbuhan yang ditanam untuk menahan


penyebaran debu dan kebisingan akibat aktivitas peralatan berat seperti Stone
Crusher, AMP dan lain-lain.

° Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan


dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif
besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di luar
kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan antara
lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan lindung,
hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal, sempadan sungai atau
sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan, kawasan industri,
permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah sakit, area cagar
budaya, dan komunitas adat terpencil.

° Tomas adalah tokoh masyarakat di sekitar kegiatan pembangunan yang


berpengaruh baik formal maupun informal.

° Tokoh Formal adalah kepala pemerintahan atau ketua masyarakat setempat


seperti Lurah/Kepala Desa, Ketua RW, Ketua RT, dan Kepala Dusun.

° Tokoh Informal adalah pemuka masyarakat, adat, atau agama yang


berpengaruh di masyarakat dan secara informal diakui kepemimpinannya oleh
masyarakat di sekitar lokasi kegiatan pembangunan.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif dari kegiatan pengoperasian Base Camp adalah :

1. Terjadinya pencemaran udara oleh gas buang/debu, sebagai akibat dari kegiatan
pengoperasian bengkel, AMP, stone crusher, dan batching plant.

3-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

2. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat limbah cair dari
pengoperasian bengkel antara lain limbah olie bekas, tumpahan atau ceceran
bahan bakar dan oli, serta limbah domestik dapur dan MCK dari barak tenaga kerja.

3. Gangguan aliran air permukaan atau sistem drainase akibat timbunan bahan dan
material..

4. Terganggunya estetika lingkungan akibat sampah dari base camp.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi daerah yang potensial untuk dijadikan base camp.

2) Penentuan lokasi base camp dan fasilitas penunjangnya atas persetujuan Direksi
Pekerjaan.

3) Pengumpulan data lingkungan yang potensi terkena dampak kegiatan base


camp, meliputi :

o Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami di sekitar base
camp.

o Identifikasi kondisi kualitas air yang akan digunakan sebagai badan air
penerima limbah dari base camp.

o Identifikasi kualitas udara dan kebisingan di sekitar base camp

o Identifikasi area sensitif di sekitar base camp.

4) Identifikasi kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya (AMP, stone crusher,
dan Batching Plant, bengkel, gudang, dan barak tenaga kerja) yang berpotensi
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya.

5) Penyusunan rencana penanganan dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan


base camp dan fasilitas penunjangnya oleh kontraktor.

6) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan

7) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan dampak negatif


akibat kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya.

8) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan


jadwal pelaksanaan pekerjaan jalan, pengaturan kegiatan base camp dan fasilitas
penunjangnya).

4-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

9) Koordinasi ekternal dengan instansi/pihak yang terkait dalam penanganan base


camp (aparat pemerintah daerah setempat desa/kelurahan setempat, dan
kecamatan, serta tokoh masyarakat ).

10) Melaksanakan penanganan dampak negatif akibat kegiatan base camp dan fasilitas
penunjangnya pada tahap konstruksi.

11) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan dampak negatif


akibat kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya pada tahap konstruksi
tersebut.

12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan base camp yang dilaksanakan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun Tangan.

13) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan base camp adalah :

a. Pemilihan lokasi yang disetujui direksi pekerjaan dan jauh dari lokasi area
sensitif.

b. Perijinan lokasi dan pendekatan dengan masyarakat sekitar base camp.

c. Melengkapi base camp dengan fasilitas penunjang yang dilengkapi dengan


peralatan yang ramah lingkungan.

d. Penyediaan kelengkapan sanitasi lingkungan, untuk memelihara lingkungan


base camp bebas dari akumulasi sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah
yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

e. Pembersihan selama pelaksanaan pekerjaan pengoperasian base camp sesuai


spesifikasi tentang pembersihan selama pelaksanaan, antara lain :

 Melakukan pembersihan secara teratur untuk menjamin bahwa tempat


kerja, struktur, kantor sementara, tempat hunian dipelihara bebas dari
akumulasi sisa bahan bangunan, sampah dan kotoran lainnya yang
diakibatkan oleh operasi-operasi di tempat kerja, dan memelihara tempat
kerja dalam kondisi rapi dan bersih setiap saat.

 Menjaga agar saluran air dan sistem drainase di sekitar base camp tetap
berfungsi dan bebas dari kotoran dan bahan yang lepas.

5-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

 Mencegah terjadinya tumpahan minyak dan polusi bahan buangan yang


berasal dari kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya.

 Menyediakan drum di lapangan untuk menampung sisa bahan bangunan,


kotoran dan sampah sebelum dibuang.

 Membuang sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah di tempat yang


telah ditentukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah dan Undang-undang Pencemaran Lingkungan yang
berlaku.

 Tidak mengubur sampah atau sisa bahan bangunan di lokasi proyek tanpa
persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

 Tidak membuang limbah berbahaya, seperti cairan kimia, minyak atau


thinner cat ke dalam saluran atau sanitasi yang ada.

 Tidak membuang sisa bahan bangunan ke dalam sungai atau saluran air.

 Bilamana Kontraktor menemukan bahwa saluran drainase samping atau


bagian lain dari sistem drainase yang dipakai untuk pembuangan setiap
jenis bahan selain dari pengaliran air permukaan, baik oleh pekerja
kontraktor maupun pihak lain, maka kontraktor harus segera melaporkan
kejadian tersebut kepada Direksi Pekerjaan, dan segera mengambil
tindakan sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan untuk
mencegah terjadinya pencemaran lebih lanjut.

 Pemasangan alat penangkap debu/Dust Collector dan menjaga agar tetap


berfungsi pada pengoperasian AMP untuk mencegah dan mengurangi
penyebaran debu ke lingkungan sekitarnya.

 Penanaman pohon pelindung atau pemagaran lokasi base camp untuk


mencegah, dan mengurangi terjadinya pencemaran udara dan kebisingan
ke lingkungan sekitarnya.

 Pembinaan terhadap para pekerja agar senantiasa menjaga sanitasi


lingkungan di sekitarnya dan menjaga agar tidak terjadi konflik dengan
masyarakat di sekitarnya.

 Musyawarah dan pendekatan dengan tomas dan penduduk di sekitar


base camp untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya keresahan
masyarakat dan konflik sosial.

6-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

V. PIHAK TERKAIT

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.


• Satker Pembangunan/ Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor
• Tokoh formal masyarakat
• Tokoh informal masyarakat

VI. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Pengumpulan data :

 Data area sensitif di sekitar base camp dan fasilitas penunjangnya

 Data kualitas udara di sekitar base camp dan fasilitas penunjangnya

 Data kualitas air dan kondisi perairan atau badan air di sekitar base camp
yang menjadi badan air penerima limbah cair dari base camp.

 Data jumlah, tipe peralatan dan kendaraan yang dikelola/dilakukan


perawatan di bengkel.

2. Persiapan rencana pembuatan dan pengoperasian base camp :

 Pemilihan lokasi base camp yang jauh dari area sensitif.

 Ijin tertulis dari pemilik lahan dan atau aparat yang berwenang memberikan
pendirian base camp dan fasilitas penunjangnya

 Peta dan denah lokasi base camp dan fasilitas penunjangnya.

 Fasilitas sanitasi lingkungan yang harus tersedia di base camp.

 Jadual perawatan peralatan dan kendaraan yang dilakukan di bengkel.

 Jumlah dan jenis tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan pekerjaan jalan
dan berada di base camp selama bekerja.

 Jumlah tenaga kerja yang ditampung di barak tenaga kerja.

 Rencana penanganan sampah dan limbah cair, dan kualitas udara dari base
camp dan fasilitas penunjangnya.

7-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

 Rencana pembinaan yang dilakukan terhadap para pekerja proyek dan


masyarakat di sekitar base camp

Bagan alir prosedur penanganan base camp disajikan pada gambar 2.1. dan
Gambar 2.2. berikut :

8-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Gambar 2.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Base Camp

MULAI

Pengumpulan data :
1. Identifikasi saluran air/drainase
2. Identifikasi kualitas air dan tanah
3. Identifikasi kualitas udara dan kebisingan
4. Identifikasi area sensitif

Identifikasi pekerjaan base camp yang berpotensi


menimbulkan dampak negatif
- AMP, Stone Crusher, batching plant
- Bengkel
- Gudang/Stockpile
- Kantor dan Barak tenaga kerja

Penyusunan Rencana Penanganan Base Camp

Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Tidak
Persetujuan

Koordinasi dengan
Ya
instansi terkait

Pelaksanaan
Rencana Penanganan Base Camp

Monitoring Dan Pelaporan


Rencana Tindak Turun
Pelaksanaan Penanganan Base Camp
Tangan

Tidak
Evaluasi

Ya

SELESAI

9-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Negatif


Akibat Kegiatan Base Camp

AMP dan Gudang Kantor dan Barak


batching plant Bengkel Stock Pile Tenaga Kerja

Gas Buang Air Oli Bekas, Bahan Material Penumpukan Penanganan Sanitasi Penanganan
Debu Cucian Ceceran Oli dan Cair dan Mudah Bahan Material Tenaga Kerja
bahan Bakar Rusak Bangunan Batu,
Pasir, Aspal
Besi Beton

Penyediaan Air cucian Penanganan Internal Base Eksternal Base


Pembuatan Pembuatan Penyimpanan di MCK yang Sampah Camp Camp
Pemasangan Kolam Bangunan Tempat yang Aman Memadai Tidak
dan Penampungan Penampung Ceceran tidak Kehujanan dan Mencemari
Pengoperasian Sementara atau Oli/Bahan Bakar Tertutup Lingkungan Pembuatan Penyediaan Pembinaan Tenaga Musyawarah &
Dust Colector Saluran (Lantai dari Semen Pembuatan Sekitarnya Saluran Tempat Sampah & Kerja dgn Pendekatan
Pembuangan Plester), Penyediaan Saluran Pembuangan Pemisahan Melakukan : dengan Tokoh
Agar Tidak Tempat Drainase Agar Sampah Organik  Pengarahan Masyakat
Mencemari Penampungan Oli Aliran dan Non Organik Adat Istiadat Setempat
Lingkungan Bekas, dan dijual ke Permukaan
Segera dibersihkan Setempat
Sekitarnya pihak ketiga Lancar
bila Terjadi  Pemasangan
Penanaman Tumpahan Bahan Tata Tertib
Pohon Zat Cair yang  Teguran kpd yg
Pelindung di Pembuangan Melanggar Tata Koordinasi dgn
Mudah Terbakar
Sekitar Base Sampah Ke tertib Pihak Terkait Bila
Atau Mencemari
Camp TPS/TPA yang  Pemberian Terjadi Sesuatu
Lingkungan
telah disediakan Sangasi Bagi Yg yang Terkait dgn
atau ditunjuk oleh Melanggar Tata Keamanan &
Pemda Setempat Tertib Pengamanan

SELESAI

Gambar 2.2 : Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Kegiatan Basecamp


10-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Gambar 2.3 : Contoh Base Camp Yang Baik

11-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PROSEDUR
PENANGANAN STOCKPILE

I. RUANG LINGKUP

Prosedur penanganan stockpile ini mencakup upaya penanganan terhadap dampak


yang diakibatkan oleh pekerjaan konstruksi jalan yang membutuhkan stockpile material
bangunan, diantaranya pekerjaan tanah, pekerjaan drainase, pekerjaan struktur,
pekerjaan tiang pancang, pekerjaan lapis perkerasan, pekerjaan bangunan atas dan
bawah jembatan/ jalan layang. Material bangunan disimpan di gudang baik di base
camp maupun di lokasi pekerjaan yang sedang dilaksanakan.

Prosedur ini mencakup penanganan untuk meminimalisasi dan menanggulangi dampak


yang diakibatkan oleh pekerjaan tersebut diatas antara lain terganggunya aliran air
permukaan/drainase, terganggunya aksesibilitas penduduk, pencemaran air dan tanah,
pencemaran udara dan menurunnya estetika lingkungan.

Maksud dan tujuan penanganan stockpile ini adalah untuk mencegah dan memperkecil
dampak yang dapat mengganggu dan merugikan masyarakat/penduduk yang
berdomisili di sekitar tapak kegiatan pembangunan jalan terutama yang menjadi lokasi
stockpile.

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air


dan Pengendalian Pencemaran Air.

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran


Udara.

• Keputusan Presiden RI nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaaan Barang/


Jasa Pemerintah beserta Seluruh Perubahannya.

• Dokumen Lelang / Kontrak Pekerjaan Jalan.

3-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

III. ISTILAH DAN DEFENISI

• Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi jalan


dilaksanakan.
• Stockpile adalah sejumlah material/ bahan bangunan yang dibutuhkan dalam
kegiatan pembangunan jalan yang diletakkan atau disimpan pada suatu tempat
tertentu dan siap digunakan dalam pekerjaan konstruksi, antara lain tanah, pasir,
batu, tiang pancang, semen, aspal dan lain-lain
• Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan tanah yang ada pada
kontur awal sebelum dilakukan kegiatan konstruksi
• Aliran air permukaan adalah aliran air permukaan tanah yang ada pada kontur
awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan jalan.
• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan dan
sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif besar dan
penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.
• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di luar
kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan antara
lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan lindung,
hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitaan yang terjal, sempadan sungai
atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan, kawasan
industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah sakit, area
cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.
• Tomas adalah tokoh masyarakat di sekitar kegiatan pembangunan yang
berpengaruh baik formal maupun informal.
• Tokoh Formal adalah kepala pemerintahan atau ketua masyarakat setempat
seperti Lurah/Kepala Desa, Ketua RW, Ketua RT, dan Kepala Dusun.
• Tokoh Informal adalah pemuka masyarakat , adat, atau agama yang
berpengaruh di masyarakat dan secara informal diakui kepemimpinannya oleh
masyarakat di sekitar lokasi kegiatan pembangunan.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif akibat kegiatan stockpile pada pekerjaan jalan adalah:

1. Terganggunya aliran air permukaan/drainase sebagai akibat dari kegiatan


penimbunan atau penempatan material bangunan siap pakai terutama pada lokasi
yang terdapat saluran air atau drainase eksisting di sekitar lokasi pekerjaan.

3-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

2. Terganggunya aksesibilitas penduduk akibat material bangunan yang diletakkan di


lokasi permukiman dan menghalangi jalan akses ke rumah penduduk atau ke lokasi
permukiman penduduk di sekitarnya.

3. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat ceceran aspal atau tumpahan
bahan bakar atau minyak pelumas dari timbunan aspal dan bahan bakar atau
minyak pelumas di gudang atau lapangan.

