Anda di halaman 1dari 30

TUGAS MANAJEMEN SUMBER DAYA KEPERWATAN

“ANALISIS PERENCANAAN TENAGA KEPERAWATAN DENGAN


MENGGUNAKAN RESEARCH FRAMEWORK DI RS X”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
IGNATIA YOHANA REMBET (202001005)
NELMA JAYANTI (202001008)
RETNO SUSANTI (202001009)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menghadapi era globalisasi, adanya suatu Rencana Pengembangan Tenaga
Kesehatan yang menyeluruh sangat diperlukan. Di era globalisasi berarti terbukanya
negara-negara di dunia bagi produk-produk baik barang maupun jasa yang datang dari
negara manapun dan mau tidak mau harus dihadapi. Di bidang kesehatan, Indonesia
mengupayakan dalam kepentingan perdagangan internasional jasa melalui WTO (World
Trade Organization), CAFTA (China ASEAN Free Trade Agreement), AFAS (ASEAN
Framework Agreement on Services) dan perjanjian bilateral. Salah satu moda dalam
pasokan perdagangan jasa internasional adalah migrasi sumber daya manusia.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) 2005 - 2025,


dinyatakan bahwa dalam mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas
dan berdaya saing, maka kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan
daya beli keluarga/masyarakat adalah tiga pilar utama untuk meningkatkan kualitas
SDM dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Dalam RPJP-N, dinyatakan
pula pembangunan nasional di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud.

Sumber Daya Kesehatan saat ini di Rumah sakit di atur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan Strategi Desentralisasi
Bidang Kesehatan. Hal ini belum berjalan dengan baik dibuktikan dengan persentase
tenaga kesehatan, salah satunya pada unit mikro sekaligus yang menjadi armada
terbesar di Rumah Sakit yaitu profesi keperawatan.

Tenaga keperawatan di Rumah Sakit masih menuai masalah baik secara kuantitas
dan kualitas, pengelolaan SDM yang belum dikelola secara profesional dan masih
bersifat top down dari pusat, belum bottom up (dari bawah), serta belum sesuai dengan
kebutuhan rumah sakit dan belum berorientasi pada jangka panjang, sehingga butuh
kajian penelitian dan pengembangan yang diarahkan pada riset yang menyediakan
informasi untuk mendukung pemenuhan kebutuhan tenaga di Rumah Sakit. Yang
sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 81/Menkes/SK/I/2004 Tentang
Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Di Tingkat
Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit

Dalam makalah ini, akan dibuat sebuah Research Framework ketenagaan di


Rumah Sakit pada unit pelayanan di rumah sakit yang akan menjadi pedoman dalam
perencanaan ketenagaan jangka panjang yang berimbas pada peningkatan mutu layanan
Rumah Sakit.

B. TUJUAN
1. Memahami konsep manajemen khususnya staffing dalam bidang kesehatan,
khususnya bidang keperawatan.
2. Menganalisis kondisi ketenagaan semua unit pelayanan di Rumah Sakit X.
3. Menyusun Research Framework penyediaan kebutuhan ketenagaan perawat di unit
pelayanan Rumah Sakit X.

C. Manfaat
Sebagai pedoman dalam memahami konsep manajemen keperawatan khususnya
dalam penyusunan Research Framework kebutuhan ketenagaan perawat.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Perencanaan tenaga keperawatan


Menurut Fadillah dkk. (2010) ketenagaan (staffing) sering dimulai dengan
rencana sumber daya manusia, dimana terdiri dari antisipasi dan mempersiapkan untuk
perpindahan karyawan ke dalam, masuk dan keluar dari perusahaan. Proses ini
mengharapkan dapat mengantisipasi kebutuhan SDM dimasa yang akan datang dan
seleksi SDM merupakan cara untuk mendekati pemenuhan kebutuhan sumber daya yang
tepat.
Ketenagaan adalah aktivitas yang diambil untuk menarik, mempekerjakan, dan
menggaji personil atau karyawan yang dapat memberikan dukungan efektif bagi
penjualan dalam organisasi. Organisasi pelayanan kesehatan memiliki jenis perencanaan
yang sedikit berbeda dengan organisasi yang lain. Perencanaan SDM rumah sakit
merupakan sistem perencanaan SDM yang juga dilakukan berdasarkan tempat,
keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan
(Ilyas, 2011). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diasumsikan bahwa perencanaan
SDM rumah sakit harus berdasarkan fungsi (kompetensi kerja) dan beban kerja agar
dapat berjalan dengan baik karena kesesuaian SDM dengan kompetensi dan beban kerja
telah didapatkan. Terdapat lima langkah yang perlu 5 dilakukan dalam merencanakan
kebutuhan SDM rumah sakit, yaitu (1) analisa tenaga rumah sakit yang dimiliki saat ini
dan bagaimana kecukupannya berdasarkan prediksi di masa yang akan datang, (2)
analisa persediaan rumah sakit, (3) analisa kebutuhan tenaga kesehatan rumah sakit di
masa yang akan datang, (4) analisa kesenjangan tenaga yang dibutuhkan di masa
mendatang dengan persediaan yang dimiliki saat ini dan (5) dokumen kebutuhan tenaga
rumah sakit yang mencakup jumlah, jenis dan kompetensi yang dibutuhkan berdasarkan
periode waktu tertentu (Ilyas, 2011).
Karena itu, diperlukan kontribusi dari manajer keperawatan dalam menganalisis dan
merencanakan kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit rumah sakit dalam kerangka
kerja/rencana strategis (Nursalam, 2015).

