Anda di halaman 1dari 2

Rincian kasusnya

kasus persekongkolan kartel yang melibatkan berbagai maskapai penerbangan internasional yang
mengajukan kasusnya di tahun 2008-2010 yang melibatkan 14 askapai termasuk Garuda
Indonesian. Peristiwa kartel yang dituduhkan sendiri terjadi di tahun 2002-2006. Maskapai lain
yang dituduh adalah Air Zealand, Qantas, Singapore Airlines, dan Cathay Pacific. Secara
keseluruhan, pengadilan federal Australia menjatuhkan denda sebesar $AUD 132 juta (atau lebih
dari Rp 1,3 triliun). Maskapai-maskapai itu diduga melanggar Pasal 5 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Pasal
11 dengan beleid yang sama. Berdasarkan kasus sebelumnya, perusahaan yang dinyatakan
bersalah bakal mendapat sanksi denda dan sanksi administrasi berupa pembatalan perjanjian.

Maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia telah dijatuhi hukuman denda
$AUD 19 juta (sekitar Rp190 M) oleh pengadilan Federal Australia karena terlibat dalam aksi
kartel. Kasus berkenaan pengaturan tarif untuk kargo. Pengadilan mengatakan bahwa antara
2003 dan 2006, Garuda setuju untuk melakukan kesepakatan yang menetapkan tarif biaya
keamanan dan biaya bahan bakar, serta biaya bea cukai dari Indonesia.

Oleh karena itu, Garuda dikenai denda $AUD15 juta dan tambahan denda $AUD4 juta karena
penerapan tarif asuransi dan bahan bakar dari Hong Kong.

13 airline lain memutuskan untuk melalui mekanisme perdamaian dengan mengaku bersalah, dan
telah dikenai denda dan jumlah ganti rugi mulai dari 3 juta hingga 20 juta dolar Australia," jelas
dia.

Ia menjabarkan Pengadilan Federal Australia pada 31 Oktober 2014 sebenarnya sudah menolak
gugatan ACCC yang menguntungkan Garuda Indonesia dan Air New Zealand. dengan
pertimbangan pasar yang bersangkutan (yurisdiksi) berada di Indonesia. Namun, dalam
pengadilan banding 14 Juni 2017, High Court Australia mengabulkan
gugatan ACCC dengan doktrin effect dan Garuda Indonesia-Air New Zealand dinyatakan
bersalah atas tuduhan tersebut.

Kemudian pada 30 Mei 2019, Federal Court Australia menjatuhkan putusan, dan Garuda
Indonesia-Air New Zealand dikenakan denda sebesar 19 juta dolar Australia dan diminta untuk
membayar biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh ACCC.

Garuda Indonesia menganggap bahwa perkara ini tidak fair dan Garuda Indonesia tidak pernah
melakukan praktek tersebut dalam bisnisnya, dan tuduhan ini tidak patut," jelas dia.
Menurut dia, denda dalam perkara ini juga seharusnya tidak lebih dari 2,5 juta dolar Australia,
dengan pertimbangan bahwa pendapatan pengangkutan kargo Garuda dari Indonesia pada saat
kejadian perkara ini terjadi adalah sebesar 1,1 juta dolar Australia dan pendapatan pengangkutan
kargo dari Hong Kong sebesar US$656 ribu.

"Garuda Indonesia sebelumnya telah berkoordinasi intens dengan Kedubes Australia sejak tahun
2012 dan Tim Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar
Negeri sejak 2016 karena kasus hukum ini menyangkut "Interstate Diplomacy".

Kami juga sebelumnya juga telah berkoordinasi secara rutin dengan KPPU Indonesia," pungkas
dia.

Pelakunya

14 maskapai termasuk garuda

Seperti Air Zealand, Qantas, Singapore Airlines, dan Cathay Pacific.

Hukum pelanggranya

Membayar hukuman denda $AUD 19 juta (sekitar Rp190 M) oleh pengadilan Federal Australia
karena terlibat dalam aksi kartel.

Etika yang di langgar

Dalam kasus ini, 14 maskapai telah melanggar etika bisnis karena terlibat dalam praktik kartel
dengan berbagai maskapai lainnya untuk mengatur pengiriman kargo

Anda mungkin juga menyukai