Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam segi kehidupan yang

harus kita taati. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan yang tak bisa lepas dari

hidup kita sebagai manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, berpakaian sudah

menjadi salah satu pusat perhatian dalam kemajuan globalisasi. Berbagai macam jenis

pakaian telah muncul didalam kehidupan kita, sehingga kita harus memilih–milih

yang mana yang pantas untuk kita pakai serta tidak melanggar ajaran agama Islam.
Begitu juga berhias, pengaruh dunia barat sangat besar bagi dunia kita indonesia.

Alat-alat semakin canggih, utntuk berhiaspun tak jadi hal yang sulit bagi kita.

Ajaran agam Islam tak hanya membahas hal besar bagi manusia, hal yang

kecil seperti berjalan, bertamu dan menerima tamu dianggap hal yang kecil bagi

sebagian besar ummat manusia untuk dipelajari. Kesadaran akan pentingnya aturan

yang telah ada didalam Al-Qur’an terkadang terlupakan bagi kita. Mengabaikan hal-

hal kecil yang akan berakibat bagi kehidupan sehari-hari. Melewatkan hal-hal kecil
secara terus menerus membuat kita membentuk sebuah ebiasaan yang buruk

sepanjang kita lupa akan aturan.

Untuk itu, sebagian besar manusia melupakan aturan-aturan yang telah

ditetapkan. Berpakaian tidak sesuai dengan ajaran Islam, berhias berlebihan,

menempuh perjalaan tanpa ingat waktu, bertamu tanpa mengenal siapa tuan rumah,

dan menerima tamu tanpa meperhatikan apa yang harus kita lakukan.
2

Makalah ini dibuat agar menjadi ulasan kembali ingatan kita dan menambah

pengetahuan kita, bahwa berpakaian, bertamu dan menerima tamu, berhias,

perjalanan, mempunyai aturan tersendiri dan telah ditetapkan dalam ajaran Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang di atas maka Rumusan masalah dari makalah ini

adalah:
1. Bagaimana pengertian, pentingnya, bentuk, nilai positif dan cara membiasakan

akhlak berpakaian?

2. Bagaimana pengertian, bentuk, nilai positif dan cara membiasakan akhlak

berhias?

3. Bagaimana pengertian, bentuk, nilai positif dan cara membiasakan akhlak

dalam perjalanan?

4. Bagaimana pengertian, bentuk, nilai positif dan cara membiasakan akhlak

bertamu dan menerima tamu?

C. Tujuan

Adapun tujuan kami membuat makalah ini :

1. Untuk Mengetahui pengertian, bentuk, nilai positif dan cara membiasakan

akhlak berpakaian.

2. Untuk Mengetahui pengertian, bentuk, nilai positif dan cara membiasakan

akhlak berhias.

3. Untuk Mengatahui pengertian, bentuk, nilai positif dan cara membiasakan

akhlak dalam perjalanan.


3

4. Untuk mengetahui pengertian, bentuk, nilai positif dan cara membiasakan

akhlak bertamu dan menerima tamu.


4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Akhlak berpakaian

Pakaian adalah salah satu alat pelindung tubuh manusia. Tentunya pakaian tak

lepas dari kehidupan manusia. Dan semua kehidupan manusia haruslah sesuai syariat

Islam, yang mana telah diatur oleh Al-Qur’an. Maka dari itu, manusia haruslah
berpakaian sesuai dengan yag telah diatur oleh Allah SWT. Berpakaian sesuai dengan

syariat Islam, akan membuat kita merasa itu adalah sebuah untuk kewajiban untuk

menjaganya agar tetap dengan aturan yang ada.

