Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK XII

Tutor: dr.Citra Dewi,Sp.PA

Disusun Oleh: kelompok 6


Pratiwi Karolina (04011181621015)
Dwi Putri Tania (04011181621021)
Ferdi M. Simanjuntak (04011181621021)
Nur Haura Z. Lubs (04011281621138)
Mia Rizki Aprilia (04011181621045)
Raudhah Simahate Bengi (04011181621051)
Nazlatul Nuraini (04011181621054)
Fatya Annisa Lutfiyah (04011181621062)
Rahmi Isman (04011281621140)
Syakina (04011281621142)

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
ANGKATAN 2016

1
Kata Pengantar

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial ini dengan baik dan tepat waktu.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dr Citra Dewi,Sp.PA selaku tutor yang
membimbing dan mengawasi proses tutorial yang telah penulis lakukan.
Terima kasih pun tak lupa penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat
dalam penulisan dan penyusunan laporan ini.
Penulis berharap laporan ini dapat memuaskan rasa keingintahuan dari pembaca
dengan laporan ini. Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa, maka dari itu
penulis memohon maaf apabila ada kesalahan yang terdapat dalam laporan ini. Kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan penulis demi kebaikan sesama.

Palembang, 17 Januari 2018

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................... 2
Daftar Isi................................................................................................................ 3
Petugas Kelompok................................................................................................. 4
Skenario................................................................................................................. 4
Klarifikasi Istilah................................................................................................... 4
Identifikasi Masalah.............................................................................................. 5
Analisis Masalah.................................................................................................... 6
Learning Issue ....................................................................................................... 27
Sintesis................................................................................................................... 28
Kerangka Konsep................................................................................................... 55
Kesimpulan............................................................................................................. 56
Daftar Pustaka........................................................................................................ 57

3
I. Petugas Kelompok
Moderator : Fatya annisa lutfiyah
Sekretaris 1 : Raudhah Simahate Bengi
Sekertaris 2 : Rahmi Isman

II. SKENARIO B BLOK 12 TAHUN 2018


Ny.C,umur 32 tahun dibawa suaminya ke Instalasi Rawat Darurat RSMH
Palembang karena kejang,dari alloanamnesis didapatkan riwayat 8 hari
sebelumnya demam tinggi disertai batuk,sakit tenggorokan ,diare dan gelisah.Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium : suhu 38°C,Nadi 140 x
menit/reguler, Tekanan darah 100/80 mmHg,RR 18 x/ menit.Kepala : Mata
exopthalmus (+) , Mulut : pharynx : hiperemis ; Leher : struma diffusa (+) , kaku
kuduk (-) . Jantung : takikardia ; paru : bunyi nafas normal ; Abdomen : Dinding
perut lemas ; hati dan limpa tak teraba.Ekstremitas : Refleks patologis (-).Tremor
(+).
Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin : Hb : 12 g % ; WBC : 15.000/mm3
Kimia darah : Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal,elektrolit serum
normal.Test fungsi tiroid : T3 : 2,6 nmol/l ; T4 198 nmol/l ;TSH 0,3 mU/L

III. Klarifikasi Istilah


No Istilah Pengertian
1 Kejang hipereksitasi neuron pada otak yang berujung pada aktivitas
listrik ( elektrik ) abnormal,yang menyebabkan kontraksi oto
secara involunter dan tiba – tiba ( mosby’s medical
dictionary )
2 Delirium gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya
mencerminkan keadaan keracunan,yang biasanya ditandai
oleh ilusi,halusinasi,delusi kegirangan,kegelisahan,gangguan
memori dan inkoheren ( dorland dictionary )
3 Eksopthalmus Protrusi abnormal pada salah satu atau kedua bola
mata,dapat terjadi secara kongenital,penyakit tiroid,atau
tumor retroorbital ( Farlex partner medical dictionary )

4 Hiperemis peningkatan aliran darah dalam pembuluh darah dibeberapa


( kemerahan ) jaringan tubuh yang berbeda

5 Struma diffusi pembesaran pada seluruh bagian dari kelenjar tiroid ; gejala
dari hipertiroid ( mosby’s medical dictionary )
6 Kaku kuduk ketidak mampuan untuk menggerakan leher kedepan karena
terjadi peningkatan tonus otot leher dan kekakuan
7 Tremor gerakan repetitif,reguler,osilatoris,involunter,yang
disebabkan kontraksi kelompok otot yang antagonis secara
ireguler ( Farlex medical dictionary )

4
8 Kimia darah berbagai zat kimia dalam darah agar tubuh
berfungsi dengan baik
9 Elektrolit serum substansi kimia yang saat larut dalam air
mengalami disosiasi menjadi partikel bermuatan
( ion ) dalam serum ( porsi dari darah tanpa faktor
koagulasi )
10 T3 adalah salah satu hormon tiroid,senyawa organik
yang mengandung iodium yang dilepaskan dari
trioglobulin melalui hidrolisis ( dorlands dictionary
)
11 T4 Hormon yang mengandng iodium yang disekresi
oleh kelenjar tiroid terdapat secara alami dalam
bentuk L-tiroksin;fungsi utamanya untuk
meningkatkan kecepatan metabolisme sel ( dorland
dictionary)
12 TSH ( Tyroid stimulating Hormon kelenjar hipofisis anterior yang
mempunyai afinitas untuk dan secara spesifik
hormon )
merangsang kelenjar tiroid ( dorland dictionary )
13 Refleks patologis reflek abnormal yang disebabkan oleh lesi atau
penyakit pada sistem syaraf ( mosby’s medical
dictionary )
14 Alloanamnesis wawancara medis yang dilakukan dokter dengan
keluarga atau orang lain yang mengetahui tentang
kondisi pasien beserta permasalahan medisnya
15 Glukosa darah mengacu pada kadar atau banyaknya kandungan
mengacu tingkat glukosa dalam darah
16 Test fungsi ginjal test yang dilakukan untuk menghilangkan bahan
ampas sisa metabolisme dari aliran darah,mengatur
keseimbangan tingkat akhir dalam tubuh dan
menahan ph pada cairan tubuh

IV. Identifikasi Masalah

No Masalah
1 Ny.C,umur 32 tahun dibawa suaminya ke Instalasi Rawat Darurat RSMH
Palembang karena kejang
2 Dari alloanamnesis didapatkan riwayat 8 hari sebelumnya demam tinggi disertai
batuk,sakit tenggorokan ,diare dan gelisah.

3 Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium : suhu 38°C,Nadi


140 x menit/reguler, Tekanan darah 100/80 mmHg,RR 18 x/ menit. Kepala :
Mata exopthalmus (+) , Mulut : pharynx : hiperemis ; Leher : struma diffusa (+) ,
kaku kuduk (-) . Jantung : takikardia ; paru : bunyi nafas normal ; Abdomen :
Dinding perut lemas ; hati dan limpa tak teraba.Ekstremitas : Refleks patologis
(-).Tremor (+).

4 Darah rutin : Hb : 12 g % ; WBC : 15.000/mm3

5
Kimia darah : Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal,elektrolit serum
normal.Test fungsi tiroid : T3 : 2,6 nmol/l ; T4 198 nmol/l ;TSH 0,3 mU/L

V. Analisis Masalah

1. Ny.C,umur 32 tahun dibawa suaminya ke Instalasi Rawat Darurat RSMH Palembang


karena kejang

a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami Ny. C?
Pada Grave’s Diseaese terjadi pada wanita dengan presentasi lebih dari 2
%.Penyakit ini jarang dimulai sebelum usia dewasa,biasanya terjadi antara
usia 20 – 50 tahun.

b. Apa penyebab kejang pada kasus ?


kejang pada kasus di sebabkan oleh krisis tyroid :

 instabilitas membrane sel saraf, sehingga mudah mengalami pengaktifan


 neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepas muatan secara berlebih
 kelainan polarisasi yang disebabkan kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam
gama-amino butirat
 ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa
atauelektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik

6
2. Dari alloanamnesis didapatkan riwayat 8 hari sebelumnya demam tinggi disertai
batuk,sakit tenggorokan ,diare dan gelisah.
a. Bagaimana mekanisme demam tinggi (pada kasus ) ?
Demam tinggi mereka disebabkan karena adanya sitokin yang dihasilkan oleh
autoantigen terutama interleukin – 1
c. Bagaimana mekanisme sakit tenggorokan (pada kasus )?

Sepertinya hal ini tidak ada kaitannya dengan hipertiroid. Melainkan


ini merupakan gejala tersendiri yang mengisyartkan bahwa Ny. N sedang
dalam keadaan infeksi. Keadaan infeksi ini mungkin saja ini disebabkan oleh
oral hygiene yang buruk dari Ny. n, sehingga mekanisme pertahanan tubuh
untuk melawan bakteri yang masuk adalah inflamasi sehingga terjadi sakit
tenggorokan. Penurunan daya tahan tubuh secara sistemik atau gangguan
mikrobial lokal, misalnya kebersihan mulut buruk, maka bakteri dan
produknya yang merupakan faktor virulen (lipopolisakaraida=LPS) akan
melakukan interaksi dengan sel-sel tertentu di rongga mulut. Pertama-tama
Tonsil yang bertindak sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan
berespons terhadap stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis
dengan mengaktivasi sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan
gangguan metabolism jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada
tonsil.
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke
tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan
dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika

7
tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang
tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil
tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang
di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Tonsilitis
kronik dapat menimbulkan gejala lokal ataupun sistemik. Gejala yang bisa
terjadi adalah mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang akibat daripada gejala
sistemik tonsilitis kronik. Gejala lokal pula termasuklah nyeri tenggorok atau
merasa tidak enak di tenggorok, nyeri telan ringan kadang-kadang seperti
benda asing (pancingan) di tenggorok.

d. bagaimana mekanisme diare(pada kasus ) ?


Hipertiroid menyebabkan aktivitas berlebihan dari sistem simpatik.
Hiperstimulasi simpatik pada usus menyebabkan hipermotilitas usus sehingga
menyebabkan diare dan malabsorbsi. Hipertiroid menyebabkan hiperdefekasi
(peningkatan frekuensi tinja dan bukan watery diarrhea)
Beberapa penyebab diare juga melibatkan:
A. Malabsorpsi lemak
B. Hipemotilitas usus
C. Hipersekresi empedu
D. Enzim pancreas dan secretin pada jaringan usus

e. Bagaimana mekanisme gelisah (pada kasus ) ?


