ASISTEN
(SYAWAL RAMADHAN)
MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan rahmat Allah SWT,, pada hari jumat tanggal 12 Maret 2021
Laboratorium Pengantar Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas
Muslim Indonesia menerangkan bahwa :
Nama Stambuk
Lisa (09220190013)
Putri Andini (09220190018)
Olivia Aldisa Welly (09220190006)
Feby Febriana (09220190017)
Didi Haryadi (09220190148)
Mengetahui Mengetahui
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan praktikum pada Laboratorium Pengantar Teknik Kimia II yang
berjudul “PENETAPAN NILAI TRAYEK PH DENGAN METODE PH METER”
ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang penulis harapkan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak dapat terselesaikannya tanpa bantuan
beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada ibunda tercinta
dan tersayang atas segala dukungannya, serta asisten yang telah telah membimbing
dan membantu dalam penyusunan laporan ini serta teman-teman dengan segala
semangatnya, sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Dengan demikian, penulis mengharapkan saran maupun kritik yang dapat
membangun untuk perbaikan kedepannya. Sehingga akhir kata, diharapkan semoga
laporan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi siapapun yang membacanya. Aamiin
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
3.4 Diagram Alir .....................................................................................32
BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perhitungan ................................................................................... 33
4.2 Hasil Pembahasan .............................................................................35
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................36
5.2 Saran.................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN
LAMPIRAN B PERHITUNGAN
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GRAFIK
viii
DAFTAR SIMBOL
M = Molaritas (mol/L)
N = Normalitas (mol.eq/L)
V = Volume (ml)
BM = Berat molekul (gr/mol)
% = Kadar (%)
w = Massa (gram)
ix
ABSTRAK
Asam dan basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting. Asam
dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa
Latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang
berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama diketahui
bahwa asam dan basa saling menetralkan. Di alam, asam juga ditemukan dalam
buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah jeruk berfungsi untuk memberi
rasa limun yang tajam. Cuka mengandung asam asetat, dan asam tanak dari kulit
pohon digunakan untuk menyamak kulit. Asam mineral yang lebih kuat telah
dibuat sejak abad pertengahan, salah satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang
digunakan oleh para peneliti untuk memisahkan emas dan perak. Berkaitan
dengan sifat asam dan basa, larutan dikelompokkan dalam tiga golongan yaitu
bersifat asam, basa dan netral. Sifat asam-basa dari suatu larutan juga dapat
ditunjukkan dengan mengukur pHnya. pH adalah suatu parameter yang digunakan
untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam mempunyai pH lebih
kecil dari 7. Larutan basa mempunyai pH lebih besar dari 7. Sedangkan larutan
netral mempunyai pH = 7. Mempelajari cara menentukan pH dan sifat larutan
sangat penting untuk mengetahui apakah larutan itu bersifat asam ataupun basa.
Biasanya cara yang digunakan untuk menentukan sifat dan pH larutan adalah
menggunakan indikator. Indikator tersebut antara lain kertas lakmus, larutan
fenolftalein, brotimol biru, metil merah, serta metil orange. Ada beberapa cara
yang lazim digunakan para ilmuwan dan manusia dalam mengukur pH suatu
larutan, diantaranya adalah dengan menggunakan indikator universal atau kertas
indikator pH (lakmus), menggunakan pH meter, menggunakan kertas lakmus
ataupun dengan cara melalui perhitungan dengan mengetahui suatu konsentrasi
pada suatu larutan tersebut. pH atau derajat keasaman digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat atau larutan.
Menyiapkan alat dan bahan, kemudian menimbang padatan NaOH sebanyak
20 gram kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 250 mL, kemudian
memasukkan larutan ke dalam labu ukur 250 mL untuk diencerkan dan
dihomogenkan, kemudian memipet asam asetat sebanyak 8 mL ke dalam labu
ukur 250 mL untuk diencerkan, asam asetat yang telah jadi kemudian
memindahkan ke dalam buret, sebelum di gunakan pH meter di kalibrasi terlebih
dahulu dengan larutan yang kadar pH telah di ketahui yaitu larutan buffer, setelah
proses kalibrasi selesai sensor pH di netralkan dengan menggunakan aquadest,
selanjutnya menampung larutan NaOH ke dalam gelas piala 250 mL untuk diuji
nilai pH awal tanpa penambahan asam asetat (CH3COOH), dan kemudian
menambahkan larutan asam asetat pada masing-masing pengujian pH untuk
penambahan asam asetat 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 mL, kemudian
melakukan kembali pengujian pada masing-masing penambahan asam asetat.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat di simp;ulkan
bahwa pada penambahan asam asetatat pada larutan 0, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40,
45 dan 50 mL, pH yang diperoleh adalah (13,60), (13,20), (12,87), (12,61),
(12,42), (12,30), (12,25), (12,23), (12,12), (11,92) dan (11,62) dari percobaan
tersebut mengalami penurunan pH pada penambahan 0 sampai dengan 50 mL.
x
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Rentang nilai pH yang menyebabkan indikator berubah pada warna
disebut dengan trayek pH. Apabila npH < trayek pH (di bawah trayek
pH) maka indikator akan menunjukkan warna asamnya. Sedangkan
apabila pH > trayek pH (di atas trayek pH) maka indikator akan
menunjukkan warna basa.
Beberapa zat atau senyawa yang dapat digunakan sebagai trayek pH
indikator misalnya methyl orange (metil jingga) yang akan berwarna
kuning jika pH lebih besar dari 4,4 sehingga dapat mendeteksi asam
lemah dan asam kuat dan fenolftalein yang berwarna merah jika berada
dalam lingkungan basa kuat (Setiawati, 2019).
