MODUL 3
Disusun Oleh :
Nama / NIM : Marine Chyntya Febriyana
NIM : 191910801008
Kelompok :6
Tanggal Praktikum/Jam : 21 April 2022 / 10.30-12.25
LABORATORIUM RESERVOIR
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2022
DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Sample Core Setelah Penjenuhan ........................................................ 6
Tabel 2. Data Percobaan Sample Core Setelah Penjenuhan ....................................... 6
Tabel 3. Data Picnometer .......................................................................................... 6
Tabel 4. Data Volume Air dalam Graduate Tube....................................................... 6
Tabel 5. Hasil Perhitungan Saturasi dan Porositas Sample Core ................................. 9
ii
I. JUDUL
Penentuan Kuantitas Fluida pada Batuan Reservoir dengan Metode Solvent
Extraction
II. TUJUAN
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu:
a. Menentukan saturasi fluida (minyak dan air) yang terkandung dalam suatu
sampel core dengan metode solvent extraction.
b. Menentukan porositas suatu sampel core secara tidak langsung.
c. Memahami prinsip dan cara kerja alat solvent extraction.
d. Mengetahui hubungan saturasi dengan sifat batuan lainnya.
1
saturasi dengan pendekatan secara langsung yaitu Retort Method, Solvent Extractor,
dan Centrifuge Method.
b. Penentuan dengan pendekatan tidak langsung
Pendekatan dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu beberapa sifat
fisik suatu batuan reservoir yang nantinya akan diubah menjadi nilai saturasi. Contoh
metode penentuan saturasi dengan pendekatan secara tidak langsung yaitu Electric Log
Method, dan Capillary Pressure Method.
Kesalahan yang sering muncul pada pengukuran saturasi biasanya
dipengaruhi oleh proses pengambilan core/coring. Pada proses well testing biasanya
dipakai 2 metode, yaitu water-base mud dan oil-base mud. Kedua metode ini bisa
mengubah nilai saturasi asli dari formasi reservoir. Pada well testing yang
menggunakan metode water-base mud, biasanya nilai saturasi air sebelum
pengurangan tekanan reservoir bertambah. Sedang pada metode oil-base mud, akan
ada tambahan saturasi filtrat yang terinvasi ke dalam reservoir pada saat proses
pengeboran.
3.3. Jenis Saturasi
Didalam dunia perminyakan dikenal beberapa jenis saturasi yang umum
digunakan untuk mendeskripsikan reservoir yang kita miliki. Beberapa diantaranya
adalah:
a. Water connate saturation adalah saturasi dari air dalam suatu formasi
reservoir yang ada sejak awal pembentukan reservoir.
b. Irreducible water saturation adalah saturasi air yang terkandung dari
suatu formasi reservoir yang walaupun diberi tekanan dengan besar bearpapun air itu
tidak akan terdesak keluar.
c. Residual oil saturation adalah saturasi minyak yang terkandung dari
suatu formasi reservoir yang sudah tidak dapat terdisplacement atau terdesak keluar
lagi.
d. Remaining oil saturation adalah saturasi dari minyak yang terkandung
2
dalam suatu formasi reservoir yang masih berpotensi untuk bisa dikeluarkan. Misalnya
pada pori atau rekahan yang tidak terhubungkan dengan pori atau rekahan yang lain.
e. Critical oil saturation adalah nilai batas saturasi minyak untuk dapat
dikeluarkan/diproduksikan dari suatu formasi reservoir. Jika nilai oil saturation < nilai
critical oil saturation, maka minyak sudah tidak dapat diproduksikan lagi.
f. Critical gas saturation adalah nilai batas saturasi gas untuk dapat
dikeluarkan atau diproduksikan dari suatu formasi reservoir. Pada keadaan critical gas
saturation minyak dapat keluar/diproduksikan.
3
IV. METODOLOGI PERCOBAAN
4.1. Alat dan Bahan
4.1.1. Alat
- Peralatan solvent extractor
- Picnometer
- Electric heater
- Tabung Erlenmeyer
- Hassler Core Holder
- Gelas ukur
- Jangka sorong
- Timbangan
- Oven
- Lap
4.1.2. Bahan
- Aquades
- Solvent
- Paraffin
- Vaseline
- Sampel core
4
4.2. Skema Kerja
Mulai
dipilih core yang baik
ditimbang berat kering sample core
diukur dimensi sample core
ditimbang berat picnometer kosong, picnometer + paraffin, dan
picnometer + air kemudian diatat volume picnometer.
