Anda di halaman 1dari 32

UNIVERSITAS INDONESIA

“ABSORPSI”

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia II

Kelompok 8S

Diajeng Putri Suciutami (1906435593)

Nadia Nurul Iman (1906435611)

Shidiq Trianto (1906435643)

Vidola Rineko Nandya (1906435656)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Absorpsi sebagai
hasil pertanggung jawaban Praktikum Operasi Teknik Kimia II.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Lila Maritza Morris selaku
asisten dosen Praktikum Operasi Teknik Kimia II yang telah memberi memberikan
masukan, pemahaman baru, dan bimbingan kepada penulis selama proses pelaksanaan
kegiatan belajar. Serta ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Riezqa Andika,
S.T., Ph.D. yang mana dengan materi yang disampaikan dapat membantu kami dalam
memahami materi dengan lebih baik lagi. Tak luput pula dukungan dari teman – teman
di Teknik Kimia Ekstensi 2019 yang telah membantu sehingga tugas ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun agar ke depannya dapat
membuat laporan yang lebih baik lagi.

Depok, Mei 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Tujuan Percobaan .............................................................................................. 1

1.2 Prinsip Percobaan .............................................................................................. 1

1.3 Definisi Absorpsi ............................................................................................... 1

1.4 Kolom Absorpsi ................................................................................................. 2

1.5 Absorben ............................................................................................................ 6

1.6 Laju Absorpsi ..................................................................................................... 6

1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi ........................................... 7

1.8 Persamaan Umum Kolom Absorpsi .................................................................. 8

1.9 Aplikasi Proses Absorpsi ................................................................................... 9

BAB II PROSEDUR PERCOBAAN ......................................................................... 13

2.1 Alat dan Bahan ................................................................................................. 13

2.1.1. Alat ........................................................................................................... 13

2.1.2. Bahan ........................................................................................................ 13

2.2 Langkah Kerja.................................................................................................. 13

2.2.1. Percobaan I : Absorpsi CO2 dengan Air (Menggunakan Analisis Gas) ... 13

2.2.2. Percobaan II : Absorpsi CO2 dengan NaOH (Menggunakan Analisis


Larutan) .................................................................................................................. 14

BAB III HASIL DAN PENGOLAHAN DATA ........................................................ 15

3.1 Data Percobaan ................................................................................................ 15

3.1.1 Percobaan I : Absorbsi CO2 ke dalam Air dengan Analisis Gas .............. 15

3.1.2 Percobaan II : Absorbsi CO2 ke dalam NaOH dengan Analisis Larutan . 15

3.2 Pengolahan Data .............................................................................................. 17

iii
3.2.1 Percobaan I : Absorbsi CO2 ke dalam Air dengan Metode Analisis Gas . 17

3.2.2 Percobaan II : Absorbsi CO2 ke dalam NaOH dengan Metode Analisis


Larutan .................................................................................................................. 19

BAB IV ANALISIS...................................................................................................... 22

4.1 Analisis Alat dan Bahan .................................................................................. 22

4.2 Analisis Percobaan ........................................................................................... 23

4.2.1 Absorbsi CO2 dengan Air ......................................................................... 23

4.2.2 Absorbsi CO2 dengan NaOH .................................................................... 23

4.3 Analisis Hasil Percobaan ................................................................................. 24

4.3.1. Absorbsi CO2 dengan Air ......................................................................... 24

4.3.1. Absorbsi CO2 dengan NaOH .................................................................... 25

4.4 Analisis Kesalahan ........................................................................................... 25

BAB V KESIMPULAN ............................................................................................... 27

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 28

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


• Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan larutan NaOH
menggunakan alat analisis gas yang tersedia.
• Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan larutan NaOH
menggunakan alat analisis larutan yang tersedia.

1.2 Prinsip Percobaan


Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan larutan NaOH menggunakan
alat analisis gas dimana dari alat ini diambil data V1 (volume CO2 dan udara pada analisis
sampel keluaran gas sisa absorbsi yang diukur dalam piston) dan V2 (Volume CO2 yang
terlarut dalam NaOH pada analisis sample keluaran gas sisa absorpsi yang diukur di
dalam tabung liquid overspill) yang kemudian dapat digunakan untuk menghitung
kandungan CO2 dalam sampel gas dan koefisien transfer massa gas.
Menentukan dan mempelajari pola absorpsi CO2 dengan larutan NaOH menggunakan
alat analisis larutan yakni titrasi. Absorbsi CO2 dari udara dengan menggunakan kaustik
soda secara umum digambarkan oleh reaksi berikut:
𝐶𝑂2 + 2𝑁𝑎𝑂𝐻 → 𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 + 𝐻2 𝑂
Dengan menggunakan teknik analisis titrasi, asam digunakan untuk menetralisir
kaustik soda dan pada waktu yang bersamaan mengubah semua sodium karbonat menjadi
bikarbonat. Apabila konsentrasi total dari karbonat dapat ditentukan, maka jumlah CO2
yang terabsorp juga dapat ditentukan.

1.3 Definisi Absorpsi


Absorpsi merupakan proses yang terjadi ketika suatu komponen gas (absorbat)
berdifusi ke dalam cairan (absorban) dan membentuk suatu larutan. Prinsip dasar dari
absorpsi adalah memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan
tertentu. Bila campuran gas dikontakkan dengan cairan yang mampu melarukan salah
satu kompinen dalam gas tersebut dan keduanya dikontakkan dalam jangka waktu yang
cukup lama pada suhu tetap, maka akan terjadi suatu kesetimbangan dimana tidak