2.1.3 Asam
Asam (sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum
merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam defenisi
moderen, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion H + )
kepada zat lain (yang disebut basa), atau dapat menerima pasangan
elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi dengan suatu basa
dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam. Contoh asam adalah
asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan asam sulfat (yang digunakan
dalam baterai atau aki mobil) Asam umumnya berasa masam, walaupun
demikian mencicipi rasa asam terutama asam pekat dapat berbahaya dan
tidak dianjurakan untuk dicicipi (Budioni, 2016).
2.1.4 Basa
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion
hydronium ketika dilarutkan dalam air. Basa adalah lawan dari asam,
yaitu ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari
7. Basa merupakan senyawa yang jika dilarutkan dalam air
menghasilkan ion OH.
Basa merupakan zat atau senyawa yang dapat mendonorkan
pasangan elektron bebas dari zat atau senyawa dan akan membentuk
suatu ikatan-ikatan baru (Vogel, 2015).
5
2.1.5 Sifat-sifat Asam Basa
Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan
dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Asam
memiliki sifat berikut (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
a. Asam memiliki rasa masam misalnya, cuka yang mempunyai rasa
dari asam asetat, dan lemon serta buah - buahan sitrun lainnya yang
mengandung asam sitrat.
b. Asam menyebabkan perubahan warna pada zat warna tumbuhan
misalnya, mengubah warna lakmus dari biru menjadi merah.
c. Asam bereaksi dengan logam tertentu seperti seng, magnesium, dan
besi menghasilkan gas hidrogen. Reaksi yang khas adalah antara
asam klorida dengan magnesium.
d. Asam bereaksi dengan karbonat dan bikarbonat seperti Na2CO3,
CaCO3, dan NaHCO3 menghasilkan gas karbon dioksida.
e. Larutan asam pada air menghantarkan arus listrik.
Basa bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan suatu larutan
dengan pH lebih dari 7 (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
Basa memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Basa memiliki rasa pahit.
b. Basa terasa licin misalnya, sabun yang mengandung basa memiliki
sifat ini.
c. Basa menyebabkan suatu perubahan warna pada zat warna tumbuhan
misalnya, yaitu mengubah warna lakmus dari merah menjadi biru.
d. Larutan basa pada air menghantarkan arus listrik.
2.1.6 Teori Asam Basa
Asam dan basa adalah dua golongan zat kimia yang sangat umum
ditemukan di sekitar kita. Sebagai contoh, cuka, asam sitrun, dan asam
dalam lambung tergolong asam, sedangkan kapur sirih dan soda api
tergolong basa. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda. Pada
mulanya, asam dan basa dibedakan berdasarkan rasanya, dimana asam
terasa masam sedangkan basa terasa pahit dan licin seperti sabun.
6
Namun, secara umum zat-zat asam maupun basa bersifat korosif dan
beracun khususnya dalam bentuk larutan dengan kadar tinggi diuji
metode merasakannya (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
Asam dan basa adalah besaran yang sering digunakan untuk
pengolahan sesuatu zat, baik di industry maupun kehidupan sehari-hari,
pada industry kimia, keasaman merupakan variabel yang menentukan
mulai dari pengolahan bahan baku, menentukan kualitas produksi yang
diharapkan sampai pengendalian limbah industry agar dapat mencegah
pencemaran pada lingkungan. Pada bidang pertanian, keasaman pada
waktu mengelola tanah pertanian perlu diketahui. Untuk mengetahui
dasar pengukuran derajat keasaman akan diuraikan dahulu pengertian
derajat keasaman itu sendiri. Pada prinsipnya pengukuran suatu pH
adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara
larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membrane class) yang
telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas
yang tidak diketahui (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan
berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya relative kecil dan
aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektro kimia
dari ion hydrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan
elektroda pembanding. Sebagai catatan alat tersebut tidak mengukur arus
tetapi hanya mengukur tegangan.
a. Teori Asam Basa Arrhenius
Teori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun 1884 oleh
Svante August Arrhenius. Menurut Arrhenius, definisi dari asam dan
basa, yaitu:
1. asam adalah senyawa yang jika di larutkan dalam air akan
melepaskan ion H + .
2. basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan
ion OH − .
7
Gas asam klorida (HCl) yang larut dalam air tergolong asam
Arrhenius, sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H + dan Cl− di
dalam air. Berbeda dengan metana (CH4) yang bukan asam Arrhenius
karena tidak dapat menghasilkan ion H + dalam air meskipun memiliki
atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa Arrhenius,
sebagaimana NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi menjadi
ion Na+ dan OH − ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam dan basa
Arrhenius sebagai pelarut (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
b. Teori Asam Basa Brønsted–Lowry
Pada tahun 1923, Johannes N. Brønsted dan Thomas M. Lowry
secara terpisah mengajukan definisi asam dan basa yang lebih luas.
Konsep yang diajukan tersebut didasarkan pada fakta bahwa reaksi
asam - basa melibatkan transfer proton (ion H + ) dari satu zat ke zat
lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai
pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton.
Jadi, menurut definisi asam basa Brønsted–Lowry,
1. asam adalah donor proton.
2. basa adalah akseptor proton.
Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi
HCl ketika dilarutkan dalam air, HCl berperan sebagai asam dan
H2 O sebagai basa (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
c. Teori Asam Basa Lewis
Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa
yang lebih luas dibanding kedua teori sebelumnya dengan
menekankan pada pasangan elektron yang berkaitan dengan struktur
dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis,
1. asam adalah akseptor pasangan elektron.
