Makalah Fiqh Ushul Fiqh Revisi (Recovered)
Makalah Fiqh Ushul Fiqh Revisi (Recovered)
2019
Daftar Isi
Daftar isi............................................................................................................. 1
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
BAB II Pembahasan
A. Sejarah Fiqh....................................................................................... 3
B. Sejarah Ushul Fiqh............................................................................ 10
C. Aliran Ushul Fiqh..............................................................................19
Kesimpulan........................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan fiqh dari awal kemunculan hingga
sekarang?
2. Bagaimana sejarah perkembangan ushul fiqh dari awal kemunculan
hingga sekarang?
3. Apa saja aliran yang terdapat dalam ilmu ushul fiqh?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Fiqh
a. Zaman Rasulullah SAW
1) Periode Mekkah (610 M-623 M)
Pada periode ini istilah fiqh belum dikenal, tetapi banyak
menekankan pada keyakinan akidah islam yang terbentuk kepercayaan pada
keesaan Allah SWT, malaikat, nabi dan rasul, kitab-kitab Allah, hari kiamat,
serta qada dan qadar sehingga nyaris tidak berbicara mengenai aturan-aturan
hukum beribadah. Pada periode ini belum ada perangkat aturan yang baku
dalam menetapkan bentuk, waktu, serta luasnya kegiatan yang di anggap
ibadah tersebut. Aturan hukum baru dimulai ketika perintah untuk pertama
kali melakukan hijrah ke madinah sebagai upaya tindakan penyelamatan diri
dari penyiksaan kaum Quraisyi.
Sementara shalat sendiri merupakan hadiah dari perjalanan isra’ dan
mi’raj masih merupakan refleksi tanda penghambatan dari makhluk kepada
sang khaliq. Aturan waktu, cara, dan jumlah rakaat belum terungkap dengan
jelas saat itu. Pelaksanaan shalat hanya diserahkan kepada pribadi-pribadi
yang berkenan saja tanpa unsur pemaksaan. Pelaksanaan shalat yang masih
baru ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui
masyarakat kafir Quraisyi demi keselamatan diri sendiri.
Menurut Hudari Bik, awalnya shalat bukanlah merupakan kewajiban,
tetapi hanya seruan-seruan biasa, tetapi kemudian secara bertahap shalat
menjadi kewajiban tetapi belum diterangkan secara jelas bilangan rakaatnya.
Kemuadian, Rasulullah SAW menetapkan tata cara shalat, waktu, dan
jumlah rakaat sebelum melakukan hijrah ke Madinah. 1
3
Periode ini ditandai dengan adanya pengaturan hidup sebagai hamba
dan sebagai anggota masyarakat. Hukum yang dipakai berdasarkan wahyu
dan ditafsirkan secara ketat oleh Nabi Muhammad SAW sendiri dengan
bimbingan Allah SWT. Ayat-ayat Al-Qur’an banyak banyak mengandung
dasar hukum, baik mengenai ibadat maupun menganai hidup
kemasyarakatan yang disebut dengan ayat al-ahkam. Ayat al-ahkam inilah
yang menjadi dasar hukum yang dipakai untuk mengatur masyarakat dalam
islam.
Jika al-ahkam dibandingkan dengan seluruh jumlah ayat Al-Qur’an,
maka ayat al-ahkam sanga sedikit. Menurut Abd. Al-Wahab Khallaf, jumlah
ayat al-ahkam hanya 5,8% dari seluruh ayat Al-Qur’an yang dapat diperinci
sebagai berikut :
1. Ayat-ayat yang bersangkutan dengan ibadah shalat, puasa, haji,
zakat, dan lain-lain berjumlah 140 ayat.
2. Ayat-ayat yang bersangkutan dengan hidup bermasyarakat,
perkawinan, perceraian, hak waris, dan sebaginya jumlahnya 70 ayat.
3. Ayatayatyang bersangkut dengan hidup perdagangan/perekonomian,
jual beli, sewa menyewa, penjam meminjam, gadai, kontrak, dan
lain-lain jum;ahnya 70 ayat.