1. Pengertian Akhlak Berpakaian

Pakaian adalah kebutuhan pokok bagi seluruh manusia sesuai dengan situasi

dan kondisi dimana seorang beradapakaian termasuk salah satu kebutuhan yang tak

bisa lepas dari siklus kehidupan manusia. Karena pakaian mempunyai manfaat

manfaat yang sangat besar bagi keidupan kita. Melindungi tubuh kita agar tidak

mengalami dan mendapatkan bahaya dari luar. Dalam bahasa arab pakaian disebut

dengan kata “Libaasun atau tsiyaabun”. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) pakaian diartikan sebagai barang yang biasa dipakai oleh seseorang baik

berupa jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban, dll.

Secara istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam

berbagai ukuran dan modelnya berupa (baju, celana, sarung, jubah, ataupun yang

lain), yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang
5

bersifat khusus artinya pakaian yang digunakan lebih berorientasi pada nilai

keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pemakaian.1

Pakaian mempunyai tujuan umum untuk melindungi ataupun melindungi

tubuh manusia agar terhindar dari bahaya yang dapat merusak tubuh kita secara

langsung melalui kontak fisik, sedangkan menurut agama lebih mengarah kepada

menutup aurat tubuh manusia, agar tidak melanggar ketentuan syariat.

2. Bentuk Akhlak Berpakaian

Didalam pandangan Islam, pakaian terbagi menjadi dua bentuk yang pertama
pakaian untuk menutupi aurat tubuh sebagai reliasi dari perintah allah bagi wanita

selurh tubuhnya kecuali telapak tangan dan wajah, dan bagi pria menutup aurat

dibawah lutut dan diatas pusar. Batasan pakaian yang telah ditetapkan oleh allah ini

melahirkan kebudayaan yang sopan dan enak dilihat oleh kita dan kita pun merasa

aman dan tenang karena pakaian kita yang memenuhi kewajaran pikiran manusia.

Sedangkan yang kedua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan

identitas diri sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia. Apabila


berpakaian dalam tujuan menutup aurat dalam Islam, memiliki ketentuan-ketentuan

yang jelas, baik dalam hal ukuran pakaian maupun jenis pakaian yang akan dipakai.

Maka dari itu, sebagai muslim kita harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh

Allah SWT.2

Pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan menyatakan identitas diri, sesuai

dengan adat dan tradisi dalam berpakaian, yang menjadi kebutuhan untuk menjaga

dan mengaktualisasi dirinya dalam perkembangan zaman. Setiap manusia berhak

1
Fatimah, Muhammad Khair. Etika Muslim Sehari-hari. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002).
2
Kathur suhardi, Inul lebih dari segelas arak (Jakarta: Darul falah,2003).
6

mengekspresikan dirinya lewat pakaian yang dipakainya, tetapi tidaklah

sembarangan. Tetap harus mengikuti syariat Islam.

Di dalam Islam, kita mengenal salah satu jenis pakaian yang dapat menutup

aurat wanita yaitu jilbab. Jilbab mempunyai berbagai macam jenisnya, tetapi

walaupun banyak ragamnya jilbab boleh dibilang jilbab apabila dapat menutup aurat,

dari atas kepala kaum hawa sampai dengan dada kaum hawa, menutupi bagian-bagian

yang harus ditutupi kecuali wajah atau muka.


Bagi wanita, aurat adalah seluruh bagian tubuh kecuali muka dan telapak

tangan, yang lain haram untuk diperlihatkankepada masyarakat umum. Kecuali bagi
mahram atau maharimnya. Bagi suaminya, wanita atau istrinya tidak mempunyai

batasan aurat.3

Busana muslimah haruslah mempunyai kriteria sebagai berikut :

a. Tidak jarang atau ketat


b. Tidak menyerupai laki-laki
c. Tidak menyerupai busana khusus non muslimah
d. Pantas dan sederhana4
3. Nilai Positif Akhlak Berpakaian

Pakaian sangat berfungsi bagi tubuh kita, salah satunya untuk melindungi

kulit kita. Apabila kulit kita tidak terlindungi oleh pakaian atau langsung terkena

pancaran sinar ultra vilet maka kulit kita akan terbakar dan kita bsa mengalami

kangker kulit.

