Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AKIDAH AKHLAK

Adab Berpakaian, Berhias, Perjalanan, Bertamu, Menerima Tamu,

Makan dan Minum

KELOMPOK: 9
Hellen Anggriani (20531069)
Ita Nuryaningsih (2053076)

DOSEN PENGAMPU:
NELFA SARI, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
ISNTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
2023
KATA PENGANTAR

            Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatu.


            Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Seru Sekalian
Alam, Dzat Yang Maha Tinggi Sumber Kebajikan dan Kearifan, atas rahmat dan karunia-
Nya makalah ini dapat selesai. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan
semesta alam, Rasulullah Muhammad Saw. yang selalu mengajarkan untuk tawadhu dan
bijak dengan ilmu yang dimiliki.           
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber referensi; pendobrak minat baca;
pendobrak motivasi hidup; menjadi ilmu yang terus mengalir manfaatnya sepanjang jaman,
tanpa menafikan bahwa pada dasarnya makalah ini dapat digunakan untuk semua
kalangan, karena setiap manusia, tua atau muda mempunyai otak dengan berbagai potensi
pikiran yang dimilikinya.
            Tak lupa, Penulis akui  makalah ini jauh dari kesempurnaan  Penulis mohon maaf
apabila ada kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis
harapkan untuk perbaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri umumnya bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatu.

Curup, 31 Mei 2023

                                                                                                        Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam segi kehidupan yang harus kita taati.
Pakaian merupakan salah satu kebutuhan yang tak bisa lepas dari hidup kita sebagai manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman, berpakaian sudah menjadi salah satu pusat perhatian
dalam kemajuan globalisasi. Berbagai macam jenis pakaian telah muncul didalam kehidupan
kita, sehingga kita harus memilih–milih yang mana yang pantas untuk kita pakai serta tidak
melanggar ajaran agama islam. Begitu juga berhias, pengaruh dunia barat sangat besar bagi
dunia kita indonesia. Alat-alat semakin canggih, utntuk berhiaspun tak jadi hal yang sulit bagi
kita.
Ajaran agam islam tak hanya membahas hal besar bagi manusia, hal yang kecil seperti berjalan,
bertamu dan menerima tamu dianggap hal yang kecil bagi sebagian besar ummat manusia untuk
dipelajari. Kesadaran akan pentingnya aturan yang telah ada didalam Al-Qur’an terkadang
terlupakan bagi kita. Mengabaikan hal-hal kecil yang akan berakibat bagi kehidupan sehari-hari.
Melewatkan hal-hal kecil secara terus menerus membuat kita membentuk sebuah ebiasaan yang
buruk sepanjang kita lupa akan aturan.
Untuk itu, sebagian besar manusia melupakan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Berpakaian
tidak sesuai dengan ajaran islam, berhias berlebihan, menempuh perjalaan tanpa ingat waktu,
bertamu tanpa mengenal siapa tuan rumah, dan menerima tamu tanpa meperhatikan apa yang
harus kita lakukan.
Makalah ini dibuat agar menjadi ulasan kembali ingatan kita dan menambah pengetahuan kita,
bahwa berpakaian, bertamu dan menerima tamu, berhias, perjalanan, mempunyai aturan
tersendiri dan telah ditetapkan dalam ajaran islam.
B. Rumusan Masalah
i-hari. Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Jelaskan pengertian dan pentingnya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu?
2. Sebutkan serta jelaskan bentuk akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu?
3. Apa saja nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima
tamu?
4. Bagaimana cara membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu?
C. Tujuan
Adapun tujuan kami membuat makalah ini :
1. Mengetahui pengertian dan pentingya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu.
2. Mengidentifikasi akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
3. Menunjukan nilai-nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu dalam fenomena kehidupan sehari-hari.
4. Dapat membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu.
D. Manfaat
Banyak sekali manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini
1. Mengetahui pengertian dan pentingnya akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu.
2. Dapat mengetahui bentuk-bentk akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu.
3. Dapat mengetahui nilai-nilai positif dari akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu
dan menerima tamu.
4. Dapat membiasakan akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertau dan menerima tamu
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Adab Berpakaian
Pakaian sebagai kebutuhan dasar bagi setiap orang dalam berbagai zaman dan
keadaan. Islam sebagai ajaran yang sempurna, telah mengarjakan kepada pemeluknya
tentang bagaimana tata cara berpakaian. Berpakaian menurut islam tidak hanya sebagai
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi semua orang, tetapi berpakaian sebagai ibadah
untuk mendapatkan ridha Allah.Oleh karena itu setiap muslim wajib berpakaian sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan Allah.1
Pakaian (jawa: sadang) adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan
situasi dan kondisi dimana seseorang berada. Pakaian memiliki manfaat yang sangat
besar bagi kehidupan seorang, guna melindungi tubuh dari semua kemungkinan yang
merusak ataupun yang menimbulkan rasa sakit.dalam kamus besar indonesia, pakaian
diartikan sebagai “barang apa yang biasa dipakai oleh seoarang baik berupa baju, jaket
celana, sarung, selendang, krudung jubah, surban, dan lain sebagainya”.
Secara istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam
berbagai ukuran dan modenya berupa, (baju, celana, sarung, jubah ataupun yang lain),
yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakianya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus
atau umum. Tujuan bersifat khusus artinya pakaian yang lebih berorientasi pada nilai
keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisian pemakaian.
Tujuan bersifat umum lebih berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun
melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan adat
ataupun agama.
B. Pengertian Adab Berhias
Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini (modern), berhias adalah kebutuhan dasar
untuk memperindah penampilan diri,baik di lingkungan rumah atau diluar rumah.
Menurit kamus Besar Indonesia, berhias diartikan “usaha memperelok diri dengan

