Anda di halaman 1dari 27

RESISTIVITAS AIR FORMASI I

LAPORAN VII

OLEH

KUMALA GALUH HAIVA

071002000024

LABORATORIUM PENILAIAN FORMASI


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA : KUMALA GALUH HAIVA
NIM : 071002000024
KELOMPOK : A1
PARTNER : 1. DZHULVIEQAR ADRIANSYAH
: 2. RADEN FADLI
: 3. MUHAMMAD AR RAFII S
TGL PRAKTIKUM : 11 APRIL 2022
TGL PENERIMAAN : 15 APRIL 2022
ASISTEN : 1. FIRMANSYAH ACHMAD
: 2. DEWI LATIFATUL AINI
: 3. NILA MUTYA HANI

NILAI :

TANDA TANGAN TANDA TANGAN

(…………………..) (KUMALA GALUH HAIVA)


ASISTEN PRAKTIKAN
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI ................................................................................................................ I
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... II
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................................. 1
BAB II TEORI DASAR .............................................................................................. 3
BAB III HASIL PENGAMATAN ............................................................................. 5
BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN ............................................................ 7
4.1 VSH GR : (GR-GRMIN)/(GRMAX-GRMIN) ..................................................... 7
4.2 VSH SP : (SPMIN-SP)/(SPMIN-SPMAX) .. ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
4.3 𝟇 NCORR** : 𝟇 NCORR-(VSHGR* 𝟇 NSH) .............. ERROR! BOOKMARK NOT
DEFINED.
4.4 DCORR** : 𝟇 DCORR – (𝟇 DSH*VSHGR).. ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
4.5 𝟇 EFFECTIVE = (𝟇NCORR** + 𝟇DCORR**)/2 .......... ERROR! BOOKMARK NOT
DEFINED.

BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................... 12


5.1 PEMBAHASAN PERCOBAAN ............................................................................... 12
5.2 TUGAS INTERNET .............................................................................................. 12
BAB VI KESIMPULAN ........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16
LAMPIRAN A TUGAS INTERNET ..................................................................... 17
LAMPIRAN B HASIL PENGAMATAN .............................................................. 19

i
DAFTAR TABEL

3.1 Rw From SP …...…..…………………………………………………………………...…5


3.2 Resistivity Ratio Method…………………………………………………………………6
3.3 Archie Method…………………………………………………………………………….7

ii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
A. TUGAS INTERNET ...........................................................................................12
B. HASIL PENGAMATAN ....................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Hampir semua sektor kehidupan manusia membutuhkan energi yang
berasal dari minyak dan gas bumi, seperti bahan bakar transportasi, industri petrokimia dan
polimer, industri tekstil hingga industri produk kecantikan. Tempat terakumulasi minyak dan
gas bumi terdapat di dalam batuan yang porous dan permeabel yang disebut dengan batuan
reservoir. Batuan reservoir merupakan wadah permukaan yang diisi dan dijenuhi oleh minyak
dan gas bumi yang memiliki ruangan penyimpanan minyak dan gas berupa rongga atau pori-
pori. Setiap batuan dapat menjadi batuan reservoir, dengan syarat memiliki porositas,
permeabilitas, saturasi, dan tekanan kapiler yang sangat penting dalam mengontrol fluida yang
ada di dalam reservoir. Jika suatu formasi batuan telah memiliki parameter atau karakteristik
batuan reservoir yang diperlukan, maka formasi batuan tersebut merupakan zona yang
berpeluang menjadi zona prospek hidrokarbon yang dapat dijadikan target operasi
pengeboran.
Tujuan dari penilaian formasi adalah mengidentifikasi reservoir, memperkirakan
cadanngan hidrokarbon, serta memperkirakan perolehan hidrokarbon dari suatu lapangan yang
memliki potensi adanya hidrokarbon. Dalam dunia perminyakan, seorang engineer dituntut
agar memiliki kemampuan untuk dapat menganalisa hasil dari data-data hasil penilaian
formasi dan menentukan letak zona produktif dalam suatu reservoir. Penilaian formasi
dilakukan setelah sumur di bor untuk memasukan alat yang disebut wireline yang kemudian
hasil dari logging dianalisa agar dapat menentukan zona-zona yang berpotensi sebagai tempat
terakumulasinya hidrokarbon. Cadangan hidrokarbon dipengaruhi oleh karakteristik batuan
reservoir antara lain ketebalan (h), porositas, dan saturasi air (Sw).
Kurva log akan memberikan informasi yang cukup tentang sifat fisik batuan dan
fluida. Oleh karena itu, praktikum penilaian formasi sangatlah penting dalam proses
penyelesaian sumur dan bagi mahasiswa sebagai gambaran dari pekerjaan yang akan ditemui
nanti di dunia pekerjaan di mana praktikum ini dapat membantu mahasiswa untuk
mengembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan mereka di bidang perminyakan.
Analisis log merupakan bagian dari penilaian formasi yang dilakukan untuk menentukan
parameter batuan reservoir serta sebagai acuan untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan
dan kondisi formasi yang diamati. Dalam proses analisis log terdiri dari dua tahapan, yaitu
analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Dalam analisa kualitatif dapat diketahui litologi,
fluid content, dan permeable zone. Sementara itu, dalam analisis kuantitatif dapat diketahui
porositas, saturasi air, dan ketebalan produkti formasi (net pay). Parameter utama yang
ditentukan dari perhitungan dari data log sumur adalah porositas dan saturasi air. Selain
porositas dan saturasi air, ketebalan formasi yang mengandung hidrokarbon diperlukan untuk
memperkirakan total cadangan. Untuk mengevaluasi suatu reservoir, perlu diketahui sifat fisik
atau karakteristik batuan yang mempengaruhi pengukuran log seperti volume shale,
resistivitas air formasi, porositas, dan saturasi air.