Pakaian juga menjaga suhu tubuh manusia agar tetap stabil, dengan

menggunakan jenis bahan pakaian tertentu, kita bisa menjaga suhu tubuh kita.

3
Masjfuk Zuhdi, masail Fiqhiyah (Jakarta: CV Haji masaagung, 1990).
4
Kathur suhardi, Inul lebih dari segelas arak (Jakarta: Darul falah,2003).
7

Pakaian juga bisa menjadi identitas diri kita, ‘apabila kita menggunakan pakaian yang

bagus dn kelihatan nyaman, berarti kita sudah memenuhi kriteria berpakain yang

sopan, dan kita pun bisa melakukan ibadah tanpa harus khawatir, apakah baju kita

suci dan pantas untuk dipakai.

4. Membiasakan Akhlak Berpakaian

Agama Islam memrintahkan pemeluknya agar berpakaian yang baik dan

bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian

tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutup aurat dan keindahan.
Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT didalam Al-

Qur’an dan hadist. Didalam Islam, kita sebagai Hamba Allah tidak diperbolehkan

memakai pakaian yang melanggar aturan Islam, kita tetap harus mengikuti aturan

tersebut sampai kita meninggal. Jika kita melanggar, dan tidak mau mengikuti aturan

yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita orang munafiq.5

Zaman semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti

perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang besar
bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang datangnya

dari dunia barat, sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai ummat muslim.

Maka dari itu biasakannlah berpakaian sesuai syariat Islam, agar tidak terpengaruh

oleh pengaruh-pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturannya.

B. Akhlak Berhias

1. Pengertian Akhlak Berhias

5
Syarif, M Isham . Saat Jilbab Terasa Berat. (Semanggi: Wacana Ilmiah Press, 2010).
8

Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh manusia. Berhias sudah menjadi

kebutuhan bagi sebagian besar manusia, agar dapat memperindah diri baik

dilingkungan sekitar maupun diluar lingkungan. Berhias adalah salah satu alat alat

untuk mengekspresikan diri, yang menunjukkan jat diri seseorang.

Menurut kamus besar bahasa indonesia, berhias diartikan “usaha memperelok

diri denan pakaian ataupun yang lainnya yang indah, berdandan dengan dandanan

yang idah dan menarik”. Berhias dapat memberikan kesan indah tersendiri bagi orng
lain yang melihatnya, baik dari segi pakaian, maupun make up wajah mereka. Maka

dari itu berhias dikategorikan sebagai akhlak terpuji. Tetapi berhias juga terhadap
aturannya agar tidak melanggar syariat Islam. Dalam sebuah hadist nabi SAW

bersabda yang artinya : sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan (HR.

Muslim)

2. Bentuk Akhlak Berhias

Berhias bukanlah dipandang dari segi dandanan muka, tetapi pakaian juga

termasuk sesuatu yang bisa dikatan alat untuk berhias. Pakaian kita yang sederhana
bisa menjadi pakaian yang mempunyai nilai keindahan yang tinggi apabila kita beri

hiasan agar kita terlihat cantik memakainya. Jilbab juga dapat menjadi hiasan.

Sekarang sudah banyak bentuk jilbab yang berbagai macam, dan dapat menghias diri

kita agar terlihat indah dan nyaman dipakai.6

Perhiasan kita juga termasuk salah satu alat untuk berhias. Arloji, kalung,

gelang, cincin dan sebagainya. Parfum juga termasuk, tapi kita tidak boleh lupa. Jika

