Adalah Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali, dua anggota KKO (Korps Komando
Operasi -kini dikenal dengan Korps Marinir) yang diberangkatkan ke Singapura
dengan menggunakan perahu karet. Tugasnya adalah menyabotase kepentingan-
kepentingan Malaysia dan Singapura.
Berikut ini adalah catatan perjalanan dua Pahlawan Nasional itu sebagaimana
tersimpan dalam catatan sejarah KKO.
Pada malam harinya Usman memesan anak buahnya agar berkumpul kembali untuk
merencanakan tugas-tugas yang harus dilaksanakan, disesuaikan dengan hasil
penyelidikan mereka masing-masing. Setelah memberikan laporan singkat,mereka
mengadakan perundingan tentang langkah yang akan ditempuh karena belum
adanya rasa kepuasan tentang penelitian singkat yang mereka lakukan,ketiga
sukarelawan di bawah pimpinan Usman, bersepakat untuk kembali lagi ke daerah
sasaran untuk melakukan penelitian yang mendalam. Sehingga apa yangdibebankan
oleh atasannya akan membawa hasil yang gemilang.
Di tengah malam buta, di saat kota Singapura mulai sepi dengan kebulatan dan
kesepakatan, mereka memutuskan untuk melakukan peledakan Hotel Mac Donald.
Diharapkan dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sekitarnya. Hotel
tersebut terletak di Orchad Road sebuah pusat keramaian d kota Singapura.Pada
malam harinya Usman dan kedua anggotanya kembali menyusuri Orchad Road.
Dalam keheningan malam kira-kira pukul 03.07 malam tersentaklah penduduk kota
Singapura oleh ledakan yang dahsyat seperti gunung meletus. Ternyata ledakan
tersebut berasal dari bagian bawah Hotel Mac Donald yang terbuat dari beton cor
tulang, hancur berantakan dan pecahannya menyebar ke penjuru sekitarnya.
Penghuni hotel yang mewah itu kalang kabut, saling berdesakan ingin keluar untuk
menyelamatkan diri masing-masing. Demikian pula penghuni toko sekitarnya
berusaha lari dari dalam tokonya.
Beberapa penghuni hotel dan toko ada yang tertimbun oleh reruntuhan sehingga
mengalami luka berat dan ringan. Dalam peristiwa ini, 20 buah toko di sekitar hotel
itu mengalami kerusakan berat, 24 buah kendaraan sedan hancur, 30 orang
meninggal, 35 orang mengalami luka-luka berat dan ringan. Di antara orang-orang
yang berdesakan dari dalam gedung ingin keluar dari hotel tersebut tampak seorang
pemuda ganteng yang tak lain adalah Usman.
Di tengah suasana yang penuh kepanikan bagi penghuni Hotel Mac Donald dan
sekitarnya, Usman dan anggotanya dengan tenang berjalan semakin menjauh
ditelan kegelapan malam untuk menghindar dari kecurigaan. Mereka kembali
memencar menuju tempat perlindungan masing-masing.
Mc Donald House
Pada hari itu juga tanggal 10 Maret 1965 mereka berkumpul kembali. Bersepakat
bagaimana caranya untuk kembali ke pangkalan. Situasi menjadi sulit, seluruh
aparat keamanan Singapura dikerahkan untuk mencari pelaku yang meledakkan
Hotel Mac Donald.
Melihat situasi demikian sulitnya, lagi pula penjagaan sangat ketat, tak ada celah
selubang jarumpun untuk bisa ditembus. Sulit bagi Usman, Harun dan Gani keluar
dari wilayah Singapura.Untuk mencari jalan keluar, Usman dan anggotanya sepakat
untuk menerobos penjagaan dengan menempuh jalan masing-masing, Usman
bersama Harun,sedangkan Gani bergerak sendiri.
Setelah berhasil melaksanakan tugas, pada tanggal 11 Maret 1965 Usman dan
anggotanya bertemu kembali dengan diawali salam kemenangan, karena apa yang
mereka lakukan berhasil. Dengan kata sepakat telah disetujui secara bulat untuk
kembali ke pangkalan dan sekaligus melaporkan hasil yang telah dicapai kepada
atasannya.
