PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah organisasi/perusahaan dalam mewujudkan eksistensinya dalam
rangka mencapai tujuan bisnisnya, memerlukan sejumlah pekerja yang
mempu melaksanakan seluruh volume kerjanya. Pekerja tersebut mungkin
sudah berada di dalam oerganisasi/ perusahaan, disammping mungkin pula
masih memerlukan penembahan atau pengurang sari yang sudah ada. Untuk
itu diperlukan Perencanaan SDM dengan berorientasi pada Hasil Analisis
Pekerjaan, agar pekerja yang diperlukan dapat dipenuhi, baik dari segi
kuantitatif (jumlahnya) maupun kualitatif (kualitasnya). Dengan tersedianya
sejumlah tenaga yang relevan dengan tuntutan Diskripsi atau spesifikasi
pekerjaan, diharapkan seluruh volume kerja dapat dilaksanakan secara
produktif dan berkualitas.
Pengelolaan SDM kesehatan khususnya perencanaan kebutuhan SDM
kesehatan selama ini masih bersifat administrative kepegawaian dan belum
dikelola secara professional, masih bersifat to down dari pusat, belum
bottom up (dari bawah), belum sesuai kebutuhan organisasi dan kebutuhan
nyata di lapangan, serta belum berorientasi pada jangka panjang.
Untuk itu perencanaan SDM harus dilakukan secara professional,
karena akan menentukan kualifikasi para pekerja yang berpengaruh besar
terhadap sukses atau gagalnya dalam mewujudkan eksistensinya yang
bersifat kompetitif sekarang dan dimasa yang akan datang.
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
mampu memahami prinsip pengelolaan staf berdasarkan prinsip – prinsip
seleksi, orientasi dan penapakan karir yang benar.
1
BAB II
PERENCANAAN KETENAGAAN
KEPERAWATAN (KESEHATAN)
A. Pengertian
1 Perencanaan SDM merupakan rangkaian atau proses, untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja sekarang dan di masa datang bagi sebuah
perusahaan (Nawawi, 2005).
2 SDM Kesehatan (Sumber Daya Manusia Kesehatan) adalah seseorang
yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki
pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan (Depkes
RI, 2004).
3 Penyususnan perencanaan ketenagaan adalah suatu fungsi perencanaan
untuk menggunakan; merekrut dan menyebar sumber daya manusia
berkualitas di dalam suatu unit (Yoder & Patricia, 2003).
4 Penyusunan perencanaan ketenagaan dapat didefinisikan sebagai suatu
aktivitas yang dibutuhkan untuk menentukan jumlah yang adequat serta
kesatuan anggota tim kesehatan tersedia untuk memenuhi kebutuhan
pasien, keamanan, kualitas pelayanan (Cherry & Jacob, 2008).
5 Penyusunan perencanaan ketenagaan merupakan fungsi ketiga dari
manajemen, ketentuan dari pelayanan kesehatan adalah tenaga kerja
intensif, dengan campuran sumber tenaga kerja dengan tingkatan
pendidikan dan keahlian yang bervariasi (seperti perawat professional,
dokter, farmasis, therapis, pekerja social, ahli gizi, perawat praktek,
teknisi dan tenaga lainnya) (Cherry & Jacob, 2008).
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa perencanaan SDM kesehatan adalah proses untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja yang berkualitas di bidang kesehatan untuk saat
ini dan di masa mendatang sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasien.
2
Perencanaan SDM keperawatan merupakan bagian yang tidak terlepas
dari perencanaa SDM Kesehatan. Perencanaan tenaga keperawatan
merupakan proses pemikiran dan penentuan secara matang tenaga
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
3
1. Projeksi untuk pertumbuhan masa depan, perubahan dalam pemasaran
karyawan, demografik eksternal, keseimbangan sumber daya manusia
terhadap keuangan, dan keterbatasan lain.
2. Pengembangan pendekatan perencanaan sumber daya manusia yang
menggambarkan tindakan, peran, autoritas, dan tanggung jawab terhadap
departemen sumber daya manusia, menejemen peringkat, dan karyawan
individual.
3. Inventaris keterampilan perencanaan sumber daya manusia yang
mencakup isu masa depan, sistem untuk menerjemahkan rencana bisnis
kedalam kebutuhan sumber daya manusia dan program, pengembangan
karier, komunikasi dua arah, survei sikap, sesi umpan balik kelompok, dan
wawancara keluar.
4. Analisis isu makro saat ini dan masa depan tentang pengaruh dunia utama
yang akan mempengaruhi dunia utama yang akan mempengaruhi rencana
bisnis strategis (SBP) dan rencana sumber daya manusia (HRP). Ini akan
mencakup usia populasi, produktivitas dalam industri AS, inflasi, politik,
serikat kerja, tekhnologi harapan perawat, dan faktor lain.
5. Analisis isu mikro saat ini dan masa depan tentang pengaruh organisasi
utama. Ini mencakup lokasi geografis, ketersediaan keterampilan,
potensial promosi dalam perusahaan, biaya hidup, dan serikat kerja.
6. Pengembangan program untuk mendukung SBP dan HRP.
7. Ketentuan untuk audit periodik dan tepat waktu.
8. Dukungan dan tanggung jawab dari semua tingkat menejemen.
4
4. Mencari kecenderungan dalam budaya perusahaan: nilai, budaya ritual,
proses sosial, pola belajar dari klien dan karyawan.
5. Memberikan latihan ulang dari karyawan dengan pekerjaan yang
ketinggalan jaman.