B. Kebijakan dan Perencanaan


1. Keterlibatan perawat dalam perumusan kebijakan dan perencanaan program sangat
penting dengan alasan :
a. Semua kebijakan kesehatan dan program mempengaruhi perawat
b. Perawat secara langsung dipengaruhi oleh perubahan pada kebijakan kesehatan
c. Keterlibatan perawat membantu percepatan perkembangan profesi keperawatan,
termasuk kapasitas dalam bekerjasama secara konstruktif dalam sistem kesehatan
2. Rencana strategik keperawatan (dokumen kebijakan) sebagai bagian integral dari
sistem pengembangan pelayanan kesehatan bermakna :
a. Memberikan arah yang jelas untuk perkembangan SDM Keperawatan dengan
pendekatan terstruktur dan POA yang spesifik serta kerjasama lintas sektor, lintas
profesi dsb.
b. Mekanisme utama untuk pengembangan keperawatan pada suatu negara melalui
pembentukan focal point (Direktorat Keperawatan Kementerian Kesehatan RI),
Badan Regulatori/Konsil.
c. Keterpaduan upaya pengembangan SDM (keterpaduan perencanaan SDM dengan
pelayanan, perencanaan untuk SDM terintegrasi misal tim multidisiplin,
keterpaduan proses perencanaan lintas disiplin, wilayah dan sektor)
3. Rencana dan kebijakan terkait dengan sumber dan finansial akan berpengaruh
terhadap :
a. Peningkatan efisiensi sumber dan cost containtment
b. SDM merupakan investmen
c. Pengembalian investment memerlukan penanaman/ penggunaan finansial awal
yang memadai.

C. Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan


Komponen ini terkait dengan :
1. Koordinasi antara pendidikan dan pelayanan
2. Rekruitmen calon tenaga keperawatan
3. Rekruitmen calon mahasiswa keperawatan.
4. Pendidikan berdasarkan kompetensi
5. Pembelajaran multidisiplin

D. Penempatan dan Utilisasi


1. Keterampilan dan kompetensi komplementer
Komponen ini terkait dengan :
a. Infrastruktur keperawatan yang relevan
b. Manajemen dan kepemimpinan yang efektif
c. Kondisi kerja yang memadai dan pekerjaan yang terorganisasi secara efisien
d. Sistem supervisi teknis
e. Kesempatan pengembangan karir
2. Insentif
Mangkunegara (2007:89), Insentif kerja adalah suatu penghargaan dalam
bentuk uang yang diberikan oleh pihak pemimpin organisasi kepada karyawan agar
mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi. Menurut Al-Nsour (2012) insentif finansial berarti jumlah
uang yang dibayarkan kepada karyawan, baik dalam bentuk langsung maupun
dalam bentuk pembayaran bulanan termasuk seluruh penghasilan tambahan bagi
karyawan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan selain
insentif finansial juga dipengaruhi oleh insentif non finansial dan motivasi kerja
karyawan. Menurut Erbas dan Arat (2012) insentif finansial memiliki efek kuat
terhadap kepuasan kerja dan diiringi oleh adanya pengaruh positif insentif non
finansial terhadap kepuasan kerja.
3. Kepuasan kerja
Menurut Anugrah, dkk. (2013) kepuasan kerja dapat meningkatkan kinerja karyawan
dan kinerja perusahaan secara keseluruhan.Anas (2013) menyatakan bahwa kepuasan
kerja dapat memberikan rasa yang menyenangkan dan gembira dalam menjalankan
pekerjaannya. Menurut Parwita, dkk. (2013) karyawan yang merasa puas akan
melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Orang yang mengungkapkan kepuasan yang tinggi dalam pekerjaannya cenderung
lebih produktif, mempunyai keterlibatan yang tinggi dan kecil kemungkinannya
mengundurkan diri (Sowmya dan Panchanatham, 2011). Kepuasan kerja yang tinggi
dapat meningkatkan kinerja dan semangat kerja karyawan serta meningkatkan
produktivitas (Erbas dan Arat, 2012). Menurut Nugroho, dkk. (2013) kepuasan
kerja dapat menurunkan tingkat perputaran karyawan dan dapat meningkatkan
prestasi kerja, sehingga memberikan dampak positif terhadap perusahaan.
Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor
antara lain :
a. Balas jasa yang adil dan layak
b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian
c. Berat ringannya pekerjaan
d. Suasana dan lingkungan pekerjaan
e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan
f. Sikap pemimpin dan kepemimpinannya
g. Sifat pekerjaan (monoton/tidak)

E. Klasifikasi pasien
Pada suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung
pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien. Klasifikasi tingkat
ketergantungan pasien berdasarkan teori Dorothea Orem yaitu:
1. Minimal Care :
a) Mampu naik turun tempat tidur
b) Mampu ambulasi dan berjalan sendiri
c) Mampu makan dan minum sendiri
d) Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan
e) Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
f) Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan
g) Mampu BAK dan BAB dengan sedikit bantuan
h) Status psikologi stabil
i) Pasien dirawat untuk prosedur diagnostik
j) Operasi ringan
2. Partial Care
a) Membutuhkan bantuan satu orang untuk naik turun tempat tidur
b) Membutuhkan bantuan untuk ambulasi atau berjalan
c) Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
d) Membutuhkan bantuan untuk makan atau disuap
e) Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
f) Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
g) Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar mandi)
h) Pasca operasi minor (24 jam)
i) Melewati fase akut dari pasca operasi mayor
j) Fase awal dari penyembuhan
k) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
l) Gangguan emosional ringan
3. Total Care
a) Membutuhkan dua orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur
b) Membutuhkan latihan pasif
c) Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena/NGT
d) Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
e) Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan f). Dimandikan
perawat
f) Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter
g) Keadaan pasien tidak stabil
h) Perawatan kolostomi
i) Menggunakan WSD
j) Menggunakan alat traksi
k) Irigasi kandung kemih secara terus menerus
l) Menggunakan alat bantu respirator
m) Pasien tidak sadar

Menurut Kamalia, dkk 2020 mengatakan bahwa sistem klasifikasi pasien


membantu perawat menejer dalam hal:
1. Mengidentifikasi kebutuhan pasien pada suatu unit
2. Memfasilitasi distribusi sumber tenaga keperawatan
3. Memastikan asuhan keperawatan yang bermutu dan efisien
4. Memprediksi kebutuhan tenaga per unit
5. Memfasilitasi pembuatan keputusan staf
6. Menilai produktifitas unit