1
1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan diadakannya percobaan Resistivitas Air Formasi I dalam Praktikum


Penilaian Formasi ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui Resistivitas Air Formasi
2. Mengetahui cara menentukan nilai Resistivity Mud Filtrate
3. Mengetahui cara menentukan nilai Rw dengan metode RW from SP
4. Mengetahui cara menentukan nilai Rw dengan metode Ratio Method
5. Mengetahui cara menentukan nilai Rw dengan metode Archie

2
BAB II

TEORI DASAR
Saturasi adalah jumlah kandungan fluida yang berada dalam batuan berpori pada suatu
formasi biasanya fluid aini akan mengisi keseluruhan daripada pori pori batuan. Isi kandungan
fluida tersebut dapat berupa minyak, air maupun gas. Baik secara bersama-sama maupun
minyak dengan air saja, minyak dengan gas, ataupun air dengan gas atau keberadaan ketiga
fluid aini ditemukan berbarengan sehingga tedapat tiga jenis fluida yang nantinya ketiga jenis
fluid aini akan menghasilkan dua tegangan antarmuka. Hal ini disesuaikan dengan waktu
proses terjaidnya reservoir tersebut. Saturasi didefinisikan suatu fraksi atau persen, dari
volume pori yang ditempati oleh fluida reservoir. Dengan kata lain Saturasi adalah
perbandingan antara total volume fluida dengan volume pori. Saturasi tergantung dari volume
pori dan bukan pada gross reservoir volume. Saturasi setiap fasa antara 0-100%. Jumlah fluida
dalam pori adalah 100%. Fluida dalam reservoir selalu mencapai equlibrium (setimbang).
Apabila Saturasi minyak berkurang karena diproduksikan, maka air akan mengisi pori
menggantikan posisi minyak dan akan terpisah akibat dari perbedaan densitas, minyak diatas
minyak adalah gas dan air ada dibawah minyak. Saturasi dapat terbagi menjadi 4, yaitu
connate water saturation (Swc), critical oil saturatuin (Soc), residual oil saturation (Sor), dan
moveable oil saturation (Som). Connate Water Saturation (Swc) sangat penting karena
besarnya Swc menunjukkan berkurangnya ruang pori yang terisi oil dan gas. Selain dari zona
air, akan ada connate water yang terdistribusi di zona minyak dan gas. Air yang ada dizona
tersebut akan berkurang sampai dititik minimum irreducible (air tidak dapat berkurang lagi)
dan gaya yang menahan air di zona tersebut disebut dengan Capillary Force atau tekanan
kapiler. Untuk fasa minyak yang mengalir, saturasi minyak melebihi nilai tertentu yang
disebut dengan Critical Oil Saturation (Soc).
Pada saturasi ini, minyak terdapat dalam pori-pori dan tidak mampu
bergerak/mengalir. Pada saat minyak dan gas mendisplace satu sama lain didalam poripori
pada proses injeksi air atau gas, akan ada kandungan minyak yang tertinggal yang jumlahnya
sedikit melebihi nilai critical oil saturation. Saturasi ini disebut dengan residual oil saturation
atau dengan kata lain non wetting phase yang terdispace dengan wetting phase. Movable Oil
Saturation (Som) merupakan saturasi yang menunjukkan jumlah volume pori yang terisi
dengan movable oil (minyak yang dapat mengalir).Porositas adalah perbandingan/rasio antara
volume pori dengan volume batuan. Porositas pada umumnya mengekspresikan sebagai
presentasi dari Bulk Volume dan disimbolkan dengan Ø. Total porosity adalah
perbandingan/rasio antara volume seluruh pori dengan volume batuan. Effective Porosity
adalah perbandingan / rasio antara volume seluruh pori yang saling berhubungan dengan
volume batuan. Berdasarkan pembentukan batuan, maka porositas terbagi menjadi dua, yaitu
porositas primer dan porositas sekunder. Porositas Primer yaitu porositas yang terbentuk saat
pembentukan batuannya. porositas sekunder yaitu porositas yang terbentuk karena proses
geologi yang dialami oleh batuan yang sudah jadi sehingga mengakibatkan terbentuknya
rongga yang dapat menjadi porositas yang baru. Proses ini terjadi karena adanya reaksi antara
karbonat dengan air bisa juga karena adanya pergantian ion kalsium oleh ion magnesium atau
yang sering dikenal dengan dolomitisasi. Saat proses sedimentasi, butiran batuannya akan