6. Menggali arah masa depan melalui analis isi, kecenderungan ramalan,
ramalan simulasi, modeling, projeksi skenario, analisis dampak
kecenderungan. Ini adalah tekhnik komplek yang dapat memperbaiki
ramalan.
7. Menggali tekhnik menejemen baru yang mencakup sistem kerja terbuka,
kualitas program hidup kerja, kualitas siklus, dan tekhnin menejemen
partisipasi.
8. Meningkatkan keamanan kerja dan pengembangan karier, mencakup
menejemen perawat yang ”cepat penat” atau bintang, puncak 5 sampai10
persen dari tenaga perawat.
9. Menurunkan hambatan untuk wanita, minoritas, pekerja lansia, pekerja
baru, imigran.
10. Mempertahankan karyawan memperbaharui pengetahuan dan
keterampilan serta memberi sumber lebih banyak untuk belajar dan
pengembangan.
11. Mengembangkan kebijakan untuk menghadapi karier ganda dari
karyawan, perubahan karier dan nilai hidup, perubahan dalam etik kerja
yang berhubungan dengan aktivitas personel dan kesenangan, dan
menurunkan pangkat karyawan.
5
Pada kenyataannya, banyak menejer perawat pelaksana perlu dilatih dalam
proses perencanaan tekhnis. Latihan ini harus mencakup tekhnik-tekhnik
untuk mencakup menejer operasional dan perawat klinis serta
mempertanggungjawabkan pada keputusan. Pengembangan sasaran global
dan perluasan strategis identifikasi dan solusi masalah, sehingga
menurunkan ancaman dan membuka kesempatan untuk organisasi.
6
Secara garis besar perencanaan kebutuhan SDM kesehatan menurut
Keputus Menkes No: 81/Menkes/SK/I/2005 dapat dikelompokan kedalam
tiga kelompok besar yaitu;
7
wewenang yang proposional dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah.
3) Penyusunan perencanaan mendasarkan pada sasaran nasional upaya
kesehatan dari Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia sehat.
4) Pemilihan metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan didasarkan pada
kesesuaian metode dengan kemampuan dengan keadaan daerah masing-
masing (Depkes RI, 2004).
Isu strategi
1) Penyusunan rencana pegembangan tenaga kesehatan (termasuk
penyusunan kebutuhan tenaga) tidak akan berhasil bila tidak disusun
dalam konteks kebijakan pengembangan SDM Kesehatan secara
keseluruhan yang menunjang suatu rencana pembangunan jangka
panjang kesehatan yang ditetapkan.
2) Penentuan pendekatan dan cara penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan
sering hanya mendasarkan pada suatu model saja, dan kurang
mendasarkan pada sistesa bermacam model yang ada sehingga dapat
dihimpun berbagai segi positifnya dan dihindari segi-segi kekurangannya.
3) Sistem informasi yang baik dapat mendukung sepenuhnya pengembangan
SDM Kesehatan secara keseluruhan (PNS dan Non PNS).
4) Masih terbatasnya pemahaman tentang pentingnya perencanaan SDM
Kesehatan dari berbagai segi pendekatan, metode dan prosedur
penyusunannya (Depkes RI, 2004).
8
1) Faktor Ekonomi Nasional dan Global
Faktor ini mengharuskan suatu organisasi/perusahaan mempelajari
kembali kekuatan dan keterbatasan yang dimilikinya dalam
melaksanakan bisnis dibidangnya.
2) Faktor Sosial, Politik dan Hukum
Faktor ini sangat berpengaruh terutama untuk hukum tentang
ketenagakerjaan, upah, perpajakan dan lain – lain yang sangat
berpengaruh pada perhitungan pada perhitungan cost – benefit
ratio, yang sangat menentukan kekuatan perusahaan/organisasi
dalam pendayagunaan SDM, sehingga berdampak langsung pada
perencanaan SDM.
3) Faktor Teknologi
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat, telah
diiringi pula dengan dihasilkannya teknologi baru, baik yang
berhubungan dengan cara kerja dan peralatan untuk peningkatan
produktivitas dan kualitasnya, maupun untuk memenuhi keinginan
dan kebutuhan konsumen yang juga terus – menerus meningkat
kualitasnya.
4) Faktor Pesaing
Pesaing yang bergerak dalam bidang bisnis yang sama, bagi suatu
organisasi atau perusahaan akan mempengaruhi pasarnya. Untuk
merebut dan memenangkan pemasaran tersebut, sebuah
organisasi/perusahaan memerlukan SDM yang kompetitif.
b. Faktor Internal
1) Rencana Strategik dan Rencana Operasional (Taktik)
Dalam kenyataannya rencana strategik dan rencana operasional
(taktik) bisnis suatu organisasi/perusahaan bagaimanapun
baiknya, tidak mungkin terwujud tanpa SDM yang relevan dan
kompetitif.
9
2) Anggaran/Cost SDM
SDM dilingkungan organisasi/perusahaan yang disebut pekerja
atau karyawan, adalah orang yang digaji/diupah dalam
melaksanakan tugas – tugas dan tanggung jawabnya.
Kemampuan organisasi/perusahaan dalam menyediakan
anggaran untuk mempekerjakan SDM yang sesuai dengan
bisnisnya, sangat besar pengaruhnya pada perencanaan SDM.
Dengan anggaran yang cukup, dapat direncanakan SDM sesuai
kebutuhan organisasi/perusahaan.
3) Peramalan (Prediksi)
Peramalan (prediksi) produk dan penjualan (barang atau jasa),
ikut mempengaruhi perencanaan SDM, karena menentukan
jumlah anggaran SDM.