1
terdapat lagi perpindahan massa. Driving force dalam perpindahan massa ini adalah
tingkat konsentrasi gas terlarut (tekanan parsial) dalam total gas melebihi konsentrasi
kesetimbangan dengan cairan setiap waktu.
Sebagai ilustrasi dapat diamati, bila gas (rich gas) yang mudah larut dalam air dengan
konsentrasi tertentu memasuki bagian bawah kolom absorpsi, bergerak naik secara
berlawanan arah (countercurrent) dengan air murni yang bergerak turun melalui bagian
atas kolom, akan jelas terlihat bahwa gas yang terlarut dalam total gas keluar akan turun
(lean gas) dan konsentrasi gas dalam air akan naik. Laju yang menunjukkan perpindahan
molekul terlarut yang terabsorpsi dikenal dengan interface mass-transfer rate dan
bergantung dengan jumlah permukaan kontak kedua fluida. Jumlah area kontak tersebut
berhubungan erat dengan ukuran dan bentuk material isiian (packing), laju cairan,
distribusi cairan antar permukaan packing, potensi cairan untuk menggenang, dan lain-
lain. Berdasarkan interaksi antara absorbent dan absorbate, absorpsi dapat dibedakan
menjadi:
• Absorpsi Fisika
Komponen yang diserap pada absorpsi ini memiliki kelarutan yang lebih
tinggi(disbanding komponen gas lain) dengan pelarut (absorben) tanpa melibatkan
reaksi kimia. Contoh absorpsi menggunakan pelarut sufinol, Selexol, dan lain-lain.
• Absorpsi Kimia
Melibatkan reaksi kimia saat absorben dan absorbat berinteraksi. Reaksi yang terjadi
dapat mempercepat laju absorpsi, serta meningkatkan kapasitas pelarut untuk
melarutkan komponen terlarut. Contoh absorpsi yang menggunakan pelarut MEA,
DEA, MDEA, dan lain-lain.

1.4 Kolom Absorpsi


Kolom absorpsi merupakan suatu kolom atau vessel tempat terjadinya proses
pengabsorpsi (penyerapan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut. Proses ini
dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen lain dan zat
tersebut dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut.

2
Gambar 2.1 Kolom Absorpsi
Kolom absorpsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase mengalir
berlawanan arah (counter current) yang dapat menyebabkan komponen kimia ditransfer
dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi hampir pada setiap reactor kimia. Proses ini
dapat berupa absorpsi gas, distilasi, pelarutan yang terjadi pada semua reaksi kimia.
Campuran gas yang merupakan keluaran dari reactor diumpankan ke bawah Menara
absorber. Di dalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu fasa gas dan fasa cair
mengakibatkan perpindahan massa diffusional dalam umpan gas dari bawah Menara ke
dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian atas Menara. Peristiwa absorpsi
ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi packing dengan dua tingkat. Keluaran dari
absorber pada tingkat I mengandung larutan dari gas yang dimasukkan sebelumnya.
Pada kolom absorpsi ini yang perlu diperhatikan adalah pada dasarnya ini adalah alat
dimana diciptakan bidang (permukaan) kontak antar fasa yang luas. Makin luas
permukaan antar fasanya makin baik. Hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
• Penyebaran (dispersi) cairan dalam gas.
• Penyebaran (disperse) gas dalam cairan.
Berikut ini merupakan struktur dari absorber, dapat dilihat pada Gambar 2.2 :

3
Gambar 2.2 Struktur Absorber
o Bagian atas :
a. Sebagai outlet dari gas yang telah mengalami kontak dengan absorben.
b. Inlet dari absorben.
c. Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.
o Bagian tengah :
1. Packed tower untuk memperluas bidang permukaan sentuh sehingga
memudahkan proses absorpsi
2. Terjadi kontak antara absorben dengan fluida yang akan di absorpsi.
o Bagian bawah :
1 Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reactor, dan juga sebagai outlet
dari absorben untuk kemudian di regenerasi.
Secara umum, kolom absorber dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
o Packed Bed Column

Gambar 2.3 Packed Bed Column

4
o Plate Column

Gambar 2.4 Plate Column

o Spray Column

Gambar 2.5 Spray Column

5
1.5 Absorben
Absorben merupakan cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada
permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia. Absorben sering juga
disebut sebagai pelarut. Persyaratan absorben adalah sebagai berikut :
o Absorben yang digunakan harus sesuai dengan senyawa yang akan dipisahkan atau
dimurnikan.
o Absorben yang digunakan harus memiliki kelarutan gas harus tinggi sehingga dapat
meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas absorben yang diperlukan.
Umumnya, absorben yang memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan
mudah dilarutkan.
o Absorben harus memiliki tekanan uap yang rendah karenan jika gas yang
meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan absorben, maka akan ada banyak
absorben yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan absorben kedua,
yaitu yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap porsi gas teruapkan.
o Absorben yang digunakan tidak boleh bersifat korosif karena dapat merusak
peralatan kolom absorber.
o Penggunaan pelarut yang lebih murah.
o Ketersediaan absorben di dalam negeri akan sangat berpengaruh terhadap stabilitas
harga dan biaya operasi secara keseluruhan.
o Viskositas absorben yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju absorpsi yang
tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam Menara, serta perpindahan kalor yang
baik.
o Sebaiknya absorben tidak bersifat toxic, flammable, dan sebaliknya absorben sedapat
mungkin harus stabil secara kimiawi dan memiliki titik beku rendah.
1.6 Laju Absorpsi
Laju absorpsi dapat ditunjukkan dalam 4 cara yang berbeda menggunakan koefisien
koefisien individual atau koefisien keseluruhan berdasarkan pada fasa gas atau cair.
Koefisien volumetric biasa digunakan pada banyak perhitungan, karena akan lebih sulit
untuk menentukan koefisien per unit area dan karena tujuan dari perhitungan desain
secara umum adalah untuk menentukan volume absorber total.
Laju absorpsi per unit volume packed column ditunjukkan dalam beberapa persamaan
dimana x dan y adalah fraksi mol komponen yang diabsorpsi :

6
𝑟 = 𝑘𝑦 𝑎 (𝑦 − 𝑦𝑖 )
𝑟 = 𝑘𝑥 𝑎 (𝑥𝑖 − 𝑥)
𝑟 = 𝐾𝑦 𝑎 (𝑦 − 𝑦 ∗ )
𝑟 = 𝐾𝑥 𝑎 (𝑥 ∗ − 𝑥)
Komposisi antara-muka (yi,xi) dapat diperoleh dari diagram garis operasi
menggunakan persamaan diatas :
𝑦 − 𝑦𝑖 𝑘𝑥 𝑎
=
𝑥𝑖 − 𝑥 𝑘𝑦 𝑎
Driving force keseluruhan dapat dengan mudah ditentukan sebagai garis vertical atau
horizontal pada diagram x-y. Koefisien keseluruhan diperoleh dari kya dan kxa
menggunakan slope kurva kesetimbangan m.
1 1 𝑚
= +
𝐾𝑦 𝑎 𝑘𝑦 𝑎 𝑘𝑥 𝑎
1 1 1
= +
𝐾𝑥 𝑎 𝑘𝑥 𝑎 𝑚𝑘𝑦 𝑎

Gambar 2.6 Kurva Komposisi Antar-Muka (Interface)

1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Absorpsi


Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi proses berjalannya absorpsi, antara lain
adalah sebagai berikut :
❖ Luas permukaan kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi yang
terjadi juga semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan kontak yang semakin
luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi ke pelarut.
❖ Laju alir fluida

7
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan pelarut akan
semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah gas yang berdifusi.
❖ Konsentrasi gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi yang
terjadi antar dua fluida.
❖ Tekanan operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
❖ Temperature komponen terlarut dan pelarut
Temperature pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
❖ Kelembaban gas
Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil kalor laten,
hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian, proses
dehumidifikasi gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber sangat dianjurkan.