4. Ayat yang bersangkutan dengan kejahatan berjumlah 30 ayat.
5. Ayat yang bersangkut dengan hubungan islam dangan non islam
berjumlah 13 ayat.
6. Ayat-ayat yang bersangkut dengan pengadilan berjumlah 13 ayat.
7. Ayat yang bersangkut dengan hubungan kaya dan miskin berjumlah
13 ayat.
8. Ayat yang bersangkut dengan kenegaraan berjumlah 10 ayat 2
pembinaan hukum pada era Makkah bersifat global (mujmah) yang
hanya sedikit saja Al-Qur’an mengenukakan hukum-hukum secara
detail (tafsiliyah). Adapun pembinaan hukum pada era madinah Al-
Qur’an telah mengemukakan di dalam perincian-perincian hukum
2
Nurhayati, ali imram sinaga, fiqh ushul fiqh , ( Jakarta : Pranada Media Group ). hlm, 9
4
dibandingkan dengan Makkah terlebih-lebih yang berhubungan
dengan kebendaan. Oleh karena itu, sebagian besar ayat-ayat Yng
dapat di-instinbat-kan hukumnya adalah Madaniyyah, sedangkan
ayat-ayat Makkiyah hanya menerangkan hukum-hukum yang
memelihara akidah seperti haramnya menyembelih yang tidak
menyebutkan nama Allah di dalamnya.
3
Nurhayati, ali imram sinaga, fiqh ushul fiqh ,...., hlm.11.
5
3) Wilayah Kuffah terdiri dari : Al-Qamah ibn Qais, Masruq ibn Ajda,
‘Ubaidah ibn Amr As-Silamai, Amir ibn Syira’il.
4) Wilayah Basrah terdiri dari : Anas ibn Malik, Abu Aliyah ibn Rafi’,
Qatadah ibn Di’amah ad-Dausi.
5) Wilayah Syam terdiri dari : ‘Abdulullah ibn Amr ibn ‘As, Abdul
Khalir Marsad ibn ‘Abdulullah Al-Yazini.
6) Wilayah Yaman terdiri dari : ‘Abdulullah ibn Abdurrahman Gunmin,
Aizulullah ibn Abdullah, Raja’ ibn Hayah, ‘Umar ibn Abdul Aziz.
7) Wilayah Mesir terdiri dari : Tawus ibn Kaisan, Wahab ibn
Munabbih, yahya ibn Abu Kasir Maula Tayyi.4
6
maka menggunakan qiyas.umumnya yang menerapkan situasi ini
adalah ulama Iraq, seperti Abu Hanafah dan sahabat-sahabatnya.
Pasa masa inilah istilah Qurra’ berubah menjadi istilah fiqaha dan
ulama.5
Pertentangan yang terjadi pada periode ini dalam hal dasar-dasar
yang digunakan dalam meng-istinbath-kan hukum dari syariat dapat
diuraikan dalam beberapa hal, yaitu :
1) Pertentangan tentang sunnah
2) Pertentangan tentang penggunaan qiyas, ra’yu, dan istihsan.
3) Pertentangan tentang ijma’.
4) Pertentangan tentang persoalan pembebanan hukum (taktif)6
66
Nurhayati, ali imram sinaga, fiqh ushul fiqh ,...., hlm. 18.
7
banyak memakai sunnah sebagi sumber hukum, behkan membuat
sunnah dekat sederajat dengan Al-Qur’an. Imam Syafi’i ahli hukum
islam pertama yang menyusun ilmu ‘ushul fiqh yang terkandung
dalam kitab al-risalah. Mazhab Syafi’i banyak dianut di daerah
perdesaan Mesir, Palestina, Suiriah, Lebanon, Irak, Hijaz, India,
Indonesia, Persia, dan Yaman.
