Disusun Oleh :
DIII KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang dapat mengenai mereka
yang memiliki faktor resiko. Penyakit ini mempunyai spektrum gejala klinis yang bervariasi
mulai dari ringan hanya berupa batuk, sampai berat berupa serangan yang mengancam jiwa.v
c Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran pernafasan ditandai episode berulang
mengi, sesak nafas, sesak dada, dan batuk. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel
mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel (National Asthma Council,
2006). Menurut Scadding dan Godfrey dalam Oemiati et al ( 2010), asma merupakan
penyakit yang ditandai dengan variasi luas dalam waktu yang pendek terhambatnya aliran
udara dalam saluran nafas paru yang bermanifestasi sebagai serangan batuk berulang atau
mengi (bengek/weezing) dan sesak nafas biasanya terjadi di malam hari. (Pratama, 2017)
Mengutip data dari WHO, saat ini ada sekitar 300 juta orang yang menderita asma di
seluruh dunia. Terdapat sekitar 250.000 kematian yang disebabkan oleh serangan asma
setiap tahunnya, dengan jumlah terbanyak di negara dengan ekonomi rendah-sedang.
Prevalensi asma terus mengalami peningkatan terutama di negara-negara berkembang akibat
perubahan gaya hidup dan peningkatan polusi udara. Resiko kematian akibat asma jarang
terjadi, tetapi resiko kematian meningkat seiring dengan peningkatan usia, terutama pada
pasien lanjut usia dengan 4,4 kematian per 100.000 pasien (American Lung Association,
2010). Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, melaporkan prevalensi asma di Indonesia adalah
4,5% dari populasi, dengan jumlah kumulatif kasus asma sekitar 11.179.032. Asma
berpengaruh pada disabilitas dan kematian dini terutama pada anak usia 10-14 tahun dan
orang tua usia 75-79 tahun. Diluar usia tersebut kematian dini berkurang, namun lebih
banyak memberikan efek disabilitas. Saat ini, asma termasuk dalam 14 besar penyakit yang
menyebabkan disabilitas di seluruh dunia. (Muhammad Ikhwan Rizki, 2015).
Faktor pencetus asma menyebabkan fase sensitisasi, antibodi IgE meningkat. Alergen
akan berikatan dengan antibodi IgE dengan cara melekat pada sel mast. Sel mast
mengandung neutral triptase yang mempunyai bermacam aktivitas proteolitik antara lain
aktivasi komplemen, pemecahan fibrinogen dan pembentukan kinin menyebabkan sel ini
berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin yang
berperan pada bronkokonstriksi. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding
bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos
bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas. (Rengganis, 2008).
Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku yang tersebar pada berbagai
kepulauan di seluruh Indonesia, memiliki banyak sekali produk budaya terutama yang
berhubungan dengan kesehatan. Produk budaya yang berhubungan dengan kesehatan
terwujud dalam bentuk obat tradisional dan cara tradisional yang digunakan masyarakat
untuk mengatasi permasalahan mereka dibidang kesehatan. Hal ini senada dengan Undang-
undang No. 36 tahun 2009, pasal 59 menyatakan berdasarkan cara pengobatannya,
pelayanan kesehatan tradisional terbagi menjadi pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan keterampilan dan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan ramuan.
Tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki banyak khasiat dalam
mengatasi berbagai penyakit (Heinrich et al, 2012). Kemampuan tanaman dalam mengatasi
berbagai penyakit disebabkan adanya efek sinergisme antar senyawa metabolit sekunder.
Selain itu, senyawa metabolit sekunder memiliki polivalent activity, sehingga
memungkinkan mengatasi berbagai penyakit (Bone & Mills, 2013). Obat tradisional yang
digunakan oleh masyarakat yang ada dibeberapa daerah di Indonesia sangat beragam.
