Anda di halaman 1dari 97

1

LAPORAN TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN MENGONTROL


HALUSINASI PENGLIHATAN DENGAN CARA
TERATUR MENGKONSUMSI OBAT
DI PUSKESMAS BANDAR JAYA
TAHUN 2021

DINI DINANTI
NIM : 2018.1235

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN LAHAT
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LAPORAN TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN MENGONTROL


HALUSINASI PENGLIHATAN DENGAN CARA
TERATUR MENGKONSUMSI OBAT
DI PUSKESMAS BANDAR JAYA
TAHUN 2021

Disusun Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)


Pada Program Studi DIII Keperawatan Poltekkes Palembang

DINI DINANTI
NIM : 2018.1235

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN LAHAT
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021

2
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal Laporan Tugas Akhir Studi Kasus dengan judul :


Implementasi Keperawatan Mengontrol Halusinasi Penglihatan Dengan Cara
Teratur Mengkonsumsi Obat Di Wilayah Puskesmas Bandar Jaya Tahun 2021
Oleh : Dini Dinanti
NIM : 2018.1235
Telah diperiksa dan disetujui serta layak untuk dipertahankan di hadapan Tim
Penguji Sidang Proposal Ujian Laporan Tugas Akhir Studi Kasus pada Program
Studi D3 Keperawatan Lahat Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Palembang.

Lahat, Januari 2021


Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

H. Abdul Gani, S.Pd.,SKM.,S.Kep.,M.Kes Sri Martini, S.Pd, S.Kp, M.Kes

NIP. 196609041989031003 NIP. 196303131988032003

3
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Laporan Tugas Akhir Studi Kasus Oleh :


Nama : Dini Dinanti
Nim : 2018.1235
Judul : Implementasi Keperawatan Mengontrol Halusinasi Penglihatan Dengan
Cara Teratur Mengkonsumsi Obat Di Wilayah Puskesmas Bandar Jaya
Tahun 2021

Dewan Penguji

Penguji Ketua Penguji Anggota I Penguji Anggota II

H. Abdul Gani, S.Pd.,SKM.,S.Kep.,M.Kes Imelda Erman, S.Kep, Ners, M.Kes Kamesyworo, SST, MM
NIP. 196609041989031003 NIP. 197905292005012003 NIP. 197304261997031006

Mengetahui
Ketua Prodi DIII Keperawatan Lahat

H. Abdul Gani, S.Pd.,SKM.,S.Kep.,M.Kes


NIP. 196609041989031003

4
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Proposal Laporan Tugas Akhir
Studi Kasus ini. Penulisan Proposal Laporan Tugas Akhir Studi Kasus ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli
Madya Keperawatan pada Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Lahat. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak pada
penyusunan Proposal Laporan Tugas Akhir Studi Kasus ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Kedua Orang Tua dan keluarga yang selalu memberikan do’a dan dukungan
kepada penulis sehingga penulis mampu melewati tantangan dan rintangan
dengan kuat dan sabar.
2. Muhammad Taswin, S.Si, Apt, MM, M.Kes selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Palembang.
3. Devi Mediarti, S.Pd, S.Kep, M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palembang.
4. H.A. Gani, S.Pd, SKM, S.Kep, M.Kes selaku ketua Prodi Keperawatan
Lahat, pembimbing dan dosen penguji 1 yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam peyusunan Laporan
Tugas Akhir.
5. dr. Sumirawati selaku kepala Puskesmas Bandar Jaya Lahat yang telah
mengizinkan peneliti melakukan penelitian di Puskesmas Bandar Jaya.
6. Seluruh staff dan pegawai Puskesmas Bandar Jaya Lahat yang telah
memberikan arahan dan masukan kepada peneliti.
7. Sri Martini, S.Pd, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
peyusunan Laporan Tugas Akhir.

5
8. Imelda Erman, S.Kep, Ners, M.Kes selaku dosen penguji 2 yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan
memberikan masukan dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir.
9. Kamesyworo, SST, MM selaku dosen penguji 3 yang telah menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan dan memberikan masukan
dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir.
10. Seluruh Staf Dosen dan Pegawai Poltekkes Kemenkes Palembang yang
telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman serta mendidik
peneliti selama peneliti mengikuti pendidikan.
11. Rekan-Rekan seperjuangan yang telah menjadi tempat berbagi dan saling
melengkapi dalam proses penyelesaian laporan tugas akhir.

Semoga Allah SWT melimpahkan karunia serta rahmat Nya untuk kita
semua. Peneliti juga meminta maaf apabila dalam laporan tugas akhir studi kasus
ini terdapat kesalahan pada penulisan nama dan atau gelar. Akhirnya semoga
laporan tugas akhir studi kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pendidikan dan ilmu keperawatan serta bagi kita semua. Aamiin Yaa Robbal
Alamiiin.

Lahat, Januari 2021

Dini Dinanti

6
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN


HALAMAN SAMPUL DALAM ......................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................iv
KATA PENGANTAR........................................................................................v
DAFTAR ISI.......................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................5
1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Halusinasi..................................................................7
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan
Persepsi Halusinasi Penglihatan.......................................................15
2.3 Konsep Obat dalam Psikofarmakoterapi..........................................38

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Rancangan Studi Kasus..................................................................52
3.2 Subjek Studi Kasus.........................................................................52
3.3 Fokus Studi Kasus..........................................................................52
3.4 Definisi Operasional.......................................................................52
3.5 Tempat dan Waktu Studi Kasus.....................................................53
3.6 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data....................................53
3.7 Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Halusinasi Penglihatan ............54
3.8 Pengolahan dan Analisa Data.........................................................54
3.9 Penyajian Data................................................................................55
3.10 Etika Penelitian...............................................................................55

BAB IV STUDI KASUS

7
4.1 Profil Puskesmas Bandar Jaya Lahat...............................................58
4.2 Hasil Penelitian...............................................................................58

BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan....................................................................................70
5.2 Faktor Pendukung dan Penghambat...............................................72

BAB VI PENUTUP
5.1 Kesimpulan.....................................................................................74
5.2 Saran...............................................................................................74

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

8
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rencana Tindakan Halusinasi..............................................................25


Tabel 2.2 Strategi Pelaksanaan Halusinasi...........................................................34
Tabel 4.1 Pengkajian Kemampuan Subjek...........................................................60
Tabel 4.2 Evaluasi Kemampuan Subjek I............................................................63
Tabel 4.3 Evaluasi Kemampuan Subjek II...........................................................66

9
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologi..........................................................13


Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi...................23

10
DAFTAR LAMPIRAN

SOP Pendampingan ODGJ dan Kontrol Minum Obat.........................................76


Satuan Acara Penyuluhan Halusinasi Penglihatan...............................................78
Penilaian Kemampuan Pasien Halusinasi Penglihatan.........................................81
Lembar Konsul.....................................................................................................82

11
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Pengkajian Kemampuan Subjek......................................................61


Diagram 4.2 Evaluasi Kemampuan Subjek I........................................................65
Diagram 4.3 Evaluasi Kemampuan Subjek II......................................................68

12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat

berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu

tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat

bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya. Kesehatan jiwa memiliki rentang respon adaptif yang

merupakan sehat jiwa, masalah psikososial, dan respon maladaptif yaitu

gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun 2014).

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ) III salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia yaitu

penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir,

bahasa, emosi, dan perilaku sosial.

Menurut Eko Prabowo (2014) skizofrenia adalah suatu kondisi

terjadinya penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran dan

persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul.

Menurut Yosep & Sutini (2014) diperkirakan lebih dari 90% pasien

dengan skizofernia mengalami halusinasi. Halusinasi sendiri terbagi

menjadi tujuh jenis yang meliputi: halusinasi pendengaran (auditory),

halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi

13
pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile) halusinasi cenesthetic,

dan halusinasi Kinesthetic. (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015)

Adapun sekitar 20% halusinasi yang diderita oleh pasien gangguan

jiwa adalah halusinasi penglihatan (Muhith, 2015). Halusinasi penglihatan

adalah stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk kilatan cahaya,

gambaran geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit dan kompleks,

bayangan yang bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat

monster. Hal ini dapat menimbulkan masalah- masalah berupa perilaku

pasien yang mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Prabowo,

2014).

Pengontrolan halusinasi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu

menghardik halusinasi, minum obat secara teratur, bercakap-cakap dengan

orang lain, melakukan aktifitas yang terjadwal (Muhith, 2015).

Ketidakpatuhan minum obat secara teratur ini yang merupakan alasan

pasien kembali dirawat di rumah sakit. Pasien yang kambuh membutuhkan

waktu yang lebih lama untuk kembali pada kondisi semula dan dengan

kekambuhan yang berulang, kondisi pasien bila semakin memburuk dan

sulit untuk kembali ke keadaaan semula. Pengobatan skizofrenia ini harus

dilakukan terus menerus sehingga pasien nanti dapat mengontrol

kekambuhan penyakitnya dan dapat mengembalikan fungsi untuk produktif

serta akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidupnya (Yuliantika, 2012).

Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat

14
serius. WHO (2011) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di

dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada 450 juta orang

di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. (Yosep, 2016).

Di Indonesia peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup

banyak. Diperkirakan prevalensi gangguan mental emosional dengan

penduduk umur lebih dari 15 tahun di Indonesia secara nasional pada tahun

2015 adalah 6,0 (37,728 orang dari objek yang dianalisis). Provinsi dengan

prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah

11,6% sedangkan yang terendah Lampung 1,2% (RISKESDAS, 2015).

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan mengatakan, terhitung

dari tahun 2017 sampai 2019, saat ini jumlah pasien dengan gangguan jiwa

berat terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2017 ODGJ berat berjumlah

7.285 orang. Tahun 2018 9.597 orang, tahun 2019 10.175 orang. Saat ini

pasien terbanyak psikotik, dimana dengan presentase jumlah mencapai 75%,

dan sisanya 25% terbagi kedalam gangguan neurotic, retardasu, dan

penyakit jiwa lainnya. (Dinkes Provinsi Sumatera Selatan 2019)

Di RS Jiwa Dr. Ernaldi Bahar Palembang mencatat kasus penderita

Skiofrenia sebanyak 1.180 klien pada tahun 2015, kemudian 1.158 klien

pada tahun 2016, dan pada tahun 2017 dari bulan januari sampai juni

terdapat 899 klien (Medical Record RS Jiwa Dr. Ernaldi Bahar Palembang,

2017).

Dinas Kesehatan Lahat mencatat ada 620 orang menderita gangguan

jiwa di Kabupaten Lahat. Dari 620 data yang diterima hasil laporan di 32

15
puskesmas, 400 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dalam pengobatan

aktif, 45 orang lainnya dalam keadaan dipasung. Dengan faktor penyebab,

dipicu penyalahgunaan obat psitropika, depresi berat dan keturunan.