4. Terjadinya pencemaran udara oleh debu yang tertebar ke udara ambien akibat
timbunan material tanah, pasir dan agregat yang tertiup angin pada musim
kemarau.

5. Terganggunya estetika lingkungan di sekitar permukiman akibat penumpukan


material bangunan.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi kegiatan pekerjaan jalan yang membutuhkan stockpile, serta jenis


yang dibutuhkan.

2) Identifikasi daerah yang potensial untuk dijadikan sebagai lokasi penempatan


stockpile.

3) Pengumpulan data lingkungan yang potensi terkena dampak kegiatan


penempatan stockpile, meliputi :

• Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami.

• Estetika lingkungan.

• Aksesibilitas penduduk.

• Identifikasi area sensitif di sekitar lokasi stockpile.

4) Identifikasi jenis dan volume stockpile yang berpotensi menimbulkan dampak


negatif terhadap lingkungan di sekitarnya.

5) Penyusunan rencana penanganan dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan


penempatan stockpile.

6) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan

7) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan dampak negatif


akibat kegiatan penempatan stockpile.

3-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

8) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan


jadwal pelaksanaan pekerjaan jalan, dan pengaturan jenis, jumlah/volume bahan
dan material serta jadwal kegiatan penempatan stockpile),

9) Konsultasi dengan pihak yang terkait dalam penanganan stockpile (pemilik lahan
yang akan menjadi lokasi stockpile, tokoh masyarakat serta aparat pemerintah
daerah setempat desa/kelurahan setempat, dan kecamatan.).

10) Melaksanakan rencana penanganan dampak negatif akibat kegiatan penempatan


stockpile.

11) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan dampak negatif


akibat kegiatan penempatan stockpile tersebut.

12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan stockpile yang dilaksanakan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun
Tangan.

13) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan stockpile adalah :

a. Membuat jadwal dan peta lokasi kerja pekerjaan jalan yang membutuhkan
material, sehingga pengiriman bahan/material dapat diatur sesuai kebutuhan.

b. Melakukan pengiriman bahan atau material ke lokasi kerja sesuai kebutuhan


agar tidak terjadi timbunan atau tumpukan material yang berlebihan.

c. Memberitahukan atau meminta ijin kepada penduduk yang lahan atau


tempatnya akan digunakan sebagai tempat penyimpanan atau penimbunan
bahan atau material bangunan yang digunakan dalam pekerjaan jalan.

d. Meletakkan material sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu


fungsi saluran air/drainase dan tidak mengganggu jalan masuk ke rumah
penduduk atau aksesibilitas penduduk dan lalu lintas di sekitarnya.

e. Memasang rambu atau tanda peringatan di lokasi penimbunan atau


penempatan bahan atau material (stockpile) supaya terlihat oleh pengguna
jalan agar tidak menimbulkan kecelakaan.

f. Bila diperlukan melakukan penyiraman seperlunya terhadap timbunan tanah


urugan, pasir dan agregat atau bahan lain yang potensi menghasilkan debu
pada musim kemarau.

3-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

g. Menyimpan material secara terpisah sesuai jenisnya (tidak dicampur).

h. Menyimpan bahan dan material yang berbahaya atau mudah menghasilkan


debu atau gas secara tertutup dan terlindung.

i. Menyimpan bahan bakar dan minyak pelumas ditempat yang aman untuk
mencegah agar tidak mencemari lingkungan bila terjadi kebocoran atau
tumpah.

VI. PIHAK TERKAIT

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.


• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor
• Pemerintah daerah setempat (desa/kelurahan, dan kecamatan).
• Tokoh Masyarakat

VII. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Pengumpulan data :
• Data daerah sensitif di sekitar gudang atau tempat penyimpanan bahan atau
material/Stockpile.
• Data kualitas udara di sekitar gudang atau tempat penyimpanan bahan atau
material/Stockpile.
• Data kualitas air dan kondisi perairan di sekitar gudang atau tempat
penyimpanan bahan atau material/Stockpile.
• Data dan kondisi saluran air dan drainase eksisting di sekitar gudang atau tempat
penyimpanan bahan atau material/Stockpile.
2. Persiapan rencana penyimpanan bahan atau material/Stockpile :
• Ijin secara tertulis dari pemilik lahan atau aparat pemerintahan desa setempat
yang lahan atau daerahnya akan digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan
atau material/Stockpile.
• Daftar bahan atau material yang dibutuhkan oleh pekerjaan jalan.
• Daftar dan peta lokasi kerja yang membutuhkan bahan atau material (stockpile).
• Denah base camp dan gudang penyimpanan bahan atau material serta akses
jalan dan fasilitas penunjangnya.

3-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

• Fasilitas sanitasi lingkungan dan alat pemadam kebakaran yang tersedia di


gudang atau tempat penyimpanan bahan/material/Stockpile.
• Gambar rambu atau tanda peringatan dan peta lokasi penempatan stockpile.

Bagan alir prosedur penanganan stockpile disajikan pada Gambar 3.1. dan Gambar
3.2 berikut.

3-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

MULAI

Pengumpulan data :
1. Identifikasi Saluran air dan drainase
2. Identifikasi Aksesibilitas Penduduk
3. Identifikasi Estetika Lingkungan
4. Identifikasi Daerah Sensitif

Identifikasi pekerj. yang membutuhkan Stockpile dan


berpotensi menimbulkan dampak negatif:
- Pekerjaan Tanah
- Pekerjaan Drainase
- Pekerjaan Pemancangan Tiang Pancang
- Pekerjaan Bangunan Atas dan Bawah Jembatan
- Pekerjaan Lapis Perkerasan Jalan
- Pekerjaan Bangunan Pelengkap

Penyusunan Rencana Penanganan


Stockpile

Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Tidak
Persetujuan

Koordinasi dengan instansi


Ya
terkait

Pelaksanaan Rencana Penanganan


Stockpile

Monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan Stockpile


Rencana Tindak Turun
Tangan

Tidak
Evaluasi

Ya

SELESAI

Gambar 3.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Stockpile

3-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Pelaksanaan Rencana Penanganan


Stockpile

Kegiatan konstruksi yang memerlukan


Bahan/Material

Ada lahan/
ya tempat untuk
stockpile
?

Tidak

Stockpile diletakkan di area di Menggunakan Sebagian


luar badan jalan Badan Jalan

Tidak
Mengakibatkan
Gangguan drainase
?

Pengaturan jadual kerja,


Mengakibatkan Gangguan ya Mengakibatkan kemacetan
pemasangan rambu,
drainase & kecelakaan lalu lintas
penempatan petugas
? ?
pengatur lalu lintas &
perlengkapannya
ya

Stockpile diletakkan tidak


mengganggu drainase Tidak
Kemacetan ya
lalu lintas teratasi
?
Gangguan
Tidak Tidak
Drainase teratasi
?

Pembuatan jalan sementara


untuk penambahan lajur atau
ya
pengalihan drainase sementara

Pemagaran/ penutupan lokasi kerja


& pemasangan rambu, lampu tanda
lokasi Stockpile

Selesai Lalu lintas Lancar &


Drainase Lancar

Gambar 3.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Stockpile

3-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PROSEDUR PENANGANAN
DAMPAK PENGAMBILAN MATERIAL DI QUARRY

I. RUANG LINGKUP

Material adalah material bangunan yang diperoleh dari hasil penambangan bahan
galian C berupa tanah, agregat, pasir dan batu yang digunakan untuk kegiatan
pembangunan jalan. Material diperoleh dari quarry area atau borrow pit yang dapat
dikelola oleh pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan itu sendiri atau pihak lain.
Quarry area yang dikelola oleh pemrakarsa kegiatan harus dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, antara lain tidak membahayakan kestabilan lereng yang
terbentuk, tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta melakukan
reklamasi setelah kegiatan tersebut selesai.

Lokasi quarry bisa berada di sungai, darat, maupun di gunung/bukit. Kegiatan


pengambilan material ini dapat menggunakan peralatan berat antara lain backhoe/
excavator, buldozer dan atau dengan menggunakan material peledak.

Prosedur ini mencakup prosedur atau tindakan penanganan untuk meminimilisasi dan
menanggulangi dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan pengambilan material galian
C di quarry area atau borrow pit baik yang terdapat di sungai, di darat, maupun di
gunung.

Maksud dan tujuan penanganan pengambilan material di quarry adalah :

• Meminimalisasi terjadinya penurunan (degradasi) lingkungan karena erosi dan


longsor karena terjadinya perubahan arus aliran air, maupun perubahan bentang
alam dan dampak ikutannya pada kawasan yang menjadi lokasi quarry/borrow pit.

• Meminimalisasi/mengurangi gangguan terhadap kehidupan flora dan fauna liar.

• Mencegah terjadinya kerusakan bangunanan cagar budaya/situs apabila di sekitar


lokasi tersebut terdapat bangunan cagar budaya atau situs.

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam


Hayati Dan Ekosistemnya.

4-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

• Undang-undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

• Undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air


dan Pengendalian Pencemaran Air.

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran


Udara.

• Keputusan Presiden RI nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaaan Barang


/Jasa Pemerintah beserta seluruh perubahannya.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang


Penatagunaan Tanah

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

• Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1999 tentang Penetapan Baku Mutu Udara
Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan.

• Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan


Kawasan Lindung.

• Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 49/MENLH/II/1996 tentang


Baku Tingkat Getaran.

• Dokumen Lelang/Kontrak Pekerjaan Jalan.

III. ISTILAH DAN DEFENISI

• Material adalah material bangunan galian C yang berupa agregat, tanah, pasir
dan batu yang digunakan untuk kegiatan pembangunan jalan.

• Stockpile adalah sejumlah material/bahan bangunan yang dibutuhkan dalam


kegiatan pembangunan jalan yang diletakkan atau disimpan pada suatu tempat
tertentu dan siap digunakan dalam pekerjaan konstruksi, antara lain: tanah, pasir,
batu, tiang pancang, semen, aspal dan lain-lain

• Aliran air permukaan adalah aliran air permukaan tanah yang ada pada kontur
awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan jalan

4-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan


dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif
besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan
lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitaan yang terjal, sempadan
sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan,
kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah
sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

• Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan tanah yang ada pada
lokasi kegiatan penggalian dan sekitarnya sebelum dilakukan kegiatan
penggalian.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif yang dapat terjadi akibat kegiatan pengambilan material pada
quarry adalah :

A. Pengambilan material di sungai, antara lain:

• Menurunnya stabilitas lereng serta timbulnya erosi dan longsor.

• Peningkatan sedimen pada bagian hilir lokasi penggalian di hulunya

• Terganggunya habitat biota air karena penggalian materialdi sungai

• Penurunan dasar sungai yang dapat menyebabkan kerusakan bangunan air.

B. Pengambilan material di darat

• Terbentuknya kubangan-kubangan yang membahayakan masyarakat


sekitarnya.

• Hilangnya lapisan top soil akibat dikupas untuk material..

• Rusaknya lansekap setempat terutama pada lokasi yang khas dan mempunyai
aspek estetika.

4-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

• Hilangnya vegetasi lokal, dan terganggunya habitat satwa liar akibat ditebang
atau digali.

• Pencemaran kualitas udara karena meningkatnya kadar debu di udara ambien


karena kegiatan penggalian material pada musim kemarau.

• Terganggunya aliran air permukaan atau sistem drainase eksisting terpotong


atau tertutup oleh kegiatan penggalian material.

• Gangguan terhadap cagar budaya/situs

C. Pengambilan material di gunung/bukit:

• Kebisingan akibat suara peledakan yang dapat mengganggu kenyamanan dan


menimbulkan terganggunya satwa liar yang ada di sekitarnya.

• Timbulnya getaran.akibat penggalian material dengan peledakan menggunakan


peledak, yang dapat menimbulkan keretakan batuan di sekitarnya dan dapat
mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng.

• Perubahan bentang alam dan pola penggunaan lahan yang dapat


mengakibatkan perubahan fungsi bukit tersebut sebagai penahan angin yang
bertiup kencang ke arah permukiman penduduk di sekitarnya.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi lokasi-lokasi quarry area/borrow pit sesuai dengan persyaratan


material yang dibutuhkan untuk pekerjaan jalan yang disetujui direksi pekerjaan
serta layak lingkungan.

2) Melengkapi perijinan dari instansi yang berwenang memberikan ijin untuk


melakukan pengambilan material di quarry area/borrow pit yang terpilih.

3) Pengumpulan data lingkungan yang potensi terkena dampak kegiatan


pengambilan material di quarry area/borrow pit, meliputi:

• Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami di sekitar lokasi
quarry /borrow pit.

• Identifikasi jenis batuan dan tanah yang rawan longsor di lokasi quarry/
borrow pit dan sekitarnya.

• Identifikasi kualitas udara dan kebisingan serta getaran di di lokasi quarry/


borrow pit dan sekitarnya.

4-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

• Identifikasi daerah sensitif di sekitar lokasi quarry/borrow pit.

4) Identifikasi kondisi perairan/sungai yang terpilih sebagai lokasi quarry area atau
borrow pit dan bangunan air serta bangunan lain yang berada di sekitar lokasi
tersebut serta penggunaanya oleh penduduk.

5) Identifikasi biota perairan dan habitatnya yang terdapat di sungai yang terpilih
sebagai lokasi quarry area/borrow pit.

6) Identifikasi flora dan fauna yang terdapat di lokasi quarry area atau borrow pit dan
sekitarnya terutama terhadap flora dan fauna yang endemik dan dilindungi.

7) Rencana eksploitasi material yang akan dilakukan.

8) Penyiapan jadwal dan peta kegiatan pengambilan material.

9) Pengurusan ijin eksploitasi dan koordinasi dengan pemda setempat terutama


instansi yang membidangi perihal kegiatan pertambangan material galian C serta
konsultasi dan koordinasi kepolisian jika dalam pengambilan material tersebut
menggunakan bahan peledak

10) Pemberitahuan kepada penduduk tentang kegiatan pengambilan material di


sekitar lokasi quarry area atau borrow pit lengkapi dengan jadwal dan peta
kegiatan pengambilan material.

11) Penyusunan rencana penanganan dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan
pengambilan material di quarry area atau borrow pit

12) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan.

13) Melaksanakan rencana penanganan dampak negatif akibat kegiatan pengambilan


material di quarry/borrow pit.

14) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pekerjaan jalan (untuk pengaturan jadwal
pengiriman materialdan pengaturan kegiatan pengambilan material di quarry area
atau borrow pit).