3
membentuk rongga diantara butiran-butiran tersebut. Porositas yang demikian merupakan
porositas intergranular atau porositas interparticle. Dari hasil logging yang kita dapat kita pada
akhirnya ingin mengetahui jenis fluida yang berada di dalam reservoir kita serta mengetahui
presentase fluida tersebut dengan mengetahui nilai saturasinya. Dalam dunia perminyakan
Saturasi dapat diartikan sebagai persentasi volume pori batuan (porositas) yang terisi oleh
suatu fluida. Saturasi total akan selalu berjumlah 100%. Terdapat tiga jenis saturasi yakni So
(saturasi oil / minyak (%)), Sg ( saturasi gas (%)), dan Sw(saturasi water / air (%)).
Hidrokarbon di dalam reservoir dapat berupa minyak, gas bebas atau keduanya. Udara juga
termasuk ke dalam gas bebas. Di dalam reservoir yang memproduksikan hidrokarbon, air
biasanya berupa lapisan film yang terdapat pada permukaan batuan dalam pori, sementara
hidrokarbon mengisi ruang pori. Pada dasarnya nilai saturasi fluida ini juga dipengaruhi oleh
nilai porositas suatu batuan. Jika reservoir yang kita miliki mempunyai pori yang cukup untuk
menampung fluida maka kita akan mempunyai nilai saturasi fluida yang besar pula , begitu
juga sebalikanya. Pada saat pembacaan nilai log untuk mendapat nilai saturasi fluida kita akan
mengacu paca pembacaan log RHOB dan NPHI hal ini khusus untuk pembacaan log yang kita
lakukan pada percobaan, dan ada beberapa parameter pembacaan log juga yang dapat dipakai
untuk menentukan saturasi ini .
Pengukuran Neutron Porosity pada evaluasi formasi ditujukan untuk mengukur indeks
hydrogen yang terdapat pada formasi batuan. Indeks hydrogen didefinsikan sebagai rasio dari
konsentrasi atom hydrogen setiap cm kubik batuan terhadap kandungan air murni pada suhu
75oF.Jadi, Neutron Porosity log tidaklah mengukur porositas sesungguhnya dari batuan,
melainkan yang diukur adalah kandungan hidrogen yang terdapat pada pori-pori batuan.
Secara sederhana, semakin berpori batuan semakin banyak kandungan hydrogen dan semakin
tinggi indeks hydrogen. Sehingga, shale yang banyak mengandung hydrogen dapat ditafsirkan
memiliki porositas yang tinggi pula.Untuk mengantisipasi uncertainty tersebut, maka pada
praktiknya, interpretasi porositas dapat dilakukan dengan mengelaborasikan log density
logging. Density logging sendiri dilakukan untuk mengukur densitas batuan disepanjang
lubang bor,. Densitas yang diukur adalah densitas keseluruhan dari matrix batuan dan fluida
yang terdapat pada pori. Prinsip kerja alatnya adalah dengan emisi sumber radioaktif. Semakin
padat batuan semakin sulit sinar radioaktif tersebut ter-emisi dan semakin sedikit emisi
radioaktif yang terhitung oleh penerima (counter).Penggabungan neutron porosity dan density
porosity log sangat bermanfaat untuk mendeteksi zona gas dalam reservoir. Zona gas
ditunjukkan dengan ‘crossover’ antara neutron dan density.Nilai pembacaan log untuk Zona
gas, reservoir, atau pun air ini kemudian akan koreksi kembali sehingga kita dapat mengetahui
nilai saturasi dari masing-masing fluida tersebut.
Pada dasarnya kita juga hanya menentukan nilai saturasi dari air saja, setelah
menentukan nilai saturasi dari masing masing fluida tersebutbaru kita tentukan presentase
minyak dan gas sesuai dengan jenis reservoir yang kita lakukan logging. Hal ini dikarenakan
niali saturasi air biasanya lebih mudah untuk diteliti jumlahnya dibandingkan dengan nilai
minyak atau pun gas. Porositas batuan dapat diperoleh dari 3 jenis alat porositas yaitu sonic
log, density log, dan neutron log. Ketiga alat tersebut dipengaruhi oleh porositas batuan itu
sendiri, fluida pengisi pori batuan dan matriks batuan. Penentuan porositas dari density log,
Density log digunakan untuk mengukur porositas batuan formasi.

4
BAB III

HASIL PENGAMATAN

Tabel 3.1
Resistivity Ratio Method

5
Tabel 3.3
Archie Methode

6
BAB IV

ANALISIS DAN PERHITUNGAN

𝑴𝑫𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 − 𝑴𝑫𝒂𝒘𝒂𝒍
𝑰𝒏𝒕𝒆𝒓𝒗𝒂𝒍 𝑲𝒆𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎𝒂𝒏 =
𝟗

1776 − 1772
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 = = 0.44
9
4.1 Rw From SP
𝑻𝒇 = 𝑻𝒐 + (𝑮𝒓𝒂𝒅𝒊𝒆𝒏 𝑻𝒆𝒎𝒑𝒆𝒓𝒂𝒕𝒖𝒓𝒆 𝒙 𝑴𝑫)