1.8 Persamaan Umum Kolom Absorpsi


❖ Neraca Massa
Untuk memahami persamaan neraca massa yang berlaku pada kolom absorber,
perhatikan gambar berikut:

Gambar 2.7 Skema Neraca Massa pada Kolom Absorber

𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 = 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝐺𝑚 (𝑦1 − 𝑦2 ) = 𝐿𝑚 (𝑥1 − 𝑥2 )
𝐺𝑚1 + 𝐿𝑚2 = 𝐺𝑚2 + 𝐿𝑚1

8
Dimana:
Gm1 = Laju alir molar inlet gas
Gm2 = Laju alir molar outlet gas
Lm1 = Laju alir molar outlet liquid
Lm2 = Laju alir molar inlet liquid
x = Fraksi mol gas terlarut dalam liquid murni
y = Fraksi mol gas terlarut dalam inert gas

❖ Koefisien Transfer Massa Gas Menyeluruh


Koefisien transfer massa gas menyeluruh (Overall Mass Transfer Coefficient, gas
concentration) merupakan parameter yang erat kaitannya dengan laju difusi atau
perpindahan massa gas ke liquid. Semakin besar nilai koefisien, semakin besar
pula laju difusi gas. Persamaan yang digunakan untuk menentukan KOG adalah
sebagai berikut:
𝑃
𝐺𝑎 ln (𝑃𝑖 )
𝑜
𝐾𝑂𝐺 = ×
𝑎 × 𝐴𝐻 𝑃𝑖 − 𝑃𝑜
Dimana:
KOG = koefisien transfer massa gas menyeluruh (gr.mol/atm.m.sekon)
Ga2 = jumlah gas terlarut dalam liquid
a = luas spesifik (440 m2/m3)
AH = volume kolom
Pi = Fraksi mol inlet x tekanan total
Po = Fraksi mol outlet x tekanan total

1.9 Aplikasi Proses Absorpsi


❖ Proses Pengolahan Gas Alam
Pada proses penghilangan senyawa asam pada gas alam (sweetening) dapat
digunakan proses absorbpsi dengan pelarut. Jenis pelarut yang sering digunakan
dalam industry pengolahan gas alam adalah pelarut amine. Tujuan proses absorpsi
pada gas sweetening adalah untuk:
• Mencegah pembentukan senyawa asam
• Meningkatkan nilai kalor gas alam,

9
• Mencegah korosi selama transportasi dan distribusinya,
• Mencegah polusi udara oleh SO2, yang dihasilkan selama pembakaran H2S
dalam gas alam.
• Mencegah pembekuan air dalam jalur pipa pada pendistribusian gas alam.

Gambar 2.8 Diagram Alir Proses Amine


Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa feed yang dimasukkan berupa gas alam
yang masih mengandung senyawa asam yaitu CO2 dan H2S. Feed masuk melalui
bagian bawah kolom absoprsi packed bed. Pelarut amine dimasukkan ke dalam
kolom melalui bagian atas sehingga terjadi kontak antara feed dengan pelarut.
Dalam proses perpindahan massa ini, senyawa asam akan terlarut ke dalam pelarut
amine. Pelarut amine yang telah jenuh dengan senyawa asam akan dikeluarkan
dari bagian bawah kolom absorber dan kemudian melalui proses regenerasi untuk
mendapatkan pelarut amine yang murni kembali. Sedangkan gas alam yang telah
murni dari gas asam, dialirkan melalui bagian atas kolom absorber yang kemudian
akan masuk ke dalam proses gas dehydration. Dalam proses ini, liquid dessicant
dehydrator berfungsi untuk mengabsorpsi uap air dari aliran gas. Glikol, agen
utama dalam proses ini, memiliki afinitas kimia untuk air. Ini berarti bahwa,
ketika glikol kontak dengan aliran gas alam yang mengandung air, glikol akan
berfungsi untuk mengambil air dari aliran gas.

10
Pada dasarnya, dehidrasi glikol ini melibatkan penggunaan larutan glikol,
biasanya baik diethylene glycol (DEG) atau triethylene glycol (TEG), yang
dibawa ke dalam kontak dengan aliran wet gas yang disebut dengan kontaktor.
Laruan glikol akan mengabsorpsi air dari wet gas. Setelah air diabsorpsi, partikel
glikol menjadi lebih berat dan tenggelam ke bagian bawah kontaktor di mana air
dimana mereka di-remove. Gas alam yang telah kehilangan sebagian besar kadar
air, kemudian dibawa keluar dari dehydrator tersebut.
Larutan glikol, yang menanggung semua air yang diambil dari gas alam,
dimasukkan ke boiler yang khusus dirancang hanya untuk menguapkan air dari
larutan . Sementara air memiliki titik didih 212oC). Perbedaan titik didih ini
membuatnya relatif mudah untuk menghilangkan air dari larutan glikol, dan
memungkinkan digunakan kembali dalam proses dehidrasi.
❖ Proses Pembuatan Formalin
Formaldehid sebagai gas input dimasukkan ke dalam reactor. Output dari reactor
yang berupa gas yang mempunyai suhu 182C didinginkan pada kondensor
hingga suhu 55C dimasukkan ke dalam absorber. Keluaran dari absorber pada
tingkat I mengandung larutan formalin dengan kadar formaldehid sekitar 37-40%.
Bagian terbesar dari methanol, air, dan formaldehid dikondensasi di bawah air
pendingin bagian dari Menara, dan hamper semua removal dari sisa methanol dan
formaldehid dari gas terjadi di bagian atas absorber dengan counter current
contact dengan air proses. Skema proses absorpsi yang terjadi dapat dilihat pada
gambar 2.9.

