Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PRAKTIKUM

PENETAPAN NILAI TRAYEK PH DENGAN METODE PH


METER
KELOMPOK 4/C1
LISA (09220190013)
PUTRI ANDINI (09220190018)
OLIVIA ALDISA WELLY (09220190006)
FEBY FEBRIANA (09220190017)
DIDI HARYADI (09220190148)

ASISTEN

(SYAWAL RAMADHAN)

LABORATORIUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan rahmat Allah SWT,, pada hari jumat tanggal 12 Maret 2021
Laboratorium Pengantar Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas
Muslim Indonesia menerangkan bahwa :
Nama Stambuk
Lisa (09220190013)
Putri Andini (09220190018)
Olivia Aldisa Welly (09220190006)
Feby Febriana (09220190017)
Didi Haryadi (09220190148)

Telah mengikuti praktikum “PENETAPAN NILAI TRAYEK PH DENGAN


METODE PH METER” pada tanggal 6 maret 2021 di Laboratorium Pengantar
Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 12 Maret 2021

Mengetahui Mengetahui

Ir. Munira, S.T., M. Eng. SYAWAL RAMADAN

(Koordinator Asisten) (Asisten)

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan praktikum pada Laboratorium Pengantar Teknik Kimia II yang
berjudul “PENETAPAN NILAI TRAYEK PH DENGAN METODE PH METER”
ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang penulis harapkan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak dapat terselesaikannya tanpa bantuan
beberapa pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada ibunda tercinta
dan tersayang atas segala dukungannya, serta asisten yang telah telah membimbing
dan membantu dalam penyusunan laporan ini serta teman-teman dengan segala
semangatnya, sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Dengan demikian, penulis mengharapkan saran maupun kritik yang dapat
membangun untuk perbaikan kedepannya. Sehingga akhir kata, diharapkan semoga
laporan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi siapapun yang membacanya. Aamiin

Makassar, 12 Maret 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................. viii
DAFTAR SIMBOL ….. ............................................................................ ………..ix
ABSTRAK .............................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Percobaan .............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar pH ......................................................................................... 3
2.2 Larutan ...................................................................................................... 9
2.3 Air Suling ................................................................................................ 15
2.4 Asam Asetat ............................................................................................ 16
2.5 Analisis Titrimetri .................................................................................. 17
2.6 Reaksi Netralisasi ................................................................................... 20
2.7 Sensor pH ................................................................................................ 21
2.8 Titrasi....................................................................................................... 22
2.9 Indikator Asam Basa .............................................................................. 24
BAB III PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat .......................................................................................................... 29
3.2 Bahan ....................................................................................................... 30
3.3 Cara Kerja ............................................................................................... 30

iv
3.4 Diagram Alir .....................................................................................32
BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Perhitungan ................................................................................... 33
4.2 Hasil Pembahasan .............................................................................35
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................36
5.2 Saran.................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN
LAMPIRAN B PERHITUNGAN

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Warna indikator universal


Gambar 2. pH meter
Gambar 3. Lakmus merah dan biru
Gambar 4. Tabel perubahan warna dan trayek pH indikator asam basa
Gambar 5. pH meter
Gambar 6. Botol semprot
Gambar 7. Gelas piala 100 mL
Gambar 8. Pipet skala 10 mL
Gambar 9. Bulb
Gambar 10. Batang pengaduk
Gambar 11. Corong
Gambar 12. Statif dan Buret 100 mL
Gambar 13. Neraca analitik
Gambar 14. Labu Ukur 250 mL
Gambar 15. Oven
Gambar 16. Gelas Piala 250 mL
Gambar 17. Pipet Tetes
Gambar 18. Gelas Piala 1000 mL

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data pengamatan pH larutan dengan metode Ph meter


Tabel 2. Data pengamatan pH larutan dengan metode perhitungan
Tabel 3. Data pengamatan pH larutan dengan metode pH meter
Tabel 4. Data pengamatan pH larutan dengan metode perhitungan

vii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Grafik 4.1 Grafik Hubungan Antara Volume CH3COOH Dengan pH


Larutan Berdasarkan pH Meter
Grafik 4.2 Grafik Hubungan Antara Volume CH3COOH Dengan pH Larutan
Berdasarkan Perhitungan

viii
DAFTAR SIMBOL

M = Molaritas (mol/L)
N = Normalitas (mol.eq/L)

V = Volume (ml)
BM = Berat molekul (gr/mol)

% = Kadar (%)
w = Massa (gram)

Bj = Berat jenis (gr/cm3)

ix
ABSTRAK
Asam dan basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting. Asam
dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari bahasa
Latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang
berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama diketahui
bahwa asam dan basa saling menetralkan. Di alam, asam juga ditemukan dalam
buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah jeruk berfungsi untuk memberi
rasa limun yang tajam. Cuka mengandung asam asetat, dan asam tanak dari kulit
pohon digunakan untuk menyamak kulit. Asam mineral yang lebih kuat telah
dibuat sejak abad pertengahan, salah satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang
digunakan oleh para peneliti untuk memisahkan emas dan perak. Berkaitan
dengan sifat asam dan basa, larutan dikelompokkan dalam tiga golongan yaitu
bersifat asam, basa dan netral. Sifat asam-basa dari suatu larutan juga dapat
ditunjukkan dengan mengukur pHnya. pH adalah suatu parameter yang digunakan
untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam mempunyai pH lebih
kecil dari 7. Larutan basa mempunyai pH lebih besar dari 7. Sedangkan larutan
netral mempunyai pH = 7. Mempelajari cara menentukan pH dan sifat larutan
sangat penting untuk mengetahui apakah larutan itu bersifat asam ataupun basa.
Biasanya cara yang digunakan untuk menentukan sifat dan pH larutan adalah
menggunakan indikator. Indikator tersebut antara lain kertas lakmus, larutan
fenolftalein, brotimol biru, metil merah, serta metil orange. Ada beberapa cara
yang lazim digunakan para ilmuwan dan manusia dalam mengukur pH suatu
larutan, diantaranya adalah dengan menggunakan indikator universal atau kertas
indikator pH (lakmus), menggunakan pH meter, menggunakan kertas lakmus
ataupun dengan cara melalui perhitungan dengan mengetahui suatu konsentrasi
pada suatu larutan tersebut. pH atau derajat keasaman digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat atau larutan.
Menyiapkan alat dan bahan, kemudian menimbang padatan NaOH sebanyak
20 gram kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 250 mL, kemudian
memasukkan larutan ke dalam labu ukur 250 mL untuk diencerkan dan
dihomogenkan, kemudian memipet asam asetat sebanyak 8 mL ke dalam labu
ukur 250 mL untuk diencerkan, asam asetat yang telah jadi kemudian
memindahkan ke dalam buret, sebelum di gunakan pH meter di kalibrasi terlebih
dahulu dengan larutan yang kadar pH telah di ketahui yaitu larutan buffer, setelah
proses kalibrasi selesai sensor pH di netralkan dengan menggunakan aquadest,
selanjutnya menampung larutan NaOH ke dalam gelas piala 250 mL untuk diuji
nilai pH awal tanpa penambahan asam asetat (CH3COOH), dan kemudian
menambahkan larutan asam asetat pada masing-masing pengujian pH untuk
penambahan asam asetat 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 mL, kemudian
melakukan kembali pengujian pada masing-masing penambahan asam asetat.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat di simp;ulkan
bahwa pada penambahan asam asetatat pada larutan 0, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40,
45 dan 50 mL, pH yang diperoleh adalah (13,60), (13,20), (12,87), (12,61),
(12,42), (12,30), (12,25), (12,23), (12,12), (11,92) dan (11,62) dari percobaan
tersebut mengalami penurunan pH pada penambahan 0 sampai dengan 50 mL.