dijenuhkan core dengan air dan diamkan selama 24 jam
dilakukan pendesakan pada core jenuh dengan paraffin dengan
menggunakan Hassler Core Holder
diatur tekanan inlet gas N2 sebesar 100 psi dan diatur tekanan
kompressor sebesar 50 psi
dimasukkan core ke dalam core holder dan dibuka valve yang
menghubungkan paraffin dengan core holder
dilakukan pendesakan selama 5-10 menit.
ditimbang berat core jenuh yang telah didesak oleh paraffin.
diletakkan core pada leher tabung pemanasan pada solvent
extraction.
diletakkan lap pada vapour exhaust, kemudian dinyalakan electric
heater dan keran secara bersamaan.
dilakukan destilasi sampai tidak ada uap air yang keluar dari sampel
core.
dimatikan keran dan electric heater.
dibiarkan core selama 24 jam.
dicatat volume air di dalam graduated tube.
dikeringkan core dengan oven.
Hasil
5
4.3. Data Percobaan
4.3.1. Data Percobaan Sample Core Kering
Core 1 Core 2
Percobaan Diameter Tinggi Massa Diameter Tinggi Massa
(cm) (cm) (g) (cm) (cm) (g)
1 2,57 4,37 41,97 2,64 4,21 41,36
2 2,57 4,31 41,9 2,65 4,17 41,24
3 2,58 4,33 41,9 2,64 4,21 41,23
Rata-Rata 2,573 4,336 41,923 2,643 4,196 41,276
Tabel 1. Data Percobaan Sample Core Kering
Air Paraffin
Percobaan Massa Picno Massa Picno Massa Picno Massa Picno +
Kosong (gr) + air (gram) Kosong (gr) paraffin (gr)
1 18,69 45,62 27,87 48,66
2 18,55 45,75 27,7 48,54
3 18,64 45,75 27,81 48,62
Rata-Rata 18,62667 45,70667 27,79333 48,60667
Picnometer 25 mL 25 mL
Core 1 Core 2
Volume (mL) 2,1 2,3
6
4.4. Metode Analisa Data
𝑊𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛
𝜌𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 =
𝑉𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜
𝑊𝑎𝑖𝑟
𝜌𝑎𝑖𝑟 =
𝑉𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜
7
4.5.7 Penentuan Volume Air dalam Core
𝑉𝑎𝑖𝑟
𝑆𝑤 =
𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖
𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛
𝑆𝑂 =
𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖
𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖
∅= × 100%
𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘
8
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
V air
V paraffin
Sample V bulk dalam V pori S Ø
dalam S air
Core core (mL) paraffin (%)
core (mL)
(mL)
1 22,534 2,1 2,173 4,273 0,4915 0,5085 18,96
2 23,009 2,3 2,778 5,078 0,4529 0,547 22,07
Tabel 5. Hasil Perhitungan Saturasi dan Porositas.
9
Perlakuan ketiga yaitu dilakukan pendesakan pada core jenuh dengan
menggunakan Hassler Core Holder. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar kondisi
core yang ingin kita teliti, sesuai dengan keadaan reservoir, sehingga kita dapat
menentukan nilai Sw dan So yang akurat. Dalam percobaan ini, Hassler Core Holder
menggunakan tekanan inlet gas N2 sebesar 100 psi. Alasan digunakan 100 psi agar
sample core tidak pecah. Kemudian dilanjutkan pengisian udara kering dengan sumber
dari kompressor dengan tekanan 50 psi. Setelah 5-10 menit core didesak dengan
paraffin dengan tekanan 50 psi, core diasumsikan telah mencapai kondisi saturasi air
yang irreducible.
Selisih tiitik didih yang cukup tinggi antara solvent dan air menyebabkan
uap air tertahan dalam fase uap dan terus naik hingga maemasuki kondenser. Proses
pendinginan di kondenser dilakuan dengan menggunakan aliran air yang masuk dan
keluar. Semakin panjang kondenser, semakin kecil peluang air dalam fase uap yang
keluar melewati vapor-exhaust, sehingga peluang presisi pembacaan volume air di
graduated tube akan semakin tinggi. Dalam hal ini, cara lain untuk meningkatkan
presisi pada pembacaan volume air di graduated tube adalah menutup vapor-exhaust
dengan lap. Tujuannya agar apabila ada uap yang mencapai vapor exhaust sebelum
terkondesasi, maka uap akan ditahan oleh lap sehingga tidak dapat keluar.