1
Abdul Syukur, Syarifah, Haitami M. Nuh, Pendidikan Agama Islam Untuk SMA/MA Kelas X, ( PT Sutra
Benta Perkasa, 2007 ), 13.
pakaian ataupun lainnya, yang indah-indah, berdandan dengan dandanan yang indah dan
menarik”.2
Secara istilah berhias dapat dimaknai sebagai upaya setiap orang yang untuk
memperindah diri pemakaianya, sehingga memuculkan kesan indah bagi yang
menyaksikan serta menambah rasa percaya diri penampilan untuk suatu tujuan tertentu.
Dalam sebuah hadist Nabi saw bersabda:
(‫اِ َّن هَّللا َج ِم ْي ٌل َو يُ ِحبُّ ْال َج َما َل (رواه مسل‬
Artinya : sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan ( HR. Muslim)
Adapun tujuan berhias untuk memperindah diri sehingga lebih memantapkan
pelakunya menjadi insan yang lebih baik.
C. Pengertian Adab Perjalanan
Perjalanan dalam bahasa Arab disebut dengan kata “Rihlah atau safar”. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, perjalanan diartikan: “Perihal (cara, gerak, dsb.) berjalan atau
bepergian dari suatu tempat menuju tempat yang lain untuk suatu tujuan”. Secara istilah,
perjalanan sebagai aktifitas seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah dengan
berjalan kaki ataupun menggunakan berbagai sarana transportasi yang mengantarkan
sampai pada tempat tujuan dengan maksud ataupun tujuan tertentu.
Dengan demikian rumah tinggal merupakan start awal dari semua jenis perjalanan
yang dilakukan setiap orang, sedangkan finisnya berada pada tempat yang menjadi tujuan
dari setiap perjalanan. Namun demikian setelah seorang sampai pada tempat tujuan dan
telah menemukan atau mendapatkan sesuatu yang dicari, maka pada suatu saat mereka
akan kembali ke rumah (go home).
Pada masyarakat modern, perjalanan (safar) menjadi bagian mobilitas kehidupan,
artinya semakin maju kehidupan seseorang, maka akan semakin sering seseorang
melakukan perjalanan untuk berbagai tujuan. Pada masa Rasulullah perjalanan untuk
berbagai keperluan (terutama berdagang) telah menjadi tradisi masyarakat Arab. Pada
musim tertentu masyarakat Arab melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk berbagi
keperluan.
D. Pengertian Adab Bertamu