15) Koordinasi ekternal dengan instansi/pihak yang terkait dalam penanganan


kegiatan pengambilan material di quarry area/borrow pit (aparat pemerintah
daerah setempat desa/kelurahan setempat, dan kecamatan, serta tokoh
masyarakat).

16) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan dampak negatif


akibat kegiatan pengambilan material di quarry area/borrow pit tersebut.

4-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

17) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan dampak negatif akibat
kegiatan pengambilan material di quarry area/borrow pit yang dilaksanakan dinilai
tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun Tangan.

18) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

19) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan pengambilan material di
quarry/borrow pit adalah:

A. Dalam pemilihan lokasi sumber material(quarry), beberapa arahan di bawah


ini harus diperhatikan :
a) Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber materialyang sudah dibuka,
bila-mana jumlah dan mutunya memenuhi.
b) Lokasi sumber material harus dipilih dari yang dapat memberikan rasio
kapasitas produksi tertinggi (baik kuantitas maupun kualitas) dan
kehilangan sumber daya alam.
c) Lokasi sumber material yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang
sangat mudah diambil, lebih diutamakan.
d) Eksploitasi sumber material di daerah sumber daya alam yang vital harus
dihindari, seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya
maupun daerah-daerah penghasil bahan makanan dan hutan lindung
untuk burung dan hewan lainnya.
e) Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi pemilihan
lokasi sumber material di atau dekat dengan sungai. Meskipun pemilihan
lokasi sumber material di luar dasar sungai tidak memungkinkan,
sumber material yang terletak di sungai atau saluran kecil tetap tidak
boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber material di
petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai tetapi
tidak dialiri air pada kondisi air normal.
B. Penggalian di daerah sumber material hanya dilaksanakan untuk pemasokan
material kebutuhan proyek.
C. Bilamana sumber material terletak di daerah bergunung atau berbukit, atau
bilamana kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, maka
penggalian bertangga harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber material
yang telah dibentuk kembali harus mempunyai kelandaian yang tidak kurang
dari nilai rata-rata 1,3. Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan
pembaharuan sistem drainase sebagaimana juga disyaratkan dalam

4-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Spesifikasi ini, permukaan tersebut harus dilengkapi dengan lapisan rumput


dan ditanami dengan semak maupun pohon. Pemeliharaan tanaman ini
diperlukan dalam dua tahun pertama setelah penanaman.
D. Perbaikan/Rehabilitas kembali lokasi sumber material dilaksanakan dengan
kriteria berikut:
• Kegiatan rehabilitasi harus dimulai sesegera mungkin setelah pekerjaan
selesai dan kegiatan ini harus dilaksanakan bersama-sama dengan
pengambilan material berikutnya.
• Galian di lokasi sumber materialharus ditimbun kembali dengan
menggunakan material yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan
sebagaimana yang diuraikan dalam Seksi tentang pembersihan dari
spesifikasi ini dan material tidak dapat digunakan untuk
materialkonstruksi.
• Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan dengan memanfaatkan kembali
materialhumus yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan dan
pembongkaran pada lapis permukaan tanah asli (kira-kira setebal 50 cm).
Bahan humus ini ditumpuk agak landai dan ditempatkan di lokasi yang
teduh dan jauh dari lokasi pengambilan material. Tumpukan humus ini
ditutup dengan bahan organik seperti rumput atau daun. Perumputan
dengan jenis herbaceous lebih disarankan. Tumpukan humus tersebut
secara bertahap ditempatkan kembali di lokasi bekas galian pada sumber
material dan selanjutnya ditutup dengan tanaman. Rumput, semak dan
pohon dapat digunakan untuk penutupan ini.
Bilamana Kontraktor memperoleh material ini dari pemasok maka ketentuan
pada butir di atas tidak digunakan.

VI. PIHAK TERKAIT

• Dinas Pertambangan
• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.
• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor

4-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

VI. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Pengumpulan data:

° Data lokasi quarry area dan atau borrow pit yang terdapat di sekitar lokasi
kegiatan pembangunan jalan.

° Data daerah sensitif di sekitar lokasi quarry area/borrow pit.

° Data kualitas udara di sekitar lokasi quarry area/borrow pit.

° Data dan kondisi saluran air/ sistem drainase di sekitar lokasi quarry area
atau borrow pit yang berada di darat dan gunung/bukit.
° Data kondisi perairan/sungai yang terpilih sebagai lokasi quarry area atau
borrow pit dan bangunan air di sekitar lokasi tersebut serta
penggunaannya oleh penduduk.

° Biota perairan dan habitatnya yang terdapat di sungai yang terpilih sebagai
lokasi quarry area atau borrow pit.

° Data flora dan fauna yang terdapat di lokasi quarry area atau borrow pit dan
sekitarnya terutama terhadap flora dan fauna yang endemik dan dilindungi.

2. Persiapan rencana pengambilan material di quarry:

° Rencana eksploitasi material.

° Membuat jadwal dan peta kegiatan pengambilan material.

° Ijin secara tertulis dari pemilik lahan atau aparat pemerintahan desa
setempat yang lahan atau daerahnya akan digunakan sebagai tempat
pengambilan materialatau material.

° Daftar materialatau material yang dibutuhkan oleh pekerjaan jalan.

° Daftar dan peta lokasi kerja yang membutuhkan material.

° Rencana penanganan dampak di quarry area.

° Rencana rehabilitasi quarry bekas galian

Prosedur penanganan pengambilan material di quarry disajikan pada Gambar 4.1.


dan Gambar 4.2. berikut.

4-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

MULAI

Pengumpulan data :
1. Identifikasi saluran air dan sistem drainase
2. Identifikasi stabilitas tanah
3. identifikasi kualitas udara, kebisingan, dan getaran
4. Identifikasi flora dan fauna
5. Identifikasi daerah sensitif

Identifikasi pekerj. Pengambilan Material di Quarry


yang potensi menimbulkan dampak negatif
- Di Sungai
- Di Darat
- Di Pegunungan/Bukit

Penyusunan Rencana Penanganan


Dampak Pengambilan Material di Quarry

Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Tidak
Persetujuan

Koordinasi dengan
Ya instansi terkait

Pelaksanaan Rencana Penanganan


Dampak Pengambilan Material di Quarry

Monitoring dan Pelaporan Pelaksanaan Rencana Rencana Tindak


Penanganan Dampak Pengambilan Material di Turun Tangan
Quarry

Tidak
Evaluasi

Ya

SELESAI

Gambar 4.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Dampak Pengambilan Material di Quarry

4-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Pelaksanaan Rencana Penanganan


Dampak Pengambilan Bahan Material

Di Darat
Di Perairan/ Sungai

Di Gunung / Di Dataran
Bukit

Mengunakan Cara Mengunakan Mengunakan


Peledakan Peralatan Berat / Peralatan Berat /
Manual Manual
Terganggunya Terganggunya /
Stabilitas Lereng / Rusaknya Habitat
Keamanan Getaran Terganggunya Tebing Sungai Biota Perairan
Stabilitas Lereng Dasar Sungai
Terganggunya Terjadinya Lobang-
Saluran Alami lobang Besar Bekas
Kecelakaan Kerja Terganggunya Sistem Drainase Galian
Dan Masyarakat Stabilitas Lereng
Erosi / Longsor Terganggunya
Sekitarnya
Pelasanaan Galian Kerusakan Keberadaan Biota
Memperhatikan Pengalihan Kecelakaan Bangunan di Perairan
Sudut Geser Dalam Saluran / Sodetan Masyarakat / Sekitar Lokasi
- Pemberitahuan
Terganggunya Sumber Habitat
Pemasangan
Bangunan, Batuan / Vektor Penyakit
Rambu / Tanda
Adanya Kegiatan Cagar Budaya yang
Galian dengan Khas, Longsor
- Reklamasi; Pemasangan Pemilihan Lokasi
Peledakan Bronjong / yang Aman dan
- Pemasangan
- Prosedur Bangunan Penguat Tidak Terdapat Biota
Tanda / Rambu
Peledakan sesuai Tebing Perairan yang
Koordinasi dengan - Pemagaran
dengan Endemik dan
Instansi Terkait - Pemberitahuan
tatalaksana yang Dilindungi
dan
berlaku
- Pemerliharaan
Ikan
SELESAI

4-10
Gambar 4.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Pengambilan Material di Quarry 4-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PROSEDUR
PENANGANAN LIMBAH

I. RUANG LINGKUP

Limbah adalah suatu zat, unsur, bahan, atau material yang tidak dimanfaatkan lagi
dalam suatu proses produksi atau kegiatan pembangunan jalan baik berupa zat
cair, gas dan debu maupun zat padat yang harus dibuang ke luar dari lokasi
kegiatan. Limbah tersebut dapat berupa debu dan gas buang, limbah cair, limbah
padat serta benda-benda hasil kegiatan pekerjaan pembersihan lahan dan
pembersihan akhir. Limbah cair dapat berasal dari kegiatan di base camp baik dari
bengkel, gudang maupun dari barak tenaga kerja. Limbah cair dari bengkel berupa
oli bekas, minyak bekas bahan pencuci mesin peralatan atau kendaraan, ceceran
bahan bakar dan minyak pelumas, serta air bekas cucian. Sedangkan dari barak
tenaga kerja berupa air kotor dan limbah MCK. Dari gudang berupa tumpahan atau
ceceran bahan bakar, material cair, dan minyak pelumas. Dari AMP berupa ceceran
dan sisa aspal cair (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak
pemanas. Limbah padat dapat berupa tanah hasil pembersihan lahan berupa tanah
dan puing, material bekas bangunan dan tumbuhan, serta dari pekerjaan tanah
(limbah galian) berupa tanah yang tidak memenuhi persyaratan teknis untuk
pekerjaan jalan, di samping limbah sampah dari barak tenaga kerja. Debu dan gas
buang berasal dari pengoperasian AMP, batching plant dan stone crusher, serta
pengoperasian peralatan dan kendaraan.

Prosedur penanganan limbah merupakan kegiatan untuk meminimalisasi dan


menanggulangi dampak yang terjadi akibat pembuangan limbah tersebut di atas ke
lingkungan dari pekerjaan jalan pada tahap konstruksi. Untuk penanganan limbah
yang berasal dari pengoperasian base camp dapat mengikuti prosedur
penganganan base camp, sedangkan untuk penanganan dampak terhadap sub
komponen lalu lintas akibat kegiatan transportasi pembuangan limbah dilakukan
sesuai dengan prosedur penanganan lalu lintas.

Maksud dan tujuan dari penanganan limbah adalah:

• Mencegah dan mengendalikan agar tidak terjadi gangguan pada sistem


drainase dan aliran permukaan di sekitar kegiatan lokasi pembuangan limbah

5-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

padat dari base camp, hasil pembersihan dan penyiapan lahan serta limbah
galian.

• Meminimalisir pencemaran air dan tanah akibat limbah cair dari pekerjaan jalan.

• Mencegah dan menanggulangi timbulnya keresahan masyarakat akibat


menurunnya estetika dan terganggunya kenyamanan di lingkungannya sekitar
pekerjaan jalan akibat limbah dari kegiatan pekerjaan jalan diantaranya
pekerjaan pembersihan lahan dan pembersihan akhir, serta pekerjaan tanah.

II. ACUAN NORMATIF

1. Undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

2. Undang-undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

3. Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

4. Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam


Hayati Dan Ekosistemnya.

5. Peraturan Pemerintah RI Nomer 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian


Pencemaran Udara.

6. Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air


dan Pengendalian Pencemaran Air.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang


Penatagunaan Tanah.

8. Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air


dan Pengendalian Pencemaran Air.

9. Dokumen Lelang/Kontrak Pekerjaan jalan.

III. ISTILAH DAN DEFINISI

• Base Camp adalah Suatu areal yang merupakan tempat mengendalikan kegiatan
pembangunan jalan, yang meliputi direksi kit, bengkel, AMP dan stone crusher,
barak tenaga kerja dan gudang penyimpanan serta kelengkapan sanitasi
lingkungan.

5-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

• AMP (Aspalt Mixing Plant) adalah instalasi pencampuran aspal panas.

• Stone Crusher adalah instalasi pemecah batu menjadi butiran yang dibutuhkan
sebagai bahan konstruksi jalan.

• Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi jalan


dilaksanakan.

• Peralatan Berat adalah semua alat/peralatan konstruksi dan kendaraan kerja


yang digunakan selama masa konstruksi.

• Dust Collector adalah perangkat /alat penangkap/penyaring debu yang


dipasang di tempat sumber penyebar debu.

• Tumbuhan Pelindung adalah tumbuhan yang ditanam untuk menahan


penyebaran debu dan kebisingan akibat aktivitas peralatan berat seperti Stone
Crusher, AMP dan lain-lain.

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan


dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif
besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan
lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal, sempadan
sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan,
kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah
sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

• Limbah adalah suatu zat, unsur, bahan, atau material yang tidak dimanfaatkan
lagi dalam suatu proses produksi atau kegiatan pembangunan jalan baik berupa
zat cair (minyak, pelumas dan air limbah domestik ), gas dan debu maupun zat
padat (sisa beton, sisa campuran aspal dan lain-lain).

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif limbah dari pekerjaan jalan adalah:

5-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

1. Terjadinya pencemaran udara oleh gas buang/debu, sebagai akibat dari kegiatan
pengoperasian bengkel, AMP, stone crusher, dan batching plant.

2. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat pembuangan limbah cair dari
pengoperasian bengkel antara lain olie bekas, tumpahan atau ceceran bahan bakar
dan oli, minyak bekas cucian peralatan dan mesin, serta limbah cair dari dapur dan
MCK barak tenaga kerja.

3. Gangguan aliran air permukaan atau sistem drainase akibat pembuangan limbah
padat berupa tanah dari hasil pembersihan lahan dan limbah galian, limbah puing
dari bongkaran bangunan pada pekerjaan pembersihan lahan, serta sampah dari
base camp dan lokasi kerja.

4. Terganggunya estetika lingkungan akibat sampah dari base camp lokasi kerja serta
limbah hasil pembersihan lahan dan pembersihan akhir berupa tumbuhan, puing-
puing dan material bekas bongkaran bangunan, serta limbah galian berupa
timbunan tanah yang tidak terpakai dari pekerjaan tanah (galian).

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi daerah yang dapat dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah.

2) Penentuan lokasi tempat pembuangan limbah atas persetujuan Direksi


Pekerjaan.

