Anda di halaman 1dari 27

FIQH TAHAWWULAT

BUMI DATAR:
BINTANG DALAM
AL-QUR’AN
By : Acit

Jangan terima apapun yang kami sampaikan


sebelum anda memeriksa, dan menelitinya lagi.
Anda boleh membenarkannya, hanya dan hanya
ketika anda sudah meyakini itulah yang benar.
"tolong jangan hina kemampuan intelektualitas
anda” dengan menerima mentah-mentah
apapun yang anda dengar. Karena jika anda
melakukan itu, anda akan menjadi orang yang
sangat berbahaya.

Refleksi 29 April 2021


KATA PENGANTAR

Pada kesempatan kali ini, penulis akan menerangkan


beberapa poin penting tentang “Bintang dalam al-Qur’an”
yang pada akhirnya akan mengarahkan kita pada konsep
bumi datar, yang terbagi menjadi sub lima pokok
pembahasan yaitu :

a. Bintang jatuh pada hari kiamat


b. Bintang jatuh dalam pandangan tafsir jalalain
c. Urutan bintang pada setiap langit dalam
pandangan islam
d. Pengertian bintang dalam pandangan islam
e. Pengertian al-kawakib, an-nujum dan al-buruj
menurut para ulamak tafsir
f. Makna lain dari bintang

Perlu diketahui, keenam pembahasan topik ini masih akan


dilanjutkan dengan pembahasan topik bagian ke dua,
khususnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep
bumi datar yang disadur dari berbagai tafsir yang ada.
Maka dari itu, dengan kerendahan hati, al faqir memohon
doa kepada pembaca agar penulis dapat merampungkan
pembahasan ini sehingga dapat menjadi tambahan
wawasan bagi para pembaca yang budiman. Selamat
membaca.
1. BINTANG JATUH PADA HARI KIAMAT
Sebelum kita membahas judul diatas kita harus
pahami terlebih dahulu, apa dan bagaimana bintang itu
diceritakan di dalam al Quran. Apabila anda cermati tak
akan pernah Anda temukan yang namanya planet, justru
yang ada hanyalah matahari, bulan, dan bintang, hanya
itu. Setidaknya ada tiga maksud mengapa Allah
menciptakan bintang di langit, yaitu:

a. Sebagai hiasan langit dunia

ِ ‫َْ ٍخ ْٱى َن َ٘ا ِم‬ٝ‫َب ثِ ِض‬ّْٞ ‫ََّّْب ٱى َّغ ََبٓ َء ٱى ُّذ‬ٝ َ‫إَِّّب ص‬
‫ت‬
“Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia (yang
terdekat), dengan hiasan bintang-bintang.” (As-Shaffat 37:6)

b. Sebagai petunjuk arah

‫ذ ْٱىجَشِّ َٗ ْٱىجَحْ ِۗ ِش قَ ْذ‬


ِ ََ َٰ ُ‫ ظُي‬ِٚ‫ َج َع َو ىَ ُن ٌُ ٱىُّْجُ٘ ًَ ىِزَ ْٖزَ ُذٗا ثَِٖب ف‬ٙ‫َُٕٗ َ٘ ٱىَّ ِز‬
ِ ََٰٝ ‫فَص َّْيَْب ٱهْ َءا‬
ََُُ٘ َ‫َ ْعي‬ٝ ًٍ َْ٘‫ذ ىِق‬
"Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar
kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di
laut. Kami telah menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami)
kepada orang-orang yang mengetahui.” (Al-An'am 6:97)

c. Sebagai alat pelempar setan

‫ ِۖ ِِ َٗأَ ْعزَ ْذَّب‬ٞ‫َ ِط‬َٰٞ ‫ح َٗ َج َع ْي َََْٰٖب ُسجُ٘ ًٍب ىِّي َّش‬ٞ َ َٰ ََ ِ‫َب ث‬ّْٞ ‫ََّّْب ٱى َّغ ََبٓ َء ٱى ُّذ‬ٝ َ‫َٗىَقَ ْذ ص‬
َ ِ‫صج‬
‫ش‬ٞ
ِ ‫اة ٱى َّغ ِع‬ َ ‫ىَُٖ ٌْ َع َز‬
“Dan sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, dengan
bintang-bintang dan Kami jadikannya (bintang-bintang itu)
sebagai alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi
mereka azab neraka yang menyala-nyala.” (Al-Mulk 67:5)

Begitulah al Quran menerangkan pada kita


bagaimana sebetulnya bintang itu diciptakan, dan
tidaklah Allah menciptakannya kecuali untuk tiga hal
tersebut, yaitu sebagai hiasan di langit dunia, sebagai
petunjuk arah, dan sebagai alat pelempar setan. Oleh
karena itu, barangsiapa yang meyakini fungsi bintang
selain yang disebutkan, maka menurut Ibnu Jarir ath-
Thabariy dalam Jami‟ al bayan fii Ta‟wil al-Qur‟an bahwa
ia telah berkata-kata dengan pikirannya semata, ia telah
mendapatkan nasib buruk, menyia-nyiakan agamanya
dan telah menyusah-nyusahkan berbicara yang ia tidak
memiliki ilmu sama sekali. (Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir
Ath-Thabariy dalam Jami‟ Al-Bayan fii Ta‟wil Ay Al-
Qur‟an, 23: 508, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama,
1420 H. Syaikh Musthafa Al-„Adawiy mengatakan bahwa
sanadnya hasan. Lihat Tafsir Juz Tabaarok, Syaikh
Musthafa Al „Adawiy, hal. 20, Maktabah Makkah, cetakan
pertama, tahun 1423 H)
Dengan demikian, tidak benar apabila ada
anggapan kalau bintang adalah planet, yang benar adalah
bintang bukanlah planet. Nama-nama benda angkasa
seperti Merkurius (Utharid), Venus (Zuhrah), Mars
(Mirrikh), Yupiter (Musytari), Saturnus (Zuhal), Uranus,
dan Neptunus, kesemuanya itu bukanlah planet,
melainkan bintang yang bersinar di langit. Di dalam
islam ketujuh bintang tersebut dikenal dengan sebutan
bintang sayyarah (bintang pengelana).
Di hari kiamat bintang sayyarah dan semua bintang
yang ada di langit, akan jatuh ke bumi. Ada dua ayat
dalam al Qur‟an yang membicarakan tentang jatuhnya
bintang di hari kiamat yaitu surat at Takwir 81 : 2 dan
surat al Infithar 82 : 2. Kedua ayat ini menyatakan bahwa
jatuhnya bintang adalah pertanda terjadinya peristiwa
kiamat. Dengan memahami konsep jatuhnya bintang
dihari kiamat, kita akan dapat memahami hakikat dari
bintang itu sendiri, bahwa tidak ada yang namanya
planet, dan yang paling penting adalah dapat
membuktikan bahwa bumi yang kita pijak adalah datar.
Konsep bumi datar sangat berkaitan erat dengan
peristiwa hari kiamat. Oleh karena itu, pembahasan
semacam ini sangat pas untuk mengurai apakah benar
planet yang selama ini kita kenal benar-benar ada, dan
diamini oleh al Qur‟an?. Seperti yang diyakini oleh kaum
bumi bulat, kiamat akan terjadi apabila antar planet
saling bertubrukan dan saling menghantam antara yang
satu dengan yang lain. Konsep ini adalah suatu hal yang
sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan
dalam al Quran dan akan menjadi sebuah permasalahan
yang sangat serius - jika tak mau dikatakan sebagai
sebuah pertentangan antara sains dan al quran - apabila
dikaitkan dengan apa yang termaktub di dalam al quran.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Allah dalam
firmannya bahwa jatuhnya bintang adalah pertanda
terjadinya peristiwa kiamat. Allah swt berfirman :