2. basa adalah donor pasangan elektron.
Berdasarkan definisi Lewis, asam yang berperan sebagai
penerima pasangan elektron tidak hanya H + . Senyawa yang memiliki
orbital kosong pada kulit valensi seperti BF3 juga dapat berperan
8
sebagai asam. Sebagai contoh, reaksi antara BF3 dan NH3 merupakan
reaksi asam basa, dimana BF3 sebagai asam Lewis dan NH3 sebagai
basa Lewis. NH3 pasangan elektron BF3 ikatan dan itu yang jadi
suatu kovalen koordinasi (Wulandari,Susilaningsih, Kasmui, 2018).
2.2 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau
lebih. Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat
yang jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang
jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja
dipilih zat yang lebih sedikit sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya,
tetapi di sini akan digunakan pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut
dan terlarut. Selanjutnya, campuran yang dapat saling melarutkan satu lama
lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara
merupakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak bercampur
membentuk dua fasa dinamakan cairan immiscible (Khaerunnisa, 2017).
Larutan dapat terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antara
molekul-molekul solven dan solute ada jenis larutan ini gaya tarik antara
solute lebih dominan daripada larutan antara cairan dengan cairan. Dalam
suatu zat padat, molekul-molekul atau ion-ionnya tersusun dengan baik dan
gaya tariknya maksimum. Agar terbentuk suatu larutan, gaya tarik antar
partikel solute dan solven harus baik (Matana Orpa, 2016).
2.2.1 Larutan memiliki beberapa jenis, yaitu diantaranya adalah :
a. Larutan Ideal dan Non Ideal
Dalam suatu sistem, atom-atom, ion-ion, dan molekul-
molekul nyata saling mempengaruhi satu sama lain sehingga
perilakunya sukar diramalkan secara tepat. Akibat kesukaran
meramalkan perilaku zat nyata menimbulkan cara atau model
yang dapat menjelaskan prilaku secara teoritis, dinamakan
hukum ideal. Oleh karena itu, muncul istilah larutan ideal,
9
sebagai upaya untuk menjelaskan keadaan sistem dari larutan
nyata.
Molekul-molekul gas ideal dipandang sebagai molekul-
molekul bebas yang tidak berinteraksi satu sama lain. Dengan
demikian, dalam larutan cair pendekatan keidealan berbeda
dengan gas ideal. Dalam larutan ideal ini, partikel-partikel pelarut
dan terlarut yang dicampurkan berada dalam kontak satu sama
lain. Pada larutan ideal dengan zat terlarut molekuler, gaya
antaraksi antara semua partikel pelarut dan juga terlarut setara
atau yang sebanding (Khaerunnisa, 2017).
b. Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit
Dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam bentuk ion
- ionnya maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion
Na+ dan ion Cl− masing-masing terhidrasi dalam air, dan ion
yang terhidrasi itu secara bebas dapat bergerak ke seluruh
medium larutan. Akan tetapi apabila glukosa atau etanol larut
dalam air, zat-zat tersebut tidak berada dalam bentuk ioniknya
melainkan dalam bentuk molekulernya. Zat-zat yang di dalam air
membentuk ion-ion dinamakan zat elektrolit, dan larutan yang
dibentuknya dinamakan larutan elektrolit. Secara eksperimen
larutan elektrolit dapat diketahui dari sifatnya, misalnya dapat
menghantarkan arus listrik. Zat-zat yang tergolong elektrolit,
yaitu asam, basa, dan garam.
Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di dalam pelarut air
membentuk molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan
yang dibentuknya dinamakan larutan non-elektrolit. Dalam
keadaan murni, asam merupakan senyawa kovalen, tetapi jika
dilarutkan ke dalam air menjadi ion-ion (Khaerunnisa, 2017).
c. Larutan Jenuh, Tak Jenuh, dan Lewat Jenuh
Larutan tak jenuh mengandung zat terlarut dengan
konsentrasi lebih kecil daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada
10
25°C yang mengandung NaCl kurang dari 36,5 gram disebut
larutan tak jenuh. Dalam larutan tak jenuh belum dicapai
kesetimbangan antara zat terlarut dan zat yang tidak larutnya.
Jika zat terlarut ditambahkan ke dalam larutan maka larutan
mendekati jenuh.
Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak
stabil, sebab larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya
melebihi konsentrasi kesetimbangannya. Larutan lewat jenuh
umumnya terjadi jika larutan yang sudah melebihi jenuh pada
suhu tinggi diturunkan sampai mendekati suhu kamar. Keadaan
lewat jenuh ini dapat dipertahankan selama tidak ada inti yang
dapat mengawali rekristalisasi. Jika sejumlah kecil kristal
natrium asetat ditambahkan maka rekristalisasi segera
berlangsung hingga dicapai keadaan jenuh. Serpihan yang
berbentuk kristal natrium asetat yang akan ditambahkan tadi yang
akan menjadi inti (Khaerunnisa, 2017).
2.2.2 Larutan Penyangga
Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat
menjaga (mempertahankan) pHnya dari penambahan asam, basa,
maupun pengenceran oleh air. pH larutan buffer tidak berubah
(konstan) setelah penambahan sejumlah asam, basa, maupun air.
Larutan buffer mampu menetralkan penambahan asam maupun basa
dari luar. Secara umum, larutan penyangga digambarkan sebagai
campuran yang terdiri dari Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya
(ion A− ), campuran ini menghasilkan larutan bersifat asam. Basa
lemah (B) dan basa konjugasinya (BH + ), campuran ini menghasilkan
larutan bersifat basa. Komponen larutan penyangga terbagi menjadi:
1. Larutan penyangga yang bersifat asam
Larutan ini mempertahankan pH daerah asam (pH < 7).
Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan
garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun
11
cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan
suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam
jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang
mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan.
Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium,
kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
2. Larutan penyangga yang bersifat basa
Larutan ini akan mempertahankan pH pada daerah basa
(pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa
lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat.
Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa
lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya
dicampurkan berlebih.
Larutan buffer atau larutan penyangga adalah larutan yang
harga pHnya tidak berubah dengan penambahan sedikit asam,
basa, atau air. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan
penyangga asam dan larutan penyangga basa. Larutan penyangga
asam mempertahankan pH pada daerah asam (pH <7),
sedangkan larutan penyangga basa mempertahankan pH pada
daerah basa (pH > 7). Larutan penyangga asam mengandung
suatu asam lemah dan basa konjugasi , larutan penyangga basa
mengandung basa lemah, asam (Adianto Ramadhan Mia, 2015).
Larutan penyangga sangat berperan dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa fungsi larutan penyangga dalam kehidupan
dapat kalian pelajari pada uraian di bawah ini.
a. Larutan penyangga dalam darah
pH darah tubuh manusia berkisar antara 7,3 -7,45. pH
darah tidak boleh kurang dari 7,0 dan tidak boleh melebihi
7,8 karena akan berakibat fatal bagi manusia. Organ yang
paling berperan untuk menjaga pH darah adalah paru - paru
dan ginjal.
12
Kondisi di mana pH darah kurang dari 7,35 disebut
asidosis. Faktor yang mempengaruhi kondisi asidosis yaitu
penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis, dan diare
terus-menerus. Sedangkan kondisi di mana pH darah lebih
dari 7,45 disebut alkolosis. Kondisi ini disebabkan muntah
yang hebat, kondisi ketika bernafas terlalu cepat karena
cemas atau histeris pada ketinggian
b. Larutan Penyangga Dalam Obat - obatan
Sebagai obat penghilang rasa nyeri, aspirin
mengandung asam asetilsalisilat. Beberapa merek aspirin
juga ditambahkan zat untuk menetralisir kelebihan asam
di perut, seperti MgO. Obat suntik atau obat tetes mata,
pH - nya harus disesuaikan dengan pH cairan tubuh. Obat
tetes mata harus memiliki pH yang sama dengan pH air
mata agar tidak menimbulkan iritasi yang mengakibatkan
rasa perih pada mata. Begitu pula obat suntik harus
disesuaikan dengan pH darah.
c. Larutan Penyangga Dalam Industri
Dalam industri, larutan penyangga digunakan untuk
penanganan limbah. Larutan penyangga ditambahkan
pada limbah untuk mempertahankan pH 5-7,5. Itu untuk
memisahkan materi organik pada limbah sehingga layak
di buang ke perairan.
2.2.3 Larutan Standar
Larutan standar adalah larutan yang dibuat dan diketahui
konsentrasinya secara teliti. Larutan standar dikelompokkan menjadi
larutan standar primer dan sekunder. Larutan standar primer adalah
larutan baku yang konsentrasinya dapat langsung diketahui dari berat
bahan yang sangat murni yang dilarutkan dan volume larutannya
diketahui. Larutan standar sekunder yaitu larutan baku yang
konsentrasinya tidak diketahui dengan pasti karena bahan yang
13
digunakan untuk membuat larutan tersebut memiliki kemurnian yang
rendah. Syarat-syarat larutan standar primer adalah sebagai berikut:
1. Kemurnian tinggi atau mudah dimurnikan (misalnya dengan
dikeringkan) dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni
2. Zat harus mudah diperoleh (tersedia dengan mudah)
3. Zat harus tidak berubah dalam udara selama penimbangan (stabil
terhadap udara)
4. Bukan kelompok hidrat
5. Zat mempunyai berat ekivalen yang tinggi
6. Zat mudah larut
7. Jika suatu reagensia tersedia dalam keadaan murni, suatu larutan
dengan normalitas tertentu disiapkan hanya dengan menimbang
satu ekivalen atau kelipatan dari satu ekivalen, melarutkannya
dalam pelarut, biasanya air dan mengencerkan larutan sampai
volume yang diketahui. Pada prakteknya lebih mudah untuk
menyiapkan larutan standar tersebut lebih pekat daripada yang
diperlukan, kemudian mengencerkannya dengan air suling
sampai diperoleh normalitas yang dikehendaki. Jika N1 adalah
normalitas yang diperlukan, V1 Volume setelah pengenceran, N2
Normalitas yang semula dan V2 volume semula yang dipakai
maka :
V1 ×N1 = V2 ×N2
14
2.3 Air Suling
Air suling adalah air yang berasal dari proses distilasi (penyulingan),
Air suling dengan tingkat kemurnian tinggi (ultrapuredistilled water) dapat
diperoleh dengan melakukan penyulingan ulang air suling biasa. Kemudian
air hasil penyulingan kedua kali tersebut dialirkan melalui sistem saringan
dengan karbon aktif dan tabung deionisasi. Air murni diperoleh dengan cara
penyulingan (destilasi), tujuan dari destilasi yaitu memperoleh cairan murni
dari cairan yang telah tercemari zat terlarut, atau bercampur dengan cairan
lain yang berbeda titik didihnya. Cairan yang dikehendaki dididihkan hingga
menguap kemudian uap diembunkan melalui kondensor, sehingga uap
mencair kembali. Cairan hasil destilasi ini disebut destilat. Air murni antara
lain dipergunakan untuk keperluan dilaboratorium kimia, dan perawatan
kesehatan.