Berdasarkan data dari Puskesmas Bandar Jaya Lahat tercatat 90 orang

yang mengalami gangguan jiwa. Data tersebut adalah data dari jumlah

pasien yang mengalami skizofrenia, halusinasi pendengaran, halusinasi

penglihatan, perilaku kekerasan, deficit perawatan diri, harga diri rendah,

dan yang lainnya.

Peran perawat dalam menangani pasien halusinasi antara lain

melakukan penerapan standar asuhan keperawatan, Terapi aktivitas

kelompok (TAK), dan melatih keluarga untuk merawat pasien yang

mengalami halusinasi. Standar asuhan keperawatan mencakup penerapan

strategi pelaksanaan dari halusinasi. Strategi pelaksanaan pada pasien

halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien

menghardik halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap – cakap

dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan aktivitas

terjadwal untuk mencegah halusinasi muncul.

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas dirasa tertarik

untuk melakukan Studi Kasus tentang “Implementasi Keperawatan

Mengontrol Halusinasi Penglihatan Dengan Teratur Mengkonsumsi Obat Di

Puskesmas Bandar Jaya Tahun 2021”.

16
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari data diatas yaitu “Bagaimana

Penerapan Implementasi Keperawatan Mengontrol Halusinasi Penglihatan

Dengan Teratur Mengkonsumsi Obat Di Puskesmas Bandar Jaya Tahun

2021”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mampu menerapkan implementasi keperawatan mengontrol

halusinasi penglihatan dengan teratur mengkonsumsi obat di

puskesmas bandar jaya tahun 2021.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melatih klien mengguakan obat teratur pada klien dengan

masalah halusinasi penglihatan di Puskesmas Bandar Jaya Lahat

Tahun 2021.

2. Dapat melaksanakan Implementasi Keperawatan Mengontrol

Halusinasi Penglihatan dengan Cara Teratur Mengkonsumsi Obat

di Wilayah Puskesmas Bandar Jaya Tahun 2021.

3. Dapat mengevaluasi keberhasilan dari Implementasi Keperawatan

Mengontrol Halusinasi Penglihatan dengan Cara Teratur

Mengkonsumsi Obat di Wilayah Puskesmas Bandar Jaya Tahun

2021.

17
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Klien/ Keluarga

Menambah wawasan ilmu pengetahuan pada klien/ keluarga

bagaimana cara mengontrol halusinasi penglihatan dengan teratur

mengkonsumsi obat.

1.4.2 Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran

dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

1.4.3 Manfaat Bagi Puskesmas

Menjalin kerja sama dengan masalah gangguan persepsi sensori

halusinasi dalam upaya memberi asuhan Keperawatan Jiwa yang

berkualitas pada klien dengan perawatan yang holistik dan memberi

informasi serta pelaksanaan.

18
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Halusinasi

2.1.1 Definisi Halusinasi

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi

dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak

terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar.

Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra

tanpa stimulus eksteren : persepsi yang tidak nyata (Maramis 2005,

dalam Eko Prabowo,2014).

2.1.2 Jenis – jenis Halusinasi

Menurut Stuart dan Laraia (2005) dalam Muhith (2015) halusinasi

dibagi menjadi 7 jenis yaitu:

a. Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik): dimana individu

mengalami gangguan stimulus dimana klien mendengar suara-

suara terutama suara orang, biasanya klien mendengar seseorang

sedang membicarakan apa yang ada dipikirannya.

b. Halusinasi penglihatan (visual): klien mengalami stimulus visual

dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran cahaya, gambaran

geometric, gambar atau panorama yang luas dan kompleks.

Gambaran bias bisa menyenangkan atau menakutkan.


c. Halusinasi penghidu (olfaktori): gangguan stimulus pada

penghidu dimana klien merasakan adanya bau busuk, amis,dan

bau yang menjijikkan seperti: darah, urine, atau feses. Kadang-

kadang penghidu tercium bau harum.

d. Halusinasi peraba (taktil): gangguan stimulus ini ditandai dengan

adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa adanya stimulus.

e. Halusinasi pengecap: gangguan stimulus dimana klien merasakan

sesuatu yang dirasakan di pengecapnya.

f. Halusinasi cenesthetic: gangguan stimulus yang ditandai dengan

merasakan fungsi tubuh seperti darah yang mengalir melalui vena

atau arteri.

g. Halusinasi kinesthetic: merasakan pergerakan saat berdiri tanpa

bergerak.

2.1.3 Etiologi Halusinasi

Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti dan Iskandar (2012)

penyebab terjadinya halusinasi yaitu:

1. Faktor Predisposisi

a) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan pasien yang terganggu misalnya

rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan

pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang

percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.

8
b) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak

dari bayi sehingga merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya pada lingkungannya.

c) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab

mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil

sebuah keputusan yang tepat demi masa depannya. pasien

lebih memilih kesenangan sesaat.

d) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.Hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan

yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Menurut Rawlins & Heacock (1993) dalam Damaiyanti &

Iskandar (2012) mencoba memecahkan masalah halusinasi

berlandaskanatas hakikat keberadaan seorang individu sebagai

makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur biopsikososio

spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu:

9
1. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi

fisikseperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,

demam sehingga menyebabkan delirium dan spasme,

intoksikasi alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu

lama.

2. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasarproblem yangtidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.

pasien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut

sehingga dengan kondisi tersebut pasien berbuatsesuatu

terhadap ketakutan yang dialami.

3. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan

fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego

sendiri untuk melawan implus yang menekan namun

merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang

dapat mengambil seluruh perhatian pasien dan tak jarang

mengontrol semua perilaku pasien.

10
4. Dimensi Sosial

Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dalam faseawal

dan comforting, pasien menganggap bahwa hidup

bersosialisasi di dalam nyata sangat membahayakan. Pasien

merasakan asyik dengan halusinasi yang dialaminya, seolah-

olah halusinasinya itu merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diriyang

tidak didapatkannya di dunia yang nyata.

5. Dimensi Spiritual

Secara spiritual pasien yang mengalami halusinasi mulaidari

kehampaan hidup, rutinitas yang tidak bermakna, hilangnya

aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritualuntuk

mensucikan diri.

2.1.4 Tanda – Tanda Halusinasi

Menurut Hamid yang dikutip oleh (Jallo, 2008) dan menurut Keliat

dikutip oleh Syahbana (2009) dalam Prabowo (2014) Perilaku pasien

yang berkaitan dengan halusinasi adalah :

1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.

2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat

dan respon verbal yang lambat.

3. Menarik diri dari orang lain dan berusaha untuk menghindari

diri dari orang lain.

11
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan

yang tidak nyata.

5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan

darah.

6. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa

detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.

7. Curiga, bermusuhan dan merusak diri sendiri, orang lain, dan

lingkungannya.

8. Sulit berhubungan dengan orang lain.

9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel, dan mudah

marah.

10. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

11. Tampak tremor dan berkeringat, prilaku panik.

Tanda-tanda halusinasi penglihatan menurut Videbeck

(2004) dalam Yosep (2014) adalah:

Data Subjektif :

Melihat seseorang yang sudah meninggal, melihat makhluk tertentu,

melihat bayangan, hantu atau sesuatu yang menakutkan

Data Objektif:

a) Tatapan mata pada tempat tertentu.

b) Menunjukkkan kearah tertentu.

c) Ketakutan pada objek yang dilihat.

12
2.1.5 Rentang Respon Neurobiologi

Rentang respon neurobiologi menurut Stuart dan Laraia (2005)

dalam Muhith (2015).

Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologi

Respon Adaptif Respon Maladaptive

 Pikiran logis  Kadang – kadang  Waham

 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi

 Emosi konsisten terganggu  Kerusakan proses

dengan  Ilusi emosi

pengalaman  Emosi berlebihan  Perilaku tidak

 Perilaku cocok  Perilaku yang tidak terorganisasi

 Hubungan biasa  Isolasi sosial

sosial harmonis  Menarik diri

2.1.6 Fase – Fase Halusinasi

Tahapan dalam halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan

Laraia (2001) dalam Prabowo (2014) dan setiap fase memiliki

karakteristik yag berbeda, yaitu :

a. Fase I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas,

13
kesepian, rasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk berfokus

pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.

Disini Klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,

diam dan asyik sendiri.

b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien

mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil

jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.

c. Fase III
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap

halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Klien merasa

sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak

mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam

kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan

berhubungan dengan orang lain.

d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika Klien

mengikuti perintah halusinasi. Pada fase ini Klien dapat

melakukan perilaku kekerasan, menarik diri, tidak mampu

merespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu

berespon dengan banyak orang.

2.1.7 Penatalaksanaan

14
Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi

adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, (Stuart,

Laraia, 2005 dalam Muhith, 2015) yaitu:

a. Psikofarmalogis, obat yang lazim digunakan pada gejala

halusinasi yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia

adalah obat anti psikosis.

b. Terapi kejang listrik/ Electro Compulsive Therapy (ECT).

c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Halusinasi

Penglihatan

2.2.1 Konsep Asuhan keperawatan Jiwa

Asuhan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat

professional dan ners melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif,

baik dengan klien maupun tenaga kesehatan yang lain, dalam upaya

memberikan asuhan keperawatn yang holistic sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan,

termasuk praktik keperawatan individu dan berkelompok (Nursalam,

2003 dalam Muhith, 2015).

Standar praktik professional proses keperawatan terdiri dari

lima tahap yang sequensial dan berhubungan, yaitu : pengkajian,

diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Iyer et.al., 1996

dalam Muhith, 2015).

15
2.2.2 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan

dengan langkah yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan Klien (Iyer et.al., 1996 dalam Muhith, 2015).

Data yang akan dikumpulkan untuk pengkajian ialah, data

biologis, sosial, dan spiritual. Selain itu pengelompokkan data untuk

pengkajian kesehatan jiwa, antara lain faktor presipitasi, penilaian

terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki

klien.

a. Identitas Klien

Identitas klien lengkap meliputi nama, umur, jenis kelamin,

tanggal pengkajian, tanggal dirawat, serta nomor rekam medis.

b. Alasan masuk

Apa sebab Klien datang ke rumah sakit jiwa, yang sering

dijumpai ialah klien sering berbicara sendiri, mendengar atau

melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting

peralatan rumah, dan menarik diri.

c. Faktor predisposisi

Menurut Yosep (2009) dalam Prabowo (2014) faktor

predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah:

1) Faktor Perkembangan, tugas perkembangan Klien

terganggu misalnya rendah kontrol dan kehangan keluarga

16
menyebabkan Klien tidak mampu mandiri sejak kecil,

mudah frustasi, hilang percaya diri serta lebih rentan

terhadap stress.

2) Faktor Sosiokultural, sesorang yang merasa tidak diterima

oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan,

kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

3) Faktor Biokimia, mempunyai pengaruh terhadap

terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan

dialami sesorang maka di dalam tubuh akan dihasilan

suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.

Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnta

neurotransmitter otak.

