TOKOH / PAHLAWAN
Di Kalimantan Timur
B A Y U K H OI R U L H A Q
F E B RI ANT I L E S T A RI
LE N I HA R DI ANT I
RO M Y P U R BAY A T AQ W A
E L I HE I ZE R S IL V I E
CH RI S T I E
FI T R I APR I LI A
M E YT H A E L L YS ON
W ANGK E
R I FH I S ID D IQ
T R I SU SI L OW A T I
YO HA NA T AN T I T I NN A
1. ABDOEL MOEIS HASSAN
Abdoel Moeis Hassan lahir di Samarinda, 2 Juni 1924. Seorang tokoh
pemuda pergerakan kebangsaan di Samarinda pada masa 1940–1945
dan pemimpin perjuangan diplomasi politik untuk kemerdekaan
Republik Indonesia di wilayah Kalimantan Timur pada masa 1945–
1949.
Sejak remaja, ia mengikuti aktivitas pergerakan kebangsaan di
Samarinda dan belajar masalah politik pada A.M. Sangadji. Pada tahun
1940, ia mendirikan Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) dan
menjadi ketuanya. Bersama A.M. Sangadji, ia mendirikan lembaga
pendidikan bernama Balai Pengadjaran dan Pendidikan Ra'jat pada
tahun 1942.
Ia bergabung dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan
Republik Indonesia (P3KRI) untuk mewujudkan Proklamasi Negara
Indonesia di Samarinda tahun 1945 dan mendirikan Ikatan Nasional
Indonesia (INI) Cabang Samarinda yang bertujuan menentang
pendudukan Belanda di Samarinda setahun setelahnya. Tahun 1947 ia
menjadi ketua Front Nasional sebagai koalisi organisasi yang
mendukung RI dan menentang federasi yang dibentuk Belanda.
https://www.kompasiana.com/muhammadferdiannuur7712/5
b16748c16835f33392072a2/abdul-moeis-hasan-sebagai-
sosok-teladan-kalimantan-timur
PERJUANGAN ABDOEL MOEIS HASSAN
• Aji Muhammad Sulaiman yang bergelar Sri Paduka Sultan Aji Muhammad
Sulaiman al-Adil Khalifatul-Mu'minin bin Aji Muhammad Salehuddin (dilahirkan
dengan nama Aji Biduk/Pangeran 'Umar) adalah Sultan Kutai Kartanegara
ke-18, memerintah dari tahun 1845 sampai 1899 merupakan putera
ke-8 dari Sultan Aji Muhammad Salehuddin, dengan Aji Ratu
Zuziah.
• Lahir pada tanggal 8 Februari 1838 menggantikan ayahnya menjadi Sultan pada
ketika kematian ayahnya tanggal 23 Juli 1845. Memerintah di bawah suatu Konsul
sampai beliau dewasa dan secara resmi dimahkotai sebagai Sultan dengan
kekuatan penuh di Tenggarong pada tanggal 19 Oktober 1850, dan disetujui oleh
Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 4 Januari 1851. Sultan Aji Muhammad
Sulaiman dikenal arif dan juga tekun mengajarkan Islam, sampai tiap tahun
menghajikan rakyatnya. Sepanjang pemerintahannya, giat mengadakan hubungan
dengan Kerajaan Mekkah. Dia juga sempat membangun pemondokan haji di Tanah
Suci yang belakang sekali dihadiahkan kepada Kerajaan di sana. Sultan juga
menaruh para ulama sebagai penasehat kerajaan sepanjang pemerintahannya.
Sultan Aji Muhammad Sulaiman meninggal di Tenggarong pada tanggal 2 http://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-
Desember 1899, dan dimakamkan di Pemakaman Kerajaan di Tenggarong. 2962/Aji-Muhammad-
Sulaiman_110110_p2k-unkris.html
NILAI-NILAI KETELADANAN DAN
NASIONALISME SULTAN AJI
MUHAMMAD SULAIMAN
Berawal dari terdesaknya pasukan Johan Massael salah seorang pimpinan pejuang pada 3 Desember 1947, yang harus berhadapan
dengan pasukan Knil di Loa Kulu, dan terpaksa mundur ke Sanga-Sanga yang ketika itu dipimpin oleh pejuang bernama Runtu
Rambi, yang berhasil mengibarkan Merah Putih selama 3 hari di wilayah, Johan kemudian ditugaskan untuk menuju Kalimantan
1. KEBERANIAN MELAWAN
Selatan melalui wilayah Ulu Mahakam. PENJAJAH
Perjuangan berat dan medan yang sangat ganas, pasukan Johan Massael, yang berangkat melalui Air Putih Samarinda, akhirnya
tiba di Bengkah Muara Kaman. Para gerilyawan ini bertahan di kebun ubi milik Muso Bin Salim, salah seorang tokoh masyarakat
setempat, yang memiliki kepedulian terhadap kemerdekaan.