Akuades merupakan pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan hampir
semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang segera melarut di dalam
akuades mencakup berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus
fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton. Kelarutannya
disebabkan oleh kecenderungan molekul akuades untuk membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol atau gugus karbonil
aldehida dan keton.
Akuades merupakan air hasil penyulingan yang bebas dari zat-zat
pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium. Akuades berwarna
bening, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Akuades biasa digunakan
untuk membersihkan alat-alat laboratorium dari zat pengotor. Kualitas air
yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen lain
di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu
parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya),
parameter kimia (pH, oksigenterlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya)
dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya).
(Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama
15
adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia (suhu,
𝑜2 terlarut, co2 bebas, pH, Konduktivitas, Kecerahan, Alkalinitas), yang
kedua pengukuran air (Khotimah, Anggraeni and Setianingsih, 2018).
16
dagangan lainnya, seringkali ditemukan adanya pemalsuan asam cuka
terutama dalam hal kadarnya. Oleh karena itu, maka kontrol analisis
kemurnian asam cuka harus terus dipantau agar konsumen tidak dirugikan.
Uji kemurnian asam asetat dalam perdagangan dapat dilakukan melalui
penentuan massa jenisnya. Dengan mengetahui massa jenis standar
(misalnya untuk asam cuka 25%), maka berdasarkan hasil pengukuran
massa jenisnya dapat ditentukan kadarnya. Umumnya cuka yang dipalsukan
menunjukkan massa jenis yang lebih kecil. Cara ini meskipun sangat mudah
tetapi sebenarnya tidak terlalu dapat dipertanggungjawabkan mengingat
kemungkinan pemalsuan dilakukan dengan menambahkan zat aditif tertentu
sehingga dengan uji massa jenis tidak terdeteksi adanya pemalsuan tersebut.
Secara kimia, analisis asam asetat yang paling mudah dilakukan adalah
dengan cara mentitrasi larutan asam-basa. Asam asetat juga dapat ditentukan
kemurniannya dengan cara titrasi yang menggunakan larutan NaOH.
Larutan NaOH yang digunakan itu harus terlebih dahulu dibakukan dahulu
terhadap larutan baku primer, asam oksalat (Permanasari, 2016).
aA + tT Produk
dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T.
Reagensia T disebut titran, ditambahkan sedikit–sedikit, biasanya dari dalam
buret. Larutan dalam buret bisa berupa larutan standar yang konsentrasinya
diketahui dengan cara standarisasi ataupun larutan dari zat yang akan
ditentukan konsentrasinya.
17
Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara kimia
setara atau ekuivalen dengan A, maka keadaan tersebut dikatakan telah
mencapai titik ekuivalensi atau disingkat TE dari titrasi itu. Namun kapan
tepatnya tercapai suatu titik ekuivalensi tidak dapat dilihat secara kasat mata.
Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan,
digunakanlah suatu zat yang disebut indikator yang dapat menunjukkan
terjadinya kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna yang
terjadi ini bisa tepat atau tidak tepat pada titik ekivalen. Titik dalam titrasi
pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir titrasi atau disingkat
dengan TA, idealnya adalah titik akhir titrasi sedekat mungkin dengan titik
ekivalen sehingga pemilihan indikator yang tepat merupakan salah satu
aspek dalam yang paling penting dalam analisis Volumetri (Titrimetri) untuk
mengimpitkan kedua titik (Gravimetri and Semester, 2019).
Berdasarkan reaksi kimia yang berperan sebagai dasar dalam analisis
titrimetri, maka metoda analisa Titrimetri dikelompokkan dalam empat jenis,
yaitu :
1. Reaksi Asam-basa
2. Reaksi Oksidasi–Reduksi
3. Reaksi Pengendapan
4. Reaksi Pembentukan Kompleks
Berdasarkan cara titrasinya, titrimetri dikelompokkan menjadi:
1. Titrasi langsung. Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung
terhadap zat yang akan ditetapkan.
2. Titrasi tidak langsung. Cara ini dilakukan dengan cara penambahan titran
dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan
titran lain, volume titrasi yang didapat menunjukkan jumlah
ekuivalen dari kelebihan titran, sehingga diperlukan titrasi blanko.
Larutan blanko adalah larutan yang berisi semua pereaksi yang
digunakan tanpa sampel.
Syarat reaksi yang harus dipenuhi dalam analisis titrimetri adalah:
18
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu.
Tidak boleh ada reaksi samping.
2. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik
secara kimia maupun fisika.
3. Harus ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi, jika
reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator
potensiometrik dapat digunakan pula.
4. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam
beberapa menit.
Dalam bahan makanan banyak mengandung senyawa yang bersifat
asam ataupun basa, misalnya asam askorbat dalam buah - buahan, asam
asetat dalam cuka, senyawa karbonat dalam minuman dan lain-lain.
Komponen utama cuka yang terdapat di pasaran adalah asam asetat
walaupun terdapat sedikit asam lain di dalamnya. Biasanya kadar total asam
dalam cuka dinyatakan dengan konsentrasi asam asetat. Dalam beberapa
kasus kadar asam asetat yang terdapat di dalam larutan cuka tersebut tidak
sesuai dengan nilai konsentrasi asam asetat yang tercantum dalam kemasan
cuka tersebut. Untuk menentukan kadar senyawa-senyawa tersebut dapat
dilakukan analisis dengan menggunakan metode titrasi berdasarkan reaksi
penetralan (asam basa). Sebelum melakukan titrasi penetralan perlu
memahami prinsip dasar reaksi penetralan yaitu reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
sehingga menghasilkan air yang bersifat netral. Setelah memahami prinsip
dasar titrasi penetralan kemudian melakukan pemilihan larutan standar yang
akan digunakan untuk mentitrasi sampel, melakukan standarisasi larutan
standar, melakukan titrasi sampel dan melakukan perhitungan kadar sampel
serta bagaimana membuat laporan hasil titrasi. Untuk mengetahui kapan
suatu titrasi berakhir (titik akhir titrasi) maka diperlukan suatu indikator.