4) Faktor Psikologis, tipe kepribadian lemah dan tidak

bertanggung jawab mudah terjerumus pada

penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan Klien dalam mengambil keputusan yang

tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam

hayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh, penelitian menunjukkan

bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia

cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan

17
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

d. Fisik

Biasanya tidak mengalami keluhan fisik.

e. Psikososial

1) Genogram

Pada genogram biasanya dapat terlihat dimana ada anggota

keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa, pola

komunikasi klien yang terganggu serta dengan pengambilan

keputusan dan pola asuh.

2) Konsep diri

a) Gambaran diri : klien sering mengeluh dengan keadaan

tubuhnya, seperti ada bagian tubuh yang disenangi dan

tidak disenangi.

b) Identitas diri : klien biasanya mengetahui identitas dirinya

sendiri.

c) Peran diri : klien mengetahui perannya sebelum masuk

rumah sakit, dan saat klien dirawat peran klien terganggu.

d) Ideal diri : klien tidak memiliki persepsi mengenai dirinya

sendiri.

e) Harga diri : klien terlihat memiliki harga diri yang rendah

karena penyakitnya.

3) Hubungan sosial

18
Klien dapat menyebutkan bagaimana hubungan sosial

disekitarnya.

4) Spiritual

a) Nilai dan keyakinan

Klien biasanya dengan sakit jiwa dipandang melanggar

norma agama dan budaya.

b) Kegiatan ibadah

Klien menjalankam ibadahnya dirumah sebelumnya, dan

saat klien dirawat ibadah klien terganggu atau

berlebihan.

f. Mental

1) Penampilan

Sering terjadi penampilan diri klien yang tidak rapi, tidak

sesuai atau tidak cocok dan berubah dari biasanya.

2) Pembicaraan

Klien sering berbicara tidak terorganisir seperti tidak logis

dan berbelit-belit.

3) Aktivitas motorik

Meningkat atau menurun, impulsive, kataton, dan beberapa

gerakan yang abnormal.

4) Alam perasaan

Berupa suasana emosi yang terjadi akibat faktor presipitasi

seperti perasaan sedih dan putus asa disertai apatis.

19
5) Afek

Afek sering tumpul, datar, tidak sesuai, dan ambivalen.

6) Interaksi selama wawancara

Selama berinteraksi dapat dilihat sikap klien yang sering

tampak komat-kamit, berbicara sendiri, tertawa sendiri, dan

tidak sesuai dengan pembicaraan.

7) Persepsi

a) Halusinasi apa yang terjadi dengan klien.

b) Data yang terkait dengan halusinasi lainnya yaitu

berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan

menghindar dari oranglain, tidak dapat membedakan yang

nyata dan tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian,

merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan mudah

tersinggung.

8) Proses pikir

Klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun

pembicaraan yang logis, tidak berhubungan dan berbelit.

Biasanya karena ketidakmampuan klien ini lingkungan

menjadi takut dan merasa aneh kepada klien.

9) Isi pikir

Keyakinan klien sering berubah-ubah/ tidak konsisten dengan

tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien.

10) Tingkat kesadaran

20
Biasanya klien mengalami diorientasi orang, tempat, dan

waktu.

11) Memori

Sering terjadi gangguan daya ingat jangka panjang dan

jangka pendek. Sering lupa, klien kurang mematuhi aturan,

dan tidak mudah tertarik.

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada

kegiatan atau pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian.

13) Kemampuan penilaian

Klien tidak mampu dalam mengambil keputusan, menilai dan

mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu

melaksanakan keputusan yang telah disepakati.

14) Daya tilik diri

Klien mengalami ketidakmampuan menilai dan mengevaluasi

diri sendiri, penilainan terhadap lingkungan dan stimulus.

g. Kebutuhan persiapan pulang

1) Makan

Keadaan berat, klien terlalu sibuk dengan halusinasinya dan

cenderung tidak memperhatikan diri serta tidak peduli

makanannya karena tidak memiliki minat dan kepedulian.

2) BAK atau BAB

Melihat kemampuan klien melakukan BAK/BAB sendiri

21
serta kemampuan klien untuk membersihkan dirinya.

3) Mandi

Biasanya klien akan mandi terlalu sering atau tidak mandi

sama sekali.

4) Berpakaian

Biasanya klien tampak tidak rapi, tidak sesuai, atau tidak

diganti.

5) Istirahat

Melihat berapa lama dan waktu klien beristirahat siang dan

malam. Karena biasanya istirahat klien akan terganggu oleh

halusinasinya.

6) Pemeliharaan kesehatan

Pemeliharaan kesehatan selanjutnya, peran keluarga dan

sistem pendukung sangat menentukan.

7) Aktivitas dalam rumah

Apakah klien mampu melakukan aktifitas dirumah seperti

menyapu.

h. Aspek medis

Obat yang sering diberikan kepada klien dengan gangguan

persepsi sensori halusinasi seperti haloperidol (HLP),

chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin (TFZ) dan anti

Parkinson thihenski phenidol (THP), triplofrazine arkine.

22
Kemudian data yang didapat akan di kelompokkan menjadi dua

macam yaitu :

a. Data Objektif yaitu data yang ditemukan secara nyata. Data

ini bisa didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung

oleh perawat.

b. Data Subjektif yaitu data yang diberikan melalui lisan oleh

klien atau keluarga. Data ini didapat melalui wawancara

perawat dan klien atau keluarga.

2.2.3 Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan


(diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan serta verbal).
Effect

Gangguan persepsi sensori


Halusinasi
Core Problem

Isolasi sosial
Causa
Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi
Sumber : (Damaiyanti dan Iskandar, 2012)

2.2.4 Diagnosa keperawatan

Menurut Yosep dan Sutini (2014) diagnosa keperawatan jiwa

yang muncul pada pasien halusinasi penglihatan adalah sebagai

23
berikut :

1. Resiko tinggi perilaku kekerasan

2. Perubahan persepsi sensori halusinasi

3. Isolasi Sosial

4. Harga diri rendah kronis

24
2.2.5 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1

Rencana Tindakan Keperawatan Halusinasi

(Damayanti & Iskandar, 2012).

Perencanaan
Diagnosa
Keperawatan Kriteria Intervensi Rasional
Klien Tujuan
Evaluasi
Gangguan 1. Klien 1.1 ekspresi 1.1.1 bina hubungan Hubungan
persepsi wajah saling percaya dengan saling
dapat
sensori bersahabat, mengungkapkan percaya
membina
halusinasi menunjukkan prinsip komunikasi merupakan
hubungan
rasa senang, teraupetik: dasar untuk
saling
ada kontak a. Sapa klien ramah kelancaran
percaya
mata, mau baik verbal hubungan
berjabat maupun nonverbal interaksi
tangan, mau b. Perkenalkan diri selanjutnya
menyebutkan dengan sopan
nama, mau c. Tanyakan nama
menjawab lengkap klien dan
salam, klien nama panggilan
mau duduk yang disukai klien
berdampingan d. Jelaskan tujuan
dengan pertemuan
perawat, mau e. Jujur dan
mengutarakan menepati janji
masalah yang f. Tunjukkan sikap
dihadapi. empati dan
menerima klien
apa adanya
g. Beri perhatian

25
pada klien dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien
2. Klien 2.1 Klien dapat 2.1.1 Adakah Kontak
dapat menyebutkan kontak sering dan sering tapi
mengena waktu, isi, singkat secara singkat
li halusina frekuensi bertahap selain
sinya timbulnya membina
halusinasi hubungan
saling
percaya,
juga dapat
memutuskan
halusinasi.

Mengenal
2.2 klien dapat 2.1.2 observasi
perilaku
mengungkapk tingkah laku klien
pada saat
a n persaan terkait dengan
halusinasi
terhadap halusinasinya,
timbul
halusinasi bicara dan tertawa
memudahka
tanpa stimulus,
n perawat
memandang ke kiri
dalam
atau ke kanan atau
melakukan
kedepan seolah-
halusinasi
olah ada teman
bicara

2.1.3 Bantu Mengenal


klien mengnal halusinasi
halusinasinya. memungkin
a. Jika menemukan kan klien
yang sedang Untuk

26
halusinasi, menghindar
tanyakan apakah kan faktor
ada suara yang pencetus
didengar timbulnya
b. Jika klien halusinasi.
menjawab ada,
lanjutkan: apa
yang
dikatakannya
c. Katakan bahwa
perawat percaya
klien mendengar
suara itu, namun
perawat sendiri
tidak
mendengarnya
(dengan nada
bersahabat tanpa
nada penuduh
dan menghakimi)
d. Katakana bahwa
klien ada juga
yang seperti klien

2.1.4 diskusikan Dengan


dengan klien mengetahui
a. Situasi yang waktu, isi,
menimbulkan dan
atau tidak frekuensi
menimbulkan munculnya
halusinasi halusinasi
b. Waktu dan mempermu

27
frekuensi dah tindakan
terjadinya keperawatan
halusinasi (pagi, klien yang
siang, sore, malam akan
atau jika sendiri, dilakukan
jengkel, atau perawat
sedih)

2.1.5 diskusikan Untuk


dengan klien apa mengidentif
yang dirasakan jika ikasi
terjadi halusinasi pengaruh
(marah, takut, sedih, halusinasi
atau senang) beri klien
kesempatan
mengungkapkan
perasaannya
3. Klien 3.1 Klien dapat 3.1.1 Identifikasi Upaya
dapat menyebutkan bersama klien cara untuk
mengont tindakan yang tindakan yang memutuska
rol biasa dilakukan jika terjadi n siklus
halusina dilakukan halusinasi (tidur, halusinasi
sinya untuk marah, menyibukkan sehingga
mengendalikan diri, dll) halusinasi
halusinasinya. tidak
berlanjut

3.2 Klien dapat 3.1.2 Diskusikan Reinforcem


menyebutkan manfaat cara yang ent positif
cara baru dilakukan klien, jika akan
bermanfaat beri meningkatk
pujian. an harga
diri klien.

28
3.3 Klien dapat 3.1.3 Diskusikan cara Memberikan
memilih cara baru untuk alternatif
mengatasi memutuskan atau pilihan bagi
halusinasi mengontrol klien untuk
seperti yang halusinasi: mengontrol
telah a. Katakana “saya halusinasi
didiskusikan tidak mau dengar
dengan klien kamu” (pada saat
halusinasi terjadi)
b. Menemui orang
lain
(perawat/teman/a
nggota keluarga)
untuk bercakap-
cakap atau
mengatakan
halusinasi yang
terdengar
c. Membuat jadwal
kegiatan sehari-
hari agar
halusinasi tidak
muncul
d. Minta
keluarga/teman/
perawat jika
Nampak bicara
sendiri.