Masyarakat disuatu daerah tertentu memiliki obat tradisional yang berbeda dengan
masyarakat daerah lainnya, hal ini dikarenakan keanekaragaman hayati yang terdapat
dilingkungan tempat mereka hidup serta kearifan lokal yang mereka miliki menjadi
penyebab munculnya bermacam-macam produk budaya. Berdasarkan hal tersebut, Asma
dapat di atasi dengan pengobatan non farmakologi berupa tanaman Herbal. (Hendy
Lesmana, 2009)
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Jenis-Jenis Obat Herbal Yang Dapat Mengatasi Asma?
2. Apa Saja Kandungan Zat Aktiv Dalam Herbal Dalam Mengatasi Asma?
3. Bagaimana Etiologi Herbal Jahe Merah Untuk Obat Asma?
4. Bagaimana Pemanfaatan Pengobatan Herbal Dalam Dunia Keperawatan?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan membuat riset mendalam mengenai
Pengobatan Herbal pada Penyakit Gangguan Pola Nafas (Asma).
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Definisi Dari Pengobatan Herbal Dan Penyakit Asma
b. Mengetahui Jenis-Jenis Obat Herbal Untuk Mengatasi Asma
c. Mengetahui Etiologi Dari Pengobatan Herbal Dengan Jahe Merah Terhadap Penyakit
Asma
d. Mengetahui Bagaimana Pemanfaatan Obat Herbal Dalam Dunia Keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran pernafasan ditandai episode
berulang mengi, sesak nafas, sesak dada, dan batuk. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel (National
Asthma Council, 2006).
Tumbuhan herbal adalah tumbuh-an atau tanaman obat yang dapat dimanfaatkan untuk
pengobatan tradi-sional terhadap penyakit. Sejak zaman dahulu, tumbuhan herbal berkhasiat
obat sudah dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa.
Jahe merah (Zingiber offcinale Linn. Var. rubrum) merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe merah termasuk dalam suku temu-temuan
(zingiberaceae), satu keluarga dengan temu-temuan yang lain seperti temu lawak, temu
hitam, kunyit dan kencur.Tanaman jahe merah suatu tanaman rumput-rumputan tegak
dengan ketinggian 30-100 cm, namun kadang-kadang tingginya mencapai 120 cm.
Penelitian yang dilakukan oleh Kartini & Pratama, 2017 menyebutkan bahwa
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kandungan
ekstrak jahe merah dapat membantu penderita asma bernafas lebih mudah, karena
kandungan ekstrak jahe merah dapat meningkatkan efek beta-agonis yang bekerja dengan
relaksasi otot polos (ASM) sehingga dapat menjadi terapi alami yang baik untuk mengurangi
gejala asma.
B. Saran
Dengan adanya tersusunnya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca maupun
penulis. Dalam penulisan ini kami penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang
terdapat pada makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arobi, I. 2010. Pengaruh Ektsrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) Terhadap Perubahan
Pelebaran Alveolus Paru-paru Tikus (Rattus norvegicus) Yang Terpapar Alletthrin.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.
Hendy Lesmana, A. P. (2009). PENGOBATAN TRADISIONAL PADA MASYARAKAT
TIDUNG KOTA TARAKAN: STUDY KUALITATIF KEARIFAN LOKAL BIDANG
KESEHATAN. Jurnal Ners Vol.4 No.1 , 9-18.
Muhammad Ikhwan Rizki, L. C. (2015). Tanaman dengan Aktivitas Anti-Asma. Jurnal
Pharmascience .
Pratama, P. R. (2017). POTENSI EKSTRAK JAHE MERAH SEBAGAI TERAPI ALAMI
KEJADIAN ASMA PADA ATLET.
Rengganis, I. (2008). Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia
, 58(11):444-451.
Suparmi, & Wulandari, A. 2012. Herbal Nusantara 1001 Ramuan Tradisional Asli Indonesia.
Yogyakarta: Andi Offset.
Yessy Susanty Sabri, Y. C. (2014). Penggunaan Asthma Control Test (ACT) secara Mandiri oleh
Pasien untuk Mendeteksi Perubahan Tingkat Kontrol Asmanya. Jurnal Kesehatan
Andalas .