11
Gambar 2.9 Proses Absorpsi pada Pembuatan Formaldehid
❖ Proses Pembuatan Asam Nitrat
Tahap akhir dalam pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom
absorpsi. Pada setiap tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan
reaksi absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat. Kolom absorpsi mempunyai
empat fluks masuk dan dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu umpan absorber,
udara pemutih, gas proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat
produk dan gas buang. Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat
dengan konsentrasi 60% berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200
ppm.

Gambar 2.10 Proses Pembuatan Asam Nitrat

12
BAB II
PROSEDUR PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1. Alat
Tabel 2.1 Daftar Alat Beserta Fungsinya
No Nama Alat Fungsi
1 Menara Absorpsi Tempat terjadinya proses absorpsi
2 Tangki Air Wadah penyimpanan air dengan kapasitas 30 L
3 Tangki CO2 Wadah penampung CO2 yang akan diabsorpsi
4 Labu Erlenmeyer Wadah untuk melakukan titrasi
5 Pipet Tetes Meneteskan bahan identifiaksi seperti PP ataupun MO
6 Labu Ukur Wadah larutan HCl dan NaOH
7 Gelas Ukur Wadah sampel

2.1.2. Bahan
Tabel 2.2 Daftar Bahan Beserta Fungsinya
No Nama Bahan Fungsi
1 Larutan HCl 0,2 M Titrator
2 Larutan NaOH 0,1 M Larutan Absorben
3 BaCl2 5% Pendukung pengujian titrasi
4 PP 2% Larutan identifikasi yang digunakan dalam proses titrasi
5 MO 2% Larutan identifikasi yang digunakan dalam proses titrasi
6 Air (H2O) Pelarut dalam proses absorpsi
7 CO2 Gas yang akan diabsorpsi

2.2 Langkah Kerja


2.2.1. Percobaan I : Absorpsi CO2 dengan Air (Menggunakan Analisis Gas)
1. Mengisi tangki dengan air sebanyak 30 liter.
2. Mengalirkan air dengan laju volumetric 6 liter/menit.
3. Mengalirkan udara dengan laju volumetric 10 liter/menit.

13
4. Mengalirkan CO2 dengan laju volumetric 15 liter/menit.
5. Menunggu selama 15 menit sampai kondisi tunak.
6. Mengambil sampel gas (menunggu 1 menit)

2.2.2. Percobaan II : Absorpsi CO2 dengan NaOH (Menggunakan Analisis Larutan)


1. Mengisi tangki dengan NaOH 0,1 M sebanyak 30 liter.
2. Mengalirkan larutan dengan laju volumetric 3 liter/menit.
3. Mengalirkan udara dengan laju volumetric 30 liter/menit.
4. Mengalirkan CO2 dengan laju volumetric 3 liter/menit.
5. Menunggu selama 15 menit sampai kondisi tunak.
6. Mengambil sampel gas tiap 20 menit dari S4 dan S5 sebanyak 60 mL.

Prosedur Titrasi:
• Memisahkan larutan sampel S4 dan S5 pada 2 labu Erlenmeyer kapasitas 50 mL.
• Pada labu Erlenmeyer 1 :
❖ Meneterkan PP (1 tetes) dan melakukan titrasi hingga warna merah muda
berubah menjadi bening dengan larutan HCl.
❖ Meneteskan MO (1 tetes) dan melakukan titrasi hingga dari berwarna bening
berubah menjadi berwarna Orange dengan larutan HCl.
• Pada labu Erlenmeyer 2 :
❖ Menambahkan larutan BaCl2 sebanyak 10% dari nilai T2-T1
❖ Meneteskan PP (2 tetes) dan melakukan titrasi hingga titik akhir dengan larutan
HCl.

14
BAB III
HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Percobaan


3.1.1 Percobaan I : Absorbsi CO2 ke dalam Air dengan Analisis Gas
Berikut merupakan data laju alir dan volume titrasi pada absorpsi CO2 dengan air
dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 3. 1 Data Laju Alir pada Absorpsi CO2 dengan Air

Laju Alir Absorpsi CO2 dengan Air


Laju alir air (F1) = 3 L/menit = 0,05 L/s
Laju alir udara (F2) = 30 L/menit = 0,5 L/s
Laju alir CO2 (F3) = 3 L/menit = 0,05 L/s
[NaOH] = 0,1 M

Tabel 3. 2 Data Volume pada Absorpsi CO2 dengan Air

Volume CO2 yang


Terabsorpsi
Sample Point L1 (ml)
V1 49
V2 4
Keterangan:
• F1 = Laju alir volumetrik air yang masuk ke dalam packed column [mL/detik]
• F2 = Laju alir volumetrik udara yang masuk ke dalam packed column
[mL/detik]
• F3 = Laju alir volumetrik CO2 yang masuk ke dalam packed column
[mL/detik]
• V1 = Volume CO2 dan udara pada analisis sampel keluaran gas sisa absorpsi
[mL]
• V2 = Volume CO2 yang larut dalam air pada analisis sampel keluaran gas sisa
absorpsi [mL]

3.1.2 Percobaan II : Absorbsi CO2 ke dalam NaOH dengan Analisis Larutan


Berikut merupakan data spesifikasi kolom absorpsi pada percobaan absorbsi CO2
ke dalam NaOH dengan analisis larutan:

15
Tabel 3. 3 Spesifikasi Kolom Absorpsi

Spesifikasi Kolom Absorpsi


P: Tekanan kolom absorpsi 765 mmHg
T: Suhu kolom absorpsi 298 K
D: Diameter kolom absorpsi 0,075 m
t: Tinggi kolom absorpsi 1,4 m
A: Luas spesifik kolom absorpsi 440 m2
Berikut ini merupakan data pengaturan konsentrasi zat dan volume titrasi pada
absorpsi pada percobaan absorbsi CO2 ke dalam NaOH dengan analisis larutan:
Tabel 3. 4 Pengaturan Konsentrasi Zat

Pengaturan Konsentrasi Zat


Jenis Zat Simbol Nilai
Sampel VSampel 30 mL
NaOH CNaOH 0.1 M
BaCl2 CBaCl2 0.1 M
HCl CHCl 0.1 M

Tabel 3. 5 Volume Titrasi pada Absorpsi

Volume Titrasi pada Absorpsi


Variabel
Parameter VBaCl2 T3
T1 (ml) T2 (ml) T2-T1 (ml)
(ml) (ml)
Volume S4
(Outlet) 18.2 23.2 5 0.5 22.1
(ml)
Volume S5
(inlet) 10 28.2 18.2 1.82 7.8
(ml)