1. 𝑇𝑓1 = 71,33 + (0,069 𝑥 1772) = 194,698 ºF

2. 𝑇𝑓2 = 71,33 + (0,069 𝑥 1772,44) = 194,729 ºF

3. 𝑇𝑓3 = 71,33 + (0,069 𝑥 1772,89) = 194,76 ºF

4. 𝑇𝑓4 = 71,33 + (0,069 𝑥 1773,33) = 194,791 ºF

5. 𝑇𝑓5 = 71,33 + (0,069𝑥 1773,78) = 194,822 ºF

6. 𝑇𝑓6 = 71,33 + (0,069𝑥 1774,22) = 194,853ºF

7. 𝑇𝑓7 = 71,33 + (0,069 𝑥 1774,67) = 194,883 ºF

8. 𝑇𝑓8 = 71,33 + (0,069 𝑥 1775,11) = 194,914 ºF

9. 𝑇𝑓9 = 71,33 + (0,069 𝑥 1775,56) = 194,945 ºF

10. 𝑇𝑓10 = 71,33 + (0,069 𝑥 1776) = 194,976 ºF

𝑺𝑺𝑷 = 𝑺𝑷 𝒙 𝑪𝒐𝒓𝒓𝒆𝒄𝒕𝒊𝒐𝒏 𝑭𝒂𝒄𝒕𝒐𝒓

1. 𝑆𝑆𝑃1 = −8 𝑥 1 = −8
2. 𝑆𝑆𝑃2 = −9 𝑥 1 = −9
3. 𝑆𝑆𝑃3 = −13 𝑥 1 = −13
4. 𝑆𝑆𝑃4 = −20 𝑥 1 = −20

7
5. 𝑆𝑆𝑃5 = −28 𝑥 1 = −28
6. 𝑆𝑆𝑃6 = −19 𝑥 1 = −19
7. 𝑆𝑆𝑃7 = −20 𝑥 1 = −20
8. 𝑆𝑆𝑃8 = −22 𝑥 1 = −22
9. 𝑆𝑆𝑃9 = −10 𝑥 1 = −10
10. 𝑆𝑆𝑃10 = 0 𝑥 1 = 0
𝑲𝒄 = (𝟎, 𝟏𝟑𝟑 𝒙 𝑻𝒇) + 𝟔𝟏

1. 𝐾𝑐1 = (0,133 𝑥 194,698) + 61 = 83,140 mD


2. 𝐾𝑐2 = (0,133 𝑥 194,729) + 61 = 83,144 mD
3. 𝐾𝑐3 = (0,133 𝑥 194,76) + 61 = 83,147 mD
4. 𝐾𝑐4 = (0,133 𝑥 194,791) + 61 = 83,150 mD
5. 𝐾𝑐5 = (0,133 𝑥 194,822) + 61 = 83,154 mD
6. 𝐾𝑐6 = (0,133 𝑥 194,853) + 61 = 83,157 mD
7. 𝐾𝑐7 = (0,133 𝑥 194,883) + 61 = 83,160 mD
8. 𝐾𝑐8 = (0,133 𝑥 194,914) + 61 = 83,164 mD
9. 𝐾𝑐9 = (0,133 𝑥 194,945) + 61 = 83,167 mD
10. 𝐾𝑐10 = (0,133 𝑥 194,976) + 61 = 83,171 mD

To + 6.77
𝑅𝑚𝑓 = Rmf@Tox ( )
Tf + 6.77

71,33+6.77
1. 𝑅𝑚𝑓1 = 1,47 x (194,698+6.77) = 0,4070 Ω𝑚
71,33+6.77
2. 𝑅𝑚𝑓2 = 1,47 x (194,729+6.77) = 0,4069 Ω𝑚
71,33+6.77
3. 𝑅𝑚𝑓3 = 1,47 x (194,76+6.77) = 0,4069 Ω𝑚
71,33+6.77
4. 𝑅𝑚𝑓4 = 1,47 x (194,791+6.77) = 0,4068 Ω𝑚
71,33+6.77
5. 𝑅𝑚𝑓5 = 1,47 x (194,882+6.77) = 0,4068 Ω𝑚
71,33+6.77
6. 𝑅𝑚𝑓6 = 1,47 x (194,853+6.77) = 0,4067 Ω𝑚
71,33+6.77
7. 𝑅𝑚𝑓7 = 1,47 x ( ) = 0,4066 Ω𝑚
194,883+6.77
71,33+6.77
8. 𝑅𝑚𝑓8 = 1,47 x ( ) = 0,4066 Ω𝑚
194,914+6.77
71,33+6.77
9. 𝑅𝑚𝑓9 = 1,47 x ( ) = 0,4065 Ω𝑚
194,945+6.77

8
71,33+6.77
10. 𝑅𝑚𝑓10 = 1,47 x (194,976+6.77) = 0,4064 Ω𝑚

𝑹𝒎𝒇𝒆 = 𝟎, 𝟖𝟓 𝒙 𝑹𝒎𝒇

1. 𝑅𝑚𝑓𝑒1 = 0,85 𝑥 0,40706 = 0,346 Ω𝑚


2. 𝑅𝑚𝑓𝑒2 = 0,85 𝑥 0,40699 = 0,3459 Ω𝑚
3. 𝑅𝑚𝑓𝑒3 = 0,85 𝑥 0,40693 = 0,3458 Ω𝑚
4. 𝑅𝑚𝑓𝑒4 = 0,85 𝑥 0,40687 = 0,3458 Ω𝑚
5. 𝑅𝑚𝑓𝑒5 = 0,85 𝑥 0,40681 = 0,3457 Ω𝑚
6. 𝑅𝑚𝑓𝑒6 = 0,85 𝑥 0,40674 = 0,3457 Ω𝑚
7. 𝑅𝑚𝑓𝑒7 = 0,85 𝑥 0,40668 = 0,3456 Ω𝑚
8. 𝑅𝑚𝑓𝑒8 = 0,85 𝑥 0,40662 = 0,3456Ω𝑚
9. 𝑅𝑚𝑓𝑒9 = 0,85 𝑥 0,40656 = 0,3455 Ω𝑚
10. 𝑅𝑚𝑓𝑒10 = 0,85 𝑥 0,40649 = 0,3455 Ω𝑚