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam dan basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting.
Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal
dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari
bahasa Arab yang berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Juga
sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan. Di alam, asam
juga ditemukan dalam buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah jeruk
berfungsi untuk memberi rasa limun yang tajam. Cuka mengandung asam
asetat, dan asam tanak dari kulit pohon digunakan untuk menyamak kulit.
Asam mineral yang lebih kuat telah dibuat sejak abad pertengahan, salah
satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang digunakan oleh para peneliti
untuk memisahkan emas dan perak. Berkaitan dengan sifat asam dan basa,
larutan dikelompokkan dalam tiga golongan yaitu bersifat asam, basa dan
netral. Sifat asam-basa dari suatu larutan juga dapat ditunjukkan dengan
mengukur pHnya. pH adalah suatu parameter yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam mempunyai pH lebih
kecil dari 7. Larutan basa mempunyai pH lebih besar dari 7. Sedangkan
larutan netral mempunyai pH = 7 (Putranto, 2018).
Mempelajari cara menentukan pH dan sifat larutan sangat penting untuk
mengetahui apakah larutan itu bersifat asam ataupun basa. Biasanya cara yang
digunakan untuk menentukan sifat dan pH larutan adalah menggunakan
indikator. Indikator tersebut antara lain kertas lakmus, larutan fenolftalein,
brotimol biru, metil merah, serta metil orange. Ada beberapa cara yang lazim
digunakan para ilmuwan dan manusia dalam mengukur pH suatu larutan,
diantaranya adalah dengan menggunakan indikator universal atau kertas
indikator pH, menggunakan pH meter, menggunakan kertas lakmus ataupun
dengan cara melalui perhitungan dengan mengetahui suatu konsentrasi pada
suatu larutan tersebut (Putranto, 2018).
1.2 Batasan Masalah
1.2.1 Mengukur dan menhitung pH dari reaksi asam dan basa antara
larutan NaOH (3 N) sebanyak 50 mL dengan penambahan larutan
CH3COOH (2 M) Sebanyak (0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan
50 mL) dengan metode praktek praktek dengan menggunakan pH
Meter dan teori perhitungan dengan cara stoikiometri.
1.2.2 Membuat grafik hubungan antara volume penambahan asam asetat
pH campuran, serta menetukan trayek pH berdasarkan grafik yang
diperoleh.

1.3 Tujuan Percobaan


Untuk mengukur dan menghitung trayek pH dari reaksi asam dan basa
berdasarkan praktikum dan teori perhitungan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar pH


pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki
nilai 7 sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat
basa sedangkan nilai pH < 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan
derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan
tertinggi. Umumnya indicator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus
yang berubah menjadi warna merah bila keasamannya tinggi dan berubah
menjadi warna biru bila keasamannya rendah.
Selain menggunakan kertas lakmus, indicator asam basa dapat diukur
dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas
suatu larutan. Sistem pengukuran pH mempunyai tiga bagian yaitu elektroda
pengukuran pH, elektroda referensi dan alat pengukur impedansi tinggi. Istilah
pH berasal dari p, lambang matematika dari negative logaritma, dan H,
lambang kimia untuk unsur Hidrogen. Defenisi yang formal tentang pH adalah
negative logaritma dari aktivitas ion Hydrogen. pH adalah suatu singkatan dari
power of Hydrogen itulah singkatan dari pH (Budioni, 2016).
pH adalah konsentrasi ion hidrogen yang sangat kecil. pH didefinisikan
sebagai logaritma basis -10 dari konsentrasi ion hidrogen. Kandungan pH,
dibutuhkan oleh tanaman dalam nilai tertentu untuk memperoleh pertumbuhan
yang optimal. Kandungan pH yang berlebih atau kurang, mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman. Derajat keasaman memiliki perubahan
nilai dalam kurung waktu tertentu. pH akan berubah tidak menentu bergantung
kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut diantaranya
suhu, proses dekomposisi bahan organik, fotosintesis ataupun adanya unsur
lain yang terendam kedalam air. Nilai pH didalam air berkaitan dengan kadar
asam yang terkandung didalamnya. Semakin asam air tersebut, maka akan
semakin kecil pula nilai pHnya. Pengukuran kadar pH dapat dilakukan dengan
cara menggunakan alat berupa pH meter ataupun dengan menggunakan kertas
pH. Kadar pH pada air memiliki beberapa tingkatan yaitu 0-6, 4 berupa
masam atau asam, 6, 5-7, 5 berupa netral, dan 7. 6-14 jadi yaitu yang berupa
basa (Sudewa and Hadiatna, 2017).
2.1.1 Dasar pengukuran Derajat Keasaman
Asam dan basa adalah besaran yang sering digunakan untuk
pengolahan sesuatu zat, baik di industri maupun kehidupan sehari-hari.
Pada industri kimia, keasaman merupakan variabel yang menentukan,
mulai dari pengolahan bahan baku, menentukan kualitas produksi yamg
diharapkan sampai pengendalian limbah industri agar dapat mencegah
pencemaran pada lingkungan. Pada bidang pertanian, keasaman pada
waktu mengelola tanah pertanian perlu diketahui. Untuk mengetahui
dasar pengukuran derajat keasaman akan diuraikan dahulu pengertian
derajat keasaman itu sendiri.
Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada
potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam
elektroda gelas (membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan
yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini
dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan
ion hydrogen yang ukurannya relative kecil dan aktif, elektroda gelas
tersebut akan mengukur potensial elektro kimia dari ion hydrogen.
Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan elektroda pembanding.
Sebagai catatan alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur
tegangan yang terjadi (Budioni, 2016).
2.1.2 Trayek pH
Nilai pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan
trayek pH indikator. Penentuan pH digunakan dengan beberapa larutan
indikator yang mampu menunjukkan perubahan warna berbeda jika pH
atau kekuatan asamnya berbeda. Larutan indikator adalah larutan kimia
yang disintesis dari lartan lainnya sehingga dapat memberikan warna
berbeda pada trayek pH tertentu (Maulika, A.k and Kurniasih, 2019).

4
Rentang nilai pH yang menyebabkan indikator berubah pada warna
disebut dengan trayek pH. Apabila npH < trayek pH (di bawah trayek
pH) maka indikator akan menunjukkan warna asamnya. Sedangkan
apabila pH > trayek pH (di atas trayek pH) maka indikator akan
menunjukkan warna basa.
Beberapa zat atau senyawa yang dapat digunakan sebagai trayek pH
indikator misalnya methyl orange (metil jingga) yang akan berwarna
kuning jika pH lebih besar dari 4,4 sehingga dapat mendeteksi asam
lemah dan asam kuat dan fenolftalein yang berwarna merah jika berada
dalam lingkungan basa kuat (Setiawati, 2019).
2.1.3 Asam
Asam (sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum
merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam defenisi
moderen, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion H + )
kepada zat lain (yang disebut basa), atau dapat menerima pasangan
elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi dengan suatu basa
dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam. Contoh asam adalah
asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan asam sulfat (yang digunakan
dalam baterai atau aki mobil) Asam umumnya berasa masam, walaupun
demikian mencicipi rasa asam terutama asam pekat dapat berbahaya dan
tidak dianjurakan untuk dicicipi (Budioni, 2016).
2.1.4 Basa
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion
hydronium ketika dilarutkan dalam air. Basa adalah lawan dari asam,
yaitu ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari
7. Basa merupakan senyawa yang jika dilarutkan dalam air
menghasilkan ion OH.
Basa merupakan zat atau senyawa yang dapat mendonorkan
pasangan elektron bebas dari zat atau senyawa dan akan membentuk
suatu ikatan-ikatan baru (Vogel, 2015).

5
2.1.5 Sifat-sifat Asam Basa
Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan
dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Asam
memiliki sifat berikut (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
a. Asam memiliki rasa masam misalnya, cuka yang mempunyai rasa
dari asam asetat, dan lemon serta buah - buahan sitrun lainnya yang
mengandung asam sitrat.
b. Asam menyebabkan perubahan warna pada zat warna tumbuhan
misalnya, mengubah warna lakmus dari biru menjadi merah.
c. Asam bereaksi dengan logam tertentu seperti seng, magnesium, dan
besi menghasilkan gas hidrogen. Reaksi yang khas adalah antara
asam klorida dengan magnesium.
d. Asam bereaksi dengan karbonat dan bikarbonat seperti Na2CO3,
CaCO3, dan NaHCO3 menghasilkan gas karbon dioksida.
e. Larutan asam pada air menghantarkan arus listrik.
Basa bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan suatu larutan
dengan pH lebih dari 7 (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
Basa memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Basa memiliki rasa pahit.
b. Basa terasa licin misalnya, sabun yang mengandung basa memiliki
sifat ini.
c. Basa menyebabkan suatu perubahan warna pada zat warna tumbuhan
misalnya, yaitu mengubah warna lakmus dari merah menjadi biru.
d. Larutan basa pada air menghantarkan arus listrik.
2.1.6 Teori Asam Basa
Asam dan basa adalah dua golongan zat kimia yang sangat umum
ditemukan di sekitar kita. Sebagai contoh, cuka, asam sitrun, dan asam
dalam lambung tergolong asam, sedangkan kapur sirih dan soda api
tergolong basa. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda. Pada
mulanya, asam dan basa dibedakan berdasarkan rasanya, dimana asam
terasa masam sedangkan basa terasa pahit dan licin seperti sabun.