Keterangan:
• T1 = Volume HCl untuk menetralkan NaOH dan mengubah karbonat
menjadi bikarbonat (ml)
• T2 = Total volume HCl yang ditambahkan hingga mencapai end point
kedua untuk menetralkan basa NaOH dan Na2CO3 (ml).
• T3 = Volume HCl yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (ml)
• T2-T1 = Volume HCl yang ditambahkan untuk menetralkan Na2CO3 (ml)
• S4 = Saluran output yang terletak di bawah kolom (output)
• S5 = Saluran output yang terletak di bawah tangka (input)

16
• V BaCl2 = Volume BaCl2 yang ditambahkan ke dalam sampel titrasi (ml)
3.2 Pengolahan Data
3.2.1 Percobaan I : Absorbsi CO2 ke dalam Air dengan Metode Analisis Gas
a) Menghitung Kandungan CO2 pada Sampel Gas
Dengan menggunakan peralatan adsorpsi, yaitu:
𝑉2
𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝑂2 =
𝑉1
Asumsi gas ideal mengikuti hukum Avogadro, sehingga
𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑚𝑜𝑙 = 𝑌
• Fraksi Mol Gas CO2 pada Aliran Gas Masuk (Yi)
Nilai fraksi CO2 dari sampel yang masuk ke dalam kolom absorpsi (inlet)
adalah sama dengan diindikasikan oleh flowmeter inlet.
𝐹3 0.05 𝐿/𝑠
𝑌𝑖 = = = 0.0909
𝐹2 − 𝐹3 0.5 𝐿/𝑠 + 0.05 𝐿/𝑠
• Fraksi Mol Gas CO2 pada Aliran Gas Keluar (Y0)
Y0 adalah fraksi gas CO2 pada bagian keluaran (output) kolom absorpsi
dimana dapat diketahui dari perbandingan antara volume yang diambil dari gas
keluaran kolom absorpsi dengan piston dan colume CO2 yang terlarut dalam
NaOH pada bagian tabung liquid overspill.
𝑉2 4 𝑚𝑙
𝑌0 = = = 0.0816
𝑉1 49 𝑚𝑙
b) Neraca Massa pada Kolom Absorpsi
𝐹𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 . 𝑌𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐹𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 . 𝑌𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 + 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖
𝐹𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 . 𝑌𝐶𝑂2,𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 𝐹𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 . 𝑌𝐶𝑂2,𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 + 𝐹𝐶𝑂2,𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑠𝑖
Jika banyaknya CO2 yang terabsorpsi dalam liter/detik dinyatakan sebagai Fa,
maka persamaan diatas menjadi:
(𝐹2 + 𝐹3 )𝑌𝑖 − (𝐹2 + (𝐹3 − 𝐹𝑎 ))𝑌0 = 𝐹𝑎
Jumlah CO2 yang terabsorpsi dapat dihtung sebagai berikut:
(𝑌𝑖 − 𝑌0 )(𝐹2 − 𝐹3 )
𝐹𝑎 =
(1 − 𝑌0 )
(0.0909 − 0.0816)(0.5 − 0.05)
𝐹𝑎 =
(1 − 0.0816)
𝐹𝑎 = 0.0056 𝐿/𝑠

17
c) Konversi Satuan ke dalam G
Hasil perhitungan jumlah CO2 yang terabsorpsi dapat pula dinyatakan dalam
satuan gmol/detik (Ga), yaitu dengan menggunakan persamaan berikut:
𝐹𝑎 𝑃𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 273
𝐺𝑎 = ( )( )( )
22.42 760 𝑇𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 + 273
Dimana: tekanan kolom = 765 mmHg dan suhu kolom = 298 K, sehingga:
0.0056 765 𝑚𝑚𝐻𝑔 273 𝐾
𝐺𝑎 = ( )( )( )
22.42 760 𝑚𝑚𝐻𝑔 298 𝐾 + 273 𝐾
𝐺𝑎 = 0.000119252 𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠
d) Nilai Koefisien Transfer
Nilai Ga merupakan jumlah CO2 yang terabsorpsi dalam air. Oleh karena itu,
perhitungan untuk besarnya koefisien transfer massa (Kog) dapat dinyatakan dengan
menggunakan persamaan berikut:
𝑃
𝐺𝑎 𝑙𝑛 𝑃1
0
𝐾𝑜𝑔 =( )( )
𝐴 . 𝐴𝐻 𝑃1 − 𝑃0

Dimana:
Kog = koefisien transfer massa gas (gmol.atm.m2.s)
AH = colume kolom absorber, yang dapat dihitung sebagai berikut:
𝜋
𝐴𝐻 = 𝑥 (0.075)2 𝑥 1.4 = 0.006181875 𝑚3
4
P1 = fraksi mol inlet (Yi) dikalikan dengan tekanan kolom, yang dapat dihitung
sebagai berikut:
𝑃1 = 0.0909 𝑥 765 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 69.54545455 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 0.091507214 𝑎𝑡𝑚
P2 = fraksi mol outlet (Y0) dikalikan dengan tekanan kolom, yang dapat dihitung
sebagai berikut:
𝑃2 = 0.0816 𝑥 765 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 62.44897959 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 0.082169743 𝑎𝑡𝑚
A = luas spesifik kolom absorpsi (440 m2)
Sehingga diperoleh:
0.091507214
0.000119252 𝑙𝑛 0.082169743
𝐾𝑜𝑔 =( )( )
440 . (0.006181875) 0.091507214 − 0.082169743