ْ ‫َٗإِ َرا ٱىُّْجُ٘ ًُ ٱّ َنذ ََس‬


‫د‬
“Dan apabila bintang-bintang berjatuhan,” (At-Takwir 81:2)
Menurut mayoritas ulama‟ tafsir, bintang pada hari
kiamat itu semuanya jatuh ke bumi. Istilah jatuh
berkaitan erat dengan arah atas dan bawah. Dengan
demikian, dapat dipastikan bahwa bintang itu ukurannya
lebih kecil dari pada bumi. Karena adalah suatu hal yang
mustahil apabila bintang yang berukuran besar dapat
jatuh ke bumi, sedangkan buminya lebih kecil dari pada
bintang. Hal ini adalah perkara yang susah untuk
dimengerti, jika kita menggunakan pendekatan konsep
bumi bulat. Karena tidak mungkin bintang yang
ukurannya lebih besar dari pada bumi bisa jatuh ke bumi,
kecuali sebaliknya. Allah swt berfirman:

ْ ‫َٗإِ َرا ْٱى َن َ٘ا ِمتُ ٱّزَثَ َش‬


‫د‬
“Dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan,” (Al-Infithar
82:2)

Bukan hanya jatuh saja, tapi bintangnya juga jatuh


dalam keadaan berserakan, dan tak mungkin bisa sampai
berserakan kecuali sudah sampai ke dasarnya, dan lantai
dasar itu tentu saja adalah bumi yang datar, yang
ukurannya lebih besar dari pada bintang. Ketika bintang
jatuh berserakan di bumi, maka saat itulah cahayanya
menjadi pudar dan lagi tak lagi bersinar. Allah SWT
berfirman :

ْ ‫فَئ ِ َرا ٱىُّْجُ٘ ًُ طُ َِ َغ‬


‫ذ‬
“Maka apabila bintang-bintang dihapuskan,” (Al-Mursalat
77:8)
Apabila kaum bumi bulat masih bersikukuh dengan
konsep bumi bulatnya. Lalu bagaimana cara mereka
menjelaskan secara saksama tentang ayat bintang
berjatuhan ini. Sungguh saya sangat penasaran dengan
pemaparan mereka jika dijelaskan dan dibenturkan
dengan apa yang telah Allah firmankan dalam kitab suci
Al-qur'an. Maha benar Allah dengan segala firmannya.
(Wallahualam).

2. BINTANG JATUH DALAM PANDANGAN TAFSIR


JALALAIN
Pada kesempatan kali ini, saya akan kembali
mengulas tentang bintang jatuh namun dengan
menggunakan pendekatan tafsir jalalain. Sengaja saya
mengangkat pembahasan ini dengan menggunakan
referensi tafsir tersebut, agar kaum bumi bulat sadar dan
tidak serampangan menuduh saya sebagai kelompok
yang tak berpatokan pada ulamak yang muktabar. Saya
penasaran bagaimana reaksi mereka manakala
menemukan pernyataan ulamak yang sangat jauh
berbeda dalam memandang bagaimana sebetulnya cara
kerja alam semesta kita, lebih-lebih ketika berbicara
peristiwa kiamat.
Perbedaan yang paling mencolok adalah kiamat
dalam pandangan bumi bulat setiap bintang akan saling
bertabrakan. Sedangkan kaum bumi datar mengatakan
semua bintang akan jatuh ke bumi bukan malah
bertabrakan di angkasa dengan cara melayang-layang.
Maka dari itu, mari kita lihat bagaimana pengarang tafsir
jalalain memandang tentang bintang ini, kita mulai
dengan membuka surah al infithar ayat 2. Adapun teks
langkapnya dalam tafsir jalalain berbunyi sebagai berikut:
‫)ٗإرا اىﮑ٘اﮐت اّزثشد) اّقطعذ ٗرغبقطذ‬
(“Dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan”) artinya
menukik dan berjatuhan. (Al-Infithar 82 : 2)

Kira-kira menurut kita bintang itu jatuh kemana?.


Bukankah menurut kaum bumi bulat, bumi itu
ukurannya lebih kecil dari pada bintang yang ada di alam
semesta?. Seharusnya kalau buminya bulat yang terjadi
bukan menukik (‫ )اّقطعذ‬dan berjatuhan (‫ )رغبقطذ‬melainkan
saling bertabrakan layaknya bola-bola yang saling
bertubrukan. Coba kita amati dalam ayat diatas yang
jatuh bukan hanya satu bintang, tapi semua bintang
(‫)اىن٘امت‬. Bisakah semua bintang yang banyak jumlahnya
itu jatuh ke bumi, padahal menurut kaum bumi bulat di
ruang angkasa tak ada yang namanya arah atas dan
bawah, apalagi gravitasi, hanya ruang hampa.
Kalau kita masih ragu dengan pernyataan di atas,
bahwa yang dimaksud adalah benar-benar jatuh kebumi
bukan ke ruang atau tempat yang lain. Saya akan
membawakan tafsir jalalain dalam surah yang lain, dan
ini akan mempertegas ayat yang sesudahnya tentang
bintang jatuh ke bumi. Yakni dalam surah at takwir ayat 2
dikatakan :

‫ ا ٴ‬ٚ‫)ٗإرا اىْجً٘ اّﮑذسد) اّقﻀذ ٗرغبقطذ عي‬


‫ﻻسﺽ‬

(“Dan apabila bintang-bintang berjatuhan”) menukik


berjatuhan ke bumi. (At-Takwir 81-2)