Indikator yang digunakan harus dipilih agar trayek pH indikator sesuai
dengan trayek pH titrasi pada saat titik ekivalen tercapai sehingga titik akhir
19
titrasi dapat ditentukan dengan tepat pada saat indikator tepat berubah warna
tidak berubah warnanya beberapa detik (Gravimetri and Semester, 2017).
20
2.7 Sensor pH
Sensor pH adalah sensor yang dapat mengukur derajat keasaman (pH)
pada suatu larutan. Prinsip kerja sensor pH ini terletak pada elektrode
referensi dan elektrode kaca yang memiliki ujung berbentuk bulat (bulb)
yang berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran ion positif (H + ),
pertukaran ion menyebabkan adanya beda potensial antara dua elektrode
sehingga pembacaan potensiometer akan menghasilkan positif atau negatif.
pH sensor module sangat diperlukan pada sensor pH untuk
mengkonversikan nilai keluaran dari sensor (beda potensial antara kedua
elektroda) menjadi nilai analog berbentuk sinyal voltage. Nilai analog
tersebut yang akan diolah oleh mikrokontroler untuk menentukan derajat
keasamaan (pH) suatu larutan termasuk dalam kondisi normal, asam, atau
basa. Sensor pH digunakan untuk menentukan derajat keasaman atau
kebasaan suatu larutan. Pengukuran dan pengendalian pH sangat penting
bagi studi kimia dan biologi di laboratorium praktikum dan bidang beberapa
industri yang ada di dunia (Mikrokontroller and Uno, 2014).
Pada umumnya jenis sensor pH yang banyak digunakan terbuat dari
bahan gelas yang memiliki ukuran yang relatif besar, memiliki tahanan
dalam yang sangat besar dalam orde Mega-Ohm dan mudah pecah bila
terjatuh atau terbentur. Berbagai usaha telah dilakukan untuk miniaturisasi
sensor pH dengan menggunakan teknologi monolitik dan teknologi film
tanpa mengubah fungsinya agar dapat lebih menghemat ruang dan biaya
seiring dengan perkembangan teknologi mikroelektronika saat ini, teknik
microfabrication dapat digunakan secara efektif untuk pembuatan sensor
elektro kimia seperti sensor pH [5-7].
Adapun aplikasi sensor dapat ditemui dalam banyak peralatan
konsumen, otomotif, laboratorium, pengelolaaan lingkungan, konservasi
energi, pabrikasi, industri, kedokteran, pertambangan, pertanian, dan
sebagainya. Aplikasi sistem sensor ini masih dan akan terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan. Namun, sensor yang ada saat ini di pasaran
hampir semuanya adalah produksi luar negeri (import). Oleh karena itu
21
penguasaan teknologi sensor ini sangat diperlukan mengingat aplikasinya
yang terus berkembang dan pemenuhan kebutuhan sensor didalam negeri
masih diimpor karena kita masih belum bisa memproduksi sendiri sensor
pada pH meter yang sering digunakan (Desmira dan Aribowo, 2018).
2.8 Titrasi
Titrasi perupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsenrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat dalam proses
titrasi. Sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basah maka disebut
sebagai titrasi asam basah, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi
reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Nuryanti et al., 2016).
Titrasi asam basah di sebut juga dengan titrasi adisi alkalimetri. Kadar
atau konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode
volumetrik dengan titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia
kuanitatif untuk menentukan kadar sampel dengan pengukuran volume
larutan yang terlibat reaksi yang berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan
kimia ditetapkan mellui titik akhir titrasi yang diketahui dari perubahan
warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitunan
berdasarkan persamaan reaksi (Mukhlizar, Hartati and Murhaban, 2018).
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi
larutan asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupaan reaksi asam basa
(netralisasi) larutan yang konsentrasinya yang sudah diketahui disebut
dengan larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat
abis bereaksi dengan disertai dengan perubahan warna indikatornya. Titik
akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna pada indikator.
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat
dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat
disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan,
yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan
tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer.
22
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi
persyaratan berikut:
a. Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya.
b. Harus stabil.
c. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis, sehingga tidak menyerap
uap air, tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan.
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi
mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun dalam suatu sampel,
sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa
banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain,
analisis kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam
sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan
yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi
suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang
diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang
didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan
standar disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang
digunakan adalah suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang
dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu
basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis
alkalimetri.
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif
yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi
secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan
kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar.
Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang
digunakan dan hokum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu
digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan
analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik
23
menyatakan proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat
dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang
melibatkan gas-gas tersebut (Virliantari et al., 2018).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila
memenuhi persyaratan berikut:
a. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan
dalam waktu yang tidak terlalu lama.
b. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat
kesetaraan yang pasti dalam reaktan.
c. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
d. Mempunyai massa ekuivalen yang besar
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana
sejumlah asam di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi terjadi
perubahan pH. Pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisasi asam basa. Titrasi adalah pengukuran suatu
lartan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi semprna dengan
sejumlah reaktan tertentu (Ngafifuddin, Sunarno and Susilo, 2017).