F. Perhitungan kebutuhan tenaga


Klasifikasi pasien menurut Douglas, 1984 (dikutip dalam Kamalia, 2020;116)
Contoh:
Dari sejumlah 200 pasien rawat inap diperoleh waktu ketergantungan pasien secara
keseluruhan sesuai hasil identifikasi selama 24 jam diperoleh hasil sebagai berikut:
kategori 1 sejumlah 100 pasien dengan waktu ketergantungan 2 jam= 100 jam,
kategori 3 sejumlah 25 pasien dengan waktu ketergantungan 3,5 jam = 87,5 jam,
kategori 4 sejumlah 15 pasien dengan waktu ketergantungan 6 jam = 90 jam, dan
kategori 5 sejumlah 10 pasien dengan waktu ketergantungan 7 jam = 70 jam. Total
waktu ketergantungan selama 24 jam = 497,5 jam. Jika shift yang disepakati 7 jam
per shift., maka jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan sebesar = 71,07 atau 72
perawat dalam 24 jam atau shift. Jika dibagi rata-rata per shift jaga sama, maka
jumlah perawat setiap jaga shift sebanyak= 24 perawat.
Dengan menggunakan klasifikasi Douglas, maka jaga shift pagi, sore dan
malam sebagaimana table dibawah ini.

Dari hasil analisis menunjukan perawat jaga shift pagi= 41,25 = 42 perawat, jaga shift
sore =32,25 = 33 perawat dan jaga shift malam = 18 perawat. Jadi total jumlah
perawat secara keseluruhan = 91,5= 92 perawat.

G. Alokasi dan Penjadwalan Tenaga Keperawatan Setiap Shift


Cara paling sederhana dalam pengalokasian perawat jaga dengan menggunakan
metode Warstler (dikutip dalam Kamalia, 2020;121), yakni: jaga shift pagi 47 % dari
total perawat yang ada, jaga shift sore 35 % dari total perawat yang ada. Mengacu
pada contoh diatas, maka jaga shift pagi 47 % dari 92 perawat = 43,24 = 44 perawat,
jaga shift sore = 35 % dari 92 perawat = 32,2 = 33 perawat, dan jaga shift sore = 17%
dari 92 perawat = 15,64 = 16 perawat, (Kamalia, 2020).
H. Cara Menghitung Jumlah Kebutuhan Perawat
1. Cara menghitung disesuaikan dengan kebijakan rumah sakit, yaitu dengan
menentukan :
a. Analisa kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
b. Jumlah jam perawatan efektif pasien tertentu selama 24 jam.
c. Jumlah hari kerja efektif perawat dalam 1 tahun.
d. Penggunaan tempat tidur rata-rata (BOR)
e. Jumlah jam kerja perawat per hari

2. Berdasarkan Perhitungan di atas maka kebutuhan kuantitatif tenaga keperawatan


dapat dihitung sbb :
a. Jumlah pasien rata-rata per hari kali rata-rata jam perawatan dalam 24 jam
(jam efektif) dikalikan jumlah hari dalam 1 tahun adalah merupakan jumlah
jam perawatan yang dibutuhkan selama 1 tahun.
b. Hari kerja efektif dikalikan jam kerja sehari merupakan jumlah jam kerja
perawat dalam 1 tahun.

I. Modifikasi kerja mingguan


Pada tahap ini setelah Semua rencana strategis di susun maka mulai dilakukan
penetuan kegiatan apa saja yang harus dilakukan dan kapan waktunya. Sebagai contoh
di bawah ini akan diberikan rencana kegiatan kelompok dalam penerapan model
asuhan Keperawatan Profesional yang akan dilakukan dalam satu bulan.

Beberapa pendekatan yang digunakan untuk penyusunan jadwal dinas


mingguan. Pendekatan tersebut dapat dilihat dari karakteristik staf yang ada dalam tim.
Modifikasi tugas mingguan meliputi :
1. Total jam kerja per minggu adalah 40 jam dengan 10 jam per hari dan 4 hari kerja
per minggu. Pada metode ini terjadi tumpang tindih kurang lebih 6 jam per 24 jam.
Dimana jam- jam tersebut dapat dipergunakan untuk ronde keperawatan,
penyelesaian rencana keperawatan atau kegiatan lainnya. Kelemahan cara ini
adalah memerlukan staf yang banyak.
2. Perincian 12 jam dalam satu shift yaitu 3 hari kerja, 4 hari libur dan 4 hari kerja.
Sistem ini sama dengan sistem yang pertama yang membutuhkan tenaga yang
banyak.
3. Perincian 70 jam dalam 2 minggu yaitu 10 jam per hari (7 hari kerja dan 7 hari
libur)
4. Sistem 8 jam per hari dengan 5 hari kerja per minggu. Sistem ini lebih banyak
disukai karena mengurangi kelelahan staf dan produktivitas staf tetap dapat
dipertahankan
BAB III
RESEARCH FRAMEWORK

(Sumber : Leadership and Nursing Care Management Fourth Edition, Huber 2010)