Secara tegas dalam tasfsir tersebut si pengarang


menyatakan bahwa bintang di hari kiamat jatuh ke bumi,
bukan bertubrukan apalagi bertabrakan sambil
melayang-layang di angkasa. Saya ingin mengingatkan
kembali bahwa yang jatuh disini bukan hanya satu
bintang, melainkan semua bintang yang ada di alam
semesta. Maka dari itu, saya ingin bertanya kembali
bisakah logika ini dipakai dalam konsep bumi bulat?.
Tentu hal yang mustahil untuk bisa dimengerti.
Kalaupun mau dipaksakan dan dicocok-cocokan
sesuai dengan pemahaman bumi bulat bahwa memang
benar semua bintang itu jatuh ke bumi. Meski pada
kenyataannya istilah yang lebih pantas bukanlah jatuh
melainkan saling bertabrakan dan bertubrukan dengan
cara melayang-layang diangkasa. Dari sini saja sudah
banyak kontradiksi, antara teori yang satu dengan teori
yang lainnya, antara jatuh dan bertabrakan.
Samakah antara pengertian jatuh dengan
bertabrakan?. Mari kita ulas pengertian jatuh dan
bertabrakan. Pengertian jatuh adalah meluncur ke bawah
karena terlepas dari atau turun dari atas ke bawah.
Sedangkan bertabrakan adalah bertemunya dua benda
yang saling bersentuhan atau bertubrukan. Sepintas,
hampir sama memang pengertiannya, namun ada
perbedaan diantara keduanya, yakni setiap yang jatuh
pasti bersentuhan, tapi setiap yang bersentuhan tidak
pasti jatuh. Karena jatuh selalu ada hubungannya dengan
arah atas dan bawah, sedangkan bertabrakan tak
mengenal arah atas dan bawah kecuali samping, depan,
dan belakang.
Lalu pertanyaan yang ingin saya sampaikan pada
kaum bumi bulat adalah mengapa ayat di atas
menggunakan lafadz jatuh (‫ اّزثشد‬dan ‫)اّنذسد‬. Mengapa
bukan lafadz yang lain?. Bisakah bertabrakan selalu
bermakna jatuh?. Apakah semua yang bertabrakan pasti
jatuh?. Jika iya, lalu kenapa harus jatuh ke bumi,
bukankah di ruang angkasa tak ada arah atas dan
bawah?. Dan tolong jangan menjawabnya dengan kalimat
wallahua'lam bishawab, karena ayat ini bukanlah ayat
mutasyabihat, akan tetapi ayat muhkamat. Sebetulnya
masih banyak pertanyaan dan pertentangan yang saya
dapati ketika menggunakan konsep bumi bulat. Namun
saya akan akhiri pembahasan ini, karena saya tahu bahwa
mereka akan menjawabnya dengan perkataan yang justru
berlawanan dengan apa yang termaktub dalam al Qur‟an.
Wallahualam

3. URUTAN BINTANG PADA SETIAP LANGIT DALAM


PANDANGAN ISLAM
Bintang bukan planet, tapi bintang adalah bintang.
Islam tidak mengenal istilah planet, al kawakib yang
disebut dalam al quran bukanlah planet melainkan
bintang yang menghiasi alam semesta. Dalam teori bumi
bulat kita mengenal urutan planet sebagai berikut:

a. Merkurius
b. Venus
c. Bumi
d. Mars
e. Jupiter
f. Saturnus
g. Uranus, dan
h. Neptunus

Namun untuk pluto, pada 24 Agustus 2006, para


astronom sepakat bahwa pluto statusnya bukan planet
lagi. Dan pada 7 September 2006, nama Pluto diganti
dengan nomor saja, yaitu 134340. Nama ini diberikan
oleh Minor Planet Center (MPC), organisasi resmi yang
bertanggung jawab dalam mengumpulkan data tentang
asteroid dan komet dalam tata surya alam semesta.
Padahal, selama 76 tahun, sejak ditemukan pertama
kali pada 1930, Pluto dikenal sebagai planet yang berada
paling jauh dari matahari. Status Pluto sebagai planet
dicabut melalui perdebatan panjang dalam sidang
Persatuan Ahli Astronomi Internasional (IAU) di Praha,
Republik Cek. Ini terjadi karena saat itu IAU membuat
aturan baru tentang definisi planet. Dan inilah awal mula
dari kebingungan mereka ketika mendefinisikan planet.
Padahal pluto dan yang lainnya itu bukanlah planet yang
mengitari matahari, melainkan bintang yang beredar dan
mengelilingi bumi yang datar.
Dalam ilmu falak islam, planet yang disebut diatas
sebetulnya adalah bintang yang mengitari bumi, ada
tujuh bintang yang dikenal dalam ilmu falak yang
dikenal dengan sebutan bintang sayyarah. Bintang
sayyarah tersebut yaitu :

a. Qomarun (bulan)
b. Utharid (merkurius)
c. Zuhroh (venus)
d. Syamsun (matahari),
e. Mirrikh (mars),
f. Musytari (jupiter), dan
g. Zuhal (saturnus).

Sedangkan uranus, neptunus, dan pluto tidak


disebut dengan bintang sayyarah, melainkan disebut ke
dalam bintang selain dari bintang sayyarah. Namun
kedudukannya tetap sebagai bintang yang menghiasi
alam semesta. Bintang sayyarah adalah bintang yang
beredar mengelilingi bumi dan bintang ini menempati
posisinya pada masing-masing langit yang tujuh, serta
mempunyai hubungan dengan hari-hari yang tujuh,
sebagaimana yang termaktub dalam kitab mukasyafatul
qulub (dibalik ketajaman hati), imam al ghazali mengutip
perkataan ibnu abbas tentang falakus sayyarah:

‫ عقفٖب عشػ‬ٜ‫ي‬ٝ ٜ‫ اىز‬ٜٕ ،‫ أفﻀو اىغَ٘اد‬:‫ٗعِ اثِ عجبط‬


ً٘‫ع اىْج‬َٞ‫ ٗألُ ج‬،‫ ىقشثٖب ٍِ اىعشػ‬ٜ‫ اىنشع‬ٜٕٗ َِ‫اىشح‬
ٜ‫ ٍثجزخ ف‬ٜٕ ‫ أٍب‬،‫بسح‬ٞ‫ش اىغجعخ اىغ‬ٞ‫ٖب غ‬ٞ‫اىَْزفع ثٖب ٍثجزخ ف‬
ٛ‫ ٗاىَشزش‬،‫ً٘ اىغجذ‬ٞ‫ ٕٗ٘ ى‬،‫ اىغبثعخ‬ٜ‫اىغَ٘اد اىغجع فضحو ف‬
ً٘ٞ‫ ٕٗ٘ ى‬،‫بىخبٍغخ‬ٞ‫خ ف‬ٝ‫ ٗاىَش‬،‫ظ‬َٞ‫ً٘ اىخ‬ٞ‫ اىغبدعخ ٕٗ٘ ى‬ٜ‫ف‬
ٜ‫ ٗاىضٕشح ف‬،‫ً٘ األحذ‬ٞ‫ ٕٗ٘ ى‬،‫ اىشا ثعخ‬ٜ‫ ٗاىشَظ ف‬،‫اىثالثب‬
،‫ً٘ األسثعبء‬ٞ‫خ ٕٗ٘ ى‬ّٞ‫ اىثب‬ٜ‫ً٘ اىجَعخ ٗعطبسد ف‬ٞ‫ ٕٗ٘ ى‬،‫اىثبىثخ‬
ِْٞ‫ً٘ األث‬ٞ‫ ٕٗ٘ ى‬ٚ‫ األٗى‬ٜ‫ٗاىقَش ف‬
Dari "Ibnu Abbas" radhiyallahu 'anhu, Langit paling utama
adalah yang atapnya dekat "Arasy", yaitu Kursy karena ia
dekat dengan "Arasy" dan karena semua bintang yang diambil
manfaatnya ada di sana, kecuali tujuh (7) yang selalu beredar.
Adapun tujuh "Bintang" tersebut ada didalam tujuh langit itu.
"Zuhal" ada di langit ketujuh (7) untuk hari Sabtu.
"Musytari" di langit keenam (6) untuk hari Kamis. "Mirrih"
ada di langit kelima (5) untuk hari Selasa. "Matahari" dalam
langit keempat (4) untuk hari Ahad. "Zuhrah" ada di langit
ketiga (3) untuk hari Jum'at. "’Utharid" ada di langit kedua (2)
untuk hari Rabu. Dan terakhir "Bulan" ada di langit pertama
(1) untuk hari Senin. (Mukasyafatul qulub, darul kutub
islamiyah, beirut lebanon, hal. 100)