4) Ahmad bin Hanbal lahir di baghdad pada tahun 780 M. Selain ahli
dalam bidang hukum. Ia memakai lima sumber hukum , yaitu Al-
Qur’an, sunnah, pendapat sahabat yang diketahui tidak mendapat
tantangan dari sahabat lain, pendapat seseorang atau beberapa
sahabat dengan syarat sesuai dengan al-qur’an, serta sunnah, hadits
mursal, dan qiyas, tetapi hanya dalam keadaan terpaksa. Mazhab
Hambali terdapat di Irak, Mesir, Suriah, Palestina, dan Arabia. Di
Saudi Arabia mazhab ini merupakan mazhab resmi negara. Diantara
mazhab yang empat yang ada sekarang. Mazhab hambali merupakan
mazhab yang paling sedikit penganutnya.7
5) Daud ibn ‘Ali-shafani (202-270 H) yang mendirikan mazhab al-
zhahiri. Dia murid imam al-Syafi’i, tetapi berpegang pada arti zahir
atau tersurat dalam teks Al-Qur’an dan sunnah. Ia menolak qiyas dan
ijma’. Pengikutnya yang termasyhur adalah ‘Ali ibn Hazm di
Andulasia.
6) ‘Abdurrrahman ibn Umr al-Auza lahir pada tahun 88 H dan wafat
tahun 157 H sebagai pendiri mazhab al-Auza yang pernah dianut di
Suria dan Audalunsia, tetapi dengan datangnya mazhab Maliki dan
Syafi’i, mazhab ini lenyap di abad II hijriah.
7) Zaid ibn aAli Zain Al-‘abidin lahir pada tahun 980 h dan wafat tahun
122 H yang mendirikan mazhab Zaidiyah. Pendapat-pendapatnya
tidak berbeda jauh dengan sistem yang dipakai oleh ulama-ulama
mazhab yang lain, yaitu sumber utama adalah Al-Qur’an dan sunnah.
Pengkut-pengikutnya menambah dengan penggunaan qiyas, istihsan,
dan masalih al-mursalah.
7
Sapiudin shidiq, ushul fiqh edisi 1, ( Jakarta : Kencana, 2017 ), hlm. 13.
8
8) Mazhab Sy’iah Dua Belas yang memegang Al-Qur’an dan sunnah
sebagi sumber utama, tetapi hadits yang mereka terima hanyalah
hadits yang sanadnya kembali kepada ahl al-bait. Qiyas dalam
pandangan satu golongan boleh di pakai, tetapi pada golongan lain
ditolak. Imam terbesar pada mazhab syi’ah ini adalah Ja’far al-Sadiq
(80-147 H). Mazhab ini dianut oleh negara Iran.8
Setelah periode ini, mulailah kemampuan ijtihat berangsur-angsur
menurut kualitasnya sampai menuju pertengahan abad VII Hijriah (656 H /
1258 M- 1198 H / 1800 M). Seorang mujaddin ( pembaru) yang hidup pada
masa kemunduran intelektual ini menyatakan bahwa pintu ijtihad telah
tertutup. Hal ini dikarenakan banyaknya fatwa-fatwa yang dikeluarkan tidak
didasarkan pada prinsip ijtihad yang sebenarnya dan dipengaruhi fanatisme
mazhab yang berlebihan sehingga terkadang saling menyalahkan,
mengkafirkan, dan menganggap fatwa mazhabnya yang paling benar.
Beberapa abad kemudian, Muhammad Abduh menyatakan bahwa
pintu ijtihad telah terbuka kembali karena kemampuan ulama berijtihat telag
bangkit kembali sekalipun fanatisme mazhab belum sirna.
Setelah ini, mulailah Masa’il al-Fiqhiyah diperbincangkan ulama
disebabkan kaum muslim telah tersentuhan dengan modernisasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan tan teknologi (IPTEK) dari barat sehingga
memerlukan ijtihad dan hukum baru.
Pada abad 1 hijriah ushul fiqh belum menjadi sebuah disiplin ilmu,
hal ini dikarenakan masih bercampur antara ushul fiqh dan ilmu fiqh.