2
Dra Muhaimmah, Aqidah Akhlak, (Surakarta: Pustaka Firdaus Utama, 2007), 4.
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu
seorang bisa menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerjasama untuk meringankan
berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Bertamu sebagai kegiatan yang lazim
dilakukan masyarakat dalam berbagai tingkat. Adakalanya seorang bertamu karena
adanya urusan yang serius, misalnya untuk mencari solusi
terhadap problem masyarakat yang aktual. Di samping itu adakalanya bertamu hanya
sekedar bertandang, karena lama tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir
sejenak. Dengan bertandang ke rumah kerabat ataupun sahabat, maka kerinduan terhadap
kerabat ataupun sahabat dapat disalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.3
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bertamu diartikan: “datang berkunjung ke
rumah seorang teman ataupun kerabat untuk suatu tujuan ataupun maksud (melawan dan
sebagainya)”. Secara istilah bertamu merupakan kegiatan mengunjungi rumah sahabat,
kerabat ataupun orang lain, dengan tujuan untuk menjalin persaudaraan ataupun untuk
suatu keperluan lain, dalam rangka menciptakan kebersamaan dan kemaslahatan
bersama.
E. Pengertian Adab Menerima Tamu
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, menerima tamu (ketamuan) diartikan:
“kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Secara istilah menerima
tamu dimaknai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang lazim (wajar)
dilakukan menurut adat ataupun agama dengan maksud untuk menyenangkan atau
memuliakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmat dan ridha dari Allah.
Setiap muslim wajib hukumnya untuk memuliakan tamunya tanpa memandang siapapun
orangnya yang bertamu dan apapun tujuannya dalam bertamu.4

a. Contoh Adab Berpakaian


Dalam pandangan islam pakaian dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu:
Pertama, pakaian untuk menutupi aurat tubuh sebagai realisasi perintah Allah bagi wanita
seluruh tubuhnya kecuali tangan dan wajah, ,dan bagin pria dibawah lutut dan diatas

3
Drs. H.Masan AF ,.M. Pd, Aqidah Akhalq Kurikulum 2004, untuk SMA/MA (Semarang : PT. Karya Toha
Putra, 2004) 36.
4
Tim musyawarah guru bina PAI MA. AL-HIKMAH. Suplementary book aqidah akhlak XI semester ganjil.
Arifandi:46
pusar. Kedua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri sebagai
kesekuensi perkembangan peradaban manusia.
Berpakaian dalam pengertian untuk menutup aurat, dalam syari’at islam mempunyai
ketentuan yang jelas, baik ukuran aurat yang harus ditutup ataupun jenis pakaian yang
digunakan untuk menutpnya.karena itu setiap orang beriman ataupun wanita memiliki
kewajiban untuk berpakaian yang menutup aurat.
Sedangkan pakaian yang berfungsi sebagai perhaiasan yang menyatakan identitas
diri, sesuai dengan adat dan tradisi dalam berpakaian, merupakan kebutuhan manusia
untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirnya menurut tuntutan perkembangan zaman.
Dalam kaitannya dengan pakaian sebagai perhiasan, maka setiap manusia memiliki
kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode berpakaian
menurut fungsi atau momentumnya namun dalam agama harus tetap pada nilai-nilai dan
koridor yang telah digariskan dalam islam.5
b. Contoh Adab Berhias
Berhias merupakan perbuatan yang diperintahkan ajaran islam. Mengenakan pakaian
merupakan salah satu bentuk berhias yang diperintahkan. Pakaian dalam islam memiliki
fungsi hiasan yaitu untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak sekedar
membutuhkan pakaian penutup aurat, tetapi juga busana yang memperelok pemakainya.
Berhiasan dalam ajaran islam tidak sebatas penggunaan pakaian, tetapi mencangkup
seluruh piranti (alat) aksesoris yang lazim digunakan untuk mempercantik diri, mulai dari
kalung, gelang, arloji, anting-anting, broos dan lainnya. Di samping itu dalam kehidupan
modern berhias juga mencangkup penggunaan bahan atau pun alat tertentu untuk
melengkapi dandanan dan penampilan mulai dari bedak, make up, semir rambut, parfum,
wewangian dan sejenisnya.
Agama islam telah memberikan rambu-rambu yang tegas agar setiap muslim
mengindahkan kaidah berhias meliputi:
1) Niat yang lurus, berhias hanya untuk beribadah, artinya segala bentuk kegiatan
berhias diorientasikan sebagai bentu nyata bersyukur atas nikmat dan bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah
2) Dalam berhias tidak dibenarkan menggunakan bahan-bahan yang dilarang agama