6
Namun, secara umum zat-zat asam maupun basa bersifat korosif dan
beracun khususnya dalam bentuk larutan dengan kadar tinggi diuji
metode merasakannya (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
Asam dan basa adalah besaran yang sering digunakan untuk
pengolahan sesuatu zat, baik di industry maupun kehidupan sehari-hari,
pada industry kimia, keasaman merupakan variabel yang menentukan
mulai dari pengolahan bahan baku, menentukan kualitas produksi yang
diharapkan sampai pengendalian limbah industry agar dapat mencegah
pencemaran pada lingkungan. Pada bidang pertanian, keasaman pada
waktu mengelola tanah pertanian perlu diketahui. Untuk mengetahui
dasar pengukuran derajat keasaman akan diuraikan dahulu pengertian
derajat keasaman itu sendiri. Pada prinsipnya pengukuran suatu pH
adalah didasarkan pada potensial elektro kimia yang terjadi antara
larutan yang terdapat didalam elektroda gelas (membrane class) yang
telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda gelas
yang tidak diketahui (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan
berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya relative kecil dan
aktif, elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektro kimia
dari ion hydrogen. Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan
elektroda pembanding. Sebagai catatan alat tersebut tidak mengukur arus
tetapi hanya mengukur tegangan.
a. Teori Asam Basa Arrhenius
Teori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun 1884 oleh
Svante August Arrhenius. Menurut Arrhenius, definisi dari asam dan
basa, yaitu:
1. asam adalah senyawa yang jika di larutkan dalam air akan
melepaskan ion H + .
2. basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan
ion OH − .

7
Gas asam klorida (HCl) yang larut dalam air tergolong asam
Arrhenius, sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H + dan Cl− di
dalam air. Berbeda dengan metana (CH4) yang bukan asam Arrhenius
karena tidak dapat menghasilkan ion H + dalam air meskipun memiliki
atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa Arrhenius,
sebagaimana NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi menjadi
ion Na+ dan OH − ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam dan basa
Arrhenius sebagai pelarut (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
b. Teori Asam Basa Brønsted–Lowry
Pada tahun 1923, Johannes N. Brønsted dan Thomas M. Lowry
secara terpisah mengajukan definisi asam dan basa yang lebih luas.
Konsep yang diajukan tersebut didasarkan pada fakta bahwa reaksi
asam - basa melibatkan transfer proton (ion H + ) dari satu zat ke zat
lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai
pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton.
Jadi, menurut definisi asam basa Brønsted–Lowry,
1. asam adalah donor proton.
2. basa adalah akseptor proton.
Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi
HCl ketika dilarutkan dalam air, HCl berperan sebagai asam dan
H2 O sebagai basa (Wulandari, Susilaningsih and Kasmui, 2018).
c. Teori Asam Basa Lewis
Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa
yang lebih luas dibanding kedua teori sebelumnya dengan
menekankan pada pasangan elektron yang berkaitan dengan struktur
dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis,
1. asam adalah akseptor pasangan elektron.
2. basa adalah donor pasangan elektron.
Berdasarkan definisi Lewis, asam yang berperan sebagai
penerima pasangan elektron tidak hanya H + . Senyawa yang memiliki
orbital kosong pada kulit valensi seperti BF3 juga dapat berperan

8
sebagai asam. Sebagai contoh, reaksi antara BF3 dan NH3 merupakan
reaksi asam basa, dimana BF3 sebagai asam Lewis dan NH3 sebagai
basa Lewis. NH3 pasangan elektron BF3 ikatan dan itu yang jadi
suatu kovalen koordinasi (Wulandari,Susilaningsih, Kasmui, 2018).

2.2 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau
lebih. Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat
yang jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang
jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja
dipilih zat yang lebih sedikit sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya,
tetapi di sini akan digunakan pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut
dan terlarut. Selanjutnya, campuran yang dapat saling melarutkan satu lama
lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara
merupakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak bercampur
membentuk dua fasa dinamakan cairan immiscible (Khaerunnisa, 2017).
Larutan dapat terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antara
molekul-molekul solven dan solute ada jenis larutan ini gaya tarik antara
solute lebih dominan daripada larutan antara cairan dengan cairan. Dalam
suatu zat padat, molekul-molekul atau ion-ionnya tersusun dengan baik dan
gaya tariknya maksimum. Agar terbentuk suatu larutan, gaya tarik antar
partikel solute dan solven harus baik (Matana Orpa, 2016).
2.2.1 Larutan memiliki beberapa jenis, yaitu diantaranya adalah :
a. Larutan Ideal dan Non Ideal
Dalam suatu sistem, atom-atom, ion-ion, dan molekul-
molekul nyata saling mempengaruhi satu sama lain sehingga
perilakunya sukar diramalkan secara tepat. Akibat kesukaran
meramalkan perilaku zat nyata menimbulkan cara atau model
yang dapat menjelaskan prilaku secara teoritis, dinamakan
hukum ideal. Oleh karena itu, muncul istilah larutan ideal,

9
sebagai upaya untuk menjelaskan keadaan sistem dari larutan
nyata.
Molekul-molekul gas ideal dipandang sebagai molekul-
molekul bebas yang tidak berinteraksi satu sama lain. Dengan
demikian, dalam larutan cair pendekatan keidealan berbeda
dengan gas ideal. Dalam larutan ideal ini, partikel-partikel pelarut
dan terlarut yang dicampurkan berada dalam kontak satu sama
lain. Pada larutan ideal dengan zat terlarut molekuler, gaya
antaraksi antara semua partikel pelarut dan juga terlarut setara
atau yang sebanding (Khaerunnisa, 2017).
b. Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit
Dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam bentuk ion
- ionnya maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion
Na+ dan ion Cl− masing-masing terhidrasi dalam air, dan ion
yang terhidrasi itu secara bebas dapat bergerak ke seluruh
medium larutan. Akan tetapi apabila glukosa atau etanol larut
dalam air, zat-zat tersebut tidak berada dalam bentuk ioniknya
melainkan dalam bentuk molekulernya. Zat-zat yang di dalam air
membentuk ion-ion dinamakan zat elektrolit, dan larutan yang
dibentuknya dinamakan larutan elektrolit. Secara eksperimen
larutan elektrolit dapat diketahui dari sifatnya, misalnya dapat
menghantarkan arus listrik. Zat-zat yang tergolong elektrolit,
yaitu asam, basa, dan garam.
Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di dalam pelarut air
membentuk molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan
yang dibentuknya dinamakan larutan non-elektrolit. Dalam
keadaan murni, asam merupakan senyawa kovalen, tetapi jika
dilarutkan ke dalam air menjadi ion-ion (Khaerunnisa, 2017).
c. Larutan Jenuh, Tak Jenuh, dan Lewat Jenuh
Larutan tak jenuh mengandung zat terlarut dengan
konsentrasi lebih kecil daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada

10
25°C yang mengandung NaCl kurang dari 36,5 gram disebut
larutan tak jenuh. Dalam larutan tak jenuh belum dicapai
kesetimbangan antara zat terlarut dan zat yang tidak larutnya.
Jika zat terlarut ditambahkan ke dalam larutan maka larutan
mendekati jenuh.
Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak
stabil, sebab larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya
melebihi konsentrasi kesetimbangannya. Larutan lewat jenuh
umumnya terjadi jika larutan yang sudah melebihi jenuh pada
suhu tinggi diturunkan sampai mendekati suhu kamar. Keadaan
lewat jenuh ini dapat dipertahankan selama tidak ada inti yang
dapat mengawali rekristalisasi. Jika sejumlah kecil kristal
natrium asetat ditambahkan maka rekristalisasi segera
berlangsung hingga dicapai keadaan jenuh. Serpihan yang
berbentuk kristal natrium asetat yang akan ditambahkan tadi yang
akan menjadi inti (Khaerunnisa, 2017).
2.2.2 Larutan Penyangga
Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat
menjaga (mempertahankan) pHnya dari penambahan asam, basa,
maupun pengenceran oleh air. pH larutan buffer tidak berubah
(konstan) setelah penambahan sejumlah asam, basa, maupun air.
Larutan buffer mampu menetralkan penambahan asam maupun basa
dari luar. Secara umum, larutan penyangga digambarkan sebagai
campuran yang terdiri dari Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya
(ion A− ), campuran ini menghasilkan larutan bersifat asam. Basa
lemah (B) dan basa konjugasinya (BH + ), campuran ini menghasilkan
larutan bersifat basa. Komponen larutan penyangga terbagi menjadi:
1. Larutan penyangga yang bersifat asam
Larutan ini mempertahankan pH daerah asam (pH < 7).
Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan
garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun

11
cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan
suatu basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam
jumlah berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang
mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan.
Pada umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium,
kalium, barium, kalsium, dan lain-lain.
2. Larutan penyangga yang bersifat basa
Larutan ini akan mempertahankan pH pada daerah basa
(pH > 7). Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa
lemah dan garam, yang garamnya berasal dari asam kuat.
Adapun cara lainnya yaitu dengan mencampurkan suatu basa
lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya
dicampurkan berlebih.
Larutan buffer atau larutan penyangga adalah larutan yang
harga pHnya tidak berubah dengan penambahan sedikit asam,
basa, atau air. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan
penyangga asam dan larutan penyangga basa. Larutan penyangga
asam mempertahankan pH pada daerah asam (pH <7),
sedangkan larutan penyangga basa mempertahankan pH pada
daerah basa (pH > 7). Larutan penyangga asam mengandung
suatu asam lemah dan basa konjugasi , larutan penyangga basa
mengandung basa lemah, asam (Adianto Ramadhan Mia, 2015).
Larutan penyangga sangat berperan dalam kehidupan
sehari-hari. Beberapa fungsi larutan penyangga dalam kehidupan
dapat kalian pelajari pada uraian di bawah ini.
a. Larutan penyangga dalam darah
pH darah tubuh manusia berkisar antara 7,3 -7,45. pH
darah tidak boleh kurang dari 7,0 dan tidak boleh melebihi
7,8 karena akan berakibat fatal bagi manusia. Organ yang
paling berperan untuk menjaga pH darah adalah paru - paru
dan ginjal.