4) Faktor Bisnis Baru
Dengan memperhatikan lingkungan/iklim bisnis dan
kemampuan menjaring dan memanfaatkan informasi, selalu
terbuka peluang bagi sebuah perusahaan/organisasi untuk
mengembangkan usaha bisnisnya.
5) Faktor Desain Organisasi dan Desain Pekerjaan
Desain organisasi dan desain pekerjaan pada dasarnya
merupakan hasil menterjemahkan rencana strategik dan rencana
operasional, yang dirancang untuk mewujudkan pekerjaan yang
sfektif dan efisien, yang berarti harus mampu menyediakan
tenaga kerja sesuai volume kerja pada setiap unit kerja.
6) Faktor Keterbukaan dan Keikutsertaan Manajer
Keterbukaann dan keikutsertaan para manajer dan terutama
sekali top manajer, sangat penting dalam perencanaan SDM.
Manajer yang terbuka dan bersedia ikut serta dengan
memberikan informasi yang lengkap untuk melakukan analisis
tenaga kerja dan selanjutnya dalam penyusunan perencanaan
10
SDM, akan memberikan peluang dihasilkannya perencanaan
yang akurat.
c. Faktor Ketenagakerjaan
1) Pensiun, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Meninggal
Dunia, dan Tenaga Kerja yang selalu absen, dalam
perencanaan SDM harus diperhitungkan sebagai pengurangan
tenaga kerja, yang harus diganti.
2) Promosi, pindah, tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan
dan yang mengikuti pendidikan di luar perusahaan/organisasi
sehingga keterampilan/keahliannya meningkat, harus
diperhitungkan, baik untuk menggantinya maupun merancang
penempatan yang lebih tepat.
11
4) Faktor Supervisi
Memperhitungkan kemampuan dalam memberikan bimbingan dan
pengawasan, bila mana dalam perencanaan SDM terpaksa
memasukkan tenaga kerja yang tidak memenuhi persyaratan.
5) Faktor staf pendukung
Dalam perencanaan SDM harus diperhitungkan perimbangan
jumlahnya.
6) Faktor Lokasi
Berpengaruh pada efektif dan efisien kerja. Lokasi
organisasi/perusahaan dengan domisili penduduk berpengaruh pada
penyediaan anggaran SDM. Diantaranya perlu diadakan
perumahan, angkutan karyawan atau kendaraan dinas.
12
a. Melakukan usaha memastikan sebab – sebab kebutuhan tenaga kerja,
berdasarkan volume dan beban kerja yang bersumber dari rencana
stratetegis dan rencana operasional bisnis perusahaan/organisasi.
b. Memilih teknik peramalan (prediksi) yang akan dipergunakan untuk
menetapkan tenaga kerja yang dibutuhkan, baik kuantitatif maupun
kualitatif.
c. Menetapkan perkiraan kebutuhan tenaga kerja untuk jangka pendek dan
jangka panjang.
Untuk meningkatkan keefektipan susunan staf, manajer perawat harus
memperbaiki keseimbangan antara jumlah staf yang ditugaskan dan beban kerja
(Gillies, 1989).
Di beberapa lembaga data sensus digunakan untuk memperkirakan beban
kerja mendatang sebagai dasar bagi pembuatan keputusan susunan kepegawaian.
Selain itu masing – masing diagnosa atau kategori perawatan juga digunakan
untuk memperkirakan beban kerja, karena kebutuhan perawatan berubah – ubah
dari satu kategori ke lain kategori. Faktor kebutuhan perawatan pasien harus
diukur. Caranya dengan mengukur, total kebutuhan perawatan bagi masing –
masing pasien adalah jumlah kebutuhan si pasien untuk perawatan langsung atau
”hands on”, kebutuhannya bagi perawatan tidak langsung atau administratif, dan
kebutuhannya untuk pengajaran kesehatan.
Keperawatan langsung adalah perawatan yang diberikan anggota staf
keperawatan sambil bekerja di dalam kehadiran pasien tersebut dan perawatan
tersebut dihubungkan secara khusus kepada kebutuhan fisik dan psikoogis si
pasien. Perawatan administratip atau kepengurusan terdiri dari kegiatan – kegiatan
yang dilakukan atas nama pasien tetapi di luar kehadiran si pasien yang
berhubungan dengan lingkungan si pasien atau keberadaan finansial dan
kesejahteraan sosial si pasien. Pengajaran kesehatan mencakup semua usaha oleh
anggota staf keperawatan untuk memberitahu, dan memotivasi pasien dan
keluarga menyangkut perawatan setelah dilepas dari rumah sakit (Gillies, 1989).
13
Masalah
Komunitas Bencana Kemajuan Iptek
14
a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM
Kesehatan di tingkat Propinsi, Kab/Kota serta Rumah Sakit.
Metode – metode dasar :
1) Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan keperluan kesehatan
(’’Health Need Method’’).
Dalam cara ini dimulai debgan ditetapkannya keperluan (‘’need’’) menurut
golongan umur, jenis kelamin, dllnya. Selajutnya dibuat proyeksi penduduk untuk
tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang ditetapkan ; diperhitungkan
keperluan upaya kesehatan untuk tiap-tiap kelompok penduduk pada tahun
sasaran.