Hypertiroid T3 dan T4 akan meningkatkan kepadatan B andregenik, yg
selanjutnya akan mengaktifkan reseptor B adregenik yg merangsang kelenjar
adrenal dan ujung syaraf melepas katekolamine (epinephrine, norepinephrine)
yg membuat syaraf simpatik lebih peka. Syaraf yg lebih peka menyebabkan
hyperaktivitas syaraf anxious (meningkatnya tonus otot) yg berdampak pada
Kegelisahan
f. Bagaimana mekanisme batuk (pada kasus ) ?
Terjadinya batuk disebabkan adanya infeksi sehingga sel imun tubuh
mengeluarkan sitokin – sitokin sehingga menyebabkan tubuh mengalami
kompensasi berypa batuk

8
3. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran delirium : suhu 38°C,Nadi 140 x
menit/reguler, Tekanan darah 100/80 mmHg,RR 18 x/ menit. Kepala : Mata exopthalmus
(+) , Mulut : pharynx : hiperemis ; Leher : struma diffusa (+) , kaku kuduk (-) . Jantung :
takikardia ; paru : bunyi nafas normal ; Abdomen : Dinding perut lemas ; hati dan limpa tak
teraba.Ekstremitas : Refleks patologis (-).Tremor (+).
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik ?


 Kesadaran : Delirium banyaknya hormon tiroid didalam sirkulasi akan
meningkatkan kepadatan beta andregenik.Reseptor beta andregenik akan
merangsang kelenjar adrenal dan ujung syaraf untuk melepas katekolamin
yang membuat saraf simpatik lebih peka.Saraf yang peka akan mengakibatkan

9
hiperaktivitas saraf dan mengaktifkan tonus otot yang berdampak pada tremor
dan gelisah.
 Suhu : 38 c
Peningkatan sekresi hormon tiroid akan memicu peningkatan metabolisme sel
sehingga terjadi peningkatan produksi energi dan BMR.BMR yang meningkat
mengakibatkan peningkatan produksi panas alhasil menyebabkan peningkatan
suhu tubuh.
 Nadi : 140 x / menit/reguler
T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai
beta miosin ,sehingga memperbaiki kontraksilitas otot jantung.T3 juga
meningkatkan transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik,
meningkatkan kontraksi di diastolik jantung dan meningkatkan reseptor
andregenik beta . ia juga mengubah konsentrasi protein G dan reseptor
andregenik .Dengan demikian,hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan
kronotropik yang nyata terhadap otot jantung.
 Tekanan darah : 100/80 mmHg
Hormon tiroid menyebabkan peningkatan aktivitas saraf simpatis tubuh salah
satunya peningkatan saraf simpatis di jantung,sehingga impuls listrik dari
nodus SA jantung meningkat menyebabkan kontraksi jantung meningkat
mengakibatkan katup – katup jantung bekerja dengan cepat sehingga dapat
terjadi putusnya chordae tendinae ( salah satu chordae tendinae ataupun semua
chordae tendinae )akibatnya katup – katup jantung tidak dapat menutup
dengan rapat dan terjadi regurgitasi maupun prolapse katup jantung.
 Mata : Exopthalmus ( + )
Pada hipertiroid terbentuk suatu antibodi terhadap kelenjar tiroid nya itu
sendiri,yang bernama cytoconic sntibody yang merangsang peningkatan
TSHR (Tyroid Stimulating Hormon Receptor )yang ada di fibroblast mata dan
sel dan sel folikel tiroidPeningkatan TSH-R itu juga akan merangsang limfosit
sehingga mengakibatkan radang autoimun pada otot extraoculer dan jaringan
preorbital sehingga mengakibatkan eksoftalmus pada pasien
hipertiroid.Retensi ion Na+ juga diketahui sebagai penyebab eksoftalmus ini
 Faring hiperemis
Disebabkan oleh adanya reaksi autoimun terhadap kelenjar tiroid dan
terjadinya peningkatan vaskularisasi agar memudahkan leukosit bergerak ke
arah tempat reaksi
 Struma diffusa
Telah diketahui bahwa terdapat reaksi autoimun terhadap kelenjar tiroid
sehingga terbentuklah tirotropin receptor stimulating antibody ( Trab )yang
berupa igG.Antibodi ini memiliki kapasitas mengikat TSH Receptor dan
menstimulasi sel folikel Camp yang analog dengan TSH sendiri sehingga
terjadi hiperplasia kelenjar tiroid yang difus
 Tremor

10
Mekanisme kontraksi otot perifer umumnya dikontrol lewat serebelum dan
ganglion basalis.Namun pada pasien hipertiroid,terjadi rangsangan berlebihan
terhadap ganglion basalis . Oleh karena itu,pada otot yang ada di ektremitas
terjadi kontraksi berlebih saat ada kegiatan yang akan mengakibatkan tremor.

4. Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin : Hb : 12 g % ; WBC : 15.000/mm3
Kimia darah : Glukosa darah, test fungsi ginjal dan hati normal,elektrolit serum normal.Test
fungsi tiroid : T3 : 2,6 nmol/l ; T4 198 nmol/l ;TSH 0,3 mU/L
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium ?
Pemeriksaan Normal Interpretasi
Hb : 12 g % 12,0 – 15,5 g/dl Normal
WBC : : 3,5 – 10,5 Billion cells /L Tinggi , leukositosis
15.000/mm3 ( 3,500 to 10,500 cells / mcL )

Kimia darah : Normal Normal


Glukosa darah, test
fungsi ginjal dan hati
normal,elektrolit
serum normal.
T3 : 2,6 nmol/l 0,9 – 2,5 nmol / L Timggi
T4 198 nmol/l 57 – 148 nmol/ L Tinggi
TSH 0,3 mU/L 0,270 – 4,20 ulU /ml Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan laboratorium?


 Leukositosis

Imfeksi virus menyebebabkan peradangan pada tubuh.Pada proses infeksi , makrofag


teraktivasi kemudian diproduksi TNF alfa dan IL – 1.Sel –sel endotel,fibroblast,dan
limfosit mengeluarkan GM-CSF,G-CSF,M-CSF merangsang pembentukan granulosit
dan monosit.Sel –sel darah putih langsung melawan infeksi virus.Hipertiroidisme
pada penyakit graves disebabkankarena TSAB.Setelah terikat dengan reseptor
TSH,Antibodi ini berlaku sebagai agonis TSH dan merangsang adenilat siklase dan
Camp.Diperkirakan ada seribu reseptor TSH pada setiap sel tiroid.

11
c. Bagaimana anatomi dan histologi kelenjar tiroid ?
Anatomi
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid
merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher
bagian bawah di sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini
merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus
oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula
ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea.
Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu
jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago kriko idea di
leher, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di
depan laring.Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra
cervicalis 5 sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang
dihubungka n oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan
apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis
di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang ± 5
cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang
dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per
gram jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5 ml/menit/gram tiroid).

12
Histologi
Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus.Jaringan
tiroid terdiri atas folikel yang berisi koloid. Kelenjar dibungkusoleh simpai
jaringan ikat longgar yang menjulurkan septa ke dalamparenkim (Jonqueira,
2007).

13
Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yang
mengandung suatu asam amino teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan
dalam folikel sebagai koloid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih
besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel
atau diantara folikel. Adanya banyakpembuluh darah di sekitar folikel,
memudahkan mencurahkan hormon kedalam aliran darah (Jonqueira, 2007).

d. Bagaimana mekanisme kerja hormon tiroid ?


Kelenjar thyroid merupakan organ yang mensekresikan terutama hormon 3,5,3’-l-
triiodotironin ( T3) dan 3,5,3’,5’-l- tetraiodotironin (T4). Hormon ini
membutuhkan Iodium untuk aktifitas biologiknya. Pada kelenjar Thyroid T3 dan
T4 terikat pada thyroglobulin, tempat berlangsungnya biosintesa hormon
ini .Pembebasan T3 dan T4 dari thyroglobulin memerlukan enzim proteolitik
yang distimulasi oleh TSH (atau cAMP) tetapi dihambat oleh Iodium dan oleh
Litium seperti Litium Karbonat yang digunakan untuk terapi manik depresif
.Efek ini dimanfaatkan dengan penggunaan Kalium Iodida untuk terapi
hiperthyroidisme.T3 dan T4 yang berada di sirkulasi berikatan dengan protein darah
yaitu : - TBG ( 85 % ) - TBPA - Albumin (sedikit ) Aktifitas biologik hormon ini
adalah oleh fraksi yang tidak terikat (bebas).
 mekanisme kerja hormonT3 dan T4

Hormon T3 dan T4 berikatan dengan reseptor spesifiknya dengan afinitas yangtinggi


di nukleus sel sasaran. Di sitoplasma hormon ini berikatan pada tempat dengan
afinitas yang rendah dengan reseptor spesifiknya. Kompleks hormon reseptor
berikatan pada suatu regio spesifik DNA, menginduksi atau merepresi sintesis
protein dengan meningkatkan atau menurunkan transkripsi gen. Dari transkripsi
gen–gen ini timbul perubahan dari tingkat transkripsi m RNA mereka.
Perubahan tingkat mRNA ini mengubah tingkatan dari produk protein dari
genini.Protein ini kemudian memperantarai respon hormon Thyroid. Hormon
Thyroiddikenal sebagai modulator tumbuh kembang → penting pada usia balita.

14
e. Bagaimana algoritme penegakan diagnosis pada penyakit sesuai kasus ?
Menurut Ghandour dan Reust (2011), untuk menegakkan diagnosis hipertiroidisme,
perlu dilakukan pemeriksaan kadar TSH serum, T3 bebas, T4 bebas, dan iodine
radioaktif seperti pada gambar I.

f. Bagaimana etiologi penyakit pada kasus ?


Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik, nodul
toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular
metastatik, dan tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan
krisis tiroid adalah penyakit Graves (goiter difus toksik).Meskipun tidak biasa terjadi,
krisis tiroid juga dapat merupakan komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini
diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama operasi pada pasien
hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah operasi.
Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit Graves
dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis
tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
Krisis tiroid juga dikaitkan dengan hipokalsemia berat. Seorang kasus wanita berusia
30 tahun dengan krisis tiroid dan gangguan fungsi ginjal menunjukkan adanya
hipokalsemia. Hipokalsemia pada kasus tersebut telah ada saat kreatinin serumnya
masih normal. Kadar serum normal fragmen ujung asam amino hormon paratiroid
dalam keadaan hipokalsemia pada kasus tersebut menunjukkan adanya gangguan
fungsi paratiroid. Karena kadar serum magnesiumnya normal dan tidak memiliki
riwayat operasi tiroid ataupun terapi radio-iodium, hipoparatiroidisme yang terjadi

15
dianggap idiopatik. Kasus ini adalah kasus ketujuh yang disebutkan di literatur
tentang penyakit Grave yang disertai hipoparatiroidisme idiopatik.
Krisis tiroid dilaporkan pula terjadi pada pasien nefritis interstisial. Kasus seorang
pria berusia 54 tahun yang telah diterapi dengan tiamazol (5 mg/hari) menunjukkan
kadar hormon tiroid yang meningkat tajam setelah dilakukan eksodontia. Meskipun
dosis tiamazol yang diresepkan dinaikkan setelah eksodontia pada hari keempat, pria
ini mengalami krisis tiroid pada hari ke-52 pasca eksodontia. Temuan laboratoris juga
menunjukkan disfungsi ginjal (kreatinin 1,8 mg/dL pada hari ke 37 pasca eksodontia).
Kadar hormon tiroid kembali dalam batas normal setelah tiroidektomi subtotal.
Namun, kadar serum kreatinin masih tetap tinggi. Pria ini kemudia didiagnosis
dengan nefritis interstisial berdasarkan hasil biopsi ginjal dan diterapi dengan
prednisolon 30 mg/hari. Kasus ini mewakilit kejadian krisis tiroid yang terjadi
meskipun tiamazol ditingkatkan dosisnya setelah eksodontia. Tampak bahwa nefritis
interstisial sebagaimana pula eksodontia merupakan faktor yang dapat meningkatkan
fungsi tiroid. Setelah buruknya respon terhadap obat anti-tiroid, penting untuk
mencegah krisis tiroid dengan menentukan faktor-faktor ini dan pengobatan yang
sesuai.

g. Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus ?


 Frekuensi
Di AS frekuensi tiroksikosis dan badai pada anak- anak sebenarnya tidak
diketahui .Kejadian Tirotoksikosis meningkat sering bertambahnya
umur.Tirotoksikosis dapat mempengaruhi sebanyak 2 % wanita yang lebih tua. Anak
– anak merupakan kurang dari 5 %.Penyakit grave’s adalah penyebab paling umum
tirotoksikosis masa kecil , dilaporkan mempengaruhi 0,2 – 0,4 % populasi anak –
anak dan remaja.sekitar 1- 2 % neonatus yang lahir dari ibu dengan penyakit grave’s
disease menunjukkan tirotoksikosis.
 Seks
Tirotoksikosis 3- 5 kali lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan dengan
pria,terutama dikalangan anak – anak pubertas.Namun , tidak ada data yang spesifik
mengenai insiden spesifik seks yang tersedia.
 Usia
Neurotoksikosis neonatal terjadi pada 1 -2 % neonatus yang lahir dari ibu dengan
penyakit graves.Bayi yang dibawah satu tahun menghasilkan 1 % kasus
tirotoksikosis .Lebih dari dua pertiga dari semua kasus tirotoksikosis terjadi pada
anak usia 10 -15 tahun.Secara keseluruhan,tirotoksikosis paling sering terjadi pada
dekade ketiga dan keempat kehidupan.Karena tirotoksikosis pada anak lebih
mungkin terjadi pada remaja,badai tiroid lebih sering terjadi pada kelompok usia
ini,mungkin bisa terjadi pada pasien dari segala umur.

h. Bagaimana manifestasi klinis penyakit pada kasus ?


Penyakit graves terdiri dari komponen tirotoksikosis struma diffus, oftalmopati,
dermopati {myedema lokal} dan akopadia {dua terakhir jarang ditemukan}. Manifestasi

16
klinis antara lain berupa hiperaktivitas, iritabilitas, disforia, tidak tahn terhadap udara panas,
berkeringat, palpitasi, lelah, penururan berat badan, nafsu makan meningkat, diare, poliuri,
oligomenorea, dan penurunan libido.

i. Bagaimana patofisisologi penyakit pada kasus ?


Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini


melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase,simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH
dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid.
Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1.
Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
3,¶55-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga
merangsanguptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ
dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid
oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu

17
tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatanreseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.

Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami,teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid
dan katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya,peningkatan hormon
tiroid meningkatkan kepadatan reseptor betaadrenergik sehingga menamnah efek
katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis
tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori
ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi
urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa betablockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selamapalpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi
radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan
toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.

j. Bagaimana tatalaksana penyakit pada kasus ( farmako dan non farmako ) ?


Penatalaksanaan:

1.menghambat sintesis hormon tiroid

Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI)


digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat konversi

18
T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI pada kasus-kasus
krisis tiroid. Sedangkan MMI merupakan agen farmakoogik yang umum digunakan
pada keadaan hipertiroidisme. Keduanya menghambat inkorporasi iodium ke TBG
dalam waktu satu jam setelah diminum.

2.menghambat sekresi hormon tiroid

Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat


dihambat dengan sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake iodium di
kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan jenuh kalium iodida dapat digunakan untuk
tujuan ini. Terapi iodium harus diberikan setelah sekitar satu jam setelah pemberian
PTU atau MMI. Perlu diketahui bahwa iodium yang digunakan secara tunggal akan
membantu meningkatkan cadangan hormon tiroid dan dapat semakin meningkatkan
status tirotoksik. Bahan kontras yang teiodinasi untuk keperluan radiografi, yaitu
natrium ipodat, dapat diberikan untuk keperluan iodium dan untuk menghambat
konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer. Kalium iodida dapat menurunkan aliran
darah ke kelenjar tiroid dan hanya digunakan sebelum operasi pada
tirotoksikosis. Pasien yang intoleran terhadap iodium dapat diobati dengan litium
yang juga mengganggu pelepasan hormon tiroid. Pasien yang tidak dapat
menggunakan PTU atau MMI juga dapat diobati dengan litium karena penggunaan
iodium tunggal dapat diperdebatkan. Litium menghambat pelepasan hormon tiroid
melalui pemberiannya. Plasmaferesis, pertukaran plasma, transfusi tukar dengan
dialisis peritoneal, dan perfusi plasma charcoal adalah teknik lain yang digunakan
untuk menghilangkan hormon yang berlebih di sirkulasi darah.  Namun, sekarang
teknik-teknik ini hanya digunakan pada pasien yang tidak merespon terhadap
penanganan lini awal. Preparat intravena natrium iodida (diberikan 1 g dengan infus
pelan per 8-12 jam) telah ditarik dari pasaran.

Penatalaksanaan: menghambat aksi perifer hormon tiroid

Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon tiroid.
Propranolol menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah konversi T4 menjadi
T3. Obat ini menimbulkan perubahan dramatis pada manifestasi klinis dan efektif
dalam mengurangi gejala. Namun, propranolol menghasilkan respon klinis yang
diinginkan pada krisis tiroid hanya pada dosis yang besar. Pemberian secara intravena
memerlukan pengawasan berkesinambungan terhadap irama jantung pasien.

19
Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang berhasil
digunakan pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif, seperti propranolol
maupun esmolol, tidak dapat digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif,
bronkospasme, atau riwayat asma. Untuk kasus-kasus ini, dapat digunakan obat-obat
seperti guanetidin atau reserpin. Pengobatan dengan reserpin berhasil pada kasus-
kasus krisis tiroid yang resisten terhadap dosis besar propranolol. Namun, guanetidin
dan reserpin tidak dapat digunakan pada dalam keadaan kolaps kardiovaskular atau
syok.

Penatalaksanaan: penanganan suportif

Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi dehidrasi
dan hipotensi. Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan peningkatan transit
usus dan takipnu akan membawa pada kehilangan cairan yang cukup bermakna.
Kebutuhan cairan dapat meningkat menjadi 3-5 L per hari. Dengan demikian,
pengawasan invasif disarankan pada pasien-pasien lanjut usia dan dengan gagal
jantung kongestif. Agen yang meningkatkan tekanan darah dapat digunakan saat
hipotensi menetap setelah penggantian cairan yang adekuat. Berikan pulan cairan
intravena yang mengandung glukosa untuk mendukung kebutuhan gizi. Multivitamin,
terutama vitamin B1, dapat ditambahkan untuk mencegah ensefalopati Wernicke.
Hipertermia diatasi melalui aksi sentral dan perifer. Asetaminofen merupakan obat
pilihan untuk hal tersebut karena aspirin dapat menggantikan hormon tiroid untuk
terikat pada reseptornya dan malah meningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons yang
dingin, es, dan alkohol dapat digunakan untuk menyerap panas secara perifer.
Oksigen yang dihumidifikasi dingin disarankan untuk pasien ini.

Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan


angka harapan hidup. Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati
kemungkinan insufisiensi relatif akibat percepatan produksi dan degradasi pada saat
status hipermetabolik berlangsung. Namun, pasien mungkin mengalami defisiensi
autoimun tipe 2 dimana penyakit Graves disertai oleh insufisiensi adrenal absolut.
Glukokortikoid dapat menurunkanuptake iodium dan titer antibodi yang terstimulasi
oleh hormon tiroid disertai stabilisasi anyaman vaskuler. Sebagai tambahan,
deksametason dan hidrokortison dapat memiliki efek menghambat konversi T 4

20
menjadi T3. Dengan demikian,  dosis glukokortikoid, seperti deksametason dan
hidrokortison, sekarang rutin diberikan.

Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi jantung


juga dapat muncul pada pasien yang muda dan bahkan pada pasien tanpa penyakit
jantung sebelumnya. Pemberian digitalis diperlukan untuk mengendalikan laju
ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrium.  Obat-obat anti-koagulasi mungkin
diperlukan untuk fibrilasi atrium dan dapat diberikan jika tidak ada kontraindikasi.
Digoksin dapat digunakan pada dosis yang lebih besar daripada dosis yang digunakan
pada kondisi lain. Awasi secara ketat kadar digoksin untuk mencegah keracunan.
Seiring membaiknya keadaan pasien, dosis digoksin dapat mulai diturunkan. Gagal
jantung kongestif muncul sebagai akibat gangguan kontraktilitas miokardium dan
mungkin memerlukan pengawasan dengan kateter Swan-Ganz.

Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid. Hilangnya


tonus vagal selama tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial transien dan
pengawasan jangka panjang elektrokardiogram (EKG) dapat meningkatkan deteksi
takiaritmia dan iskemia miokardial tersebut. Blokade saluran kalsium mungkin
merupakan terapi yang lebih cocok dengan melawan efek agonis kalsium yang terkait
hormon tinon farroid pada miokardium dan memperbaiki ketidakseimbangan
simpatovagal.

non farmakologi :

 berhenti merokok
 olaraga teratur

k. Bagaimana komplikasi dan prognosis penyakit pada kasus ?


Prognosis: Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian
keseluruhan akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat
laporan penelitian yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau
penyakit yang mendasari terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan
penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik.
Komplikasi:
 Hipoparatiroidisme
 Kerusakan nervus laringeus rekurens

21
 Hipotiroidisme pada tiroidektomi subtotal atau terapi RAI
 Gangguan visual atau diplopia akibat oftalmopati berat
 Miksedema pretibial yang terlokalisir
 Gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi
 Pengurangan massa otot dan kelemahan otot proksi

l. Bagaimana diagnosis banding penyakit pada kasus ?


Diagnosis banding

Tiroktoksitosistanpahipertiroidis Hipertiroidisme primer Hipertiroidismesekunder


me
Silent thyroiditis Mutasi TSH-r1, G5 ∝ Resistensi hormone tiroid
Destruksikelenjar, I-131, Karsinomatiroid yang Tirotoksitosisgestasional(trime
amiodarone, infark, adenoma, berfungsi ster pertama)
radiasi
Tiroiditissubakut (De Obat: litium,yodium chGH secreting tumor
Queracain, viral)
Tirotoksitosisfaktisia (keadaan Adenoma toksik TSH secreting tumor
hormone tiroidberlebih)
Struma ovarii (ektopik)
Gondokmultinodulartok
sik
Penyakit Graves

m. Apa saja pemeriksaan penunjang lainnya pada kasus ?

Pada krisis Tiroid pemeriksaan penunjang lainnya adalah :


Pemeriksaan kadar TSH dan hormon tiroksin
Pemeriksaan yang sangat penting untuk mendiagnosis krisis tiroid.Kadar TSH serum dapat
sangat rendah,dengan kadar FT4/T3 tinggi
Pemeriksaan darah sederhana
Pada pemeriksaan ini dapat mendeteksi anemia normositik normokromik,dengan limfositosis
yang relatif tinggi.Pemeriksaan gula darah ini sering di dapatkan hiperglikemia.

22
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Pada seseorang pasien yang mengalami krisis tiroid sering kali menunjukkan peningkatan
enzimtransaminase hati yang disertai Hiperbilirubinemia dan Azotomia prerenal.
Pemeriksaan EKG
Pada pasien krisis tiroid bermanfaat untuk mengkonfirmasi gangguan jantung,berupa sinus
takikardia arau fibrilasi atrial dengan responsventrikular cepat.

n. Bagaimana SKDI pada kasus ?


SKDI :

23
24
VI. Keterkaitan Antarmasalah

V. LI

1. KELENJAR TIROID
2. SINTESIS MEKANISME KERJA HORMON TIROID
3. KRISIS TIROID

25
4. HYPERTIROIDISME

VI. Learning Issue

No Learning Issue What I Know What I Don’t What I Have To How I Learn
Know Prove
1. Kelenjar tiroid Anatomi,histologi,fis Vaskularisasi, Anatomi,histologi Jurnal, Textbook
iologi Persyarafan dan dan Internet
Kelenjar tiroid dan sel – sel histopatologi
yang menyusun ,fisiologi pada
kelenjar kelenjar tiroid
2. Sintesis Hormon tiroid Biosintesis Biosintesis Jurnal, Textbook
mekanisme hormon tiroid hormon tiroid dan Internet
kerja hormon didalam didalam kelenjar
tiroid kelenjar tiroid tiroid beserta
fungsi masing
hormon T3 dan
T4,mekanisme
Kerja kelenjar
endokrin
3. Krisis tiroid Pengertian penyakit, Patofisiologi Etiologi, Jurnal, Textbook
Mekanisme kerja Penyakit, Patofisiologi, dan Internet
kelenjar endokrin Etiologi,patof Gambaran
isiologi, klinis dan
Gambaran laboratorium,
klinis dan Penatalaksanaan
laboratori
um,
Penatalaksanaa
n
4. Hypertiroidisme Definisi,mekanisme Patofisiologi Etiologi,epidemiol Jurnal, Textbook

26
kerja hormon tiroid penyakit ogi dan Internet
Etiologi,epidem ,faktor
iologi resiko,diagnosis
,faktor
resiko,diagnosi
s

VII. Sintesis
KELENJAR TIROID

1. Anatomi
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid
merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada leher
bagian bawah di sebelah anterior trakea (Gambar 1). Kelenjar ini
merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus
oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda. Kapsula
ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea.
Kelenjar ini terdiri atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu
jembatan jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago kriko idea di
leher, dan kadang-kadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari isthmus di
depan laring.Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra
cervicalis 5 sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang
dihubungka n oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear, dengan
apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea, dengan basis
di bawah cincin trakea 5 atau 6. Kelenjar tiroid mempunyai panjang ± 5
cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal kelenjar tiroid pada orang
dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram. Aliran darah kedalam tiroid per
gram jaringan kelenjar sangat tinggi (± 5 ml/menit/gram tiroid).

27
2. Histologi
Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus.Jaringan
tiroid terdiri atas folikel yang berisi koloid. Kelenjar dibungkusoleh simpai
jaringan ikat longgar yang menjulurkan septa ke dalamparenkim (Jonqueira,
2007).

28
Koloid terdiri atas tiroglobulin yaitu suatu glikoprotein yang
mengandung suatu asam amino teriodinisasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan
dalam folikel sebagai koloid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih
besar juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel
atau diantara folikel. Adanya banyakpembuluh darah di sekitar folikel,
memudahkan mencurahkan hormon kedalam aliran darah (Jonqueira, 2007).

3. Fisiologi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4)yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3).Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahanbakuhormon tiroid.
Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehinggamempunyai afinitas
yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3dan T4yang dihasilkan ini
kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalamtiroid. Sebagian besar
T4kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkansisanya tetap di dalamkelenjar
yang kemudian mengalami daur ulang.

29
Disirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin
pengikat tiroidThyroid Binding Globulin(TBG) atau prealbumin pengikat
albuminThyroxine Binding Prealbumine(TBPA). Hormon stimulator
tiroidThyroid Stimulating Hormone(TSH) memegang peranan terpenting
untukmengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus
anteriorkelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif
sangatpenting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.
Padapemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikularyang
menghasilkankalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium,
yaitumenurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang (De Jong
&Sjamsuhidajat, 2005).

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid


yaitu ThyroidStimulatingHormone(TSH)yang dihasilkan olehlobus anterior
hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dandiatur aktifitasnya oleh
kadar hormon tiroid dalam sirkulasiyang bertindaksebagai umpan balik negatif
terhadaplobus anterior hipofisisdan terhadapsekresi hormon pelepas
tirotropinyaituThyrotropinReleasingHormone(TRH)darihipotalamus(Guyton&Hal
l, 2006).Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau
tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T3dan T4dapatdikelompokkan
menjadi beberapa kategori yaitu :
(Sherwood, 2011)
a. Efek pada lajumetabolisme
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secarakeseluruhan.
Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkatkonsumsi O2dan
pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.
b. Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas
c. Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yangterlibat
dalam metabolisme bahan bakar.Efek hormon tiroid padabahan bakar
metabolik bersifat multifaset, hormon ini tidak sajamempengaruhi
sintesis danpenguraian karbohidrat, lemak dan protein,tetapi banyak
sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efekyang
bertentangan.
d. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran
terhadapkatekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara
kimiawi yangdigunakan oleh sistem saraf simpatis dan hormon dari
medula adrenal.
e. Efek pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan
kekuatankontraksi jantung sehingga curah jantung meningkat.
f. Efek pada pertumbuhan

30
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon
pertumbuhan, tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan
(somatomedin) pada sintesis protein struktural baru dan pertumbuhan
rangka.
g. Efek pada sistem saraf
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal
sistem saraf terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga
sangat penting untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.

SINTESIS MEKANISME KERJA HORMON TIROID


1. Sintesis Hormon Tiroid
Konsentrasi yodida dibentuk menjadi hormon melalui 7 tahap :
1. Trapping : ambilan yodium oleh kelenjar tiroid
2. Oksidasi : yodida menjadi yodium
3. Pengikatan yodium menjadi MIT & DIT
4. Coupling : iodotirosin + iodotirosin menjadi T3 &T4
5. Penimbunan & pembentukan koloid
6. Deyodinasi : yodida +residu tirosil+tiroglobulin
7. Proteolisis & sekresi hormon dari kelenjar tiroid

31
Secara garis besar, sintesis, penyimpanan, sekresi, dan konversi hormone terdiri dari
beberapa tahapan :

 Ambilan yodida. Yodium dari makanan mencapai sirkulasi dalam bentuk


yodida. Pada keadaan normal kadarnya dalam darah sangat rendah (0,2-0,4
g/dL), tetapi kelenjar tiroid mampu menyerap yodida cukup kuat, hingga yodida
dalam kelenjar mencapai 20-50 kali. Mekanisme transpor yodida ke kelenjar
dihambat beberapa ion (tiosinat dan perklorat). System transfor yodida di picu
hormone titropin dari adenohipofisis (thyroid-stimulating hormone, TSH).
 Oksidasi dan yodinasi. Oksidasi yodinasi menjadi aktif diperantarai tiroid
peroksidase. Enzim ini berada di membrane sel dan terkonsentrasi di permukaan
paling atas dari kelenjar. Reaksi ini menghasilkan residu monoyodotirosil (MT)
dan diyodotirosil (DIT) dalam tiroglobulin. Reaksi tersebut dirangsang TSH.
 Pembentukan tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3) dari yodotirosin. Reaksi
ini dikatalisasi oleh enzim tiroid peroksidase dimana kecepatannya dipengaruhi
oleh kadar TSH dan yodida. Penurunan jumlah yodium hanya akan berpengaruh
terhadap jumlah hormone tiroid yang keluar dari kelenjar.
 Resorpsi, Proteolisis koloid, dan sekresi hormone tiroid. Proses proteolisis
dimulai dari endositosis koloid dari lumen folikel pada permukaan sel, dengan
bantuan reseptor tiroglobulin (megalin). Tiroglobulin dipecah menjadi gugus-
gugus asam amino yang dipicu oleh hormone tirotropin, agar hormone tiroid
dapat dilepaskan yang dibantu oleh TSH.