Berangkat dari riwayat ini bisa kita urutkan


posisinya sebagai berikut:
a. dilangit pertama - qomar (bulan) - hari senin
b. dilangit kedua - utharid (merkurius) - hari rabu
c. dilangit ketiga - zuhrah (venus) - hari jum'at
d. dilangit ke empat - syams (matahari) - hari ahad
e. dilangit ke lima - mirrikh (mars) - hari selasa
f. dilangit ke enam - musytari (jupiter) - hari kamis
g. dilangit ke tujuh - zuhal (saturnus) - hari sabtu

Mungkin inilah salah satu alasannya kenapa dalam


satu minggu ada tujuh hari, karena dalam satu minggu
tersebut ada tujuh bintang yang beredar mengelilingi
bumi. Dari sini kita bisa tahu bahwasanya qomar (bulan)
adalah bintang yang paling dekat dengan bumi yang
letaknya dilangit pertama. Sedangkan matahari berada
dilangit ke empat.
Masing-masing bintang mempunyai cahaya yang
berbeda-beda, misalnya bulan dan matahari cahayanya
lebih terang dari pada bintang utharid, zuhrah, mirrikh,
musytari, dan zuhal. Selain bintang sayyarah, menurut
ibnu abbas, seperti yang dikatakan dalam qaul diatas, ada
pula bintang yang letaknya di atas langit ke tujuh, yang
dekat dengan arsy. Boleh jadi bintang polaris (bintang
utara) adalah bintang yang dimaksud. Karena bintang ini
merupakan satu-satunya bintang yang tidak beredar
mengelilingi bumi, bahkan bergeser sedikitpun dari
posisinya tidak pernah ia lakukan.
Tentu kita akan kerepotan menjelaskan posisi
bintang polaris jika buminya bulat, dan berputar
mengelilingi matahari. Karena yang seharusnya terjadi,
apabila menggunakan pendekatan konsep bumi bulat,
bintang polaris harus ikut juga berputar dan bergerak
mengelilingi galaksi. Namun faktanya bintang itu selalu
diam dan tak pernah bergeser sedikitpun.
Dengan demikian, posisi bintang menurut
urutannya pada masing masing langit yang tujuh, hanya
bisa dijelaskan melalui pendekatan bumi datar. Dan
itulah mengapa konsep bumi bulat tidak akan pernah
bisa menjelaskan posisi bintang polaris, berikut juga
dengan bintang sayyarah yang selalu beredar
mengelilingi bumi. Wallahualam

4. PENGERTIAN BINTANG DALAM PANDANGAN


ISLAM
Penyebutan kata bintang dalam al-Quran
setidaknya bisa kita bagi dalam tiga hal yaitu al-kawakib
(‫)اىن٘امت‬, an-nujum (ً٘‫)اىْج‬, dan al-buruj (‫)اىجشٗج‬. Lafadz al-
kawakib, an-nujum, dan al-buruj disebut didalam al
quran dengan rincian sebagai berikut

a. Al-kawakib disebut sebanyak 5 kali yakni disurah :

1. Al-an'am 6:76
2. Yusuf 12:4
3. An-nur 24:35
4. Ash-shaffat 37:6
5. Al-infithar 82:2

b. Sedangkan an-nujum disebut sebanyak 12 kali yakni


disurah :

1. Al-an'am 6:97
2. Al-a'raf 7:54
3. An-nahl 16:12
4. An-nahl 16:16
5. Al-hajj 22:18
6. As-shaffat 37:88
7. Ath-thur 52:49
8. An-najm 53:1
9. Al-waqiah 56:75
10. Al-mursalat 77:8
11. At-takwir 81:2
12. At-thariq 86:3

Dan ditambah lagi dengan surah ar-rahman 55:6,


namun dengan makna yang berbeda.

c. Kemudian al-buruj disebut sebanyak 3 kali yakni :

1. Al-hijr 15:16
2. Al-furqan 25:61
3. Al-buruj 85:1

Ditambah dengan surah an-nisa' 4:78, namun


dengan redaksi makna al-buruj yang berbeda.

Setelah kita mengklasifikasi penyebutan bintang


dalam tiap-tiap ayat al-quran di atas, maka dari sini bisa
kita lihat perbedaan diantara ketiga lafadz tersebut.
Sekilas memang ketiga lafadz ini tidak menunjukkan
perbedaan yang mencolok, namun setelah kita teleti lebih
cermat lagi, ternyata ketiganya mempunyai makna yang
berbeda.
Al kawakib menunjukkan makna bintang.
Sedangkan an-nujum menunjukkan makna bintang pula
kecuali dalam surah ar-rahman 55:6 yang bermakna
tumbuh-tumbuhan. Allah SWT berfirman :
ُِ ‫َ ْغ ُجذَا‬ٝ ‫َٗٱىَّْجْ ٌُ َٗٱى َّش َج ُش‬
“Dan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk
(kepada-Nya).” (Ar-Rahman 55:6)

Begitu pula dengan al-buruj, ada satu ayat yang


bermakna lain disurah an-nisa' 4:78 yang bermakna
benteng. Allah SWT berfirman :