Usman dan Harun terus berusaha mencari sebuah kapal tempat bersembunyi supaya
dapat keluar dari daerah Singapura. Ketika mereka sedang mencari-cari kapal, tiba-
tiba tampaklah sebuah motorboat yang dikemudikan oleh seorang Cina. Daripada
tidak berbuat akan tertangkap, lebih baik berbuat dengan dua kemungkinan
tertangkap atau dapat lolos dari bahaya. Akhirnya dengan tidak pikir panjang
mereka merebut motorboat dari pengemudinya dan dengan cekatan mereka
mengambil alih kemudi, kemudian haluan diarahkan menuju ke Pulau Sambu.
Mereka menyerahkan diri kepada Tuhan, semua dihadapi walau apa yang terjadi,
karena usaha telah maksimal untuk mencari jalan. Nasib manusia di tanganTuhan,
semua itu adalah kehendak-Nya. Karena itulah Usman dan Harus tenang saja, tidak
ada rasa takut dan penyesalan yang terdapat pada diri mereka.
Sebelum diadili mereka berdua mendekam dalam penjara. Mereka dengan sabar
menunggu saat mereka akan dibawa ke meja hijau. Alam Indonesia telah
ditinggalkan, apakah untuk tinggal selama-lamanya, semua itu hanya Tuhan yang
Maha Mengetahui.
Usman dai Harun dihadapkan ke Sidang Pengadilan Tinggi (High Court) Singapura
dengan tuduhan :
1. Menurut ketentuan International Security Act Usman dan Harun telah melanggar
Control Area.
Dalam proses pengadilan ini, Usman dan Harun tidak dilakukan pemeriksaan
pendahuluan, sesuai dengan Emergency Crimina Trials Regulation tahun 1964.
Dalam Sidang Pengadilan Tinggi (Hight Court) kedua tertuduh Usman dan Harun
telah menolak semua tuduhan itu. Hal ini mereka lakukan bukan kehendak sendiri,
karena dalam keadaan perang. Oleh karena itu mereka meminta kepada sidang
supaya mereka dilakukan sebagai tawanan perang (Prisoner of War).
Namun tangkisan tertuduh Usman dan Harun tidak mendapat tanggapan yang layak
dari sidang majelis. Hakim telah menolak permintaan tertuduh, karena sewaktu
kedua tertuduh tertangkap tidak memakai pakaian militer. Persidangan berjalan
kurang lebih dua minggu dan pada tanggal 20 Oktober 1965 SidangPengadilan
Tinggi (Hight Court) yan dipimpin oleh Hakim J. Chua memutuskan bahwa Usman
dan Harun telah melakukan sabotase dan mengakibatkan meninggalnyatiga orang
sipil.
Pada tanggal 6 Juni 1966 Usman dan Harun naik banding ke FederalCourt of
Malaysia dengan Hakim yang mengadilinya: Chong Yiu, Tan Ah Tah danJ.J.
Amrose.
Pada tanggal 5 Oktober 1966 Federal Court of Malaysia menolak perkara naik
banding Usman dan Harun. Kemudian pada tanggal 17 Februari 1967perkara
tersebut diajukan lagi ke Privy Council di London.
Dalam kasus ini Pemerintah Indonesia menyediakan empat Sarjana Hukum sebagai
pembela yaitu Mr. Barga dari Singapura, Noel Benyamin dari Malayasia, Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmadja SH dari Indonesia, dan Letkol (L) Gani Djemat SH
Atase ALRI di Singapura.
Usaha penyelamatan jiwa kedua pemuda Indonesia itu gagal. Surat penolakan
datang pada tanggal 21 Mei 1968.
Setelah usaha naik banding mengenai perkara Usman dan Harun ke Badan
Tertinggi yang berlaku di Singapura itu gagal, maka usaha terakhir adalah untuk
mendapat grasi dari Presiden Singapura Yusuf bin Ishak. Permohonan ini diajukan
pada tanggal 1 Juni 1968. Bersamaan dengan itu usaha penyelamatan kedua prajurit
oleh Pemerintah Indonesia makin ditingkatkan.
Pada tanggal 4 Mei 1968 Menteri Luar Negeri Adam Malik berusaha melalui
Menteri Luar Negeri Singapura membantu usaha yang dilakukan KBRI. Ternyata
usaha inipun mengalami kegagalan. Pada tanggal 9 Oktober 1968, Menlu
Singapura menyatakan bahwa permohonan grasi atas hukuman mati Usman dan
Harun ditolak oleh Presiden Singapura.