32
 Konversi tiroksin menjadi triyodotironin dijaringan perifer. Sebagian besar
konvensi tiroksin menjadi triyodotironin diluar kelenjar, yakni di hati. Pada
keadaan normal sekitar 41% tiroksin akan dikonversi menjadi triyodotironin,
38% menjadi reverse triyodotironin yang tidak aktif, dan 21% dimetabolisme
melalui koojugasi dihati dan diekskresikan melalui empedu.

Gangguan sintesis hormon tiroid adalah penyebab langka hipotiroidisme


kongenital. Sebagian besar gangguan ini disebabkan oleh mutasi resesif di TPO atau
Tg, tetapi cacat juga telah diidentifikasi dalam TSH-R, NIS, pendrin, generasi hidrogen
peroksida, dan dehalogenase. Karena cacat biosintesis, kelenjar tidak mampu
mensintesis jumlah hormon yang cukup, yang menyebabkan TSH meningkat dan
gondok besar.

Tiroksin (T4)

Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap molekulnya.
Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat dengan protein di dalam sel-sel
kelenjar tiriod; pelepasannya ke dalam aliran darah terjadi ketika diperlukan. Kurang lebih
75% hormon tiroid terikat dengan globulin pengikat-protein (TBG; thyroid-binding globulin).
Hormon tiroid yang lain berada dalam keadaan terikat dengan albumin dan prealbumin
pengikat tiroid.

33
Bentuk T4 yang terdapat secara alami dan turunannya dengan atom karbon asimetrik
adalah isomer L. D-Tiroksin hanya memiliki sedikit aktivitas bentuk L. Hormon tiroid yang
bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein plasma, diantaranya :
(1) globulin pengikat tiroksin (TBG).
(2) prealbumin pengikat tiroksin (TBPA).
(3) albumin pengikat tiroksin (TBA).
Dari ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling spesifik. Selain
itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein pengikat ini di bandingkan
dengan triiodotironin. Secara normal 99,98% T4 dalam plasma terikat atau sekitar 8 μg/dL
(103 nmol/L); kadar T4 bebas hanya sekitar 2 ng/dL (Gambar 2). Hanya terdapat sedikit T4
dalam urin. Waktu paruh biologiknya panjang (6-7 hari), dan volume distribusinya lebih kecil
jka dibandingkan dengan cairan ekstra seluler (CES) sebesar 10L, atau sekitar 15% berat
tubuh.

Triiodotironin (T3)
Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang mengandung molekul
iodium yang terikat pada asam amino ini hanya mengandung tiga atom iodium saja dalam
setiap molekulnya. Hormon tiroksin juga di bentuk di jaringan perifer melalui deiodinasi T4.

34
Hormon triiodotironin (T3) lebih aktif daripada hormon tiroksin (T4). T4 dan T3disintesis di
dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi moleku l-molekul tirosin yang terikat pada
linkage peptida dalam triglobulin. Kedua hormon ini tetap terikat pada triglobulin sampai
disekresikan. Sewaktu disekresi, koloid diambil oleh sel-sel tiroid, ikatan peptida mengalami
hidrolisis, dan T3 serta T4 bebas dilepaskan ke dalam kapiler.
Triiodotironin mempunyai afinitas yang lebih kecil terhadap protein pengikat TBG
dibandingkan dengan tiroksin, menyebabkan triiodotironin lebih mudah berpindah ke
jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan mengapa aktivitas metabolik
triiodotironin lebih besar. T3 mugkin dibentuk melalui kondensasi monoidotirosin (MIT)
dengan diidotirosin (DIT). Dalam tiroid manusia normal, distribusi rata-rata senyawa
beriodium untuk T3 adalah 7%. Kelenjar tiroid manusia mensekresi sekitar 4 μg (7 nmol) T3.
Kadar T3 plasma adalah sekitar 0,15 μg/dL (2,3 nmol/L), dari 0,15 μg/dL yang secara normal
terdapat dalam plasma, 0,2% (0,3 ng/dL) berada dalam keadaan bebas. Sisa 99,8% terikat
pada protein, 46% pada TBG dan sebagian besar sisanya pada albumin, dengan pengikatan
transtiretin sangat sedikit (Tabel 1).

Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh
hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu :
(Sherwood, 2011)
a) Efek pada laju metabolism
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara keseluruhan. Hormon ini
adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada
keadaan istirahat.

b) Efek kalorigenik
Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.

35
c) Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam
metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat
multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak
dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang
bertentangan.

d) Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin
dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan
hormon dari medula adrenal.

e) Efek pada sistem kardiovaskuler


Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung
sehingga curah jantung meningkat.

f) Efek pada pertumbuhan


Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi
jugamendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis protein struktural
baru dan pertumbuhan rangka.

g) Efek pada sistem saraf


Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf terutama
Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas normal SSP
pada orang dewasa.

36
MEKANISME KERJA KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid
menghasilkan hormon
tiroid utama yaitu tiroksin
(T4)yang kemudian
berubah menjadi bentuk
aktifnya yaitu triyodotironin (T3).Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahanbakuhormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali
sehinggamempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3dan T4yang
dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalamtiroid. Sebagian besar
T4kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkansisanya tetap di dalam kelenjar yang
kemudian mengalami daur ulang.
Disirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat
tiroidThyroid Binding Globulin(TBG) atau prealbumin pengikat albuminThyroxine Binding
Prealbumine(TBPA). Hormon stimulator tiroidThyroid Stimulating Hormone(TSH)
memegang peranan terpenting untukmengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan
oleh lobus anteriorkelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif
sangatpenting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.
Padapemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikularyang menghasilkankalsitonin
yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitumenurunkan kadar
kalsium serum terhadap tulang (De Jong &Sjamsuhidajat, 2005).

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
ThyroidStimulatingHormone(TSH)yang dihasilkan olehlobus anterior hipofisis. Kelenjar
ini secara langsung dipengaruhi dandiatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasiyang bertindaksebagai umpan balik negatif terhadaplobus anterior hipofisis dan
terhadap sekresi hormon pelepas tirotropinyaituThyrotropinReleasingHormone(TRH)dari
hipotalamus(Guyton&Hall, 2006).Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara

37
langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T3dan
T4dapatdikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu :(Sherwood, 2011)
 Efek pada lajumetabolisme

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secarakeseluruhan.


Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkatkonsumsi O2dan pengeluaran
energi tubuh pada keadaan istirahat.
 Efek kalorigenik

Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas


 Efek pada metabolisme perantara

Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yangterlibat dalam


metabolisme bahan bakar.Efek hormon tiroid padabahan bakar metabolik
bersifat multifaset, hormon ini tidak sajamempengaruhi sintesis danpenguraian
karbohidrat, lemak dan protein,tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat
menginduksi efekyang bertentangan.
 Efek simpatomimetik

Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadapkatekolamin


(epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yangdigunakan oleh sistem
saraf simpatis dan hormon dari medula adrenal.
 Efek pada sistem kardiovaskuler

Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatankontraksi jantung


sehingga curah jantung meningkat.
 Efek pada pertumbuhan

Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan,


tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan(somatomedin) pada sintesis
protein struktural baru dan pertumbuhan rangka.
 Efek pada sistem saraf

Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf


terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk
aktivitas normal SSP pada orang dewasa.

FAKTOR-FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI SINTESIS DAN PELEPASAN


HORMON
38
Meskipun TSH adalah hormon pengatur yang dominan terhadap pertumbuhan dan
fungsi kelenjar tiroid, berbagai faktor pertumbuhan, yang paling banyak diproduksi secara
lokal di kelenjar tiroid, juga mempengaruhi sintesis hormon tiroid. Seperti insulin-like
growth factorI (IGF-I), faktor pertumbuhan epidermal, transforming growth factor(TGF-),
endothelins, dan berbagai sitokin. Peran kuantitatif faktor-faktor ini tidak dipahami dengan
baik, tetapi mereka penting dalam kondisi penyakit tertentu. Pada acromegaly, misalnya,
peningkatan kadar hormon pertumbuhan dan IGF-I berhubungan dengan gondok dan
predisposisi terjadinya multinodular goiter (MNG). Sitokin tertentu dan interleukin (ILS)
yang diproduksi dalam hubungannya dengan penyakit tiroid autoimun menginduksi
pertumbuhan tiroid, sedangkan yang lain mengarah ke apoptosis. Kekurangan yodium
meningkatkan aliran darah ke tiroid dan meregulasi NIS, merangsang penyerapan yang lebih
efisien. Kelebihan iodida secara sementara menghambat organifikasi iodida tiroid, sebuah
fenomena yang dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Pada individu dengan tiroid yang
normal, kelenjar lolos dari efek penghambatan dan organifikasi iodida berlanjut; tindakan
supresif iodida tinggi dapat menetap pada pasien dengan penyakit tiroid autoimun yang
mendasarinya.

KRISIS TIROID
Krisis Tiroid Tirotoksikosis yang membahayakan dan dapat mengancam jiwa.
Tirotoksikosis adalah keadaan saat kadar hormone tiroid berlebih. Tirotoksikosis tidak sama
dengan hipertiroidisme, yaitu keadaan yang disebabkan fungsi kelenjar tiroid yang
berlebihan. Namun, etiologi mayor dari tirotoksikosis adalah hipertiroidisme yang
disebabkan penyakit Grave (Grave’s disease) dan adenoma.Thyroid storm atau krisis tiroid
(atau dikenal juga dengan sebutan thyrotoxic krisis) merepresentasikan tingkat keparahan
tirotoksikosis, dan dicirikan dengan penurunan atau kerusakan fungsi organ.