3) Pengumpulan data lingkungan yang potensi terkena dampak limbah dari


kegiatan pekerjaan jalan, meliputi :

• Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami di lokasi


pembuangan limbah padat dan limbah cair dan sekitarnya.

• Identifikasi kondisi kualitas air yang akan digunakan sebagai badan air
penerima limbah cair dari pekerjaan jalan.

• Identifikasi kualitas udara di sekitar kegiatan pekerjaan jalan yang


menghasilkan limbah debu dan gas.

• Identifikasi daerah sensitif di sekitar lokasi kegiatan pembuangan limbah.

5-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4) Identifikasi kegiatan pekerjaan konstruksi jalan yang menghasilkan limbah yang


harus dibuag ke luar Rumija atau lokasi base camp dan fasilitas penunjangnya
(AMP, stone crusher, dan Batching Plant, bengkel, gudang, dan barak tenaga
kerja).

5) Penyusunan rencana penanganan limbah yang diakibatkan oleh kegiatan


pekerjaan jalan pada tahap konstruksi baik di lokasi base camp maupun di lokasi
pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan.

6) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan


limbah yang akan dilakukan akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

7) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan limbah dari


pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

8) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan


jadwal pelaksanaan pekerjaan jalan, pengaturan kegiatan penanganan limbah),

9) Konsultasi dan ijin dari instansi/pihak yang terkait. (aparat pemerintah daerah
setempat desa/kelurahan, dan kecamatan, serta tokoh masyarakat setempat,
Dinas Kebersihan, Dinas Lingkungan Hidup/BPLHD) dalam penanganan limbah
yang akan dibuang ke luar lokasi Rumija.

10) Melaksanakan rencana penanganan limbah akibat pekerjaan jalan pada tahap
konstruksi.

11) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan dampak negatif


akibat kegiatan pembuangan limbah ke lingkungan dari pekerjaan jalan pada
tahap konstruksi tersebut.

12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan limbah yang dilaksanakan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun
Tangan.

13) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan penanganan limbah
adalah:

a. Selama pelaksanaan pekerjaan, kontraktor harus menjamin, bahwa


perkerasan jalan, bahu jalan dan lokasi yang berdekatan dengan Ruang
Manfaat Jalan harus dijaga agar bebas dari bahan yang digunakan dalam

5-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

pelaksanaan pekerjaan konstruksi, kotoran dan bahan yang tidak terpakai


yang dapat mengganggu atau membahayakan lalu lintas yang lewat atau
dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

b. Selama periode pelaksanaan pekerjaan, Kontraktor harus memelihara lokasi


pekerjaan bebas dari akumulasi sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah,
yang diakibatkan oleh operasi pelaksanaan konstruksi.

c. Pada saat selesainya pekerjaan konstruksi, semua sisa bahan bangunan dan
bahan-bahan tak terpakai, sampah, perlengkapan, peralatan dan mesin-
mesin harus disingkirkan, seluruh permukaan yang tampak harus dibersihkan
dan lokasi jalan yang selesai dikerjakan ditinggal dalam kondisi siap pakai
dan diterima oleh Direksi Pekerjaan.

d. Bilamana terdapat bahan yang hendak dibuang di luar RUMIJA, maka


Kontraktor harus mendapatkan ijin tertulis dari pemilik tanah dimana bahan
buangan tersebut akan ditempatkan, dan ijin tersebut harus ditembuskan
kepada Direksi Pekerjaan bersama dengan permohonan (request) untuk
pelaksanaan.

e. Kontraktor harus menjamin sistem drainase terpelihara dan bebas dari


kotoran dan bahan yang lepas serta berfungsi setiap saat.

f. Permukaan yang menghasilkan sejumlah debu di atmosfer akibat kegiatan


pekerjaan harus dibasahi secara teratur.

g. Kontraktor harus menyediakan drum di lapangan untuk menampung sisa


bahan bangunan, kotoran dan sampah secara terpisah antara sampah
organik dan anorganik sebelum dibuang.

h. Kontraktor harus membuang sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah di


tempat yang telah ditentukan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan
baik yang dikeluarkan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
Setempat.

i. Kontraktor tidak diperkenankan mengubur sampah atau sisa bahan


bangunan di lokasi proyek tanpa persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

j. Kontraktor tidak diperkenankan membuang limbah berbahaya, seperti cairan


kimia, minyak atau thinner, cat ke dalam saluran atau sanitasi yang ada.

5-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

k. Kontraktor tidak diperkenankan membuang sisa bahan bangunan ke dalam


sungai atau saluran air.

l. Bilamana Kontraktor menemukan saluran drainase samping atau bagian lain


dari sistem drainase yang dipakai untuk pembuangan bahan baik oleh
pekerja Kontraktor maupun pihak lain, maka Kontraktor harus segera
melaporkan kejadian tersebut kepada Direksi Pekerjaan, dan segera
mengambil tindakan sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan untuk
mencegah terjadinya pencemaran lebih lanjut.

m. Penanganan limbah yang berasal dari kegiatan pengoperasian base camp


dilakukan sesuai prosedur penanganan base camp.

n. Bahan aspal (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak
pemanas tidak boleh dibuang ke dalam saluran air ataupun dibuang diatas
tanah yang dapat mencemari wilayah sekitarnya.

o. Seluruh bahan hasil galian harus dibuang di lokasi yang ditunjukkan oleh Direksi
Pekerjaan dan diratakan oleh Kontraktor sedemikian rupa, sehingga dapat
mencegah setiap dampak lingkungan yang mungkin terjadi.

p. Bahan yang tertinggal di daerah aliran sungai akibat pembuatan pondasi atau
akibat galian lainnya, atau akibat penempatan cofferdam harus dibuang selu-
ruhnya setelah pekerjaan selesai.

q. Setiap bahan galian yang melebihi kebutuhan timbunan, atau tiap bahan
galian yang tidak disetujui oleh Direksi Pekerjaan untuk digunakan sebagai
bahan timbunan, harus dibuang dan diratakan oleh Kontraktor di luar RUMIJA
seperti yang diperintahkan Direksi Pekerjaan.

r. Setiap bahan galian harus dibuang seluruhnya setelah pekerjaan berakhir


sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu saluran air eksisting.

s. Bahan aspal tidak boleh dibuang sembarangan kecuali ke tempat yang


disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

t. Perijinan lokasi dan pendekatan dengan masyarakat sekitar kegiatan yang


menghasilkan limbah dan lokasi pembuangan limbah harus dilakukan.

u. Penyediaan kelengkapan sanitasi lingkungan antara lain MCK, tempat


sampah yang dapat menampung secara terpisah antara limbah anorganik

5-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

dan limbah organik, TPS yang memadai untuk memelihara lingkungan


pekerjaan jalan bebas dari akumulasi sisa bahan bangunan, kotoran dan
sampah yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

v. Untuk mencegah dan menanggulangi dampak terganggunya sistem drainase


dan aliran permukaan akibat pembuangan limbah, langkah yang dapat
dilakukan pada penangan limbah adalah :

• Mencegah tercecernya limbah material di jalan, jika material dibuang ke


tempat lain dengan menutup bak kendaraan pengangkut limbah.

• Menyiapkan tenaga pembersihan jalan dari ceceran tanah atau limbah


yang diangkut.

• Melindungi dinding permukaan tanah dengan sheet pile untuk mencegah


longsor pada tumpukan material yang dibuang.

• Melakukan pemisahan antara sisa bangunan yang bisa di daur ulang atau
dimanfaatkan kembali baik oleh kegiatan itu sendiri maupun masyarakat
sekitar dengan material yang tidak bisa dimanfaatkan kembali atau
dibuang.

• Memilih lokasi Pembuangan yang tidak mengganggu kenyamanan, tidak


mengganggu kualitas air tanah dan tidak mengganggu kegiatan
masyarakat

• Melakukan konsultasi dengan pemerintah daerah setempat dalam memilih


lokasi pembuangan limbah tanah galian agar sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat sebagai tempat
atau lokasi pembuangan limbah (disposal area).

VI. PIHAK TERKAIT

• BPLHD/ Kantor Lingkungan Hidup Setempat


• Pemda Kelurahan dan Kecamatan Setempat
• Pemrakarsa Pembangunan
• Satker Pembangunan / Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor

5-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

VII. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Pengumpulan data :

• Data area sensitif di sekitar lokasi penanganan limbah

• Data lokasi tempat penanganan limbah/disposal area yang jauh dari area
sensitif lengkap dengan peta lokasi.

• Data jumlah dan jenis limbah yang di buang ke lingkungan.

• Data fasilitas sanitasi lingkungan yang harus tersedia di lokasi pekerjaan


jalan.

• Data kualitas air dan kondisi perairan atau badan air penerima limbah

2. Persiapan kegiatan penanganan limbah:

• Ijin tertulis dari pemilik lahan dan atau aparat yang berwenang memberikan
ijin pembuangan limbah ke suatu tempat.

• Jadual kegiatan pembuangan limbah.

• Rencana penanganan limbah yang akan dilakukan.

Bagan alir prosedur penanganan limbah disajikan pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2.
berikut.

5-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Pengumpulan data :
1. Identifikasi saluran air/drainase
2. Identifikasi kualitas air dan tanah
3. Identifikasi kualitas udara dan estetika
4. Identifikasi area sensitif

Identifikasi pekerjaan struktur jalan sejak tahap


persiapan hingga pelaksanaan konstruksi yang
membuang limbah ke lingkungan dan berpotensi
menimbulkan dampak negatif

Penyusunan Rencana Penanganan Limbah

Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Tidak
Persetujuan

Koordinasi dengan
Ya instansi terkait

Pelaksanaan
Rencana Penanganangan Limbah

Monitoring Dan Pelaporan Rencana Tindak


Pelaksanaan Penanganan Limbah Turun Tangan

Tidak
Evaluasi

Ya

SELESAI

Gambar 5.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Limbah


MULAI

5-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Pelaksanaan Penanganan Limbah


Dari Pekerjaan Jalan

Penanganan Penanganan Penanganan Sampah Penanganan


Limbah Padat Limbah Cair Dapur dan Kantor Limbah Gas / Debu

- Puing bangunan beton, - Oli bekas - Limbah air kotor


besi, bata - Minyak bekas cucian dapur - Penyediaan tempat - Pemasangan dan
- Aspal, pasir, batu alat/mesin Limbah MCK
- sampah secara pengoperasian alat
- Tanah, top soil - Sisa bahan cair (tiner terpisah antara penangkap debu (Dust
- Timbunan/vegetasi cat, dll) sampah organik dan Collector) di lokasi
- Ceceran bahan anorganik. basecamp.
bakar/oli - Penyediaan TPS untuk - Penanaman dan
sampah organik. Pemeliharaan
- Ditampung di tempat Kerjasama dengan tanaman di sekeliling
- Dijual/kerjasama dengan - Pembuatan lantai dari tertentu dan dibuang ke
-
pihak yang pihak lain / dijual basecamp dengan
plesteran dan tempat pembuangan
membutuhkan/ bersedia untuk limbah jenis jenis yang dapat
dilengkapi dengan bak yang tersedia dan
menampung limbah plastik atau yang menyerap debu dan
penampung ceceran ditentukan oleh pemda
padat yang ada. punya nilai ekonomi. gas buang.
oli/minyak. setempat dan disetujui
Dimanfaatkan untuk - Pembuangan ke TPA - Penyiraman pada
- - Penyediaan tanki/drum Direksi Pekerjaan.
kegiatan/pekerjaan lain yang telah tersedia di lokasi yang
pengumpul oli bekas - Pembuatan Septic Tank
seperti lansekap lokasi terdekat. menimbulkan debu
- Dijual ke pihak lain dan atau saluran
Dibuang di tempat yang - Ditimbun untuk pada musim kemarau.
- - Dibuang di tempat pembuang yang
telah ditentukan oleh limbah organik di
yang telah ditentukan memadai.
pemda setempat serta tempat yang diijinkan
oleh pemda setempat
disetujui Direksi dan disetujui Direksi
serta disetujui Direksi
Pekerjaan. Pekerjaan.
Pekerjaan.

Selesai

Gambar 5.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Limbah


5-11

5-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PROSEDUR PENANGANAN
EROSI DAN SEDIMENTASI

I. RUANG LINGKUP

Prosedur ini mencakup upaya penanganan terhadap dampak erosi dan sedimentasi
yang diakibatkan oleh pekerjaan konstruksi jalan yaitu pekerjaan pembersihan dan
penyiapan lahan dan pekerjaan tanah (pekerjaan timbunan dan galian). Pekerjaan
pembersihan dan penyiapan lahan akan menyebabkan terbukanya lahan dan
terganggunya stabilitas lereng, sehingga jika hujan turun dapat menimbulkan erosi
dan longsor. Demikian halnya dengan pekerjaan timbunan dan galian yang dilakukan
di sepanjang trase jalan dalam pembentukan alinyemen jalan juga dapat
menimbulkan erosi dan longsor apabila dilakukan tanpa prosedur teknik yang sudah
baku. Sedang pekerjaan galian yang dilakukan pada pekerjaan drainase dan
pengambilan bahan di quarry juga dapat mengakibatkan erosi dan longsor jika tidak
memperhatikan kondisi stabilitas lereng dan jenis tanah yang digali.
Dampak selanjutnya dari erosi yang terjadi akan menimbulkan penurunan kualitas air
(meningkatnya parameter kekeruhan) karena material tanah yang terhanyut ke badan
air sungai dan saluran drainase dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi di sungai
dan saluran drainase. Hal ini apabila terjadi terus, maka lama kelamaan akan
menyebabkan pendangkalan sungai dan saluran drainase, serta menimbulkan
berkurangnya kapasitas pengaliran dari sungai dan saluran drainase yang pada
gilirannya dapat mengakibatkan terjadinya banjir.
Maksud dan tujuan prosedur penanganan erosi dan sedimentas ini adalah :

• Mencegah, menanggulangi dan memperkecil terjadinya dampak erosi dan


sedimentasi akibat pekerjaan jalan.

• Memperkecil dampak yang dapat mengganggu dan merugikan masyarakat atau


penduduk di sekitar lokasi kegiatan pembangunan jalan yang diakibatkan oleh
dampak erosi dan sedimentasi beserta dampak turunannya.

• Terhadap dampak yang tidak mungkin untuk dihindarkan diupayakan agar


pengaruhnya tidak meluas dan dapat dibatasi pada radius yang paling sempit.

6-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam


Hayati Dan Ekosistemnya.,

• Undang-Undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

• Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 Tahun 1990 tentang


Pengelolaan kawasan Lindung.