3.1.4 Bantu klien Memotivasi


memilih dan melatih dapat

29
cara memutus meningkatk
halusinasi secara an kegiatan
Bertahap klien untuk
Mencoba
Memilih
salah satu
Cara
mengendali
Kan
halusinasi
dan dapat
meningkatk
an harga
diri klien
4. Klien 4.1 Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien Untuk
dapat membina untuk memberi tahu mendapatka
dukungan hubungan saling keluarga jika n bantuan
dari keluarga percaya dengan mengalami halusinasi keluarga
dalam perawat mengontrol
mengontrol halusinasi
halusinasi
4.2 Keluarga 4.1.2 Diskusikan Untuk
dapat dengan keluarga mengetahui
menyebutkan (pada saat pengetahuan
pengertian, berkunjung/ pada saat keluarga dan
tanda dan kunjungan rumah): meningkatk
kegiatan untuk a. Gejala halusinasi an
mengendalikan uang dialami klien kemampuan
halusinasi. b. Cara yang dapat pengetahuan
tentang
dilakukan klien
halusinasi

30
dan keluarga
untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat
anggota keluarga
untuk memutus
halusinasi di
rumah, beri
kegiatan, jangan
biarkan sendiri,
makan bersama,
berpergian
bersama
d. Beri informasi
waktu follow up
atau kapan perlu
mendapat
bantuan:
halusinasi
terkontrol dan
risiko mencederai
orang lain
5. Klien dapat 5.1 Klien dan 5.1.1 Diskusikan Dengan
memanfaatka keluarga dapat dengan klien dan menyebutka
n obat dengan menyebutkan keluarga tentang n dosis,
baik manfaat, dosis dosis, frekuensi, dan frekuensi,
dan efek manfaat obat. dan manfaat
samping obat. obat.

5.2 Klien dapat 5.1.2 Anjurkan klien Diharapkan


mendemonstra minta sendiri obat klien
sikan pada perawat dan melaksanak

31
penggunaan merasakan an program
obat secara manfaatnya pengobatan.
benar Menilai
kemampuan
klien dalam
pengobatan
nya sendiri.

5.1.3 Anjurkan klien


5.3 Klien dapat Dengan
bicara dengan dokter
informasi mengetahui
tentang manfaat dan
tentang efek efek
efek samping obat
samping obat samping
yang dirasakan
obat klien
akan tahu
apa yang
harus
dilakukan
setelah
minum obat

Program
5.4 Kl 5.1.4 Diskusikan
ien dapat akibat berhenti pengobatan
dapat
memahami minum obat tanpa
konsultasi berjalan
akibat
sesuai
berhenti
rencana.
minum obat

32
5.1.5 Bantu klien Dengan
menggunakan obat mengetahui
5.5 Kl dengan prinsip benar prinsip
ien dapat penggunaan
menyebutka obat, maka
n prinsip 5 kemandirian
benar klien untuk
penggunaan pengobatan
obat dapat
ditingkatkan
secara
bertahap.

33
Tabel 2.2 Strategi Pelaksanaan Halusinasi
Sumber : ( Damaiyanti dan Iskandar, 2012)
STRATEGI PELAKSANAAN
SP1 P SP1 K
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam
2. Mengindentifikasi isi halusinasi merawat pasien
pasien 2. Memberikan pendidikan
3. Mengindentifikasi waktu halusinasi kesehatan tentang Pengertian
pasien Halusinasi, Jenis Halusinasi
4. Mengindentifikasi frekuensi yang dialami pasien, Tanda dan
halusinasi Gejala Halusinasi, serta Proses
5. Mengindentifikasi situasi yang terjadinya Halusinasi
dapat menimbulkan halusinasi 3. Menjelaskan cara merawat
pasien pasien dengan Halusinasi
6. Mengindentifikasi respon klien
terhadap halusinasi pasien
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan
cara menghardik ke dalam kegiatan
harian.
SP2 P SP2 K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga
mempraktikan cara merawat
harian pasien.
pasien dengan Halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan
2. Melatih keluarga melakukan
halusinasi dengan cara bercakap-
cara merawat langsung kepada
cakap dengan orang lain
pasien Halusinasi
3. Menganjurkan pasien memasukkan

kedalam jadwal kegiatan harian.

34
SP3 P SP3 K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas dirumah termasuk
2. Melatih pasien mengendalikan minum obat (discharge planning)
halusinasi dengan cara melakukan 2. Menjelaskan Pollow Up pasien
setelah pulang
kegiatan
3. Menganjurkan pasien memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian.
SP4 P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian.

35
2.2.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana

keperawatan yang telah disusun. Menurut Azizah (2015) dan Keliat

(2011) Implementasi dilakukan pada klien dan keluarga klien yang

dilakukan di rumah. Semua pelaksanaan yang akan dilakukan pada

klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi ditujukan untuk

mencapai hasil maksimal.

a. Membina hubungan saling percaya

b. Menciptakan lingkungan yang aman

c. Memonitor isi, frekuensi, waktu halusinasi yang dialaminya

d. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi

e. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi

f. Menganjurkan klien mengontrol halusinasi dengan menerapkan

aktifitas terjadwal

g. Menjelaskan tentang aktivitas terjadwal

h. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi

i. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien

j. Membantu klien membuat jadwal aktivitas sehari-hari sesuai

dengan aktivitas yang telah dilatih.

k. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan

memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif

l. Menjelaskan klien menggunakan obat secara teratur

36
m. Melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien

n. Melibatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal klien

o. Melibatkan keluarga dalam memantau pelaksanaan

aktivitas terjadwal

2.2.7 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah suatu proses dalam keperawatan

untuk menilai hasil dari implementasi keperawatan. Menurut Keliat

(2011) evaluasi keperawatan diperoleh dengan cara wawancara

ataupun melihat respon subjektif atau objektif klien.

Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat

didokumentasikan dalam format implementasi dan evaluasi dengan

menggunakan pendekatan SOAP (Subjektif, objektif, analisis,

perencanaan) (Keliat dan Akemat, 2009 dalam Damaiyanti, 2014).

Menurut Direja (2011)

S : Respons subjektif klien terhadap tinddakan keperawatan yang

telah dilakukan. Dapat diukur dengan menanyakan ”Bagaimana

perasaan bapak setelah latihan menghardik halusinasinya.

O : Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku

pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa

yang telah diajarkan.

A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul

37
masalah baru atau ada data yang kontradiksi denhan masalah

yang ada. Dapat pila membandingkan hasil dengan tujuan.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada

respons klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak

lanjut oleh perawat.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan mencapai

tujuan keperawatan, yaitu :

1. Tujuan tercapai, jika klien menunjukan perubahan sesuai

standard yang telah diberikan.

2. Tujuan tercapai sebagian, atau klien masih dalam proses

pencapaian tujuan jika klien menunjukan perubahan pada

sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

3. Tujuan tidak tercapai, jika klien hanya menunjukan sedikit

perubahan dan tidak ada perubahan sama sekali serta dapat

timbul masalah baru.

2.3 Konsep Obat dalam Psikofarmakoterapi

2.3.1 Definisi Obat

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk

biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau

menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk

38
manusia. Adapun bahan obat adalah bahan baik yang

berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam

pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku

farmasi (Menkes RI, 2013).

2.3.2 Definisi Psikofarmakoterapi

Menurut Farida (2011) psikofarmakoterapi adalah terapi

gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan. Obat yang

diberikan adalah jenis psikofarmaka atau psikotropika, yang

memberikan efek terapeutik secara langsung kepada mental klien.

Terapi ini bermanfaat untuk memberikan efek tenang pada pasien.

2.3.3 Definisi Psikofarmaka

Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan

saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas

mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs),digunakan

untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication).

2.3.4 Jenis – jenis obat Psikofarmaka

1. Obat anti-psikosis

Obat anti-psikosis merupakan sinonim dari neuroleptics, major

transqualizer, ataraktics, antipsychotics, antipsychotic drugs,

neuroleptics. Obat-obat anti-psikosis merupakan antagonis

dopamine yang bekerja menghambat reseeptor dopamine dalam

berbagai jarak otak. Sediaaan obat anti-psikosis yang ada di

39
Indonesia adalah chlorpromazine, haloperidol, perphenazine,

fluphenazine, fluphelazine decanoate, levomepromazine,

trifluoperazine, thioridazine, sulpiride, pinoside, risperidone.

Indikasi pengunaan obat ini adalah sindrom psikosis yang di

tandai dengan adanya ketidakberdayaan berat dalam

kemampuan daya menilai realitas, fungsi mental, dan fungsi

kehidupan sehari-hari.

1) Sindrom psikosis, dapat terjadi dalam sindrom psikosis

fungsional seperti skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis

avektif dan psikosis reaktif singkat.

2) Sindrom psikosis organic, seperti, sindrom delirium,

dementia, intoksikasi alkohol, dan lain-lain.

2. Obat anti-depresi

Obat anti-depresi sinonim dari thymoleptic, psychic

energizers, anti depressants, anti depresan. Sediaan obat anti-

depresi di Indonesia adalah amitriptyline, amoxapine,

amineptine, clomipramine, imipramine, moclobemide,

maprotiline, mianserin, opipramol, sertraline, trazodone,

paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine. Jenis obat anti-depresi

adalah anti-depresi trisiklik, anti-depresi tetrasiklik, obat anti-

depresi atipikal, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),

dan inhibitor monoamine okside (MAOI). Indikasi klinik primer

penggunaan obat-obat anti-depresi adalah sindrom depresi yang

40
dapat terjadi pada

a. Sindrom depresi panic, gangguan afektif bipolar dan

unipolar. Gangguan distimik dan gangguan siklotimik.

b. Sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced

depression, brain injury depression dan reserpine.

c. Sindrom depresi situasional seperti gangguan penyesuaian

dengan depresi, grief reaction, dll; dan sindrom depresi

penyerta seperti gangguan jiwa dengan depresi (gangguan

obsesi kompulsi, gangguan panic, dimensia), gangguan fisik

dengan depresi (stroke, MCI, kanker, dan lain-lain).

3. Obat anti-mania

Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood

modulators, mood stabilizers, antimanics. Sediaan obat anti-

mania di Indonesia adalah litium carbonate, haloperidol,

carbamazepine. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom

mania ditandai adanya keadaan afek yang meningkat hampir

setiap hari selama paling sedikit satu minggu. Keadaan tersebut

disertai paling sedikit 4 gejala berikut:Peningkatan aktivitas,

lebih banyak berbicara dari lazimnya, lompat gagasan, rasa

harga diri yang melambung, berkurangnya kebutuhan tidur,

mudah teralih perhatian, keterlibatan berlebih dalam aktivitas.

Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi

dalam gejala seperti penurunan kemampuan bekerja, hubungan

41
sosial dan melakukan kegiatan rutin.

4. Obat anti-ansietas

Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics,

minor transqualizers, anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika.