39
Definisi
beberapa definisi :
Krisis tiroid adalah suatu keadaan dimana gejala-gejala dari tirotoksikosis dengan
sekonyong-konyong menjadi hebat dan disertai oleh hyperpireksia, takikardia dan kadang-
kadang vomitus yang terus menerus.
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran
cerna.5 Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat
peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar
tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat,
yaitu tirotoksikosis.1 Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh
terhadap tirotoksikosis tersebut.6 Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang
tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau
trauma.
Etiologi
Etiologi krisis tiroid antara lain penyakit Graves, goiter multinodular toksik, nodul
toksik, tiroiditis Hashimoto, tiroiditas deQuevain, karsinoma tiroid folikular metastatik, dan
tumor penghasil TSH. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid adalah penyakit
Graves (goiter difus toksik).Meskipun tidak biasa terjadi, krisis tiroid juga dapat merupakan
komplikasi dari operasi tiroid. Kondisi ini diakibatkan oleh manipulasi kelenjar tiroid selama
operasi pada pasien hipertiroidisme. Krisis tiroid dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah
operasi. Operasi umumnya hanya direkomendasikan ketika pasien mengalami penyakit
Graves dan strategi terapi lain telah gagal atau ketika dicurigai adanya kanker tiroid. Krisis
tiroid berpotensi pada kasus-kasus seperti ini dapat menyebabkan kematian.
Krisis tiroid juga dikaitkan dengan hipokalsemia berat. Seorang kasus wanita berusia 30
tahun dengan krisis tiroid dan gangguan fungsi ginjal menunjukkan adanya hipokalsemia.

40
Hipokalsemia pada kasus tersebut telah ada saat kreatinin serumnya masih normal. Kadar
serum normal fragmen ujung asam amino hormon paratiroid dalam keadaan hipokalsemia
pada kasus tersebut menunjukkan adanya gangguan fungsi paratiroid. Karena kadar serum
magnesiumnya normal dan tidak memiliki riwayat operasi tiroid ataupun terapi radio-iodium,
hipoparatiroidisme yang terjadi dianggap idiopatik. Kasus ini adalah kasus ketujuh yang
disebutkan di literatur tentang penyakit Grave yang disertai hipoparatiroidisme idiopatik.
Krisis tiroid dilaporkan pula terjadi pada pasien nefritis interstisial. Kasus seorang
pria berusia 54 tahun yang telah diterapi dengan tiamazol (5 mg/hari) menunjukkan kadar
hormon tiroid yang meningkat tajam setelah dilakukan eksodontia. Meskipun dosis tiamazol
yang diresepkan dinaikkan setelah eksodontia pada hari keempat, pria ini mengalami krisis
tiroid pada hari ke-52 pasca eksodontia. Temuan laboratoris juga menunjukkan disfungsi
ginjal (kreatinin 1,8 mg/dL pada hari ke 37 pasca eksodontia). Kadar hormon tiroid kembali
dalam batas normal setelah tiroidektomi subtotal. Namun, kadar serum kreatinin masih tetap
tinggi. Pria ini kemudia didiagnosis dengan nefritis interstisial berdasarkan hasil biopsi ginjal
dan diterapi dengan prednisolon 30 mg/hari. Kasus ini mewakilit kejadian krisis tiroid yang
terjadi meskipun tiamazol ditingkatkan dosisnya setelah eksodontia. Tampak bahwa nefritis
interstisial sebagaimana pula eksodontia merupakan faktor yang dapat meningkatkan fungsi
tiroid. Setelah buruknya respon terhadap obat anti-tiroid, penting untuk mencegah krisis
tiroid dengan menentukan faktor-faktor ini dan pengobatan yang sesuai.
Patofisiologi
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH)
yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid.
Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi
terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3
terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan 2)
bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin(TBG). Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak
terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar
hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari
anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini
melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar
tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH. Reseptor TSH
inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid
dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi
TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling
banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan
pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine
monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium,
sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ dan
merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon

41
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh
sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk
bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormon tiroid dapat
meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan
kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin maupun
norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar hormon
tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun
kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis
lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang
sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis krisis tiroid
terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat adrenergik, seperti
pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan rendah atau normalnya kadar
plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan
mengapa beta-blockers gagal menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi,
selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive
iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan
terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis,
dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat kemiripan strukturnya dengan
katekolamin.
Gambaran klinis
Riwayat penyakit dahulu pasien mencakup tirotoksikosis atau gejala-gejala seperti
iritabilitas, agitasi, labilitas emosi, nafsu makan kurang dengan berat badan sangat turun,
keringat berlebih dan intoleransi suhu, serta prestasi sekolah yang menurun akibat penurunan
rentang perhatian. Riwayat penyakit sekarang yang umum dikeluhkan oleh pasien adalah
demam, berkeringat banyak, penurunan nafsu makan dan kehilangan berat badan. Keluhan
saluran cerna yang sering diutarakan oleh pasien adalah mual, muntah, diare, nyeri perut,
dan jaundice. Sedangkan keluhan neurologik mencakup gejala-gejala ansietas (paling banyak
pada remaja tua), perubahan perilaku, kejang dan koma.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten melebihi
38,5oC. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi 41oC dan keringat
berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara lain  hipertensi dengan tekanan
nadi yang melebar atau hipotensi pada fase berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi
tidak bersesuaian dengan demam. Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling
banyak supraventrikular, seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat
terjadi). Sedangkan tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia
dan tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis mencakup
tanda orbital dan goiter.

42
Selain kasus tipikal seperti digambarkan di atas, ada satu laporan kasus seorang
pasien dengan gambaran klinis yang atipik (normotermi dan normotensif) yang disertai oleh
sindroma disfungsi organ yang multipel, seperti asidosis laktat dan disfungsi hati, dimana
keduanya merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi. Kasus ini menunjukkan bahwa
kedua sistem organ ini terlibat dalam krisis tiroid dan penting untuk mengenali gambaran
atipik ini pada kasus-kasus krisis tiroid yang dihadapi.
Gambaran laboratoris
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran
laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda
karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Pada
pemeriksaan status tiroid, biasanya akan ditemukan konsisten dengan keadaan
hipertiroidisme dan bermanfaat hanya jika pasien belum terdiagnosis sebelumnya. Hasil
pemeriksaan mungkin tidak akan didapat dengan cepat dan biasanya tidak membantu untuk
penanganan segera. Temuan biasanya mencakup peningkatan kadar T3, T4 dan bentuk
bebasnya, peningkatan uptake resin T3, penurunan kadar TSH, dan
peningkatan uptake iodium 24 jam.
Kadar TSH tidak menurun pada keadaan sekresi TSH berlebihan tetapi hal ini jarang
terjadi. Tes fungsi hati umumnya menunjukkan kelainan yang tidak spesifik, seperti
peningkatan kadar serum untuk SGOT, SGPT, LDH, kreatinin kinase, alkali fosfatase, dan
bilirubin. Pada analisis gas darah, pengukuran kadar gas darah maupun elektrolit dan
urinalisis dilakukan untuk menilai dan memonitor penanganan jangka pendek.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan krisis tiroid perlu proses dalam beberapa langkah. Idealnya, terapi
yang diberikan harus menghambat sintesis, sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid.
Penanganan suportif yang agresif dilakukan kemudian untuk menstabilkan homeostasis dan
membalikkan dekompensasi multi organ. Pemeriksaan tambahan perlu dilakukan untuk
mengidentifikasi dan mengatasi faktor pencetusnya yang kemudian diikuti oleh pengobatan
definitif untuk mencegah kekambuhan. Krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang
memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus.
Penatalaksanaan: menghambat sintesis hormon tiroid
Senyawa anti-tiroid seperti propylthiouracil (PTU) dan methimazole (MMI)
digunakan untuk menghambat sintesis hormon tiroid. PTU juga menghambat konversi T4
menjadi T3 di sirkulasi perifer dan lebih disukai daripada MMI pada kasus-kasus krisis tiroid.
Sedangkan MMI merupakan agen farmakoogik yang umum digunakan pada keadaan
hipertiroidisme. Keduanya menghambat inkorporasi iodium ke TBG dalam waktu satu jam
setelah diminum. Riwayat hepatotoksisitas atau agranulositosis dari terapi tioamida
sebelumnya merupakan kontraindikasi kedua obat tersebut.PTU diindikasikan untun
hipertiroidisme yang disebabkab oleh penyakit Graves. Laporan penelitian yang
mendukungnya menunjukkan adanya peningkatan risiko terjadinya toksisitas hati atas
penggunaan PTU dibandingkan dengan metimazol. Kerusakan hati serius telah ditemukan
pada penggunaan metimazol pada lima kasus (tiga diantaranya meninggal). PTU sekarang
dipertimbangkan sebagai terapi obat lini kedua kecuali pada pasien yang alergi atau intoleran
terhadap metimazol atau untuk wanita dengan kehamilan trimester pertama. Penggunaan