12
Kondisi di mana pH darah kurang dari 7,35 disebut
asidosis. Faktor yang mempengaruhi kondisi asidosis yaitu
penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis, dan diare
terus-menerus. Sedangkan kondisi di mana pH darah lebih
dari 7,45 disebut alkolosis. Kondisi ini disebabkan muntah
yang hebat, kondisi ketika bernafas terlalu cepat karena
cemas atau histeris pada ketinggian
b. Larutan Penyangga Dalam Obat - obatan
Sebagai obat penghilang rasa nyeri, aspirin
mengandung asam asetilsalisilat. Beberapa merek aspirin
juga ditambahkan zat untuk menetralisir kelebihan asam
di perut, seperti MgO. Obat suntik atau obat tetes mata,
pH - nya harus disesuaikan dengan pH cairan tubuh. Obat
tetes mata harus memiliki pH yang sama dengan pH air
mata agar tidak menimbulkan iritasi yang mengakibatkan
rasa perih pada mata. Begitu pula obat suntik harus
disesuaikan dengan pH darah.
c. Larutan Penyangga Dalam Industri
Dalam industri, larutan penyangga digunakan untuk
penanganan limbah. Larutan penyangga ditambahkan
pada limbah untuk mempertahankan pH 5-7,5. Itu untuk
memisahkan materi organik pada limbah sehingga layak
di buang ke perairan.
2.2.3 Larutan Standar
Larutan standar adalah larutan yang dibuat dan diketahui
konsentrasinya secara teliti. Larutan standar dikelompokkan menjadi
larutan standar primer dan sekunder. Larutan standar primer adalah
larutan baku yang konsentrasinya dapat langsung diketahui dari berat
bahan yang sangat murni yang dilarutkan dan volume larutannya
diketahui. Larutan standar sekunder yaitu larutan baku yang
konsentrasinya tidak diketahui dengan pasti karena bahan yang

13
digunakan untuk membuat larutan tersebut memiliki kemurnian yang
rendah. Syarat-syarat larutan standar primer adalah sebagai berikut:
1. Kemurnian tinggi atau mudah dimurnikan (misalnya dengan
dikeringkan) dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni
2. Zat harus mudah diperoleh (tersedia dengan mudah)
3. Zat harus tidak berubah dalam udara selama penimbangan (stabil
terhadap udara)
4. Bukan kelompok hidrat
5. Zat mempunyai berat ekivalen yang tinggi
6. Zat mudah larut
7. Jika suatu reagensia tersedia dalam keadaan murni, suatu larutan
dengan normalitas tertentu disiapkan hanya dengan menimbang
satu ekivalen atau kelipatan dari satu ekivalen, melarutkannya
dalam pelarut, biasanya air dan mengencerkan larutan sampai
volume yang diketahui. Pada prakteknya lebih mudah untuk
menyiapkan larutan standar tersebut lebih pekat daripada yang
diperlukan, kemudian mengencerkannya dengan air suling
sampai diperoleh normalitas yang dikehendaki. Jika N1 adalah
normalitas yang diperlukan, V1 Volume setelah pengenceran, N2
Normalitas yang semula dan V2 volume semula yang dipakai
maka :

V1 ×N1 = V2 ×N2

Beberapa contoh zat yang dapat diperoleh dalam keadaan


kemurnian tinggi, sehingga cocok untuk larutan standar primer
diantaranya adalah natrium karbonat, kalium hidrogenftalat, asam
benzoat, natrium tetraborat, asam sulfamat, kalium hidrogen iodat,
natrium oksalat, perak, natrium klorida, kalium klorida, iod, kalium
bromat, kalium iodat, kalium dikromat dan arsen (II) oksida. larutan
standar primer diantaranya adalah larutan asam klorida, natrium
hidroksida, kalium hidroksida, barium hidroksida, kalium
permanganat, amonium tiosianat (Kadir, 2016).

14
2.3 Air Suling
Air suling adalah air yang berasal dari proses distilasi (penyulingan),
Air suling dengan tingkat kemurnian tinggi (ultrapuredistilled water) dapat
diperoleh dengan melakukan penyulingan ulang air suling biasa. Kemudian
air hasil penyulingan kedua kali tersebut dialirkan melalui sistem saringan
dengan karbon aktif dan tabung deionisasi. Air murni diperoleh dengan cara
penyulingan (destilasi), tujuan dari destilasi yaitu memperoleh cairan murni
dari cairan yang telah tercemari zat terlarut, atau bercampur dengan cairan
lain yang berbeda titik didihnya. Cairan yang dikehendaki dididihkan hingga
menguap kemudian uap diembunkan melalui kondensor, sehingga uap
mencair kembali. Cairan hasil destilasi ini disebut destilat. Air murni antara
lain dipergunakan untuk keperluan dilaboratorium kimia, dan perawatan
kesehatan.
Akuades merupakan pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan hampir
semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang segera melarut di dalam
akuades mencakup berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus
fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton. Kelarutannya
disebabkan oleh kecenderungan molekul akuades untuk membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol atau gugus karbonil
aldehida dan keton.
Akuades merupakan air hasil penyulingan yang bebas dari zat-zat
pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium. Akuades berwarna
bening, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Akuades biasa digunakan
untuk membersihkan alat-alat laboratorium dari zat pengotor. Kualitas air
yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau komponen lain
di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter yaitu
parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya),
parameter kimia (pH, oksigenterlarut, BOD, kadar logam dan sebagainya)
dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya).
(Pengukuran kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama
15
adalah pengukuran kualitas air dengan parameter fisika dan kimia (suhu,
𝑜2 terlarut, co2 bebas, pH, Konduktivitas, Kecerahan, Alkalinitas), yang
kedua pengukuran air (Khotimah, Anggraeni and Setianingsih, 2018).

2.4 Asam Asetat


Asam cuka merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki
rumus empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH3COOH.
Asam cuka murni adalah cairan higroskopis tak berwarna dan memiliki titik
beku 16,7oC. Asam cuka merupakan hasil olahan makanan melalui
fermentasi. Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan khamir
Saccharomyces cerevicae menghasilkan etanol. Fermentasi etanol secara
aerob menggunakan bakteri Acetobacter aceti asam cuka (Surtiyani, 2015).
Menurut Desrosier, asam cuka dapat dibuat dari berbagai bahan baku
yang mengandung gula atau pati melalui fermentasi glukosa yang diikuti
oleh fermentasi etanol. Produk ini merupakan suatu larutan asam cuka dalam
air yang megandung cita rasa, zat warna, dan substansi yang terekstrak
misalnya asam buah, ester, dan garam organik yang berbeda-beda sesuai
dengan asalnya. Cuka yang dijual mengandung paling sedikit 4% asam cuka
(4 g asam cuka per 100 ml), dalam kondisi segar dan dibuat dari buah-
buahan yang layak dikonsumsi.
Menurut Janeta, proses pembuatan asam cuka melalui dua tahapan
proses fermentasi. Tahap pertama adalah fermentasi gula hasil hidrolisis
secara anaerob menjadi etanol oleh aktivitas yeast (Saccharomyces
cerevisiae). Tahap kedua adalah fermentasi secara aerob dilakukan oleh
bakteri Acetobacter aceti untuk mengoksidasi etanol menjadi asam cuka.
Penggunaan bahan dasar (bonggol pisang) dalam pembuatan cuka harus
memiliki kandungan gula tinggi fermentasi dilakukan (Surtiyani, 2015).
Cuka dapur yang digunakan sebagai zat penambah rasa untuk makanan
adalah nama dagang dari asam asetat. Umumnya cuka yang dijual dipasaran
berkadar diantaranya 25-30% saja. Sebagaimana halnya dengan barang

16
dagangan lainnya, seringkali ditemukan adanya pemalsuan asam cuka
terutama dalam hal kadarnya. Oleh karena itu, maka kontrol analisis
kemurnian asam cuka harus terus dipantau agar konsumen tidak dirugikan.
Uji kemurnian asam asetat dalam perdagangan dapat dilakukan melalui
penentuan massa jenisnya. Dengan mengetahui massa jenis standar
(misalnya untuk asam cuka 25%), maka berdasarkan hasil pengukuran
massa jenisnya dapat ditentukan kadarnya. Umumnya cuka yang dipalsukan
menunjukkan massa jenis yang lebih kecil. Cara ini meskipun sangat mudah
tetapi sebenarnya tidak terlalu dapat dipertanggungjawabkan mengingat
kemungkinan pemalsuan dilakukan dengan menambahkan zat aditif tertentu
sehingga dengan uji massa jenis tidak terdeteksi adanya pemalsuan tersebut.
Secara kimia, analisis asam asetat yang paling mudah dilakukan adalah
dengan cara mentitrasi larutan asam-basa. Asam asetat juga dapat ditentukan
kemurniannya dengan cara titrasi yang menggunakan larutan NaOH.
Larutan NaOH yang digunakan itu harus terlebih dahulu dibakukan dahulu
terhadap larutan baku primer, asam oksalat (Permanasari, 2016).