Obat anti-ansietas terdiri atas golongan benzodiazepine dan

nonbenzodiazepin. Sediaan obat anti-ansietas jenis

benzodiazepine adalah diazepam, chlordiazepoxide, lorazepam,

clobazam, bromazepam, oxasolam, clorazepate, alprazolam,

prazepam. Sedangkan jenis non benzodiazepine adalah sulpiride

dan buspirone. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom

ansietas seperti :

a. Sindrom ansietas psikik seperti gangguan ansietas umum,

gangguan panik, gangguan fobik, gangguan obsesif

kompulsif, gangguan stress paska trauma

b. Sindrom ansietas organic seperti hyperthyroid,

pheochromosytosis, dll; sindrom ansietas situasional seperti

gangguan penyesuaian dengan ansietas dan gangguan cemas

perpisahan

c. Sindrom ansietas penyerta seperti gangguan jiwa dengan

ansietas (skizofrenia, gangguan paranoid, dll),

d. Penyakit fisik dengan ansietas seperti pada klien stroke,

Myocard Cardio Infac (MCI) dan kanker dll.

5. Obat anti-insomnia

42
Obat anti-insomnia merupakan sinonim dari hypnotics,

somnifacient, hipnotika. Sediaan obat anti-insomnia di

Indonesia adalah nitrazepam, triazolam, estazolam, chloral

hydrate. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom insomnia

yang dapat terjadi pada

a. Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan

unipolar (episode mania atau depresi, gangguan ansietas

(panic, fobia); sindrom insomnia organic seperti

hyperthyroidism, putus obat penekan SSP (benzodiazepine,

phenobarbital, narkotika), zat perangsang SSP (caffeine,

ephedrine, amphetamine);

b. Sindrom insomnia situasional seperti gangguan penyesuaian

dengan ansietas/depresi,

sleep, wake schedule (jet lag, workshift), stres psikososial;

c. Sindrom insomnia penyerta seperti gangguan fisik dengan

insomnia (pain producing illness, paroxysmal nocturnal

dyspnea),

d. Gangguan jiwa dengan insomnia (skizofrenia, gangguan

paranoid).

6. Obat anti-obsesif kompulsif

Obat anti-obsesif kompulsif merupakan persamaan dari

drugs used in obsessive- compulsive disorders. Sediaan obat

anti-obsesif kompulsif di Indonesia adalah clomipramine,

43
fluvoxamine, sertraline, fluoxetine, paroxetine. Indikasi

penggunaan obat ini adalah sindrom obsesif kompulsi.

Diagnostik obsesif kompulsif dapat diketahui bila individu

sedikitnya dua minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala

obsesif kompulsif, dan gejala tersebut merupakan sumber

penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari

(disability).

7. Obat anti-panik

Obat anti-panik merupakan persamaan dari drugs used in

panic disorders. Sediaan obat anti-panik di Indonesia adalah

imipramine, clomipramine, alprazolam, moclobemide,

sertraline, fluoxatine, parocetine, fluvoxamine. Penggolongan

obat anti-panik adalah obat anti-panik trisiklik (impramine,

clomipramine), obat anti-panik benzodiazepine (alprazolam)

dan obat anti-panik RIMA/reversible inhibitors of monoamine

oxydase-A (moclobmide)serta obat anti-panik SSRI (sertraline,

fluoxetine,paroxetine, fluvoxamine). Indikasi penggunaan obat

ini adalah sindrom panik. Diagnostik sindrom panik dapat

ditegakkan paling sedikit satu bulan individu mengalami

beberapa kali serangan ansietas berat, gejala tersebut dapat

terjadi dengan atau tanpa agoraphobia.

Panik merupakan gejala yang merupakan sumber penderitaan

(distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (phobic

44
avoidance).

2.3.5 Efek Samping Obat Psikofarmaka

1. Anti-psikosis

Efek samping penggunaan obat-obat anti psikotik sangat

luas dan bervariasi, untuk itu seorang perawat dituntut untuk

memberikan asuhan perawatan yang optimal, sehingga efek

samping penggunaan obat ini tidak membahayakan klien.

a. Efek samping yang harus diperhatikan adalah sindrom

ekstrapiramidal (EPS), baik jangka akut maupun kronik.

Efek samping yang bersifat umum meliputi neurologis,

behavioral, autoimun, autonomik. Reaksi neurologis yang

terjadi adalah timbulnya gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS)

seperti reaksi distonia akut yang terjadi secara mendadak dan

sangat menakutkan bagi klien seperti spasme kelompok otot

mayor yang meliputi leher, punggung dan mata. Katatonia,

yang akan mengakibatkan gangguan pada sistem

pernafasan. Reaksi neurologis yang juga sering terjadi adalah

akatisia ditAndai dengan rasa tidak tenteram, dan sakit pada

tungkai, gejala ini akan hilang jika klienmelakukan gerakan.

b. Sindrom parkinson’s merupakan kelainan neurologis yang

sering muncul sebagai efek samping penggunaan obat

golongan ini. Gejala sindrom Parkinson meliputi akinesia,

rigiditas/kekakuan dan tremor. Akinesia adalah suatu

45
keadaan dimana tidak ada atau perlambatan gerakan, sikap

tubuh klienkaku seperti layaknya sebatang kayu yang

padat, cara berjalan inklin dengan ciri berjalan dengan posisi

tubuh kaku kedepan, langkah kecil dan cepat dan wajah

seperti topeng. Pada pemeriksaan fisik terjadi

rigiditas/kekakuan pada otot, tremor halus bilateral di seluruh

tubuh serta gerakan “memutar-pil” dari jari-jari tangan.

c. Reaksi behavioral akibat efek samping dari penggunaan obat

ini ditandai dengan banyak tidur, grogines dan keletihan.

d. Reaksi autoimun ditAndai dengan penglihatan kabur,

konstipasi, takikardi, retensi urine, penurunan sekresi

lambung, penurunan berkeringat dan salivasi (mulut kering),

sengatan panas, kongesti nasal, penurunan sekresi pulmonal,

“psikosis atropine” pada klien geriatrik, hiperaktivitas,

agitasi, kekacauan mental, kulit kemerahan, dilatasi pupil

yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus, diatria, dan

takikardia.

e. Reakasi autonomik (jantung) biasanya terjadi pening/pusing,

takikardia, penurunan tekanan darah diastolic. Reaksi akut

merugikan dan jarang terjadi pada penggunaan anti-psikosis

adalah reaksi alergi, abnormalitas elektrokardiography dan

neurologis yang biasanya terjadi kejang grand mal dan tidak

ada tAnda aura.

46
f. Reaksi alergi yang terjadi meliputi agranulositosis,

dermatosis sistemik, dan ikterik. Agranulositosis yang terjadi

secara mendadak, demam, malaise, sakit

tenggorokan,ulserativa, leukopenia. Dermatosis sistemik,

yaitu adanya makupopapular, eritematosa, ruam gatal

pada wajah-leher-dada-ekstrimitas, dermatitis kontak jika

menyentuh obat, fotosensitifitas yaitu adanya surbun hebat.

Ikterik dengan adanya demam, mual, nyeri abdomen,

malaise, gatal, uji fungsi lever abnormal.

g. Efek Samping Jangka Panjang

1) Efek samping jangka panjang yang umum terjadi gejala-

gejala eksrapiramidal. Diskinesia tardif merupakan efek

samping jangka panjang yang umum terjadi yaitu

adanya protrusi lidah/kekakuan lidah, mengecapkan bibir,

merengut, menghisap, mengunyah, berkedip, gerakan

rahang lateral, meringis; anggota gerak, bahu melorot,

“pelvic thrusting”, rotasi atau fleksi pergelangan kaki,

telapak kaki geplek, gerakan ibu jari kaki.

2) Efek samping jangka pendek atau jangka panjang yang

jarang terjadi tetapi mengancam jiwa adalah adanya

sindrom malignan neuroleptik yang ditAndai dengan

adanya demam tinggi, takikardia, rigiditas otot, stupor,

tremor, inkontinensia,, leukositosis, kenaikan serum CPK,

47
hiperkalemia, gagal ginjal, peningkatan nadi-pernapasan

dan keringat.

2. Anti-depresi

a. Efeksedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,

kinerja psikomotor berkurang, kemampuan kognitif

menurun;

b. Efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi urin,

penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia;

c. Efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan hantaran

elektrokardiografi, hipotensi;

d. Efek neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi,

insomnia.

Efek samping ringan mungkin timbul akibat penggunaaan

obat jenis ini (tergantung daya toleransi dari klien),

biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan

dengan dosis yang sama. Pada keadaan overdosis/ intoksikasi

trisiklik dapat timbul atropine toxic syndrome dengan gejala

eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia,

konvulsi, “toxic convulsional state” (confusion, delirium dan

disorientasi).

3. Anti-mania

Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan

dosis dan kondisi fisik klien. Gejala efek samping yang dini

48
pada pengobatan jangka lama seperti mulut kering, haus,

gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak),

kelemahan otot, poli uria, tremor halus. Efek samping lain

hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan fungsi

tiroid (penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar

TSH/thyroid stimulating hormone), odem pada tungkai, seperti

mengecap besi, lekositosis, gangguan daya ingat dan

konsentrasi pikiran menurun.

4. Anti-ansietas

Efek samping penggunaan obat anti-ansietas dapat berupa

sedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah; relaksasi

otot seperti ras lemes, cepat lelah. Potensi menimbulkan

ketergantungan obat disebabkan oleh efek samping obat yang

masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung

sangat cepat. Penghentian obat secara mendadak akan

menimbulkan gejala putus obat, klien menjadi iritabel, bingung,

gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi.

Ketergantungan relative lebih sering terjadi pada individu

dengan riwayat peminum alkohol, penyalahgunaan obat.

5. Anti-insomnia

Efek samping penggunaan obat anti-insomnia

diantaranya adalah depresi susunan saraf pusat terutama

49
pada saat tidursehingga memudahkan timbulnya koma,

karena terjadinya penurunan dari fungsi pernafasan, selain

itu terjadi uremia, dan gangguan fungsi hati. Pada klien

usia lanjut dapat terjadi “oversedation” sehingga risiko

jatuh dan Hip fracture (trauma besar pda sistem muskulo

skleletal). Penggunaan obat anti-insomnia golongan

benzodiazepine dalam jangka panjang yaitu “rage

reaction” (perilaku menyerang dan ganas).

6. Anti obsesis kompulsif

Efek samping penggunaan obat anti-obsesif

kompulsif, sama seperti obat anti-depresi trisiklik, yaitu

efek anti-histaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk,

kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,

kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti

mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria,

penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual,

sinus takikardi; efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan

gambaran elektokardiografi, hipotensi ortostatik; efek

neurotoksis seperti tremor halus, kejang epileptic, agitasi,

insomnia.

Efek samping yang sering dari penggunaan anti-

obsesif kompulsif jenis trisiklik adalah mulut kering dan

konstipasi, sedangkan untuk golonggan SSRI efek samping

50
yang sering adalah nausea dan sakit kepala. Pada keadaan

overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejala

eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiprpireksia,

konvulsi, “toxic confusional state”(confusion, delirium,

disorientasi).