6
Abdul Mun’im Salim. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita Muslimah (diterjemahkan oleh
Abu Ihsan Al-Atsari). (Solo: At-tibyan. 2009)
9

kita ingin berhias terhadap rambut-rambut, agar tidak melanggar syariat yang sudah

ditetapkan oleh Allah :


a. Niat yang lurus, berhias hanya untuk beribadah yang diorientasikan sebagai
rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan.
b. Dalam berhias tidak diperbolehkan menggunakan hiasan yang menggunakan
bahan-bahan yang dilarang agama
c. Tidak boleh menggunakan hiasan yang menggunakan simbol non muslim
d. Tidak berlebih-lebihan
e. Tidak boleh berhias seperti orang jahiliyah
f. Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis kelamin
g. Berhias bukan untuk berfoya-foya7

Ketika berhias terkadang kita lupa akan aturan, melewati batas kewajaran

yang telah ditetapkan. Seringkali naluri manusia berubah menjadi hawa nafsu yang
liar. Yang akan menyebabkan manusia terjerumus ke dalam hal yang menyesatkan.

Agama Islam memberi batasan dalam etika berhias.

3. Nilai Positif Akhlak Berhias

Berhias dapat menunjukkan kepribadian kita. Apabila kita menggunakan

hiasan yang cocok dengan diri kita, maka orang akan menilai diri kita dengan

pandangan yang berbeda ketika kita berhias. Jika kita menggunakan arloji, jas,
kerudung, maka orang lain akan memandang kita dengan penuh pemikiran. Bahwa

kita sebenarnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Kita bisa berorientasi dengan

waktu, tanpa meninggalkan syariat Islam.8

Berhias memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan,

karena berhias diniatkan untuk beribadah, maka setiap langkah kita akan menjadi

langkah menggapai barokah dan pahala dari Allah SWT. Namun sebaliknya apabila

7
Abdul Mun’im Salim. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita Muslimah (diterjemahkan oleh
Abu Ihsan Al-Atsari). (Solo: At-tibyan. 2009)
8
M. Quraish Shihab. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama’ Masa Lalu dan
Cendikiawan Kontemporer. (Tangerang: Lentera Hati, 2009)
10

berhias hanya untuk menarik perhatian orang lain untuk tergoda dan memuji-muji

kita agar kita senang sendiri, maka itu menjadi alat yang sesat. Lupa akan Allah, dan

hanya ingin dijadikan alat pemuas diri kita. Maka yang demikian itu adalah haram.

4. Membiasakan Akhlak Berhias

Berhias merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan

mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai keindahan

dan kekhasan dalam berhias menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring

dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan kegiatan berhias atau


berdandan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan

keinginan mengembangkan berbagai mode menurut fungsi dan momentumnya,

sehingga berhias dapat menyatakan identitas dari seseorang. 9

Dalam Islam diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai

dengan kemampuan masing-masing. Terutama apabila kita akan melakukan ibadah

shalat maka seyogyanya perhiasan yang kita pakai itu haruslah baik, bersih, dan indah

(bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki wilayah berlebihan. Hal
ini sesuai firman Allah : “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap

(memasuki) masjid, makan, minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-A’raf :

31)

C. Akhlak perjalanan (safar)

1. Pengertian Akhlak Perjalanan

9
Abdul Mun’im Salim. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita Muslimah (diterjemahkan oleh
Abu Ihsan Al-Atsari). (Solo: At-tibyan. 2009)
11

Perjalanan dalam bahasa arab disebut dengan kata “rihlah atau – safar” dalam

kamus besar bahasa indonesia (KBBI) perjalanan diartikan ; “perihal” (cara, gerakan,

dsb) berjalan atau bepergian dari suatu tempat menuju tempat untuk suatu tujuan”.

Secara istilah, perjalanan sebagai aktifitas seseorang untuk keluar ataupun

meninggalkan rumah dengan berjalan kaki ataupun menggunakan berbagai sarana

transportasi yang mengantarkan sampai pada tempat tujuan dengan maksud ataupun

tujuan tertentu.
Pada zaman Rasulullah, melakukan perjalanan telah mejadi tradisi masyarakat

arab. Dalam Al-Qur’an surah Al-Quraisy yang disebut diatas, Allah mengabadikan
tradisi masyarakat arab yang suka melakukan perjalanan pada musim tertentu untuk

berbagai keperluan. Karena itu tidak heran jika Islam sebagai satu-satunya agama

yang megatur kegiatan manusia dalam melakukan perjalanan, mulai dari masa

persiapan perjalanan, ketika masih berada dirumah, selanjutnya pada saat dalam

perjalanan dan ketika sudah kembali pulang dari suatu perjalanan.