Menurut Huber, 2010 manajemen kepegawaian seringkali merupakan masalah yang


kompleks dan menantang karena banyaknya ketergantungan dan proses organisasi yang
saling terkait. Sebuah kerangka kerja konseptual memberikan logika dan urutan untuk proses
yang kompleks dan membatasi jumlah variabel terkait kepegawaian untuk dipertimbangkan
oleh administrator dan ilmuwan (Edwardson, 2007). Sebuah kerangka konseptual untuk
manajemen kepegawaian diusulkan dan diilustrasikan pada Gambar 28.1. Kerangka
konseptual ini disusun dan diadaptasi dari kerangka kerja Donabedian (1966) untuk evaluasi
kualitas perawatan, yang berkaitan dengan berbagai struktur (misalnya, karakteristik rumah
sakit) yang direncanakan oleh Staffing A sumber daya manusia untuk mengisi posisi dalam
sebuah organisasi dengan personel yang berkualifikasi. Strategi Kepegawaian Serangkaian
tindakan yang dilakukan untuk menentukan kebutuhan sumber daya manusia, merekrut dan
memilih pelamar yang memenuhi syarat, dan memenuhi kebutuhan organisasi (Fried &
Johnson, 2002). Rencana Manajemen Kepegawaian Pendekatan terstruktur untuk proses
mengidentifikasi dan mengalokasikan sumber daya personel berbasis unit dengan cara yang
paling efektif dan efisien (Kirby & Wiczai, 1985; Nash et al., 2000). Campuran Keterampilan
Proporsi RN perawatan langsung terhadap total staf perawat; dinyatakan sebagai persentase
dari RNs / total staf perawat (Unruh, 2003).
Pola Kepegawaian Menghitung jumlah total staf berdasarkan tingkat keahlian yang
dijadwalkan untuk setiap hari dan setiap shift. Penjadwalan Proses menugaskan personel
individu untuk bekerja pada jam, hari, atau shift tertentu dan di unit atau area tertentu selama
periode waktu tertentu (Barnum & Mallard, 1989). Efektifitas Kepegawaian Evaluasi
pengaruh kepegawaian pada pasien, keuangan, dan hasil organisasi. Rasio Perawat-Pasien
Jumlah pasien yang dirawat oleh satu perawat. Tingkat Keterampilan Lisensi atau sertifikasi
anggota staf. Beban Kerja Keperawatan Jumlah intensitas (dalam hal upaya yang diperlukan)
dari pekerjaan yang dilakukan perawat dalam periode tertentu (Unruh, 2008). Karena begitu
banyak variabel yang mempengaruhi beban kerja, ada upaya untuk menjelaskan dan
mengukur beban kerja dengan lebih baik, seperti intensitas keperawatan (Moore & Hastings,
2006) dan dosis perawat (Brooten & Youngblut, 2006). Jam Perawatan Langsung Jam staf
perawat yang ditugaskan untuk memberikan perawatan langsung kepada pasien atau
kelompok pasien untuk jangka waktu tertentu; staf perawatan langsung yang paling umum
termasuk RN, LPN / LVN, dan UAP. Sensus Harian Rata-rata (ADC) Dihitung dengan
membagi jumlah pasien yang dirawat per hari selama periode tertentu dengan jumlah hari
dalam satu periode; mungkin ADC sebenarnya atau ADC yang dianggarkan. Rata-rata Lama
Tinggal Jumlah rata-rata hari pasien berada di rumah sakit; ditentukan dengan membagi
jumlah hari pasien dengan jumlah penerimaan (Finkler et al., 2007), (dikutip dalam Huber,
2010; 626).
Kerangka kerja ini telah diadaptasi untuk memandu banyak studi kepegawaian (Cho,
2001; Eck, 1999; Edwardson, 2007; Kane, 2007a, b; Mark et al., 2007; Mark et al., 2004).
Dalam kerangka yang diusulkan, struktur mewakili berbagai strategi keperawatan, baik
internal maupun eksternal organisasi, yang secara langsung memengaruhi kemampuan
organisasi untuk secara efektif mengelola proses yang diperlukan untuk kepegawaian yang
memadai. Proses adalah serangkaian tahapan yang ditentukan dengan keluaran yang secara
langsung mempengaruhi tahap kepegawaian berikutnya. Akhirnya, hasil dari manajemen
kepegawaian multidimensi dan diukur dalam hal hasil organisasi termasuk kesabaran, fiskal,
dan hasil staf. Kerangka manajemen kepegawaian tidak dimaksudkan untuk membahas
semua variabel, pengaruh, tahapan, dan hasil tetapi, sebaliknya, dimaksudkan untuk
memberikan panduan bagi pemimpin keperawatan untuk menilai manajemen kepegawaian
dalam organisasi mereka, (dikutip dalam Huber, 2010; 626).

A. Strategi Yang Mempengaruhi Manajemen Staffing


Bagian berikut menjelaskan pengaruh dan strategi signifikan pada manajemen
kepegawaian dalam organisasi saat ini. Penting bagi eksekutif dan manajer perawat
untuk tetap mengetahui pengaruh internal dan eksternal yang memengaruhi manajemen
kepegawaian.
Secara singkat disajikan adalah (1) sumber daya dan rekomendasi keperawatan
profesional, (2) model pemberian asuhan keperawatan, (3) mandat legislatif negara
bagian, (4) peraturan Komisi Bersama (TJC), dan (5) perjanjian serikat perawat. Prinsip
Asosiasi Perawat Amerika untuk Staf Perawat The American Nurses Association (ANA)
telah menerbitkan beberapa dokumen panduan yang berfungsi sebagai sumber daya bagi
siswa, staf perawat, pemimpin perawat, organisasi, dan pembuat undang-undang untuk
lebih memahami masalah kepegawaian kompleks yang terkait dengan pembuatan jadwal
unit keperawatan, rencana kepegawaian seluruh organisasi, atau bagian dari undang-
undang kepegawaian. Principles for Nurse Staffing (ANA, 1999) dikembangkan oleh
panel ahli yang ditunjuk untuk memandu staf perawat. Sembilan prinsip tersebut disusun
menjadi tiga kategori yang berkaitan dengan unit perawatan pasien, staf, dan rumah
sakit.
Sembilan prinsip tersebut adalah sebagai berikut (ANA, 1999):
1. Unit Perawatan Pasien
a. Tingkat kepegawaian yang sesuai untuk unit perawatan pasien mencerminkan
analisis kebutuhan pasien secara individu dan keseluruhan.
b. Ada kebutuhan kritis untuk pensiun atau secara serius mempertanyakan
kegunaan konsep jam keperawatan per hari pasien (HPPD).
c. Fungsi unit yang diperlukan untuk mendukung penyampaian perawatan pasien
yang berkualitas juga harus dipertimbangkan dalam menentukan tingkat
kepegawaian.
2. Staf
a. Kebutuhan spesifik dari berbagai populasi pasien harus menentukan kompetensi
klinis yang sesuai yang diperlukan dari perawat yang berpraktik di bidang itu.
b. Perawat terdaftar harus memiliki dukungan dan perwakilan manajemen
keperawatan baik di tingkat operasional maupun di tingkat eksekutif.
c. Dukungan klinis dari RN berpengalaman harus tersedia bagi RN dengan
kemampuan yang lebih rendah.
3. Organisasi
a. Kebijakan organisasi harus mencerminkan iklim organisasi yang menghargai
perawat terdaftar dan karyawan lain sebagai aset strategis dan menunjukkan
komitmen sejati untuk mengisi posisi yang dianggarkan secara tepat waktu.
b. Semua institusi harus memiliki kompetensi yang terdokumentasi untuk staf
perawat, termasuk agen atau RN tambahan dan keliling, untuk aktivitas-aktivitas
yang mereka telah diberi wewenang untuk melakukannya.
c. Kebijakan organisasi harus mengenali banyak sekali kebutuhan pasien dan staf
perawat.