Pemerintah Indonesia dalam saat-saat terakhir hidup Usman dan Harun terus
berusaha mencari jalan. Pada tanggal 15 Oktober 1968 Presiden Suharto mengirim
utusan pribadi, Brigjen TNI Tjokropanolo ke Singapura untuk menyelamatkan
kedua patriot Indonesia.
Pada saat itu PM Malaysia Tengku Abdulrahman juga meminta kepada Pemerintah
Singapura agar mengabulkan permintaan Pemerintah Indonesia. Namun Pemerintah
Singapura tetap pada pendiriannya tidak mengabulkannya. Bahkan demi untuk
menjaga prinsip-prinsip tertib hukum, Singapura tetap akan melaksanakan
hukuman mati terhadap dua orang KKO Usman dan Harun, yang akan
dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober1968 pukul 06.00 pagi waktu Singapura.
Permintan terakhir Presiden Suharto agar pelaksanaan hukuman terhadap kedua
mereka ini dapat ditunda satu minggu untuk mempertemukan kedua terhukum
dengan orang tuanya dan sanak farmilinya. Permintaan ini juga ditolak oleh
Pemerintah Singapura yang tetap pada keputusannya, melaksanakan hukuman
gantung terhadap Usman dan Harun.
Pesan terakhir
Waktu berjalan terus dan sampailah pada pelaksanaan hukuman, di mana
Pemerintah Singapura telah memutuskan dan menentukan bahwa pelaksanaan
hukuman gantung terhadap Usman dan Harun tanggal 17 Oktober 1968, tepat
pukul 06.00 pagi.
Dunia merasa terharu memikirkan nasib kedua patriot Indonesia yang gagah
perkasa, tabah dan menyerahkan semua itu kepadapencipta-Nya.
Seluruh rakyat Indonesia ikut merasakan nasib kedua patriot ini. Demikian juga
dengan Pemerintah Indonesia, para pemimpin terus berusaha untuk menyelesaikan
masalah ini. Sebab merupakan masalah nasional yang menyangkut perlindungan
dan pembelaan warga negaranya.
Satu malam sebelum pelaksanaan hukuman, hari Rabu sore tanggal 16 Oktober
1968, Brigjen TIN Tjokropranolo sebagai utusan pribadi Presiden Suharto datang
ke penjara Changi. Dengan diantar Kuasa Usaha Republik Indonesia di Singapura
Kolonel A. Ramli dan didampingi Atase Angkatan Laut Letkol ((G) Gani Djemat
SH, dapat berhadapan dengan Usman dan Harun di balik terali besi yang
menyeramkan pada pukul16.00. Tempat inilah yang telah dirasakan oleh Usman
dan Harun selama dalam penjara dan di tempat ini pula hidupnya berakhir.
Para utusan merasa kagum karena telah sekian tahun meringkuk dalam penjaradan
meninggalkan Tanah Air, namun dari wajahnya tergambar kecerahan dan
kegembiraan, dengan kondisi fisik yang kokoh dan tegap seperti gaya khas seorang
prajurit KKO AL yang tertempa. Tidak terlihat rasa takut dan gelisah yang
membebani mereka, walaupun sebentar lagi tiang gantungan sudah menunggu.
Pertemuan ini membawa suasana haru, sebagai pertemuan Bapak dan Anak yang
mengantarkan perpisahan yang tak akan bertemu lagi untuk selamanya. Hanya
satu-satunya pesan yang disampaikan adalah bahwa Presiden Suharto telah
menyatakan mereka sebagai Pahlawan dan akan dihormati oleh seluruh rakyat
Indonesia, kemudian menyampaikan salut atas jasa mereka berdua terhadap
Negara.
Sebelum berpisah Usman dan Harun dengan sikap sempurna menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden RI Jenderal Suharto atas usahanya,
kepada Jenderal Panggabean, kepada mahasiswa dan pelajar, Sarjana Hukum, dan
Rakyat Indonesia yang telah melakukan upaya kepadanya. Pertemuan selesai,
Sersan KKO Usman memberikan aba-aba, dan keduanya memberi hormat
Mereka berdua adalah pemeluk agama Islam yang saleh. Di alam yang sepi itu
menambah hati mereka semakin dekat dengan pencipta-Nya. Karena itu empat
tahun dapat mereka lalui dengan tenang. Mereka selalu dapat tidur dengan
nyenyaknya walaupun pelaksanaan hukuman mati semakin dekat.