Rmfe
Rwe =
10ssp/kc

0,346
1. Rwe1 = = 0,425 Ωm
10−8/86,8948
0,3459
2. Rwe2 = = 0,425 Ωm
10−9/86,8989
0,3458
3. Rwe3 = 10−13/86,903 = 0,4 Ωm
0,3458
4. Rwe4 = 10−20/86,9072 = 0,35 Ωm
0,3457
5. Rwe5 = 10−28/86,9113 = 0,2 Ωm
0,3457
6. Rwe6 = 10−19/86,9154 = 0,35 Ωm
0,3456
7. Rwe7 = 10−20/86,9195 = 0,35 Ωm
0,3456
8. Rwe8 = 10−22/86,9236 = 0,3 Ωm
0,3455
9. Rwe9 = 10−10/86,92777 = 0,42 Ωm
0,3455
10. Rwe10 = 10/86,9318 = 0,52 Ωm

9
4.2 Metode Rasio Resistivitas

𝑹𝒕
𝑹𝒘 = 𝑹𝒎𝒇 𝒙
𝑹𝒙𝒐
15
1. 𝑅𝑤1 = 0,4070 𝑥 15= 0,4070 Ω𝑚
15
2. 𝑅𝑤2 = 0,4069 𝑥 16= 0,3815 Ω𝑚
16
3. 𝑅𝑤3 = 0,4069 𝑥 = 0,2325Ω𝑚
28
18
4. 𝑅𝑤4 = 0,4068 𝑥 28= 0,2615 Ω𝑚
25
5. 𝑅𝑤5 = 0,4068 𝑥 15= 0,6780 Ω𝑚
14
6. 𝑅𝑤6 = 0,4067 𝑥 22= 0,2588 Ω𝑚
18
7. 𝑅𝑤7 = 0,4066 𝑥 = 0,3485 Ω𝑚
21
15
8. 𝑅𝑤8 = 0,4066 𝑥 = 0,1524 Ω𝑚
40
10
9. 𝑅𝑤9 = 0,4065 𝑥 10= 0,4065 Ω𝑚
8
10. 𝑅𝑤10 = 0,4065 𝑥 8 = 0,4064 Ω𝑚

4.3 Metode Archie

2,65 − RHOB
øD = 𝑥 100
2,65 − ρfluida

2,65 − 2,48
1. øD1 = 2,65 − 1
𝑥 100 = 10,30
2,65 − 2,37
2. øD2 = 2,65 − 1
𝑥 100 = 16,97
2,65 − 2,33
3. øD3 = 2,65 − 1
𝑥 100 = 19,39
2,65 − 2,32
4. øD4 = 2,65 −1
𝑥 100 = 20,00
2,65 − 2,38
5. øD5 = 2,65 − 1
𝑥 100 = 16,36
2,65 − 2,39
6. øD6 = 2,65 − 1
𝑥 100 = 15,76
2,65 − 2,36
7. øD7 = 2,65 − 1
𝑥 100 = 17,58
2,65 − 2,35
8. øD8 = 𝑥 100 = 18,18
2,65 −1
2,65 − 2,3
9. øD9 = 2,65 − 1
𝑥 100 = 21,21

10
2,65 − 2,2
10. øD10 = 2,65 − 1
𝑥 100 = 27,27

ø𝑵 = 𝑵𝑷𝑯𝑰 𝒙 𝟏𝟎𝟎

1. ø𝑁1 = 0,3 𝑥 100 = 30


2. ø𝑁2 = 0,28 𝑥 100 = 28
3. ø𝑁3 = 0,29 𝑥 100 = 29
4. ø𝑁4 = 0,29 𝑥 100 = 29
5. ø𝑁5 = 0,27 𝑥 100 = 27
6. ø𝑁6 = 0,29 𝑥 100 = 29
7. ø𝑁7 = 0,28 𝑥 100 = 28
8. ø𝑁8 = 0,27 𝑥 100 = 27
9. ø𝑁9 = 0,33 𝑥 100 = 33
10. ø𝑁10 = 0,33 𝑥 100 = 33

11
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Percobaan

Pada praktikum kali ini, praktikan diajarkan mengenai penentuan resistivitas air. Pada
dasarnya, metode pencarian resistivitas air dibagi menjadi beberapa metode, seperti metode
menggunakan spontaneous potential, metode archie, metode rasio, metode cross plot, serta
metode apparent water resistivity. Pada praktikum ini hanya digunakan 3 metode. Sebelum
masuk ke ketiga metode tersebut, praktikan harus menetukan zona prospek yang megandung
air. Dengan cara melihat dari track 1, dimana letak zona yang permeable, yang mana bisa dilihat
dari nilai SP Log dan juga gamma ray yang kecil atau garis tracknya mengarah ke kiri. Lalu
lihat dari track 2, yang mena merupakan log resistivitas, dari track ini kita mencari resistivitas
mana yang kecil namun tidak teralu kecil, setelah itu praktikan melihat ke track 3, pada track
ini kita meliat yang yang ada cross plot yang kecil, karena kalau besar itu kemungkinan terisis
oleh gas, kalau sedang kemungkinan terisi oleh minyak, dan jika kecil, kemungkinan terisi oleh
air, karena kita mencari resistivtas air, maka kita mencari formasi yang kemungkinan
mengandung air, yang mana mempunyai cross plot yang kecl. Kedalaman pada sumur B-132
yang mengandung air adalah dari kedalaman 1772 hingga 1776 m.