43
metimazol selama kehamilan dilaporkan menyebabkan embriopati, termasuk aplasia kutis,
meskipun merupakan kasus yang jarang ditemui.
Awasi secara ketat terapi PTU atas kemungkinan timbulnya gejala dan tanda
kerusakan hati, terutama selama 6 bulan pertama setelah terapi dimulai. Untuk suspek
kerusakan hati, hentikan bertahap terapi PTU dan uji kembali hasil pemeriksaan kerusakan
hati dan berikan perawatan suportif. PTU tidak boleh digunakan pada pasien anak kecuali
pasien alergi atau intoleran terhadap metimazol dan tidak ada lagi pilihan obat lain yang
tersedia. Berikan edukasi pada pasien agar menghubungi dokter jika terjadi gejala-gejala
berikut: kelelahan, kelemahan, nyeri perut, hilang nafsu makan, gatal, atau menguningnya
mata maupun kulit pasien.
Penatalaksanaan: menghambat sekresi hormon tiroid
Setelah terapi anti-tiroid dimulai, hormon yang telah dilepaskan dapat dihambat
dengan sejumlah besar dosis iodium yang menurunkan uptake iodium di kelenjar tiroid.
Cairan lugol atau cairan jenuh kalium iodida dapat digunakan untuk tujuan ini. Terapi iodium
harus diberikan setelah sekitar satu jam setelah pemberian PTU atau MMI. Perlu diketahui
bahwa iodium yang digunakan secara tunggal akan membantu meningkatkan cadangan
hormon tiroid dan dapat semakin meningkatkan status tirotoksik. Bahan kontras yang
teiodinasi untuk keperluan radiografi, yaitu natrium ipodat, dapat diberikan untuk keperluan
iodium dan untuk menghambat konversi T4 menjadi T3 di sirkulasi perifer. Kalium iodida
dapat menurunkan aliran darah ke kelenjar tiroid dan hanya digunakan sebelum operasi pada
tirotoksikosis. Pasien yang intoleran terhadap iodium dapat diobati dengan litium yang juga
mengganggu pelepasan hormon tiroid. Pasien yang tidak dapat menggunakan PTU atau MMI
juga dapat diobati dengan litium karena penggunaan iodium tunggal dapat diperdebatkan.
Litium menghambat pelepasan hormon tiroid melalui pemberiannya. Plasmaferesis,
pertukaran plasma, transfusi tukar dengan dialisis peritoneal, dan perfusi
plasma charcoal adalah teknik lain yang digunakan untuk menghilangkan hormon yang
berlebih di sirkulasi darah.  Namun, sekarang teknik-teknik ini hanya digunakan pada pasien
yang tidak merespon terhadap penanganan lini awal. Preparat intravena natrium iodida
(diberikan 1 g dengan infus pelan per 8-12 jam) telah ditarik dari pasaran.
Penatalaksanaan: menghambat aksi perifer hormon tiroid
Propranolol adalah obat pilihan untuk melawan aksi perifer hormon tiroid.
Propranolol menghambat reseptor beta-adrenergik dan mencegah konversi T4 menjadi T3.
Obat ini menimbulkan perubahan dramatis pada manifestasi klinis dan efektif dalam
mengurangi gejala. Namun, propranolol menghasilkan respon klinis yang diinginkan pada
krisis tiroid hanya pada dosis yang besar. Pemberian secara intravena memerlukan
pengawasan berkesinambungan terhadap irama jantung pasien.
Sekarang, esmolol merupakan agen beta-blocker aksi ultra-cepat yang berhasil
digunakan pada krisis tiroid. Agen-agen beta-blocker non-selektif, seperti propranolol
maupun esmolol, tidak dapat digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif,
bronkospasme, atau riwayat asma. Untuk kasus-kasus ini, dapat digunakan obat-obat seperti
guanetidin atau reserpin. Pengobatan dengan reserpin berhasil pada kasus-kasus krisis tiroid
yang resisten terhadap dosis besar propranolol. Namun, guanetidin dan reserpin tidak dapat
digunakan pada dalam keadaan kolaps kardiovaskular atau syok.

44
Penatalaksanaan: penanganan suportif
Terapi cairan dan elektrolit yang agresif diperlukan untuk mengatasi dehidrasi dan
hipotensi. Keadaan hipermetabolik yang berlebihan dengan peningkatan transit usus dan
takipnu akan membawa pada kehilangan cairan yang cukup bermakna. Kebutuhan cairan
dapat meningkat menjadi 3-5 L per hari. Dengan demikian, pengawasan invasif disarankan
pada pasien-pasien lanjut usia dan dengan gagal jantung kongestif. Agen yang meningkatkan
tekanan darah dapat digunakan saat hipotensi menetap setelah penggantian cairan yang
adekuat. Berikan pulan cairan intravena yang mengandung glukosa untuk mendukung
kebutuhan gizi. Multivitamin, terutama vitamin B1, dapat ditambahkan untuk mencegah
ensefalopati Wernicke. Hipertermia diatasi melalui aksi sentral dan perifer. Asetaminofen
merupakan obat pilihan untuk hal tersebut karena aspirin dapat menggantikan hormon tiroid
untuk terikat pada reseptornya dan malah meningkatkan beratnya krisis tiroid. Spons yang
dingin, es, dan alkohol dapat digunakan untuk menyerap panas secara perifer. Oksigen yang
dihumidifikasi dingin disarankan untuk pasien ini.
Penggunaan glukokortikoid pada krisis tiroid dikaitkan dengan peningkatan angka
harapan hidup. Awalnya, glukokortikoid digunakan untuk mengobati kemungkinan
insufisiensi relatif akibat percepatan produksi dan degradasi pada saat status hipermetabolik
berlangsung. Namun, pasien mungkin mengalami defisiensi autoimun tipe 2 dimana penyakit
Graves disertai oleh insufisiensi adrenal absolut. Glukokortikoid dapat
menurunkanuptake iodium dan titer antibodi yang terstimulasi oleh hormon tiroid disertai
stabilisasi anyaman vaskuler. Sebagai tambahan, deksametason dan hidrokortison dapat
memiliki efek menghambat konversi T4 menjadi T3. Dengan demikian,  dosis
glukokortikoid, seperti deksametason dan hidrokortison, sekarang rutin diberikan.
Meskipun seringkali muncul pada pasien lanjut usia, dekompensasi jantung juga dapat
muncul pada pasien yang muda dan bahkan pada pasien tanpa penyakit jantung sebelumnya.
Pemberian digitalis diperlukan untuk mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan
fibrilasi atrium.  Obat-obat anti-koagulasi mungkin diperlukan untuk fibrilasi atrium dan
dapat diberikan jika tidak ada kontraindikasi. Digoksin dapat digunakan pada dosis yang
lebih besar daripada dosis yang digunakan pada kondisi lain. Awasi secara ketat kadar
digoksin untuk mencegah keracunan. Seiring membaiknya keadaan pasien, dosis digoksin
dapat mulai diturunkan. Gagal jantung kongestif muncul sebagai akibat gangguan
kontraktilitas miokardium dan mungkin memerlukan pengawasan dengan kateter Swan-Ganz.
Keadaan hiperadrenergik telah dilaporkan pada pasien hipertiroid. Hilangnya tonus
vagal selama tirotoksikosis dapat memicu iskemia miokardial transien dan pengawasan
jangka panjang elektrokardiogram (EKG) dapat meningkatkan deteksi takiaritmia dan
iskemia miokardial tersebut. Blokade saluran kalsium mungkin merupakan terapi yang lebih
cocok dengan melawan efek agonis kalsium yang terkait hormon tiroid pada miokardium dan
memperbaiki ketidakseimbangan simpatovagal.

Penatalaksanaan: efek samping

45
Efek samping PTU yang pernah dilaporkan adalah perdarahan atau gusi mudah
berdarah, kerusakan hati (anoreksia, pruritus, nyeri perut kanan atas, peningkatan kadar
transaminase hingga tiga kali nilai normal), infeksi (terjadi akibat agranulositosis), pruritus
hingga dermatitis eksfoliatif, vaskulitis maupun ulkus oral vaskulitik, dan pioderma
gangrenosum. Meskipun termasuk rekomendasi D, beberapa pendapat ahli masih
merekomendasikan bahwa obat ini harus tetap dipertimbangkan sebagai lini pertama terapi
penyakit Graves selama kehamilan. Risiko kerusakan hati serius, seperti gagal hati dan
kematian, telah dilaporkan pada dewasa dan anak, terutama selama enam bulan pertama
terapi.
Agranulositosis adalah efek samping yang jarang terjadi pada penggunaan obat anti-
tiroid dan merupakan etiologi atas infeksi yang didapat dari komunitas dan mengancam jiwa
pasien yang menggunakan obat-obat ini. Manifestasi klinis yang sering muncul adalah
demam (92%) dan sakit tenggorokan (85%). Diagnosis klinis awal biasanya adalah faringitis
akut (46%), tonsilitis akut (38%), pneumonia (15%) dan infeksi saluran kencing (8%). Kultur
darah positif untuk Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Capnocytophaga species. Kematian disebabkan oleh infeksi yang tidak terkendali,
krisis tiroid dan gagal organ yang multipel. Basil Gram negatif, seperti Klebsiella
pneumoniae dan P. aeruginosa, merupakan patogen yang paling sering ditemui pada isolat
klinis. Antibiotik spektrum luas dengan aktifitas anti-pseudomonas harus diberikan pada
pasien dengan agranulositosis yang disebabkan oleh obat anti-tiroid yang menampilkan
manifestasi klinis infeksi yang berat.

Komplikasi
Komplikasi dapat ditimbulkan dari tindakan bedah, yaitu antara lain
hipoparatiroidisme, kerusakan nervus laringeus rekurens, hipotiroidisme pada tiroidektomi
subtotal atau terapi RAI, gangguan visual atai diplopia akibat oftalmopati berat, miksedema
pretibial yang terlokalisir, gagal jantung dengan curah jantung yang tinggi, pengurangan
massa otot dan kelemahan otot proksimal.1 Hipoglikemia dan asidosis laktat adalah
komplikasi krisis tiroid yang jarang terjadi. Sebuah kasus seorang wanita Jepang berusia 50
tahun yang mengalami henti jantung satu jam setelah masuk rumah sakit dilakukan
pemeriksaan sampel darah sebelumnya. Hal yang mengejutkan adalah kadar plasma glukosa
mencapai 14 mg/dL dan kadar asam laktat meningkat hingga 6,238 mM. Dengan demikian,
jika krisis tiroid yang atipik menunjukkan keadaan normotermi hipoglikemik dan asidosis
laktat, perlu dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosis krisis tiroid lebih dini karena
kondisi ini memerlukan penanganan kegawatdaruratan. Penting pula untuk menerapkan
prinsip-prinsip standar dalam penanganan kasus krisis tiroid yang atipik.
Prognosis
Krisis tiroid dapat berakibat fatal jika tidak ditangani. Angka kematian keseluruhan
akibat krisis tiroid diperkirakan berkisar antara 10-20% tetapi terdapat laporan penelitian
yang menyebutkan hingga 75%, tergantung faktor pencetus atau penyakit yang mendasari
terjadinya krisis tiroid. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis
biasanya akan baik.
Pencegahan

46
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat setelah
diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya setelah dilakukan
blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid setelah terapi RAI untuk
hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari
sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga 5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar
hormon tiroid dari folikel yang rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. Karena kadar hormon
tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI daripada setelahnya, banyak para ahli
endokrinologi meyakini bahwa penghentian obat anti-tiroid merupakan penyebab utama
krisis tiroid. Satu pilihannya adalah menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol)
hanya 3 hari sebelum dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari
setelahnya. Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat
menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula dipertimbangkan
pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan pada pasien yang berisiko
mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan sindroma McCune-Albright).

47
48
HYPERTIROIDISME

Definisi Hipertiroidisme
Menurut American Thyroid Association dan American Association of Clinical
Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupapeningkatan kadar
hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid melebihi normal.

Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya kadar hormon
tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah. Peningkatan kadar hormon tiroid
menyebabkan paparan berlebihan pada jaringan-jaringan tubuh yang menyebabkan
munculnya berbagai manifestasi klinik yang terkait dengan fungsi hormon tiroid dalam
berbagai proses metabolisme tubuh.