ِ ُ‫َّ َذ ِۗ ٍح َٗإُِ ر‬ٞ‫ُٗج ٍُّ َش‬ ۟ ُّ٘‫ََْب رَ ُن‬ْٝ َ‫أ‬


ُ ََْ٘ ‫ُ ْذ ِسم ُّن ٌُ ْٱى‬ٝ ‫٘ا‬
ٌْ ُٖ‫ص ْج‬ ٍ ‫ ثُش‬ِٚ‫د َٗىَْ٘ ُمْزُ ٌْ ف‬ َ
۟ ُ‫َقُ٘ى‬ٝ ٌ‫ِّئَخ‬ٞ‫ص ْجُٖ ٌْ َع‬
ِْ ٍِ ٓ‫٘ا ََٰٕ ِزِۦ‬ ِ ُ‫ٱّللِ َٗإُِ ر‬ ِۖ َّ ‫٘ا ََٰٕ ِزِۦٓ ٍِ ِْ ِعْ ِذ‬ ۟ ُ‫َقُ٘ى‬ٝ ٌ‫َح َغَْخ‬
ََُُٖ٘‫َ ْفق‬ٝ َُٗ‫َ َنب ُد‬ٝ ‫ﻻ ِء ْٱىقَْ٘ ًِ َﻻ‬ ٓ َ ‫به ََٰٕٓ ُؤ‬ ِۖ َّ ‫ِعْ ِذ َۚكَ قُوْ ُموٌّ ٍِّ ِْ ِعْ ِذ‬
ِ ََ َ‫ٱّللِ ف‬
‫ثًب‬ٝ‫َح ِذ‬
Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan
kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan,
“Ini dari sisi Allah,” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan,
mereka mengatakan, “Ini dari engkau (Muhammad).”
Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Maka
mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-
hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?” (An-
Nisa' 4:78)

Dengan demikian, bisa kita katakan bahwa


perbedaan antara al-kawakib, an-nujum, dan al-buruj
dalam pandangan al-qur'an adalah Al-kawakib bermakna
bintang-bintang, sedangkan an-nujum bisa bermakna
tumbuh-tumbuhan, dan al-buruj bisa bermakna benteng.
Ketiga perbedaan ini terjadi tentu bukan tanpa alasan dan
kesengajaan. Jika kita mau berpikir lebih cermat lagi
dalam merenungi ayat-ayat suci al-qur'an. Maka kita
akan menemukan jawabannya. InsyAllah.
Lafadz Al-kawakib ini bersinggungan dengan ilmu
astronomi alias ilmu falak karena maknanya selalu
konsisten dengan arti bintang-bintang, sedangkan an-
nujum berkaitan dengan ilmu astrologi atau ilmu sihir
karena arti tumbuh-tumbuhan yang terdapat dalam
lafadz ini mengisyaratkan kita tentang kandungan-
kandungan atau kejadian-kejadian yang dimiliki oleh
masing-masing bintang tersebut.
Kemudian lafadz al-buruj berkaitan dengan ilmu
navigasi, karena makna benteng yang terdapat dalam
lafadz ini memberi arti tentang deretan-deretan bintang
layaknya sebuah benteng yang siap untuk menjaga serta
untuk menunjukkan keberadaan bintang yang dimaksud.
Dari sini bisa kita pahami bahwa al-kawakib adalah
ilmu falak (astronomi), an-nujum adalah ilmu sihir
(astrologi) dan al-buruj adalah ilmu navigasi (celestial
navigation). Ketiga ilmu ini sekarang telah mengalami
distorsi yang luar biasa ketika dipahami dengan
menggunakan pendekatan konsep bumi bulat. Lihat saja
sendiri, semua bukti ada di depan mata, salah satu
contohnya adalah dalam ilmu falak tak ada kalimat yang
mengatakan bahwa bumi adalah planet, justru yang
disebut-sebut sebagai planet sejatinya adalah bintang itu
sendiri.
Silahkan kita lihat di dalam beberapa literatur ilmu
falak islam, bahwa bintang pengelana itu hanya ada
tujuh, dan bintang itu bukanlah planet, dan bumi juga
bukan planet. Adapun tujuh bintang yang disebut dalam
ilmu falak adalah:
a. Marikh (mars) yang mempunyai garis edar pada
bintang Aries dan bintang Scorpio;
b. Zuhrah (venus) yang mempunyai garis edar pada
bintang Taurus dan bintang Libra;
c. Utarid (merkurius) yang mempunyai garis edar pada
bintang Gemini dan bintang Virgo;
d. Qomar (bulan) yang mempunyai garis edar pada
bintang Cancer;
e. Syamsun (matahari) yang mempunyai garis edar
pada bintang Leo;
f. Musytari (jupiter) yang mempunyai garis edar pada
bintang Sagitarius dan Pisces;
g. Zuhal (saturnus) yang mempunyai garis edar pada
bintang Capricorn dan Aquarius.

Satu pun tidak ada yang menyebut nama bumi


sebagai planet dan dimasukkan dalam barisan "kawakib".
Itu artinya konsep bumi bulat telah gagal memahami
ilmu falak islam, sebagaimana yang termaktub dalam al-
Quran.
Islam sesungguhnya adalah agama yang sangat
menjunjung tinggi ayat-ayat suci al-Quran sebagai
pedoman utama untuk memahami fenomena yang ada di
alam semesta. Sudah sepantasnya bagi kita untuk
kembali kepada esensi ilmu perbintangan sesuai dengan
apa yang dikatakan dalam al-qur'an.
Dan konsep bumi datar dalam hal ini, sangat pas
sekali untuk dijadikan sebagai sebuah pendekatan dalam
memahami ilmu perbintangan (ilmu falak). Karena hanya
dengan konsep bumi datarlah, semuanya bisa menjadi
serba masuk akal, dan yang tak kalah lebih pentingnya
lagi adalah sejalan dengan apa yang disampaikan dalam
al-qur'an. Wallahualam
5. PENGERTIAN AL-KAWAKIB, AN-NUJUM DAN AL-
BURUJ MENURUT PARA ULAMAK TAFSIR
Perbedaan al-kawakib, an-nujum, dan al-buruj telah
dijelaskan dalam bahasan yang di atas, bahwa al-kawakib
berkaitan dengan ilmu falak, an-nujum dengan ilmu sihir,
dan al-buruj berkaitan dengan ilmu navigasi. Setelah kita
mengetahui perbedaan tersebut, pada kesempatan kali
ini, kita akan mengutip penjelasan dari para ulamak tafsir
mengenai pengertian dan perbedaan ketiga istilah ini.
Imam Al-Baghowi (Meninggal 510 H) dalam
tafsirnya: "Ma'alimut Tanzil" (Juz 6 hal 92) menafsirkan
ayat ke 61 dari Surat Al-Furqon, Imam Baghawi menukil
dari perkataan Ibnu Abbas :