Pemerintah dan rakyat Indonesia mengenang kembali perjuangan kedua pemuda ini
dan dengan keharuan ikut merasakan akan nasib yang menimpa mereka.Sedangkan
Usman dan Harun dengan tenang menghuni penjara Changi yang sepi dan suram
itu.
Mereka menghuni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tembok, sedangkan di
luar para petugas terus mengawasi dengan ketat. Usman dan Harun yang penuh
dengan iman dan taqwa dan semangat juang yang telah ditempa oleh Korpsnya
KKO AL menambah modal besar untuk memberikan ketenangan dalam diri mereka
yang akan menghadapi maut.
Di penjara Changi, pada hari itu udara masih sangat dingin suasana
mencekam,tetapi dalam penjara Changi kelihatan sibuk sekali. Petugas penjara
sejak sore sudah berjaga-jaga, dan pada hari itu tampak lebih sibuk lagi.
Di sebuah ruangan kecil dengan terali-terali besi rangkap dua Usman dan Harun
benar-benar tidur dengan pulasnya. Meskipun pada hari itu mereka akan
menghadapi maut, namun kedua prajurit itu merasa tidak gentar bahkan khawatir
pun tidak.
Dengan penuh tawakal dan keberanian luar biasa mereka akan menghadapi tali
gantungan.Sikap kukuh dan tabah ini tercermin dalam surat-surat yang mereka tulis
pada tanggal 16 Oktober 1968, yang tetap melambangkan ketegaran jiwa dan
menerima hukuman dengan gagah berani.
Betapa tabahnya mereka menghadapi kematian, hal in dapat dilihat dari surat-surat
mereka yang dikirimkan kepadakeluarganya.
Bersama ini adindamu menyampaikan berita yang sangat mengharukan seisi kaum
keluarga di sana itu ialah pada 14-10-1968 jam 10.00 pagi waktu Singapura
rayuan adinda tetap akan menerima hukuman gantungan sampai mati.
Menghadapi Tiang Gantungan
Pukul 05.00 subuh kedua tawanan itu dibangunkan oleh petugas penjara,kemudian
disuruh sembahyang menurut agamanya masing-masing. Sebenarnya tanpa
diperintah ataupun dibangunkan Usman dan Harun setiap waktu tidak pernah
melupakan kewajibannya untuk bersujud kepadaTuhan Yang Maha Esa. Karena
sejak kecil kedua pemuda itu sudah diajar masalah keagamaan dengan matang.
Setelah melakukan sembahyang Usman dan Harun dengan tangan diborgol dibawa
oleh petugas ke kamar kesehatan untuk dibius. Dalam keadaan terbius dan tidak
sadar masing-masing urat nadinya dipotong oleh dokter tersebut, sehingga mereka
berdua lumpuh sama sekali.
Dalam keadaan, lumpuh dan tangan tetap diborgol, Usman dan Harun dibawa
petugas menuju ke tiang gantungan.Tepat pukul 06.00 pagi hari Kamis tanggal 17
Oktober 1968 tali gantungan dikalungkan ke leher Usman dan harun.
Pada waktu itu pula seluruh rakyat Indonesia yang mengetahui bahwa kedua
prajurit Indonesia digantung batang lehernya tanpa mengingat segi-segi
kemanusiaan menundukkan kepala sebagai tanda berkabung. Kemudian mereka
menengadah berdoa kepada Illahi semoga arwah kedua prajurit Indonesia itu
mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. Mereka telah terjerat di ujung tali
gantungan di negeri orang, jauh dari sanak keluarga, negara dan bangsanya. Mereka
pergi untuk selama-lamanya demi kejayaan Negara, Bangsa dan Tanah Air tercinta.
Eksekusi telah selesai, Usman dan Harun telah terbujur, terpisah nyawa dari
jasadnya. Kemudian pejabat penjara Changi keluar menyampaikan berita kepada
para wartawan yang telah menanti dan tekun mengikuti peristiwa ini, bahwa
hukuman telah dilaksanakan. Dengan sekejap itu pula tersiar berita ke seluruh
penjuru dunia menghiasi lembaran mass media sebagai pengumuman terhadap
dunia atas terlaksananya hukuman gantungan terhadap Usman danHarun.
