Anda di halaman 1dari 5

UJIAN MID SEMESTER TA.

2020-2021
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA

Hari/ Tanggal Ujian : Sabtu, 1 Mei 2021


Waktu Ujian : Jam 12.00 Wib dan dikumpulkan Jam 17.00 Wib Senin,
tanggal 3 Mei 2021
Type Ujian : Dikerjakan di rumah jawaban DITULIS TANGAN.
Jawaban ditulis berurutan menggunakan kertas Folio
masing masing
Mata Kuliah : Hukum, Etika dan Bisnis
Dosen Penanggungjawab : Prof. Dr.Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI
Jawaban dikumpulkan pada Sekretariat MM Melalui
Sdr. Man Senin 3 Mei 2021 selambatnya Jam 17.00 Wib

Bila mahasiswa ybs berada di luar kota dapat


mengirimkan jawaban tertulis melalui TIKI, JNE
dengan terlebih dahulu mengirimkan screen shoot
jawabannya ke nomor WA saya.
Pertanyaan Ujian:

1. Secara yuridis, apakah yang menjadi penentuan syahnya status PT yang


didirikan?
Jawaban :
Sahnya status Pendirian Perseroan Terbatas
Adapun syarat syarat sahnya pendirian suatu perseroan terbatas di Indonesia yang diatur
dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, yaitu:
1. Akta Pendirian.
Menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, prosedur pendirian PT juga tidak
banyak berubah dengan prosedur pendirian PT yang ditentukan oleh UU No. 1 Tahun 1995.
Prosedur pendirian PT di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT diatur di dalam Pasal 7
sampai dengan Pasal 14 (delapan pasal). Menurut Pasal 7 ayat ( 1 ) UU No. 40 Tahun 2007
tentang PT, dikatakan bahwa “perseroan didirikan minimal oleh 2 ( dua ) orang atau lebih
dengan akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia” Akan tetapi, menurut Pasal 7 ayat
( 7 ) UU No. 40 Tahun 2007, ketentuan pemegang saham minimal 2 (dua) orang atau lebih
tidak berlaku bagi:
a. Perseroan yang sahamnya dimiliki oleh negara.
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang t Undang
tentang Pasar Modal.
2. Pengesahan Oleh Menteri.
Dimaksud dengan Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
hukum dan hak asasi manusia. Dalam mendirikan perseroan terbatas tidak cukup dengan cara
membuat akta pendirian yang dilakukan dengan akta otentik. Akan tetapi harus diajukan
pengesahan kepada Menteri, guna memperoleh status badan hukum. Pengajuan pengesahan

1
dapat dilakukan oleh Direksi atau kuasanya. Jika dikuasakan hanya boleh kepada seorang
Notaris dengan hak substitusie. Agar Perseroan diakui secara resmi sebagai badan hukum,
akta pendirian dalam bentuk akta notaris tersebut harus diajukan oleh para pendiri secara
bersama t sama melalui sebuah permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri ( Menteri
Hukum dan HAM ) mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
3. Pendaftaran.
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang PT yang melakukan pendaftaran setelah diperoleh
pengesahan dibebankan kepada Direksi Perseroan maka di dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang PT ini maka yang menyelenggarakan daftar perseroan setelah diperoleh pengesahan
adalah Menteri yang memberikan pengesahan badan hukum dan memasukkan data perseroan
secara langsung. Daftar perseroan memuat data tentang Perseroan yang meliputi :
a. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu
pendirian, dan permodalan.
b. Alamat lengkap Perseroan.
c. Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan
hukum Perseroan.
d. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri.
e. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan
oleh Menteri.
f. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan
anggaran dasar.
g. Nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris Perseroan.
h. Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang
pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri.
i. Berakhirnya status badan hukum Perseroan.
j. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib
diaudit.

2. Uraikan apa yang dimaksud dengan:

a. Prinsip “business judgement rule” bagi Direksi dalam suatu perusahaan?


Dan dimana hal ini diatur dalam UU PT No.40 Tahun 2007?
Jawaban :
Prinsip Business Judgment Rule adalah suatu prinsip hukum yang berasal dari system
common law dan merupakan derivative dari Hukum Korporasi di Amerika Serikat. Konsep ini
mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat untuk mempertanyakan pengambilan
keputusan usaha oleh Direksi, yang diambil dengan itikad baik. Dasar pertimbangan adanya
prinsip Business Judgment Rule yaitu bahwa tidak setiap keputusan direksi dapat memberikan
keuntungan bagi perseroan, seperti lazimnya dalam dunia usaha ada untung dan ada rugi.
Walaupun begitu, direksi dalam mengambil keputusannya atau melakukan tindakan lainnya
mendasarkannya hanya untuk kepentingan perseroan (tidak ada kepentingan pribadi) dengan
kehati-hatian dan dengan itikad baik. Sebab putusan bisnis yang diambil oleh Direksi yang
dilindungi oleh business judgement rule adalah putusan bisnis yang diambil dengan itikad
baik (good faith), mempunyai dasar-dasar yang rasional (rational basis), kehatihatian (due
2
care), sesuai denggan anggaran dasar, dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose)
dan dengan cara yang layak (reasonable belief) sebagai yang terbaik bagi Perseroan.