Prinsip-prinsip ini mencerminkan banyak nilai penting yang berkaitan dengan


analisis kebutuhan pasien, lingkungan kerja perawat, dan hasil di tingkat unit. Kebutuhan
akan prinsip-prinsip ini jelas terlihat tidak lama setelah diterbitkan ketika prinsip-prinsip
tersebut diintegrasikan ke dalam bahasa perundingan legislatif dan kolektif. Karena
kekurangan keperawatan semakin meningkat, masalah kepegawaian perawat dan
meningkatnya kepedulian terhadap kualitas dan biaya perawatan telah meningkat.
Manthey (1990) dan Person (2004) menggambarkan empat elemen fundamental
dari setiap model pemberian asuhan keperawatan sebagai berikut: (1) hubungan perawat
/ pasien dan pengambilan keputusan; (2) alokasi kerja dan penugasan pasien; (3)
komunikasi antar anggota tim kesehatan; dan (4) manajemen unit atau lingkungan
perawatan, (dikutip dalam Huber, 2010; 625-627).

B. Perencanaan Tenaga atau Staffing


Perencanaan tenaga atau staffing merupakan salah satu fungsi utama
seorangpemimpin organisasi, termasuk organisasi keperawatan. Keberhasilan suatu
organisasi salahsatunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Hal ini
berhubungan erat dengan bagaimana seorang pimpinan merencanakan ketenagaan di unit
kerjanya.
Langkah perencanaan tenaga keperawatan menurut Gilies 1994 (dikutip dalam
Kamalia, 2020) meliputi hal- hal sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan diberikan
2. Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakanpelayanan
keperawatan
3. Menentukan jumlah masing- masing kategori perawat yang dibutuhkan
4. Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada
5. Melakukan seleksi calon- calon yang ada
6. Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau shift
7. Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan keperawatan

Penentuan tenaga keperawatan dipengaruhi oleh keinginan untuk


menggunakantenaga keperawatan yang sesuai. Untuk lebih akuratnya selain perencanaan
tenagakeperawatan, maka pimpinan keperawatan harus mempunyai keyakinan tertentu
dalamorganisasinya seperti:
1. Rasio antara perawat dan klien didalam ruangan perawatan intensif adalah 1: 1 atau
1:2
2. Perbandingan perawat ahli dan terampil di ruang medikal bedah, kebidanan, anak
danpsikiatri adalah 2:1 atau 3:1
3. Rasio antara perawat dan klien shift pagi dan sore adalah 1:5 untuk malam hari du
ruangrawat dan lain- lain 1:10

C. Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja


Penetapan jumlah tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kategori yang
akandibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien di setiap unit. Beberapa pendekatan
dapatdigunakan untuk memperkirakan jumlah staf yang dibutuhkan berdasarkan ketegori
klienyang dirawat, rasio perawat dan klien untuk memenuhi standart praktek
keperawatan.
Kategori perawatan klien:
1. Perawatan mandiiri (self care) yaitu klien memerlukan bantuan minimal
dalammelakukan tindakan keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan
aktivitasperawatan diri secara mandiri
2. Perawatan sebagian (partial care) yaitu klien memerlukan bantuan sebagian
dalamtindakan keperawatan dan pengobatan tertentu misalnya pemberian obat
intravena,mengatur posisi, dan lain-lain.
3. Perawatan total (total care) yaitu klien yang memerlukan bantuan secara penuh
dalamperawatan diri dan memerlukan observasi secara ketat.
4. Perawatan intensif (intensive care) yaitu klien memerlukan obervasi dan
tindakankeperawatan yang terus menerus
Cara menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk setiap unit sebagai berikut:
1. Rasio perawat klien disesuaikan dengan standart perkiraan jumlah klien sesuai data
sensus
2. Pendekatan teknik industri yaitu identitas tugas perawat dengan menganalisis
alurkerja perawat atau work flow rata- rata frekuensi dan waktu kerja ditentukan
dengandata sensus klien. Dihitung untuk menentukan jumlah perawat yang
dibutuhkan.
3. Sistem approach staffing atau pendekatan sistem ketenagaan dapat
menentukanjumlah optimal yang sesuai dengan kategori perawat untuk setiap unit
sertamempertimbangkan komponen input- proses-ouutput- umpan balik.