Pencampuran dilatar belakangi karena dalam penetapan hukum yang selalu
mengandalkan turunan wahyu dan ilham dari tuhan. Terkadang pula menjadi
sunah serta dikuatkan oleh ijtihad fithri – nya tanpa memerlukan dasar dan
8
Nurhayati, ali imram sinaga, fiqh ushul fiqh , ( Jakarta : Pranada Media Group ). hlm, 22.
9
kaidah dalam meng – istinbat – kan hukum9. Namun pada abad ke 11 hijriah
barulah mulai muncul ilmu ushul fiqh namuan tetap masih dengan campuran
seperti pada abad sebeelumnya. Sepeninggal Rasulullah para sahabat
berfatwa dan memberikan keputusan pada suatu masalah menurut nash yang
mereka pahami melalui penguasaannya dalam bahasa arab. Mereka tidak
memerlukan kaidah bahasa untuk meng –istinbat – kan suatu hukum yang
belum ada nas nya, mereka menggunakan pengetahuan dalam membuat
undang – undang yang diperoleh selama bergaul denhhan Rasulullah.
Mereka menerapkan asbabul wurud dan asbabul nuzul dan memanfaatkan
pengmatannya dari tujuan – tujuan syar’i dalam memberikan beban hukum
kepada mukallaf.
10
Abdullan Bin Mas’ud ketika menetapkan iddah wanita hamil, pendapat ini
berdasarkan ayat 4 dan 6 surah Al- Thalaq, menurutnya ayat ini turun
setelah turun ayat tentang iddah yang ada pada surah Al – Baqarah ayat 228.
Dari kasus tersebut terkandung pemahaman Usul bahwa nash yang dataang
kemudian dapat menasakh atau men-takhsis yang terdahulu.(Abu Zahrah :
11).
Dari penjelasan singkat diatas dapat dilihat bahwa sejak zaman Nabi,
sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum islam megalami
perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum
terbukukan dalam suatu tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum
berbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri. Dan pelu diingat bahwa
ushul fiqh pada zaman Rasullullah hanya bersumber pada Al – quran dan
sunah namun pada masa sahabat berdasarkan Al – quran, sunah dan ijtihad
atau kesepakatan para sahabat.10 Sejarah ushul fiqh dibagi dalam dua garis
besar, yaitu :
1) Masa Sahabat
10
Sapiudin, ushul fiqh edisi 1,..., hlm, 13.
11
sahabat sumber hukum bukan lagi dalam dua hal tersebut namuan dalam al –
quran, hadis dan ijtihad para sahabat.Menurut Abu Zahrah munculnya ilmu
susl fiqh bebarengan dengan ilmu fiqh, meskipun ilmu fiqh lebih dulu
dibukukan sebelumnya, karena menurut Abu Zahrah fiqh sebagai produk
tidak mungkin terwujud tanpa adaanya metodologi istinbat.Dan metode ini
adalah inti dari bagian ushul fiqh.11
11
Sapiudin, ushul fiqh edisi 1,..., hlm, 19.
12
Dapat disimpulkan bahawa para sahabat telah menggunakan ijma’,
qiyas, dan istislah (maslahah mursalah) jika hukum sesuatu tidak ditemukan
didalam al – quran dan sunah. Dengan demikian, prakarsa ijtihad yang
dilakukan sahabat setelah Rasulullah wafat telah mampu memenuhi
masyarakat ketika itu. Menurut Abu Zahra, ijtihad para sahabat kemudian
mewariskan metodologi yang dijdikan dasar dalam merumuskan ushul fiqh.
2) Masa Tabiin
12
Sapiudin, ushul fiqh edisi 1,..., hlm, 21
13
Alquran, sunah Rasul, fatwa sahabat, ijma’, qiyas, dan maslahah mursalah
jika tidak didapatkan hukumnya didalam nas.
Pada masa Imam Mujtahid sebelum imam syafi’i dikenal dua totoh
besar yaitu imam abu hanifah dan iama malik bin anas. Kedua tokoh
mujtahid ini telah memperlihakan penggunaan metode yang lebih jelas.