2. RELA BERKORBAN
Muso kemudian memutuskan berangkat bersama Pasukan Johan Massael MENGESAMPINGKAN URUSAN
menmbus rimba kalimantan yang begitu berat demi menuju Barabai, KELUARGA UNTUK
meninggalkan anak dan isterinya. KEPENTINGAN NEGARA
Muso yang mendapat penghargaan berupa pangkat Letnan Dua (Letda) TNI AD, Surat
3. BERINTEGRITAS DAN kehormatan dari Menteri Pertahanan RI Sultan Hamengkubuono IX, 2 Desember 1947,
Penghargaan Pahlawan dari Presiden RI Sukarno 5 Juni 1960, Satya Lancana Perang
PANDAI Kemerdekaan 1 dan 2 dari Menteri Pertahanan RI, Ir Djuanda, 5 Juni 1960.
Masih banyak warga Kutai Kartanegara yang memiliki sumbangsih nyata dalam perjuangan,
seperti Nek Rahman warga Muara Kumpa (Muara Kaman) yang mengibarkan merah putih di
TIDAK MEMANDANG kebunnya melalui upacara penyerahan bendera tersebut dan menyimpannya sampai akhir
DIHARGAI ATAU TIDAK TETAP hayatnya.
MEMBELA NEGARA Setelah sekian lama berdiam diri, kini beberapa putra Muso Bin Salim telah
berusia setengah baya saat ini, berusaha keras untuk mendapatkan
pengakuan pemerintah mengenai perjuangan orang tua mereka.
4. DR. KANUDJOSO
https://balikpapanku.id/asal-usul-nama-rumah-sakit-umum-dr-kanujoso-
djatiwibowo/k to add text
• Pada usia 29 tahun sekitar tahun 1938, Kanujoso kembali ke Jawa untuk
menikah dengan RA Pratiwi, seorang wanita aktivis palang merah. Kedua
mempelai baru itu tidak bisa berlama-lama menikmati bulan madunya, karena
harus kembali ke Balikpapan.
• Bersama sang istri, dr Kanujoso Djatiwibowo menjalankan berbagai tugasnya
sebagai tenaga medis, baik di RS, praktek pribadi maupun kunjungan rutin ke
daerah pedalaman. Dalam dinasnya, Kanujoso dikenal sebagai dokter dan
atasan yang sangat disiplin dan tidak pernah membeda-bedakan pasien.
• Menjelang invasi Jepang ke bumi Nusantara, Kanujoso meminta istri dan anak-
anaknya mengungsi ke Jawa,
demi keselamatan keluarga yang amat dicintainya. Namun dia sendiri bersikera
s untuk tidak meninggalkan RS, karena sangat dibutuhkan oleh pasien-
pasiennya.
• Sejak pengungsian keluarga sekitar 1942, dia tetap menjalankan tugas medis di
bawah pemerintahan Jepang. Hingga akhirnya pada 1946, keluarganya di
Jawa menerima kabar melalui International Red
Cross bahwa Dr. Kanujoso Djatiwibowo telah gugur dieksekusi Jepang pada 20
Juni 1945, menjelang kekalahan Jepang dalam Perang Dunia ke II.
NILAI-NILAI KETELADANAN DAN NASIONALISME
DR. KANUDJOSO
N I L A I TE L AD AN D A RI
KO L O N E L I NF (P U RN ) Memiliki semangat persatuan dengan
H .T JU T J UP S U PA RN A menyatukan masyarakat Balikpapan yang
heterogen dalam mottonya "Balikpapan,
Kubangun, Kujaga, Kubela".