• Pedoman Nomor 033/T/BM/1996 tentang Tata Cara Perencanaan Lansekap


Jalan

• Pedoman Nomor 035/T/BM/1999 tentang Pedoman Penataan Tanaman Untuk


Jalan

• Dokumen Lelang / Kontrak Pekerjaan Jalan.

III. ISTILAH DAN DEFINISI

• Sudut geser dalam yang dimaksud adalah hasil penyelidikan tanah dan tes di
laboratorium yang menunjukkan sudut geser yang terbentuk saat tes tekanan
triaksial, dan berhubungan dengan sudut kemiringan maksimal yang dapat
dilakukan dilapangan

• Pipa buangan air rembesan yang dimaksud adalah pipa yang ditempatkan
pada tanah timbunan untuk mengalirkan air tanah agar tidak mengurangi daya
dukung tanah di atas nya

• Galian bertangga yang dimaksud adalah metoda penggalian dan timbunan


dengan pembuatan teras horisontal (terasering) setiap ketinggian timbunan
atau galian tertentu, untuk meningkatkan stabilitas lereng galian atau timbunan
tersebut.

• Aliran air permukaan adalah aliran air permukaan tanah yang ada pada kontur
awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan jalan

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan


dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif
besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

6-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan
(hutan lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal,
sempadan sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan
pekuburan, kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat
ibadah, rumah sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

• Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan tanah pada lokasi


kegiatan pekerjaan jalan dan sekitarnya sebelum dilakukan kegiatan penggalian.

• Tanaman yang dimaksud meliputi rerumputan dan tanaman bambu, dan bilamana
diperkenankan oleh Direksi Pekerjaan, dapat meliputi tanaman jenis lain yang
mampu memberikan stabilitas yang efektif pada lereng yang memerlukan
stabilisasi.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif erosi dan sedimentasi yang dapat terjadi akibat kegiatan
pembersihan dan penyiapan lahan serta pekerjaan tanah (timbunan dan galian).

Pekerjaan pembersihan lahan dan penyiapan lahan yang dilakukan di sepanjang trase
jalan dapat menyebabkan terbukanya lahan sedemikian rupa yang dapat
menimbulkan erosi dan terganggunya stabilitas lereng. Air hujan yang jatuh akan
mengenai langsung butiran tanah dan mengakibatkan lepasnya ikatan dari butiran-
butiran penyusun tanah, sehingga butiran tersebut mudah larut terbawa air hujan
yang mengalir di atas permukaan tanah (run off) dan selanjutnya akan mengendap di
tempat rendah, yang pada akhirnya akan masuk dan mengendap di saluran alami
dan atau saluran drainase yang ada di sekitarnya. Kondisi ini lama kelamaan akan
membentuk sedimentasi yang dapat mengakibatkan pendangkalan dan menurunkan
kapasitas pengaliran dari sungai dan saluran drainase. Terganggunya stabilitas lereng
dapat terjadi akibat pekerjaan pembukan lahan yang menebang atau membabat
vegetasi dan pepohonan yang tumbuh di lereng yang dapat merusak atau
membongkar perakaran dari vegetasi yang sebelumnya berfungsi memperkuat lereng
tersebut.

Pekerjaan tanah (galian dan timbunan) juga dapat mengakibatkan dampak erosi dan
sedimentasi. Pekerjaan galian yang berpotensi menimbulkan erosi terjadi terutama
yang dilakukan di daerah perbukitan dengan kelerengan yang tinggi/terjal. Sedang

6-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

untuk pekerjaan timbunan, erosi dapat terjadi akibat kurang sempurnanya kegiatan
penimbunan dan pemadatan yang dilakukan, di samping kondisi cuaca. Penimbunan
yang terlalu tinggi yang tidak dilakukan sesuai metode penimbunan yang baku dapat
mengakibatkan rawan erosi dan longsor.

Dampak erosi dan sedimentasi juga dapat terjadi akibat pengambilan bahan (galian)
namun hal ini tidak dibahas pada prosedur ini melainkan telah di bahas pada prosedur
penanganan dampak pengambilan material di quarry.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1. Pengumpulan data lingkungan yang diperkirakan terkena dampak erosi dan


sedimentasi akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi, meliputi :

• Identifikasi kondisi tanah dan struktur geologi tanah di lokasi kegiatan


pembersihan lahan, dan pekerjaan tanah.

• Identifikasi kondisi saluran alami dan sistem drainase yang ada.

• Identifikasi kondisi topografi dan kelerengan lahan yang dibuka atau dilakukan
pekerjaan tanah.

• Identifikasi iklim dan cuaca.

• Identifikasi daerah sensitif.

2. Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif erosi dan
sedimentasi antara lain pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan, serta
pekerjaan tanah (timbunan dan galian).

3. Penyusunan rencana penanganan dampak erosi dan sedimentasi.

4. Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan dan pihak terkait.

5. Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang Rencana penanganan dampak erosi dan
sedimentasi

6. Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan


jadwal pelaksanaan pekerjaan terutama yang berpotensi menimbulkan dampak
erosi dan sedimentasi

7. Melaksanakan rencana penanganan dampak erosi dan sedimentasi akibat


pekerjaan jalan pada tahap konstruksi

6-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

8. Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan rencana penanganan erosi dan


sedimentasi dari pekerjaan jalan pada tahap konstruksi

9. Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan erosi dan sedimentasi yang
dilaksanakan dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak
Turun Tangan.

10. Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

11. Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan adalah:

A. Pelaksanaan Pekerjaan Pembersihan dan Penyiapan Lahan

1) Pembersihan dan pembongkaran lahan dilakukan hanya pada daerah yang


diperlukan untuk pekerjaan jalan saja

2) Pembabatan tanaman selama kegiatan pembersihan lahan harus


ditindaklanjuti dengan penanaman kembali sedemikian rupa hingga
mendekati kondisi sebelum pembabatan

3) Tidak melakukan penebangan pohon bilamana kestabilan lereng lama


menjadi terganggu

4) Rehabilitasi lahan pada daerah yang rusak akibat pekerjaan jalan


diantaranya pada lokasi-lokasi pemotongan tebing, timbunan dan saluran
dengan penanaman vegetasi/tanaman yang jenisnya sesuai dengan kondisi
tanah dan iklim setempat.

5) Bila memungkinkan dapat melibatkan penduduk lokal setempat untuk


menyediakan material dan bibit tanaman untuk melakukan penanaman
tanaman serta pemeliharaannya.

6) Pelaksanaan pekerjaan perkerasan harus mengatur penyiapan tanah dasar


dan penempatan bahan perkerasan menyusul satu dengan lainnya dalam
jangka waktu yang rapat.

7) Sesegera mungkin dilanjutkan pekerjaan berikutnya agar tanah terbuka


semakin berkurang

B. Pelaksanaan Pekerjaan Tanah

1) Sebelum dimulai pekerjaan tanah, dilakukan inventarisasi keberadaan


saluran irigasi dan alur-alur drainase alamiah, mencakup lokasi, perkiraan
debit, sifat-sifat tanah di sekitarnya dan kontinyuitas aliran dan lain

6-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

sebagainya, serta menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan gambar detail


penampang melintang yang menunjukkan elevasi tanah asli sebelum
penggalian dilaksanakan.

2) Selama pelaksanaan pekerjaan galian, lereng sementara yang stabil dan


mampu menahan pekerjaan, struktur atau mesin di sekitarnya, harus
dipertahankan sepanjang waktu, penyokong (shoring) dan pengaku
(bacing) yang memadai harus dipasang bilamana permukaan lereng galian
mungkin tidak stabil. Bilamana diperlukan, kontraktor harus menyokong
atau mendukung struktur di sekitarnya, yang jika tidak dilaksanakan dapat
menjadi tidak stabil atau rusak oleh pekerjaan galian tersebut.

3) Untuk menjaga stabilitas lereng galian dan keamanan pekerja, maka galian
tanah yang lebih dari 5 meter harus dibuat bertangga dengan teras
selebar 1 meter atau sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan

4) Peralatan berat untuk pemindahan tanah atau keperluan lainnya tidak


diijinkan berada atau beroperasi lebih dekat 1,5 meter dari tepi galian parit
untuk gorong-gorong pipa atau galian pondasi untuk struktur.

5) Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan elevasi


yang ditentukan dalam gambar atau ditunjukkan oleh Direksi Pekerjaan.

6) Melakukan penyempurnaan kemiringan lereng sedemikian rupa, sehingga


lereng menjadi lebih landai (lihat Gambar 6.3).

7) Peledakan sebagai cara pembongkaran batu atau galian pada lapisan keras
yang sukar dibongkar hanya boleh digunakan jika menurut pendapat
Direksi Pekerjaan, tidak praktis menggunakan alat bertekanan udara atau
suatu penggaru (ripper) hidrolis berkuku tunggal. Direksi Pekerjaan dapat
melarang peledakan dan memerintahkan untuk menggali batu dengan cara
yang lain jika, menurut pendapatnya, peledakan tersebut berbahaya bagi
manusia atau struktur di sekitarnya, atau bilamana dirasa kurang cermat
dalam pelaksanaannya.

8) Restorasi lereng galian atau timbunan yang tidak stabil harus dilaksanakan
sesuai dengan perintah Direksi Pekerjaan. Pekerjaan yang harus dikerjakan
sepenuhnya meliputi penggalian pada bahan yang tidak stabil,
penghamparan bahan timbunan pilihan untuk membentuk lereng timbunan
yang stabil, pelaksanaan pasangan batu dengan mortar pada kaki lereng
atau tembok penahan.

6-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

9) Pelaksanaan pekerjaan timbunan mengikuti prosedur dan persyaratan dalam


spesifikasi ini, baik dalam hal pemilihan bahan timbunan, teknik
penghamparan dan pemadatan timbunan atau sesuai yang diperintahkan
atau disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

10) Bilamana penggalian atau penggantian bahan yang tidak stabil telah
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, semua bahan yang tidak stabil harus
dibuang. Permukaan lereng timbunan yang terekspos dan masih utuh harus
dibuat bertangga. Perhatian khusus harus diberikan pada lereng galian
maupun timbunan untuk menjamin, bahwa kaki timbunan cukup stabil dan
mempunyai drainase yang baik. Penimbunan kembali pada suatu lereng
harus dimulai dari kaki lereng dan harus dikerjakan dalam lapisan-lapisan
horisontal yang masing-masing harus dipadatkan sampai memenuhi standar
yang disyaratkan dari spesifikasi ini. Drainase bawah permukaan harus
disediakan di lokasi yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

11) Dengan mengikuti gambar yang sudah dibuat, ditentukan lokasi-lokasi


yang perlu mendapatkan prioritas pelaksanaan pekerjaan drainase
sebelum pekerjaan tanah dimulai.

12) Diusahakan semaksimal mungkin untuk tidak menutup alur drainase


alamiah meskipun debit aliran yang ada sangat kecil. Salah satu cara
adalah membuat isolasi pada alur yang ada sebelum drainase dibuat dan
berfungsi effektif, misalnya dengan membuat cofferdam.

13) Drainase bawah permukaan (pipa rembesan) harus disediakan di lokasi yang
berpotensi terjadi rembesan air tanah atau yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan.

14) Lereng timbunan atau galian yang telah selesai dikerjakan harus dilindungi
dengan tanaman atau bilamana timbunan itu tidak begitu stabil atau
bilamana erosi yang cukup besar diperkirakan akan terjadi, maka
pemasangan batu-batu (stone pitching) atau bentuk pelindung lereng
lainnya harus dipasang.

15) Pembuatan drainase harus menjamin kelancaran untuk mengalirkan air


terutama pada waktu banjir sebelum pekerjaan galian dan timbunan
dimulai.

6-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

16) Pembuatan drainase sementara, terutama saluran pengelak dan


pengendali erosi yang akan membelokan limpasan dari daerah kerja dan
area yang tidak menggunakan perlindungan.

17) Pembuatan saluran drainase sementara ke saluran drainase alami yang


ada agar aliran yang terjadi tidak sempat merusak permukaan tanah untuk
badan jalan yang masih terbuka.

18) Pembuatan sistem drainase dengan dilengkapi bak penampung


lumpur/sedimen.

19) Sesegera mungkin melaksanakan pekerjaan gorong-gorong, tembok


kepala dan struktur minor lainnya dibawah elevasi tanah dasar atau
permukaan jalan.

20) Melaksanakan perlindungan lahan galian maupun lahan timbunan dengan


jenis tanaman yang berfungsi sebagai konsenvasi tanah dan lahan
misalnya dengan rumput/gebalan rumput dan tanaman lainnya yang
fungsinya sama.

21) Pelaksanaan penanaman rumput (sodding) dan dikombinasikan dengan


terrain alamiah. Contoh gambar teknik gabungan untuk perlindungan
lereng dengan tanaman dapat dilihat pada gambar.

22) Pelaksanaan galian dan timbunan pada daerah alur sungai atau area
terbatas dengan cara pembuatan turap, cofferdam, tembok penahan,
bronjong kawat, penanaman tanaman ekosistem tepi sungai dan cara cara
lainnya untuk menghindarkan penetrasi sungai ke bidang urugan atau
urugan utuk mencegah terjadinya erosi.

VI. PIHAK TERKAIT

• Dinas Pertambangan
• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.
• Satker Pembangunan/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor

6-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

VII. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Data yang dikumpulkan :


° Data geologi lokasi setempat (khusus untuk metode peledakan).
° Data hasil inventarisasi keberadaan saluran irigasi dan alur-alur drainase
alamiah, mencakup lokasi, perkiraan debit, sifat-sifat tanah di sekitarnya dan
kontinyuitas aliran dan lain sebagainya.
° Data jenis tanah.
° Data iklim terutama curah hujan dan hari hujan.
° Data daerah sensitif.
° Data topografi dan alinyemen sepanjang rencana jalan.
° Data daerah yang rawan erosi dan longsor.
° Data sistem drainase di sekitar lokasi pekerjaan.

2. Persiapan yang harus dilakukan :


° Jadwal dan Peta lokasi pekerjaan pembersihan lahan, pekerjaan tanah dan
pengambilan material di quarry.
° Gambar detail penampang melintang yang menunjukkan elevasi tanah asli
sebelum operasi pembersihan dan pembongkaran, atau penggalian
dilaksanakan.
° Gambar potongan melintang rencana pemotongan dan timbunan.
° Peta lokasi yang rawan erosi dan longsor serta lokasi badan air atau saluran air
yang rawan terjadi sedimentasi

Bagan alir prosedur penanganan erosi dan sedimentasi disajikan pada Gambar 6.1 dan
Gambar 6.2.