Contoh:
a) Dengan sasaran untuk memenuhi kabutuhan kesehatan pada suatu
kota diperhitungkan anak umur 0-4 tahun memerlukan rata-rata 1,0
kunjungan dokter dan 2,0 kunjungan perawat pertahun.
b) Proyeksi pada tahun target anak umur 0-4 tahun adalah 2,0 juta,
15
c) Anak-anak ini kemudian akan memerlukan 2 juta kunjungan dokter
dan 4 juta kunjungan perawat.
d) Dokter FTE (penuh waktu) dapat melakukan 6000 kunjungan
pertahun dan FTE perawat, 7000 per tahun.
e) Proyeksi tenaga penuh waktu (FTE) yang diperlukan:
a. Dokter FTE = 2,0 juta : 6000 = 333 dokter
b. Perawat FTE = 4,0 juta : 7000 = 571 perawat.
i. Kebutuhan kesehatan tersebut dapat lebih tinggi
atau lebih rendah tergantung pula pada kemampuan
penyediaan atau pelayanan kesehatan yang dapat
diusahakan.
16
1) Prosedur penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan menggunakan
metode Daftar Susunan Pegawai (DSP) (”Authorized Staffing List)
Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan DSP ini bisa digunakan di
berbagai unit kerja seperti puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehata lainnya.
Sebagai contoh, berikut ini adalah penghitungan kebutuhan SDM berdasarkan
DSP di Puskesmas.
Langkah Awal Penyusunan DSP Puskesmas
Langkah awal penyusunan DSP adalah menghitung produktivitas Puskesmas
secara kolektif dengan menggunakan rumus
0
S= (Nilai S serendah – rendahnya 5)
300 x N
Dayaguna
No. Out Put Puskesmas ( O) Jumlah Staf ( N )
Staf / Hari ( S)
1 Kurang dari 30.000 orang / thn 16 orang 6.25
17
2 30.000 – 50.000 orang/thn 21 orang 5,2 - 8,0
n=NxK
T
18
dijabat oleh petugas yang minimal berijasah SMEA / SMTA dan telah
mengikuti kursus bendaharawan).
Perkiraan jenis tenaga pada jabatan-jabatan teknis tidak sulit, karena masing-
masing jabatan mempersyaratkan tenaga yang memiliki keterampilan tertentu.
Pendidikan tenaga-tenaga teknis kesehatan yang siap pakai mewajibkan
penempatannya pada jabatan teknis yang tepat. Hal ini memudahkan pengelola
kepegawaian untuk menentukan jenis tenaga yang layak untuk ditempatkan pada
jabatan dimaksud.
Contoh, unit peningkatan dan kesehatan keluarga apabila diperinci antara lain
terdiri dari kegiatan KIA, KB, Kesehatan Gigi Keluarga, sehingga dapat
diperkirakan unit bersangkutan membutuhkan tenaga bidan, ahli gizi.
Berikut ini adalah contoh DSP Puskesmas dengan bermacam-macam model :
1. Model Puskesmas yang berada di daerah terpencil dengan penduduk
jarang, dengan kegiatan rendah.
2. Model Puskesmas dengan penduduk 20.000 dengan output Puskesmas
pertahun = 35.000
3. Model Puskesmas di daerah perkotaan dengan penduduk padat, dengan
output Puskesmas per tahun 60.000
4. Model Puskesmas perawatan yang jauh hubungan daratnya dengan RSU
terdekat.
5. Model Puskesmas perawatan di daerah kepulauan dengan sarana
perhubungan laut yang sulit.
6. Model Puskesmas Perawatan di daerah strategis.
19
nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di
fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah
digunakan, secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.
Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi
5 langkah, yaitu:
1. Menetapkan waktu kerja tersedia ;
2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM ;
3. Menyusun standar beban kerja ;
4. Menyusun standar kelonggaran ;
5. perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja.
Pada dasarkan metode WISN ini dapat digunakan di rumah sakit, puskesmas,
dan sarana kesehatan lainnya, atau bahkan dapat digunakan untuk kebuhan di
Kantor Dinas Kesehatan. Sebagai contoh di bawah ini disajikan penggunaan
metode WISN di sarana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
20
4. Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait
tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002-2003
ditetapkan 15 Hari Kerja dan 4 hari kerja unutk cuti bersama. (D)
5. Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata – rata ketidakhadiran kerja (selama
kurun waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa
pemberitahuan / ijin. (E)
6. Waktu Kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan Daerah,
pada umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari
kerja/minggu). (F)
Berdasarkan data tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan untuk
menetapkan waktu tersedia dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
A = Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B = Cuti Tahunan E = Ketidakhadiran Kerja
C = Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja
21
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori
SDM adalah sebagai berikut :
1. Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing –
masing unit dan sub-unit kerja.
2. Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan
fungsional misalnya: Komite Medik, komite Pengendalian Mutu RS.
Bidang/Bagian Informasi.
3. Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di
RS.
4. PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
5. Peraturan perundang – undangan berkaitan dengan jabatan fungsional
SDM kesehatan.
6. Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP)
pada tiap kerja RS.
22
2. Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku di RS.
3. Rata – rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk
melaksanakan/menyelesaikan berbagai pelayanan RS.
4. data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unti kerja RS.
Beban kerja masing – masing kategori SDM di tiap unit kerja RS adalah
meliputi:
1. Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing – masing kategori SDM.
2. Rata – Rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan
pokok.
3. Standar beban kerja pe 1 tahun masing – masing kategori SDM.
Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagia jenis kegiatan sesuai standar
pelayanan dan stan operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan/ medik yang dilaksanakan oleh SDM kesehatan dengan kompetensi
tertentu.
Langkah selanjutnya untuk memudahkan dalam menetapkan beban kerja
masing – masing kategori SDM, perlu disusun kegiatan pokok serta jenis kegiatan
pelayanan, yang berkaitan langsung / tidak langasung dengan pelayanan kesehatan
perorangan.