7. Anti-panik

Efek samping penggunaan obat anti-panik golongan

trisiklik dapat berupa efek anti- histaminergik seperti sedasi,

rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor

menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik

seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi,

sinus takikardi; efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan

gambaran elektrokardiografi, hipotensi ortostatic; efek

neurotoksis seperti tremor halus, kejang, agitasi, insomnia.

Pada kondisi overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik

dengan gejala-gejala seperti eksitasi susunan saraf pusat,

hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic confusional satate”

(confusion, delirium, disorientasi).

51
BAB III
METODE STUDI KASUS

3.1 Rancangan Studi Kasus

Desain penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus

dimana penulis mengeksplorasikan tentang Implementasi Keperawatan

Mengontrol Halusinasi dengan cara Teratur Mengkonsumsi Obat di

Puskesmas Bandar Jaya tahun 2021. Metode Implementasi keperawatan

yang digunakan adalah pendekatan penerapan keteraturan mengkonsumsi

obat.

3.2 Kerangka Konsep

Implementasi Keperawatan
1. Mampu melatih klien mengguakan obat
teratur pada klien dengan masalah halusinasi
penglihatan di Puskesmas Bandar Jaya Lahat
Tahun 2021.
Halusinasi
Penglihatan 2. Dapat melaksanakan Implementasi
Keperawatan Mengontrol Halusinasi
Penglihatan dengan Cara Teratur
Mengkonsumsi Obat di Wilayah Puskesmas
Bandar Jaya Tahun 2021.
3. Dapat mengevaluasi keberhasilan dari
Implementasi Keperawatan Mengontrol
Halusinasi Penglihatan dengan Cara Teratur
Mengkonsumsi Obat di Wilayah Puskesmas
Bandar Jaya Tahun 2021.
3.3 Subjek Studi Kasus

Subyek Studi Kasus dalam penelitian ini adalah dua orang dengan

masalah gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan di wilayah kerja

Puskesmas Bandar Jaya Lahat.

3.4 Fokus Studi Kasus


Fokus studi kasus dalam penelitian ini adalah kemampuan pasien

dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan dalam keteraturan

mengkonsumsi obat.

3.5 Definisi Operasional

3.5.1 Halusinasi penglihatan adalah perubahan stimulus penglihatan dimana

klien merasakan melihat sesuatu objek tetapi pada kenyataanya objek

tersebut tidak ada atau tidak nyata.

3.5.2 Sterategi Pelaksanaan adalah panduan pelaksanaan intervensi

keperawatan jiwa yang digunakan sebagai pedoman saat berinteraksi

atau berkomunikasi secara teraupetik pada klien.

3.5.3 Menggunakan obat secara teratur adalah upaya yang dilakukan

perawat pada klien dengan cara melatih menggunakan obat secara

teratur yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan.

3.6 Tempat dan Waktu Studi Kasus

53
Studi kasus ini akan dilaksanakan di wilayah Puskesmas Bandar Jaya Lahat

pada bulan April tahun 2021.

3.7 Instrumen dan Metode Pengumpulan Data

3.7.1 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pada pengumpulan data studi kasus ini peneliti

menggunakan lembar SOP dengan format checklist sebanyak 4 item.

3.7.2 Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Untuk mendapatkan data yang jelas dan akurat, maka peneliti

melakukan wawancara langsung dengan pasien, keluarga dan

perawat yang bertugas merawat pasien.

2. Observasi

Peneliti melakukan observasi langsung pada pasien dan

berkesinambungan terhadap masalah yang dialami pasien.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data menggunakan analisi deskriptif. Analisis deskriptif

adalah statistic yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku

untuk umum atau generalisasi Sugiyono (2014:21). Pengolahan data ini

dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan kemandirian pasien

halusinasi dalam melakukan keteraturan menggunakan obat. Adapun cara

54
menilai kemampuan pasien halusinasi dalam keteraturan mengkonsumsi

obat adalah sebagai berikut :

F
P= x 100%
N

Keterangan:

P = Persentase

F = Jumlah kemampuan yang dicapai

N = Jumlah aspek kemampuan (Arikunto dan Cepi, 2010)

3.9 Penyajian Data

Penyajian data pada studi kasus Implementasi Keperawatan

Mengontrol Halusinasi Penglihatan dengan cara Teratur Mengkonsumsi

Obat di Puskesmas Bandar Jaya Tahun 2021 disajikan dalam bentuk narasi,

diagram dan bagan.

3.10 Etika Penelitian

Pertimbangan etika dalam penelitian ini dilaksanakan dengan

memenuhi prinsip-prinsip the Five Right of Humen Subject in Reseach

(macnee dalam AIPVIKI, 2017). Menurut Notoadmodjo (2014), secara garis

besar dalam melaksanakan sebuah penelitian atau studi kasus ada empat

prinsip yang harus dipegang teguh yakni:

a. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect for Human

Dignity).

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek penelitian untuk

mendapatkan informasi tentang tujuan penelitian. Disamping itu,

55
penelitian juga memberikan kebebasan kepada subyek untuk

berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam penelitian.

b. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subyek Penelitian (Respect for

Privacy and Confidentially).

Peneliti tidak boleh menampilkan informas imengenai identitas dan

kerahasiaan identitas subyek.

c. Keadilan dan Inklusivitas/Keterbukaan (Respect for Justice an

Inclusiveness).

Prinsip keterbukaan dana perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan peneliti perlu

dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan

menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa

semua obyek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang

sama tanpa membedakan gender, agama, etnis dan sebagainya.

d. Memperhatikan Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan (Balancing

Harms and Benefits).

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umunya, dan subyek penelitian pada

khususnya. Penelitih endaknya berusaha meminimalisasi dampak

yang merugikan bagi subyek. Oleh sebabitu, pelaksanaan penelitian

harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera,

stress, maupun kematian subjek penelitian.

56
BAB IV
STUDI KASUS

4.1 Profil Puskesmas Bandar Jaya Lahat

57
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Bandar Jaya Lahat
Penelitian ini di lakukan di Puskesmas Bandar Jaya berada di

Jln. Kapten Zein Ali Kelurahan Bandar Agung, Kecamatan Lahat

Sumatra Selatan. Puskesmas Bandar Jaya Lahat memiliki luas wilayah

±800 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Manggul

b. Sebelah Selatan : Kelurahan Pagar Agung

c. Sebelah Timur : Kelurahan Gunung Gajah

d. Sebelah Barat : Kelurahan Kota Baru (Reli)

4.2 Hasil Penelitian


Dalam studi kasus ini dipilih 2 orang sebagai subyek studi kasus yaitu

responden 1 dan sresponden II. Kedua subyek sudah sesuai dengan kriteria

yang ditetapkan.

Responden I
Responden I berusia 28 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir

SMA. responden I mengikuti perawatan 03 april 2021, dengan alasan sering

melihat bayangan seorang anak yang mengganggunya dan meminta di

gendong, pasien sering melamun serta mengamuk pada awal mengalami

halusinasi penglihatan, berbicara sendiri. Pasien pernah dirawat sebelumnya

selama 1 bulan di RS Ernaldi Bahar kota Palembang. Kegiatan subyek saat

ini adalah hanya berdiam diri dirumah tidak banyak melakukan aktivitas

diluar rumah.

Responden II

58
Responden II berusia 29 tahun, beragama Islam, dan pendidikan

terakhir SMA. responden I mengikuti perawatan 03 april 2021, dengan

alasan sering melihat bayangan mahluk gaib, pasien sering merasa

ketakutan, melamun serta mengamuk pada awal mengalami halusinasi

penglihatan, berbicara sendiri. Pasien pernah dirawat sebelumnya di RS

Ernaldi Bahar kota Palembang. Kegiatan subyek saat ini adalah hanya

berdiam diri dirumah tidak banyak melakukan aktivitas diluar rumah.

4.2.1 Pemaparan Fokus Studi


4.2.1.1 Hasil Pengkajian Awal Kemampuan Mengkonsumsi Obat

Secara Teratur Dalam Mengontrol Halusinasi

Berdasarkan tahapan proses keperawatan, maka langkah

pertama yang harus dilakukan pada pasien Halusinasi

Pengelihatan adalah pengkajian. Dalam studi kasus ini

pengkajian awal yang dilakukan berfokus pada kemampuan

pasien dalam keteraturan mengkonsumsi obat.

Berdasarkan hasil studi, dapat diketahui bahwa saat

pengkajian awal terhadap kemampuan pasien dalam keteraturan

mengkonsumsi obat dapat dilihat seperti pada tabel 4.1 dan

diagram 4.1.

Prosentase Kemampuan
Tingkat
Subyek Aspek yang dinilai
Berdasarkan Tingkat Kemandirian
Kemandirian
M P T
Responden Mampu mengenal Partial Care
30% 60 % 10 %
I
jenis halusinasi
Mampu mengenal isi 35 % 60% 5%

59
halusinasi
Mampu mengenal

situasi yang
30% 65% 10%
menyebabkan

halusinasi
Mampu menjelaskan
35% 50% 15%
respon halusinasi
Mampu

mengkonsumsi obat 30 % 45% 10%

secara teratur
Mampu mengenal
35 % 60% 5%
jenis halusinasi
Mampu mengenal isi
40% 55% 5%
halusinasi
Mampu mengenal

situasi yang
Responden 40% 55% 10%
menyebabkan Partial Care
II
halusinasi
Mampu menjelaskan
45% 50% 5%
respon halusinasi
Mampu

mengkonsumsi obat 45% 50% 5%

secara teratur

Selanjutnya untuk kemampuan subyek dalam keteraturan

mengkonsumsi obat yang di observasi sebelum intervensi keperawatan

dengan cara teratur mengkonsumsi obat dapat digambarkan pada diagram

4.1.

60
60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%
Responden I Responden II

Berdasarkan tabel 4.1 dan diagram 4.1 diketahui bahwa secara

keseluruhan rata-rata tertinggi kemampuan subyek dalam implementasi

keperawatan teratur mengkonsusmsi obat pada Subyek I adalah 56%

dengan kategori kemampuan Partial care didapatkan dari Mampu

mengenal jenis halusinasi , Mampu mengetahui waktu halusinasi frekuensi

dan isi halusinasi ,mampu mengenal situasi yang dapat menyebabkan

halusinasi, mampu menjelaskan respon halusinasi, Mampu Mempraktekan

SP 4 Mengkonsumsi obat secara teratur, Sedangkan responden II

didapatkan hasil rata-rata tertinggi kemampuan subyek dalam bercakap-

cakap pada halusinasi pengelihatan adalah 54% dengan kategori

kemampuan Partial care. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa

walaupun kedua subyek termasuk dalam kemampuan partial care, tapi

responden II lebih baik kemampuannya dalam mengenal halusinasi dari

pada responden I.