Secara umum prinsip business Judgment Rule dianut dalam Undang-Undang No.40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 UUPT 40 Tahun
2007 yaitu:
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota
Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan
apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan
sebagaiamana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri dari 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

b. Uraikan apa yang dimaksud dengan prinsip “self dealing dan corporate
opportunity” bagi Direksi dalam suatu perusahaan? Dan dimana hal ini
diatur dalam UU PT No.40 Tahun 2007?
Jawaban :
- Self dealing merupakan perwujudan dari transaksi yang melekat adanya kepentingan oleh
Direksi suatu Perseroan dengan Perseroan itu sendiri baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Misalnya:
1. Transaksi antara anggota keluarga dari Direksi dan Perseroan.
2. Transaksi antara 2 (dua) Perseroan dengan Direksi yang sama.
3. Transaksi antara Perseroan dengan Perseroan lain dalam mana pihak Direksi mempunyai
kepentingan finansial tertentu.
4. Transaksi antara perusahaan holding dengan anak perusahaan
jika dicermati dalam uupt 40 tahun 2007 khususnya mengenai tugas dan tanggung jawab
anggota Direksi kemudian dikaitkan dengan teori self dealing yang berkembang dalam hukum
perseroan di dunia maka dapat ditemukan beberapa pasal yang relevan dengan self dealing,
diantaranya yaitu pasal-pasal berikut ini:
a. Pasal 92 ayat (1) dan (2) Pasal 92 ayat (1) pada intinya menjelaskan bahwa seorang Direksi
dalam menjalankan pengurusan Perseroan harus untuk kepentingan Perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan, selanjutnya ayat (2) menjelaskan bahwa dalam
menjalankan pengurusannya harus sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas
yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.

3
UUPT 40/2007 sebenarnya tidak melarang self dealing transaction oleh Direksi Perseroan,
self dealing transactions dapat dilaksanakan sepanjang memenuhi persyaratan-persyaratan dan
prosedur tertentu antara lain : disebutkan secara eksplisit dalam anggaran dasar, dilakukan
keterbukaan terhadap organ Perseroan lainnya, dilakukan secara fair, layak, dan itikad baik
serta melalui prosedur pelaksanaan RUPS. Bilamana terjadi kerugian akibat transaksi tersebut
Direksi tetap harus bertanggung jawab kepada stakeholders Perseroan.

-corporate opportunity yaitu seorang pengurus yaitu Direktur dan Komisaris atau pegawai
Perseroan lainnya ataupun pemegang saham, tidak diperkenankan mengambil kesempatan
untuk mencari keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukan tersebut sebenarnya
merupakan perbuatan yang semestinya dilakukan oleh Perseroan dalam menjalankan
bisnisnya itu.
corporate opportunity adalah yang mengharuskan Direksi Perseroan untuk melakukan
tindakan yang berorientasi pada profit, tetapi lebih dari itu ia wajib selalu taat pada ketentuan
yang diatur dalam anggaran dasar Perseroan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
bersifat professional dan memperhatikan kepentingan stakeholders.
corporate opportunity dalam UUPT 40/2007, hanya bersumber pada prinsip melaksanakan
tugas sebagai Direksi yang baik yang diatur dalam Pasal 92 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 97
Misalnya untuk direksi:
Pasal 99 ayat (1) huruf b: anggota direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila dia
mempunyai benturan kepentingan dengan kepentingan perseroan.
Pasal 97 ayat (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap
anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
Pasal 92 ayat (1): Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Pasal 101 ayat (1): Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham
yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/ atau keluarganya dalam Perseroan dan
Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan gugatan personal Pemegang Saham dan
dimana diatur?

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan gugatan derivative Pemegang Saham


dan dimana diatur?

5. Apakah yang menjadi persyaratan dari penyelenggaran dari suatu RUPS?

6. Apakah ketentuan baru dalam pelaksanaan RUPS menurut UU PT No.40


Tahun
7. 2007?

8. Bagaimana Pemegang Saham mendapatkan hak nya apabila Direksi dan


Komisaris tidak menjalankan kewajibannya menjalankan pemanggilan RUPS?

9. Apakah yang menjadi:


4
a. Hak pemegang saham?

b. Kewajiban pemegang saham?

10. Apa perlindungan khusus yang diberikan kepada pemegang saham


minoritas?

11. a. Apakah yayasan dapat melakukan usaha/berbisnis dalam konteks UU


Yayasan?

b. Apa yang menjadi ketentuannya?

c. Siapakah yang mewakili Yayasan dalam menjalankan badan usaha tsb?

12. a. Apakah ketentuan CSR dalam Pasal 74 UU No.40/2007, apakah bersifat


mandatory/wajib atau tidak?

b. Darimanakah pendanaan mengenai CSR tersebut dikeluarkan? Mohon


dijelaskan.

c. Apakah yang menjadi tujuan perusahaan melakukan penggabungan atau


merger? Dan dimana hal ini diatur dalam UU PT No.40 Tahun 2007?

13. Jelaskan jenis jenis akuisisi yang dapat dilakukan perusahaan. Dan dimana hal
ini diatur dalam UU PT No.40 Tahun 2007?

14. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Spin off atau pemisahan. Dan dimana hal
ini diatur dalam UU PT No.40 Tahun 2007?

15. Apakah yang menjadi kelemahan dari Perjanjian BOT (Build Operate Transfer)
atau Bangun Guna Serah?

16. Bagaimana status tanah dalam perjanjian BOT antara para pihak yang
melakukan KSO atau kerjasama operasi tsb?

Selamat Bekerja Semoga Berhasil

Anda mungkin juga menyukai