Anda di halaman 1dari 6

Asma : Kuni Auliya Rahmah

Kelas : 2020A

NIM : 200211405

Terjemahna teks slokantara ing ngisor iki!

TERJEMAHAN :

Membuat sebuah telaga untuk umum itu lebih baik daripada menggali seratus sumur. Melakukan yajna
(korban suci) itu lebih tinggi mutunya daripada membuat seratus telaga. Mempunyai seorang putera itu
lebih berguna daripada melakukan serratus yajna. Dan menjadi manusia setia itu jauh lebih tinggi mutu
dan gunanya daripada mempunyai seratus putra.

Orang yang membuat (menggali) sumur itu dikalahkan kegunaannya oleh orang yang membuat telaga
untuk umum. Lebih berjasa orang yang membuat telaga. Sedangkan yang membuat telaga seratus,
dikalahkan oleh kebajikan orang yang melakukan yajna (korban suci). Jauh lebih berjasa yang
mengadakan yajna. Yang melakukan seratus yajna dikalahkan pahalanya oleh yang mempunyai putera,
walaupun seorang, asal saja putera itu saleh dan pandai. Dikatakan bahwa pahala orang yang
mempunyai seratus putera yang baik itu diatasi oleh yang melakukan kebenaran (satya). Pendeknya,
hasil dari laksana yang benar (satya) itu mengatasi segalanya. Oleh karena itu orang suci harus tidak
berdusta, dalam sumpah maupun kata-kata. Itulah yang harus dilaksanakan.

TERJEMAHAN :

Tidak ada dharma (kewajiban suci) yang lebih tinggi dari kebenaran (satya), tidak ada dosa yang lebih
rendah dari dusta. Dharma harus dilaksanakan di ketiga dunia ini dan kebenaran harus tidak dilanggar.

Dikatakan bahwa tidak ada kewajiban suci yang melebihi kebenaran, oleh karena itu jangan lupa bahwa
manusia harus melakukan kebenaran.
TERJEMAHAN :

Keremajaan dan kecantikan rupa itu tidak langgeng. Timbunan kekayaan pun tidak langgeng. Hubungan
dengan yang dicintai pun tidak langgeng. Oleh karena itu kita harus selalu mengejar dharma (kebenaran)
karena hanya itulah yang langgeng.

Dikatakan bahwa keremajaan dan kecantikan rupa itu ialah sesuatu yang tidak kekal. Kekayaan dan
kumpulan harta benda pun demikian halnya. Dan kesenangan hidup sehari-hari umpamanya makan
serba lezat. Dari itu orang harus mencurahkan pikiran pada pelaksanaan kebenaran saja. Ia tidak boleh
melakukan kekerasan terhadap sesama manusia. Dan selanjutnya ia wajib bertanya-tanya kepada
pendeta, tentang melaksanakan peraturan dharma (dharmasastra). Dengan demikian tidak akan
menemui malapetaka. Inilah kewajiban manusia.
TERJEMAHAN :

Bagi seekor kijang yang berbahagia dengan rumput dan buluh muda, perhiasan emas itu tidak berarti.
Bagi kera yang berbahagia dengan buah-buahan pada pohon kayu, Mutiara itu tidak ada artinya. Bagi
babi yang gembira dengan makanan yang sudah busuk, bau bunga harum itu tidak berarti apa-apa.
Tetapi bagi manusia, dharmalah (perbuatan baiklah) yang harus diutamakan dan dilakukan walaupun
kadang-kadang tidak menggembirakan.

Mrga atau kijang dan menjangan itu tidak merasa berbahagia dalam hatinya walaupun mereka diberi
emas dan perhiasan indah. Tetapi hati mereka akan gembira jika hutan di sekitar mereka menghijau oleh
rumput dan dedaunan muda.

Demikian juga halnya kera. Walaupun mereka itu dihadiahi dengan permata sebanyak-banyaknya,
mereka tidak akan berbahagia tetapi mereka bahagia bila buah-buahan pada bergelantungan dan
masak. Demikian juga babi, tidak berbahagia diberi makanan serba harum, tetapi jika mereka diberi
makanan berbau busuk mereka sangat berbahagia.

Apakah sifat manusia itu mau saja menerima apa yang tidak disukainya? Kenyataannya tidaklah
demikian segala apa yang mereka anggap bagus, itu pulalah yang dirindukan hatinya. Dan inilah suatu
sebab mengapa mereka itu lahir kembali dalam tingkatan yang berbeda-beda, ada yang lahir di tingkat
rendah atau tinggi, menjadi budak atau majikan, menjadi orang bodoh atau pandai, orang cacat atau
orang sempurna kecantikannya, menderita sengsara atau berbahagia, lahir sebagai manusia atau
binatang atau menjadi pohon-pohonan, tumbuh-tumbuhan merambat atau rumput. Kita dapat melihat
perbedaan kelahiran mereka itu apakah dari sorga ataukah dari neraka. Apakah tanda-tandanya yang
jelas? Ia yang lahir menjadi orang besar di daerahnya, pasti kelahiran sorga. Ia dapat disamakan dengan
Deva Indra, sedangkan rakyat yang disayangi dapat diandaikan bidadari-bidadari dari kahyangan. Para
pendeta dan cendekiawan yang pandai dalam ajaran Kitab Suci Weda dan tidak tanggung-tanggung
pengetahuannya dalam kitab-kitab suci lainnya, mereka itu dapat dianggap keturunan Bhagawan
Wrhaspati yang agung itu.

Sebaliknya, mereka yang lahir sebagai manusia cacat, dungu, sengsara, merangkak-rangkak, dan
menderita siksaan hidup, mereka itu kelahiran neraka yang termasuk golongan rendah sampai kepada
rumput, kayu-kayuan, tumbuh-tumbuhan merambat, semut, dan tumbuh-tumbuhan lainnya. Mereka itu
semua datangnya dari neraka.

Oleh karena itu tiap orang harus berbuat yang baik, agar tidak sampai terjerumus ke dalam Neraka
Maharorawa. Mereka yang mengerti ini, mengerti ajaran dharma. Dan mereka yang tidak mengerti
sama sekali tentang dharma dinamai sangat “niraya”. “Nir” artinya tidak “aya” artinya melakukan, jadi
“niraya” artinya tidak berbuat yang baik. Oleh karenanya, manusia harus menghindari jalan yang
membawanya ke neraka dan memilih serta mengikuti jalan menuju sorga.

Demikianlah ajaran dharma yang dinamai “tutur” (nasihat yangpatut).

Anda mungkin juga menyukai