Rata – rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu kegiatan pokok, oleh masing – masing ketegori SDM pada tiap unit kerja.
Kebutuhan wkatu untuk menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan
dipengaruhi standar pelayanan, sdtandar operasional prosedur (SOP), sarana dan
prasarana medik yang tersedia serta kompetensi SDM.
Rata – rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama
bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rat – rata waktu yang
cukup akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang
memiliki kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar
operasional prosedur (SOP), dan memiliki etos kerja yang baik.
23
Secara bertahap RS dapat melakukan studi secara intensif untuk menyusun
standar waktu yang dibutuhkan menyelesaikan tiap kegiatan oleh masing –
masing kategori SDM.
Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai berikut:
Waktu Kerja Tersedia
Standar Beban Kerja =
Rata – rata waktu peraturan-Kegiatan Pokok
24
Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit
kerja meliputi:
1. Data yng diperoleh dari langkah – langkah sebelumnya yaitu:
Waktu kerja tersedia
Standar beban kerja dan
Standar kelonggaran masing – masing kategori SDM
2. Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahunan
Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data dan kegiatan
pelayanan yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun
waktu satu tahun.
Untuk menyusun kuantitas kegiatan pokok instalasi rawat inap dibutuhkan
data dasar sebagai berikut:
1. Jumlah tempat tidur
2. Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun
3. Rata – rata sensus harian
4. Rata – rata lama pasien di rawat (LOS)
Kunatitas Kegiatan Pokok
Kebutuhan SDM = + Satndar Kelonggaran
Standar Beban Kerja
b. Menurut Althaus et al 1982 dan kirk 1981
1) Level I (minimal) : 3,2 jam
2) Level II (intermediet) : 4,4 jam
3) Level III (maksimal) : 5,6 jam
4) Level IV (intensif care) : 7,2 jam
c. Menurut hanson
Hanson menyusus katagori pasien dan jam perawatan sebagai berikut:
1) Kategori I : Self Care, biasanya membutuhkan waktu 1-2 jam dengan
waktu rata-rata efektif 1,5 jam
2) Kategori II : Minimal care, biasanya membutuhkan waktu 3-4 jam
dengan waktu rata-rata efektif 3.5 jam /24 jam
25
3) Katefgori III : Intermediet care, biasanya membutuhkan 5-6 jam dengan
waktu rata-rata efektif 5,5jam /24 jam
4) Karegori IV : Modified Intensive Care biasanya membutuhkan 7-8 jam
dengan rata-rata efektif 7,5 jam /24 jam
5) Kategori V : Intensiv Care, biasanya membutuhkan 10-14 jam dengan
waktu rata-rata efektif 12 jam /24 jam.
d. Cara penghitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan jam perawatan
untuk setiap pasien selama 24 jam (Nursing hours per patien day):
Metode ini dipakai di Thailand dan Philipine, hampir sama dengan formula
hasil lokakarya PPNI yang diadaptasi dari metode perhitungan Gillies.
1. Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per pasien
Unit Rawat nginap selama 24 jam:
a. Penyakit dalam : 3,4 jam
b. Penyakit bedah : 3,5 jam
c. Campuran bedah dan dalam : 3,4 jam
d. Post partum : 3 jam
e. Bayi / neonatus : 2,5 jam
f. Anak : 4 jam
Rawat Jalan :
Jumlah jam perawatan pe pasien : 0,5 jam
Kamar operasi:
Kelas A dan B : 5 – 8 Jam /24 jam
Kelas C dan D : 3 jam / 24 jam
Kamar bersalin
Jumlah jam perawatan : 5 – 8 jam / 24 jam
2. Hari kerja efektif perawat dalam 1 tahun
a. Jumlah hari dalam 1 tahun : 365 hari
b. Jumlah hari kerja non efektif dalam 1 tahun : 75 hari
c. Jumlah hari efektif dalam 1 tahun : 289 hari
d. Jumlah minggu efektif : 41 minggu
26
e. Ada angka koreksi karena dianggap tingkat produktifitas perawat
dihitung hanya 75 %
3. Jumlah jam kerja efektif dalam 1 tahun
41 minggu x 40 jam = 1640 jam pertahun
4. Cara perhitungan tenaga perawat :
Rawat Nginap:
Jumlah jam perawat x 52 minggu x 7 hari x jumlah TT x BOR + koreksi 25%
41 minggu x 40 jam
Rawat Jalan :
Jumlah jam perawat x 52 minggu x 6 hari x jumlah kunjungan + koreksi 10%
41 minggu x 40 jam
Kamar Bedah :
Jumlah jam perawat x 52 minggu x7 hari x jumlah anggota tim x jumlah kamar op +
koreksi 25%
41 minggu x 40 jam
Kamar bersalin :
Jumlah jam perawat x 52 minggu x7 hari x jumlah TT x BOR + koreksi 25%
41 minggu x 40 jam
e. Menurut Gillies
WORK VOLUME
WORK CAPACITY
Jumlah perawat = A + B X 365
(365 –C ) X Jam Kerja
Keterangan :
A : Jam perawatan selama 24 jam
B : BOR X TT/ sensus harian
C : Jumlah hari libur ( hari libur nasional + cuti 12 hari kerja)
f. Metoda Douglas
27
Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan pada satu ruang rawat berdasarkan
kualifikasi pasien sebagai berikut :
Jml Klasifikasi pasien
Pasien Minimal Partial Total
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
1 0.17 0.15 0.07 0.27 0.15 0.10 0.36 0.30 0.20
2 0.34 0.30 0.14 0.54 0.30 0.20 0.72 0.60 0.40
3 0.52 0.45 0.21 0.81 0.45 0.30 1.08 0.90 0.60
Dst
28
b. Posisi diatur
c. Observasi tanda – tanda vital tiap 2 jam
d. Makan melalui NGT
e. Terapi intra vena
f. Pemakaian suction
g. Gelisah / disorientasi
29
3. Peroleh tenaga kerja baru dengan awal yang baik menggunakan sumber
pengembangan staff untuk orientasi, pelatihan , sosialisasi dan
pengembangan staff lainnya.