24
Indikator buatan telah lama digunakan sebagai indikator pada titrasi
asam basa. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan pencemaran lingkungan
yang dihasilkan, ketersediaan dan biaya yang harus dikeluarkan, indikator
alami bketika berada dalam medium asam atau basa memiliki
perbedaan warna mencolok. Indikator asam basa adalah zat yang dapat
digunakan untuk menentukan sifat larutan berdasarkan perubahan
warnanya jika berada dalam keadaan asam atau basa (Chimayah, 2016).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikataan bahwa indikator
merupakan suatu alat atau zat yang dapat digunakan untuk menentukan
sifat larutan berdasarkan perbedaan warna tampak yang diberikan oleh zat
tersebut pada saat suasana berbeda dan pada suatu kondisi rentan pH itu
tertentu.
Jenis indikator yang khas adalah memiliki warna berbeda dari basa
konjugatnya yang merupakan asam organik lemah. Konsentrasi molekul
indikator yang baik tidak berpengaruh terhadap pH larutan. Selain itu,
indikator yang baik juga memiliki intensitas warna sedemikian rupa
sehingga hanya beberapa tetes saja larutan indikator yang harus
ditambahkan pada larutan uji (Chimayah, 2016).
Menurut jenisnya, indikator asam basa terbagi menjadi dua, yaitu
indikator buatan dan indikator alam.
a. Indikator Buatan
Indikator buatan adalah indikator asam basa yang telah dibuat di
laboratorium atau di pabrik - pabrik kimia yang telah diuji
keakuratannya. Indikator buatan adalah zat yang akan berubah warna
sesuai dengan tingka keasaman larutan. Jenis - jenis indikator buatan
yang digunakan yaitu di antaranya adalah sebagai berikut:
25
1. Indikator universal
26
3. Kertas Lakmus
27
b. Indikator Alami
Indikator alam merupakan indikator yang dibuat dari bagian
tumbuhan yang berwarna dan dapat berubah warna ketika dalam
suasana asam atau basa. Warna yang dihasilkan adalah warna yang
terkandung dalam tumbuhan itu sendiri dan bergantung pada jenis
tanamannya.
Tumbuhan yang biasa digunakan sebagai indikator alam adalah
bunga-bungaan, daun-daunan, kulit dari buah-buahan ataupun tanaman
lainnya. Contohnya kol ungu dalam larutan asam berwarna merah
ungudan dalam larutan basa berwarna hijau.
Hampir semua tumbuhan yang berwarna dapat digunakan sebagai
indikator alam walaupun kadang-kadang warna yang dihasilkan itu
kurang begitu jelas. Indikator alam ini dapat diperoleh dengan cara
mengekstraksi senyawa yang berasal dari tumbuhan penghasil zat
warna. Senyawa ini diantaranya antosianin, betalin, biksin dan brasilin.
Indikator alam tidak tahan dalam bentuk larutannya dan memiliki
trayek pH yang spesifik. Oleh karena itu indikator alam tidak tahan
alam bentuk larutan, maka ada cara yang baik agar indikator alam dapat
bertahan dalam bentuk kertas pH dan serbuk (Chimayah, 2016).
Cara pembuatan indikator alam tidaklah terlalu sulit. Dalam suatu
penelitian dikemukakan bahwa pengekstraksian bahan alam dengan
menggunakan etanol 70% akan menghasilkan ekstrak zat warna yang
bisa menjadi indikator asam basa (Chimayah, 2016).
Pada pengujian nilai pH, digunakan indikator universal dengan
cara membandingkan warna yang didapat dengan warna standar
yang terdapat pada indikator universal. Warna standar tersebut
memiliki trayek pH (derajat keasaman) dari 1 sampai 14.
Indikator alam yaitu indikator yang dibuat dari bagian tumbuhan
yang berwarna dan dapat berubah warna ketika dalam suasana asam atau
basa. Warna yang dihasilkan adalah warna yang terkandung dalam suatu
tumbuhan itusendiri dan bergantung pada jenis tanamannya.
28
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
Gambar 10. Labu Ukur Gambar 11. Oven Gambar 12. Gelas Piala
250 mL 250 mL
1000 mL
3.2 Bahan
3.2.1 Asam Asetat (CH3COOH) 2 M
3.2.2 Natrium Hidroksida (NaOH) 3 N
3.2.3 Aquadest (H2O)
3.2.4 Larutan Buffer
30
labu ukur 250 mL untuk diencerkan, asam asetat yang telah jadi kemudian
memindahkan ke dalam buret, sebelum di gunakan pH meter di kalibrasi
dengan larutan yang kadar pH telah di ketahui yaitu larutan buffer, setelah
proses kalibrasi selesai sensor pH di netralkan menggunakan aquadest,
selanjutnya menampung larutan NaOH ke dalam gelas piala 250 mL untuk
diuji nilai pH awal tanpa penambahan asam asetat, kemudian menambahkan
larutan asam asetat pada masing-masing pengujian pH untuk penambahan
asam asetat 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 mL, kemudian melakukan
kembali pengujian pada masing-masing penambahan asam asetat.