18
𝑔𝑚𝑜𝑙
𝐾𝑜𝑔 = 0.000505359
𝑎𝑡𝑚. 𝑚2 . 𝑠
3.2.2 Percobaan II : Absorbsi CO2 ke dalam NaOH dengan Metode Analisis Larutan
a) Menghitung Fraksi Mol Gas CO2 Masuk dan Keluar
Fraksi mol CO2 yang masuk dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝐹3
𝑌𝑖 =
𝐹2 + 𝐹3
0.05 𝐿/𝑠
𝑌𝑖 =
0.5 𝐿/𝑠 + 0.05 𝐿/𝑠
𝑌𝑖 = 0.0909
Fraksi mol CO2 yang keluar dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝑉2
𝑌0 =
𝑉1
4 𝑚𝑙
𝑌0 =
49 𝑚𝑙
𝑌0 = 0.0816
b) Menghitung Laju Alir Gas CO2 Masuk dan Keluar
Laju alir gas CO2 yang masuk ke dalam kolom absorpsi dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐹2 + 𝐹3 𝑃𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 273
𝐺𝑖 = ( )( )( )
22.42 760 𝑇𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 + 273
0.5 𝐿/𝑠 + 0.05 𝐿/ 𝑠 765 𝑚𝑚𝐻𝑔 273 𝐾
𝐺𝑖 = ( )( )( )
22.42 760 𝑚𝑚𝐻𝑔 298 𝐾 + 273 𝐾
𝐺𝑖 = 0.011805964 𝑚𝑜𝑙/𝑠
Sedangkan laju alir CO2 yang keluar kolom absorpsi dapat dihitung dengan
mengasumsikan tidak ada pressure drop yang terjadi di dalam kolom:
1 − 𝑌𝑖
𝐺𝑜 = 𝐺𝑖 ( )
1 − 𝑌0
𝐺𝑜 = 0.011686712 𝑚𝑜𝑙/𝑠
c) Menghitung Volume BaCl2
Volume BaCl2 ditambahkan pada masing-masing sampel untuk dititrasi. Untuk
menentukan volume yang dibutuhkan dapat dicari dengan menggunakan persamaan
berikut:
𝑉𝐵𝑎𝐶𝑙2 = (𝑇2 − 𝑇1 ) + 10%(𝑇2 − 𝑇1 )

19
Tabel 3. 6 Volume BaCl2 pada S4 dan S5

Parameter V BaCl2
Volume S4 (ml) 5.5
Volume S5 (ml) 20.2

d) Menghitung Konsentrasi NaOH yang Masuk dan Keluar


Konsentrasi NaOH yang masuk dan keluar dapat dihitung dari persamaan
stokiometri untuk titrasi sebagai berikut:
𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎 = 𝑚𝑜𝑙 𝑒𝑘𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑎𝑠𝑎𝑚
𝑁𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑥 𝑉𝑏𝑎𝑠𝑎 = 𝑁𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑥 𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚
(𝑛𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑥 𝐶𝑏𝑎𝑠𝑎 ) 𝑥 𝑉𝑏𝑎𝑠𝑎 = (𝑛𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑥 𝐶𝑎𝑠𝑎𝑚 ) 𝑥 𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚
(𝑛𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑥 𝐶𝑎𝑠𝑎𝑚 ) 𝑥 𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚
𝐶𝑏𝑎𝑠𝑎 =
𝑛𝑏𝑎𝑠𝑎 𝑥 𝑉𝑏𝑎𝑠𝑎
Konsentrasi NaOH pada bagian inlet dan outlet dapat dihitung menggunakan
persamaan diatas. Dalam titrasi ini, senyawa asam yang digunakan adalah HCl 0.1 M
sedangkan senyawa basa yang digunakan adalah NaOH. Adapun rumus yang
digunakan adalah:
𝑇3
𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻 = ( ) 0.1 𝑀
30 𝑚𝑙
Dimana rumus tersebut merupakan penurunan dari persamaan mol ekuivalen basa
= mol ekuivalen asam, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
𝑇3 7.8 𝑚𝑙
𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻,𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = ( ) 0.1 𝑀 = ( ) 0.1 𝑀 = 0.0260 𝑀
30 𝑚𝑙 30 𝑚𝑙
𝑇3 22.1 𝑚𝑙
𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻,𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 =( ) 0.1 𝑀 = ( ) 0.1 𝑀 = 0.0737 𝑀
30 𝑚𝑙 30 𝑚𝑙
e) Menghitung Konsentrasi Na2CO3 yang Masuk dan Keluar
Konsentrasi Na2CO3 pada bagian inlet dan outlet dapat dihitung menggunakan
persamaan diatas. Dalam titrasi ini, senyawa asam yang digunakan adalah HCl 0.1 M
untuk mereaksikan Na2CO3 menjadi H2CO3. Rumus yang digunakan adalah:
𝑇2 − 𝑇3
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = 0.5 ( ) 0.1 𝑀
30 𝑚𝑙
Sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

20
𝑇2 − 𝑇3 28.2 𝑚𝑙 − 7.8 𝑚𝑙
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3,𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 = 0.5 ( ) 0.1 𝑀 = 0.5 ( ) 0.1 𝑀 = 0.034 𝑀
30 𝑚𝑙 30 𝑚𝑙
𝑇2 − 𝑇3 23.2 𝑚𝑙 − 22.1 𝑚𝑙
𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3,𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 = 0.5 ( ) 0.1 𝑀 = 0.5 ( ) 0.1 𝑀
30 𝑚𝑙 30 𝑚𝑙
= 0.001833 𝑀
f) Menghitung Jumlah CO2 yang Terabsorpsi
• Berdasarkan Jumlah NaOH yang dibutuhkan
Jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk mengabsorpsi CO2 dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
𝐺𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝐹1 (𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻,𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 − 𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻,𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 )
𝐿
𝐺𝑁𝑎𝑂𝐻 = 0.05 (0.0737 𝑀 − 0.0260 𝑀)
𝑠
𝐺𝑁𝑎𝑂𝐻 = 0.0024 𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠
Karena untuk mengabsorpsi tiap mol CO2 diperlukan 0.1 M NaOH, maka
jumlah CO2 yang terabsorpsi yaitu setengah dari NaOH, yaitu 0.023833 gmol/s.
• Berdasarkan Jumlah Na2CO3 yang terbentuk
𝐺𝑁𝑎2𝐶𝑂3 = 𝐹3 (𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3,𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 − 𝐶𝑁𝑎2𝐶𝑂3,𝑜𝑢𝑡𝑙𝑒𝑡 )
𝐿
𝐺𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 = 0.05 (0.034 𝑀 − 0.001833 𝑀)
𝑠
𝐺𝑁𝑎2 𝐶𝑂3 = 0.001608333 𝑔𝑚𝑜𝑙/𝑠
Sehingga, jumlah CO2 yang terabsorpsi adalah sebanyak 0.001608333
gmol/s.