Dari kedalaman tersebut dibagi menjadi 10 zona kedalaman. Setelah ditetuakan


kedalamannya yang urut melalui interval kedalaman yang hasilnya 0,44 maka selanjutnya
dilakukan metode percobaan yang pertama. Metode yang pertama metode menggunakan
Spontaneous Potential (Rw from SP). Metode ini, pertama-tama praktikan harus melihat pada
track 1, dan melihat berapa nilai atau harga dari spontaneous potential yang tepat pada
kedalaman yang telah ditentukan. Harga SP Log dari setiap zona yang telah ditentukan secara
berurutan adalah -5 ; - 10 ; -18 ; -30 ; -35 ; -42 ; -44 ; -45 ; -44 ; -40. Dari data SP log ini,
praktikan harus mencari nilai SSP yang merupakan perkalian antara nilai SP log dengan
Corretion Factor yang bernilai 1. Nilai SSP yang didapat dari setiap kedalaman yang sudah
ditentukan adalah sama dengan nilai SP yang sudah diketahui karena dari rumus SSP hanya
dikali dengan 1, maka hasilnya akan sama dengan nilai SP log awal.

Nilai Kc yang diperoleh secara berurutan adalah 83,140 ; 83,144 mD ; 83,147 mD ;


83,150 mD ; 83,154 mD ; 83,157 mD ; 83,160 mD ; 83,164 mD ; 83,167 mD ; 83,171 mD.
Lalu selanjutnya mencari nilai Rmf yang mana rumusnya sama dengan rumus untuk mencari
Rmf@Tf pada percobaan 3 yaitu Mud Properties, yang didapat nilainya secara berturut adalah
0,4070 Ω𝑚 ; 0,4069 Ω𝑚 ; 0,4069 Ω𝑚 ; 0,4068 Ω𝑚 ; 0,4068 Ω𝑚 ; 0,4067 Ω𝑚 ; 0,4066 Ω𝑚 ;
0,4066 Ω𝑚 ; 0,4065 Ω𝑚 ; 0,4064 Ω𝑚. dengan satuan Ωm. Selanjutnya, untuk mencari nilai
Rmfe, dalam mencari nilai Rmfe, apabila Rmf@Tf yang telah dicari lebih besar dari 0,1, maka
nilai Rmfe dicari dengan menggunakan rumus. Jika nilai Rmf@Tf kurang dari 0,1, maka nilai
Rmfe dicari menggunakan chart SP-2.

12
Pada praktikum ini, Rmfe dicari dengan menggunakan rumus, karena nilai rmf-nya
lebih dari 0,1 dilihat dari perhitungan rata-rata nilai Rmf yaitu 0,7032. Nilai Rmfe pada setiap
kedalaman adalah 0,346 Ω𝑚 ; 0,3459 Ω𝑚 ; 0,3458 Ω𝑚 ; 0,3458 Ω𝑚 ; 0,3457 Ω𝑚 ; 0,3457
Ω𝑚 ; 0,3456 Ω𝑚 ; 0,3456Ω𝑚 ; 0,3455 Ω𝑚 ; 0,3455 Ω𝑚. Kemudian, mencari nilai Rwe yang
dapat ditentukan dengan rumus. Nilai Rwe pada setiap kedalaman adalah 0,425 Ω𝑚 ; 0,425
Ω𝑚 ; 0,4 Ω𝑚 ; 0,35 Ω𝑚 ; 0,2 Ω𝑚 ; 0,35 Ω𝑚 ; 0,35 Ω𝑚 ; 0,3 Ω𝑚 ; 0,42 Ω𝑚 ; 0,52 Ω𝑚. Setelah
semua data perhitungan telah diketahui, maka Langkah selanjutnya mencari nilai Rw dengan
menggunakan Chart Schlumberger SP-2 dan menggunakan data-data nilai Rwe dan Tf pada
setiap kedalaman. Maka nilai Rw diperoleh disetiap kedalaman adalah 0,4070 Ω𝑚 ; 0,4069
Ω𝑚 ; 0,4069 Ω𝑚 ; 0,4068 Ω𝑚 ; 0,4068 Ω𝑚 ; 0,4067 Ω𝑚 ; 0,4066 Ω𝑚 ; 0,4066 Ω𝑚 ; 0,4065
Ω𝑚 ; 0,4064 Ω𝑚.
Lalu selanjutnya menghitung Rw dengan Resistivity Ratio Method, yang artinya
pembandingan antara nilai di zona Uninvaded dan zona Invaded (zona jauh dan zona dangkal)
yang mana memiliki beberapa parameter, yaitu Tf, Rt, Rxo, Rmf@Tf, dan Rw. Pada Rt dan
Rxo dapat ditentukan dari pembacaan track 2 yang mana membaca ILD yang ada di zona
Uninvaded serta MSFL yang berada di zona Invaded (Zona Dangkal). Nilai Rmf dapat
ditentukan dari percobaan menggunakan SP method. Untuk mencari nilai Resistivitas air
dengan metode terakhir yaitu metode Archie yang mana biasa digunakan pada formasi yang
bersih atau clean formation dan dibutuhkan parameter-parameter yaitu Tf dan Rt yang dapat
dilihat pada data Resistivity Ratio Method. Dan dilakukan pembacaan pada log track 3 untuk
menentukan nilai NPHI dan RHOB. Sebelumnya untuk metode Archie, nilai Rt itu dibagi
dengan 100.Selanjutnya, setelah didapatkan nilai RHOB dan NPHI maka praktikan dapat
menentukan nilai øD yang dibutuhkan parameter 𝜌ma dan 𝜌fluida yang sudah diperoleh
nilainya yaitu 2,65 (batuan sandstone) dan 1. Nilai øD berturut-turut adalah 10,30; 16,97;
19,39; 20,00; 16,36; 15,76; 17,58; 18,18; 21,21; dan 27,27.

