Anda di halaman 1dari 10

Makalah Aplikasi Koloid di dalam Pestisida

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai kegiatan yang menimbulkan


koloid. Koloid merupakan sistem campuran yang partikelnya berdiameter antara 10 -7
sampai 10-5 cm. Koloid merupakan campuran yang berada diantara larutan dan juga
suspensi. Semakin canggih teknologi maka semakin banyak sistem koloid yang
berkembang di lingkungan kehidupan manusia. Banyak bidang menggunakan
sistem koloid ini karena sifat karakteristik dari koloid yang dapat mencampurkan zat-
zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk
produksi skala besar.
Beberapa jenis industri yang menggunakan sistem koloid antara lain industri
makanan, industri kosmetik, industri cat, industri pertanian dan industri farmasi.
Pada masing-masing industri tersebut kegunaan campurannya menjadi koloid
berbeda beda tergantung hasil produk yang diinginkannya. Industri pertanian
membuat sistem koloid untuk menghasilkan jenis peptisida dan insektisida.
Keduanya merupakan elemen penting dalam bidang pertanian karena menjaga agar
lahan pertanian tidak rusak oleh hama-hama pengganggu.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang sistem koloid yang terjadi pada
pestisida dalam bidang industri pertanian.

B. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan tentang sistem koloid dalam
bidang pertanian khususnya pestisida.
BAB II ISI

A. Koloid

Koloid merupakan sistem campuran yang partikelnya berdiameter antara 10-7


sampai 10-5 cm. Partikel-partikel yang tersebar dalam sistem dispersi disebut
fase terdispersi dan mediumnya disebut medium pendispersi. Koloid memiliki
bentuk bermacam-macam, tergantung dari fase zat pendispersi dan zat
terdispersinya. Beberapa jenis koloid antara lain:
1. Aerosol
Aerosol memiliki zat pendispersi berupa gas. Aerosol yang memiliki zat
terdispersi cair disebut aerosol cair (contoh: kabut atau awan) sedangkan
yang memiliki zat terdispersi padat disebut aerosol padat (contoh: asap
dan debu)
2. Sol
Sol merupakan koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair
(contoh: air sungai, detergen)
3. Emulsi
Emulsi adalah sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair
lain namun keduanya tidak saling melarutkan (contoh: santan, susu,
minyak ikan)
4. Buih
Buih merupakan sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair.
(contoh: alat pemadam kebakaran) adalagi buih padat yang merupakan
gas yang terdispersi dalam padat (contoh: stryfoam, spons)
5. Gel
Gel merupakan sistem koloid kaku atau setengah padat setengah cair
(contoh: agar-agar, lem)

Selain memiliki berbagai jenis, koloid pun memiliki beberapa sifat karakteristik
yaitu:
1. Efek tyndall
Efk tyndall merupakan gejala penghamburan berkas sinar oleh partikel-
partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang
cukup besar.
2. Gerak brown
Gerak brown adalah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa
bergerak lurus tetapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika
koloid diamati dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa
partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan
zigzag ini dinamakan gerak Brown. Untuk koloid dengan medium
pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan
menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri.
Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran
partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak
seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak
zigzag atau gerak Brown. Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin
cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran
partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Gerak Brown
juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka
semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium
pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase
terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah
suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
3. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain
pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan
partikel. Adsorpsi harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya
penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel.
4. Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan.
Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk
koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan,
pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan
elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
5. Dialisis
Dialisis adalah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara
mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran
semipermeabel yang berfungsi sebagai penyaring. Membran
semipermeabel ini dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid,
sehingga koloid dan cairan akan berpisah.
6. Elektroforesis
Elektroferesis ialah peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan
dengan menggunakan arus listrik.

B. Pestisida

Pestisida atau pembasmi hama adalah bahan yang digunakan untuk


mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme pengganggu.
Sasarannya bermacam-macam seperti serangga, tikus, gulma, burung,
mamalia, ikan atau mikroba yang dianggap mengganggu. Menurut PP No. 7
Tahun 1973 yang dimaksud pertisida adalah semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
 Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
 Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma.
 Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
 Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman, tidak termasuk pupuk.
 Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
peliharaan dan ternak.
 Memberantas atau mencegah hama-hama air.
 Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik
dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
 Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi
dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, yang dimaksud dengan Pestisida adalah zat pengatur dan
perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik, atau virus yang
digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.
Pestisida merupakan bahan yang telah banyak memberikan manfaat untuk
keberlangsungan dunia produksi pertanian. Banyaknya Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang dapat menurunkan hasil panen, dapat
diminimalisir dengan pestisida. Sehingga kehilangan hasil akibat OPT tidak
terlalu besar. Selain bidang pertanian, pestisida juga memberikan banyak
manfaat untuk membantu masalah yang timbul akibat adanya organisme
pengganggu di tingkat rumah tangga. Seperti pembasmian nyamuk misalnya,
dengan adanya pestisida maka proses pembasmian nyamuk akan menjadi
lebih cepat dan efisien. Bahkan masih banyak lagi peranan pestisida bagi
kehidupan manusia di berbagai bidang.

C. Jenis-jenis Pestisida

Pestisida oleh para ahli dikelompokan untuk mempermudah pengenalanya.


Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan jenis sasaran, bentuk fisik,
bentuk formulasi, dan asal bahan aktifnya.