Bendera Merah Putih telah dikibarkan setengah tiang sebagai tanda berkabung.
Sedangkan masyarakat Indonesia yang berada di Singapura berbondong-bondong
datang membanjiri Kantor Perwakilan Indonesia dengan membawa karangan bunga
sebagai tanda kehormatan terakhir terhadap kedua prajuritnya.
Begitu mendapat berita pelaksanaan eksekusi, Pemerintah Indonesia mengirim Dr.
Ghafur dengan empat pegawai Kedutaan Besar RI ke penjara Changi untuk
menerima kedua jenazah itu dan untuk dibawa ke Gedung Kedutaan Besar RI untuk
disemayamkan. Akan tetapi kedua jenazah belum boleh dikeluarkan dari penjara
sebelum dimasukkan ke dalam peti dan menunggu perintah selanjutnya dari
Pemerintah Singapura.
Pada hari itu Presiden Suharto sedang berada di Pontianak meninjau daerah
Kalimantan Barat yang masih mendapat gangguan dari gerombolan PGRS dan
Paraku. Waktu Presiden diberitahukan bahwa Pemerintah Singapura telah
melaksanakan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun, maka Presiden
Suharto menyatakan kedua prajurit KKO-AL itu sebagai Pahlawan Nasional.
Pada pukul 14.35 pesawat TNI-AU yang khusus dikirim dari Jakarta meninggalkan
lapangan terbang Changi membawa kedua jenazah yang telah diselimuti oleh dua
buah bendera Merah Putih yang dibawa dari Jakarta.
Padahari itu juga, tanggal 17 Oktober 1968 kedua Pahlawan Usman dan Harun
telah tiba di Tanah Air. Puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rakyat Indonesia
menjemput kedatangannya dengan penuh haru dan cucuran air mata. Sepanjang
jalan antara Kemayoran, Merdeka Barat penuh berjejal manusia yang ingin melihat
kedatangan kedua pahlawannya, pahlawan yang membela kejayaan Negara, Bangsa
dan Tanah Air.
Setibanya di lapangan terbang Kemayoran kedua jenazah Pahlawan itu diterima
oleh Panglima Angkatan Laut Laksamana TNI R. Muljadi dan seterusnya
disemayamkan di Aula Hankam Jalan Merdeka Barat sebelum dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Pada upacara penyerahan kedua jenazah Pahlawan ini menimbulkan suasana yang
mengharukan. Di samping kesedihan yang meliputi wajah masyarakat yang
menghadiri upacara tersebut, di dalam hati mereka tersimpan kemarahan yang tak
terhingga atas perlakuan negara tetangga yang sebelumnya telah mereka anggap
sebagai sahabat baik.
Pada barisan paling depan terdiri dari barisan Korps Musik KKO-AL yang
memperdengarkan musik sedih lagu gugur bunga, kemudian disusul dengan barisan
karangan bunga. Kedua peti jenazah tertutup dengan bendera Merah Putih yang
ditaburi bunga di atasnya. Kedua peti ini didasarkan kepada Inspektur Upacara
Laksamana TNI R. Mulyadi yang kemudian diserahkan kepada Kas Hankam Letjen
TNI Kartakusumah di Aula Hankam.
Di belakang peti turut mengiringi Brigjen TNI Tjokropranolo dan Kuasa UsahaRI
untuk Singapura Letkol M. Ramli yang langsung mengantar jenazah Usman dan
Harun dari Singapura. Suasana tambah mengharukan dalam upacara ini karena baik
BrigjenTjokropranolomaupun Laksamana R. Muljadi kelihatan meneteskan air
mata.
Dengan didahului tembakan salvo oleh pasukan khusus dari keempat angkatan, peti
jenazah diturunkan dengan perlahan-lahan ke liang lahat. Suasana bertambah haru
setelah diperdengarkan lagu Gugur Bunga.
Pengorbanan dan jasa yang disumbangkan oleh Usman dan Harun terhadap Negara
dan Bangsa maka Pemerintah telah menaikkan pangkat mereka satu tingkat lebih
tinggi yaitu Usmar alias Janatin bin Haji Muhammad Ali menjadi Sersan Anumerta
KKO dan Harun alias Tohir bin Mandar menjadi Kopral Anumerta KKO. Sebagai
penghargaan Pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan BintangSakti dan
diangkat sebagai Pahlawan Nasional.