2.5 Analisis Titrimetri


Analisis titrimetri atau analisa volumetri adalah analisa kuantitatif
dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan standar
(standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara
zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara
kuantitatif. Analisa titrimetri merupakan satu bagian utama kimia analisis
dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikiometri sederhana dari
reaksi - reaksi kimia.

aA + tT Produk
dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T.
Reagensia T disebut titran, ditambahkan sedikit–sedikit, biasanya dari dalam
buret. Larutan dalam buret bisa berupa larutan standar yang konsentrasinya
diketahui dengan cara standarisasi ataupun larutan dari zat yang akan
ditentukan konsentrasinya.

17
Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara kimia
setara atau ekuivalen dengan A, maka keadaan tersebut dikatakan telah
mencapai titik ekuivalensi atau disingkat TE dari titrasi itu. Namun kapan
tepatnya tercapai suatu titik ekuivalensi tidak dapat dilihat secara kasat mata.
Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan,
digunakanlah suatu zat yang disebut indikator yang dapat menunjukkan
terjadinya kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna yang
terjadi ini bisa tepat atau tidak tepat pada titik ekivalen. Titik dalam titrasi
pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir titrasi atau disingkat
dengan TA, idealnya adalah titik akhir titrasi sedekat mungkin dengan titik
ekivalen sehingga pemilihan indikator yang tepat merupakan salah satu
aspek dalam yang paling penting dalam analisis Volumetri (Titrimetri) untuk
mengimpitkan kedua titik (Gravimetri and Semester, 2019).
Berdasarkan reaksi kimia yang berperan sebagai dasar dalam analisis
titrimetri, maka metoda analisa Titrimetri dikelompokkan dalam empat jenis,
yaitu :
1. Reaksi Asam-basa
2. Reaksi Oksidasi–Reduksi
3. Reaksi Pengendapan
4. Reaksi Pembentukan Kompleks
Berdasarkan cara titrasinya, titrimetri dikelompokkan menjadi:
1. Titrasi langsung. Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung
terhadap zat yang akan ditetapkan.
2. Titrasi tidak langsung. Cara ini dilakukan dengan cara penambahan titran
dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan
titran lain, volume titrasi yang didapat menunjukkan jumlah
ekuivalen dari kelebihan titran, sehingga diperlukan titrasi blanko.
Larutan blanko adalah larutan yang berisi semua pereaksi yang
digunakan tanpa sampel.
Syarat reaksi yang harus dipenuhi dalam analisis titrimetri adalah:

18
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu.
Tidak boleh ada reaksi samping.
2. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik
secara kimia maupun fisika.
3. Harus ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi, jika
reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika. Indikator
potensiometrik dapat digunakan pula.
4. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam
beberapa menit.
Dalam bahan makanan banyak mengandung senyawa yang bersifat
asam ataupun basa, misalnya asam askorbat dalam buah - buahan, asam
asetat dalam cuka, senyawa karbonat dalam minuman dan lain-lain.
Komponen utama cuka yang terdapat di pasaran adalah asam asetat
walaupun terdapat sedikit asam lain di dalamnya. Biasanya kadar total asam
dalam cuka dinyatakan dengan konsentrasi asam asetat. Dalam beberapa
kasus kadar asam asetat yang terdapat di dalam larutan cuka tersebut tidak
sesuai dengan nilai konsentrasi asam asetat yang tercantum dalam kemasan
cuka tersebut. Untuk menentukan kadar senyawa-senyawa tersebut dapat
dilakukan analisis dengan menggunakan metode titrasi berdasarkan reaksi
penetralan (asam basa). Sebelum melakukan titrasi penetralan perlu
memahami prinsip dasar reaksi penetralan yaitu reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa
sehingga menghasilkan air yang bersifat netral. Setelah memahami prinsip
dasar titrasi penetralan kemudian melakukan pemilihan larutan standar yang
akan digunakan untuk mentitrasi sampel, melakukan standarisasi larutan
standar, melakukan titrasi sampel dan melakukan perhitungan kadar sampel
serta bagaimana membuat laporan hasil titrasi. Untuk mengetahui kapan
suatu titrasi berakhir (titik akhir titrasi) maka diperlukan suatu indikator.
Indikator yang digunakan harus dipilih agar trayek pH indikator sesuai
dengan trayek pH titrasi pada saat titik ekivalen tercapai sehingga titik akhir

19
titrasi dapat ditentukan dengan tepat pada saat indikator tepat berubah warna
tidak berubah warnanya beberapa detik (Gravimetri and Semester, 2017).

2.6 Reaksi Netralisasi


Netralisasi atau titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk
menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah
diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis
atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya, sedangkan apabila salah
satu larutannya diketahui konsentrasinya, larutan ini disebut larutan standar.
Ada 4 macam reaksi yang digunakan dalam titrasi yaitu reaksi asam-basa,
reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks.
Titrasi asam basa disebut reaksi penetralan atau juga titrasi netralisasi
yaitu titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa dan
merupakan teknik untuk menenutukan kosentrasi asam atau basa.
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat
mengamati perubahan warna, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan
dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Dalam proses
titrasi suatu larutan ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan yang
volumenya telah diketahui, sampai tercapai titik equivalen (jumlah
stoikhiometri perbandingan mol) dari kedua peraksi. yang biasanya ditandai
dengan berubahnya warna indikator disebut titik equivalen, ketika warna
berubah menunjukkan bahwa titik equivalen telah tercapai, perubahan warna
sesuai dengan indicator yang digunakan asam atau basa.
Dengan demikian melakukan suatu percobaan titrasi, praktikan harus
mampu mencampurkan 2 zat atau lebih yang berbeda serta mampu
menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah
diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukanlah percobaan ini. Sehingga
dalam praktikum harus menggunakan titrasi (Inda Yuliah, 2019).

20
2.7 Sensor pH
Sensor pH adalah sensor yang dapat mengukur derajat keasaman (pH)
pada suatu larutan. Prinsip kerja sensor pH ini terletak pada elektrode
referensi dan elektrode kaca yang memiliki ujung berbentuk bulat (bulb)
yang berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran ion positif (H + ),
pertukaran ion menyebabkan adanya beda potensial antara dua elektrode
sehingga pembacaan potensiometer akan menghasilkan positif atau negatif.
pH sensor module sangat diperlukan pada sensor pH untuk
mengkonversikan nilai keluaran dari sensor (beda potensial antara kedua
elektroda) menjadi nilai analog berbentuk sinyal voltage. Nilai analog
tersebut yang akan diolah oleh mikrokontroler untuk menentukan derajat
keasamaan (pH) suatu larutan termasuk dalam kondisi normal, asam, atau
basa. Sensor pH digunakan untuk menentukan derajat keasaman atau
kebasaan suatu larutan. Pengukuran dan pengendalian pH sangat penting
bagi studi kimia dan biologi di laboratorium praktikum dan bidang beberapa
industri yang ada di dunia (Mikrokontroller and Uno, 2014).
Pada umumnya jenis sensor pH yang banyak digunakan terbuat dari
bahan gelas yang memiliki ukuran yang relatif besar, memiliki tahanan
dalam yang sangat besar dalam orde Mega-Ohm dan mudah pecah bila
terjatuh atau terbentur. Berbagai usaha telah dilakukan untuk miniaturisasi
sensor pH dengan menggunakan teknologi monolitik dan teknologi film
tanpa mengubah fungsinya agar dapat lebih menghemat ruang dan biaya
seiring dengan perkembangan teknologi mikroelektronika saat ini, teknik
microfabrication dapat digunakan secara efektif untuk pembuatan sensor
elektro kimia seperti sensor pH [5-7].
Adapun aplikasi sensor dapat ditemui dalam banyak peralatan
konsumen, otomotif, laboratorium, pengelolaaan lingkungan, konservasi
energi, pabrikasi, industri, kedokteran, pertambangan, pertanian, dan
sebagainya. Aplikasi sistem sensor ini masih dan akan terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan. Namun, sensor yang ada saat ini di pasaran
hampir semuanya adalah produksi luar negeri (import). Oleh karena itu

21
penguasaan teknologi sensor ini sangat diperlukan mengingat aplikasinya
yang terus berkembang dan pemenuhan kebutuhan sensor didalam negeri
masih diimpor karena kita masih belum bisa memproduksi sendiri sensor
pada pH meter yang sering digunakan (Desmira dan Aribowo, 2018).