6-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

MULAI

Pengumpulan data :
1. Identifikasi Kondisi Topografi
2. Identifikasi Jenis tanah dan struktur geologi
3. Identifikasi Kondisi saluran air dan sistem drainase
4. Identifikasi flora dan fauna
5. Identifikasi area sensitif

Identifikasi pekerj. yang berpotensi menimbulkan


dampak erosi dan sedimentasi
- Pekerj. Pembersihan & penyiapan lahan
- Pekerj. Tanah (galian & timbunan)

Penyusunan Rencana Penanganan


Erosi dan Sedimentasi

Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Tidak
Persetujuan

Koordinasi dengan
Ya
instansi terkait
Pelaksanaan Rencana Penanganan
Erosi dan Sedimentasi

Monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan Rencana Tindak


Erosi dan Sedimentasi Turun Tangan

Evaluasi Tidak

Ya

SELESAI

Gambar 6.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Erosi dan Sedimentasi

6-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Pelaksanaan Rencana Penanganan


Erosi dan Sedimentasi

Penanganan Erosi Penanganan


Sedimentasi

- Pembukaan lahan secara terbatas dan - Pembuatan saluran drainase yang


selektif serta waktu yang tepat. dilengkapi dengan penangkap sedimen /
- Segera melaksanakan pekerjaan berikutnya. lumpur.
- Penutupan dengan geotextile pada - Pemeliharaan saluran dan penangkap
permukaan tanah untuk badan jalan. sedimen secara rutin agar tetap berfungsi
- Penggalian secara bertangga / terrasering baik.
dan sesuai kelandaian. - Pembuatan sedimen tiep pada daerah
- Pembuatan saluran drainase. berlereng.
- Penyempurnaan lereng.
- Penggalian dan penimbunan sesuai prosedur
baku.
- Penutupan permukaan tanah pada lereng
hasil penggalian dan timbunan dengan
tanaman rumput / tanaman konservasi atau
dengan plastik.
- Pembuatan bangunan penguat tebing /
konservasi.
- Kombinasi antara teknik bangunan
konservasi dan tanaman / pohon.

Selesai

Gambar 6.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Erosi dan Sedimentasi

6-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Gambar 6.3.

6-12
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-14
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

PROSEDUR
PENANGANAN VEGETASI

I. RUANG LINGKUP

Vegetasi adalah berbagai jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman baik yang liar maupun
dibudidaya dan terdapat di sepanjang tapak/trase kegiatan pembangunan jalan dan
sekitarnya. Keberadaan vegetasi tersebut mempunyai berbagai fungsi terhadap
lingkungan sekitarnya, antara lain fungsi konservasi terhadap tanah dan lahan serta
habitat satwa liar, fungsi penyerap polusi udara dari gas buang dan debu akibat
operasional kendaraan dan peralatan, serta fungsi barier kebisingan akibat
pengoperasian genset, stone crusher, batching plant dan lain-lain. Di samping fungsi
keindahan/estetika lingkungan di sekitar lokasi pekerjaan jalan, juga fungsi habitat
satwa liar baik yang endemik, langka, dilindungi dan satwa liar lainnya. Hilangnya
vegetasi atau tidak adanya vegetasi pada lokasi pekerjaan jalan baik di base camp,
quarry area maupun sepanjang trase jalan akan mengakibatkan timbulnya dampak
antara lain pencemaran udara akibat debu dan gas-gas buang, berkurangnya
kenyamanan dan estetika lingkungan, terganggunya habitat satwa liar yang
mengakibatkan gangguan terhadap keberadaan satwa liar, erosi dan longsor karena
hilangnya vegetasi pelindung tanah dan lahan.

Prosedur ini merupakan prosedur penanganan untuk mencegah, menanggulangi dan


mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup yang diakibatkan oleh hilangnya atau
tidak adanya vegetasi akibat pekerjaan jalan baik di base camp, sepanjang trase jalan
maupun lokasi quarry. Adapun maksud dan tujuan penanganan vegetasi adalah:

• Mencegah, menanggulangi, dan mengurangi hilangnya vegetasi yang endemik,


langka dan dilindungi.

• Mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan habitat satwa liar yang endemik,
langka, dan dilindungi.

• Meminimisasi terjadinya dampak pencemaran udara dan kebisingan.

• Menciptakan suasana sejuk dan indah serta nyaman di tapak kegiatan pekerjaan
jalan baik di base camp, quarry maupun sepanjang trase jalan.

7-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

• Mencegah, menanggulangi, dan mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan


terutama tanah dan lahan.

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam


Hayati dan Ekosistemnya.

• Undang-undang nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang


Pengendalian Pencemaran Udara.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang


Penatagunaan Tanah.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

• Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1999 tentang Penetapan Baku Mutu Udara
Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan.

• Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 Tahun 1990 tentang


Pengelolaan Kawasan Lindung.

• Pedoman Nomor 033/T/BM/1996 tentang Tata Cara Perencanaan Lansekap


Jalan.

• Pedoman Nomor 011/T/BM/1999 tentang Pemilihan Tanaman untuk Mengurangi


Polusi Udara (NOx, CO, dan SO2).

• Pedoman Nomor 035/T/BM/1999 tentang Pedoman Penataan Tanaman Untuk


Jalan.

• Dokumen Lelang dan Kontrak Pekerjaan Jalan.

III ISTILAH DAN DEFINISI

• Vegetasi adalah berbagai jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman baik yang liar
maupun tanaman budidaya yang terdapat di tapak kegiatan pembangunan jalan
dan sekitarnya.

7-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

• Flora dan Fauna Endemik adalah jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman dan
hewan atau binatang yang hanya dapat hidup dengan habitat tertentu yang
khas dan biasanya hanya terdapat di suatu daerah tertentu.

• Flora dan Fauna Langka adalah jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman dan
hewan atau binatang yang jumlah populasinya dinilai sudah sangat sedikit atau
terancam punah.

• Lansekap jalan adalah suatu pemandangan sejauh mata memandang dari dan
ke jalan, serta sepanjang koridor jalan.

• Jalan Eksisting adalah jalan umum yang sudah ada dan dimanfatkan pengguna
jalan, sebelum rencana kegiatan pembangunan jalan.

• Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi


jalan dilaksanakan.

• Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan


fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan/pemeliharaan/pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup.

• Pelesetarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk


memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

• Penataan Ruang adalah proses rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan


dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif
besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di
luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan
antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan
(hutan lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal,
sempadan sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan
pekuburan, kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat
ibadah, rumah sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

7-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif yang terjadi akibat hilangnya vegetasi yang diakibatkan oleh
pekerjaan pembersihan lahan pada pekerjaan jalan adalah:

• Menurunnya stabilitas lereng serta timbulnya erosi dan longsor.

• Meningkatnya pencemaran udara dan debu serta kebisingan yang terjadi akibat gas
buang dari knalpot kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk pekerjaan jalan
dan pengguna jalan lain.

• Rusaknya lansekap setempat terutama pada lokasi yang khas dan mempunyai
aspek estetika.

• Hilangnya vegetasi lokal, endemik, langka dan dilindungi, serta terganggunya


habitat satwa liar.

• Terganggunya keberadaan satwa liar.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Melakukan identifikasi lokasi vegetasi/tumbuhan serta fauna yang langka dan atau
dilindungi (ketentuan Perda Setempat) yang terdapat di lokasi kegiatan
pembangunan jalan baik di base camp, quarry, maupun sepanjang trase jalan.

2) Melakukan identifikasi daerah sensitif yang potensi terkena dampak negatif jika
dilakukan kegiatan penebangan pohon atau pembersihan lahan antara lain
pencemaran kualitas udara (gas dan debu), peningkatan kebisingan, serta erosi
dan longsor serta hilangnya estetika.

3) Melengkapi perijinan dari instansi yang berwenang memberikan ijin untuk


melakukan penebangan pohon atau ijin kepada pemilik tanaman/pohon yang akan
ditebang atau dibongkar diantaranya dari BKSDA atau Dinas Kehutanan dan Dinas
Pertamanan setempat.

4) Melakukan koordinasi dengan pemda setempat terutama instansi yang


membidangi perihal flora dan fauna yang endemik, langka dan dilindungi antara
lain BKSDA atau Dinas Kehutanan setempat.

5) Pemberitahuan dan ijin kepada penduduk atau pemilik pohon/tanaman berkaitan


dengan rencana kegiatan penebangan pohon atau pembabatan vegetasi yang
ada di sekitarnya.

7-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

6) Penyusunan rencana penanganan vegetasi.

7) Diskusi/konsultasi dengan Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan


vegetasi yang akan dilakukan.

8) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan vegetasi akibat


pekerjaan jalan.

9) Koordinasi internal pelaksana pekerjaan jalan baik di base camp, quarry maupun
sepanjang trase pekerjaan jalan terkait dengan kegiatan penanganan vegetasi
pada pekerjaan jalan terutama pada waktu pembersihan dan penyiapan lahan,
pembangunan dan pengoperasian base camp, dan pengambilan material di
quarry.

10) Koordinasi ekternal dengan instansi/pihak yang terkait dalam penanganan


vegetasi pada pekerjaan jalan (aparat pemerintah daerah setempat baik di
desa/kelurahan, dan kecamatan, kabupaten/kota, serta tokoh masyarakat
setempat).

11) Melaksanakan penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

12) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan vegetasi akibat


pekerjaan jalan.

13) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan
dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun
Tangan.

14) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

15) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan dalam penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan khususnya
yang terkait dengan kegiatan pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan dan
lansekap, antara lain :

a). Penebangan pohon hanya akan dilaksanakan bilamana mutlak diperlukan


untuk kegiatan pembersihan dan penyiapan lahan, baik pada pembangunan
base camp maupun pengambilan material di quarry. Pohon-pohon yang
sudah ditebang harus diganti dengan cara penanaman pohon baru pada
tempat /area yang memungkinkan.

b). Penebangan pohon tidak boleh dilaksanakan bilamana kestabilan lereng lama
menjadi terganggu.

7-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

c). Pekerjaan pembersihan lahan terutama untuk penebangan dan pembuangan


pohon harus sesuai dengan perintah Direksi Pekerjaan.

c). Pengaturan waktu penebangan pohon/vegetasi sesuai dengan kebutuhan


pekerjaan jalan yang akan segera dilaksanakan, atau melakukan penanaman
pohon secepat mungkin sesudah pelaksanaan pembersihan lahan selesai.

d). Membentuk permukaan lereng untuk ketahanan hidup vegetasi yang ditanam
dan untuk konservasi lahan dan meningkatkan estetika lingkungan sesuai
dengan Pedoman Tata Cara Lansekap Jalan nomor: 033/T/BM/1996, dan
Pedoman Pemilihan Tanaman untuk Mengurangi Polusi Udara (Nox, CO, dan
SO2) nomor : 011/T/BM/1999.

e). Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan sistem drainase,


permukaan tersebut harus dilengkapi dengan lapisan rumput dan ditanami
dengan semak maupun pohon. Pemeliharaan tanaman ini diperlukan dalam
dua tahun pertama setelah penanaman.

f). Pembabatan tanaman selama kegiatan pembersihan dan pembongkaran


harus ditindak-lanjuti dengan penanaman kembali sedemikian hingga
mendekati kondisi sebelum pembabatan.

g). Penanaman kembali dengan pohon atau semak sebagaimana yang


disyaratkan dalam Spesifikasi ini harus mengikuti arahan berikut:

• Penggantian dengan tanaman sejenis yang ditebang, bila memungkinkan.


• Bilamana pertumbuhan tanaman dirasa agak lambat, maka tanaman
yang berumur cukup harus digunakan, kecuali jika jenis tersebut tidak
mampu menciptakan kondisi seperti semula atau tidak mampu
memberikan perlindungan lereng dalam waktu yang lama. Selanjutnya,
jenis tanaman dengan pertumbuhan sedang sampai cepat dapat
digunakan.
• Untuk penanaman kembali semak, pemilihan jenis semak harus
mengutamakan jenis yang dapat memberi makanan dan perlindungan
bagi binatang.
• Jenis tanaman berakar panjang tetapi tidak membahayakan stabilitas
jalan dan tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi lebih
disarankan.

7-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

• Berbagai jenis tanaman yang baik untuk digunakan untuk penanaman


kembali adalah : Leucaena leucocephala, Calliandra calonthrysus, Acacia
auriculi-formis, Acacia ducurrens dan Gliricidia sepium.
• Pohon harus ditanam pada jarak yang cukup dari tepi jalan dengan
memperhatikan keselamatan jalan.
• Pemeliharaan yang teratur pada tanaman yang ditanam kembali sangat
diperlukan.
• Pohon hasil penanaman kembali yang mati harus diganti dengan yang
baru.
• Memilih waktu yang tepat untuk melakukan penanaman atau pembibitan.
• Melakukan penyiraman secara berkala terhadap vegetasi/tanaman yang
telah ditanam secara rutin (5x / minggu saat musim kemarau).
• Penanaman jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi tanah atau lahan,
iklim dan kemudahan perawatan serta diusahakan dari varietas lokal dan
memiliki fungsi teknis dari tanaman tersebut sebagai konservasi atau
fungsi pengelolaan lingkungan yang lain (pencegahan erosi, barrier
kebisingan dan penyerap gas buang dari kendaraan) sesuai dengan
pedoman Tata Cara Perencanaan Lansekap Jalan dan Pedoman Pemilihan
Tanaman untuk Mengurangi Polusi Udara (NOx, CO, dan SO2).
• Untuk rehabilitasi pada lahan galian dan timbunan dapat dilakukan dengan
penanaman jenis rerumputan dipilih dari jenis-jenis asli dari propinsi
tersebut, tidak merugikan, dan tidak membahayakan kepada manusia dan
hewan serta tidak dari jenis yang mengganggu pertanian. Tanaman harus
bebas dari penyakit, rerumputan beracun dan rerumputan berakar panjang.
• Segera menanami kembali areal atau lereng yang dibersihkan untuk
mencegah dan mengurangi terjadinya erosi dan gangguan stabilitas
tanah dengan jenis vegetasi yang memenuhi fungsi teknik antara lain
memiliki kemampuan:

 Menangkap dan menahan material yang bergerak di permukaan


(batang).

 Melindungi permukaan dari erosi dan abrasi dengan cara menahan


butiran air hujan (daun).

 Menunjang lereng dengan cara menopang dari dasar (bonggol dan


akar pohon dari semak).