4. Laksanakan program pengembangan staff berkelanjutan pada semua
tingkatan tenaga kerja yang mempunyai kesempatan untuk pengembangan
kepribadian dan profesional dan untuk menambah pengetahuan serta
tingkatan keterampilan.
5. Laksanakan penjadwalan yang kreatif dan fleksibel berdasarkan kebutuhan
pasien, kebutuhan tenaga kerja, dan kepentingan organisasi yang
produktif (Cherry & Jacob, 2008).
Komponen proses pengaturan staf ini adalah sistem kontrol termasuk studi
pengaturan staf, penguasaan rencana pengaturan staf, rencana penjadwalan, dan
sistem informasi manajemen keperawatan (SIMK). SMIK meliputi kelima elemen
berikut ini:
1. Kualitas perawat pasien yang diberikan dan pengukurannya
2. Karakteristik pasien dan kebutuhan perawatan mereka
3. Perkiraan suplai tenaga perawat yang diperlukan untuk pokok 1 dan 2
4. Logistis dari pola program pengaturan staf dan kontrolnya
5. Evaluasi kualitas perawatan yang diberikan, dengan demikian mengukur
keberhasilan pengaturan staf itu sendiri.
Rencana kontrol posisi dan rencana anggaran, menurut West digambarkan
pada Bagan 1.1
30
Bagan 1.1 Komponen Proses Pengaturan Staf
Studi
staffing
Penguasaaa
Sistem n rencana
informasi staffing
manajemen
keperawatan
Rencana
Rencana penjadwalan
pendanaan
Rencana
kontrol
posisis
31
organisasi. Rekrutmen merupakan langkah pertama dalam rangka menerima
seseorang dalam proses pengupahan ( Nawawi, 2005).
Tiga kegiatan pokok dari rekrutmen adalah:
1) Kegiatan seleksi
Seleksi adalah proses penetapan keputusan dalam menerima (mengupah),
setelah mempertimbagkan setiap pelamar (calon) untuk suatu
pekerjaan/jabatan. Prosesnya dilakukan dengan cara menetapkan karakteristik
perilaku efektif dalam melaksanakan pekerjaan setiap jabatan yang
memerlukan tenaga kerja sebagai persyaratan, dan mengukur kemampuan
calon berdasarkan karakteristik tersebut. Karakteristik pekerjaan/jabatan
sebagai hasil analisis pekerjaan/jabatan (Nawawi, 2005).
2) Kegiatan Penempatan
Penempatan adalah penugasan seorang pekerja pada suatu jabatan atau unit
kerja di lingkungan suatu organisas/perusahaan. Penempatan merupakan
pengisian jabatan yang kosong, agar tugas pokok pada jabatan tersebut dapat
dilaksanakan. Untuk itu melalui kegiatan sebelumnya harus diperoleh pekerja
yang memiliki kemampuan sesuai dengan jabatan yang akan menjadi
tanggung jawabnya. Dengan kata lain calon yang ditempatkan harus memiliki
kompetensi yang diperlukan untuk dapat melaksanakan pekerjaan dalam suatu
jabatan secara efektif dan efisien (Nawawi, 2005) .
3) Program orientasi
Orientasi adalah usaha untuk membantu para pekerja agar mengenali secara
baik dan mampu beradaptasi dengan situasi atau dengan lingkungan/iklim
bisnis suatu organisasi/perusahaan (Nawawi, 2005). Tujuan utama orientasi ini
adalah membantu perawat dalam menyesuaikan diri pada situasi baru.
Rencana ini sebaiknya merupakan program yang terencana yang mencakup
orientasi baik melalui ”teman”, unit orientasi khusus, atau metoda lainya.
Keterampilan dan tugas tersebut masing – masing memerlukan pekerja
keperawatan, yang tidak menguasainya harus menjadi fokus program ini.
Produktivitas meningkat karena lebih sedikit orang yang dibutuhkan jika
mereka terorientasi pada situasi kerja (Swansburg, 2000).
32
b. Jenjang Karir
33
berkaitan dengan kompetensi manajemen umum, penilaian kompetensi,
pengembangan kerangka kerja dalam kaitan dengan kompetensi.
6. Merumuskan manajemen karir pegawai, dengan hal-hal yang terkait
kuadran grid jenjang karir, tanggung jawab pengembangan karir,
perencanaan suksesi.
7. Merumuskan Pelatihan dan pengembangan,dengan hal-hal yang terkait
analisa kebutuhan pelatihan, langkah-langkah analisa kebutuhan pelatihan.
8. Merumuskan model pelatihan pengembangan karir
(http//sdmatr.WordPress.com, 15 September, 2008)
34
Tahapa Aktivitas sentral Hubungan Isu psikologis
n primer utama
Tahap I Membantu dan belajar: Pemula, Tergantung
melakukan tugas rutin dengan bawahan
baik dibawah pengarahan
mentor.