61
Setelah melakukan pengkajian (observasi) awal terkait melakukan

implementasi keperawatan mengkonsumsi obat secara teratur, dilakukan

intervensi keperawatan dengan menggunakan cara latihan fisik. Latihan

fisik dilakukan untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik,

emosi, kognitif, dan sosial pasien, sehingga diharapkan dapat memperbaiki

motivasi yang berdampak pada peningkatan kemampuan pasien cara

latihan fisik dalam mengkonsumsi obat secara teratur. Kegiatan ini

dilakukan setiap kali pasien mengalami halusinasi sampai halusinasi yang

datang hilang.

Setelah selesai melakukan intervensi keperawatan dalam

mengontrol halusinasi, dilakukan evaluasi setiap hari selama 3 hari untuk

mengetahui kemajuan / perkembangan kemampuan pasien dalam

mengontrol halusinasi dengan cara mengkonsusmsi obat secara teratur.

4.2.1.2 Hasil Evaluasi dalam mengontrol halusinasi pengelihatan


pada Subyek sesudah dilakukan Intervensi Keperawatan
dengan cara mengkonsumsi obat secara teratur
Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa sesudah dilakukan

intervensi keperawatan dengan cara mengkonsumsi obat secara

teratur, maka kemampuan dan kemandirian subyek dalam

mengontrol halusinasi mengalami peningkatan seperti tabel

4.2, 4.3 dan diagram 4.2, 4.3.

Responden I

62
Tabel 4.2 Evaluasi Kemampuan Mengontrol Halusinasi Sesudah Dilakukan

Intervensi Keperawatan Dengan Cara Mengkonsumsi Obat Secara Teratur

Subyek I.

Prosentase Kemampuan
Tingkat
berdasarkan tingkat
Hari Aspek yang dinilai Kemandirian
Kemandirian
M P T
Mampu mengenal
30 % 60% 10%
jenis halusinasi
Mampu mengenal isi
35% 60% 5%
halusinasi
Mampu mengenal

situasi yang dapat


30% 65 % 10%
Ke-1 menyebabkan Partial care

halusinasi
Mampu menjelaskan
35% 50% 15%
respon halusinasi
Mampu

mengkonsumsi obat 30% 45% 5%

secara teratur
Ke-2 Mampu mengenal minimal care
65% 25% 5%
jenis halusinasi
Mampu mengenal isi
75% 25% 10%
halusinasi
Mampu mengenal 75% 25% -

situasi yang

menyebabkan

63
halusinasi
Mampu menjelaskan
75% 25% -
respon halusinasi
Mampu

mengkonsumsi obat 80% 10% 12,50%

secara teratur
Mampu mengenal
95% 5% -
halusinasi
Mampu mengenal isi
95% 3% -
halusinasi
Mampu mengenal

situasi yang
100% - -
Ke-3 menyebabkan Minimal care

halusinasi
Mampu menjelaskan
95,50% 3,50% -
respon halusinasi
Mampu

mengkonsumsi obat 100% 0% 0%

secara teratur

Selanjutnya untuk memperjelas kemampuan subyek setelah

dilakukan intervensi keperawatan dengan cara teratur mengkonsumsi obat

dapat dig ambarkan pada diagram 4.2.

64
120

100

80

60

40

20

0
Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3

Diagram Hasil Observasi setelah melakukan implementasi dalam

mengontrol halusinasi pengelihatan pada Subyek I

Berdasarkan tabel 4.2 dan diagram 4.2 diketahui bahwa terjadi

peningkatan kemampuan dalam mengontrol halusinasi pengelihatan,

walaupun tingkat kemampuan pasien adalah partial care, tetapi skor

kemampuannya dalam mengontrol halusinasi mengalami peningkatan.

Pada hari pertama kemampuan partial care 56%. Pada hari kedua terjadi

peningkatan kemampuan dalam mengontrol halusinasi dari partial care

56% menjadi minimal care yaitu 74%. Selanjutnya skor kemampuan

minimal care pasien meningkat terus pada hari ketiga dengan rata-rata

peningkatan sebesar 97,1%. Dari diagram 4.2 tersebut juga diketahui

bahwa beberapa aspek mengontrol halusinasi yang semula kemampuannya

adalah partial care, mulai hari ketiga berubah dari partial care, minimal

care dan minimal care.

65
Responden II

4.3 Tabel Evaluasi Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pasien Sesudah

Dilakukan Intervensi Keperawatan mengkonsumsi obat secara teratur

Responden II.

Prosentase Kemampuan
Tingkat
berdasarkan tingkat
Hari Aspek yang dinilai Kemandirian
Kemandirian
M P T
Mampu mengenal
35 % 60% 5%
jenis halusinasi
Mampu mengenal isi
40% 55% 5%
halusinasi
Mampu mengenal

situasi yang dapat


40% 55 % 10%
Ke-1 menyebabkan Partial care

halusinasi
Mampu menjelaskan
45% 50% 55%
respon halusinasi
Mampu

mengkonsumsi obat 45% 50% 5%

secara teratur
Ke-2 Mampu mengenal minimal care
75% 23,50% 5%
jenis halusinasi
Mampu mengenal isi
80% 25% 12,50%
halusinasi
Mampu mengenal 75% 25% 3%

situasi yang

66
menyebabkan

halusinasi
Mampu menjelaskan
75% 25% -
respon halusinasi
Mampu

mengkonsumsi obat 85% 5% 3%

secara teratur
Mampu mengenal
95% 3% -
halusinasi
Mampu mengenal isi
96,50% 3% -
halusinasi
Mampu mengenal

situasi yang
100% - -
Ke-3 menyebabkan Minimal care

halusinasi
Mampu menjelaskan
100% - -
respon halusinasi
Mampu

mengkonsumsi obat 100% 0% 0%

secara teratur

Selanjutnya untuk memperjelas perbedaan kemampuan subyek

setelah dilakukan ntervensi keperawatan dalam mengontrol halusinasi

pengelihatan dapat di gambarkan pada diagram 4.3.

67
120

100

80

60

40

20

0
Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3

Diagram 4.3 Hasil Observasi Setelah melakukan cara mengontrol

halusinasi pengelihatan pada responden II.

Berdasarkan tabel 4.3 dan diagram 4.3 diketahui bahwa setelah

dilakukan intervensi keperawatan dalam mengontrol halusinasi

pengelihatan pada hari pertama menunjukkan kemampuan mengontrol

halusinasi pengelihatan dimana Pada hari pertama kemampuan pasien

adalah partial care 54%. Pada hari kedua terjadi peningkatan kemampuan

dalam mengontrol halusinasi dari partial care 54% menjadi minimal care

yaitu 78%. Selanjutnya skor kemampuan minimal care pasien meningkat

terus pada hari ketiga dengan rata-rata peningkatan sebesar 98,3%. Dari

diagram 4.3 tersebut juga diketahui bahwa beberapa aspek mengontrol

halusinasi yang semula kemampuannya adalah partial care, mulai hari

ketiga berubah dari partial care, minimal care dan minimal care dan

dianggap intervensi terlaksana dengan baik.

68
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan

Pengaruh mengkonsumsi obat secara teratur terhadap kemandirian

pasien dengan masalah halusinasi pengelihatan dalam Penelitian di

dapatkkan bahwa ada Perubahan kemandirian pasien dalam mengontrol

halusinasi pengelihatan: mengkonsumsi obat secara teratur, hal itu

ditunjukkan adanya perubahan nilai kategori buruk ke baik sesudah di

ajarkan aktivitas mandiri cara mengontrol halusinasi pengelihatan:

mengkonsumsi obat secara teratur, pada pasien dengan masalah gangguan

persepsi sensori halusinasi pengelihatan. Ada perbedaan yang signifikan.

(Teori Orem)

69
Dari hasil penelitian tentang perubahan mengontrol halusinasi pada

pasien gangguan persepsi sensori halusinasi pengelihatan diperoleh hasil

adanya perubahan kemampuan dalam mengontrol halusinasi dengan cara

mengkonsumsi obat secara teratur.

Pada responden I, kemampuan mengontrol halusinasi pasien dengan

tingkat kemandirian Partial care. Setelah pemberiaan keperawatan cara

mengontrol halusinasi pengelihatan sampai hari ke-3, kemampuan

mengontrol halusinasi pasien menjadi Minimal care. Hal ini terjadi karena

subyek sebelumnya sudah pernah dirawat dan pernah mendapatkan terapi

TAK sehingga motivasi dalam dirinya meningkat. Disamping itu usia

subyek relatif lebih muda sehingga memungkinkan untuk lebih mudah

beradaptasi dan mudah dalam mengikuti terapi yang diberikan. Pemilihan

cara mengontrol halusinasi juga menyesuaikan dengan keadaan pasien

sehingga dalam mengontrol halusinasi dapat kembali meningkatkan

motivasi pasien.

Pada responden II didapatkan hasil bahwa mengontrol halusinasi nya

mengalami prosentase yang naik terus mengalami peningkatan selama tiga

hari terlihat kemajuan yang baik. Sebelum dilakukan intervensi keperawatan

dengan cara mengkonsumsi obat secara teratur, tingkat kemampuan klien

yaitu partial care. Setelah dilakukan observasi selama satu hari tingkat

kemandirian tetap partial care. Hari ke-2 subyek mengalami peningkatan

kemampuan dengan tingkat kemampuan minimal care. Hari ke-3 klien

mengalami peningkatan tingkat kemandirian Minimal care. Setelah

70
observasi hari ke-3 klien bertahan pada tingkat kemandirian Minimal care

sebanyak 98,3%. Terjadinya perubahan kemampuan yang tidak konsisten

ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal antara lain: faktor

kebosanan, dan kesulitan pasien melakukan adaptasi terhadap latihan yang

diberikan. Pemilihan cara mengontrol halusinasi pengelihatan yang kurang

tepat dan ketidak senangan pasien dengan latihan mengontrol halusinasinya.

Walaupun demikian kemampuan responden II dalam mengontrol halusinasi

lebih baik dari responden I.

Halusinasi dapat di kontrol melalui berbagai cara menurut Keliat dan

Akemat (2016) yaitu dengan membantu pasien mengenal halusinasi,

menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan oran lain, melakukan

aktivitas terjadwal, dan minum obat secara teratur. Salah satu cara

mengontrol halusinasi adalah dengan cara minum obat secara teratur.

Menurut Dermawan dan Rusdi (2013). Ketidakpatuhan minum obat secara

teratur ini yang merupakan alasan pasien kembali dirawat di rumah sakit.

Pengobatan ini harus dilakukan terus menerus sehingga pasien nanti dapat

mengontrol kekambuhan penyakitnya dan dapat mengembalikan fungsi

untuk produktif serta akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidupnya

(Yuliantika, 2012).