2. Bentuk Akhlak Perjalanan

Islam mengajarkan agar setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk


mencari ridho Allah. Diantara jens perjalanan (safar) yang dianjurkan dalam Islam

yaitu pergi haji, umroh, menyambungkan silaturahmi, menuntut ilmu, berdakwah,

berperan di jalan Allah, mencari karunia Allah, mencari karunia Allah dll. Perjalanan

(safar) juga berfungsi untuk menyehatkan dan merefresikan kondisi jasmani dan

rohani dari kelelahan dan kepenatan dalam menjalani suatu aktifitas.

Sebagai pedoman Islam mengajarkan adab dalam melakukan perjalanan yaitu

:
a. Bermusyawarahkan dan shalat istikharah
12

b. Mengembalikan hak dan amanat kepada pemiliknya


c. Membawa 6 benda : gunting, siwak, tempat celak, tempat air minum, cebok dan
wudhu. Hal tersebut disunnahkan rasulullah
d. Menyertakan istri ataupun anggota keluarga
e. Wanita menyertakan teman atau muhrimnya
f. Memiliki kawan pendamping yang shalih dan shalihah
g. Mengangkat pemimpin atau ketua rombongan
h. Mohon pamitan pada keluarga dan memohon do’a10
3. Nilai Positif Akhlak Perjalanan

Keuntungan melakukan perjalanan diantaranya yaitu :


a. Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
b. Safar menjadi sarana seseorang untuk memperoleh pengalaman dari ilmu
pengetahuan
c. Safar dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh pengalaman dan ilmu
pengetahuan
d. Dengan safar maka seseorang akan lebih banyak mengenal adab kesopanan yang
berkembang pada suatu komunitas masyarakat
e. Perjalanan akan dapat menambah wawasan dan bahkan kawan yang baik dan
mulia11
4. Membiasakan Akhlak Perjalanan

Sebaiknya setiap orang memikirkan terlebih dahulu secara matang terhadap

sebuah perjalanan. Niat kita haruslah baik, ingin beribadah kepada Allah SWT.

Apabila melakukan safar atau rihlah dengan perhitungan jadwal yang matang, akurat,

rinci dan jelas agendanya.

Sebaiknya jika suatu perjalanan tanpa adanya agenda yang jelas, maka akan
cenderung menyia-nyiakan waktu, biaya ataupun energi, dan bahkan akan membuka

celah bagi syaitan untuk menyesatan dan akhrnya tujuan safar tak tercapai. Dan kita

harusnya bersyukur jika kita sudah berhasil melakukan perjalanan.

D. Akhlak bertamu

10
Ayyub, Hasan. Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki. (Bandung: Trigenda
Karya, 1994)
11
Ayyub, Hasan. Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki. (Bandung: Trigenda
Karya, 1994)
13

Islam memberikan aturan yang jelas agar setiap muslim memuliakan etika

tamu yang datang, karena memuliakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada

Allah dan hari akhir.

1. Pengertian Akhlak Bertamu

Bertamu merupakan tradisi masyarakat yag selalu dilestarikan. Dengan

bertamu seseorang bisa menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja sama

untuk meringankan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Adakalanya

seorang bertamu karena adanya urusan yang serius, misalnya untuk mencari solusi
terhadap problema masyarakat actual, sekedar bertandang karena lama tidak bertemu

(berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertandang kerumah

kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun sahabat dapat

tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.