Ditinjau dari jenis organisme yang menjadi sasaran penggunaan pestisida


dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti
tungau atau kutu. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.
2. Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang laut,
berfungsi untuk membunuh alga.
3. Alvisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung, fungsinya
sebagai pembunuh atau penolak burung.
4. Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata Yunani bakron,
berfungsi untuk membunuh bakteri.
5. Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani spongos yang
artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.
6. Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman setahun, berfungsi
untuk membunuh gulma.
7. Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan, keratan
segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga.
8. Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung tipis
atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput.
9. Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak
telur. Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma,
berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
10. Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan, berfungsi untuk
membunuh ikan.
11. Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi
untuk membunuh binatang pengerat.
12. ermisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang
kayu berfungsi untuk membunuh rayap.

Berdasarkan bentuk formulasi, pestisida dikelompokkan menjadi:


1. Butiran (G/granul)biasanya pestisida dengan formulasi bentuk ini dapat
langsung diaplikasikan tanpa harus diiarutkan terlebih dahulu.
2. Powder (tepung)biasanya harus dilarutkan terlebih dahulu sebelum
diaplikasikan. Formulasi bentuk ini membentuk sediaan pestisida berupa
suspensi. sehingga sangat diperlukan pengadukan yang terus menerus
karena sifat sediaan ini dapat mengendap dan dapat merusak alat aplikasi
atau terjadinya penyumbatan pada noze. Beberapa kode formulasi
pestisida yang sejenis artinya akan menjadi suspensi jika diencerkan
dengan air adalah SC, F. dan lain-lain.
3. EC (Emulsifiable I emulsible concentrates)Pestisida dengan formulasi
berbentuk EC ini akan membentuk emulsi (seperti susu) pada larutan
semprot. Larutan jadi ini tidak memerlukan pengadukan yang terus
menerus. Pada umumnya insektisida memiliki formulasi bentuk EC.

Berdasarkan asal bahan aktif, pestisida dapat digolongkan menjadi:


1. Sintetik Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida,
tembaga sulfat dan garam merkuri.
2. Organik Organo khlorin : DDT, SHC, endrin, dieldrin.
3. Heterosiklik : Kepone, mirexOrganofosfat : klorpirifos, prefonofos.
4. Karbamat : earbofuran, SPMC,
5. Dinitrofenol : Dinex

D. Hubungan Pestisida dengan Sistem Koloid

Pestisida memiliki cara kerja untuk membasmi hama yang mengganggu


karenanya perlu dibuat sestem koloid agar mekanisme yang diciptakan bisa
bekerja optimal pada hama target dari pestisida.

Ada dua bentuk sistem koloid pada pestisida yaitu aerosol dan emulsi.
1. aerosol biasanya berupa powder pada awalnya tetapi dibuat larutan dan
akhirnya disemprotkan berupa aerosol ke pada tanaman. Pada sistem
aerosol ini pestisida akan masuk ke dalam tubuh serangga memalui
dinding tubuh atau pun kutikula lalu meracuni serangga dari sistem dalam
tubuhnya. Pada proses ini serangga akan terkena aerosol yang
disemprotkan pestisida diantara tanaman. Sehingga sebelum memakan
tanaman serangga akan mati terlebih dahulu. Tipe aerosol ini merupakan
pestisida dengan bahan aktif berupa organik organo klorin dan
heterosiklik.

2. Pestisida denga bentuk emulsi sudah berupa bentuk emulsi cair. Jadi tidak
perlu dilarutkan ke dalam air. Proses pemakaiannya sama yaitu dengan
penyemprotan pada tanaman. Emulsi yang disemprotkan pada tanaman
akan menepel pada tanaman, sehingga ketika ada hama yang mendekat
maka atau memakan tanaman dia akan mati karena menghirup pestisida
atau mati akibat memakan tanaman yang sudah mengandung petisida.
Tipe emulsi ini merupakan pestisida dengan bahan aktif sintetik anorganik
dan karbamat.

E. Dampak Penggunaan Pestisida

Terdapat dampak positif dan dampak negatif dari penggunaan pestisida ini
yaitu:
Dampak Positif
1. Dapat diaplikasikan dengan mudah
2. Hasilnya dapat dirasakan dalam waktu singkat
3. Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat
4. Mudah diperoleh dan memberikan keuntungan ekonomi terutama jangka
pendek.

Dampak Negatif
1. Keracunan pestisida pada tanaman
2. Dapat menyebabkan timbulnya resistensi pada hama
3. Keracunan pada ikan dan biota lainnya.
4. Pencemaran Lingkungan
Bab III Kesimpulan

Kesimpulan

Koloid merupakan sistem campuran yang partikelnya berdiameter antara 10 -7


sampai 10-5 cm. Partikel-partikel yang tersebar dalam sistem dispersi disebut fase
terdispersi dan mediumnya disebut medium pendispersi. Bentuk-bentuk koloid
antara lain yaitu aerosol, emulsi, Sol, Buih, dan gel. Pada bidang pertanian sistem
koloid digunakan dalam pestisida dan insektisida. Bentuk yang digunakan yaitu
sebagai aerosol dan emulsi.
DAFTAR PUSTAKA
Darmansyah, Iwan dan Ariani Setiawati.1982. Pedoman Pengobatan Keracunan
Pestisida. Fakultas Kedokteran Universitas indonesia. Jakarta.
Direktorat Pupuk dan Pestisida Tanaman. 2011. Pedoman Pembinaan Penggunaan
Pestisida. Jakarta: Kementrian Pertanian.
Hendratini. 2003. Penelitian Pembuatan Formulasi Pestisida Bentuk Pekatan yang
dapat Diemulsikan. Jakarta: Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Anda mungkin juga menyukai