Selanjutnya menentukan nilai øN yang didapatkan dengan rumus NPHI dikalikan


dengan 100 maka hasilnya adalah 30, 28, 29, 29, 27, 29, 28, 27, 33, dan 33. Setelah parameter
tersebut terpenuhi maka dapat mencari nilai øEffective dengan rumus øD ditambahkan dengan
øN lalu dibagi 2 yang masilnya ditiap kedalaman adalah 10,30 ; 16,97 ; 19,39 ; 20,00 ; 16,36 ;
15,76 ; 17,58 ; 18,18 ; 21,21 ; 27,27. Dalam menghitung nilai Factor Formation (F) diperlukan
parameter a dan m yang mana nilai a adalah 1 dan m adalah 2 dan nilai F ditiap kedalaman
adalah 419.15 ; 378.32 ; 932.36 ; 599.46 ; 409.49 ; 98.616 ; 107.52 ; 117.68 ; 98.61 ; 59.23.
Selanjutnya menghitung nilai Rwa yang didapatkan dengan rumus nilai Rt dibagi dengan nilai
F dan hasilnya dibagi dengan 1000 maka nilai Rwa tiap kedalaman adalah 0.0357 Ω𝑚 ; 0.0396
Ω𝑚 ; 0.0171 Ω𝑚 ; 0.0300 Ω𝑚 ; 0.0610 Ω𝑚 ; 0.1419 Ω𝑚 ; 0.1674 Ω𝑚 ; 0.1274 Ω𝑚 ; 0.1014
Ω𝑚 ; 0.1350 Ω𝑚. Penentuan Resistivity Air ditentukan dari nilai Rwa yang paling kecil, dari
data yang sudah dihitung nilai Rwa terkecil 0,0357.

13
5.2 Tugas Internet
Rw From SP
Water resistivity determination, The most direct way of finding water resistivity (Rw)
is to obtain a sample of formation water and measure its resistivity. However, this is seldom
possible in practice, as formation water samples, if available, are invariably contaminated by
mud filtrate. Rw is therefore usually calculated, and there are three methods available for this
purpose,one of them SP method.
The first step in the interpretation of the SP log is the establishment of “sand” and
“shale” lines, as shown in Figure 1. These are arbitrary limits, with the sand lines normally
representing the maximum deflection to the left and shale lines representing the maximum
deflection to the right (in shales). Deflections to the left of the shale line are regarded as normal
or negative, and correspond to porous and permeable zones containing a more saline interstitial
water than the drilling mud (Rw Rmf).
If the mud is more saline than the formation water, the SP currents flow in the opposite
direction and the corresponding deflection will be to the right of the shale line. Such a
deflection is considered to be reversed or positive (Figure 2). If there is no salinity contrast
between the mud and the formation water, no SP currents are generated and no deflection will
be observed (SP = 0).
The magnitude of deflection from the shale base line to the maximum deflection
developed in a thick, clean, waterbearing sand is referred to as the static SP, or SSP.
Knowledge of the SSP is essential for the derivation of Rw, which is required for the
calculation of water saturation in the uninvaded zone. The equation that relates the SSP to
measurable quantities, namely, Rw and Rmf, introduces values that are linearly related to their
respective chemical activities. These values are referred to as equivalent resistivities and are
denoted by Rwe and Rmfe. Thus, the standard equation that relates the SSP to the mud filtrate
and uninvaded formation water resistivities is

where K is a constant, the value of which is dependent on the formation temperature. Usually,

Equation 1 is used in the quantitative interpretation of the SP log.

Source:

https://wiki.aapg.org/Water_resistivity_determination#SP_method

14
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan Saturation Parameter ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan
antara lain sebagai berikut:
1. Nilai SSP yang diperoleh dari metode Rw from SP secara berurutan adalah -8; -9; -
13; -20; -28; -19; -20; -22; -10; dan 0.

2. Nilai Rw yang diperoleh dari metode Rw from SP secara berurutan adalah 0,425;
0,425; 0,4; 0,35; 0,2; 0,35; 0,35; 0,3; 0,42; dan 0,52 dengan satuan Ωm.

3. Nilai Rw yang diperoleh dari Resistivity Ratio Method secara berurutan adalah
0,4070; 0,3815; 0,2325; 0,2615; 0,6780; 0,2588; 0,3485; 0,1524; 0,4065; dan 0,4064
dengan satuan Ωm.