Kebutuhan tenaga dapat ditinjau berdasarkan waktu. Perawatan langsung,


waktuperawatan tidak langsung dan waktu pendidikan kesehatan. Perkiraan jumlah
tenaga dapatdihitung berdasarkan waktu perawatan langsung yang dihitung berdasarkan
tingkatketergantungan klien. Rata- rata waktu yang dibutuhkan untuk perawatan langsung
(directcare adalah berkisar 4-5 jam/klien/hari.
Menurut Gillies 1994 (Dikutip dalam Kamalia, 2020) waktu yang dibutuhkan
untukperawatan langsung didasarkan pada kategori berikut:
1. Perawatan mandiri (self care) adalah ½ x 4 jam = 2 jam
2. Perawatan sebagian (partial care) adalah 3/4×4 jam = 3 jam
3. Perawatan total (total care) adalah 1- 1,5 x 4 jam = 4-6 jam
4. Perawatan intensif (intensive care) adalah 2 x 4 jam = 8 jam
Perkiraan jumlah tenaga juga dapat didasarkan atas waktu perawaan tidak
langsung. Berdasarkan penelitian perawatan di rumah sakit menyatakan bahwa rata- rata
waktu yangdibutuhkan untuk perawatan tidak langsung adalah 36 menit/ klien/ hari.
Selain cara diatas, waktu pendidikan kesehatan dapat juga digunakan sebagai
dasar perhitungan kebutuhan tenaga. Menurut Gilies, waktu yang dibutuhkan untuk
melakukanpendidikan kesehatan berkisar 15 menit/ klien/ hari. Menghitung waktu yang
dibutuhkan dalam perawatan klien per hari, perlu menjumlahkan ketiga cara tersebut
yaitu waktu perawatan langsung, waktu perawatan tidak langsung dan waktu pendidikan
kesehatan.
Selanjutnya jumlah tenaga yang dibutuhkan dihitung berdasarkan beban kerja perawat.
Hal- hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat yaitu:
1. Jumlah klien yang dirawat setiap hari/ bulan/ tahun di unit tersebut
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan
3. Rata- rata lama perawatan
4. Pengukuran keperawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan
5. Frekuensi tindakan keperawatan yang dibutuhkan klien
6. Rata- rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan

Faktor lain yang mempengaruhi beban kerja perawat yaitu masalah


komunitas,bencana alam, kemajuan iptek, pendidikan konsumen, keadaan ekonomi,
iklim/musim,politik dan hukum /peraturan dengan mengelompokkan klien menurut
jumlah dankompleksitas pelayanan keperawatan yang dibutuhkan untuk masing- masing
unit. Metodepenghitungan yang digunakan yaitu metode rasio, metode Gilies, metode
lokakaryakeperawatan, metode di Thailand dan Filiphina dan metode penghitungan isn
(indicator stafneed).
BAB IV
ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA PERAWAT

A. Analisis Perencanaan Ketenagaan


Pada dasarnya semua metoda atau formula yang telah dikembangkan untuk
menghitung tenaga perawat di rumah sakit berakar pada beban kerja dan personal yang
bersangkutan. Hal ini telah banyak dilakukan penelitian-penelitian di luar negeri oleh
para pakar keperawatan. Analisis kebutuhan tenaga perawat harus betul-betul
direncanakan dengan baik agar tidak dilakukan secara berulang-ulang karena akan
mebutuhkan waktu, biaya dan tenaga sehingga tidak efektif dan tidak efisien.
Ada beberapa situasi yang harus dipertimbangkan dalam kita melakukan analisis
ketenagaan ini, antara lain :
1. Adanya perluasan rumah sakit sehingga berdampak pada penambahan atauperubahan
tempat tidur hal ini akan berdampak pada perubahan rasio kebutuhan tenaga perawat.
Apabila rumah sakit sudah merencanakan perluasan rumah sakit maka harus
direncanakan pula penambahan tenaga perawat.
2. Adanya berbagai perubahan jenis pelayanan dan fasilitas rumah sakit, yang akan
berdampak pada peningkatan Bed Occupancy Rate (BOR), yang pada akhirnya perlu
analisa situasi dan kebutuhan tenaga. Hal ini perlu diantisipasi jauhsebelumnya
sehingga pelayanan bisa terlaksana dengan optimal.
3. Adanya penurunan motivasi, penurunan prestsi kerja seperti: sering tidak masuk kerja,
datang terlambat, penyelesaian pekerjaan semakin lambat. Hal ini bisa terjadi karena:
pimpinan kurang memperhatikan bawahan, tidak ada reward, kerja yang ketat dan dan
beban kerja yang berat serta tenaga yang kurang. Bila hal ini sudah terjadi maka perlu
segera segera dilakukan analisa ketenagaan.
4. Adanya keluhan tentang pelayanan yang diterima. Apakah klien mengeluh tentang
pelayanan yang diterimanya dengan mengatakan puas atau tidak puas. Biasanya klien
sering mengeluh tentang tenaga keperawatan, biaya perawatan, dan fasilitas yang
diterima. Apabila keluhan ini sudah teridentifikasi maka perlu dilakukan analisa
ketenagaan. Keluhan ini terjadi di unit rawat jalan atau unit rawat inap.
Metode lain yang dapat digunakan adalah menghitung kebutuhan tenaga perawat
secara kuantitatif dapat dirumuskan dengan perhitungan (Gillies, 1992; dikutip dalam
Kamalia, 2020;121).\

Jumlah Tenaga Perawat (TP)


A x B x 365
(365-C x Jumlah jam Kerja/hari)
Keterangan:
A= Jam efektif/24 jam
B= BOR x Jumlah tempat tidur
C= Jumlah hari libur
Dengan Catatan :
a. Ada satu jam pengganti
b. Jam kerja efektif diruang penyakit dalam adalah 3,5 jam
c. Libur hari minggu = 52 hari
d. Cuti tahunan = 12 hari
e. Libur nasional = 14 hari
f. Cuti hamil rata-rata = 29 hari
g. Sehingga kebutuhan hari libur berjumlah 78 hari