31
3.4 Diagram Alir
32
BAB IV
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
14
13.69
13.47
13.5
13.21
CH3COOH (mL)
12.94
13 12.76
12.6 12.53
12.49
12.5 12.37
12.27
12
11.64
11.5
0 10 20 30 40 50 60
Penambahan pH NaOH
14
13.6
13.5
13.2
pH NaOH
13 12.87
12.61
12.5 12.4212.3 12.25 12.23
12.12
11.92
12
11.62
11.5
0 10 20 30 40 50 60
Penambahan CH3COOH (mL)
34
Pembahasan:
Berdasarkan teori asam dan basa bahwa untuk reaksi netralisasi
setiap asam yang diteteskan akan bereaksi dengan basa. Penetapan daat
terhenti apabila jumlah mol H+ (asam) setara dengan jumlah mol OH-
(basa). Maka dari itu larutan NaOH jika di tambahkan dengan CH3COOH
dengan jumlah yang sama akan membentuk reaksi netralisasi
meghasilkan garam dan air. Berdasarkan data diperoleh di atas larutan
CH3COOH mengalami penurunan pH(Asam & Basa, 2017).
35
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat di simp;ulkan
bahwa pada penambahan asam asetatat 0, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan
50 mL, pH yang diperoleh adalah (13,60), (13,20), (12,87), (12,61), (12,42),
(12,30), (12,25), (12,23), (12,12), (11,92) dan (11,62) dari percobaan
tersebut mengalami penurunan pH pada penambahan 0 sampai dengan 50
mL.
5.2 Saran
1. Saran Untuk Laboratorium
Agar dilengkapi peralatan laboratorium dan bahan yang ada di dalam
laboratorium.
2. Saran Untuk Asisten
a. Diharapkan kepada asisten lebih sabar mengadapi praktikan
b. Diharapkan kepada asisten fast respon kepada praktikum
c. Diharapkan kepada asisten lebih banyak memberikan saran dan
masukkan
DAFTAR PUSTAKA
5 13,47
10 13,21
15 12,94
20 12,76
25 12,60
30 12,53
35 12,49
40 12,37
45 12,27
50 11,64
Tabel 2. Data pengamatan pH larutan dengan Metode Perhitungan
Volume CH3COOH pH Campuran
(ml)
0 13,60
5 13,20
10 12,87
15 12,61
20 12,42
25 12,30
30 12,25
35 12,23
40 12,12
45 11,92
50 11,62
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
41
= 3 mmol/mL
pOH = -log [OH-]
= -log 3
= 0,4
pH = 14 - pOH
= 14 – 0,4
= 13,60
2. Untuk Penambahan CH3COOH 5 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 5 mL
= 10 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
140 mmol
M =
55 mL
= 2,54 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 2,54 mmol/mL × 1
= 2,54
pOH = -log [OH-]
= -log 2,54
= 0,40
pH = 13,60 - pOH
= 13,60 - 0,40
= 13,20
42
3. Untuk Penambahan CH3COOH 10 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 10 mL
= 20 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
130 mmol
M =
60 mL
= 2,16 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 2,16 mmol/mL × 1
= 2,16
pOH = -log [OH-]
= -log 2,16
= 0,33
pH = 13,20 - pOH
= 13,20 - 0,33
= 12,87
4. Untuk Penambahan CH3COOH 15 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 15 mL
= 30 mmol
43
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
120 mmol
M =
65 mL
= 1,84 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 1,84 mmol/mL × 1
= 1,84
pOH = -log [OH-]
= -log 1,84
= 0,26
pH = 12,87 - pOH
= 12,87 - 0,26
= 12,61
5. Untuk Penambahan CH3COOH 20 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 20 mL
= 40 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
44
110 mmol
M =
70 mL
= 1,57 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 1,57 mmol/mL × 1
= 1,57
pOH = -log [OH-]
= -log 1,57
= 0,19
pH = 12,61 - pOH
= 12,61 - 0,19
= 12,42
6. Untuk Penambahan CH3COOH 25 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 25 mL
= 50 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
100 mmol
M =
75 mL
= 1,33 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 1,33 mmol/mL × 1
= 1,33
pOH = -log [OH-]
= -log 1,33
45
= 0,12
pH = 12,42 - pOH
= 12,42 - 0,12
= 12,30
7. Untuk Penambahan CH3COOH 30 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 30 mL
= 60 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
90 mmol
M =
80 mL
= 1,125 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 1,125 mmol/mL × 1
= 1,125
pOH = -log [OH-]
= -log 1,125
= 0,05
pH = 12,30 - pOH
= 12,30 – 0,05
= 12,25
8. Untuk Penambahan CH3COOH 35 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
46
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 35 mL
= 70 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
80 mmol
M =
85 mL
= 0,94 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 0,94 mmol/mL × 1
= 0,94
pOH = -log [OH-]
= -log 0,94
= 0,02
pH = 12,25 - pOH
= 12,25 – 0,02
= 12,23
9. Untuk Penambahan CH3COOH 40 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 40 mL
= 80 mmol
47
Awal 150 mmol 80 mmol - -
70 mmol
M =
90 mL
= 0,77 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 0,77 mmol/mL × 1
= 0,77
pOH = -log [OH-]
= -log 0,77
= 0,11
pH = 12,23 - pOH
= 12,23 - 0,11
= 12,12
10. Untuk Penambahan CH3COOH 45 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 45 mL
= 90 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
60 mmol
M =
95 mL
= 0,63 mmol/mL
48
[OH-] = M × Valensi
= 0,63 mmol/mL × 1
= 0,63
pOH = -log [OH-]
= -log 0,63
= 0,20
pH = 12,12 - pOH
= 12,12 - 0,20
= 11,92
11. Untuk Penambahan CH3COOH 50 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 50 mL
= 100 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
50 mmol
M =
100 mL
= 0,5 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 0,5 mmol/mL × 1
= 0,5
pOH = -log [OH-]
= -log 0,5
= 0,30
pH = 11,92 - pOH
49
= 11,92 – 0,30
= 11,62
50