‫َبص ُه ْاى َن َ٘ا ِمت‬


ِ ٍَْ َٜ ِٕ ِٜ‫ ْاىجُشُٗ ُج ِاﻻ ْثَْب َع ْش َش اىَّز‬َٜ ِٕ :‫ط‬ ٍ ‫ع َِِ اث ِِْ َعجَّب‬
،ُ‫ب‬ ْ َّ ْ
ُ َ‫ َٗاىغ ََّشط‬،‫ َٗاى َجْ٘ صَ ا ُء‬،ُ‫ َٗاىثْ٘ س‬،ُ‫ اى َح ََو‬َٜ ِٕ َٗ ،‫َّبس ِح‬ َ ٞ‫اى َّغ ْج َع ِخ اى َّغ‬
ْ ْ ْ ْ ْ
،ُ٘ ‫ َٗاى َّذى‬،ُٛ‫ َٗاى َج ْذ‬، ُ‫ َٗاىقَْ٘ ط‬، ُ‫ َٗاى َعق َشة‬،ُ‫ا‬ ْ
ُ َ‫ض‬َِٞ ‫ َٗاى‬،‫ َٗاى ُّغ ْْجُيَخ‬،‫َٗ ْاألَ َع ُذ‬
ُ
‫زَب‬ْٞ َ‫اُ ث‬ ُ َ‫ض‬َِٞ ‫ َٗاىثَّْ٘ ُس َٗ ْاى‬،‫خ‬ٝ ْ ْ ْ
ِ ِّ‫زَب اى َِش‬ْٞ َ‫ فَبى َح ََ ُو َٗاى َع ْق َشةُ ث‬،‫ُ٘د‬ ُ ‫َٗ ْاىح‬
،‫ْذ ْاىقَ ََ ِش‬ُ َٞ‫بُ ث‬ ِ َ‫زًب ُعط‬ْٞ َ‫ َٗ ْاى َجْ٘ صَ ا ُء َٗاى ُّغ ْْجُيَخُ ث‬،‫اىضٕ ََش ِح‬
ُ َ‫ َٗاىغ ََّشط‬،‫بس ِد‬ ُّ
ْ ْ
ُ ‫ َٗاى َج ْذ‬،ٙ‫زَب اى َُ ْشزَ َش‬ْٞ َ‫ُ٘د ث‬
ٛ ْ
ُ ‫ َٗاىقَْ٘ طُ َٗاىح‬،‫ظ‬ْ ِ َْ ‫ْذ اى َّش‬ َ
ُ َٞ‫َٗاأل َع ُذ ث‬ ْ
.‫زَب ُص َح َو‬ْٞ َ‫َٗاى َّذ ْى ُ٘ ث‬
Ibnu Abbas berkata : "Al-Buruj" maknanya 12 Rasi Bintang
yang terletak di gugusan 7 bintang Sayyaroh (al kawakib), Rasi
bintang itu adalah Rasi bintang Hamal, Tsaur, Jauza', Saroton,
Asad, Sumbulah, Mizan, Aqrob, Qous, Jadyu, Dalwu, dan
Hut. Adapun rasi bintang Hamal dan Aqrob berada di arah
terdekat Mirrikh (Mars), Tsaur dan Mizan berada di arah
terdekat Zuhroh (Venus), Jauza' dan Sunbulah berada di arah
terdekat Uthorid (Merkurius), Saroton berada di arah terdekat
Qomar (Bulan), Asad berada di arah terdekat Syams
(Matahari), Qous dan Hut berada di arah terdekat bintang
Musytari (Jupiter), Jadyu dan Dalwu berada di arah terdekat
bintang Zuhal (Saturnus)".

Dari penjelasan di atas, al-buruj dimaknai sebagai


rasi bintang yang berjumlah 12, terdiri dari rasi bintang
hamal, tsaur, jauza', saroton, asad, sumbulah, mizan,
aqrob, qous, jadyu, dalwu, dan hut. Kemudian al-
kawakib dimaknai sebagai 7 bintang yaitu mirrikh,
zuhroh, utharid, qomar, syams, musytari, dan, zuhal.
Sedangkan berkaitan dengan istilah al-buruj ulama'
Muta'akhkhirin Syeikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa'di
(meninggal 1376 H) dalam tafsirnya "Taisir Karimir
Rahman.." (juz1/hal 912): tentang tafsir surat at-Takwir,
ayat: 15, mengenai makna Al-Khunnas, beliau berkata:

‫ ٗ " اىضٕشح‬،" ‫ " اىقَش‬،" ‫ " اىشَظ‬:‫بسح‬ٞ‫ اىْجً٘ اىغجعخ اىغ‬ٜٕٗ


،" ‫ ٗ " عطبسد‬،" ‫ ٗ " صحو‬،" ‫خ‬ٝ‫ ٗ " اىَش‬،" ٙ‫ ٗ " اىَشزش‬،"
ُ‫شا‬ٞ‫فٖزٓ اىغجعخ ىٖب ع‬
"Adalah 7 bintang (an-nujum) Sayyaroh, yaitu: Syams
(matahari), Qomar (bulan), Zuhroh (Venus), Musytari
(Jupiter), Mirrikh (Mars),Zuhal (Saturnus), dan Uthorid
(Merkurius)".

Syeikh Abdurrahman bin Nasir As-sa'di


menggunakan lafadz an-nujum bermakna 7 bintang,
sama halnya dengan apa yang disampaikan oleh ibnu
abbas dalam tafsir imam al-baghawi.
Berdasarkan hal diatas,bisa kita tarik kesimpulan
bahwa pengertian tentang an-nujum dan al-kawakib
sama-sama berkenaan degan 7 bintang yang beredar dan
dikenal dengan istilah tujuh bintang sayyarah. Sedangkan
al-buruj adalah berhubungan dengan 12 rasi bintang yang
terbagi dan dimiliki oleh masing-masing tujuh bintang
sayyarah. (wallahualam)

6. MAKNA LAIN DARI BINTANG


Selain term al-kawakib, an-nujum, dan al-buruj, ada
istilah lain yang bermakna bintang dengan lafadz al-
misbah dan al-khunnas. Lafadz al-misbah disebut dalam
surah an-nur 24:35. Sedangkan isim jamak dari al misbah
adalah mashaabih yang berarti banyak lampu disebut
dalam surah fushshilat 41:12, dan al-mulk 67:5. Dengan
demikian, bintang juga bisa disebut sebagai pelita atau
lampu yang menerangi alam semesta.
Kemudian disisi lain, bintang juga disebut sebagai
khunnas, yakni dalam surah at Takwir, Allah SWT
berfirman :

ِ َّْ‫ال أُ ْق ِغ ٌُ ثِ ْٱى ُخ‬


‫ظ‬ ٓ َ َ‫ف‬

“Aku bersumpah demi bintang-bintang,” (At-Takwir 81:15)