B. Kondisi Ruang Rawat Inap


Ruang rawat inap dibedakan berdasarkan jenis pelayanan, yaitu: Ruang Perawatan
Medikal Bedah30 tempat tidur, Ruang Perawatan Pediatrik 20 tempat tidur, Ruang
Kebidanan dan kamar bayi dengan 16 tempat tidur, HCU dan ICU 5 bed.
Tabel Indikator Pelayanan Rawat Inap RS “X” tahun 2018 s.d 2020
Tahun
Uraian
2018 2019 2020
BOR 82 % 78 66
LOS 2.25 2.4 2.2
BTO 7.34 7.02 6.58
TOI 0.79 1.85 1.65
GDR 6.32% 5.6 % 5. 9%
NDR 8.7 % 3.1 % 3.5 %
Sumber : Data Rekam Medis RS “X”
C. Penyebaran Tenaga Perawat
Penyebaran tenaga perawat ruangan di instalasi, menurut tingkat pendidikan
dan jumlah tempat tidur .
Tabel Penyebaran Tenaga Perawat RS ”X” Instalasi, Tingkat Pendidikan, dan Jumlah
Tempat Tidur
Rawat Inap TT S1 S1 Kep Jumlah
Ners D3 Kep
1 Medikal Bedah 30 8 3 11
2 Pediatrik 20 2 6 8
3 Maternity 16 - 7 7
4 HCU - ICU 5 4 5 9
5 R. Perinatologi
12 3 5 8
(perawatan bayi )
Total 17 26 43

1 Kamar Bedah 4 4 9 13
2 IGD 10 5 11 16
Total 9 20 29
1 Instalasi Rawat Jalan 6 17 23
2 Manajemen 2 - 2
3 Study Lanjut
Total Keseluruhan 34 63 97
Sumber data: Seksi Keperawatan RS “X”

Untuk memperoleh gambaran umum mengenai penyebaran tenaga perawat


maka dibuat table berdasarkan ruang rawat inap, jumlah tempat tidur setiap ruangan,
dan tingkat pendidikannya. Jumlah tenaga perawat terbanyak berada pada instalasi
rawat inap kemudian instalasi khusus dan instalasi rawat jalan.
Dari table diatas jumlah tenaga perawat di RS “X” adalah sebanyak 95 orang,
dengan rincian, 2 orang di jajaran manajemen, 23 orang bertugas di Instalasi Rawat
Jalan, 29 orang di Instalasi khusus , 41 orang bertugas di Instalasi Rawat Inap.
Instalasi Rawat Inap terdiri dari 5 ruang rawat inap yang terdiri dari ruang rawat inap
medical bedah, pediatrik, maternity dan Perina untuk perawatan bayi, ICU - HCU.
Ketenagaan perawat di RS “X” mayoritas adalah Lulusan D3 Keperawatan yaitu
sebesar 64%, dari 64% tersebut ada 29 orang sedang melanjutkan program pendidikan
jalur khusus S1 Ners dengan izin belajar yang tidak mengganggu pekerjaan, untuk
lulusan S1 Kep sebanyak 36%.

D. Prinsip perhitungan rumus Gillies:


Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu:
a. Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang
adahubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan
spiritual.Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat maka
dapatdiklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial care, total
caredan intensive care.
Menurut Minetti Huchinson (1994) kebutuhan keperawatanlangsung setiap pasien
adalah empat jam perhari sedangkan untuk:
1) self care dibutuhkan ½ x 4 jam : 2 jam
2) partial care dibutuhkan ¾ x 4 jam : 3 jam
3) Total care dibutuhkan 1- 1½ x 4 jam : 4-6 jam
4) Intensive care dibutuhkan 2 x 4 jam : 8 jam
b. Perawatan tak langsung, meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana
perawatan,memasang/ menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis
danmembaca catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian
RSGraha Detroit (Gillies, 1989, h 245) = 38 menit/ klien/ hari, sedangkan
menurutWolfe & Young (Gillies, 1989, h. 245) = 60 menit/ klien/ hari dan penelitian
diRumah Sakit John Hpokins dibutuhkan 60 menit/ pasien (Gillies, 1994)
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas,
pengobatanserta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1994),
waktu yangdibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/ klien/ hari.
Rata-rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit
berdasarkan rata-ratanya atau menurut “ Bed Occupancy Rate” (BOR)dengan rumus:

Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu x 100%


Jumlah tempat tertentu x 365
1) Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari
2) Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128 hari, hari minggu= 52 hari
dan hari sabtu = 52 hari. Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS setempat,
kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga sebaliknya,
hari libur nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari.
3) Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerjaefektif
5 hari maka 40/5 = 8 jam, kalu hari kerja efektif 6 hari per minggumaka 40/6 jam
= 6,6 jam perhari)
4) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah 20%
(untuk antisipasi kekurangan/ cadangan)
BERDASARKAN
METODE GILLIES :
Factor
Factor C-
Factor A E
Factor B D (Jml
(Jml Jam (Jumlah
BOR (Rata2 Jml Hari Jumlah Kebutuhan
Jml Bed Perawatan jam Koreksi Eksisting Selisih
Rata2 Pasien per Efektif Perawat Perawat
per kerja
hari) per
pasien) per
tahun)
hari)

Perawatan Dewasa Partial Care 30 76% 25 3 288 7 13.6 2.7 16.3 11 -5


Perawatan Anak Partial Care 20 88% 14 4 288 7 13 3 15 8 -7
Perawatan Kebidanan Partial Care 16 76% 12 3 288 7 7 1 8 7 -1
HCU/ICU Intensive 5 64% 5 10 288 7 9 2 11 9 -2
Perina Total Care 12 60% 5 10 288 7 9.05 2 11 8 -3

JUMLAH TOTAL 83 51 10 61 43 -18


E. Perhitungan Kekurangan Tenaga
Berdasarkan dari kegiatan keperawatan dan klasifikasi pasien maka dapat dihitung
jumlah tenaga perawat di instalasi rawat inap dengan formula Gillies.
a. Ruang Medikal Bedah
Ruang Medikal Bedah adalah ruang rawat inap untuk perawatan pasien bedah dan non
bedah dengan 30 tempat tidur, dengan tenaga keperawatan sejumlah 11 orang.

