… ِص ُل فِ ْي ِه َر ِحـ َمهُ َويَ ْعلَ ُم ِهلل ِ َ َع ْب ٍد َرزَ قَهُ هللاُ َمااًل َو ِع ْل ًما فَه َُو يَتَّقِي فِ ْي ِه َربَّهُ َوي:ِإنَّ َما ال ُّد ْنيَا َأِلرْ بَ َع ِة نَفَ ٍر
ْ لَو:ق النِّـيَّـ ِة يَقُوْ ُل
ُ صا ِدَ َو َع ْب ٍد َر َزقَهُ هللاُ ِع ْل ًما َولَـ ْم يَرْ ُز ْقهُ َمااًل فَهُ َو،َاز ِل ِ ض ِل ْالـ َمن َ فِ ْي ِه َحقًّا فَهَ َذا بَِأ ْف
َو َع ْب ٍد َر َزقَهُ هللاُ َماالً َولَـ ْم يَرْ ُز ْقهُ ِع ْل ًمـا،ت بِ َع َم ِل فُالَ ٍن فَه َُو بِنِيَّتِ ِه فََأجْ ُرهُـ َما َس َوا ٌء ُ ـي َمااًل لَ َع ِم ْل ْ َِأ َّن ل
ثِ َص ُل فِ ْي ِه َر ِحـ َمهُ َواَل يَ ْعلَ ُم ِهللِ فِ ْي ِه َحقًّا فَهَ َذا بَِأ ْخب
ِ َفَهُ َو يَ ْخبِطُ فِي َمالِ ِه بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم اَل يَتَّقِي فِ ْي ِه َربَّهُ َواَل ي
ُ ـي َمااًل لَ َع ِم ْل
ت فِ ْي ِه بِ َع َم ِل فُالَ ٍن فَهُ َو ْ ِ لَوْ َأ َّن ل:َاز ِل َو َع ْب ٍد لَـ ْم يَرْ ُز ْقهُ هللاُ َمااًل َواَل ِع ْل ًمـا فَه َُو يَقُو ُل ِ ْالـ َمن
بِنِيَّتِ ِه فَ ِو ْز ُرهُـ َما َس َوا ٌء.
“…..Sesungguhnya dunia diberikan untuk empat orang: (1) seorang
hamba yang Allah berikan ilmu dan harta, kemudian dia bertaqwa
kepada Allah dalam hartanya, dengannya ia menyambung silaturahmi,
dan mengetahui hak Allah di dalamnya. Orang tersebut kedudukannya
paling baik (di sisi Allah). (2) Seorang hamba yang Allah berikan ilmu
namun tidak diberikan harta, dengan niatnya yang jujur ia berkata,
‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa
yang dikerjakan Si Fulan.’ Ia dengan niatnya itu, maka pahala
keduanya sama. (3) Seorang hamba yang Allah berikan harta namun
tidak diberikan ilmu. Lalu ia tidak dapat mengatur hartanya, tidak
bertaqwa kepada Allah dalam hartanya, tidak menyambung
silaturahmi dengannya, dan tidak mengetahui hak Allah di dalamnya.
Kedudukan orang tersebut adalah yang paling jelek (di sisi Allah). Dan
(4) seorang hamba yang tidak Allah berikan harta tidak juga ilmu, ia
berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti
apa yang dikerjakan Si Fulan.’ Ia berniat seperti itu dan keduanya sama
dalam mendapatkan dosa.” [Ahmad (IV/230-231), at-Tirmidzi (no.
2325), dan Ibnu Majah (no. 4228)]
Jangan Dikira Tidak Tahu Islam Itu Bebas dari Tuntutan
Oleh:
1. Orang yang memiliki ilmu (agama Islam) ketika berharta dan bertaqwa,
maka mampu mengetahui dan melaksanakan hak-hak Allah dan hak-
hak manusia, maka dibalas oleh Allah Ta’ala dengan kedudukan paling
baik di sisi-Nya.
2. Orang memiliki ilmu (agama Islam) tapi tidak punya harta, namun tetap
bertaqwa dan mengetahui serta melaksanakan hak-hak Allahdan hak-
hak manusia semampunya, dan berniat bila punya harta maka akan
berbuat seperti orang yang berilmu (agama Allah) dan berharta serta
bertaqwa tersebut; maka pahalanya dan kedudukannya sama dengan
orang yang berilmu (agama Islam) dan berharta lagi bertaqwa dengan
menjalankan hak-hak Allah dan hak-hak manusia tersebut.
3. Sebaliknya, orang yang tidak berilmu (agama Islam) tapi berharta, maka
tidak mengetahui cara mengatur hartanya (secara agama Islam), tidak
bertaqwa, tidak tahu hak-hak Allah dan hak-hak manusia, serta
(otomatis) tidak menjalankan apa yang menjadi hak-hak itu, maka
kedudukannya paling jelek (di sisi Allah).
4. Demikian pula orang tidak berilmu (agama Islam) juga tidak berharta, ia
berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti
apa yang dikerjakan si fulan’ (yang punya harta tapi tak berilmu agama
Islam, tidak bertaqwa tersebut). Ia berniat seperti itu dan keduanya
sama dalam mendapatkan dosa.