Berkaitan dengan lafadz khunnas, ada dua versi


disini, ada yang mengatakan bahwa selain diartikan
sebagai bintang, khunnas juga dimaknai sebagai sapi liar.
Sebagian imam mengatakan bahwa sesungguhnya
bintang-bintang itu dinamakan khunnas mengingat saat
terbitnya, kemudian saat beredar di falaknya dinamakan
jawarin, sedangkan di saat tenggelamnya dinamakan
kunnas. Ini diambil dari kata-kata orang Arab
”Awazzabyuila kinasihi". Dikatakan demikian, apabila
menjangan itu masuk ke dalam sarangnya.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, bahwa
Abdullah pernah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah dengan
bintang-bintang. (Al-Takwir: 15) Bahwa yang dimaksud
dengan khunnas ialah sapi liar alias menjangan.
Hal yang sama dikatakan oleh As-Sauri, dari Abi
Ishaq, dari Abu Maisarah dari Abdullah sehubungan
dengan makna firman-Nya: Sungguh, Aku bersumpah
dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam. (At-
Takwir: 15-16) Abdullah bertanya, "Apakah makna yang
dimaksud, hai Umar?. Menurutku makna yang dimaksud
adalah sapi.'" Umar menjawab 'Saya pun berpendapat
sama.'" Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus,
dari Abu Ishaq' dari ayahnya.
Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan dari
Ami; dari ayahnya, dari Sa'id ibnu .lubair, dari Ibnu
Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al jawaril kunnasi
ialah sapi yang bersembunyi di bawah naungan.
Hal yang sama dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair. Al-Aufi
telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang
dimaksud ialah menjangan. Hal yang sama dikatakan
pula oleh Sa'id. Mujahid, dan Ad-Dahhak. Abusy Sya'sa
alias Jabir ibnu Zaid mengatakan menjangan dan sapi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim.
telah menceritakan kepada kami Mugirah. dari Ibrahim
dan Mujahid, bahwa keduanya saling menalarkan ayat
berikut, yaitu firman Allah Swt.: Sungguh, Aku
bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan
terbenam. (At-Takwir: 15-16) Ibrahim berkata kepada
Mujahid, "Katakanlah pendapatmu sesuai dengan apa
yang pernah engkau dengar." Mujahid mengatakan,
"Kami pernah mendengar sesuatu tentang maknanya,
tetapi orang-orang mengatakan bahwa makna yang
dimaksud adalah bintang-bintang." Ibrahim berkata
menegaskan, "Lalu bagaimanakah dengan pendapatmu?
Katakanlah sesuai dengan berita yang engkau pernah
dengar." Mujahid mengatakan, "Kami mendengar bahwa
makna yang dimaksud darinya adalah sapi liar saat
bersembunyi di dalam sarangnya.”Maka Ibrahim berkata,
"Kalau begitu, mereka benar-benar telah berdusta
terhadapku dalam hal ini. Mereka telah meriwayatkan
dari Ali, bahwa makna yang dimaksud ialah
menyembunyikan bagian yang bawah dengan
bagian'yang atas dan sebaliknya.
Ibnu Jarir bersikap diam sehubungan dengan
makna yang dimaksud dari firman-Nya: bintang-bintang
yang beredar dan terbenam. (At-Takwir: 15-16) apakah
yang dimaksud adalah bintang-bintang ataukah
menjangan alias sapi liar. Dan ia hanya mengatakan
bahwa bisa saja kedua-duanya merupakan makna yang
dimaksud.
Maka dari itu, ppabila memang khunnas dimaknai
sebagai sapi liar, lantas bagaimana cara kita
menyambungkannya dengan ayat selanjutnya yakni
dalam surah :

ِ َّْ‫اس ْٱى ُن‬


‫ظ‬ ِ َ٘ ‫ْٱى َج‬
“Yang beredar dan terbenam,” (At-Takwir 81:16)

Apakah sapi juga beredar dan terbenam,


sebagaimana bintang-bintang di langit? atau boleh jadi
bintang itu sebetulnya adalah seekor sapi liar (dalam arti
kiasan). Jika memang benar demikian, maka benarlah apa
yang dikatakan oleh Rasulullah bahwa bintang dihari
kiamat akan berubah menjadi seekor sapi liar yang siap
untuk dipenggal. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

،ُ‫َّب‬ٞ‫ ث ُِْ ٍُ َح ََّ ِذ ث ِِْ َح‬ٚ‫ َح َّذثََْب ٍُ٘ َع‬:ِٓ ‫ ٍُ ْغَْ ِذ‬ِٜ‫ ف‬َٚ‫َ ْعي‬ٝ ُ٘‫به ْاى َحبفِعُ أَث‬ َ َ‫ق‬
‫ قَب َه‬:‫به‬ ٍ ََّ‫ َح َّذثََْب أ‬،ُّٜ ‫بش‬
َ َ‫ظ ق‬ ِ َ‫ ُذ اى َّشق‬ٝ‫َ ِض‬ٝ ‫ َح َّذثََْب‬،‫َب ٍد‬ٝ‫ْذ ث ُِْ ِص‬
ُ ‫َح َّذثََْب ُد ُسع‬
ُِ ‫شا‬ٞ ِ ‫ "اى َّش َْظُ َٗ ْاىقَ ََ ُش ثَْ٘ َس‬:ٌَ َّ‫ ِٔ َٗ َعي‬ْٞ َ‫َّللاُ َعي‬
َ ِ‫اُ َعق‬ َّ َّٚ‫صي‬ َّ ‫َسعُ٘ ُه‬
َ ِ‫َّللا‬
ِ َّْ‫ اى‬ِٜ‫ف‬
"‫بس‬
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan di dalam kitab musnadnya,
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Muhammad ibnu
Hibban, telah menceritakan kepada kami Darasat ibnu Ziyad,
telah menceritakan kepada kami Yazid Ar-Raqqasyi, telah
menceritakan kepada kami Anas yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Matahari dan bulan adalah dua
ekor banteng yang (akan) disembelih kedua-duanya di dalam
neraka.

Kemudian dalam jalur yang lain juga dikatakan


bahwa Al-Bazzar telah meriwayatkan dan ia mengatakan
bahwa:

‫ َح َّذثََْب َع ْج ُذ‬،‫ُُّ٘ظُ ث ُِْ ٍُ َح ََّ ٍذ‬ٝ ‫ َح َّذثََْب‬، ُّٛ‫َب ٍد ْاىجَ ْغذَا ِد‬ٝ‫ ٌُ ث ُِْ ِص‬ِٕٞ ‫َح َّذثََْب إِث َْشا‬
َِ‫ْذ أَثَب َعيَ ََخَ ْث‬ ُ ‫ َع َِع‬:‫به‬ َ َ‫َبج ق‬ َّ ‫ ع َِْ َع ْج ِذ‬،‫َبس‬
ِ ّ‫َّللاِ اى َّذا‬ ِ ‫ض ث ُِْ ْاى َُ ْخز‬ٝ ِ ‫ْاى َع ِض‬
‫ْج ِذ‬ِ ‫ ٍَغ‬-‫ْج ِذ‬ ِ ‫ َٕ َزا ْاى ََغ‬ِٜ‫ ف‬ٛ ِ ‫َّللاِ ْاىقَغ‬
َّ ‫ْش‬ َّ ‫َع ْج ِذ اىشَّحْ ََ ِِ ث ِِْ خَ بىِ ِذ ث ِِْ َع ْج ِذ‬
َُّ َ‫ َْشحَ أ‬ٝ‫ َح َّذثََْب أَثُ٘ ُٕ َش‬:‫به‬ َ َ‫ ِٔ فَح ّذس ق‬ْٞ َ‫ظ إِى‬ َ َ‫ َٗ َجب َء ْاى َح َغ ُِ فَ َجي‬،‫ْاى ُن٘فَ ِخ‬
ِٜ‫اُ ف‬ ِ ‫٘س‬ َ ُّ ‫ظ َٗ ْاىقَ ََ َش‬ َ َْ ‫ "إِ َُّ اى َّش‬:‫به‬ َ َ‫ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ ق‬ْٞ َ‫َّللاُ َعي‬
َّ َّٚ‫صي‬ َّ ‫ُ٘ه‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫َسع‬
ُ ُ َ َ‫ َٗ ٍَب َر ّْجُُٖ ََب؟ فَق‬:ُِ ‫به اى َح َغ‬ ْ ْ
َِْ ‫ أ َح ِّذثلَ ع‬:‫به‬ َ َ‫ فَق‬."‫َب ٍَ ِخ‬ِٞ‫َْ٘ ًَ اىق‬ٝ ‫بس‬ ِ َّْ‫اى‬
َ
.‫ َٗ ٍَب َر ّْجُُٖ ََب‬:‫ أحْ َغجُُٔ قَب َه‬:ُ‫ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ َٗرَقُ٘ه‬ْٞ َ‫َّللاُ َعي‬ َّ َّٚ‫صي‬َ ِ‫َّللا‬َّ ‫ُ٘ه‬
ِ ‫َسع‬
Telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ziyad Al-
Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu
Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul
Mukhtar, dari Abdullah Ad-Danaj yangmengatakan bahwa ia
pernah mendengar Abu Salamah ibnu Abdur Rahman ibnu
Khalid ibnu Abdullah Al-Qisri di masjid ini —yaitu masjid
Kufah— dan saat itu Al-Hasan datang, lalu duduk
bersamanya, maka ia menceritakan bahwa Abu Hurairah
pernah menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah Saw. telah
bersabda : Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ekor
banteng di dalam neraka yang keduanya disembelih kelak di
hari kiamat. Kemudian Al-Hasan bertanya, "Apakah dosa
keduanya?" Abdullah Ad-Danaj bertanya, "Apakah Abu
Hurairah menceritakannya kepadamu dari Rasulullah Saw.,
sedangkan engkau katakan, 'Menurutku Al-Hasan bertanya,
apakah dosa keduanya,?"