4. Nilai øEffective yang diperoleh dari metode Archie secara berurutan adalah 0,2660;
0,2733; 0,2448; 0,2804; 0,2865; 0,2212; 0,2209; 0,2203; 0,2174; dan 0,2154.

5. Nilai Rw yang diperoleh dari metode Archie untuk seluruh kedalaman adalah
0,37136 Ωm

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Nugrahanti, A. (2011). Penilaian Formasi. Bogor: Cetakan Mediautama. Retrieved March


29, 2022
2. Peters, Ekewere J, “Advanced Petrophysics Volume 1”, Live Oak Book, Austin, Texas,
2018.
3. Sitaresmi, R. (2019). Petunjuk Praktikum Laboratorium Penilaian Formasi. Jakarta:
Universitas Trisakti. Retrieved April 10, 2022
4. https://dnr.mo.gov/geology/geosrv/geores/indmin/clayandshale.htm
(diakses pada 12 April 2022 pada 22.19 WIB)
5. https://www.britannica.com/science/clay-geology
(diakses pada 12 April 2022 pada 20.26 WIB)

16
LAMPIRAN A TUGAS INTERNET

17
Rw From SP
Formation water resistivity represents the resistivity value of the water
(uncontaminated by drilling mud) that saturates the porous formation. It is also referred to as
connate water or interstitial water. Its resistivity can be determined by a number of methods,
one of which is by the SP curve discussed in this work. Analysis of wire-line log data depends
on the assumption that the only conductive medium in a formation is the pure water which
supplies the energy and drive in reservoirs. So, physical properties of this formation water can
be determined, one of which is its electrical resistivity and this eventually leads to water
saturation determination – an important aspect of reservoir evaluation. This paper presents a
review and comparative assessment of the graphical, vis-à-vis the calculative means of Rw
determination by the SP method
Schlumberger (1989) defined formation water as the water uncontaminated by drilling
mud that saturates the formation rock. Analysis of wire line log data depends on the assumption
that the only conductive medium present in the formation is the pore water; the matrix and
hydrocarbons are nonconductive. Physical properties of this formation water can be
determined, one of which is electrical resistivity. Formation water is the free water which
supplies the energy for the water drive in reservoirs; and its resistivity is variable depending on
the salinity, temperature and whether or not the formation contains hydrocarbons. At a given
salinity, the higher the temperature the lower the resistivity, and the water resistivity at any
formation temperature, can be calculated from the water resistivity at another formation
temperature, knowing both the temperature and temperature offsets using this formula:
Rw at FT2 = RwFT1, (FT1 + C)(FT2 + C).

Where FT1 = Initial formation temperature

FT2 = Formation Temperature for

which Rw is being determined.

C = 21.5 for Temperature in °C

It has also been established (Schlumberger, 1989) that the water resistivity determined from a
hydrocarbon-bearing zone is usually greater than that from the zone bearing only formation
water. Determination of formation water resistivity is very important in calculating water
and/or hydrocarbon saturation, in the determination of salinity if temperature is known and in
understanding the variations of resistivity from the well wall into the formation by comparing
it with the resistivity of the mud filtrate. In both SP and Rwa comparison methods, wire-line
logs provide all the needed parameters to determine the formation water resistivity.

Source:

https://tspace.library.utoronto.ca/bitstream/1807/2023/1/ja01004.pdf

18
LAMPIRAN B HASIL PENGAMATAN

19
Zone Depth Tf Rt PI Effective F Rwa Rw RHDB NPHI @RHOB @NI^HI
1 1772 194, 6978 15 0,26604903 14,12787 1,061731 2,22 0,26 30,90909 22.3
2 1772,444 194,72B7 15 0,27339243 13,3791 1,121151 2,49 0,26 31,51515 22.3
3 1772,888 194,7397 16 0,24488415 16,67349 0,959492 2,42 0,25 29,69697 1iT
4 1773,332 194,790g 18 0,28047032 12,7123g 1,415945 2,4 0,25 32,42424 2:J
3 1773,77g 194,821g 25 0,28651228 12,1818g 2,052232 2,35 0,25 32,72727 2•t

20
0,371362
6 1774,22 194,B525 14 0,22119935 20,43771 O,6B50O8 2,4 0,22 27,27273 17.1
7 1774,664 194,BB34 1B 0,22093239 20,48714 0,B7B6 2,45 0,22 27,27273 17,D3
B 1775,1OB 194,9144 15 0,22036721 20,59236 O,72B426 2,4 0,26 27,27273 1
9 1773,332 194,9453 10 0,2174345 21,15159 0,472778 2,28 0,24 27,6363g 1i›
10 1770 194,9763 8 0,21545338 21,34232 0,371362 2,35 0,3 24,84848 18.4
Zone Depth Tf Rt Rxo Rmf Rw
1 1772 194,7 13 13 0,40706 0,40706
2 1772,444 194,7 13 16 0,40699 0,38136
3 1772,888 194,8 16 28 0,40693 0,23233
4 1773,332 194,8 18 28 0,40687 0,26136
3 1773,776 194,8 23 13 0,40681 0,67801
6 1774,22 194,9 14 22 0,40674 0,23884
7 1774,664 194,9 18 21 0,40668 0,34838
8 1773,108 194,9 13 40 0,40662 0,13248
9 1773,332 194,9 10 10 0,40636 0,40636
10 1776 193 8 8 0,40649 0,40649

21

Anda mungkin juga menyukai