5.2 Faktor Pendukung dan Penghambat

Dalam studi kasus ini penulis menemui hambatan sehingga menjadi

keterbatasan dalam penyusunan studi kasus ini. Beberapa keterbatasan ini

adalah:

71
a. Keterbatasan waktu, karena peneliti dalam mengevaluasi pasien tidak

sampai 24 jam.

b. Penempatan ruangan yang ditentukan tidak mendukung proses terapi

yang dilakukan.

c. Peneliti tidak bisa melakukan observasi selain hari selasa dalam satu

minggu sehingga pengukuran kemampuan merawat diri kurang optimal.

Dalam hal ini, penulis menyimpulkan bahwasanya tingkat

keberhasilan pemberian strategi pelaksanaan pada klien jiwa dipengaruhi

oleh beberapa faktor :

a. Umur

b. Tingkat Pendidikan

c. Lingkungan Keluarga

d. Psikologi

Pada studi kasus yang penulis lakukan dengan 2 klien, saat dilakukan

pemberian strategi pelaksanaan kedua klien dipengaruhi oleh faktor-faktor

diatas, sehingga terdapat perbedaan diantara kedua klien.

Adapun kriteria klien yang bisa diberikan strategi pelaksanaan

menurut Anggraini, 2015 yaitu:

1. Klien yang mampu diberikan teknik mengontrol halusinasi.

2. Keadaan kooperatif.

3. Usia 19-55 tahun.

4. Tidak ada gangguan dalam berbicara.

72
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan paparan fokus studi dan pembahasan tentang kemampuan

dalam mengkonsumsi obat secara teratur gangguan persepsi halusinasi

pengelihatan setelah dilakukan intervensi keperawatan dapat disimpulkan

bahwa : dari indikator kemampuan yang diidentifikasi dari mengontrol

halusinasi dan dengan ada perubahan kemampuan menjadi lebih baik

(meningkat) dan tingkat kemampuan dari partial care berubah ke minimal

care. Sebelum dilakukan intervensi keperawatan mengkonsumsi obat secara

teratur skor kemampuan pasien lebih dominan pada tingkat ketergantungan

73
partial care dan setelah 3 kali intervensi secara berturut-turut, skor

kemampuan pasien meningkat dan bergeser ke tingkat kemandirian minimal

care.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Klien/ Keluarga

Diharapkan agar penelitian ini bermanfaat dalam menambah informasi

bagi klien tentang tindakan implementasi keperawatan pada klien

gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan.

6.2.2 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Diharapkan dapat menambah referensi yang dapat mendukung

pembuatan laporan tugas akhir bagi mahasiswa khususnya referensi

tentang keperawatan jiwa.

6.2.3 Bagi Puskesmas Bandar Jaya

Diharapkan perawat dan petugas medis lainnya dapat

mempertahankan kualitas implementasi keperawatan pada klien

dengan masalah gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan

yang sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang berlaku.

74
75
LAMPIRAN

PENDAMPINGAN ODGJ DAN


KONTROL MINUM OBAT
No. Dokumen :
No. Revisi :
Tanggal Terbit :
SOP
Halaman :

Pengertian Kunjungan rumah adalah pedoman tata laksana perawatan


secara umum, berlaku bagi segenap komponen pelaksana
kunjungan rumah/ home care, baik bagi dokter maupun
perawat.
Control minum obat merupakan keteraturan dan kepatuhan
pengobatan pasien dari awal pengobatan sampai dengan selesai
masa pengobatan kesehatan jiwa.

76
Tujuan Untuk meningkatkan kesehatan dan meminimalisir
kemungkinan kekambuhan.
Alat dan 1. Tensi meter
Bahan 2. Alat tulis
Langkah – 1. Menentukan jadwal kunjungan rumah dan control minum
langkah obat.
2. Melakukan kunjungan kerumah pasien dengan gangguan
jiwa dan mengajarkan keluarga cara minum obat yang
benar.
3. Memberikan edukasi kepada keluarga mengenai
pengobatan kesehatan jiwa termasuk efek samping
pengobatan.
4. Menstimulasi pasien dan keluarga untuk rutin kontrol dan
mengambil obat ke faskes (puskesmas/ rumah sakit).
5. Mengevaluasi pasien dan keluarga mengenai kepatuhan
minum obat.
6. Melakukan pencatatan dan pelaporan serta konytrak waktu
selanjutnya bila diperlukan dibuku kegiatan.
Hal – hal yang 1. Keadaan umum pasien
perlu 2. Bila ada instruksi tertulis lakukan sesuai instruksi atau
diperhatikan tindakan.
3. Keluhan atau ketidaknyamanan dalam masa pengobatan
atau masa minum obat, dikolaborasikan ke dokter
penanggung jawab.keluarga dan masyarakat sekitar
menerima keadaan pasien.

77
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik : Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
Sub Topik : Halusinasi Penglihatan
Sasaran : Klien dan Keluarga Klien
Hari / Tanggal :
Waktu : 30 menit
Tempat : Rumah Klien

1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan, keluarga dan klien mampu
mengenal halusinasi penglihatan dan cara mengontrolnya.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 X 30 menit
diharapkan keluarga dan klien dapat:

78
a) Menjelaskan pengertian halusinasi penglihatan dengan kata-katanya
sendiri
b) Menyebutkan penyebab halusinasi
c) Menyebutkan tanda dan gejala
d) Menyebutkan dan menjelaskan cara mengontrol halusinasi
e) Menyebutkan cara merawat pasien dengan halusinasi

3. KEGIATAN PENYULUHAN
NoWAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN KLIEN
1. 3 menit Pembukaan :
 Membuka kegiatan dengan Menjawab salam
mengucapkan salam.
 Memperkenalkan diri Mendengarkan
 Menjelaskan tujuan dari penyuluhan Memperhatikan
 Menyebutkan materi yang akan
diberikan Memperhatikan
2. 10 menit Pelaksanaan :
 Menggali pengetahuan klien tentang  Memperhatikan
halusinasi
 Menjelaskan pengertian halusinasi  Memperhatikan
penglihatan  Memperhatikan
 Menjelaskan penyebab halusinasi  Memperhatikan
 Menjelaskan tanda dan gejala
 Memperhatikan
halusinasi
 Menjelaskan cara mengontrol
 Memperhatikan
halusinasi
 Menjelaskan cara merawat pasien
 Memperhatikan
dengan halusinasi
3. 15 menit Evaluasi :
  Bertanya
Memberikan kesempatan kepada klien
untuk bertanya

79
  Menjawab pertanyaan
Menanyakan kepada klien tentang
materi yang telah diberikan dan
memberikan reinforcement kepada
klien jika dapat menjawab pertanyaan
4. 2 menit Terminasi :
 Mengucapkan terimakasih atas peran  Mendengarkan
serta klien.
 Mengucapkan salam penutup  Menjawab salam

4. MATERI
( Terlampir )

5. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
6. MEDIA
Leaflet

7. EVALUASI
Menanyakan kepada klien dan keluarga klien;
1. Coba jelaskan pengertian halusinasi pengelihatan?
2. Sebutkan penyebab halusinasi?
3. Sebutkan tanda dan gejala halusinasi?
4. Coba sebutkan dan jelaskan cara mengontrol halusinasi?
5. Coba jelaskan cara merawat pasien dengan halusinasi?

80
Penilaian Kemampuan Pasien Halusinasi Penglihatan

Nama Pasien :

Tempat :

Nama Perawat :

Tanggal :

Nilai

Mampu Tidak
No. Aspek yang dinilai Bobot
Mampu

Mampu mengenal
1.
jenis halusinasi
Mampu mengenal isi
2.
halusinasi
3. Mampu mengenal

81
situasi yang dapat

menyebabkan

halusinasi
Mampu menjelaskan
4.
respon halusinasi
Mampu

5. mengkonsumsi obat

secara teratur

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN LAHAT
Jl. Srikaton No. 81 Lk. III Pagar Agung Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Telepon.(0731)
324257 Faximile 321654

LEMBAR KONSULTASI LAPORAN TUGAS AKHIR

Nama Pembimbing : H. A.GANI, S.Pd., SKM, S..Kep, M..Kes (Utama)


NamaMahasiswa : Dini dinanti
NIM/ Semester : 2018.1235 /Semester VI(Enam)
Judul KTI : Implementasi Keperawatan Mengontrol Halusinasi Penglihatan
Dengan
Cara Teratur Mengkonsumsi Obat Di Puskesmas Bandar Jaya Lahat
Tahun 2021.

No Hari/Tanggal Materi Rekomendasi Bimbingan Paraf

1. Senin, 12 oktober Konsul judul ACC judul, lanjut


2020 BAB I

2. Selasa , 04 jauari Konsul bab 1 Perbaikan bab 1


2021

82
3. Senin , 11 januari Konsul bab 2 Perbaikan bab 2
2021

4. Senin, 11 januari Konsul perbaikan bab 1 ACC bab 1 dan 2 lanjut bab
2021 dan 2 3

5. Selasa,19 januari Konsul bab 1,2 dan 3 ACC bab 1, 2 dan 3


2021

6. Rabu , 20 januari Proposal LTA Seminar proposal


2021

Lahat, 2021
Mengetahui,
Ketua Prodi DIII
KeperawatanLahat

H. Abdul Gani, Spd.,SKM.,S.Kep.,M.Kes


NIP. 196609041989031003
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN LAHAT
Jl. Srikaton No. 81 Lk. III Pagar Agung Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Telepon.(0731)
324257 Faximile 321654

LEMBAR KONSULTASI

NamaPembimbing : SRI MARTINI S.Kep,. M.Kes (Pendamping)


NamaMahasiswa : Dini Dinanti
NIM/ Semester : 2018.1235/ Semester VI (Enam)
Judul KTI : Implementasi Keperawatan Mengontrol Halusinasi Penglihatan
Dengan
Cara Teratur Mengkonsumsi Obat Di Puskesmas Bandar Jaya Lahat
Tahun 2021.
No Hari/Tanggal Materi Rekomendasi Bimbingan Paraf

83
1. Senin, 12 oktober Konsul judul ACC judul, lanjut
2020 BAB I

2. Selasa , 04 jauari Konsul bab 1 Perbaikan bab 1


2021

3. Senin , 11 januari Konsul bab 2 Perbaikan bab 2


2021

4. Senin, 11 januari Konsul perbaikan bab 1 ACC bab 1 dan 2 lanjut bab
2021 dan 2 3

5. Selasa, 19 januari Konsul bab 1,2 dan 3 ACC bab 1, 2 dan 3


2021

6. Rabu, 20 januari Proposal LTA Seminar proposal


2021

Lahat, 2021
Mengetahui,
Ketua Prodi DIII
KeperawatanLahat

H. Abdul Gani, Spd.,SKM.,S.Kep.,M.Kes


NIP. 196609041989031003
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Eko. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :Nuha Medika.

Muhith. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:


Andi Offset.

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung: Refika Aditama.

84
Yosep, H. Iyus dan Sutini Titin. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.

Riset Kesehatan Dasar. 2015. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


RI, Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2015.
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2015/Laporan_riskesdas
2015final.pdf.

85

Anda mungkin juga menyukai