Faktor Risiko
Terjadinya hipertiroidisme Menurut Anonim (2008), faktor-faktor risiko seseorang
untuk terkena hipertiroidisme sebagai berikut:

49
1) Memiliki riwayat gangguan tiroid sebelumnya seperti goiter atau pernah menjalani operasi
kelenjar tiroid.
2) Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dan gangguan hormonal.
3) Adanya riwayat gangguan tiroid di keluarga.
4) Mengkonsumsi iodine dalam jumlah berlebihan secara kronik.
5) Menggunakan obat-obatan yang mengandung iodine seperti amiodarone.
6) Berusia lebih dari 60 tahun.

Kambuh (relapse)
Terjadinya kekambuhan setelah pengobatan hipertiroidisme terutama dengan obat
antitiroid cukup tinggi dengan persentase 30 – 70%. Kekambuhan pada pasien
hipertiroidisme dapat terjadi satu tahun setelah pengobatan dihentikan hingga bertahun-tahun
setelahnya. Secara umum faktor-faktor risiko terjadi kekambuhan hipertiroidisme adalah
sebagai berikut:
1) Berusia kurang dari 40 tahun.
2) Ukuran goiter tergolong besar.
3) Merokok.
4) Serum TSH-receptor Antibody (TSAb) masih terdeteksi di akhir
pengobatan dengan obat anti tiroid.
5) Faktor psikologis seperti depresi.

Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori,
secara umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease, toxic
adenoma, dan multinodular goiter.

Epidemiologi

Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai
klinik.Prevalensi hipertiroidisme adalah 10 kali lebih sering pada wanita dibanding laki-laki, namun cenderung
lebih parah pada laki-laki. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3:1, di
RSCM Jakarta adalah 6:1, di RS Dr. Soetomo 8:1 dan di RSHS Bandung 10:1. Sedangkan distribusi menurut
umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah usia 21-40 tahun (41.73%) tetapi menurut beberapa penulis
lain puncaknya antara 30-40 tahun.Hipertirod merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi pada masa anak,
namun kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa. Beberapa pustaka di luar negeri
menyebutkan insidennya pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan 1/100.000 anak per tahun.

Hipertiroid juga memiliki komponen herediter yang kuat. Di Amerika Serikat, penyakit Graves
adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves.
Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20-tahun,
dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok multinodular (15-20% dari
tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di daerah defisiensi yodium.Kebanyakan orang di Amerika Serikat
menerima yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari kejadian di wilayah dunia
dengan defisiensi yodium.Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5% kasus tirotoksikosis.

50
Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 per 100.000 wanita
dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60 tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di
Amerika terdapat pada wanita sebesar (1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi
hipertiroid adalah berkisar (1-2%).Di negara lnggris kasus hipertiroid terdapat pada 0.8 per 1000 wanita
pertahun.

Diagnosis
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan
tanda klinis yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan
radiodiagnostik.Menurut Ghandour dan Reust (2011), untuk menegakkan diagnosis
hipertiroidisme, perlu dilakukan pemeriksaan kadar TSH serum, T3 bebas, T4 bebas, dan
iodine radioaktif seperti pada gambar I.

Manisfestasi klinis
Penyakit graves terdiri dari komponen tirotoksikosis struma diffus, oftalmopati,
dermopati {myedema lokal} dan akopadia {dua terakhir jarang ditemukan}. Manifestasi
klinis antara lain berupa hiperaktivitas, iritabilitas, disforia, tidak tahn terhadap udara panas,
berkeringat, palpitasi, lelah, penururan berat badan, nafsu makan meningkat, diare, poliuri,
oligomenorea, dan penurunan libido.
Signs dan symptons
1. Laju metabolisme basal meningkat, ditandai dengan meningkatnya produksi panas
yang menyebabkan perasaan tidak tahan panas, keringat berlebihan dan kulit yang
hangat.

51
2. Peneurunan berat badan, nafsu makan meningkat karena ada muscle wasting
{thyrotoxic myopathy} dan diare serta gangguan memstruasi.
3. Denyut nadi yang cepat, termor,palpitasi, fibrilasi atrium, dan hipertensi. Sekresi
hormon tiroid meningkat akan menyebabkan peningkatan respons terhadap sistem
saraf simpatis kibat meningkatnya jumlah dan afinitas beta-adrenoreseptor
4. Gelisah, cemas berlebihan, gugup, iritabilitas dan emosi yang labil.
5. Perubahan perubahan pada mata {optalmopati graves}, ditandai dengan eksoftalmus
atau proptosis dapat terjadi pada 50 % pasien. Keadaan ini disebabkan penebalan pada
otot otot ekstraorbita karena infiltrat limfosit dan endapan mukopolisakarida {dikenal
dengan glikosaminoglikans} serta edema di sekitar jaringan lunak orbita.
6. Struma diffusa toksik {pembengkakan kelenjar tiroid yang simestris, yaitu
pembengkakaan lobus kiri dan kanan di sertai pembengkakan isthmus secara merata}.
7. Peningkatan kadar T3 dan T4 serum, tetapi kadar TSH serum rendah karena efek
umpan balik negatif dari peningkatan kadar T3 dan T4 terhadap hipofisis anterior.

XI.Kerangka Konsep

SAKIT
TENGGOROKAN 52
DEMAM TINGGI

INFEKSI VIRUS

BATUK
FARING
SUBAKUT TIROIDITIS
HIPEREMIS

PELEPASAN ANTIGEN TYROID

REAKSI AUTOIMUN

PRODUKSI TSAB

INFILTRASI
GRAVE’S DISEASE LIMFOSIT PADA
OTOT
EKSTRAOKULER
KRISIS TIROID
EKSOFTALMUS

HIPERMORTILIT T3 ↑ Pada pasien Aktivitas syaraf T4 ↑


AS USUS hipertiroid simpatis di jantung↑
mengalami
Rangsangan
↑ KEPADATAN B berlebih terhadap
DIARE ANDREGENIK ganglion basalis

KETIDAKSEIMBAN
GAN ION
KONTRAKSI BERLEBIH PADA
OTOT EKSTREMITAS

KEJANG
TREMOR

↑Aktivitas syaraf simpatis di jantung

Impuls listrik nodus SA


Jantung ↑

53
Fraksi ejeksi darah di
ventrikel ↓

TAKIKARDI

Kesimpulan

Ny. C umur 32 tahun mengalami krisis tiroid et causa subakut tiroiditis

Daftar Pustaka
Shahab Alwi. 2017. Dasar Dasar Endokrinologi. Penerbit : Rayyana Komunikasindo
Tanto Chris dkk. 2014. Kapita Selekta Ed. 4 Jilid 2. Jakarta. Penerbit : Media
Aesculapius.
Cunningham’s Manual of Practical Anatomy, Thirteenth edition, volume III. Head and
Neck and Brain. London, Oxford University Press, 1967, Page 109-112. 2.
Harold H. Lindner, MD, A Lange Medical Book Clinical Anatomy, Appleton & Lange,
Connenticut, 1989. Page 132-138.
Anwar, Rusmana. 2005. Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid. Bandung: Subbagian
Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran.
Silverthorn. 2001. Human Physiology An Integrated Approach. Second Edition.
Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan
Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI: Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli
2002, PIKKI, Jakarta, 2002

Santarwan Kusumo, Kezia Tjou, Suharto, Alamsyah, Tantani Sugiman. Krisis Tiroid.
Majalah Kedokteran Terapi Intensif. Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012.

Schraga ED. Hyperthyroidism , thyroid storm , and Graves disease. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/324556-print.

Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid storm. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/394932-print.

54
Yeung SJ, Habra M, Chiu C. Graves disease. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/234233-print.

Kuwajerwala NK, Goswami G, Abbarah T, Kanthimathinathan V, Chaturvedi P.


Thyroid , thyrotoxic storm following thyroidectomy. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/213213-print.

Thyroid crisis. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Mesh/database. php?


key=thyroid_crisis.

Kanbay M, Sengul A, Gilvener N. Trauma induced thyroid storm complicated by


multiple organ failure. Chin Med J. 2005;118(11):963-5.

Duggal J, Singh S, Kuchinic P, Butler P, Arora R. Utility of esmolol in thyroid crisis.


Can J Clin Pharmacol. 2006;13(3):e292-5.

Sharma PK, Barr L, Rubin A. Complications of thyroid surgery. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/946738-print.

Yamaji Y, Hayashi M, Suzuki Y, Noya K, Yamamoto O. Thyroid crisis associated with


severe hypocalcemia. Jpn J Med. 1991;30(2):179-81.

Kahara T, Yoshizawa M, Nakaya I, et al. Thyroid crisis following interstitial nephritis.


Intern Med. 2008;47(13):1237-40.

Prof.Dr.M.W.Haznam, Endokrinologi, 1991

Jiang Y, Hutchinson KA, Bartelloni P, Manthous A. Thyroid storm presenting as


multiple organ dysfunction syndrome. Chest. 2000;118:877-9.

Emdin M, Pratali L, Iervasi G. Abolished vagal tone associated with thyrotoxicosis


triggers prinzmetal variant angina and paroxysmal atrial fibrillation. Ann Intern
Med. 2000;132(8):679.

Sheng W, Hung C, Chen Y, et al. Antithyroid-drug-induced agranulocytosis


complicated by life-threatening infections. Q J Med. 1999;92:455-61.

Izumi K, Kondo S, Okada T. A case of atypical thyroid storm with hypoglycemia and
lactic acidosis. Endocr J. 2009;56(6):747-52.

Harrison’s, Principles Of Internal Medicines 12th Edition, 1991

Kuwajerwala NK, Goswami G, Abbarah T, Kanthimathinathan V, Chaturvedi P.


Thyroid , thyrotoxic storm following thyroidectomy. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/213213-print

https://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63964/poto
ngan/S1-2013-280476-
chapter1.pdf&ved=2ahUKEwjexavQitrYAhVCl5QKHdubANcQFjABegQIERAB&usg

55
=AOvVaw2He26CROHL_-xw40Az7XM3 diakses pada tanggal 15 januari 2018 pukul
21.00 WIB
perdici.org/wp-content/uploads/mkti/2012-02-04/mkti2012-0204-220224.pdf diakses pada
tanggal 16 januari 2018 pukul 17.30 WIB

56

Anda mungkin juga menyukai