Tahap II Bekerja secara mandiri Kolega Mandiri
sebagai seorang rekan kerja
yang kompeten
Tahap III Mempengaruhi, membimbing, Mentor Mengemban
mengarahkan dan membantu informal. tanggung jawab
orang lain untuk berkembang Model peran unutk orang lain
Tahap IV Mempengaruhi arah Penanggung Menjalankan
organisasi atau bagian dari jawab kekuasaan
organisasi; memiliki satu dari
tiga peran: Manajer,
pengusaha internal, atau
penemu ide
35
lapangan dari Teori Swansburg, AC (1996). Adapun posisi/jabatan klinis tersebut
adalah:
PK V PM V PP V PR V
PK IV PM IV PP IV PR IV
PK II PM II PP II PR II
PK I PM I PP I PR I
36
Perawat Klinik (PK I)
b. Kompetensi
37
6. kolaborasi dengan profesi lain
b. Kompetensi
38
3. S-2 Keperawatan (Spesialisasi1) + Pengalaman kerja 0 tahun
b. Kompetensi
b. Kompetensi
39
3. Melakukan bimbingan bagi PK III
4. Melakukan dokumentasi askep
5. Melakukan kolaborasi dengan profesi lain
6. Melakukan konseling pada klien
7. Melaksnakan penkes pada klien dan keluarganya
8. Membimbing peserta didik keperawatan
9. Berperan sebagai konsultan dalam lingkup bidangnya
10. Berperan sebagai peneliti
40
1. Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan
2. Memiliki pengalaman kerja (waktu tetentu) disarana kesehatan
3. Mengikuti pendidikan formal atau pendidikan berkelanjutan
4. Lulus uji kompetensi yang dilaksanakan oleh lembaga independent/ Tim
Kredential
5. Memiliki SIP, SIK dan SIPP terbaru
41
Tindakan pengendalian biaya yang dilakukan oleh rumah sakit di banyak
negara juga telah mengubah praktik keperawatan. Perubahan yang dimulai seperti
penurunan, atau pengurangan jumlah staf untuk menghemat uang, dengan cepat
menjadi suatu perancangan ulang keseluruhan sistem pemberian perawatan di
Rumah Sakit. Pelatihan silang, berfokus pada klien, mempersingkat proses dengan
menggunakan perbaikan kualitas yang terus menerus (continuous quality
improvment, CQI), dan peningkatan penggunaan personel asistip tidak berlisensi
atau staf pendukung yang terlatih minimal hanya beberapa dari hasil perancangan
ulang.
Managed care di Amerika Serikat enjadi metode pengendalian biaya lain yang
mempengaruhi peran perawat. Kompetisi pasar bebas diharapkan akan
memberikan biaya perawatan yang paling rendah kepada sistem dan karena harga
perawatan tersebut didasarkan pada jumlah total anggota, biaya perawatan bagi
mereka yang membutuhkan perawatan akan di seimbangkan dengan anggota lain
yang sehat dan tidak membutuhkan pelayanan.
Kebijakan publik mengubah kehidupan setiap orang. Hukum persetujuan
tindakan meningkatkan pengetahuan publik dan partisipasi dalam keputusan
mengenai perawatan kesehatan mereka.
42
universitas akan perlu memastikan bahwa semua lulusan program mereka mampu
mengakses komputer dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Penerapan layanan online akan lebih banyak diimplementasikan di masa yang
akan datang. Sumber informasi pasien akan digunakan hingga derajat yang lebih
besar, yang menciptakan konsumen perawatan kesehatan yang lebih terdidik.
Perawatan dapat menjadi pengembang layanan informasi ini dan agen rujukan.
Pendidikan lanjutan dan pendidikan formal online mungkin akan berlanjut sebagai
tren pada masa depan, yang menciptakan kesempatan baru bagi perawat
memperbarui landasan pengetahuan mereka sendiri dan memajukan karier
mereka. Program yang menggunakan televisi digital interaktif yang menawarkan
komunikasi dua arah saat ini sedang diuji dan memiliki kesempatan yang sangat
besar untuk aplikasi kreatif dalam perawatan kesehatan.
43
Salah satu kemungkinan yang paling menyenangkan dari apa yang dapat
terjadi di Amerika Serikat digambarkan oleh Jeffrey Bauer, yang mengajukan
bahwa sistem perawatan kesehatan diubah dengan menghancurkan monopoli yang
dipegang oleh dokter dalam pemberian perawatan kesehatan kepada warga
Amerika. Bauer mengajukan bahwa biaya perawatan kesehatan tidak akan turun
hingga warga diperkenankan untuk memilih pemberi perawatan yang mereka
inginkan. Dia mengajukan bahwa perawatan kesehatan ditempatkan dipasar bebas
sehingga pilihan maksimum dan kompetisi kualitas tersedia. Dia menyakini kita
harus ”melepaskan belenggu banyak pemberi perawatan non-dokter yang
kompeten di Amerika dan membiarkan konsumen Amerika bebas mengakses
layanan mereka.
Apabila rencana Bauer terwujud dan terdapat alasan yang baik untuk meyakini
bahwa memang hal tersebut benar-benar akan terjadi – perawat praktisi lanjutan,
perawat-bidan bersertifikasi, dokter gigi, apoteker, perawat anestesi bersertifikasi,
ahli terapi fisik, ahli terapi okupasi, dan ahli terapi respirasi, hanya beberapa yang
disebutkan, akan mampu berespons secara langsung terhadap kebutuhan publik.