Imam abu hanifah pendiri mazhab Hanafi menggunakan dasar istinbatnya
secara berurutan yaitu al – quran, sunah dan fatwa sahabat dan jika tidak
terdapat pada ketiga para sahabat. Iamam hanafiah jika dihadapkan oleh
beberapa pendapat yang berbeda, maka ia memilih salah satu pendapat dan
tidak akan mengeluarkan pendapat baru. Imam abu hanifah tidak berpegang
kepada pendapat tabiin karena posisinya sejajar dengan mereka. Dalam
melakukan ijtihad, imam abu hanifah dikenal sebagai mujtahid yang banyak
menggunakan qiyas dan istihsan. Imam abu hanifah tidak tidak
meninggalkan karyanya dalam bidang susul fiqh.13
Imam malik bin anas dalam ijtihadnya juga memiliki metode yang
cukup jelas, seperti terlihat pada sikapnya dalam mempertahankan praktik
ahli Madinah sebagai sumber hukum. Satu hal penting yang perlu dicatat
bahwa sampai pada masa Imam Malik sendiri tidak meninggalkan karyanya
dalam bidang usul fiqh.Dari hal tersebut menunjukkan bahwa banyak dari
kalangan sahabat yang mempelajari usul fiqh namun hanya saja belum
dibukukan secara sistematis dan terperinci.Pada masa para mujtahid inipun
sudah tamapak corak – corak perbedaan dalam meemahami suatu kaidah
dalam memutuskan suatu hukum.
13
Sapiudin, ushul fiqh edisi 1,..., hlm, 23.
14
dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan suatu
hukum. ( Abdul Azis Al – Sa’di: 17). Sebenarnya jauh sebelum
dibukukannya para ulama telah membuat teori yang dipegang oleh para
pengikutnya masing – masing.Tak heran jiak pengikut para ulama tersebut
mengklaim bahwa gurunyalah yang pertama menyusun kaidah usul
fiqh.Ilmu usul fiqh telah tumbuh pada aabd kedua hijriah, pada abada
pertama hijriah ilmu ini belum tumbuh, karena belum dirasa perlu,
Rasulullah berfatwa dan menjatuhkan keputusan (hukum) berdasarkan al –
quran dan hadis dan berdasarkan naluriyah yang bersih tanpa memerlukan
ushul atau kaidah yang dijadikan sebagai sumber istinbat hukum.Adapun
para sahabat membuat hukum berdasarkan dalil nas yang dapat mereka
pahami dari aspek kebahasaan semampu mereka, dan untuk memhaminya
secara baik diperlukan kaidah bahasa. Disamping itu, mereka juga
melakukan istinbat hukum yang tidak terdapat dalam nas berdasarkan
kemampuan mereka.brdasarkan ilmu tentang hukum islam yang telah
mereka kuasai disebabkan lamanya lamanya pergaulan mereka bersama
Nabi serta menyaksikan asbabun nuzul (subab turunnya ayat al – quran) dan
asbabul wurud (sebab turunnya hadis) jadi pada waktu itu benar – benra
sudah memahami tujuan hukum syariat serta dasr pembentukannya.14
15
tentang dalil syariat, syaratnya dan cara menggunakan dalil tersebut. Semua
kaitan dengan dalil serta batasannya ataupun kaidahnya itulah yang disebut
dengan ilmu usul fiqh. Ssebelum imam syafii tercatat orang yang pertama
kali menghimpun kaidah yang bercerai berai dalam suatu kumpulan adalah
imam abu yusuf seorang pengikut dari imam hanafi , tetapi kumpulan ini
tidak samapai kepada kita. Adapun orang yang pertama kali melakukan
kodefikasi kaidah dan bahasan lainnya adalah Imam muhammad bin idris al
–syafii ynag meninggal pada tahun 204 H. Kemudian hasil pentadwinan
(kodifikasi) diberi nama kitab Ar – Risalah, yang merupakan kitab pertama
dalam ilmu usul fiqh maka dari itu dikatakn bahwa orang yang pertama kali
menyusun ilmu usul fiqh adalah Imam syafii.15
16
liberal islam berdasarkan ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. Bhal yang
perlu dicatat sebagai ciri khas perkembangan ilmu ushul fiqh pada abad 4
H yaitu munculnya kitab usul fiqh yang membahas tmasalah usul fiqh secara
utuh dan tidak sebagian seperti yang terjadi pada masa sebelumnya.