Bertamu dalam bahasa arab disebut dengan kata “ataa liziyaroti atau – ‫استضاف‬

‫” يستضيف‬. Menurut kamus bahas indonesia, bertamu diartikan : “datang berkunjung

kerumah seorang teman, atapun kerabat untuk suatu tujuan atau maksud (melawat
dan sebagainya)”. Secara istilah bertamu merupakan kegiatan mengunjungi rumah

sahabat, kerabat ataupun orang lain, dalam rangka menciptakan kebersamaan dan

kemaslahatan bersama.

Tujuan bertamu sudah jelas dengan tujuan untuk menjalin tali silaturahmi,

persaudaraan ataupun persahabatan. Sedangkan bertamu kepada orang yang belum

dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain

ang belum diketahui kedua belah pihak.

Bertamu merupakan kebiasaan positif dalam kehidupan bermasyarakat dari

zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kegiatan kunjung


14

mengunjungi, maka segala persoaalan mudah dilestarikan, segala urusan mudah

diselesaikan dan segala masalah mudah diatasi.

2. Bentuk Akhlak Bertamu

Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu terlebih

dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Allah

berfirman yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam

kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu)
ingat.” (Qs. An-nur : 27).

Berdasarkan isyarat al-Qur’an diatas, maka yang pertama dilakukan adalah

meminta izin, baru kemudia mengucapkan salam. Sedangka menurut mayoritas ahli

fiqih berpendapat sebaliknya. Menurut rasulullah SAW, meminta izin maksimal

boleh dilakukan tiga kali.

Di sampig meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu

diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:


a. Jangan bertamu sembarang waktu
b. Kalau diterima bertamu jangan terlalu lama. Setelah urusan selesai segeralah
pulang.
c. Jangan melakukan kegiatan yang membuat tuan rumah terganggu
d. Jikalau disuguhi makanan atau minuman hormatilah jamuan itu. Bahkan
rasulullah SAW. Menganjurkan kepada orang yang berpuasa sunnah sebaiknya
berbuka atau membatalkan puasanya untuk menghormati jamuannya
e. Hendaklah pamit pada waktu mau pulang
3. Nilai Positif Akhlak Bertamu

Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran erhadap orang lain

dan menjauhkan dari sikap paksaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal
15

tindakan kekerasan. Bukan saja dalam meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan

maksud baik kedatangan, tetapi juga dalam tingkah laku dan pergaulan dengan

sesama manusia harus terhindar dari cara-cara paksaan dan kekerasan.

Dengan bertamu atau bertandang, seorang akan mempertemukan persamaan

ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam

menjalin kehidupan. Dengan bertamu, seseorang akan melakukan diskusi yang baik ,

sikap yang sportif, dan elegan terhadap sesamanya. Bertamu dianggap sebagai sarana
yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan masyarakat yang

bermartabat.

A. Membiasakan Akhlak Bertamu

Sesungguhnya bertamu itu merupakan suatu kegiatan yang sangat

mengasyikkan. Dengan tujun bertamu seseorang dapat menemukan manfaat, baik

berupa wawasan, pengalaman berharga ataupun menikmati segala bentuk

penyambutan tuan rumah. Menurut ungkapan Al-Qur’an, sebaiknya orang bertamu

tidak memaksa untuk pada saat tidak ada orang yang dirumah. Allah SWT berfirman
yang artinya : jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah

kamu masuk sebelum kamu mendpat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “kembali

(saja) lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Qs. An-Nur: 28).

Al-Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap orang

yang bertamu dapat menjaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu

harus berusaha menahan segala keinginandan kehendak baiknya sekalipun, demikian

pula apabila kegiatan bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus

meninggalkan kesan yang baik dan menyenangkan bagi tuan rumah. Karena itu
16

haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahn

bagi tuan rumah.