Konsumen akan bebas memilih dari menu yang meluas pemberi perawatan yang
berkualifikasi, suatu perkembangan yang akan menyebabkan biaya perawatan
turun ketika memberikan perawatan yang berkualitas untuk semua. Perawat akan
diperlukan di pusat pembedahan rawat jalan yang makin banyak, pusat diagnostik,
perawatan di rumah, nursing home, dan fasilitas keperawatan terampil ketika
rumah sakit menjadi semakin kecil dan perawatan kesehatan beralih ke komunitas.
Perawat dengan gelar sarjana dan master tersebut akan menjadi pilihan pertama
sebagai pemberi perawatan non dokter karena mereka dipersiapkan dengan baik
untuk peran perawat yang diperlukan di komunitas. Peran perawat akan mencakup
perawatan langsung dan tidak langsung; perawat akan merawat dan menangani
petugas lain yang memberikan perawatan. Di area pedesaan, perawat praktisi
lanjutan akan bertindak sebagai pemberi perawatan primer saat mereka mengkaji,
memberikan terapi, dan menindak lanjuti masalah perawatan kesehatan yang
umum dan biasa. Masalah yang membutuhkan pembedahan atau konsultasi
spesialis akan di rujuk ke dokter dan pemberi perawatan nondokter lain. Dokter,
44
perawat, dan pemberi perawatan kesehatan lain bekerja bersama-sama sebagai tim
antar disiplin yang memberikan keahlian dari banyak pemberi perawatan kepada
konsumen. Upaya kolaboratif akan diperlukan ketika dunia perawatan kesehatan
menjadi lebih kompleks dan tekhnologi terus mengalami perbaikan dan
perubahan. Dugaan perubahan dalam sistem pemberian perawatan kesehatan di
masa mendatang menuntut setiap orang, profesional keperawatan dan konsumen
serupa, harus mengubah harapan dan perilaku mereka. Sistem perawatan
kesehatan yang mengalami perubahan membutuhkan tanggung jawab kesehatan
personel yang lebih banyak di pihak konsumen dan pihak pemberi perawatan
kesehatan perlu lebih responsif.
45
perilaku anggota mereka yang di bawah pedoman negara bagian dan federal yang
berlandaskan pada norma umum yang ditetapkan pada semua disiplin perawatan
kesehatan.
Manfaat pendekatan semacam ini terhadap regulasi adalah bahwa standar
kompetensi, bukan gelar, akan mengarahkan keputusan; akibatnya pembeeri
perawatan nondokter akan dianggap sebagai mitra yang sejajar dalam pemberian
perawatan kesehatan.
46
BAB III
KESIMPULAN
47
kesehatan perlu memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban
parorangan dengan kebutuhan masyarakat. Pendayagunaan SDM
kesehatan oleh pemerintah diselenggarakan melalui pendelegasian
wewenang yang proposional dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah.
Nawawi (2005) mengungkapkan bahwa dalam penyusunan perencanaan SDM
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi
perencanaan SDM yaitu:
1. Faktor Eksternal
Faktor Ekonomi Nasional dan Global
Faktor Sosial, Politik dan Hukum
Faktor Teknologi
Faktor Pesaing
2. Faktor Internal
Rencana Strategik dan Rencana Operasional (Taktik)
Anggaran/Cost SDM
Peramalan (Prediksi)
Faktor Bisnis BaruFaktor Desain Organisasi dan Desain Pekerjaan
Faktor Keterbukaan dan Keikutsertaan Manajer
3. Faktor Ketenagakerjaan
a. Pensiun, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Meninggal Dunia, dan
Tenaga Kerja yang selalu absen, dalam perencanaan SDM harus
diperhitungkan sebagai pengurangan tenaga kerja, yang harus diganti.
b. Promosi, pindah, tenaga kerja yang mendapatkan pelatihan dan yang
mengikuti pendidikan di luar perusahaan/organisasi sehingga
keterampilan/keahliannya meningkat, harus diperhitungkan, baik
untuk menggantinya maupun merancang penempatan yang lebih tepat.
48
4. Faktor – faktor lainnya
Pasar Tenaga Kerja
Prestasi Kerja
Waktu yang tersedia untuk mencapai sasaran/tujuan jangka pendek.
Faktor Demografi
Faktor Supervisi
Faktor staf pendukung
Faktor Lokasi
49
3) Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan sasaran upaya
kesehatan yang ditetapkan (”Health Service Targets Method’’).
4) Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan rasio terhadap sesuatu
nilai (”Ratio Method”)
Pengelolaan Staf
Marquis dan Huston menggambarkan tahapan – tahapan dalam penyusunan
staff sebagai berikut:
1. Tentukan jumlah dan jenis dari staff yang dibutuhkan berdasarkan pada
tujuan dan anggaran yang ditentukan.
2. Rekrut, wawancara, pilih dan tugaskan personil berdasarkan uraian tugas
dan standar penampilan yang telah ditentukan.
3. Peroleh tenaga kerja baru dengan awal yang baik menggunakan sumber
pengembangan staff untuk orientasi, pelatihan , sosialisasi dan
pengembangan staff lainnya.
4. Laksanakan program pengembangan staff berkelanjutan pada semua
tingkatan tenaga kerja yang mempunyai kesempatan untuk pengembangan
kepribadian dan profesional dan untuk menambah pengetahuan serta
tingkatan keterampilan.
5. Laksanakan penjadwalan yang kreatif dan fleksibel berdasarkan kebutuhan
pasien, kebutuhan tenaga kerja, dan kepentingan organisasi yang
produktif (Cherry & Jacob, 2008).
50
`
51