Kalaupun ada yang membahas kitab – kitab tertentu, hal itu semata – mata
untuk menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam masalah itu.
(Sulaiman: 162). Selain itu, materi berpikir dan materi penulisan dalam kitab
yang berbeda dengan kitab sebelumnya dan menunjukkan bentuk yang lebih
sempurna, sebagaimana yang tampak dalam kitab Fushul fi al - ushul karya
Abu Bakar Ar-Razi.16 Hal ini merupakan corak tersendiri dalam
perkembangan ilmu usul fiqh pada awal abad ke 4 H. Dalam abad 4 H mulai
tampak adanya pengaruh pemikiran yang bercorak filsafat, khususnya
metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam ilmu ushul fiqh. Hal ini terlihat
dalam masalah mencari makna dan pengertian sesuatu yang dalam ilmu
Ushul fiqh Al – Hudud Yang merupkan suatu hal yang belum pernah
dijumpai dalam kitab sebelumnya.
16
Sapiudin shidiq, ushul fiqh edisi 1, ( Jakarta : Kencana, 2017 ), hlm. 20.
17
b. Kitab Al – mu’mad fi Al – Ushul Fiqh ditulis oleh Abu Al – Husain Al –
basri yang beraliran mu’tazilah. Kitab ini dalah karya yang paling
sempurna dan menjadi sumber utama bagi para ulama Mu’tazilah
bahkan dinilai salah satu dari nempat standar kitab usul fiqh yang
dijadikan rujukan oleh umumnya pengkaji usul fiqh sesudahnya
c. Kitab Al – Burhan fi Ushul al – fiqh ditulis oleh Abu Al – ma’li Abd. Al
– malik Ibnu Abdillah Ibnu Yusuf Al – Juwaini Imam Al - Haramain.
Kitab ini menunjukkan keorisiniln dan kebebasan cara bepikir sehingga
dalam berbagaai hal ia berbeda dengan ay – syafii, Al – Ash’ri dan Al –
Baqilani. Meskipun kitab ini merupakan kebanggaan aliran asy – syafii
ulama – ulama dan terkemuka dan mazhab malikiyyah menaruh
perhatian dan membuat syarah untuknya, hal ini mungkin disebabkan
adanya kemiripan pendapat dengan pendapat Imam Malik dalam
masalah Istihsan dan maslahah mursalah.17
d. Kitab al – mustashfa min ilm Al – ushul, ditulis oleh Abu hamid Al –
Ghazali yang dikenal sebagai hujjah al – islam.Ia dikenal sebagai ulama
yang mendalami fiqih, filsafat dan tsawuf sekaligus. Menurut Ibnu
Khaldun kitab ini adalah kitab terkahir dari standar usul fiqh. Hasil
ijtihad Al – ghazali yang terpenting dalam kitab ini adalah penolakan
terhaddaap hadis mursal ; dalam hal ini, ia berbeda pendapat dengan
Malik dan Abu Hanifah. Ia juga menolak pendapat bahwa fatwa sahabat
dapat dijadikan hujjah jika sahabat lainnna mendiamkannya. Menurut Al
– ghazali fatwa itu belum dapat dijadikan hujjah sebelum yakin bahwa
diamnya para sahabat itu menyetujui fatwa itu. Menurut Al - Ghazali
setiap mujtahid memiliki nilai kebenaran pada pendapatnya masing –
masing. Ia tidak setuju bahwa hanya satu diantara semua ijtihad yang
benar, sedangkan yang lainnya salah.18
17
Sapiudin shidiq, ushul fiqh edisi 1,..., hlm. 10.