2.8 Titrasi
Titrasi perupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsenrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat dalam proses
titrasi. Sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basah maka disebut
sebagai titrasi asam basah, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi
reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Nuryanti et al., 2016).
Titrasi asam basah di sebut juga dengan titrasi adisi alkalimetri. Kadar
atau konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode
volumetrik dengan titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia
kuanitatif untuk menentukan kadar sampel dengan pengukuran volume
larutan yang terlibat reaksi yang berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan
kimia ditetapkan mellui titik akhir titrasi yang diketahui dari perubahan
warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitunan
berdasarkan persamaan reaksi (Mukhlizar, Hartati and Murhaban, 2018).
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi
larutan asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupaan reaksi asam basa
(netralisasi) larutan yang konsentrasinya yang sudah diketahui disebut
dengan larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat
abis bereaksi dengan disertai dengan perubahan warna indikatornya. Titik
akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna pada indikator.
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat
dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat
disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan,
yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan
tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer.
22
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi
persyaratan berikut:
a. Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya.
b. Harus stabil.
c. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis, sehingga tidak menyerap
uap air, tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan.
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi
mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun dalam suatu sampel,
sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa
banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain,
analisis kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam
sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan
yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi
suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang
diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang
didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan
standar disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang
digunakan adalah suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang
dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu
basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis
alkalimetri.
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif
yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi
secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan
kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar.
Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang
digunakan dan hokum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu
digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan
analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik
23
menyatakan proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat
dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang
melibatkan gas-gas tersebut (Virliantari et al., 2018).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila
memenuhi persyaratan berikut:
a. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan
dalam waktu yang tidak terlalu lama.
b. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat
kesetaraan yang pasti dalam reaktan.
c. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
d. Mempunyai massa ekuivalen yang besar
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana
sejumlah asam di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi terjadi
perubahan pH. Pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisasi asam basa. Titrasi adalah pengukuran suatu
lartan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi semprna dengan
sejumlah reaktan tertentu (Ngafifuddin, Sunarno and Susilo, 2017).

2.9 Indikator Asam Basa


Indikator asam basa adalah suatu senyawa organik dapat berubah warna
dengan berubahnya pH, biasa digunakan untuk membedakan suatu larutan
bersifat asam atau basa dengan memberikan perubahan warna yang
berbeda pada larutan asam basa (Nuryanti, Rahmawati and Ratman, 2016).
Indikator adalah zat yang dapat memberi tanda (sinyal) yang biasanya
meruapakan perubahan warna untuk keadaan tertentu. Ada banyak zat yang
warnanya dalam larutan bergantung pada pH. Zat yang memberikan
perubahan warna untuk asam atau basa ini disebut indikator asam basa.
Indikator adalah zat yang warnya bergantung pada pH larutan yang
ditambahinya. Indikator biasanya ialah suatu asam atau basa organik lemah
yang menunjukan warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak
terionisasi dan bentuk terionisasinya.

24
Indikator buatan telah lama digunakan sebagai indikator pada titrasi
asam basa. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan pencemaran lingkungan
yang dihasilkan, ketersediaan dan biaya yang harus dikeluarkan, indikator
alami bketika berada dalam medium asam atau basa memiliki
perbedaan warna mencolok. Indikator asam basa adalah zat yang dapat
digunakan untuk menentukan sifat larutan berdasarkan perubahan
warnanya jika berada dalam keadaan asam atau basa (Chimayah, 2016).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikataan bahwa indikator
merupakan suatu alat atau zat yang dapat digunakan untuk menentukan
sifat larutan berdasarkan perbedaan warna tampak yang diberikan oleh zat
tersebut pada saat suasana berbeda dan pada suatu kondisi rentan pH itu
tertentu.
Jenis indikator yang khas adalah memiliki warna berbeda dari basa
konjugatnya yang merupakan asam organik lemah. Konsentrasi molekul
indikator yang baik tidak berpengaruh terhadap pH larutan. Selain itu,
indikator yang baik juga memiliki intensitas warna sedemikian rupa
sehingga hanya beberapa tetes saja larutan indikator yang harus
ditambahkan pada larutan uji (Chimayah, 2016).
Menurut jenisnya, indikator asam basa terbagi menjadi dua, yaitu
indikator buatan dan indikator alam.
a. Indikator Buatan
Indikator buatan adalah indikator asam basa yang telah dibuat di
laboratorium atau di pabrik - pabrik kimia yang telah diuji
keakuratannya. Indikator buatan adalah zat yang akan berubah warna
sesuai dengan tingka keasaman larutan. Jenis - jenis indikator buatan
yang digunakan yaitu di antaranya adalah sebagai berikut:

25
1. Indikator universal

Gambar 1, warna indikator unoversal (Chimayah, 2016)


Penggunaan kertas indikator universal dilakukan dengan
mencelupkan kedalam larutan yang akan diukur pH-nya. Kemudian
warna yang timbul pada kertas indikator universal dibandingkan
trayek warna untuk menentukan pH larutan (Chimayah, 2016).
2. pH meter

Gambar 2. pH Meter (Chimayah, 2016)


pH meter adalah suatu sel elektrokimia yang memberikan
nilai pH dengan ketelitian tinggi. Pada pH meter terdapat
elektroda yang sangat sensitif terhadap molaritas ion H + dalam
larutan. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu
dengan larutan standar yang sudah diketahui pH-nya.

26
3. Kertas Lakmus

Gambar 3. Lakmus Merah dan Biru (Chimayah, 2016)


Kertas lakmus merah berubah menjadi berwarna biru dalam
larutan basa dan pada larutan asam atau netral warnya tidak
berubah (tetap merah). Sedangkan kertas lakmus biru menjadi
berwarna merah dalam larutan asam dan pada larutan basa atau
netral warnanya tidak berubah (tetap biru).
Namun, kekuatan asam atau basa tidak dapat ditunjukkan
oleh lakmus. Maka digunakan beberapa indikator lain yang
memiliki perubahan warna berbeda jika pH atau kekuatan
asamnya berbeda, misalnya methyl orange (metil jingga) yang
akan berwarna kuning jika pH lebih besar dari 4,4 sehingga dapat
mendeteksi asam lemah dan asam kuat dan fenofatalein yang
berwarna merah jika ada basa kuat. Trayek pH indikator dapat di
lihat pada gambar 4 yang tertera di bawah adalah sebagai berikut.

Gambar 4. Tabel perubahan warna dan trayek pH indikator


asam basa (Chimayah, 2016)

27
b. Indikator Alami
Indikator alam merupakan indikator yang dibuat dari bagian
tumbuhan yang berwarna dan dapat berubah warna ketika dalam
suasana asam atau basa. Warna yang dihasilkan adalah warna yang
terkandung dalam tumbuhan itu sendiri dan bergantung pada jenis
tanamannya.
Tumbuhan yang biasa digunakan sebagai indikator alam adalah
bunga-bungaan, daun-daunan, kulit dari buah-buahan ataupun tanaman
lainnya. Contohnya kol ungu dalam larutan asam berwarna merah
ungudan dalam larutan basa berwarna hijau.
Hampir semua tumbuhan yang berwarna dapat digunakan sebagai
indikator alam walaupun kadang-kadang warna yang dihasilkan itu
kurang begitu jelas. Indikator alam ini dapat diperoleh dengan cara
mengekstraksi senyawa yang berasal dari tumbuhan penghasil zat
warna. Senyawa ini diantaranya antosianin, betalin, biksin dan brasilin.
Indikator alam tidak tahan dalam bentuk larutannya dan memiliki
trayek pH yang spesifik. Oleh karena itu indikator alam tidak tahan
alam bentuk larutan, maka ada cara yang baik agar indikator alam dapat
bertahan dalam bentuk kertas pH dan serbuk (Chimayah, 2016).
Cara pembuatan indikator alam tidaklah terlalu sulit. Dalam suatu
penelitian dikemukakan bahwa pengekstraksian bahan alam dengan
menggunakan etanol 70% akan menghasilkan ekstrak zat warna yang
bisa menjadi indikator asam basa (Chimayah, 2016).
Pada pengujian nilai pH, digunakan indikator universal dengan
cara membandingkan warna yang didapat dengan warna standar
yang terdapat pada indikator universal. Warna standar tersebut
memiliki trayek pH (derajat keasaman) dari 1 sampai 14.
Indikator alam yaitu indikator yang dibuat dari bagian tumbuhan
yang berwarna dan dapat berubah warna ketika dalam suasana asam atau
basa. Warna yang dihasilkan adalah warna yang terkandung dalam suatu
tumbuhan itusendiri dan bergantung pada jenis tanamannya.