5
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an. cet x. (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), 161.
3) Dilarang berhias dengan menggunakan simbol-simbol non muslim (salib) dll.
4) Tidak berlebih-lebihan
5) Dilarang berhias seperti cara berhiasnya orang-orang jahiliyah.
6) Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis kelamin.
7) Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya ataupun riya’6
Islam telah memberikan batasan-batasan yang jelas agar manusia tdak terimpah bencana karena
naluri manusia berubah menjadi nafsu liar yang menyesatkan dan akan menimbulkan bencana
bagi kehidupan manusia. Agama islam memberi batasan dalam etika berhias, sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah :
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ب َع ْن ُك ُم‬ َ ‫َوقَرْ نَ فِ ْي بُيُوْ تِ ُك َّن َواَل تَبَرَّجْ نَ تَبَرُّ َج ْال َجا ِهلِيَّ ِة ااْل ُوْ ٰلى َواَقِ ْمنَ الص َّٰلوةَ َو ٰاتِ ْينَ ال َّز ٰكوةَ َواَ ِط ْعنَ َ َو َرسُوْ لَهٗ ۗاِنَّ َما ي ُِر ْي ُد ُ لِي ُْذ ِه‬
‫َط ِه ْير ًۚا‬ ْ ‫ت َويُطَهِّ َر ُك ْم ت‬ ِ ‫س اَ ْه َل ْالبَ ْي‬ َ ْ‫الرِّج‬
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah
laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat
dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-
bersihnya”. ( QS. Al- Ahzab: 33)
c. Contoh Adab Perjalanan
Islam mengajarkan, agar setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk mencari
ridha Allah. Di antara jenis perjalanan (safar) yang dianjurkan dalam Islam yaitu pergi
haji, umrah, menyambung silaturahmi, menuntut ilmu, berdakwah, berperang di jalan
Allah, mencari karunia Allah dan lain-lain. Perjalanan (safar) juga berfungsi untuk
menyehatkan dan merefresing kondisi jasmani dan rohani dari kelelahan dan kepenatan
dalam menjalani suatu aktifitas.
Ibadah haji adalah bentuk safar wajib bagi muslim yang mampu. Hal ini pula yang
mendorong umat Islam dari seluruh dunia datang berkunjung ke Baitullah (rumah Allah)
di kota Mekkah. Karena itu sejak abad pertama Hijriyah umat Islam sudah mengenal dan
mengarungi lautan. Dalam perjalanan hajinya itu seringkali mereka singgah di beberapa
pelabuhan, sehingga membuka peluang bagi rombongan haji itu untuk berniaga dan
sekaligus berdakwah. Sebagai pedoman Islam mengajarkan adab dalam melakukan
perjalanan, yaitu:

1) Bermusyawarah dan sholat istikharah;


6
Tim abdi guru YPM. Aqidah Akhlak 1.( Sidoarjo: Bepenggu YPM), 86.
2) Mengembalikan hak dan amanat kepada pemiliknya;
3) Membawa enam benda: gunting, siwak, tempat celak, tempat air keperluan minum, cebok
dan wudhu. Hal tersebut disunnahkan Rasulullah; dan baik sekali dalam perjalanan itu
membawa enam benda teresbut;
4) Menyertakan istri atau anggota keluarganya;
5) Wanita menyertakan teman atau muhrimnya;
6) Memilih kawan pendamping yang shaleh dan shalihah;
7) Mengangkat pemimpin atau ketua rombongan;
8) Mohon pamit pada keluarga dan handai taulan serta mohon do’a.
d. Contoh Adab Bertamu
Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu terlebih dahulu
meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Allah berfirman:
َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَ ْد ُخلُوْ ا بُيُوْ تًا َغ ْي َر بُيُوْ تِ ُك ْم َح ٰتّى تَ ْستَْأنِسُوْ ا َوتُ َسلِّ ُموْ ا ع َٰلٓى اَ ْهلِهَ ۗا ٰذلِ ُك ْم خَ ْي ٌر لَّ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن‬
“orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih
baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. (Q.S An Nur : 27)
Berdasarkan isyarat al-Qur’an di atas, maka yang pertama dilakukan adalah meminta
izin, baru kemudian mengucapkan salam. Sedangkan menurut mayoritas ahli fiqh
berpendapat sebaliknya. Mereka berargumentasi berdasarkan beberapa hadits Rasulullah
SAW. yang sekalipun dengan redaksi yang berbeda-beda tapi semuanya menyatakan
bahwa: mengucapkan salam dilakukan terlebih dahulu sebelum meminta izin (as-salam
qabl al-kalam) kepada tuan rumah. Meminta izin bisa dengan kata-kata, dan bisa pula
dengan ketukan pintu atau tekan tombol bel atau cara-cara lain yang dikenal baik oleh
masyarakat setempat. Bahkan salam itu sendiri bis juga dianggap sekaligus sebagai
permohonan izin.
Menurut Rasulullah SAW., meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali.
Apabila tidak ada jawaban seyogyanya yang akan bertamu kembali pulang. Jangan
sekali-kali masuk rumah orang lain tanpa izin, karena di samping tidak menyenangkan
bahkan mengganggu tuan rumah, juga dapat berakibat negatif terhadap tamu itu sendiri.
Rasulullah SAW. bersabda:

)‫ (رواه ابو داود‬.ْ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْستَْأ ِذنُ َأ َح ُد ُك ْم ثَالَثًا فَِإ ْن ُأ ِذنَ لَهُ َوِإالَّ فَ ْليَرْ ِجع‬ َ َ‫ ق‬:‫ع َْن َأبِي ُموْ َسى‬
َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬
Artinya: “Dari Abu Musa: Rasulullah SAW. bersabda: Jika seseorang di antara
kamu telah meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka hendaklah dia kembali”.
(HR. Abu Dawud: 4510).
Di samping meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu diperhatikan
oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:

1) Jangan bertamu sembarang waktu


2) Kalau diterima bertamu, jangan terlalu lama sehingga merepotkan tuan rumah.
Setelah urusan selesai segeralah pulang.
3) Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah menunggu.
4) Kalau disuguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu. Bahkan Rasulullah
SAW. menganjurkan kepada orang yang puasa sunnah sebaiknya berbuka puasanya
untuk menghormati jamuan.
5) Hendaklah pamit pada waktu mau pulang.7
e. Contoh Adab Menerima Tamu
Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang yang
sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamin hak-haknya dalam
Islam. Karena itu menghormati tamu merupakan perintah yang mendatangkan kemuliaan
di dunia dan akhirat. Setiap muslim wajib untuk menerima dan memuliakan tamu, tanpa
membeda-bedakan status sosial ataupun maksud dan tujuan bertamu. Memuliakan tamu
merupakan salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan
Rasulullah SAW. mengaitkan sifat memuliakan tamu itu dengan keimanan terhadap
Allah dan hari akhir. Rasulullah SAW. bersabda:

ِ ž‫ ْن ِإلَى َج‬ž‫ ِر فَ ْليُحْ ِس‬ž‫وْ ِم اَآل ِخ‬žžَ‫ال َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْالي‬
ُ‫ْؤ ِمن‬žُ‫انَ ي‬žž‫ار ِه َو َم ْن َك‬ž َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َّ ِ‫زَاع ِّي َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ ِ ‫ْح ْال ُخ‬
ٍ ‫ع َْن َأبِي ُش َري‬
ْ ‫ض ْيفَهُ َو َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم اَآل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا َأوْ لِيَ ْس ُك‬
)‫ (رواه مسلم‬.‫ت‬ َ ‫بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم اَآل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬

Artinya: “Dari Abu Syuraikh al-Khuzai, bahwasannya Nabi SAW. bersabda:


Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbuat baik dengan
tetangganya, barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia
7
Ibid, 88.
memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia berkata yang baik atau diam”. (HR. Muslim: 69).
Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan
muka manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkannya duduk di
tempat yang baik. Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu
yang selalu dijaga kerapian dan keasriannya.
Kalau tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib
menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah
kepada tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah SAW.,
menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban. Rasulullah
SAW. bersabda:

َ ‫صلَّى هللاُ َعلِ ْي ِه َو َسلَّ َم َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم اَآل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ُم‬
‫ا ُل‬žžَ‫هُ ق‬ž َ‫ ْيفَهُ َجاِئ َزت‬ž ‫ض‬ َ ِ‫ال َرسُوْ ُل هللا‬ َ َ‫ي ق‬ ِّ ‫ْح ْال َعد َِو‬
ٍ ‫ع َْن َأبِي ُش َري‬
)‫ (رواه الترمذى‬.ٌ‫ص َدقَة‬ َ ‫ك فَهُ َو‬ َ ِ‫د َذل‬žَ ‫او َما َجاِئ َرتُهُ قَا َل يَوْ ٌم َولَ ْيلَةٌ َوالضَّايَافَةُ ثَالَثَةُ َأي ٍَّام َو َما َكانَ بَ ْع‬
َ

Artinya: “Dari Abu Syuraikh al-Aduwi, bersabda Rasulullah SAW.: Barangsiapa


beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menghormati tamunya, bolehlah sehari
semalam menjamu tamu itu hanya tiga hari. Apa yang dibelanjakan untuk tamu di atas
tiga hari adalah sedekah”. (HR. at-Tirmidzi).
Menurut imam Malik, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah;
memuliakan dan menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan istimewa dari
hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedang hari kedua dan ketiga
dijamu dengan hidangan biasa sehari-hari.
Sedangkan menurut Ibn al-Ats, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah:
memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan sehari semalam. Dalam konteks perjalanan
di padang pasir, diperlukan bekal minum untuk sehari semalam sampai bertemu dengan
tempat persinggahan berikutnya.
Kedua pemahaman di atas dapat dikompromikan dengan melakukan kedua-duanya,
apabila memang tamunya membutuhkan bekal untuk melanjutkan perjalanan. Tapi
bagaimana bentuknya, substansinya tetap saja yaitu anjuran untuk memuliakan tamu
sedemikian rupa sehingga si tamu merasa dihormati dan tuan rumah merasa
menghormati, sehingga keduanya mendapatkan kemulian.8
f. Contoh Adab Makan dan Minum

1. . Minum Sambil Duduk

Terlepas dari perbedaan pendapat yang sudah dijelaskan oleh para ulama tentang hukum makan
atau minum sambil berdiri, setidaknya secara medis sudah dijelaskan bahwa minum sambil
duduk itu dianggap lebih baik daripada minum sambil berdiri atau sambil tiduran. Bahkan secara
adat-istiadat, di sebagian tempat mungkin makan dan minum sambil berdiri itu dianggap sebagai
tindakan yang tidak sopan. Maka, jikalau mau mengikuti pendapat ulama yang menyatakan
kebolehan makan dan minum sambil berdiri, setidaknya jangan sampai melanggar aturan adat-
istiadat yang berlaku disuatu tempat.

2. . Mengucapkan Basmalah

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah
Radhiyallahu anhu:

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia mengatakan Bismillah
(menyebut nama Allah Ta’ala). Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal,
hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada
awal dan akhirnya)” (HR. Tirmidzi)

3. Makan/Minum Dengan Tangan Kanan

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, ia berkata, “Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Wahai Ghulam, sebutlah nama Allah (bacalah “BISMILLAH”), makanlah dengan tangan
kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” Maka seperti itulah gaya makanku
setelah itu. (HR. Bukhari no. 5376 dan Muslim no. 2022)

8
Dra Muhaimmah, Aqidah Akhlak, 6.
Dalam potongan hadits lain yang diriwayatkan dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu:

“Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya. Setan
datang bersama orang badui ini, dengannya setan ingin menghalalkan makanan tersebut, maka
aku pegang tangannya. Dan setan tersebut juga datang bersama budak wanita ini, dengannya ia
ingin menghalalkan makanan tersebut, maka aku pegang tangannya. Demi Dzat yang jiwaku ada
di tangan-Nya, sesungguhnya tangan setan tersebut ada di tanganku bersama tangan mereka
berdua.” (HR. Abu Daud no. 3766).

4. Tidak Meniup Minuman/Makanan

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dijelaskan
tentang larangan meniup untuk mendinginkan makanan atau minuman yang masih panas:

Artinya, “Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Muhammad SAW melarang
pengembusan nafas dan peniupan (makanan atau minuman) pada bejana,” (HR. Abu Dawud dan
At-Tirmidzi).9

9
an-nur.ac.id/adab-makan-dan-minum-menurut-islam

Anda mungkin juga menyukai