7-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

 Menguatkan profil tanah dengan cara meningkatkan daya tahan


pohon (akar).

 Mendrainase profil tanah dengan cara mengisap air keluar melalui


akar dan melepaskannya ke udara melalui transpirasi.

 Memfasilitasi infiltrasi air melalui profil tanah, sehingga mengurangi


proporsi air yang mengalir di permukaan (akar).

° Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman dan pemeliharaan


perlindungan tanaman adalah sebagai berikut:
 Ratakan lereng seluruh permukaan yang akan ditanami rumput
sampai mencapai permukaan yang seragam dan gemburkan tanah
pada permukaan lereng. Lapisi tanah permukaan tersebut dengan
tanah humus sedemikian rupa sehingga tanah humus tersebut
mencapai ketebalan akhir 8 cm.
 Gebalan rumput yang akan ditanam, harus diambil bersama akarnya
dan diambil pada saat tanah dalam keadaan lembab atau setelah
dilakukan penyiraman. Gebalan rumput harus ditumpuk berlapis-lapis
dalam suatu tempat dengan kadar air setinggi mungkin, dilindungi
dari sinar matahari dan angin dan disiram setiap 4 jam. Dalam waktu
2 hari setelah pengambilan ini maka gebalan rumput harus segera
ditanam.
 Penanaman gebalan rumput tidak diperkenankan selama hujan lebat,
selama cuaca panas atau selama tertiup angin kering yang panas dan
hanya dapat dilaksanakan apabila tanah dalam keadaan siap untuk
ditanami.
 Penanaman gebalan rumput harus dilaksanakan sepanjang garis
contour, agar dapat memberikan perumputan yang menerus di atas
seluruh permukaan.
 Bambu harus ditanam pada lereng yang memerlukan stabilisasi
dalam interval 1 meter sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.
 Penyiraman paling sedikit 1 bulan setelah gebalan rumput selesai
ditanam, permukaan yang ditanami rumput tersebut harus disiram
dengan air dengan interval waktu yang teratur menurut kondisi cuaca
saat itu atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.
Jumlah air yang disiramkan harus sedemikian rupa sehingga

7-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

permukaan yang baru ditanami rumput tidak mengalami erosi,


hanyut atau mengalami kerusakan lainnya.
 Perlindungan dengan barikade, pagar, tali pada patok-patok, rambu
peringatan dan petunjuk lainnya yang diperlukan harus disediakan
agar dapat manjamin, bahwa tanaman tersebut tidak terganggu atau
dirusak oleh hewan, burung atau manusia.
 Pemeliharaan gebalan rumput atau bambu yang telah ditanam
dilakukan sampai Serah Terima Akhir Pekerjaan dilaksanakan.
Pekerjaan pemeliharaan ini meliputi pemotongan, pemangkasan,
perbaikan pada permukaan lereng yang tererosi, penyediaan fasilitas
perlindungan dan perbaikan lokasi dengan gebalan rumput atau
bambu yang kurang baik pertumbuhannya.

V. PIHAK TERKAIT

• BKSDA/Dinas Kehutanan setempat


• Dinas Pertamanan setempat
• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.
• Satker Pembangunan/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor.

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT

1. Data yang dikumpulkan :

 Data iklim terutama curah hujan dan hari hujan.

 Data jenis tanah.

 Data jenis vegetasi terutama yang endemik, langka dan dilindungi di lokasi
pekerjaan jalan baik di sepanjang trase jalan, quarry, maupun base camp
dan sekitarnya

 Data jenis satwa liar yang endemik, langka, dan dilindungi di sepanjang trase
pekerjaan jalan dan sekitarnya.

 Data daerah sensitif dan rawan erosi dan longsor di sepanjang trase jalan
yang dikerjakan dan di lokasi quarry

7-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

 Data topografi dan alinyemen ruas jalan yang dikerjakan

2. Persiapan yang harus dilakukan :


° Jadwal dan Peta lokasi pekerjaan pembersihan lahan, dan pekerjaan tanah
° Rencana teknis pelaksanaan penebangan pohon dan atau vegetasi yang akan
dilakukan dalam pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan.
° Persiapan pembibitan dan atau penyediaan tanaman atau vegetasi yang akan
digunakan sebagai tanaman pengganti atau tanaman konservasi.
° Jadwal, peta lokasi dan teknis pelaksanaan penanaman tanaman pengganti
dan tanaman konservasi yang akan dilakukan

Bagan alir prosedur penanganan vegetasi disajikan pada Gambar 7.1. dan Gambar
7.2.

7-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

MULAI

Pengumpulan data :
1. Identifikasi flora dan fauna yang endemik, langka &
dilindungi
2. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Sebagai Konservasi
Tanah dan Lahan
3. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Sebagai Pelindung
Penanggulangan Pencemaran Udara dan Kebisingan
4. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Estetika
5. Identifikasi area sensitif

Penyusunan Rencana
Penanganan Vegetasi

Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Tidak
Persetujuan

Koordinasi dengan
Ya
instansi terkait
Pelaksanaan
Rencana Penanganangan Vegetasi

Monitoring dan pelaporan Rencana Tindak


pelaksanaan penanganan Vegetasi Turun Tangan

Tidak
Evaluasi

Ya

SELESAI

Gambar 7.1.: Prosedur Penanganan Vegetasi

7-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

Pelaksanaan Rencana Penanganan


Vegetasi

Inventarisasi Vegetasi :

- Endemik, langka dan dilindungi.


- Berfungsi sebagai konservasi tanah / lahan.
- Berfungsi sebagai estetika dan memerlukan ijin jika ditebang.
- Berfungsi sebagai penyerap debu dan gas – gas buang
kendaraan & peralatan.

Vegetasi langka, Vegetasi berfungsi Vegetasi berfungsi Vegetasi lain


endemis dan sebagai konservasi sebagai estetika dan berfungsi sebagai
dilindungi. tanah dan lahan. perlu perijinan. penyerap debu dan
gas-gas buang.

Koordinasi dan - Penebangan - Koordinasi dan - Melakukan


Konsultasi dengan pohon secara konsultasi dengan kegiatan sesuai
Dinas / Kantor selektif dan waktu Dinas / instansi kebutuhan luasan
BKSDA setempat. yang tepat atau setempat yang lahan yang
sesuai luasan berwenang di dibutuhkan saja.
yang dibutuhkan. bidang pertamanan - Segera melakukan
- Melakukan atau pemilik pohon. penanaman
penggantian - Melakukan kembali pada lahan
pohon yang penggantian yang masih bisa
ditebang 5 – 10 tanaman sesuai ditanami dengan
Melaksanakan kali lipat dari hasil konsultasi tanaman sebagai
ketentuan / jumlah yang dengan instansi / habitat satwa liar
kesepakatan dari ditebang. pemilik. yang ada.
hasil koordinasi & - Segera melakukan
konsultasi dengan penanaman
BKSDA setempat. tanaman
pengganti di
lokasi yang
memungkinkan.

- Penanaman vegetasi sesuai fungsinya dan dapat sebagai habitat satwa liar yang ada.
- Melakukan pemeliharaan tanaman yang ditanam selama jangka waktu kontrak.
- Bila memungkinkan pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan penduduk setempat.

SELESAI

Gambar 7.2. : Pelaksanaan Rencana Penanganan Vegetasi

7-12
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

Gambar 7.3. : Contoh teknik Gabungan untuk Perlindungan Lereng

7-13
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

Gambar 7.4.:
Skematis Tirai Emisi Gas Buang Kendaraan dan Peredam Kebisingan dengan
sistem penghijauan

Keterangan Gambar
(1). Ditanam hanya diarea yang berdekatan dengan pemukiman penduduk RUWASJA
dimana tidak

7-14
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

PROSEDUR PENANGANAN
KERUSAKAN/GANGGUAN TERHADAP UTILITAS

I. RUANG LINGKUP

Utilitas umum merupakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat baik
listrik, telepon, air bersih, gas dan minyak dan lain-lain. Pada umumnya utilitas umum
tersebut sudah ada di lingkungan baik di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah.

Kegiatan pekerjaan jalan baik pembangunan jalan maupun peningkatan jalan dan
jembatan dapat mengakibatkan kerusakan/gangguan terhadap fungsi utilitas umum
tersebut. Untuk mempermudah pelaksanaan dan pemeliharaan terhadap jalan dan
fasilitas umum tersebut, maka utilitas umum yang ada perlu dipindahkan ke lokasi yang
lebih aman.

Lingkup penanganan kerusakan/gangguan terhadap utilitas umum ini adalah untuk


mencegah dan menanggulangi kerusakan/gangguan terhadap fungsi utilitas yang
diakibatkan oleh kegiatan pembangunan jalan di antaranya mobilisasi alat berat,
pembersihan dan penyiapan lahan, pekerjaan tanah (galian dan timbunan) dan
pekerjaan pemancangan tiang pancang.

Maksud dan tujuan dari penanganan kerusakan/ gangguan terhadap utilitas adalah agar
pekerjaan jalan yang dilakukan tidak menimbulkan terganggunya fungsi utilitas umum
yang sudah ada

Prosedur penanganan utilitas umum ini ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi
kemungkinan terjadinya kerusakan/gangguan terhadap fungsi utilitas yang ada di lokasi
tapak kegiatan pembangunan jalan akibat pekerjaan tersebut di atas

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang no. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

• Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.01-P/47/MPE/1992 tentang Jalur


Bebas Minimum Antara Penghantar SUTT / SUTET dengan tanah atau benda lain.

8-1
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

• Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.300.K/38/M.PE/1997 tentang


Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi.

• Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor: KM.14 Tahun 2006 tentang Manajemen


dan Rekayasa Lalulintas di Jalan.

• Dokumen Lelang / Kontrak Pekerjaan Jalan.

III. ISTILAH DAN DEFINISI

• Utilitas Umum adalah semua jaringan prasarana dan pelayanan umum baik yang
berada di bawah tanah seperti jaringan pipa air minum, telepon, listrik, gas, fasilitas
irigasi, pipa minyak, pipa pembuangan, pipa drainase maupun yang terdapat di atas
permukaan tanah seperti tiang listrik, tiang telepon, tiang dan lampu penerangan
jalan dan lampu pengatur lalu lintas beserta seluruh perlengkapannya yang terdapat
di lokasi pekerjaan jalan.

• Kawasan spesifik adalah daerah atau kawasan tertentu yang dikelola secara
khusus oleh suatu Instansi Terkait atau pihak tertentu dan memiliki jaringan utilitas
tersendiri yang dikelola oleh Instansi Terkait atau pihak tersebut (seperti pelabuhan,
pangkalan udara, stasiun Kereta Api, depo bahan bakar, industri, dan lain
sebagainya).

• Instansi Terkait adalah instansi atau perusahaan pengelola setiap utilitas umum
dan instansi pemasok, atau instansi lain yang bertanggungjawab terhadap utilitas
dan pelayanan umum.

IV. POTENSI DAMPAK

Kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak kerusakan/gangguan terhadap utilitas


umum dari pekerjaan jalan adalah :

• Kegiatan mobilisasi peralatan yang tingginya melebihi jaringan utilitas umum di


udara, sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan kabel baik jaringan telepon
maupun jaringan listrik, dan dapat menimbulkan terganggunya fungsi dan jangkauan
layanan utilitas tersebut.

8-2
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

• Pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan serta pekerjaan tanah yang dapat
mengakibatkan kerusakan/gangguan utilitas umum baik yang berada di atas
permukaan tanah maupun yang ada di dalam tanah.

• Pekerjaan relokasi utilitas dan pelayanan umum baik yang berada di atas permukaan
tanah maupun yang di dalam tanah beserta seluruh perlengkapannya, sehingga
mengakibatkan kerusakan/gangguan utilitas umum.

• Pekerjaan pondasi dan pemancangan tiang pancang dapat menimbulkan kerusakan


dan terganggunya fungsi jaringan utilitas tersebut terutama yang berada di dalam
tanah serta tidak terdapat informasi tentang koordinat letak dari jaringan tersebut.

• Kerusakan dan terganggunya fungsi jaringan utilitas tersebut dapat menimbulkan


kerugian bagi pengguna utilitas umum tersebut dan dapat mengganggu kegiatan
perekonomian.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi lokasi utilitas umum yang terdapat di sepanjang alinyemen jalan baik
yang berada di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah.

2) Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif


terhadap utilitas umum.

3) Identifikasi jenis dan dimensi serta fungsi dan jangkauan layanan utilitas umum.

4) Koordinasi dan sosialisasi tentang peraturan perundang-udangan yang terbaru


tentang jalan dan terkait dengan jaringan utilitas umum yang berada pada
Rumija dengan Instansi Terkait terutama yang bertanggung jawab dan
mengelola utilitas umum yang terkena dampak negatif akibat pekerjaan jalan.

5) Penyusunan rencana penanganan kerusakan/gangguan utilitas umum yang


diakibatkan oleh pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

6) Diskusi atau konsultasi dengan Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan


kerusakan/gangguan terhadap utilitas umum akibat pekerjaan jalan pada tahap
konstruksi.

8-3
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan


kerusakan/gangguan terhadap utilitas umum akibat pekerjaan jalan pada tahap
konstruksi.

8) Koordinasi internal pelaksana pekerjaan jalan (untuk pengaturan jadwal dan


detail pelaksanaan pekerjaan jalan yang akan dilakukan pada lokasi terdapat
utilitas umum).

9) Koordinasi dan sosialisasi ekternal dengan Instansi Terkait dan masyarakat


dalam penanganan pemindahan, kerusakan/gangguan utilitas umum terutama
dengan Instansi Terkait penanggungjawab dan pengelola utilitas umum yang
terkena dampak negatif akibat pekerjaan jalan.

10) Melaksanakan rencana penanganan kerusakan/gangguan utilitas umum tersebut


akibat kegiatan pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

11) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan


kerusakan/gangguan utilitas umum akibat kegiatan pekerjaan jalan pada tahap
konstruksi.

12) Apabila hasil dari monitoring menunjukkan bahwa penanganan


kerusakan/gangguan utilitas umum yang dilaksanakan dinilai tidak seperti yang
diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun Tangan.

13) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak
Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan penanganan
kerusakan/gangguan utilitas umum akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi,
adalah :

a). Koordinasi dan sosialisasi tentang rencana pekerjaan jalan dan peraturan
perundang-undangan di bidang jalan, antara lain Undang-undang no.38
tahun 2004 tentang Jalan, serta Peraturan Pemerintah no. 34 tahun 2006
tentang Jalan yang terkait dengan utilitas umum terutama perihal
penempatan dan letak jaringan utilitas yang berada di RUMIJA.

b). Kerusakan dan gangguan terhadap utilitas umum seperti jaringan telepon,
listrik, gas, pipa air, fasilitas irigasi, pipa minyak, pipa pembuangan, pipa
drainase, dan lain sebagainya, harus dicegah dengan upaya mendapatkan

8-4
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

informasi tentang keberadaan lokasi utilitas yang ada tentang terutama yang
terletak dibawah tanah.

c). Sesuai dengan syarat-syarat kontrak, kontraktor bertanggungjawab untuk


berkoordinasi dengan Instansi Terkait dan menyerahkan kepada Direksi
Pekerjaan hal-hal sebagai berikut:

i). Detail lokasi dari semua utilitas umum yang akan dipindahkan,
ditempatkan atau terganggu sementara akibat pelaksanaan pekerjaan
jalan yang direncanakan.

ii). Salinan yang berhubungan dengan peraturan, petunjuk, standar, dan


spesifikasi dari Instansi Terkait.

iii). Rencana kerja yang terinci yang menunjukkan relokasi utilitas dan
pelayanan umum yang diperlukan..

iv). Persetujuan tertulis atas rencana kerja terinci tersebut dari setiap
Instansi Terkait.

v). Persetujuan atau perijinan dari Instansi Terkait yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.

d). Koordinasi antar Instansi Terkait dengan pengelola jaringan utilitas dalam
sosialisasi kepada masyarakat pengguna utilitas umum dan penanganan
pemindahan jaringan utilitas umum, sesuai tercantum pada Spesifikasi
Umum Kontrak Kerja Konstruksi tentang Relokasi Utilitas dan Pelayanan yang
ada terutama butir Umum dan butir Pelaksanaan.

e). Pelaksanaan pemindahan, pengamanan dan perbaikan utilitas umum dapat


dilakukan oleh Instansi Terkait yang bertanggung jawab terhadap utilitas
umum dan pelayanan umum, baik secara sebagian maupun seluruhnya atas
persetujuan Direksi Pekerjaan dan Instansi Terkait yang bertanggung jawab
terhadap utilitas umum dan pelayanan umum yang ada.

f). Kontraktor bertanggungjawab atas setiap kerusakan utilitas umum yang ada,
yang disebabkan oleh kegiatan kontraktor dengan biaya sendiri.

g). Kontraktor harus bertanggung jawab atas perlindungan terhadap setiap


fasilitas pipa kabel bawah tanah, saluran kabel bawah tanah atau jaringan
bawah tanah lainnya atau struktur yang mungkin ditemukan dan perbaikan
atas setiap kerusakan yang diakibatkan kegiatannya.

8-5
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

h). Pekerjaan relokasi, bilamana dilaksanakan oleh kontraktor harus memperoleh


persetujuan dari Instansi Terkait dan Direksi Pekerjaan dan selalu dimonitor
oleh kedua belah pihak.

i). Bila pekerjaan ini dikerjakan oleh badan yang kurang sesuai, maka
Kontraktor harus bertanggung jawab untuk melakukan pengaturan hal-hal
yang perlu dengan Instansi Terkait untuk menjamin agar penyambungan
kembali atas fasilitas tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan
memenuhi ketentuan setelah penyelesaian pekerjaan relokasi.

j). Pengaturan yang diperlukan dengan Instansi Terkait, harus dilaksanakan


pada Periode Mobilisasi atau sebelumnya, dan Kontraktor harus menyerahkan
kepada Direksi Pekerjaan suatu program untuk pekerjaan relokasi sebelum
akhir periode mobilisasi.

k). Bila gangguan sementara terhadap pelayanan yang ada tidak dapat
dihindarkan selama pelaksanaan dalam kontrak, maka Kontraktor harus
membuat pengaturan yang diperlukan dengan Instansi Terkait, dan
menyerahkan program atas pekerjaan tersebut kepada Direksi Pekerjaan,
dalam 30 hari setelah pemberitahuan tertulis dari Direksi Pekerjaan atas
persetujuan tersebut.

l). Bila tidak diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan, pemindahan, relokasi dan
penyambungan kembali utilitas dan pelayanan yang ada harus menjadi
tanggung jawab, dan atas biaya Pemilik dan Instansi Terkait yang
bersangkutan. Akan tetapi, Kontraktor harus bertanggung jawab untuk
membuat semua pengaturan yang diperlukan, menjaga fasilitas yang
terekspos dari kerusakan, pembayaran biaya perijinan dan hal-hal lain
sebagaimana terinci dalam spesifikasi.

m). Bila terjadi keterlambatan atas program yang disebutkan diatas, atau
keterlambatan pengaturan dengan Instansi Terkait oleh kontraktor,
menyebabkan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan jalan dan jembatan
akibat dari kinerja pekerjaan relokasi tersebut atau gangguan sementara
terhadap pelayanan yang ada, tidak akan dianggap sebagai alasan untuk
memperpanjang waktu penyelesaian kontrak.

n). Bila Direksi Pekerjaan memerintahkan beberapa atau semua pekerjaan


relokasi untuk dilaksanakan oleh kontraktor, maka kontraktor harus

8-6
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

melaksanakan pekerjaan tersebut dengan ketat sesuai dengan spesifikasi


tentang Relokasi Utilitas Umum yang ada ini dan memenuhi semua
peraturan, petunjuk, spesifikasi dan ketentuan lain atau petunjuk dari
Instansi Terkait yang bersangkutan.

o). Kontraktor harus bertanggungjawab dalam memperoleh dari Instansi Terkait


tentang semua informasi tentang lokasi, fungsi dan penggunaan utilitas
umum yang akan dipindahkan dan harus melakukan investigasi secara
menyeluruh terhadap kondisi lapangan sebelum mulai bekerja. Setiap
kerusakan yang diakibatkan oleh operasi-operasi ini yang mengakibatkan
pengabaian, kelalaian, dan kekurang hati-hatian dari Kontraktor harus
diperbaiki oleh Kontraktor dengan biayanya sendiri.

p). Utilitas umum yang ada harus diputus baik sementara atau permanen, harus
dialihkan atau dipotong dengan tepat dan aman dibawah pengawasan
Instansi Terkait, dan semua barang bongkaran harus dibersihkan dengan
cermat dan disimpan dilapangan untuk pemulihan oleh pemilik (baik Instansi
Terkait atau pemilik, sebagaimana memungkinkan)

q). Bahan dengan permukaan lama yang dilapisi (coating) yang akan dipasang
kembali dilokasi baru yang harus disiapkan, sebagaimana diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan dan sesuai dengan ketentuan Instansi Terkait, dengan
perlindungan atau pencegahan terhadap karat dan selanjutnya harus dicat
ulang sebelum dipasang kembali.

r). Bahan lama yang sangat rusak atau lapuk harus dibuang dari lapangan oleh
kontraktor, dan diganti dengan bahan baru sebagaimana diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan. Bila bahan lama menjadi tidak dapat digunakan karena
kerusakan yang disebabkan oleh kontraktor, harus diperbaiki atau diganti
dengan biaya sendiri, kecuali jika terdapat perjanjian dua belah pihak yang
menyatakan bahwa kerusakan tersebut memang tidak dapat dihindarkan.

s). Lubang atau kerusakan lainnya yang terjadi di lapangan harus dikembalikan
kondisinya oleh kontraktor sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan
dan sesuai dengan persyaratan yang relevan dengan Dokumen Kontrak.

t). Mata pembayaran yang terpisah untuk tiap Instansi Terkait yang relevan
disediakan untuk pemindahan, relokasi atau gangguan terhadap utilitas dan
pelayanan yang ada. Pekerjaan yang diukur untuk pembayaran menurut

8-7
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

mata pembayaran ini adalah pekerjaan yang dilaksanakan langsung oleh


Instansi Terkait dan harus diukur sesuai dengan pembayaran aktual yang
dilakukan kepada Instansi Terkait untuk pekerjaan yang telah disetujui dan
diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

u). Pengukuran untuk pembayaran menurut kontrak ini untuk bagian relokasi
yang dilaksanakan oleh Instansi Terkait atau Perusahaan Utilitas yang
berkaitan haruslah harga sebenarnya (at cost). Kontraktor harus melakukan
pembayaran langsung kepada Instansi Terkait berdasarkan perintah dari
Direksi Pekerjaan. Pembayaran kembali (reimbursement) haruslah dengan
harga sebenarnya (at cost) berdasarkan persetujuan antara Direksi Pekerjaan
dengan Instansi Terkait, setelah menerima atau dokumentasi yang
sebagaimana mestinya disediakan oleh kontraktor.

v). Ongkos untuk perijinan dari Instansi Terkait, salinan peraturan yang
berkaitan, dan sebagainya yang telah dibayar oleh Kontraktor dan
merupakan pembayaran yang diperlukan menurut ketentuan spesifikasi harus
dibayar kembali (reimbursed) kepada kontraktor, pada harga yang sesuai
sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Pemerintah atau Instansi Terkait
setelah menerima atau dokumentasi yang sesuai telah disediakan oleh
kontraktor. Pembayaran kembali akan diperoleh dari jumlah yang ditentukan
untuk pekerjaan relokasi oleh Instansi Terkait yang relevan, menggunakan
variasi sebagaimana yang disyaratkan dalam pasal-pasal yang relevan dalam
syarat-syarat Kontraktor untuk menetukan dan memerintahkan jumlah yang
harus dibayar.

w). Bila kontraktor diperintahkan untuk melaksanakan langsung beberapa atau


semua pekerjaan relokasi, bagian pekerjaan yang aktual dikerjakan oleh
kontraktor harus diukur aktual menurut Divisi Pekerjaan Harian.

x). Pemgembalian bentuk pada lokasi perkerasan setelah penyelesaian


pekerjaan relokasi akan diukur untuk pembayaran menurut Seksi
Pengembalian Kondisi Perkerasan. Pengembalian bentuk untuk bagian yang
lain harus dianggap telah tercakup penuh dalam Seksi dari Spesifikasi,
termasuk bahan yang relevan untuk digunakan.

8-8
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

IV. PIHAK TERKAIT

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.


• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.
• Satker P2JJ.
• Konsultan Supervisi
• Kontraktor
• PT. Telkom setempat.
• PDAM setempat.
• Kantor Pertambangan dan Energi setempat atau PT. Pertamina (Persero).
• PN Gas setempat
• PLN Cabang setempat.
• PT. KAI
• Pengelola kawasan spesifik setempat.
• Perwakilan masyarakat sekitar lokasi.

V. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Data yang dikumpulkan :

• Data semua jaringan utilitas yang terdapat di lokasi rencana pekerjaan jalan dan
luas wilayah pelayanan serta jumlah konsumen yang dilayani.
• Data tentang koordinat letak dan dimensi jaringan utilitas yang terdapat di lokasi
pekerjaan jalan baik yang di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah atau
udara.

2. Persiapan yang harus dilakukan:

• Gambar detail desain dari pekerjaan jalan dimana terdapat jaringan utilitas
umum.

• Jadwal rencana kerja pekerjaan jalan.

• Jadwal rencana pekerjaan pembersihan lahan, pekerjaan tanah, dan pekerjaan


pondasi dan pemancangan tiang pancang.

• Berita acara hasil kesepakatan penanganan jaringan utilitas yang akan terkena
dampak dari pekerjaan jalan pada rapat koordinasi dengan pihak pengelola
jaringan utilitas yang ada dan terkena kegiatan pekerjaan jalan.

8-9
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

• Gambar detail lokasi dan dimensi jaringan utilitas umum yang akan terkena
pekerjaan jalan.

• Rencana kerja terinci tentang rencana penanganan dan atau relokasi jaringan
utilitas umum yang terkerna dampak dari pekerjaan jalan.

• Rencana rute dan metode mobilisasi dan demobilisasi peralatan konstruksi.

• Surat persetujuan dari Direksi Pekerjaan dan Instansi Terkait yang bertanggung
jawab terhadap utilitas umum.

• Surat persetujuan dan perijinan dari Instansi Terkait yang diperlukan.

Bagan alir prosedur penanganan kerusakan /gangguan terhadap utilitas umum


disajikan pada Gambar 8.1. dan Gambar 8.2.

8-10
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

MULAI

Identifikasi Jenis dan Lokasi Utilitas Umum serta


Jangkauan Pelayanan

Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi


menimbulkan dampak negatif terhadap Utilitas Umum :
- Kegiatan mobilisasi peralatan berat
- Pembersihan & penyiapan lahan
- Pekerjaan Tanah (galian)
- Pemancangan tiang pancang

Penyusunan Rencana Penanganan


Kerusakan/Gangguan terhadap Utilitas Umum

Diskusi/Konsultasi dengan
Direksi Pekerjaan dan Instansi Terkait

Persetujuan Tidak

Koordinasi dengan
Ya
Instansi terkait
Pelaksanaan Rencana Penanganan Kerusakan/Gangguan
terhadap Utilitas Umum

Monitoring Dan Pelaporan Pelaksanaan Penanganan


Rencana Tindak
Kerusakan/Gangguan terhadap Utilitas
Turun Tangan

Evaluasi Tidak

Ya

SELESAI

Gambar 8.1. Bagan Alir Prosedur Penanganan Kerusakan/Gangguan Utilitas

8-11
PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR
PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

Pelaksanaan Penanganan
Kerusakan/Gangguan terhadap Utilitas Umum

Inventarisasi Lokasi Koordinat, Dimensi dan Jenis Utilitas Umum yang


diperkirakan Terkena Dampak
dari Pekerjaan Jalan

Koordinasi dengan Instansi Terkait dan Melakukan Sosialisasi


Peraturan Perundang – Undangan Bidang Jalan

Apakah Perlu
Pemindahan ?

Ya
Pemberitahuan/pengumuman tidak
kepada konsumen/pengguna
tidak
Perlu Pengamanan ?
Pemindahan Jaringan Utilitas
di dalam dan di atas
permukaan tanah Ya

Pengamanan Permanen Jaringan Pengamanan Sementara


Utilitas Jaringan Utilitas

Kerjasama dengan Ya
Instansi Terkait ?

Pengawasan Instansi Terkait


dan Direksi Pekerjaan
tidak
Pelaksanaan Pemindahan tidak
dan Pengamanan Utilitas Terjadi Kerusakan
/Gangguan?

Selesai Ya
Perbaikan
sesuai bukti

Gambar 8.2 Pelaksanaan Rencana Penanganan Kerusakan/Gangguan Utilitas Umum

8-12

Anda mungkin juga menyukai