Kemudian pertanyaannya sekarang adalah apa


dosa Matahari dan Bulan sehingga mereka berdua
dimasukkan ke dalam neraka?. Pendapat yang pertama
mengatakan bisa jadi keduanya merupakan bahan bakar
neraka, sebagaimana yang di katakan oleh Imam Abu
Bakar Al-Isma‟ili, dan dikuatkan oleh imam As-Suyuti.
Imam Suyuti menukil perkataan imam Abu Bakar Al-
isma‟ili:

ٜ‫جَٖب فئُ ّلل ف‬ٝ‫ اىْبس رعز‬ٜ‫يضً ٍِ جعيَٖب ف‬ٝ ‫ ﻻ‬ٜ‫ي‬ٞ‫ٗقبه اإلعَبع‬
ٍِ ‫شٕب ىزنُ٘ ألٕو اىْبس عزاثب ٗآىخ‬ٞ‫اىْبس ٍالئنخ ٗحجبسح ٗغ‬
‫ ٍعزثخ‬ٜٕ ُ٘‫آﻻد اىعزاة ٍٗب شبء َّللا ٍِ رىل فال رن‬
“Tidak semestinya matahari dan bulan di dalam neraka akan di
siksa. Karena sesungguhnya di dalam neraka juga ada
Malaikat, Batu dan lain-lainnya yang berfungsi untuk
menyiksa penghuni neraka dan sebagai alat-alat penyiksaan.
Dan semuanya atas kehendak Allah, maka tidaklah matahari
dan bulan di neraka karena di siksa” (La‟ali‟ Al-Masnu‟ah
Karya imam As-Suyuti)

Maka dari itu, di Neraka ada Malaikat yang ganas,


Ular ganas, Kalajengking, Batu, Besi, dan lain-lain,
termasuk Matahari dan Bulan. Mereka tidak disiksa di
neraka, akan tetapi malah justru akan menjadi alat
penyiksa bagi orang-orang yang ada di neraka secara
mengerikan, baik untuk kalangan manusia maupun jin.
Lalu menurut pendapat yang kedua, ada juga yang
berpendapat bahwa keberadaan matahari dan bulan di
Neraka disebabkan karena dahulu ada manusia yang
menyembahnya (Para Penyembah matahari dan Bulan).
Sehingga keberadaan Matahari dan Bulan adalah untuk
membuat penghuni neraka meyesal, karena ternyata yang
di sembah selama ini adalah benda mati, bukan Sang
Pencipta Alam Semesta, yaitu „Allah‟ Azza Wajalla. Dan
inilah pendapat kedua yang dipilih oleh imam Al-
Khattabi sebagaimana qoulnya dalam kitab Ashohihah.

ْٔ‫ ٗىن‬،‫جَٖب ثزىل‬ٝ‫ اىْبس رعز‬ٜ‫ظ اىَشاد ثنَّٖ٘ب ف‬ٞ‫ ى‬: ٜ‫قبه اىخطبث‬
‫عيَ٘ا أُ عجبدرٌٖ ىَٖب مبّذ‬ٞ‫ب ى‬ّٞ‫ اىذ‬ٜ‫عجذَٕب ف‬ٝ ُ‫ذ ىَِ مب‬ٞ‫رجن‬
‫ثبطال‬
“Keberadaannya di neraka bukanlah karena disiksa. Akan tetapi
sebagai penyesalan bagi orang-orang yang dahulu
menyembahnya (yakni menyembah matahari dan bulan) ketika
di dunia, agar mereka mengetahui bahwa penyembahan mereka
pada keduanya adalah batil, tidak benar.”

Namun penyesalan mereka di neraka tidak ada


gunanya, karena mereka tidak bisa kembali lagi ke dunia.
Imam Al-Qurthubi mengatakan bahwa memang
demikianlah diriwayatkan, matahari dan bulan menjadi
dua ekor sapi, yakni “Tsauran”. Keduanya dikumpulkan
dalam neraka, karena keduanya telah menjadi
sesembahan selain Allah, tetapi neraka bukan merupakan
tempat adzab bagi mereka berdua, karena keduanya
tidak bernyawa. Mereka diperlakukan seperti itu, hanya
agar orang-orang kafir semakin bungkam dan menyesal.
Demikian kata sebagian ulama dan pendapat kedua atau
terakhir lah yang aqrob.
Dengan demikian, berdasarkan berbagai keterangan
dan perkataan ulama‟ diatas, dapat disimpulkan bahwa
matahari dan bulan yang merupakan bagian dari salah
satu tujuh bintang sayyarah, pada dasarnya tidaklah
mempunyai dosa sedikitpun. Dimasukkannya kedua
bintang ini ke dalam neraka karena merupakan bagian
dari ketentuan dan rencana yang Allah SWT tetapkan
padanya. Dan yang paling penting untuk dicatat disini
adalah bahwa para ulama sepakat untuk mengatakan
kalau bulan dan matahari adalah bagian dari bintang
yaitu bintang sayyarah, dan bulan bukanlah satelit serta
matahari bukanlah satu-satunya bintang yang dimiliki
bumi. Wallahualam

Anda mungkin juga menyukai