E. Akhlak menerima tamu

Islam memberikan aturan yang jelas agas setiap muslim memulyakan setiap

tamu yang datang, karena memulyakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada

Allah dan hari Akhir. Penjabaran lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini:

1. Pengertian Akhlak Menerima Tamu

Menurut kamus bahasa Indonesia, menerima tamu(ketamuan) diartikan:


“kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Secara istilah menerima

tamu dima’nai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang

lazim(wajar) dilakukan menurut adat atau agama dengan maksut yang menyenangkan

atau memulyakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmad dan ridho

dari Allah.

2. Bentuk Akhlak Menerima Tamu


Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang

yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamin hak haknya

dalam Islam. Karena itu menghormati tamu merupakan perhatian yang mendatangkan

kemulyaan di dunia dan akhirat. Setiap muslim wajib memulyakan tamu, tanpa

membeda bedakan status sosial ataupun maksud dan tujuan bertamu.

Memuliakan tamu dilakukan antar lain dengan menyambut kedatangannya

dengan muka manis dan tuturkata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk di

tempat yang baik. Kalau perlu, disediakan ruangan kusus yang selalu dijaga kerapian

dan kelestariannya. Kalau tamu daang dari tempat yang jauh dan ingin menginap,
17

tuan rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih

dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak.

Menurut Rasulullah SAW, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan

lagi kewajiban.

3. Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu

Setiap orang Islam telah diikat oleh suatu ikatan aturan supaya hidup

bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama atau suku.

Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-undang atau
perjanjian yang mengikat diantara sesama manusia.

Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman

seseorang, maka semakin ramah dan santun dalam menyambut tamunya karena orang

yang beriman meyakini bahwa menyabut tamu bagian dari perintah Allah SWT.

Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian dan

tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan kemaslahatan dunia

maupun akhirat.

4. Membiasakan Akhlak Menerima Tamu


Menerima tamu merupakan bagian dari aspek sosial dalam ajaran Islam yang

harus terus dijaga. Menerima tamu dengans penyambutan yang baik merupakan

cermin diri dan menunjukkan kualitas kepribadian seorang muslim. Setiap muslim

harus membiasakan diri untuk menyambut setia tamu yang datang dengan

penyambutan yang penuh suka cita.

Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah harus

menghadirkan pikiran yang positif (khusnudzon) terhadap tamunya, janga sampai

kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negatif dari tuan rumah (suudzon).
18

Apabila suatu saat tuan rumah merasakan berat untuk menerima kehadira tamunya,

maka tuan rumah harus tetap menunjukkan sikap yang arif dan bijak, jangan sampai

menyinggung perasaan tamu. Seharusnya setiap muslim harus menunjukkan sikap

yang baik terhadap tamunya, menyediakan sarana dan prasarana penyambutan yang

memadahi, serta memberikan jamuan makan ataupun minum yang memenuhi tamu.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Islam memiliki etika berbusana yang telah diatur oleh Allah SWT didalam Al-

Qur’an dan hadist. Di dalam Islam, kita sebagai Hamba Allah tidak

diperbolehkan memakai pakaian yang melanggar aturan Islam, kita tetap harus

mengikuti aturan tersebut sampai kita meninggal. Jika kita melanggar, dan tidak
19

mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh Allah, maka sama saja kita

orang munafiq. Zaman semakin berkembang bukan berarti kita harus mengikuti

perkembangan yang ada secara keseluruhan. Pakaian merupakan pengaruh yang

besar bagi perkembangan zaman. Karena, akibat dari perkembangan zaman yang

datangnya dari dunia barat, sangat mempengaruhi mode pakaian kita sebagai

ummat muslim. Maka dari itu, kita tidak boleh menyalah gunakan arti pakaian.

Yang sebetulnya untuk melindungi tubuh dari bahaya serta menutup aurat, tetapi
saat ini fungsinya telah berubah untuk memamerkan bentuk lekuk tubuh. Maka

dari itu biasakannlah berpakaian sesuai syariat Islam, agar tidak terpengaruh oleh
pengaruh-pengaruh negatif, yang membuat kita lupa akan Allah serta aturannya.