10
graduated tube) semua dan pemisahan fasa di graduated tube dapat dilihat (apabila ada
toluena atau fraksi paraffin yang punya titik didih dekat dengan air masuk ke dalam
graduated tube akibat terdesak oleh solvent).
Pada saat uap terkondensasi, karena densitas air lebih besar daripada
densitas toluena maupun paraffin, maka air akan berada di bagian bawah graduated
tube. Sedangkan larutan toluena dan minyak yang berada di bagian atas akan tumpah
kembali menuju chamber penampung toluena yang sedang dipanaskan. Volume air
yang tertampung di dalam graduated tube merupakan volume air yang tersimpan di
dalam pori-pori core yang akan digunakan untuk menghitung saturasi fluida dan
porositas batuan.
Dapat dilihat pada tabel hasil percobaan, sample core 1 memiliki saturasi
air sebesar 0,4915; saturasi paraffin sebesar 0,5085; dan porositas sebesar 18,96%.
Sedangkan untuk sample core 2 memiliki saturasi air sebesar 0,4529; saturasi paraffin
sebesar 0,547; dan porositas sebesar 22,07%.
Sample core 1 memiliki nilai saturasi air yang lebih besar dibandingkan
nilai saturasi air dari sample core 2. Hal ini dapat dikarenakan sampel core 1 memiliki
sifat water wet, yaitu sampel core ini lebih mudah dibasahi oleh air. Begitu juga
sebaliknya, sampel core 2 merupakan oil wet, sehingga batuan lebih mudah mengikat
minyak.
11
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari percobaan dalam praktikum ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
12
6.2. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
Amyx, Kames W. 1960. Petroleum Reservoir Engineering. New York: McGraw Hill
Book Co.
Craft, B. C., and M. F., Hawkins. 1959. Applied Petroleum Reservoir Engineering.
New Jersey: Prentice Hall Inc.
Gatlin, Carl. 1960. Petroleum Engineering Drilling and Well Completion. New
Jersey: Prentice Hall Inc.
14
LEMBAR PERHITUNGAN
1) Pengukuran Densitas Paraffin
Diketahui:
𝑉𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜 = 25𝑚𝐿
𝑾𝒑𝒂𝒓𝒂𝒇𝒇𝒊𝒏
𝝆𝒑𝒂𝒓𝒂𝒇𝒇𝒊𝒏 =
𝑽𝒑𝒊𝒄𝒏𝒐
20,81334
𝜌𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 = = 0,8325 𝑔𝑟/𝑚𝑙
25𝑚𝐿
Diketahui:
𝑉𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜 = 25𝑚𝐿
15
𝐖𝐚𝐢𝐫
𝛒𝐚𝐢𝐫 =
𝐕𝐩𝐢𝐜𝐧𝐨
27,08
𝜌𝑎𝑖𝑟 = = 1,0832 𝑔𝑟/𝑚𝑙
25𝑚𝐿
Diketahui:
16
41,97 + 41,9 + 41,9
𝑊𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 = = 41,923
3
b) Sample core 2
Diketahui:
a) Sample Core 1
b) Sample Core 2
a) Sample Core 1
b) Sample Core 2
17
7) Penentuan Volume Air dalam Core
a) Sample Core 1
2,2747
𝑉𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑟𝑒 = = 2,1 𝑚𝑙
1,0832
b) Sample Core 2
2,4914
𝑉𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑟𝑒 = = 2,3 𝑚𝑙
1,0832
a) Sample Core 1
1,809
𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑟𝑒 = = 2,173 𝑚𝑙
0,8325
b) Sample Core 2
2,3126
𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑟𝑒 = = 2,778 𝑚𝑙
0,8325
18
10) Penentuan Saturasi Air
𝑉𝑎𝑖𝑟
𝑆𝑤 =
𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖
a) Sample Core 1
2,1
𝑆𝑤 = = 0,4915
4,273
b) Sample Core 2
2,3
𝑆𝑤 = = 0,4529
5,078
𝑉𝑝𝑎𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛
𝑆𝑂 =
𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖
a) Sample Core 1
2,173
𝑆𝑂 = = 0,5085
4,273
b) Sample Core 2
2,778
𝑆𝑂 = = 0,547
5,078
𝑉𝑝𝑜𝑟𝑖
∅= × 100%
𝑉𝑏𝑢𝑙𝑘
a) Sample Core 1
4,273 18,96%
∅= × 100% = 0,1896 =
22,534
19
b) Sample Core 2
5,078
∅= × 100% = 0,2207 = 22,07%
23,009
20