21
BAB IV
ANALISIS

4.1 Analisis Alat dan Bahan


Pada percobaan absorbs ada beberapa alat yang digunakan seperti kolom absorbsi,
flowmeter, apparatus hempl, sump tank, tabung gas karbondioksida, dan alat-alat lain
yang menunjang proses titrasi seperti Erlenmeyer, corong, buret, statif, gelas ukur,
timbangan digital dan gelas beker. Kolom absorpsi merupakan tempat terjadinya absorpsi
gas oleh larutan absorben yang berupa air dan NaOH pada praktikum ini.
Kolom terbuat dari plastik silindrikal yang di dalamnya terdapat packing yang terbuat
dari plasti. Packing berguna untuk membuat aliran air menjadi turbulen sehingga kontak
antara cairan dengan gas akan semakin lama dan maksimal sehingga proses absorpsi akan
lebih efektif. Terdapat pula selang inlet dan oulet yang merupakan tempat gas masuk dan
hasil absorpsi keluar. Flowmeter digunakan untuk mengukur laju alir udara, air dan
karbondioksida. Apparatus hempl digunakan untuk mengetahui banyaknya absorbat yang
terabsorbsi dengan prinsip kerja penarikan piston agar level fluida pada labu bergerak.
Sump tank merupakan tempat penampungan abosrben yang digunakan untuk melarutkan
gas karbondioksida. Selain itu juga digunakan untuk tempat pembuatan larutan NaOH
3,75 liter yang juga digunakan sebagai absorben. air dan NaOH dari sumptank akan
dipompakan ke atas kolom absorpsi untuk mengalami proses absorpsi. Tabung gas CO2
merupakan sumber dari absorbet pada percobaan ini. Karbondioksida dialirkan ke dalam
tabung dengan cara memutar valve pada tabung dan kemudian mengatur laju alir gas
karbondioksida menggunakan pressure gauge pada kolom abosrpsi.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain sodium
hidroksida (NaOH) yang berfungsi sebagai bahan absorben, asam klorida (HCl) sebagai
titran, air sebagai sebagai bahan absorben juga dan bahan pengencer, indicator PP sebagai
indicator titrasi, indicator MO sebagai indicator pada titrasi tahap kedua, dan barium
clorida (BaCl2) sebagai pengendap ion karbonat menjadi barium karbonat pada sampel
dua.

22
4.2 Analisis Percobaan
4.2.1 Absorbsi CO2 dengan Air
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui berapa gas CO2 (karbon dioksida) yang
dapat terabsorpsi oleh air dengan menggunakan analisis dari sampel gas CO2 (karbon
dioksida) yang tidak terabsorpsi oleh air. Pada percobaan ini diterapkan hukum Avogadro,
sehingga perlu diambil asumsi bahwa campuran gas yang terjadi pada tiap bagian kolom,
baik di daerah masukan maupun keluaran, akan memiliki temperatur dan tekanan yang
sama atau mendekati sama. Pada percobaan ini digunakan suatu rangkaian peralatan yang
dinamakan peralatan Hempl, yang berfungsi untuk mengambil suatu sampel gas dengan
volume tertentu dari suatu sumber. Nantinya perbandingan volume yang ditunjukkan oleh
alat ini dapat digunakan untuk mengetahui fraksi CO2 yang ada pada gas keluaran kolom
absorpsi.
Perhitungan fraksi mol pada gas masukan dan keluaran didasarkan pada hukum
Avogadro, di mana pada suhu dan tekanan yang sama, perbandingan volume suatu gas
akan menunjukkan perbandingan jumlah molekul dari gas tersebut. Maka, fraksi mol dari
gas pada bagian masukan dapat diketahui dari perbandingan antara laju alir CO2 terhadap
total laju alir gas masukan. Untuk bagian keluaran kolom, fraksi mol CO2 dapat diambil
dari perbandingan antara volume cairan yang terukur sebagai pengurangan volume pada
sampel setelah terjadi reaksi dengan NaOH, dengan volume awal sampel yang diambil
dengan piston. Dari kedua fraksi ini, fraksi mol gas CO2 yang terabsorbsi dapat diketahui
dengan memakai neraca massa sederhana untuk CO2. Setelah itu, laju alir CO2 dikonversi
menjadi satuan mol dengan memakai hubungan persamaan keadaan untuk gas ideal.
4.2.2 Absorbsi CO2 dengan NaOH
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui laju absorpsi CO2 ke dalam
larutan NaOH. Absorpsi CO2 ke dalam NaOH terjadi karena adanya reaksi kimia antara
NaOH yang bersifat basa dan CO2 yang bersifat asam. Dilakukan pengukuran jumlah CO2
yang berada di sampel cair di bagian outlet (S4) dan inlet (S5). Jumlah CO2 di bagian
inlet dan outlet dapat dengan menggunakan jumlah NaOH yang tersisa serta jumlah
Na2CO3 yang terbentuk yang diambil sampel untuk dilakukan titrasi. Sampel yang
digunakan dalam titrasi ini adalah (S4) satu dan (S5) satu dengan jumlah masing-masing
60 mL.

23
Titrasi I bertujuan untuk mengetahui volum HCl yang dibutuhkan untuk
menetralisasi NaOH dan Na2CO3 secara keseluruhan. Kita bisa mengetahui kandungan
NaOH yang tersisa dan Na2CO3 yang terbentuk dengan titrasi I ini. Penggunaan HCl yang
bersifat asam akan menetralisasi NaOH dan Na2CO3 yang bersifat basa. Titrasi I ini
dilakukan dengan dua kali proses titrasi, yaitu menggunakan dua indikator
phenolphthalein (PP) dan methyl orange (MO). Indikator PP bertujuan sebagai indikator
pada titik kesetimbangan dimana jumlah mol asam sama dengan mol basa. Sementara
indikator MO bertujuan mendeteksi terbentuknya asam karbonat, pemilihan indikator
MO didasarkan pada trayek pH indikator yang berada di daerah asam.
Kemudian, dilakukan titrasi terhadap sampel yang telah ditambahkan dengan BaCl2
dengan volume. Volume BaCl2 yang ditambahkan dalam sampel bergantung pada jumlah
HCl yang dibutuhkan pada saat titrasi pertama menggunakan indikator PP dan indikator
MO. Tujuan dari penambahan BaCl2 adalah agar terjadi pengendapan Na2CO3.
Pengendapan Na2CO3 diperlukan agar proses titrasi dapat menentukan jumlah NaOH
secara spesifik. Larutan kemudian ditambahkan indikator PP dan Kembali dilakukan
titrasi dengan HCl.