2. Dalam Islam diperintahkan untuk berhias yang baik, bagus, dan indah sesuai

dengan kemampuan masing-masing. Terutama apabila kita akan melakukan

ibadah shalat maka sebaiknya perhiasan yang kita pakai itu haruslah baik, bersih,

dan indah (bukan berarti mewah), karena mewah itu sudah memasuki wilayah

berlebihan. Hal ini sesuai firman Allah : “Hai anak adam, pakailah pakaianmu

yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan, minumlah, dan janganlah


berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-

lebihan.” (Qs. Al-A’raf : 31). Berhias juga tidak boleh kita salah gunakan.

Haruslah sesuai kadarnya, agar tidak menimbulkan pandangan buruk terhadap

kita. Dan jangan gunakan berhias menjadi suatu hal yang maksiat dari kita.

Perjalanan adalah suatu hal yang mulia. Hal yang suka dilakukan oleh Rasulullah

SAW, dengan mempersiapkan segala aspek, baik waktu, tujuan, makanan(bekal),

serta yang lainnya.


20

3. Sebaiknya setiap orang memikirkan terlebih dahulu secara matang terhadap

sebuah perjalanan. Niat kita haruslah baik, ingin beribadah kepada Allah SWT.

Apabila melakukan safar atau rihlah dengan perhitungan jadwal yang matang,

akurat, rinci dan jelas agendanya.

4. Al-Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang

bertamu dapat menjaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu

harus berusaha menahan segala keinginandan kehendak baiknya sekalipun,


demikian pula apabila kegiatan bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu

harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenangkan bagi tuan rumah.
Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan

ataupun kesusahn bagi tuan rumah. Adapun Menerima tamu hukumnya wajib,

kita wajib menerima tamu apabila ia berada didalam rumah kita selama tiga hari.

Apabila tamu menginap di rumah kita lebih dari tiga hari, maka menerima ia

dirumah kita bukanlah wajib lagi. Kita berhak mengusir dia apabila mengganggu

ketentraman dalam rumah. Dan menjadi sedekah apabila kita tetap melayani ia

dalam rumah kita.


B. Saran

Dalam berpakaian, kita sebagai muslim haruslah tetap berpakaian dengan

mengikuti syariat Islam, dengan menutup aurat, tidak menggunakan pakaian yang

ketat atau membentuk lekukan tubuh. Begitu pula dengan akhlak dalam berhias,

dalam melakukan perjalanan(safar), bertamu dan menerima tamu juga tetap harus

dengan aturan dan syariat agama Islam sesuai dengan apa yang diajarkan oleh nabi

Muhammad SAW dalam sunnahnya dan juga sesuai dengan yang diperintahkan Allah

SWT dalam kitab Al-Qur’an dan kitab sebelumnya


21

DAFTAR PUSTAKA

Ayyub, Hasan. Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki. Bandung: Trigenda
Karya, 1994.
Fatimah, Muhammad Khair. Etika Muslim Sehari-hari. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2002.
Kathur suhardi, Inul lebih dari segelas arak Jakarta: Darul falah,2003.
Salim, Abdul Mun’im. Kupas Tuntas Etika Berhias Wanita Muslimah (diterjemahkan
oleh Abu Ihsan Al-Atsari). Solo: At-tibyan. 2009.
Shihab M. Quraish. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama’ Masa
Lalu dan Cendikiawan Kontemporer. Tangerang: Lentera Hati, 2009.
Suhardi, Kathur, Inul lebih dari segelas arak. Jakarta: Darul falah, 2003.
Syarif, M Isham. Saat Jilbab Terasa Berat. Semanggi: Wacana Ilmiah Press, 2010.
Zuhdi, Masjfuk. masail Fiqhiyah. Jakarta: CV Haji masaagung, 1990.

Anda mungkin juga menyukai