Formula Gillies 3 x 25 x 365 = 13,6 perawat


(365-77) x 7

Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan = 13,6 + 2,7 = 16,3 perawat


Berdasarkan perhitungan diatas maka dapat diketahui jumah kekurangan tenaga pada
ruang medical bedah ialah 16 -11 = 5 Orang

b. Ruang Pediatrik
Ruang pediatrik adalah ruang rawat inap untuk perawatan anak usia 1 bulan (BB > 3kg)
sampai 18 th, dengan kapasitas tempat tidur 20 tempat tidur dan perawat 8 orang.
Formula Gillies 4 x 14 x 365 = 10 perawat
(365-77) x 7

Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan = 10 + 2 = 12 perawat


Berdasarkan perhitungan diatas maka dapat diketahui jumah kekurangan tenaga pada
ruang pediatrik ialah 15 -8 = 7 orang

c. Ruang Maternity
Ruang maternity adalah ruang rawat inap untuk ibu pasca melahirkan, dengan kapasitas
tempat tidur 16 tempat tidur dan perawat 7 orang.
Formula Gillies 3 x 12 x 365 = 6,5 perawat
(365-77) x 7

Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan = 7 + 1 = 8 perawat


Berdasarkan perhitungan diatas maka dapat diketahui jumah kekurangan tenaga pada
ruang maternity ialah 8 -7 = 1 Orang

d. Ruang HCU – ICU


Ruang HCU - ICU adalah ruang rawat inap untuk perawatan intensive, dengan kapasitas
tempat tidur 5 tempat tidur dan perawat 9 orang.
Formula Gillies 5 x 10 x 365 = 9,05 perawat
(365-77) x 7

Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan = 9 + 2 = 11 perawat


Berdasarkan perhitungan diatas maka dapat diketahui jumah kekurangan tenaga pada
ruang HCU – ICU ialah 11-9 = 2 Orang

e. Ruang Perina
Ruang perina adalah ruang rawat inap bayi baru lahir dengan BB rendah dan adanya
kelainan khusus, dengan kapasitas tempat tidur 12 tempat tidur dan perawat 8 orang.
Formula Gillies 5 x 10 x 365 = 9,05 perawat
(365-77) x 7

Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan = 9 + 2 = 11 perawat


Berdasarkan perhitungan diatas maka dapat diketahui jumah kekurangan tenaga pada
ruang high perina ialah 11 -8 = 3 Orang

F. Framework Pengadaan Ketenagaan Keperawatan.


Berdasarkan hasil analisis yang telah dilaksanakan didapatkan hasil yang sangat
jelas mengenai jumlah tenaga rawat inap di RS ‘X” dan kekurangan tenaga rawat inap
khususnya dalam keperawatan yang dimana merupakan ujung tombak pelayanan Rumah
Sakit “X”. Berdasarkan data yang telah dihimpun jumlah tenaga perawat rawat inap di
RS “X” berjumlah 43orang, sedangkan berdasarkan analisis yang telah dilakukan jumlah
tenaga yang di butuhkan untuk memenuhi beban kerja dalam ruang pelayanan
keperawatan di RS ”X” ialah sejumlah 61orang dengan kata lain terdapat kekurangan
tenaga keperawatan dan kebidanan sejumlah 18 orang.
Sehingga dibuatlah perencanaan penerimaan tenaga oleh bidang keperawatan
secara bertahap.
Tabel Perencanaan Pengadaan Ketenagaan Keperawatan
Perencanaan Penambahan Total
Jumlah perawat (18 bulan)
No Ruang
saat ini Tahap Tahap Tahap
1 2 3
1. Ruang Medikal Bedah 11 2 2 1 5
2. Ruang Pediatrik 8 3 3 1 7
3. Ruang Maternity 7 1 - - 1
4. Ruang HCU – ICU 9 1 1 - 2
5. Ruang Perina 8 1 1 1 3
Jumlah 43 8 7 3 18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Beban kerja perawat di ruang rawat inap melebihi kapasitas karena kurangnya tenaga
keperawatan dalam pelayanan di RS “X”, jumlah tenaga perawat berdasarkan mean atau
rata-rata formula Gillies, ruang rawat inap masih membutuhkan tambahan 18 perawat.
Jika perawat sudah tercukupi maka asuhan keperawatan dapat diberikan ke pasien lebih
optimal. Selain itu, tenaga perawat yang tercukupi akan mengurangi beban kerja perawat
di ruang rawat inap.

B. SARAN
Perhitungan sumber daya manusia khususnya tenaga perawat mengalami
kekurangan di setiap unit pelayanan, sehingga dibutuhkan perencanaan dan pengelolaan
yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan analisis secara berkala dari setiap unit sampai
tingkat atas agar dapat mengevaluasi kekurangan tenaga perawat. Meningkatkan
kompetensi perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dapat dilakukan guna
efisiensi dan efektifitas jam perawatan. Melakukan realokasi tenaga diruangan yang
beban kerjanya rendah diperbantukan ke ruangan dengan beban kerja yang tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Bakti, Husada. 2011. Rencana Pembangunan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025. Jakarta.
Gillies. 1994. Nursing Management, A System Approach, WB. Saunders, Philadelphia.
Huber, Diane. 2010. Leadership and Nursing Care Management Fourth Edition, Saunders
Elsevier : America.
Kamalia, dkk. 2020. Manajemen Keperawatan (Nursing Management). Media Sains
Indonesia; Bandung
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 81/Menkes/SK/I/2004 Tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan Sumber Daya Manusia.
Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Swansburg, Management and Leadership for Nurse Managers, second Edition, Jones and
Barlett Publisher, Boston, 1996

Anda mungkin juga menyukai