4.3 Analisis Hasil Percobaan


4.3.1. Absorbsi CO2 dengan Air
Berdasarkan hasil percobaan fraksi mol CO2 dari gas masukan dan keluaran pada
kolom absorpsi, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan fraksi mol CO2 selama gas berada
dalam kolom, yaitu dari 0,0909 hingga menjadi 0,0816. Penurunan fraksi ini terbilang
cukup besar, dan dapat disebabkan oleh gradien konsentrasi yang tinggi pada awal gas
masuk ke kolom (fraksi mol CO2 pada gas dibawah kolom sebesar 0,0909, sedangkan
pada air tidak ada kandungan CO2), sehingga dapat menjadi driving force yang tinggi
pula. Namun, dalam perhitungan ini terdapat beberapa ketidak akuratan yang terjadi.
Pertama, penerapan hukum Avogadro untuk membuat perbandingan volume menjadi
perbandingan mol hanya dapat dilakukan dengan kondisi bahwa gas berada dalam suhu
suhu dan tekanan yang sama. Dalam kasus ini, laju alir dari udara dan CO2 diukur pada
alat berupa flowmeter, dimana alat ini terpasang sebelum kedua gas tersebut tercampur.
Maka, dapat dikatakan bahwa kedua gas memiliki potensi besar untuk berada dalam suhu
dan tekanan yang berbeda, sehingga fraksi mol CO2 pada gas masukan mungkin tidak

24
tepat sebesar 0,0909. Kedua, perhitungan ini tidak memperhitungkan kandungan CO2
yang sudah ada dalam udara. Pada keadaan normal, hal ini bersifat tidak signifikan,
karena kandungan CO2 dalam udara kurang dari 1%, sehingga tidak memberi pengaruh
yang besar. Namun, pada kondisi ruangan lab dimana tidak ada ventilasi dan ada beberapa
orang didalam ruangan tersebut, penggunaan oksigen akan meningkat dan produksi CO2
akan meningkat pula, sehingga bisa memberi tambahan konsentrasi CO2 pada udara.
Ketiga, konversi Ketiga, konversi satuan dari laju alir CO2 terabsorpsi menjadi laju mol
CO2 dilakukan menggunakan asumsi suhu dan tekanan kolom, di mana hal ini sangat
bersifat tidak pasti. Meskipun demikian, asumsi gas ideal untuk perhitungan ini masih
dapat diterima (karena tekanan yang tidak tinggi dan suhu gas yang normal).

4.3.1. Absorbsi CO2 dengan NaOH


Data-data yang didapatkan dari percobaan ini adalah volume T1, T2, dan T3.
Volume T1 adalah volume HCl (titran) yang digunakan untuk menetralisir NaOH
(mengubah karbonat menjadi bikarbonat) dalam satuan mL. T2 adalah volume HCl (titran)
yang digunakan untuk mencapai kesetimbangan kedua atau untuk menetralisir NaOH dan
Na2CO3 setelah ditambahkan 1 tetes metil orange dalam mL. T3 adalah volume Asam
yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH dalam mL.
Berdasarkan data-data yang telah didapatkan dari percobaan, menunjukkan bahwa
konsentrasi NaOH mengalami kenaikan setelah melewati kolom absorpsi, dari
konsentrasi 0,0260 M menjadi 0,0737 M setelah keluar kolom absorpsi. Konsentrasi
NaOH mengalami penurunan sebesar 0,0477 M.
Kita juga dapat melihat bahwa konsentrasi Na2CO3 mengalami penurunan setelah
melewati kolom absorpsi, dari konsentrasi 0,034 M menjadi menjadi 0,00183 M.
Konsentrasi Na2CO3 mengalami penurunan sebesar 0,03217 M.

4.4 Analisis Kesalahan


Pada praktikum ini, terdapat beberapa kesalahan yang menyebabkan perhitungan
ataupun kesalahan pada pengambilan data. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
di antaranya:
• Kesalahan dalam membaca skala dimana akan mempengaruhi hasil percobaan.
• Ketidakakuratan dalam mengukur volum larutan yang ingin dititrasi.

25
• Kelebihan pemberian indikator sehingga mempengaruhi konsentrasi.
• Adanya kemungkinan tidak meratanya aliran air di seluruh bagian packed column..
• Ketidakakuratan dalam melakukan penambahan volum pada larutan BaCl2
• Kemungkinan, pada saat melakukan pengambilan sampel S4 dan S5 tidak benar-
benar pada waktu yang bersamaan sehingga dapat mempengaruhi konsentrasi
NaOH dan Na2CO3 yang diperoleh.

26
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum, pengolahan data, hingga analisis mengenai praktikum yang telah
dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan seperti berikut:
1) Tujuan dari operasi absorpsi adalah memisahkan gas tertentu dari campuran
gas-gas dengan menggunakan pelarut.
2) Diperoleh laju absorpsi CO2 dengan air sebesar 0.000119252 gmol/s
berdasarkan pada percobaan dengan metode analisis gas.
3) Pada percobaan dengan metode analisis gas, didapatkan koefisien transfer
massa (mass transfer coefficient/Kog) CO2 terabsorpsi dalam air sebesar
0.000505359 gmol/(atm.m2.s).
4) Pada percobaan dengan metode analisis larutan, jumlah CO2 yang terabsorpsi
sebesar 0.0024 gmol/s berdasarkan jumlah NaOH yang dibutuhkan.
5) Pada percobaan dengan metode analisis larutan, jumlah CO2 yang terabsorpsi
sebesar 0.001608333 gmol/s berdasarkan jumlah Na2CO3 yang terbentuk.
6) Bila dilihat dari laju absorpsi yang diperoleh, nilai laju absorpsi CO2 dengan air
lebih kecil dibandingkan dengan nilai laju absorpsi CO2 dengan NaOH dan
Na2CO3.
7) Kandungan CO2 mengalami pengurangan dikarenakan CO2 yang bereaksi
dengan air maupun NaOH sehingga komponennya berpindah/terabsorpsi
kedalam air atau NaOH secara bertahap selama reaksi berlangsung.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Petunjuk Praktikum: {roses & Operasi Teknik II. Departemen Gas & Petrokimia
Fakultas Teknik: Depok. 1995.
Gozan, Misri. Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia. UI Press: Jakarta.
2006.
Treybal, Robert E. Mass Transfer Operations. McGraw-Hill: Malaysia. 1981.

28

Anda mungkin juga menyukai