18
Rachmat syafe’i, ilmu ushul fiqh, ( Bandung : CV Pustaka Setia) hlm, 39.
18
kita dapat melihat aktivutas para ulama metakallimin, baik asy’riyah ataupun
mu’tazilahyang memberi perhatian terhadap penulisan kitab – kitab ushul
fiqh, disamping itu kitab ushul fiqh dalam periode ini telah terpengaruh oleh
corak pemikiran kalamiyah, filsafat, dan manthiqiyah. Pengaruh ini
berkembang pada abad ke 5 dan 6 H.
19
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembahasan ushul fiqh
pada aliran ini bersifat teoretis tanpa disertai contoh dan bersifat murni
karena tidak mengacu pada mazhab fiqh tertentu yang sudah ada.19
20
g. Ta’sis al-Nazhar, karangan al-Dabusi.
h. Kitab Ushul al-Bazdawi, karangan al-Bazdawi.
i. Al-Mabsuth, karangan al-Sarkhasi21
c. Metode Campuran
Aliran ini juga disebut dengan aliran fuqaha (ahli fiqh), karena
sistem penulisannya banyak diwarnai oleh contoh-contoh fiqh. Mereka
memerhatikan kaidah ushuliyah tentang masalaah yang disepakati dan
mengemukakan dalil atas kaidah itu serta memerhatikan penerapan terhadap
masalah fiqh far’iyah dan relevansinya dengan kaidah itu. Berikut beberapa
kitab yang termasuk aliran campuran yaitu :
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
21
Sapiudin, ushul fiqh edisi 1 ,...., hlm, 26.
21
1. Ilmu fiqh dan ushul fiqh merupakan suatu disiplin ilmu yang mulai
muncul pada abad ke 1 H bersamaan dengan beberapa ilmu lainnya,
perkembangan ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh digolongkan kedalam
tahapan yang berbeda. Hal ini dikarenakan, ilmu fiqh dan ilmu ushul
fiqh memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Pada awal
perkembangannya ilmu fiqh adalah ilmu yang muncul lebih cepat dari
ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh sendiri muncul pada awal abad 1 H.
2. Ilmu ushul fiqh muncul pada abad ke – 3 H dengan perkembangan yang
sempat mengalami kemerosotan. Setelah beberapa abad barulah para
mujtahid mengembangkan ilmu ushul fiqh sehingga ilmu fiqh dan ushul
fiqh saling melengkapi satu sama lain. Selain itu, disiplin ilmu ini juga
memiliki periodisasi dalam proses perkembangan dan penyempurnaan
serta proses pembukuan. Ilmu ini juga menjadi dasar suatu displin ilmu
yang digunakan para mujtahid untuk meng - istinbat- kan suatu hukum
pada zaman dulu hingga sekarang.
3. Ilmu ini juga melahirkan beberapa aliran – aliran yang terbaru seperti
Jumhur Ulama Ushul Fiqh (disebut jumhur ulama karena aliran ini
dianut oleh mayoritas ulama yang terdiri dari kalangan ulama Makkiyah,
Syafi’iyah, dan Hanabillah). Aliran hanifiyah atau Ahnaf Aliran ini juga
disebut dengan aliran fuqaha (ahli fiqh). Metode Campuran merupakan
sistem penulisannya banyak diwarnai oleh contoh-contoh fiqh, Mereka
memerhatikan kaidah ushuliyah tentang masalaah yang disepakati dan
mengemukakan dalil atas kaidah itu serta memerhatikan penerapan
terhadap masalah fiqh far’iyah dan relevansinya dengan kaidah itu.
22
tema yang diangkat yang belum tuntas, sehingga perlu tinjauan kembali
dari para pembaca, dan lebih khusus dosen pembimbing untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah
ini. Semoga pemyusunan makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ali imran, Sinaga Nurhayati, fiqh dan ushul fiqh, Jakarta : Prenada media group, 2018.
23
Sapiuddin shidiq, ushul fiqh edisi 1, Jakarta : Kencana, 2017.
24