28
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat

Gambar 1. pH Meter Gambar 2. Botol Semprot Gambar 3. Gelas Piala


100 mL

Gambar 4. Pipet Skala Gambar 5. Bulb Gambar 6. Batang


10 mL Pengaduk

Gambar 7. Corong Gambar 8. Statif dan Gambar 9 Neraca Analitik


Buret 100 mL

Gambar 10. Labu Ukur Gambar 11. Oven Gambar 12. Gelas Piala

250 mL 250 mL

Gambar 13. Pipet Tetes Gambar 14. Gelas Piala

1000 mL

3.2 Bahan
3.2.1 Asam Asetat (CH3COOH) 2 M
3.2.2 Natrium Hidroksida (NaOH) 3 N
3.2.3 Aquadest (H2O)
3.2.4 Larutan Buffer

3.2 Cara Kerja


Menyiapkan alat dan bahan, kemudian menimbang padatan NaOH
sebanyak 20 gram kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 250 mL,
kemudian memasukkan larutan ke dalam labu ukur 250 mL untuk diencerkan
dan dihomogenkan, kemudian memipet asam asetat sebanyak 8 mL ke dalam

30
labu ukur 250 mL untuk diencerkan, asam asetat yang telah jadi kemudian
memindahkan ke dalam buret, sebelum di gunakan pH meter di kalibrasi
dengan larutan yang kadar pH telah di ketahui yaitu larutan buffer, setelah
proses kalibrasi selesai sensor pH di netralkan menggunakan aquadest,
selanjutnya menampung larutan NaOH ke dalam gelas piala 250 mL untuk
diuji nilai pH awal tanpa penambahan asam asetat, kemudian menambahkan
larutan asam asetat pada masing-masing pengujian pH untuk penambahan
asam asetat 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, dan 50 mL, kemudian melakukan
kembali pengujian pada masing-masing penambahan asam asetat.

31
3.4 Diagram Alir

Meyiapakan alat dan bahan

Membuat larutan NaOH 3 N dengan menimbang sebanyak 20 gram ke


dalam gelas piala 100 mL

Mengencerkan dan menghomogenkan ke dalam labu ukur 250 mL

Membuat larutan CH3COOH 2 M sebanyak 8 mL dan mengencerkannya ke


dalam labu ukur sebanyak 250 mL

Memindahkan larutan CH3COOH ke dalam buret, kemudian tutup


menggunakan aluminium foil

Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi menggunakan larutaran buffer,


lalu menetralkan sensor pH dengan aquadest.

Memindahkan larutan NaOH ke dalam gelas piala untuk diuji nilai pH


awal tanpa penambahab asam asetat

Mengukur pH larutan NaOH pada setiap penambahan larutan CH3COOH


sebanyak (5, 10, 15, 20, 25, 30, 35,40,45 dan 50 mL).

Kemudian membuat grafik hubungan antara volume penambahan larutan


CH3COOH terhadap pH larutan.

32
BAB IV
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan Dan Pembahasan Berdasarkan Praktek


Tabel 1 Data pengamatan pH larutan dengan metode pH meter
No. Penambahan pH NaOH CH3COOH (mL)
1. 0 13,69
2. 5 13,47
3. 10 13,21
4. 15 12,94
5. 20 12,76
6. 25 12,60
7. 30 12,53
8. 35 12,49
9. 40 12,37
10. 45 12,27
11. 50 11,64

14
13.69
13.47
13.5
13.21
CH3COOH (mL)

12.94
13 12.76
12.6 12.53
12.49
12.5 12.37
12.27

12
11.64

11.5
0 10 20 30 40 50 60
Penambahan pH NaOH

Grafik 4.1 Grafik Hubungan Antara CH3COOH dengan pH Larutan


Berdasarkan pH meter
Pembahasan :
Berdasarkan trayek pH yang di peroleh adalah sebesar 13,69 - 11,64. Hal
ini tidak sesuai dengan metode perhitungan yang sebenarnya. Hal ini
dikarenakan beberapa faktor pada pengukuran pH larutan, di antaranya
menentukan pH suatu larutan harus dilakukan secara cermat, ketelitian dalam
penggunaan alat dan keakuratan alat(Inda Yuliah, 2019).

4.2 Hasil Perhitungan dan Pembahasan Berdasarkan Perhitungan


Tabel 2 Data pengamatan pH larutan dengan metode perhitungan
No. Penambahan pH NaOH (mL) CH3COOH (mL)
1. 0 13,60
2. 5 13,20
3. 10 12,87
4. 15 12,61
5. 20 12,42
6. 25 12,30
7. 30 12,25
8. 35 12,23
9. 40 12,12
10. 45 11,92
11. 50 11,62

14
13.6
13.5
13.2
pH NaOH

13 12.87
12.61
12.5 12.4212.3 12.25 12.23
12.12
11.92
12
11.62
11.5
0 10 20 30 40 50 60
Penambahan CH3COOH (mL)

Grafik 4.2 Grafik Hubungan Antara Volume CH3COOH dengan pH Larutan


Berdasarkan Perhitungan.

34
Pembahasan:
Berdasarkan teori asam dan basa bahwa untuk reaksi netralisasi
setiap asam yang diteteskan akan bereaksi dengan basa. Penetapan daat
terhenti apabila jumlah mol H+ (asam) setara dengan jumlah mol OH-
(basa). Maka dari itu larutan NaOH jika di tambahkan dengan CH3COOH
dengan jumlah yang sama akan membentuk reaksi netralisasi
meghasilkan garam dan air. Berdasarkan data diperoleh di atas larutan
CH3COOH mengalami penurunan pH(Asam & Basa, 2017).

35
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat di simp;ulkan
bahwa pada penambahan asam asetatat 0, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 dan
50 mL, pH yang diperoleh adalah (13,60), (13,20), (12,87), (12,61), (12,42),
(12,30), (12,25), (12,23), (12,12), (11,92) dan (11,62) dari percobaan
tersebut mengalami penurunan pH pada penambahan 0 sampai dengan 50
mL.

5.2 Saran
1. Saran Untuk Laboratorium
Agar dilengkapi peralatan laboratorium dan bahan yang ada di dalam
laboratorium.
2. Saran Untuk Asisten
a. Diharapkan kepada asisten lebih sabar mengadapi praktikan
b. Diharapkan kepada asisten fast respon kepada praktikum
c. Diharapkan kepada asisten lebih banyak memberikan saran dan
masukkan
DAFTAR PUSTAKA

Adianto Ramadhan Mia, E. X. (2015) ‘Larutan Penyangga Sma Negeri 1Sumber’,


(4).
Budioni, T. (2016) ‘Teori Dasar pH’, Jurnal Kimia, 1(1), pp. 1–12.
Farmacia, R. (no date) ‘Air suling’, pp. 1–5.
Gravimetri, T. D. A. N. and Semester, K. X. I. (no date) ‘No Title’.
Khaerunnisa, F. (2017) ‘Larutan’, Kimia Fisika 2, pp. 1–56.
Khotimah, H., Anggraeni, E. W. and Setianingsih, A. (2018) ‘Karakterisasi Hasil
Pengolahan Air Menggunakan Alat Destilasi’, Jurnal Chemurgy, 1(2), p. 34.
doi: 10.30872/cmg.v1i2.1143.
‘Kimia Industri ( 2sks ) Sekolah Tinggi Teknologi Dumai Riau - Indonesia’ (no
date).
Maulika, F., A.k, R. and Kurniasih, D. (2019) ‘Pengembangan Media
Pembelajaran Indikator Asam Basa Alami Berbasis Bioselulosa’, ar-razi
jurnal ilmiah, 7(1), pp. 56–64.
Mikrokontroller, M. and Uno, A. (2014) ‘Jurnal Teknologi Elektro, Universitas
Mercu Buana ISSN : 2086 ‐ 9479’, 5(3).
Mukhlizar, Hartati, R. and Murhaban (2018) ‘Perancangan Alat Ukur Tingkat
Kekeruan Dan Kadar pH Air Berbasis Mikrokontoler’, jurnal mekanova,
5(8), pp. 1–7.
Ngafifuddin, M., Sunarno, S. and Susilo, S. (2017) ‘PENERAPAN RANCANG
BANGUN pH METER BERBASIS ARDUINO PADA MESIN PENCUCI
FILM RADIOGRAFI SINAR-X’, Jurnal Sains Dasar, 6(1), p. 66. doi:
10.21831/jsd.v6i1.14081.
Nuryanti, S. et al. (2016) ‘Indikator Titrasi Asam-Basa dari Ekstrak Bunga
Sepatu’, jurnal agritech, 30(3), pp. 178–183.
Permanasari, A. (2016) ‘Titrasi Volumetri’, Dr. Anna Permatasari titrasi
volumetri, pp. 1–25.
Putranto, W. (2018) ‘KIMIA DASAR “ PENGUKURAN PH ”’, 6.
Setiawati, T. (2019) ‘Titrasi Asam Basa’, Kemdikbud PPPPTK IPA, pp. 1–12.
Sudewa, B. and Hadiatna, F. (2017) ‘Evaluasi Sensor Fit0348 Sebagai Alat Ukur
Potential of Hydrogen ( Ph ) Larutan Evaluation of Sensor Fit0348 As
Measuring Instrument of Potential of Hydrogen ( Ph ) Solution’, jurnal
Elektro Telekomunikasi Terapan, pp. 570–578.
Surtiyani, M. (2015) ‘Mei Surtiyani_BAB II’, (2011), pp. 6–30.
Virliantari, D. A. et al. (2018) ‘Pembuatan Indikator Alami Asam-Basa Dari
Ekstrak Kulit Bawang Merah ( Allium ascalonicum L .)’, pp. 1–6.
Vogel, A. I. (2015) ‘Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro’, Edisi Ke-5, Kalman Media Pusaka, Jakarta, pp. 110–118.
Wulandari, C., Susilaningsih, E. and Kasmui, K. (2018) ‘Estimasi Validitas Dan
Respon Siswa Terhadap Bahan Ajar Multi Representasi : Definitif,
Makroskopis, Mikroskopis, Simbolik Pada Materi Asam Basa’,
Phenomenon : Jurnal Pendidikan MIPA, 8(2), pp. 165–174. doi:
10.21580/phen.2018.8.2.2498.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN

Bobot NaOH yang ditimbang : 20 garm


Volume larutan NaOH : 50 ml
Volume CH3COOH yang dipipet : 8 ml
Volume CH3COOH : 100 ml
M CH3COOH :2M
N CH3COOH :3N

Tabel 1. Data pengamatan pH larutan dengan Metode pH meter


Volume CH3COOH pH Campuran
(ml)
0 13,69

5 13,47
10 13,21

15 12,94
20 12,76

25 12,60
30 12,53

35 12,49
40 12,37

45 12,27
50 11,64
Tabel 2. Data pengamatan pH larutan dengan Metode Perhitungan
Volume CH3COOH pH Campuran
(ml)
0 13,60

5 13,20
10 12,87

15 12,61
20 12,42

25 12,30
30 12,25

35 12,23
40 12,12

45 11,92
50 11,62
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Membuat Larutan


1. Pembuatan Larutan NaOH 3 N
w
N =
BE × V
w = N × BE × V
w = 3 eq/L × 40 gr/eq × 0,05 L
w = 6 gram
2. Pembuatan Larutan CH3COOH 3 M
Dik : M2 = 2 eq/L
V2 = 100 mL
Dit : V1...?
Penyelesaian:
% × Bj × 1000
N=
BE
70% × 1,049 gr/mL × 1000 mL/L
N=
60 gr/eq
N = 12,23 eq/L
N
M=
Valensi
12,23 eq/L
M=
1 eq/mol
M = 12,23 mol/L
Jadi, volume CH3COOH yang dipipet adalah:
V1M1 = V2M2
V2M2
V1 =
M1
100 mL × 2 M
V1 =
12,23 M
V1 = 16 mL
B.2 Perhutungan pH Larutan
1. Untuk Penambahan CH3COOH 0 mL
[OH-] = M × Valensi
= 3 mmol/mL × 1

41
= 3 mmol/mL
pOH = -log [OH-]
= -log 3
= 0,4
pH = 14 - pOH
= 14 – 0,4
= 13,60
2. Untuk Penambahan CH3COOH 5 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 5 mL
= 10 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 10 mmol - -

Reaksi 10 mmol 10 mmol 10 mmol 10 mmol

Sisa 140 mmol - 10 mmol 10 mmol

140 mmol
M =
55 mL
= 2,54 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 2,54 mmol/mL × 1
= 2,54
pOH = -log [OH-]
= -log 2,54
= 0,40
pH = 13,60 - pOH
= 13,60 - 0,40
= 13,20

42
3. Untuk Penambahan CH3COOH 10 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 10 mL
= 20 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 20 mmol - -

Reaksi 20 mmol 20 mmol 20 mmol 20 mmol

Sisa 130 mmol - 20 mmol 20 mmol

130 mmol
M =
60 mL
= 2,16 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 2,16 mmol/mL × 1
= 2,16
pOH = -log [OH-]
= -log 2,16
= 0,33
pH = 13,20 - pOH
= 13,20 - 0,33
= 12,87
4. Untuk Penambahan CH3COOH 15 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 15 mL
= 30 mmol

43
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 30 mmol - -

Reaksi 30 mmol 30 mmol 30 mmol 30 mmol

Sisa 120 mmol - 30 mmol 30 mmol

120 mmol
M =
65 mL
= 1,84 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 1,84 mmol/mL × 1
= 1,84
pOH = -log [OH-]
= -log 1,84
= 0,26
pH = 12,87 - pOH
= 12,87 - 0,26
= 12,61
5. Untuk Penambahan CH3COOH 20 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 20 mL
= 40 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 40 mmol - -

Reaksi 40 mmol 40 mmol 40 mmol 40 mmol

Sisa 110 mmol - 40 mmol 40 mmol

44
110 mmol
M =
70 mL
= 1,57 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 1,57 mmol/mL × 1
= 1,57
pOH = -log [OH-]
= -log 1,57
= 0,19
pH = 12,61 - pOH
= 12,61 - 0,19
= 12,42
6. Untuk Penambahan CH3COOH 25 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 25 mL
= 50 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 50 mmol - -

Reaksi 50 mmol 50 mmol 50 mmol 50 mmol

Sisa 100 mmol - 50 mmol 50 mmol

100 mmol
M =
75 mL
= 1,33 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 1,33 mmol/mL × 1
= 1,33
pOH = -log [OH-]
= -log 1,33

45
= 0,12
pH = 12,42 - pOH
= 12,42 - 0,12
= 12,30
7. Untuk Penambahan CH3COOH 30 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 30 mL
= 60 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 60 mmol - -

Reaksi 60 mmol 60 mmol 60 mmol 60 mmol

Sisa 90 mmol - 60 mmol 60 mmol

90 mmol
M =
80 mL
= 1,125 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 1,125 mmol/mL × 1
= 1,125
pOH = -log [OH-]
= -log 1,125
= 0,05
pH = 12,30 - pOH
= 12,30 – 0,05
= 12,25
8. Untuk Penambahan CH3COOH 35 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL

46
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 35 mL
= 70 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 70 mmol - -

Reaksi 70 mmol 70 mmol 70 mmol 70 mmol

Sisa 80 mmol - 70 mmol 70 mmol

80 mmol
M =
85 mL
= 0,94 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 0,94 mmol/mL × 1
= 0,94
pOH = -log [OH-]
= -log 0,94
= 0,02
pH = 12,25 - pOH
= 12,25 – 0,02
= 12,23
9. Untuk Penambahan CH3COOH 40 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 40 mL
= 80 mmol

NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

47
Awal 150 mmol 80 mmol - -

Reaksi 80 mmol 80 mmol 80 mmol 80 mmol

Sisa 70 mmol - 80 mmol 80 mmol

70 mmol
M =
90 mL
= 0,77 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 0,77 mmol/mL × 1
= 0,77
pOH = -log [OH-]
= -log 0,77
= 0,11
pH = 12,23 - pOH
= 12,23 - 0,11
= 12,12
10. Untuk Penambahan CH3COOH 45 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 45 mL
= 90 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 90 mmol - -

Reaksi 90 mmol 90 mmol 90 mmol 90 mmol

Sisa 60 mmol - 90 mmol 90 mmol

60 mmol
M =
95 mL
= 0,63 mmol/mL

48
[OH-] = M × Valensi
= 0,63 mmol/mL × 1
= 0,63
pOH = -log [OH-]
= -log 0,63
= 0,20
pH = 12,12 - pOH
= 12,12 - 0,20
= 11,92
11. Untuk Penambahan CH3COOH 50 mL
n NaOH = M×V
= 3 mmol/mL × 50 mL
= 150 mmol
n CH3COOH = M×V
= 2 mmol/mL × 50 mL
= 100 mmol
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O

Awal 150 mmol 100 mmol - -

Reaksi 100 mmol 100 mmol 100 mmol 100 mmol

Sisa 50 mmol - 100 mmol 100 mmol

50 mmol
M =
100 mL
= 0,5 mmol/mL
[OH-] = M × Valensi
= 0,5 mmol/mL × 1
= 0,5
pOH = -log [OH-]
= -log 0,5
= 0,30
pH = 11,92 - pOH

49
= 11,92 – 0,30
= 11,62

50

Anda mungkin juga menyukai